Penyebab Terjadinya Ulkus Diabetikum dan Penanganannya Rafael Bimo (102016132)
Fakultas Kedokteran Universitas Kristen Krida Wacana Jl. Arjuna Utara No.6 Kebon Jeruk, Jakarta Barat. Telp. (021) 56942061 Abstract Diabetic ulcers is one complication of diabetes mellitus. Diabetic ulcers are the ulcers, ulcers or tissue damage associated with neurological disorders and blood vessels caused by diabetes mellitus in lower limb locomotor patients with diabetes mellitus. Broadly speaking, the cause of the occurrence of diabetic ulcers mediated by three things, namely the occurrence of peripheral neuropathy, vascular disorders and infection. Classification is often used in the diabetic foot is a classification according to Wagner, who can determine the staging and prognosis. Proper and prompt therapy on diabetic foot can prevent exacerbations and reduce the likelihood of amputation. Keyword
: Diabetic foot ulcers, wagner, patophysiology of diabetic ulcers
Abstrak Ulkus diabetik merupakan salah satu penyakit komplikasi dari diabetes melitus. Ulkus Diabetik adalah adanya tukak, borok atau kerusakan jaringan yang berhubungan dengan kelainan saraf dan pembuluh darah yang diakibatkan karena diabetes melitus pada tungkai bawah alat gerak pasien diabetes melitus. Secara garis besar penyebab dari terjadinya ulkus diabetik diperantarai oleh 3 hal, yaitu terjadinya neuropati perifer, gangguan pembuluh darah dan adanya infeksi. Klasifikasi yang sering dipakai dalam diabetic foot adalah klasifikasi menurut wagner, yang bisa menentukan staging dan prognosis. Terapi yang tepat dan cepat pada diabetic foot dapat mencegah terjadinya eksaserbasi dan mengurangi kemungkinan terjadinya amputasi. Kata kunci
: Ulkus kaki diabetikum, wagner, patofisiologi ulkus diabetikum
Pendahuluan Ulkus pada kaki, sepsis, dan amputasi adalah suatu hal yang paling ditakuti oleh orang pengidap diabetes. Terjadinya ulkus pada kaki adalah merupakan komplikasi dari diabetes mellitus dan sering kali harus diakhiri dengan mengamputasi ekstremitas bagian bawah. Penyebab terbanyak yang mendasarinya adalah neuropati, trauma , deformitas, tekanan tinggi pada plantar kaki, dan penyakit arteri perifer. Klasifikasi yang sering dipakai dalam diabetic foot adalah klasifikasi menurut wagner, yang bisa menentukan staging dan prognosis. Terapi yang tepat dan cepat pada diabetic foot dapat mencegah terjadinya eksaserbasi dan mengurangi kemungkinan terjadinya amputasi. Tujuan dari terapi adalah untuk secara dini menyembuhkan suatu lesi pada kaki, dan mencegah kekambuhannya.1 Identifikasi faktor resiko adalah suatu dasar manajemen pencegahan terjadinya diabetic foot pada orang diabetes. Resiko terjadinya ulkus dan amputasi meningkat pada orang yang sudah mengidap diabetes selama lebih dari 10 tahun, orang laki-laki, orang yang jarang mengontrol gulanya, dan pada orang yang mempunyai komplikasi pada kardiovaskuler, retina dan ginjal. Orang pengidap diabetes seharusnya secara rutin diperiksakan keadaan kakinya, untuk mengidentifikasi faktor resiko terjadinya diabetic foot. Pemeriksaan meliputi sensasi, struktur kaki, dan biomekanik, vaskuler, dan ketahanan kulit. Skrining untuk penyakit vaskuler perifer, dengan cara mencari riwayat adanya klaudikasio. Pada pemeriksaan kulit harus diperiksa tentang ketebalan dan ketahanannya khususnya pada ibu jari kaki dan telapak kaki. Adanya eritema, dan terbentuknya kallus, mengindikasikan adanya jaringan yang rusak. Deformitas tulang, terbatasnya pergerakan sendi, dan gangguan pada gaya jalan juga harus dicatat dan diperiksa.2 Pembahasan Anamnesis Anamnesis adalah pengambilan data yang dilakukan oleh seorang dokter dengan cara melakukan serangkaian wawancara anamnesis dapat langsung dilakukan terhadap pasien (auto-anamanesis) atau terhadap keluarganya atau pengantarnya (alo-anamnesis).Anamnesis juga dapat membantu penenggakan diagnosis hingga 80%.3
Beberapa hal yang perlu ditanyakan saat anamnesis adalah:
Dokter memperkenakan diri terlebih dahulu dan menyampaikan pagi/siang/malam kepada pasien sembari menampilkan keramahan sikap dan wajah.
