Miokardial Infark dengan elevasi gelombang ST (STEMI) IP.Ady Putra Astawan (102011141) Riama Sihombing (102012185) Hanna (102013340) Lisa Kristiana (102014014) Rosaria Oktafiani Darmawan (102014033) Andres Vidianto Salim (102014048) Shintia Katoda (102014094) Hersi Khansa Alifah (10201464) Fakultas Kedokteran Universitas Kristen Krida Wacana Jalan Arjuna Utara No.6 Jakarta Barat 11510
Pendahuluan Infark miokard akut (IMA) atau yang lebih dikenal dengan serangan jantung adalah suatu keadaan dimana suplai darah pada suatu bagian jantung terhenti sehingga sel otot jantung mengalami kematian.1 Infark miokard sangat mencemaskan karena sering berupa serangan mendadak, umumnya pada pria usia 35-55 tahun, tanpa ada keluhan sebelumnya.
Sindrom koroner akut lebih lanjut diklasifikasikan menjadi Unstable Angina (UA), ST-segment Elevation Myocardial Infarct (STEMI) dan Non ST-segment Elevation Myocardial Infarct (NSTEMI). IMA tipe STEMI sering menyebabkan kematian mendadak, sehingga merupakan suatu kegawatdaruratan yang membutuhkan tindakan medis secepatnya.1 STEMI adalah rusaknya bagian otot jantung secara permanen akibat insufisiensi aliran darah koroner oleh proses degeneratif maupun di pengaruhi oleh banyak faktor dengan ditandai keluhan nyeri dada, peningkatan enzim jantung dan ST elevasi pada pemeriksaan EKG. STEMI adalah cermin dari pembuluh darah koroner tertentu yang tersumbat total sehingga aliran darahnya benar-benar terhenti, otot jantung yang diperdarahi tidak mendapat nutrisi oksigen dan mati.
1
Makalah ini ditulis adalah hasil tinjauan pustaka yang akan membahaskan tentang STEMI secara lebih terperinci.
Pembahasan Latar belakang masalah Kasus :
Seorang laki-laki, 50 tahun, datang ke IGD dengan keluhan nyeri dada
terus menerus sejak 40 menit yang lalu. Rumusan masalah Seorang laki-laki berusia 50 tahun dengan keluhan nyeri dada terus menerus sejak 40 menit yang lalu. Analisis masalah 3.1
Anamnesis
Anamnesis merupakan suatu tindakan untuk mengenal pasti keluhan utama pasien disamping beberapa keluhan penyerta. Anamnesis yang benar dapat membantu dokter untuk menegakkan diagnosis yang tepat. Anamnesis dapat dilakukan secara langsung kepada pasien atau autoanamnesis. Yang pertama adalah ditanyakan identitas pasien seperti Nama lengkap pasien, umur pasien, tanggal lahir, jenis kelamin, agama, alamat, umur (orang tua), pendidikan dan pekerjaan (orang tua) ,suku bangsa. Dalam kasus ini, pasien seorang laki-laki berusia 50 tahun. Identitas lain tidak disertakan. Seterusnya adalah menanyakan keluhan utama dari pasien. Pasien ini mengeluh nyeri pada dada yang terus menerus sejak 40 menit yang lalu. Nyeri yang muncul tiba tiba pada dada kiri dan menjalar ke lengan kiri berkurang saat istirahat namun terus menerus muncul kembali dan semakin memberat. Selanjutnya, riwayat penyakit dahulu juga ditanyakan yaitu apakah sebelumnya pasien pernah mengalami penyakit yang sama, ataupun penyakit lain yang pernah pasien derita: sebelumnya pernah merasakan nyeri dada kiri namun tidak terlalu sakit dan hanya sekitar 5 menit. Dari keluarganya juga didapatkan bahawa ayah pasien meninggal saat berusia 40 tahun karena serangan jantung.
