KONSEP KOMPLIKASI PADA PERSALINAN
A. Konsep keperawatan pada ibu dengan ketuban pecah dini (KPD) 1. Definisi Menurut Hossam (1992) Ketuban pecah dini adalah pecahnya/rupturnya selaput amnion sebum dimulainnya persalinan yang sebenarnya atau pecahnya selaput amnion sebelum usia
kehamilan mencapai usia 37
minggu dengan atau tanpa kontraksi.
2. Etiologi Penyebab pasti KPD ini belum jelas. Akan tetapi, ada beberapa keadaan yang berhubungan dengan terjadinya KPD ini, diantaranya adalah sebagai berikut : a. Trauma : amniosintesis, pemeriksaan pelvis, dan hubungan seksual. b. Peningkatan
tekanan
intrauterus,
kehamilan
kembar,
atau
polihidromnion. c. Infeksi vagina, serviks atau koriomnionitis streptokokus, serta bakteri vagina. d. Selaput amnion yang mempunyai struktur yang lemah/tipis. e. Keadaan abnormal dari fetus seperti malpresentasi. f. Kelainan pada serviks atau alat genetalia seperti ukuran serviks yang pendek (<25 cm). g. Multipara dan peningkatan usia ibu. h. Defisiensi nutrisi.
3. Manifestasi klinis Ibu
biasanya
datang
dengan
keluhan
utama
keluarnya
cairan
amnion/ketuban melewati vagina. Selanjutnya jika masa laten panjang, dapat terjadi korioamnionitis. Untuk mengetahui bahwa telah terjadi infeksi ini adalah mula-mula dengan terjadinya takikardi pada janin. Takikardi pada
ibu muncul kemudian. Ketika ibu mulai demam. Jika ibu mulai dema, maka diagnosis korioamnionitis dapat ditegakkan, dan diperkuat dengan terlihat adanya pus dan bau pada sekret.
4. Manajemen terapeutik Manajemen terapeutik KPD bergantung pada usia kehamilan serta apakah ada tanda infeksi atau tidak. Langkah pertama yang harus dilakukan adalah menentukan apakah selaput amnion benar-benar ruptur. Inkontenisia urin dan peningkatan pengeluaran vagina merupakan tanda-tanda untuk perlu mencurigai
adanya
ruptur
atau
pecahnya
selaput
amnion
untuk
membuktikannya dengan mengunakan spekulum steril guna melihat kumpulan cairan amnion disekitar seviks, atau dapat melihat langsung cairan amnion yang keluar melalui vagina. Analisi dengan kertas nitiozine akan menandakan keadaan alkali dari keadaan cairan amnion. Sekresi vagina pada wanita hamil memiliki nilai ph antara 7,0-7,2. Jika kertas tidak menunjukkan
perubahan
warna,
berarti
hasil
tes
negativ
yang
mengindikasikan bahwa selaput membran tidak ruptur sedangkan jika tidak ada perubahan warna kertas maka hasil tesnya positif, hal ini mungkin saja menandakan terjadinya keracunan karena urin, darah, dan pemberian anti septik yang menyebabkan sekresi serviks menjadi alkali, sehingga mempunyai ph yang hampir sama dengan ph cairan amnion. Dapat juga menggunakan tes ferning tes ini dilakukan dengan cara meletakkan sedikit cairan amnion diatas gelas kaca, kemudian tambahkan sedikit sodium klorida dan protein. Hasil tes menjadi negatif ada kebocoran yang terjajdi beberapa hari. Bisa juga digunakan tes kombinasi, yaitu pemeriksaan spekulum, tes dengan kertas nitrazine atau tes ferning untuk hasil yang lebih akurat.