Menanyakan identitas pasien a. Menanyakan nama, tempat/tanggal lahir, jenis kelamin, umur, suku bangsa, alamat, pendidikan, pekerjaan, status perkawinan.
Menanyakan keluhan utama dan lamanya Letak (dimana, lokalisata/generalisata), sejak kapan.
Menanyakan Riwayat Penyakit Sekarang (RPS) a. Menanyakan karakter keluhan utama Meliputi rasa nyeri yang dirasakan. b. Perkembangan/perburukan keluhan utama Meliputi obat-obatan yang telah diminum dan hasilnya. c. Menanyakan keluhan penyerta
Menanyakan Riwayat Penyakit Dahulu (RPD) a. Menanyakan apakah pasien sudah pernah mengalami gejala seperti yang pasien keluhkan.
Menanyakan Riwayat Pribadi a. Menanyakan akitivitas sehari-hari, kebiasaan makan, kebiasaan minum obat.
Menanyakan Riwayat Sosial Meliputi hubungan dengan keluarga dan lingkungan sekitar.
Menanyakan lingkungan tempat tinggal, hygiene, sosial ekonomi, orang yang mengurus.
Menanyakan riwayat kesehatan keluarga dan riwayat penyakit menahun keluarga.
Penulisan hasil serta diagnosa.3 Pada kasus tersebut didapatkan bahwa kedua ujuang kakinya terasa kebas dan sering
kesemutan, pasien mengatakan kakinya luka kena paku tapi tidak sakit. Pasien mengobati dengan antiseptic saja. Seminggu luka tampak kemerahan dan meluas serta mengeluarkan nanah, menjadi kehitaman dan berbau busuk. Pasien juga merasa demam.
Pemeriksaan fisik4 Pada pemeriksaan fisik di dapatkan tekanan darah pada pasien 140/80, frekuensi nadi 90*/ menit, frekuensi nafas 20*/ menit, dan suhu tubuh di dapatkan 38’ C. Untuk pemeriksaan jantung dan paru-paru pada pasien berada pada batas normal. Pada kaki kananya terdapat gangrene dan nyeri tekan negatie. Sensifitas kaki kanan menurun di bandingkan dengan kaki kiri, serta teraba dingin pada ujug ujung jari kaki kanan.
Inspeksi pada inspeksi yang pertama kita lihat yaitu pertama adalah warna kulit lalu adakah atrofi atau hipotrofi otot, kemudian adakah kontraktur atau cicatrix bekas luka, ulkus, atau post amputasi. Lalu untuk selanjutnya yang kita lihat apakah ada gerakan-gerakan yang terbatas, kemudian adakah lesi-lesi kulit dan soft tissue: infiltrate, bisul, cellulitis, abses, ulkus, gangrene (borok busuk), pada saat melakukan inspeksi harus selalu bandingkan dengan bagian sebelahnya yg masih sehat. Palpasi Pada palpasi yaitu disini kita meraba suhu dari kulit yaitu dimana biasanya bila sudah disertai adanya ulkus pada kaki kulit akan terasa lebih dingin pada bagian sekitar kaki tempat ulkus, lalu untuk selanjutnya kita mulai raba adanya pulsasi arteri dorsalis pedis dan pulsasi arteri tibialis posterior. Reflex Pada pemeriksaan reflex disini kita mulai dengan tes sensibilitas yaitu dengan pemeriksaan monofilament, kemudian tes KPR dan APR menggunakan palu reflex yaitu dengan mengetuk bagian patella dan bagian tendon Achilles, dan selanjutnya dilanjutkan dengan tes babinsky yang ditimbulkan dengan stimulus g babinsky yang
ditimbulkan dengan stimulus gesekan
pada telapak kaki, yang menghasilkan dorsofleksi jari besar dan pengembangan jari-jari yang lebih kecil. Biasanya stimulus semacam itu menyebabkan semua jari-jari kaki menekuk ke bawah. Disebut juga Babinski’s toe sign.