2
Pertanyaan-pertanyaan khusus yang dapat ditanyakan berhubungan dengan infark miokard akut antara lain mengenai keluhan sakit dada, dan faktor resiko. Pada keluhan sakit dada harus ditanyakan faktor pencetus yang paling sering, kualitas sakit dada, penjalaran, gejala atau tanda penyerta dan lama sakit pada infark. Harus juga ditanyakan apakah pasien terpapar oleh faktor-faktor risiko seperti keturunan, kepribadian, obesitas, merokok, diabetes, hiperkolesterolemia, maupun hipertensi. 3.2
Pemeriksaan Pemeriksaan fisik Kesadaran
:
Compos Mentis
Penampakan umum
:
Tampak sakit berat
Pemeriksaan fisik thorax juga dilakukan yaitu inspeksi, palpasi, perkusi dan auskultasi untuk mendeteksi apakah ada kelainan pada thoraks pasien. Dalam kasus ini, inpeksi, palpasi dan perkusi tidak didapatkan kelainan. Pada auskultasi didapatkan suara nafas vesikuler, ronki (-), wheezing (-), bunyi jantung 1-2 murni reguler, murmur (-), dan gallop (-). Pemeriksaan abdomen juga dilakukan untuk menyingkirkan kemungkinan berpacu dari kelainan abdomen dan pada kasus ini, abdomen pasien normal. Pemeriksaan penunjang 1. Elektrokardiogram (EKG) Pemeriksaan EKG 12 sadapan harus dilakukan pada semua pasien dengan nyeri dada atau keluhan yang dicurigai STEMI. Pemeriksaan ini harus dilakukan segera dalam 10 menit sejak kedatangan IGD. Jika pemeriksaan EKG awal tidak diagnostic untuk STEMI tetapi pasien tetap simtomatik dan terdapat kecurigaan kuat STEMI, EKG serial dengan interval 5-10 menit atau pemantauan EKG 12 sandapan secara kontinyu harus dilakukan
untuk mendeteksi potensi
perkembangan elevasi segmen ST.2 Pada pasien dengan STEMI inferior, EKG sisi kanan harus diambil untuk mendeteksi kemungkinan infark pada ventrikel kanan. Sebagian besar pasien dengan presentasi awal elevasi segmen ST mengalami evolusi menjadi gelombang Q pada EKG yang akhirnya didiagnosis infark miokard gelombang Q. Sebagian kecil menetap menjadi infark miokard
3
gelombang non Q. Jika obstruksi thrombus tidak total, obstruksi bersifat sementara atau ditemukan banyak kolateral, biasanya tidak ditemukan elevasi segmen ST. Pasien tersebut biasanya mengalami angina pectoris tak stabil atau Non STEMI. Pada sebagian pasien tanpa elevasi ST berkembang tanpa menunjukkan gelombang Q disebut infark non Q.2 Sebelumnya istilah infark miokard transmural digunakan jika EKG menunjukkan gelombang Q atau hilangnya gelombang R dan infark miokard non transmural jika EKG hanya menunjukkan perubahan sementara segmen ST dan gelombang T, namun ternyata tidak selalu ada korelasi gambaran patologisi EKG dengan lokasi infark (mural/ transmural) sehingga terminology IMA gelombang Q dan non Q menggantikan IMA mural/ nontransmural.
Daerah infark
Perubahan EKG
Anterior
Elevasi segmen ST pada lead V3 -V4, perubahan resiprokal (depresi ST) pada lead II, III, aVF. Elevasi segmen T pada lead II, III, aVF, perubahan
Inferior
resiprokal (depresi ST) V1 – V6, I, aVL. Lateral
Elevasi segmen ST pada I, aVL, V5 – V6.
Posterior
Perubahan resiprokal (depresi ST) pada II, III, aVF, terutama gelombang R pada V1 – V2.