5. Tindakan yang dilakukan a. Pengobatan konservatif PROM jika kehamilan kurang dari 37 minggu hingga selama kehamilan untuk pertumbuhan janin. 1) Istirahat total, rawat inap 2) Pemeriksaan pertumbuhan paru-paru bayi ketika janin mendekati usia 34 minggu 3) Kortikostreroid untuk mendukung bertumbuhan paru-paru janin 4) Monitorlah janin untuk menyokong pertumbuhan paru-paru janin. 5) Non-stres test selama jam pertama pasca ketuban pecah dini b. Jika didug atau diketahui terjadi infeksi, antibiotik dapat diberikan. c. Janin dilahirkan secara normal atau secara caesar jika terdapat gejala infeksi.
B. Konsep Keperawatan Pada Ibu Dengan Prolaps Tali Pusat 1. Definisi Prolaps tali pusat adalah tali pusat berada disamping atau melewati bagian terendah janin didalam jalan lahir setelah ketuban pecah.
2. Etiologi Keadaan-keadaan yang menyebabkan gangguan adapatasi bagian bawah janin terhadap panggul, sehingga pintu atas panggul tidak tertutup oleh bagian bawah janin tersebut. Hal ini merupakan predisposisi turunnya tali pusat dan terjadinya prolaps tali pusat. Prolaps tali pusat sering ditemukan pada letak lintang dan letak sungsang, terutama presentasi bokong kaki pada presentasi kepala, antar leher dempet pada disposisi sefalopelvis pada kelahiran prematur lebih sering dijumpai, karena kepala anak kecil tidak dapat menutupi pintu atas panggul.
3. Manifestasi klinis Pada prolaps tali pusat/prolapsus funikuli dengan tali pusat yang masih berdenyut tetapi pembukaan belum lengkap, maka terdapat 2 pilihan, yakni melakukan reposisi tali pusat dan menyelamatkan persalinan dengan seksiosesarea tidak mungkin dilakukan karena sulit. Reposisi tali pusat : memasukkan gumpalan kassa tebal kedalam jalan lahir, lilitkan hati-hati dengan tali pusat, kemudian dorong seluruhnya perlahanlahan ke cavum uterus diatas bagian terendah janin. Tindakan lebih mudah dilakukan bila ibu dalam posisi trendelenburg. Reposisi caesarea:jaga tali pusat agar tidak mengalami tekanan dan terjepit oleh bagian terendah janin. Untuk hal ini, dengan ibu dalam posisi trendelenburg, masukkan satu tangan kedalam vagina untuk mencegah turunnya bagian terendah didalam rongga panggul.
4. Penatalaksanaan a. Tali pusat berdenyut Jika tali pusat beerdenyut, berarti janin masih hidup. 1) Beri oksigen 4-6 liter/menit melalui masker atau nasal kanul 2) Posis ibu trendelenburg 3) Diagnosis tahapan persalinan melalui pemeriksaaan dalam segera 4) Jika ibu pada persalinan kala I : a) Dengan sarung tangan desinfeksi tingkat tinggi (DTT) masukkan tangan kedalam vagina dan bagian terendah janin segera disorong keatas, sehingga tahanan pada tali pusat dapat dikurangi. b) Tangan yang lain menahan bagian terendah di supra pubis dan evaluasi keberhasilan reposisi. c) Jika bgian terbawah janin sudah terpegang dengan kuat ditas rongga panggul, keluarkan tangan dari vagina, letakkan tangan tetap diatas abdomen sampai dilakukan seksio cesarea. d) Jika tersedia, berikan salbutamol 0,5 mg IV secara perlahan untuk mengurangi kontraksi rahim
e) Segera lakukan seksio caesarea 5) Jika ibu pada persalinan kala II: a) Pada presentasin kepala, lakukan segera persalinan dengan ekstraksi vakum atau ekstraksi cunam/forseps b) Jika presentasi bokong/sungsang lakukan ekstraksi bokong atau kaki, dan gunakan foseps pipa panjang untuk melahirkan kepala yang menyusul c) Jika letak liantang, siapkan segera seksio caesarea d) Siapkan segera resusitasi neonatus. b. Tali pusat tidak berdenyut Jika tali pusat tidak berdenyut, berarti janin telah meninggal. Keadaan ini sudah tidak merupakan tidakan darurat lagi, lahirkan bayi secara normal tanpa mencederai ibu. Pergunakan waktu untuk memberikan konseling pada ibu dan keluarganya tentang apa yang terjadi serta tindakan apa yang akan dilakukan. Diharapkan persalinan dapat berlangsung spontan per vaginam.
