Surat Untuk Guru 7 Menghargai Keberagaman

  • Uploaded by: Leo Sutrisno
  • 0
  • 0
  • May 2020
  • PDF

This document was uploaded by user and they confirmed that they have the permission to share it. If you are author or own the copyright of this book, please report to us by using this DMCA report form. Report DMCA


Overview

Download & View Surat Untuk Guru 7 Menghargai Keberagaman as PDF for free.

More details

  • Words: 623
  • Pages: 3
Surat untuk para guru 7; menghargai keberagaman Leo Sutrisno

Anakku, Setia Nugraha, Ratna, empat hari yang lalu, sebelum kembali Ke Kalbar, singgah ke rumah. Ia bercerita banyak tentang berbagai hal yang sering dialami di kelasnya. Salah satu di antaranya adalah masalah-masalah yang timbul kerana perbedaan budaya dan kebiasaan. Dulu, di awal tahun Bapak diangkat sebagai guru di pedalaman Kalimantan Barat juga mengalami hal yang sama. Misalnya, suara Bapak yang ‘berat’ beraksen Jawa selalu menjadi tertawaan anak-anak dan sebagian kawan guru. Di katakan, “Suara saya meletup”. Sebaliknya, saya sempat marah ‘besar’ ketika ada seorang siswa yang meludah dari kelas lewat jendela tanpa merasa bersalah. Siswa masuk kelas tanpa mengetuk pintu lebih dahulu, serta banyak lagi yang lain. Ada kesalahpahaman karena perbedaan budaya/kebiasaan antara Bapak dengan para siswa, Antara orang Jawa dan orang Dayak, Melayu dan Cina. Pembicaraan di ruang guru, saat itu juga sering diwarnai bias budaya. Misalnya saja, jika ada siswa yang mendapat nilai tinggi pada suatu mata pelajaran, kami langsung mencari tahu ‘pri’ atau ‘non-pri’. Kalau ada siswa yang melanggar aturan, kami juga segera mencari tahu suku asal siswa tertsebut. Pendek kata, cara berpikir kami diwarnai ‘stereotyping’ atau bias kelompok. Entah bias suku, bias agama, atau bias jender. Kadang-kadang juga bias usia. Itu terjadi sekitar 40 tahun yang lalu. Tetapi, ternyata engkau dan temanmu, Ratna, juga masih mengalami hal yang serupa. Fenomena ini termasuk wilayah komunikasi. Bagi seorang guru, komunikasi merupakan salah satu ketrampilan yang esensial. Seorang guru seharusnya memiliki kompetensi komunikasi yang cedas dan bernuansa budaya. Engkau perlu mencermati sitem kepercayaan yang dimiliki para siswa. Misalnya, seorang siswa sering mengatakan, ‘My way is the best’ itu menunjukkan bahwa ia ‘egosentris’. Siswa lain mengatakan, misalnya, ‘Ia memang seperti itu karena ia Jawa’ itu berarti yang bersangkutan berpikir ‘stereotyping’-nggebyah-uyah, pukul rata berdasarkan kelompok tertentu.

Ada siswa lain yang berucap berikut ini: “Ya, pendapatmu sangat baik. Tetapi, kalau tidak bersedia mengikuti pendapat kami, silahkan ke luar”. Ada lagi yang menyatakan seperti berikut: “Maaf saya belum pernah mempelajari tingkahlaku dari kelompok yang lain.” Walaupun diucapkan oleh seorang siswa, katakata semacam ini dapat kita gunakan untuk menduga model kerangka berpikir anak. Ada kiat untuk menjebatani perbedaan budaya antara engkau dan para muridmu yang ditawarkan oleh para ahli komunikasi. Model itu disingkat: ETHNIC (kata etnik berarti kesukuan). Everyone has a culture (Setiap orang memiliki kebudayaannya sendiri). Take time to collect relevant cultural information (Untuk mengumpulkan informasi budaya yang relevan (dengan pendidikan) memerlukan waktu yang lama). Hold all judgments; ie. be careful about interpreting the culturally different student's behavior, especially if unfamiliar with the culture (Pertimbangkan dengan seksama jika membuat interpretasi tentang tingkah laku siswa yang berasal dari latar belakang kebudayaan yang berbeda). Notice and negotiate differences in understanding of teaching and learning (Pahami bahwa ada perbedaan pemahaman tentang mengajar dan belajar). Involve cultural resources as appropriate (Libatkan diri secara kulturan dengan tepat). Collaborate to develop objectives and educational strategies (berkerja bersama dalam mengembangkan tujuan dan strategi pendidikan). Secara singkat, engkau hendaknya menerima keberagaman menurt konteks apa pun di kelasmu. Ada keberagaman budaya. Ada keberagaman agama. Ada keberagaman kebiasaan dalam keluarga. Ada keberagaman kemampuan berpikir. Bahkan, ada keberagaman dalam status social ekonomi orang tua / keluarga. Keberagaman itu hendaknya engkau terima dan sekaligus menjadikannya cambuk untuk menerima keberadaan siswa-siswimu dengan sepenuh hati. Penerimaan akan keberagaman ini mendoro semangat partisipatif dan kolaboratif di kelasmu. Jika, semangat ini dapat terwujud maka kelas akan menjadi komunitas belajar yang haus akan kebenaran. Setiap siswa dan tentu juga guru akan menempatkan diri sebagai teman sejawat bagu yang lain dan sebaliknya. Dalam kelas akan terjadi kerjasama dalam mencari kebenaran (pengetahuan). Tidak ada yang berpandangan yang satu menjadi ruval yang lain. Dalam kelas akan timbul semangat ’maju bersama’.

Saya akhiri surat Bapak, teriring doa semoga engkau mampu mengembangkan komunikasi budaya yang cerdas. Salam dari Bapak.

Related Documents


More Documents from "Leo Sutrisno"