Ventrikel kanan
Perubahan gambaran dinding inferior
Tabel 1. Perubahan EKG berdasarkan daerah infark1
2. Laboratorium Creatinine kinase (CK)MB dan cardiac specific troponin (cTn)T atau cTn I dan dilakukan secara serial. Peningkatan nilai enzim di atas 2 kali nilai batas atas normal menunjukkan ada nekrosis jantung (infark miokard).2 CKMB meningkat
4
setelah 3 jam bila ada infark miokard dan mencapai puncak dalam 10- 24 jam dan kembali normal dalam 2- 4 hari. cTn: ada 2 jenis cTn T dan cTn I. Enzim ini meningkat setelah 2 jam bila ada infark miokard dan mencapai puncak dalam 1024 jam dan cTn T masih dapat dideteksi setelah 5- 14 hari, sedangkan cTnI setelah 5- 10 hari.1,5 Pemeriksaan enzim jantung yang lain yaitu2,3: Mioglobin: dapat dideteksi satu jam setelah infark dan mencapai puncak dalam 4- 8 jam. Creatinine kinase (CK): meningkat setelah 3-8 jam bila ada infark miokard dan mencapai puncak dalam 10- 36 jam dan kembali normal dalam 3- 4 hari.
Latic dehydrogenase (LDH): meningkat setelah 24- 48 jam bila ada
infark miokard, mencapai puncak 3-6 hari dan kembali normal dalam 8- 14 hari.
3.3
Diagnosis banding Tabel 1. Perbedaan antara UAP, NSTEMI dan STEMI1
Jenis
Nyeri dada
UAP
Angina
pada
EKG waktu Depresi segmen ST.
istirahat/aktivitas ringan, Inversi gelombang T.
Laboratorium Enzim jantung tidak meningkat.
crescendo angina, bisa Tidak ada gelombang Q. hilang dengan nitrat.
NSTEMI
Lebih berat dan lama Depresi segmen ST.
Enzim
jantung
(>30 menit), tidak hilang Inversi T dalam.
meningkat minimal
dengan nitrat, mungkin
2x dari nilai batas
perlu opiate
atas normal.
5
STEMI
Lebih berat dan lama Hiperakut T.
Enzim
jantung
(>30 menit ) tidak hilang Elevasi segmen ST > 0,1 mV meningkat minimal dengan nitrat, mungkin pada 2 atau lebih sadapan 2x dari nilai batas perlu opiat.
ekstremitas, >0,2 mV pada atas normal. prekordial. Gelombang Q. Inversi Gelombang T.
Prinzmetal
Sering terjadi di malam Elevasi segmen ST > 0,1 mV Enzim jantung tidak
angina
hari saat istirahat atau pada 2 atau lebih sadapan meningkat. selama tidur REM
ekstremitas, >0,2 mV pada
Disritmia
prekordial.
Tidak
mereda
dengan Inversi Gelombang T.
istirahat tetapi biasanya menghilang
dalam
5
menit
Perikarditis
Nyeri dada yang tajam, elevasi segmen ST.
LED meningkat
retrosternal atau sebelah Gelombang T umumnya ke
Leukositosis
kiri
Peningkatan enzim
atas, tetapi inversi bila ada
Bertambah saat bernapas, miokarditis
jantung
batuk atau menelan
3.4
Diagnosis Kerja
Berdasarkan anamanesis, pemeriksaan fisik dan penunjang yang telah disebutkan dalam data skenario. Pria tersebut dapat didiagnosis menderita sindroma koroner akut. Sindroma koroner akut adalah suatu keadaan klinis tingkat miokard iskemik akut tergantung derajat oklusi yang terjadi, dapat berupa angina pectoris tidak stabil, infark miokad akut elevasi ST dan infark miokard akut tanpa elevasi
6
ST. Namun dalam scenario kasus diatas, pria tersebut dapat digolongkan dalam infark miokard dengan elevasi ST. Penyakit jantung iskemik tersebut adalah sekelompok sindrom yang berkaitan erat yang disebabkan oleh ketidakseimbangan antara kebutuhan oksigen miokardium dan aliran darah. Penyebab tersering penyakit jantung iskemik adalah menyempitnya lumen arteria koronaria oleh aterosklerosis. Bila terjadi penyempitan aterosklerotik lumen sebesar 75% atau lebih pada satu atau lebih arteria koronaria besar, setiap peningkatan aliran darah koroner yang mungkin terjadi akibat vasodilatasi koroner kompensatorik akan kurang memadai untuk memenuhi peningkatan kebutuhan jantung.