C. Konsep Keperawatan Pada Ibu Dengan Distosia Bahu 1. Definisi Kemajuan persalinan yang normal membuat persalinan lebih lama, lebih sakit, dan sulit. (L.M. Bobak dan M.D. Jensen. 1995) atau diartikan sebagai persalinan yang sulit atau dikatakan juga kesulitan dalam jalannya persalinan (Rustam Muktar, 1994).
2. Etiologi a. Kelainan tenaga (power) Kelainan tenaga adalah his yang tidak normal dalam kekatan atau sifatnya. Hal ini dapat menyebabkan hambatan dan mempersulit persalinan.
b. Kelainan jalan lahir (passage) Berkaitan dengan variasi ukuran dan bentuk ruang pelvis ibu, atau keabnormalan saluran reprosuksi yang dapat mengganggu dorongan dan pengeluaran janin. c. Kelainan letak dan bentuk janin (passanger) Ukuran yang tidak sesuai atau perkembangan janin abnormal
3. Klasifikasi a. Kelainan his Adalah his yang tidak normal, baik kekuatan atau sifatnya. Sehingga menghambat kelancaran persalinan. Sebelum membicarakan kelainan his ada baiknya kita ketahui dahulu his yang normal. 1) Tonus otot : di luar his tidak seberapa tinggi dan meningkat saat ada his. 2) Kontraksi Rahim : dimulai pada tanduk Rahim kemudian menjalar pada seluruh otot rahim. 3) Kontraksi paling dominan pada fundus uterus dan lebih lama sedangkan pada bagian tengah lebih lambat, singkat dan tidak sekuat pada fundus uterus. Segmen bawah rahim dan serviks bersifat pasif, sehingga janin dapat turun ke bawah dan dapat terjadi pembukaan. 4) Sifat his lama, kuat, teratur, sering dan relaksasi. b. Jenis Kelainan His 1) Insersia uterus Adalah his yang sifatnya lebih lama, singkat, dan jarang dibandingkan his normal. 2) Insersia uterus primer Kelemahan his timbul sejak pemulaan persalinan. 3) Insersia Uterus sekunder Kelemahan his timbul sesudah adanya his yang kuat, teratur dan dalamwaktu yang lama.
4) Tetonia Uterus (hypertonic uterusne contraction) Adalah his yang terlalu kuat dan terlalu sering, tidak ada relaksasi rahim. Pada dasarnya, tetania uterus bukan penyebab distosia, tetapi karena di sini dibahas tentang kelainan his, maka sedikit dijelaskan tentang tetania uterus. Pengaruh pada persalinan: a) Partus presipitatus ialah partus yang cepat dan sudah selesai dalam 3 jam b) Luka yang luar biasa pada serviks vagina dan perineum. c) Pada bayi dapat terjadi perdarahan intrakranial. 5) Incoordinate uterusne action Adalah sifat his yang semula teratur kemudian menjadi tidak ada koordinasi dan sinkronisasi antara kontraksi dan bagian-bagiannya. Jadi kontraksi tidak efisien dalam mengadakan pembukaa, apalagi dalam pengeluaran janin. c. Faktor yang mempengaruhi : Belum ada kesesuaian paham antara beberapa ahli tentang faktor yang memengaruhi timbulnya kelainan his, namun ada beberapa faktor yang dikemukakan. 1) Kehamilan primigravida tua atau multigravida 2) Herediter 3) Emosi dan kekuatan 4) Kelainan uterus 5) Kesalahan dalam memimpin persalinan 6) Kehamilan kembar 7) Kehamilan postmatur 8) Kehamilan postmatur