Pemeriksaan penunjang5
Postprandial Dilakukan 2 jam setelah makan atau setelah minum. Angka diatas 130 mg/dl mengindikasikan diabetes. HbA1c Merupakan glikosilat non-enzimatik protein tubuh dan dipengaruhi langsung kadar glukosa darah. Kadar HbA1c menggambarkan kadar glukosa darah selama 2-3 bulan sebelum tes dilakukan. Hb abnormal akan menganggu (interferensi) pemeriksaan HbA1c sehingga ketepatan hasilnya menurun yaitu pada hemoglobinopati, usia eritrosit memendek sehingga dapat menganggu interpretasi. Nilai rujukan kadar HbA1c: 5-9% kadar Hb total. Angka Hb1C yang melebihi 6,1% menunjukkan diabetes.
Tes toleransi glukosa oral (TTGO) Setelah berpuasa minimal 8 jam mulai malam hari sebelum pemeriksaan, tapi sebelum dilakukan pemeriksaan ini lakukan pemeriksaan kadar glukosa darah puasa terlebih dahulu, kemudian pasien diberi 75 gr gula (dewasa) atau 1,75 gram/kgBB (anak) yang dilarutkan dalam 250mL air, dan periksa kadar glukosa ½, 1, 1 ½, dan 2 jam setelah pembebanan glukosa. Angka gula darah yang normal dua jam setelah meminum cairan tersebut harus < dari 140 mg/dl.
Pemeriksaan darah kapiler Tes glukosa darah dengan finger stick, yaitu jari ditusuk dengan sebuah jarum, sample darah diletakkan pada sebuah strip yang dimasukkan kedalam celah pada mesin glukometer, pemeriksaan ini digunakan hanya untuk memantau kadar glukosa yang dapat dilakukan dirumah.
Urine Pemeriksaan didapatkan adanya glukosa dalam urine. Pemeriksaan dilakukan dengan cara Benedict ( reduksi ). Hasil dapat dilihat melalui perubahan warna pada urine : hijau ( + ), kuning ( ++ ), merah ( +++ ), dan merah bata ( ++++ ).
Radiologi X-ray untuk mengetahui apakah terdapat osteomyelitis atau tidak, karena osteomyelitis dapat menghambat absorbs antibiotic atau obat ke tulang dan dapat memperparah infeksi itu sendiri.
Ulkus diabetikum Ulkus Diabetik adalah adanya tukak, borok atau kerusakan jaringan yang berhubungan dengan kelainan saraf dan pembuluh darah yang diakibatkan karena diabetes melitus pada tungkai bawah alat gerak pasien diabetes melitus. Masalah yang timbul ini diakibatkan oleh gangguan atau kerusakan saraf, gangguan atau kerusakan pada pembuluh darah, dan infeksi. Infeksi terjadi karena bakteri mudah masuk melalui luka pada kaki kemudian tumbuh, menyebar dan dapat menyebabkan infeksi. Semakin lama luka ulkus terbuka dan tidak dirawat semakin besar pula risikonya untuk terkena infeksi bakteri. Bakteri patogen yang tumbuh subur terutama adalah bakteri anaerob karena organ yang terinfeksi kekurangan pasokan oksigen akibat berkurangnya aliran darah. Bakteri anaerob berperan besar untuk menimbulkan infeksi dan gangren karena bekerja sinergis dalam pembentukan gas kemudian menjadi gas gangrene.5 Etiologi6 Mayoritas ulkus kaki muncul hasil dari trauma minor di hadapan neuropati sensorik. Hal ini terbaik menggambarkan triad kritis paling sering terlihat pada pasien dengan ulkus kaki diabetik. Neuropati sensorik perifer, deformitas, dan trauma. Ketiga faktor risiko ini hadir di 65% dari ulkus kaki diabetik. Kapalan, edema, dan penyakit pembuluh darah perifer juga telah diidentifikasi sebagai faktor etiologi dalam pengembangan ulkus kaki diabetik. Meskipun patogenesis neuropati sensorik perifer masih kurang dipahami, ada tampaknya beberapa mekanisme yang terlibat, termasuk pembentukan produk canggih glikosilasi akhir dan diasilgliserol, stres oksidatif, dan aktivasi protein kinase Cβ. Selanjutnya, Control Diabetes dan Komplikasi Trial dan studi prospektif telah mengkonfirmasi peran penting dari hiperglikemia pada onset dan perkembangan neuropati. Faktor risiko yang mungkin dapat menderita kaki diabetikum adalah:7 o Hipertensi o HbA1c >7.5