Foto 1. Contoh gambaran EKG pada STEMI 3.5
Epidemiologi Infark miokard akut merupakan salah satu diagnosis rawat inap tersering
di negara maju. Laju mortalitas awal (30 hari) pada IMA adalah 30% dengan lebih dari separuh kematian terjadi sebelum pasien mencapai rumah sakit. Angka kejadian NSTEMI lebih sering di bandingkan dengan STEMI. Kejadian sindrom koroner akut menunjukkan laki-laki lebih rawan terkena untuk sekitar umur 70 tahun atau lebih. Semakin bertambah umur, semakin bertambah pula risiko terkena sindrom koroner akut ini 3.6
Etiologi Terjadinya infark miokard akut biasanya dikarenakan aterosklerosis
pembuluh darah koroner. Nekrosis miokard akut terjadi akibat penyumbatan total arteri koronaria oleh trombus yang terbentuk pada plak aterosklerosis yang tidak
7
stabil. Ini semua juga sering mengikuti ruptur plak pada arteri koroner dengan stenosis ringan. Penurunan aliran darah koroner dapat juga disebabkan oleh syok dan hemoragik. Ketidakseimbangan antara suplai dan kebutuhan oksigen miokard merupakan dasar dari terjadinya proses iskemik tersebut. Pada kondisi yang jarang, STEMI dapat juga disebabkan oleh oklusi arteri koroner yang disebabkan oleh emboli koroner, abnormalitas kongenital, spasme koroner, dan berbagai penyakit inflamasi sistemik.Pada hampir setengah kasus, terdapat faktor pencetus sebelum terjadi STEMI, seperti aktivitas fisik berat, stress dan emosi. Selain itu, STEMI juga dapat disebabkan oleh hipertensi,diabetes melitus, dislipidemia, merokok, serta riwayat penyakit jantung koroner di keluarga. 3.7
Patofisiologis Patofisiologis
STEMI
umumnya
dimulai
dengan
pemecahan
plak
aterosklerotik pada dinding pembuluh darah koroner. Plak aterosklerotik terbentuk secara bertahap selama bertahun-tahun dengan dimulai dengan akumulasi kolesterol LDL dan lemak jenuh pada tunika intima pembuluh darah. Ini diikuti dengan adhesi leukosit ke endotel, maka diapedesis dan masuk ke intima, di mana mereka menumpuk lipid dan menjadi sel busa. Sel busa merupakan sumber yang kaya dari mediator proinflamasi.Evolusi berikutnya melibatkan migrasi sel otot polos dari media, dan proliferasi mereka dan deposisi matriks ekstraselular, termasuk proteoglikan, kolagen interstitial, dan serat elastin. Plak sering mengembangkan bidang kalsifikasi karena mereka berevolusi. Plak awalnya berkembang dengan arteri renovasi keluar, diikuti oleh perambahan pada lumen arteri. Akhirnya stenosis dapat membatasi aliran dalam kondisi permintaan meningkat, menyebabkan angina. STEMI biasanya terjadi setelah gangguan mendadak dan bencana dari plak kolesterol sarat. Hal ini menyebabkan paparan zat yang meningkatkan aktivasi platelet dan agregasi, generasi trombin, dan pembentukan trombus, menyebabkan gangguan aliran darah. Jika oklusi parah dan persisten, nekrosis sel miokard berikut.
8
Pada gangguan aliran darah di arteri koroner, zona miokardium segera kehilangan kemampuannya untuk memendek dan berkontraksi Hyperkinesis awal dari zona non-infark terjadi, mungkin sebagai akibat dari mekanisme kompensasi akut . Oleh kerana miosit nekrotik menyelinap melewati satu sama lain, zona infark menipis dan memanjang, terutama di infark anterior, menyebabkan ekspansi infark.