d. Jenis Kelainan Jalan Lahir 1) Kelainan bentuk panggul a) Perubahan bentuk karena kelainan pertumbuhan intrauterus. (1) Panggul Mapele ialah panggul yang hanya punya sebuah sayap pada sacrum, sehingga panggul tumbuh sebagai panggul miring. (2) Panggul Robert : kedua sayap sacrum tidak ada, sehingga panggul sempit dan ukuran melintang. (3) Split pelvis : pengaturan tulang panggul pada simpisis tidak terjadi hingga paggul terbuka ke depan. (4) Panggul asimilasi : sacrum terdiri atas 6 os.vertebrata (asimilasi tinggi) atau 4 os.vertebrata (asimilasi rendah) b) Perubahan bentuk karena penyakit pada tulang panggul atau sendi panggul (1) Rakitis kurang mendapat vitamin D dan sinar matahari pada anak-anak dapat mengakibatkan sacrum dan promontoriumnya bergerak ke depan dan bagian bawahnya ke belakang, sehingga diameter anteroposterior lebih luas dari normal. (2) Osteomalasia : kekurangan sinar matahari dan menimbulkan kelainan panggul (sekarang jarag ditemukan) (3) Neoplasma : tumor tulang panggul dapat menimbulkan penyempitan jalan lahir. (4) Atrofi, karier, dan nekrosis. (5) Penyakit pada sendi sakroiliaka c) Perubahan bentuk karena penyakit tulang belakang (1) Kofosis : sacrum bagian atas ditekan ke belakang, sacrum bagian bawah memutar ke depan , sehingga panggul tampak seperti corong, PAP luas, dan bagian lain menyempit. (2) Sklorosis : panggul menjadi miring. (3) Spondilolitesis.
d) Perubahan bentuk karena penyakit kaki. Perubahan atau kelainan pada kaki anak, maka beban kerja kaki yang sakt dipukuli oleh kaki yang sehat, sehingga mengubah bentuk tulang panggul menjadi miring, misalnya : luksasio koksa, atrofi, atau kelumpuhan satu kaki. e) Kelainan Traktus genetalia (1) Pada vulva terdapat edema , strenosis , dan tumor yang dipengaruhi oleh gangguan gizi, rdang atau perlukaan dan infeksi. (2) Pada vagina yang mengalami sektum dan dapat memisahkan vagina atau beberapa tumor. (3) Pada
serviks
karena
disfungsi
uterus
atau
karena
parut/karsinoma (4) Pada uterus terdapatnya mioma atau adanya kelainan bawaan seperti letak uterus abnormal. (5) Pada ovarium, terdapat beberapa tumor. e. Jenis Kelainan janin Kelainan janin dapat dibedakan menjadi dua bentuk : 1) Kelainan letak kepala/ mal presentasi/mal posisi. Kelainan ini antara lain sebagai berikut : a) Letak sungsang Janin dengan letak memanjang/ membujur dalam rahim kepala di fundus dan bokong di bawah , yang disebabkan oleh hal-hal berikut : (1) Fikasasi kepala pada pintu atas panggul, karena : panggul sempit, hidrosefalus, anensefali, plasenta previa, dan tumor pelvis. (2) Janin mudah bergerak pada hidramnion, multipara dan janin kecil. (3) Gamelli (kehamilan ganda)
2) Kelainan bentuk dan ukuran janin diklasifikasikan menjadi beberapa jenis berikut : a) Distrosia kepala pada hidrosefalus, kepala besar, dan tumor di leher. b) Distrosia bahu pada janin dengan bahu leher. c) Distrosia perut pada hidrosefalitis, asites. d) Distrosia bokong pada spina bifida dan tumor pada bokong janin. e) Kembar siam
4. Manifestasi Klinis Manifestasi yang dapat dirasakan dan diliat pada ibu dan anak adalah sebagai berikut. a. Ibu suhu tubuh meningkat, nadi dan pernafasan cepet, edema pada vulva dan serviks, serta bisa jadi ketuban berbau. b. Janin : DJJ cepat dan tidak teratur c. Manajemen Teraputik
5. Penatalaksanaan a. Penanganan umum 1) Nilai dengan segera keadaan umum ibu dan janin. 2) Lakukan penilaian kondisi janin: DJJ. 3) Kolaborasi dalam pemberian 4) Infus RL dan larutan NaCl isotonic. 5) Berikan anagesik berupa tramandol/ petidin 25 mg (IM) atau morvin 10 Mg (IM) 6) Perbaikan keadaan umum. a) Dukungan emosional dan perubahan posisi b) Berian cairan b. Penanganan khusus 1) Kelainan his a) TD diukur tiap 4 jam