o Dyislipidemia o Merokok o Penyakit jantung o Diabetic neuropathy o Diabetic retinopathy o Pemeriksaan gula darah ireguler o Latihan fisik ireguler o Riwayat keluarga yang menderita diabetes o Riwayat ulkus sebelumnya
Epidemiologi Indonesia berada di peringkat keempat jumlah penyandang diabetes melitus di dunia setelah Amerika Serikat, India dan Cina. Di Indonesia sendiri, berdasarkan hasil wawancara Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) terjadi peningkatan dari 1,1 persen (2007) menjadi 2,1 persen (2013). Dan alangkah tidak beruntungnya, sebagian besar akan mengalami amputasi karena adanya infeksi berat dan iskemi perifer pembuluh darah. Neuropati adalah faktor predisposisi untuk terjadinya ulkus dan amputasi. Kurang lebih 15% penderita DM akan mengalami ulkus selama perjalanan penyakitnya dan 3-4% nya terkena infeksi berat. Sebesar 85% penderita ulkus diabetik akan diamputasi dan 36% dari pasien amputasi tersebut, 2 tahun setelahnya akan meninggal dunia.8 Patofisiologi5 Ulkus diabetik merupakan salah satu penyakit komplikasi dari diabetes melitus. Secara garis besar penyebab dari terjadinya ulkus diabetik diperantarai oleh 3 hal, yaitu terjadinya neuropati perifer, gangguan pembuluh darah dan adanya infeksi. Ketiga hal tersebut secara tunggal maupun gabungan dari antara ketiganya berpotensi menyebabkan terjadinya penyakit ulkus diabetik. Neuropati perifer
Neuropati sensorik perifer, di mana seseorang tidak dapat merasakan luka merupakan faktor utama penyebab ulkus diabetik. Kurang lebih dari semua penderita ulkus diabetik disebabkan oleh neuropati, di mana merupakan gabungan dari neuropati dan iskemik. Bentuk lain dari neuropati juga berperan dalam terjadinya ulserasi kaki. Neuropati perifer dibagi menjadi 3 bagian, yaitu neuropati motorik yaitu tekanan tinggi pada kaki ulkus yang mengakibatkan kelainan bentuk kaki, neuropati sensorik yaitu hilangnya sensasi pada kaki, dan yang terakhir adalah neuropati autonomi yaitu berkurangnya sekresi kelenjar keringat yang mengakibatkan kaki kering, pecah-pecah dan membelah sehingga membuka pintu masuk bagi bakteri. Gangguan pembuluh darah Gangguan pembuluh darah perifer (Peripheral Vascular Disease atau PVD) jarang menjadi faktor penyebab ulkus secara langsung. Walaupun demikian, penderita ulkus diabetik akan membutuhkan waktu yang lama untuk sembuh dan resiko untuk diamputasi meningkat karena insufisiensi arterial. Gangguan pembuluh darah perifer dibagi menjadi 2 yaitu gangguan makrovaskuler dan mikrovaskuler, keduanya menyebabkan usaha untuk menyembuhkan infeksi akan terhambat karena kurangnya oksigenasi dan kesulitan penghantaran antibiotika ke bagian yang terinfeksi. Oleh karena itu penting diberikan penatalaksanaan iskemik pada kaki. Infeksi Berkurangnya aliran darah akan menghambat penyembuhan luka sehingga dapat menyebabkan infeksi. Peningkatan gula darah juga menghambat kerja leukosit sehingga penyembuhan infeksi menjadi lebih lama. Luka dapat berkembang menjadi ulkus, gangren bahkan menjalar sampai terjadi osteomyelitis. Jika penanganannya tidak tepat dan cepat, meningkatkan risiko penderita untuk mengalami amputasi.