Jika jumlah yang cukup miokardium mengalami cedera iskemik, ventrikel kiri (LV) fungsi pompa menjadi depresi; curah jantung, stroke volume, tekanan darah, dan kepatuhan berkurang; dan mengakhiri volume meningkat sistolik. Gagal jantung klinis terjadi jika 25% dari miokardium memiliki kontraksi yang abnormal, dan syok kardiogenik terjadi pada hilangnya> 40% dari LV miokardium. Penurunan kepatuhan dan peningkatan LV tekanan diastolik akhir menimbulkan disfungsi diastolik
3.8 Gejala Klinis Nyeri dada penderita infark miokard serupa dengan nyeri angina tetapi lebih intensif dan berlangsung lama serta tidak sepenuhnya hilang dengan istirahat ataupun pemberian nitrogliserin. Gejalanya adalah rasa sakit pada dada sentral atau retrosentral yang dapat menyebar ke salah satu atau kedua tangan, leher dan punggung. Namun, sakit dada juga sering timbul ketika pasien sedang beristirahat. Rasa nyeri hebat sekali sehingga penderita gelisah, takut, berkeringat dingin dan lemas. Kulit terlihat pucat dan berkeringat, serta ektremitas biasanya terasa dingin. Pada fase awal infark miokard, tekanan vena jugularis normal atau sedikit meningkat . Pulsasi arteri karotis melemah karena penurunan stroke volume yang dipompa jantung. Volume dan denyut nadi cepat, namun pada kasus infark miokard berat nadi menjadi kecil dan lambat. Bradikardi dan aritmia juga sering dijumpai. Tekanan darah menurun atau normal selama beberapa jam atau hari. Dalam waktu beberapa minggu, tekanan darah kembali normal.
3.9
Penatalaksanan
9
Tatalaksana Umum a. Oksigen Suplemen oksigen harus diberikan pada pasien dengan saturasi oksigen arteri <90%. Pada semua pasien STEMI tanpa komplikasi dapat diberikan oksigen selama 6 jam pertama. b. Nitrogliserin (NTG) Nitrogliserin sublingual dapat diberikan dengan aman dengan dosis 0,4 mg dan dapat diberikan sampai 3 dosis dengan interval 5 menit. Selain mengurangi nyeri dada, NTG juga dapat menurunkan kebutuhan oksigen miokard dengan menurunkan preload dan meningkatkan suplai oksigen miokard dengan cara dilatasi pembuluh koroner yang terkena infark atau pembuluh kolateral. Jika nyeri dada terus berlangsung dapat diberikan NTG intravena. NTG intravena juga diberikan untuk mengendalikan hipertensi atau edema paru. Terapi nitrat harus dihindari pada pasien dengan tekanan darah sistolik <90 mmHg atau pasien yang dicurigai menderita infark ventrikel kanan (infark inferior pada EKG, JVP meningkat, paru bersih dan hipotensi). Nitrat juga harus dihindari pada pasien yang menggunakan phospodiesterase-5 inhibitor sildenafil dalam 24 jam sebelumnya karena dapat memicu efek hipotensi nitrat.