b) DJJ tiap ½ jam pada kala 1 dan tingkatkan pada kala II c) Pemeriksaan dalam d) Kolaborasi dalam pemberian: (1) Infus RL5% dan larutan NaCl isotonic (IV) (2) Berikan analgeti, seperti: petidin, morfin (3) Pemberian oksitosin untuk memperbaiki his 2) Kelainan janin a) Pemeriksaan dalam b) Pemeriksaan luar c) MRI d) Jika sampai kala ii tidak ada kemajuanm dapat dilaukan seksio caesarea baik primer pada awal persalinan maupun sekunder pada akhir persalinan. 3) Kelainan jalan lahir Jika terjadi kunjungata vera (pada VT teraba promontorium), maka persalinan dengan dilakukan dengan SC.
D. Konsep Keperawatan Pada Ibu Dengan Kegawatan Ruptur Uterus 1. Definisi Berikut ini adalah bebrapa definisi dari ruptur uterus a. Robekan uterus yang dapat ditemukan pada sebagian besar bagian bawah uterus, termasuk robekan pada vagina. b. Suatu robekan pada dinding uterus yang terjadi karena uterus tidak dapat menerima tekanan.
2. Etiologi Etiologi biasanya disebabkan berhubungan dengan pembedahan untuk mengangkat fibroid (tumor benigna fibromuskular dan uterus) selain itu juga karena beberapa alasan sebagai berikut : a. Dinding rahim yang lemah. b. Bekas seksio caesaria
c. Bekas miomektomia d. Bekas perforasi karena uretase e. Bekas histerorafia f. Bekas pelepasan plasenta secara manual g. Pada gemeli dan hidramnion dimana dinding rahim tipis dan regang h. Karena peregangan yang luar biasa dari rahim
3. Faktor Resiko Yaitu pada wanita dengan riwayat seksio ceasarea, terutama yang mengalami insisi klasik atau vertikal sampai segmen bawah rahim (SBR). Wanita dengan parietas besar, trauma abdominal, dan kontraksi yang terlalu kuat.
4. Patofisiologi Pada saat impartu, korpus uterus mengadakan kontraksi, sedangkan segmen bawah rahim (SBR) tetap pasif dan servik menjadi lembek, maka karena sebab tertentu terjadilah obstruksi jalan lahir. Sedangkan korpus uterus terus berkontraksi dengan hebat, maka SBR yang pasif akan tertarik keatas menjadi bertambah regang dan tipis. Selain itu, lingkungan band (batas antara korpus uterus dengan SBR, normalnya 2-3 jari diatas simpisis) ikut meninggi. Akibatnya, pada suatu waktu terjadilah robekan pada SBR, sehingga terjadilah ruptur uterus. Akibat yang paling membahayakan adalah jika pendarahan banyak sehingga dikhawatirkan ibu mengalami syok dan bila tidak ditangani secara cepat akan menyebabkan kematian pada ibu dan janin.
5. Manifestasi Klinis a. Ibu telah ditolong oleh dukun atau bidan dan partus yang lama b. Gelisah dan ketakutan yang disertai perasaan nyeri diperut
c. Setia his, ibum memegang perutnya dan mengerang kesakitan, bahkan meminta supaya anaknya secepatnya dilahirkan walau di operasi sekalipun d. Frekuesi nafas dan denyut nadi cepat e. Adanya tanda-tanda dehidrasi karena partus lama serta tanda mulut kering, lidah kering, merasa panas, dan badas panas demam f. His lebih lama, lebih kuat, lebih sering terus menerus. g. Pada palpasi SBR nyeri (diatas simpisis). h. Pada pemeriksaan dalam terdapat tanda-tanda obstruksi seperti edema atau partio vagina dan kaput pada kepala janin yang besar. i. DJJ ireguler j. Perasaan ingin berkeming. Urin mengandung darah.