Gejala klinis Progresivitas dari suatu infeksi disebabkan oleh banyak faktor yang berhubungan dengan karakteristik luka, patogenitas bakteri dan host. Diagnosis dari adanya infeksi ditegakkan dari adanya paling sedikit 2 tanda seperti: bengkak, indurasi, eritema di sekitar lesi, nyeri, hangat dan adanya pus. Diagnosis kaki diabetes ditentukan dari klasifikasi Wagner (Wagner’s classification of diabetic foot ulcers):9 o Grade 0: Resiko tinggi tanpa ulkus o Grade 1: ulkus superfisial tanpa infeksi o Grade 2: ulkus dalam dengan selulitis tanpa abses dan osteomyelitis o Grade 3: ulkus dalam dengan abses dan osteomyelitis o Grade 4: gangren local o Grade 5: gangren seluruh kaki Gambaran klinis infeksi pada diabetic foot ulcer adalah:10 o Infeksi superfisial yaitu infeksi yang menyangkut lapisan jaringan seperti fasia superfisial dan adanya gambaran acute bacterial cellulitis
o Selulitis yaitu adanya infeksi pada subdermis. Gambaran klinisnya adalah adanya gambaran infeksi lokal seperti eritema disekitar lesi dan menyebar. Hipertermi, limfangitis asending dan limfadenopati regional kadang-kadang bisa terjadi. o Selulitis nekrotikan yaitu ditandai infeksi yang menyebabkan nekrosis pada subdermis kemudian dermis. o Wet gangrene (gangren basah) yaitu gambaran infeksi yang menyebabkan jaringan yang mengalami nekrosis dan kehitaman. Ini perlahan-lahan akan menyebabkan pelepasan jaringan kulit dan keluarnya pus yang keabu-abuan dengan bau yang tidak enak dan menyebabkan perburukan keadaan umum pasien menjadi sepsis, gangguan metabolik, dan gagal ginjal. o Abses dan phlegmon o Osteomyelitis dan infeksi pada tulang.
Neurophatic foot, dengan gambaran ulkus bermula dari ibu jari dan bagian plantar dari metatarsal dan seringkali tampak gambaran callus. Jika callus tidak dihilangkan, kemudian jika callus itu berdarah sehingga jaringan pada callus itu mengalami nekrosis maka ini akan menyebabkan
terjadinya ulkus. Biasanya ulkus ini
akan terinfeksi oleh stafilokokus,
streptokokus, organisme gran negatif, bakteri anaerob, sehingga infeksi ini akan menyebabkan selulitis, abses, dan osteomyelitis. Adanya ulkus
ini
juga
dapat
menyebabkan in
situ
thrombosis pada arteri, sehingga menyebabkan timbulnya gangren dari ibu jari.11 Ischaemic foot, tidak adanya denyut nadi pada kaki harus menjadi perhatian seorang dokter untuk menduga terjadinya iskemia, yaitu dengan
pemeriksaan dan penatalaksanaan secara
spesifik. Karakteristinya adalah lesi pada pinggiran kaki dan tidak disertai bentukan callus. Identifikasi kemungkinan terjadinya iskemia adalah dengan melihat karakteristik yaitu lesi yang berwarna merah muda, nyeri, denyutan yang melemah, dan kadang-kadang pada perabaan kaki pasien terasa dingin. Nyeri yang dirasakan sangat hebat dan dirasakan
persisten baik siang
maupun malam. Pemeriksaan ankle – brachial pressure index dengan doppler dapat membantu kita untuk mengetahui ada tidaknya iskemia.11 Berikut adalah tabel tanda dan gejala dari ulkus kaki diabetes.9 Neuropathic ulcer
Ischemic Ulcer
Infected Ulcer
Teraba hangat
Sianosis
Eritema
Kulit kering
Dingin
Nyeri
Mati rasa (Baal)
Alopesia
Purulen
Keluar dari batas
Atrofi kuku
normal Pelebaran vena
Pulsasi lemah Pucat Gejala klaudikasio