c. Morfin Morfin sangat efektif mengurangi nyeri dada dan merupakan analgesik pilihan dalam tatalaksana nyeri dada pada STEMI. Morfin diberikan dengan dosis 2-4 mg dan dapat diulang dengan interval 5-15 menit sampai dosis total 20 mg. Efek samping yang perlu diwaspadai pada pemberian morfin adalah konstriksi vena dan arteriolar melalui penurunan simpatis, sehingga terjadi pooling vena yang akan mengurangi curah jantung dan tekanan arteri. Efek hemodinamik ini dapat diatasi dengan elevasi tungkai dan pada kondisi tertentu diperlukan penambahan cairan IV degan NaCl 0,9%. d. Aspirin Aspirin merupakan tatalaksana dasar pada pasien yang dicurigai STEMI dan efektif pada spektrum sindrom koroner akut. Inhibisi cepat siklooksigenase
10
trombosit yang dilanjutkan reduksi kadar tromboksan A2 dicapai dengan absorpsi aspirin bukkal dengan dosis 160-325 mg di ruang emergensi. Selanjutnya aspirin diberikan oral dengan dosis 75-162 mg. e. Penyekat Beta Jika morfin tidak berhasil mengurangi nyeri dada, pemberian penyekat beta IV, selain nitrat mungkin efektif. Regimen yang biasa diberikan adalah metoprolol 5 mg setiap 1-5 menit sampai total 3 dosis, dengan syarat frekuensi jantung >60 menit, tekanan darah sistolik >100 mmHg, interval PR <0,24 detik dan ronki tidak lebih darai 10 cm dari diafragma. Lima belas menit setelah dosis IV terakhir dilanjutkan dengan metoprolol oral dengan dosis 50 mg tiap 6 jam selama 48 jam, dan dilanjutkan 100 mg tiap 12 jam. Terapi bedah
Terapi bedah merupakan terapi definitif dari STEMI. Prosedur invasif yang dapat dilakukan,yaitu: ●
IIntra-aortic
balloon
counterpulsation
(IABP)
adalah
aplikasi
suatu
balonpolyethylene silinder pada aorta , sekitar 2 cm ( 0,79 in) dari arteri subklavia kiri untuk meningkatkan perfusi oksigen miokard dan meningkatkan output jantung seterusnya meningkatkan aliran darah koroner dan pengiriman oksigen . Secara aktif balon akan mengempiskan di sistol , meningkatkan aliran darah ke depan dengan mengurangi afterload melalui efek vakum . Alat ini juga akan aktif mengembang di diastole , meningkatkan aliran darah ke arteri koroner melalui aliran retrograde . Kombinasi tindakan ini adalah untuk menurunkan kebutuhan oksigen miokard dan meningkatkan suplai oksigen miokard ●
Coronary artery bypass graft (CABG) adalah teknik yang menggunakan pembuluh darah dari bagian tubuh yang lain untuk memintas (melakukan bypass) arteri yang menghalangi pemasokan darah ke jantung. Vena kaki atau arteri mamari (payudara) internal bisa digunakan untuk operasi bypass. Operasi ini membantu memulihkan aliran darah yang normal ke otot jantung yang tersumbat.
11
3.10 Pencegahan Tatacara utama pencegahan penyakit STEMI adalah dengan menghindarkan faktorfaktor risiko khususnya terjadinya aterosklerosis koroner pada individu tertentu. Tiga faktor risiko biologis yang tidak dapat diubah, yaitu: usia, jenis kelamin lakilaki, dan riwayat keluarga. Faktor risiko tambahan lain masih dapat diubah, sehingga berpotensi memperlambat proses aterogenik. Faktor risiko utama yang dapat diubah adalah: peningkatan kadar lipid serum; hipertensi; merokok sigaret; diabetes melitus; gaya hidup yang tidak aktif dan obesitas. Oleh sebab itu, tentunya untuk mencegah terjadinya penyakit ini, perlu memperbaiki factor-faktor resiko yang dapat diubah, seperti tidak merokok, gaya hidup sehat, dan pola makan yang baik
3.11 Komplikasi Disfungsi Ventrikular Ventrikel kiri mengalami perubahan serial dalam bentuk ukuran, dan ketebalan pada segmen yang mengalami infark dan non infark. Proses ini disebut remodelling ventricularyang sering mendahului berkembangnya gagal jantung
pasca infark.
Pembesaran ruang jantung secara keseluruhan yang terjadi dikaitkan dengan ukuran dan lokasi infark, dengan dilatasi terbesar pasca infark pada apeks ventrikel kiri yang mengakibatkan penurunan hemodinamikyang nyata, lebih sering terjadi gagal jantung dan prognosis lebih buruk. Gangguan Hemodinamik Terjadinya gangguan fungsi jantung untuk memompa akibat terjadinya perluasan nekrosis iskemia yang akhirnya terjadilah gagal jantung dan kematian Syok kardiogenik Biasanya pasien yang berkembang menjadi syok kardiogenik mempunyai penyakit arteri koroner multivesel. Keadaan ini bisa terjadi saat pasien masuk ke RS atau saat perawatan. Infark ventrikel kanan Infark ventrikel kanan menyebabkan tanda gagal ventrikel kanan yang berat (distensi vena jugularis, tanda Kussmaul, hepatomegali) dengan atau tanpa hipotensi.