6. Manajemen terapeutik Tujuan utama pengobatan adalah untuk pemenuhan kebutuhan oksigen. Keseimbangan tekanan darah, cardiac output, dan mengatasi koagulapati. Pengobatan aktif terhadap hipoksia merupakan keharusan dan memerlukan ventilasi mekanik dengan 100% oksigen jika ibu tidak sabar. Pemantauan tekanan vena sentral dan transfusi darah dapat digunakan jika ada indikasi. Cairan IV harus dibatasi untuk menghindari edema paru. Lalu diikuti dengan pengobatan farmakologis. a. Dopamine
(2-20mg/kgBB/menit
untuk
mengatasi
hipotensi
dan
menyeimbangkan COP). b. PGFS untuk mengatasi HPP. c. Morfin untuk mengurangi kecemasan. d. Aminophilin untuk mengurangi bronkospasme. e. Hidrokortison untuk menurunkan edema paru pulmonal dan menolong mengatasi stress yang sangat tinggi.
E. Konsep Keperawatan Pada Ibu Dengan Kegawatan Perdarahan Kalla III 1. Definisi Perdarahan kalla III adalah kehilangan darah lebih dari 500 ml setelah kelahiran plasenta. Perdarahan yang banyak dalam waktu yang pendek dapat segera diketehui, tetapi bila perdarahan sedikit dalam waktu yang lama tanpa kita sadari penderita telah kehilangan banyak darah sebelum tampak pucat dan gejala lainnya. Perdarahan kalla III terjadi karena diakibatkan oleh pelepasan plasenta sebagian. Alasan paling umum terjadi pelepasan sebagian adalah kesalahan penatalaksanaan kalla III, biasanya mencakup masase uterus yang dilakukan sebelum pelepasan plasenta. Penyebab perdarahan pada pasca persalinan dapat disebabkan oleh hal-hal berikut ini : a. Antonia uteri b. Sisa plasenta / retensio plasenta c. Robekan jalan lahir d. Kelainan pembekuan darah.
2. Etiologi a. Antonia uteri Antonia uteria adalah suatu kondisi dimana miometrium tidak dapat berkontraksi. Bila keadaan ini terjadi, maka darah yang keluar dari bekas tempat melekatnya plasenta menjadi tidak terkendali. Beberapa faktor perdarahan pasca persalinan yang disebabkan oleh antonia uteria adalah sebagai berikut : 1) Penyebab uterus membesar lebih dari normal selama kehamilan, diantaranya pada hidraminion (jumlah air ketuban yang berlebihan), pada kehamilan gemili (kembar), dan janin yang besar misalnya pada ibu dengan diabetes melitus. 2) Kalla I dan II memanjang 3) Persalinan cepat (partus presipitatus)
4) Persalinan yang diinduksi atau dipercepat dengan oksitoksin atau augmentasi 5) Infeksi intrapartum 6) Multiparitas tinggi (grande multipara) b. Retensio Plasenta Hampir sebagian besar gangguan pelepasan plasenta disebabkan oleh gangguan kontraksi uterus.Retensio plasenta merupakan tertahannya atau belum lahirnya plasenta hingga atau melebihi 30 menit setelah bayi lahir. Beberapa jenis retensio plasenta adalah sebagai berikut : 1) Plasenta adhesiva merupakan implantasi yang kuat dari jonjot korison plasenta sehingga menyebabkan kegagalan mekanisme perpisahan fisiologis. 2) Plasenta akreta merupakan implantasi jonjot korion plasenta hingga memasuki sebagian lapisan miometrium. 3) Plasenta inkreta merupakan implantasi jonjot korion plasenta hingga mencapai/memasuki miometrium 4) Plasenta perkreta
merupakan implantasi jonjot korion yang
menembus lapisan otot hingga mencapai lapisan serosa dinding uterus. 5) Plasenta inkarserata merupakan tertahannya plasenta dibawah kavum uteri, disebabkan oleh konstriksi ostrium uteri. c. Robekan jalan lahir Robekan jalan lahir merupakan penyebab dari perdarahan pasca persalinan. Robekan dapat terjadi bersamaan dengan antonia uteri. Perdarahan pasca persalinan umumnya dengan kontraksi uterus yang baik umumnya disebabkan oleh robekan jalan lahir. Penyebab paling sering adalah pimpinan persalinan yang salah seperti pembukaan belum lengkap sudah dilakukan pimpinan persalinan dan tindakan mendorong kuat pada fundus uteri.
