Surat untuk para guru 8; Saling menghargai antar generasi Leo Sutrisno
Anakku, Setia Nugraha, Dalam suratmu yang Bapak terima minggu lalu, engkau membandingkan antara keadaanmu sewaktu masih sekolah dulu dan keadaan murid-muridmu sekarang. Pada jamanmu, tidak banyak murid yang berani ’melawan’ guru, masih banyak murid yang sopan lagi santun dan sebagai –dan sebagainya. Hingga saat ini, paling tidak Bapak telah mengalami empat genarasi, generasi kakekmu, generasi Bapak, generasimu, dan generasi cucuku-anakmu. Dan, keempat generasi itu masih ada saat ini. Jika kau ingat pertemuan kita tiga tahun yang lalu tampak berkelompok-kelompok bukan. Satu kelompok Bapak bersama paman serta bibi-bibimu. Kelompok kedua, engkau dengan sepupu-spupumu beserta pasangan masing-masing. Kelompok ketiga adalah kelompok anak-anakmu beserta baik sepupu satu maupun sepupu dua. Dan, kelompok keempat adalah kakekmu yang sendirian. Mengapa berkelompok? Karena membawa nilai-nilai yang berbeda antargenerasi.
Generasi kakekmu Mereka ini mengenyam pendidikan sebelum kemerdekaan. Para gurunya orang Belanda. Generasi ini mewarisi nilai privasi. Mereka tidak ’usil’ terhadap orang lain. Mereka pekerja keras karena memang itulah yang betul. Mereka
menjunjung tinggi ‘Satu kata satu perbuatan’. Mereka mengutamakan formalitas, Termasuk dalam berpakaian. Karena itu, kakekmu sangat jarang ’bertanjang’ dada walaupun ’hanya’ menemuimu. Bahkan, posisi duduk pun sudah ditetapkan. Jangan coba-coba duduk menghadap ke selatan kalau ada kakek di sana. Nah, kalau di sekolahmu ada wali murid, atau orang tua murid, atau mungkin anggota Komite Sekolah yang segerasi kakekmu, jangan mengharapkan akan memperoleh tanggapan yang spontan. Mereka adalah ’silent generation’. Jangan terlalu banyak membuang waktu mereka.
Generasi Bapak Generasi Bapak menerima didikan dari generasi kakekmu. Generasi kami masih pekerja keras tetapi bukan karena seharusnya begitu tetapi agar ’menang’ dalam berkompetisi. Kerja keras adalah perjuangan. Kami berlomba menaiki tangga kesuksesan setinggi mungkin. Karena itu, kami berjuang habishabisan. Jika sedang berkomunikasi dengan generasi ini, engkau juga harus menggunakan bahasa tubuh yang ’pas’, sedikit membungkuk dan tangan di depan selangkang ’menutupi nyali’. Engkau dapat berbicara secara terbuka tetapi jangan menuntut telanjang sehingga semua orang mengetahui apa yang sedang dibicarakan. Jawablah dengan singkat padat tetapi jangan melupakan detailnya.
Generasimu Generasimu memiliki semangat wirausaha-’enterpreneur’. Karena itu, loyalitas bersifat pribadi. Dan loyalitas kepada lembaga itu perlu seslalu diisi
ulang setiap bulan. Generasimu banyak di antaranya yang sangat kecanduan main internet. Generasimu juga menekankan adanya umpan balik karena hanya dengan umpan balik yang baiklah akan dapat menyusun rencana yang layak. Di antaramu juga ada yang pekerja keras dengan tujuan agar cepat selesai sehingga mereka dapat santai sesudahnya. Mereka berprinsip ‘ikan sepat ikan gabus, ‘makin cepat makin bagus’. Jika engkau berhubungan dengan temanmu segenerasi, dapat digunakan email dan sms. Kau tidak perlu mendatangi untuk bertatap muka. Bicara pendek secukupnya. Engkau juga dapat saling berbagi informasi secara rutin,. Komunikasi informal pun dapat digunakan. Seperti dalam surat-surat Bapak ini.
Generasi cucuku Para muridmu yang di SD termasuk generasi ini. Mereka lahir dari keadaan yang ’nyaman’. Ada Pizza, ada KFC, ada mie instant, ada PS, ada HP, dam ada lap top. Mereka memiliki privasi dan otonomi yang besar. Kelas juga semakin heterogen secara kultural. Kereka juga pekerja keras tetapi untuk mendapatkan uang yang banyak, sehingga dapat hidup enak. Nah, di kelas, bersama-sama muridmu yang masih SD gunakanlah katakata kerja yang menantang. Ia akan dengan mudah menolak kehadiranmu jika engkau tidak menaruh hormat kepada mereka. Mereka juga lebih suka berhubungan lewat email ketimbang komunikasi lisan. Beri dorongan untuk menghadapi tantangan-tantangan yang sering beresiko.
Jadi, dalam setiap berkomunikasi, selain menggunakan bahasa yang jernih kita perlu memperhatikan latar belakang generasi. Kita tidak dapat menilai
seseorang dengan kacamata generasi kita sendiri. Itu tidak berarti kita menyetujui, tetapi menghargai perbedaan. Dari perbedaan menurut nilai yang dipegang masing-masing generasi itu, kemudian dicari titik temunya. Bisa jadi harus menumbuhkan nilai yang baru yang berlaku untuk semuanya. Saya kira, sudah cukup panjang surat Bapak. Karena itu, doa Bapak dan Ibu selalu untukmu. Bapak .