12
Aritmia paska STEMI Pada bagian miokard yang mengalami iskemi akan berlaku ketidakseimbangan sistem araf autonom, gangguan elektrolit, iskemi, dan perlambatan konduksi sehingga terjadi gangguan ritma jantung 3.12 Prognosis Prognosis untuk pasien dengan STEMI bervariasi tergantung pada waktu untuk presentasi setelah onset nyeri dada dan waktu untuk perawatan setelah presentasi. Prognosis meningkat dengan reperfusi awal, kepatuhan terhadap terapi medis yang tepat, dan modifikasi faktor risiko . Pasien dengan kadar troponin tinggi memiliki prognosis yang lebih buruk dibandingkan dengan tingkat troponin normal. Kepatuhan terhadap kedokteran berbasis bukti telah terbukti memiliki hasil pasien yang lebih baik. Terdapat beberapa sistem untuk menentukan prognosis pasca IMA : Klasifikasi Killip, berdasarkan pemeriksaan fisik bedside sederhana ; S3 gallop, kongesti paru dan syok kardiogenik Klasifikasi Forrester, berdasarkan monitoring hemodinamik indeks jantung dan pulmonary capillary wedge pressure (PCWP). TIMI risk score, adalah sistem prognostik paling akhir yang menggabungkan anamnesis sederhana dan pemeriksaan fisik yang dinilai pada pasien STEMI yang mendapat terapi trombolitik
KESIMPULAN Berdasarkan hasil tinjauan yang telah dilakukan, pasien didiagnosa dengan ST elevation miokardial infark berdasarkan gejala-gejala yang dialaminya. Infark miokard akut adalah nekrosis miokard akibat aliran darah ke otot jantung terganggu. Hal ini bisa disebabkan trombus arteri koroner oleh ruptur plak yang dipermudah
terjadinya
oleh
faktor-faktor
seperti
hipertensi,
merokok,
hiperkolesterolemia, diabetes melitus, dsb. Diagnosis ditegakkan melalui anamnesis, pemeriksaan fisik, elektrokardiogram, dan pemeriksaan laboratorium.
13
DAFTAR PUSTAKA 1. Elwyn AP,Braunwald E. Ischemic heart disease. Dalam: Kasper DL, Fauci AS, Longo DL, Braunwald E, Hauser SL, Jameson JL, editor. Harrison’s Principle of Internal Medicine. Edisi 16. United States: McGraw-Hill; 2005.h.1845-9. 2. Gleadle, Jonathan.At a Glance Anamnesis dan pemeriksaan fisik. Jakarta:Erlangga; 2003. h.112-3. 3. Sudoyo Aru W, et all. Miokarditis. Idrus Alwi, Lukman H. Makmun(eds). Buku ajar IPD. Jilid 2. Jakarta: Departemen Ilmu Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia;2009.h.1711-3. 4. Gray HH, Dawkins KD, Morgan JM, Simpson IA. Kardiologi. Ed 3th. Jakarta: Erlangga Medical Series; 2005.h.114-8. 5. Brown CT. Penyakit aterosklerotik koroner. Dalam Price SA, Wilson LM. Patofisiologi konsep klinis proses-proses penyakit. Edisi ke-6. Volume 1. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC,2006.h. 576-606 ; 588-91 6. Antman EM,
Braunwald
E. ST-Elevatiin
myocardial
infarction:pathology,
pathophysiology and clinical features. In: Libby P, Bonow RO, Mann DL, Zipes DP. Braunwald’s heart disease textbook of cardiovascular medicine. 8th Ed. Volume 2. Philadelphia: Saunders Elsevier.,2008.h.1216-22.
14