Klasifikasi luasnya robekan jalan lahir adalah sebagai berikut : 1) Derajat I Robekan sampai mengenai mukosa vagina dan kulit perineum. 2) Derajat II Robekan sampai mengenai mukosa vagina, kulit perineum, dan otot perineum 3) Derajat III Robekan sampai mengenai mukosa vagina, kulit perineum, otot perineum dan otot sfingter ani eksternal 4) Derajat IV Robekan sampai mengenai mukosa vagina, kulit perineum, otot perineum, otot sfingter ani eksternal dan mukosa rektum.
3. Manifestasi Klinis Tanda dan gejala sangat penting dalam penentuan diagnosis dan penatalaksanaannya. Tanda dan gejala yang dirasakan oleh ibu pasca persalinan adalah sebagai berikut : a. Perdarahan pervaginam Peristiwa yang sering terjadi pada kondisi ini yaitu darah keluar disertai dengan gumpalan. Hal ini terjadi karena tromboplastin sudah tidak mampu lagi sebagai anti pembeku darah. b. Konsistensi rahim lunak Gejala ini merupakan gejala terpenting atau khas antonia uteri dan yang membedakan dengan penyebab perdarahan lainnya. c. Fundus uteri naik d. Terdapat tanda-tanda syok 1) Nadi cepat dan lemah 2) Tekanan darah rendah 3) Pucat 4) Keringat/kulit terasa dingin dan lemabap 5) Pernapasan cepat
6) Gelisah, bingung, atau kehilangan kesadaran 7) Pengeluaran urine sedikit
4. Penatalaksanaan a. Penanganan untuk antonia uteri 1) Masase fundus uteri segera setelah lahirnya plasenta (maks 15 detik) 2) Bersihkan bekuan darah dan selaput ketuban dari vagina dan lubang serviks 3) Pastikan kandung kemih kosong, jika penuh dan dapat dipalpasi, lakukan katerisasi menggunakan teknik aseptik 4) Lakukan kompresi bimanual internal selama 5 menit 5) Anjurkan keluarga untuk mulai membantu kompresi bimanual eksternal 6) Berika egrometrin 0,2 mg IM atau misoprostrol 600-1000 mcg 7) Pasang infus dan berikan 500 cc RL + 20 unit oksitoksin b. Penanganan untuk robekan jalan lahir 1) Lakukan eksplorasi untuk mengidentifikasi lokasi laserasi dan sumber perdarahan 2) Lakukan irigasi pada tempat luka dan beri antiseptik 3) Jepit dengan ujung klem sumber perdarahan kemudian jahit menggunakan benang yang mudah diserap 4) Lakukan penjahitan luka mulai dari bagian yang paling distal terhadap operator
DAFTAR PUSTAKA
Mitayani. 2009. Asuhan Keperawatan Maternitas. Jakarta : Salemba Medika. Kurnia, Diana. 2010. Keperawatan Maternitas. Yogyakarta : Penerbit Andi. Saswita, Reni dkk. 2013. Asuhan Kebidanan Pada Masa Persalinan. Jakarta : Salemba Medika