Penatalaksanaan Lesi pada diabetic foot yang sudah terinfeksi haruslah diobati dengan keahlian dan fasilitas yang memadai. Seorang dokter umum pada umumnya jarang mempunyai keahlian yang cukup dan untuk itu harus dirujuk ke perawatan spesialis. Penatalaksanaan pada ulkus itu sendiri terdiri dari tiga bagian yaitu menghilangkan kallus, eradikasi infeksi, dan mengurangi tekanan yang berlebihan pada kaki. Adanya lapisan keratin pada kaki harus dipotong dengan pisau bedah untuk membuka dasar ulkus dan sebagai berguna drainase. Pemeriksaan radilogi harus dilakukan untuk melihat adanya kemungkinan osteomyelitis ketika ulkus sudah melakukan penetrasi kedalam atau ketika lesi gagal untuk sembuh dan terjadi kemungkinan untuk kambuh. Pemeriksaan swab bakteri yang diambil dari dasar luka, setelah kallus dihilangkan. Pasien dengan ulkus yang superfisial bisa pengobatan rawat jalan dan diberi antibiotik oral sampai luka/ulkusnya sembuh. Bakteri yang biasanya menyebabkan infeksi pada ulkus yang superfisial adalah stapillokokus, streptokokus dan kuman anaerob. Pengobatannya adalah dengan memberikan antibiotik berupa amoxicillin, flucloxacillin dan metronidazole kemudian dan antibiotik yang diberikan disesuaikan dengan hasil kultur bakteri. Pada luka yang dalam memerlukan perawatan luka secara lokal dan antibiotik. Pemakaian total contact plaster cast, lightweight scotch cast boot, atau air cast boot bisa membantu penyembuhan. Itu sangatlah cocok dengan bentuk kaki dan bisa mengurangi tekanan keras pada plantar kaki. Perawatan yang terbaik harus dilakukan untuk mencegah terjadinya luka yang dengan bentukan lain baik pada kaki ataupun pada pergelangan kaki. Pasien harus diberikan informasi bahwa harus dilakukan dressing luka setiap hari. Non-adherent dressing sederhana dilakukan setelah ulkus dibesihkan dengan larutan fisiologis. Pada luka/ulkus yang tidak sembuh lebih dari sebulan harus mendapat pengobatan dan perawatan yang berbeda.11
Pada pasien dengan tanda-tanda klinis diabetic foot yang jelek, hal ini perlu dirujuk kerumah sakit dengan segera untuk mendapat perawatan secepatnya. Pasien tersebut seharusnya harus dirawat dan mendapat antibiotik intravena. Antibiotik yang dipakai pada 24 jam sebelum adanya hasil kultur bakteri adalah antibiotik spektrum luas. Terapi secara kuadrupel kadangkadang juga diperlukan seperti amoxicillin, flucoxacillin, metronidazole untuk bakteri anaerob dan ceftazidim 1 gram atau gentamicin untuk bakteri gram negatif. Jika ditemukannya bakteri stapilokokus aureus, maka hal ini akan menjadi masalah serius, karena penyebaran stapilokokus aureus bisa menyebabkan sepsis. Pengobatan yang diberikan biasanya vancomycin secara intravena atau teicoplanin secara intramuskular. Insulin intravena juga diperlukan untuk mengontrol konsentrasi kadar gula darahnya. Debridement diperlukan untuk mengeluarkan pus atau abses dan juga untuk menghilangkan jaringan yang mengalami infeksi dan jaringan yang sudah nekrosis. Jika nekrosis yang terjadi sudah mengenai ibu jari, maka amputasi pada ibu jari bisa dilakukan, dan juga pada bagian yang berhubungan dengan metatarsal, dan hal ini biasanya berhasil pada neuropatic foot dengan sirkulasi yang masih bagus. Skin grafting kadang-kadang dilakukan untuk membantu proses penyembuhan.11 Kontrol Metabolik keadaan umum pasien harus diperhatikan dan diperbaiki. Konsentrasi glukosa darah diusahakan agar selalu senormal mungkin, untuk memperbaiki berbagai faktor terkait hiperglikemia yang dapat menghambat penyembuhan luka. Umumnya diperlukan insulin untuk menormalisasi konsentrasi glukosa darah. Status nutrisi harus diperhatikan dan diperbaiki. Nutrisi yang baik jelas membantu kesembuhan luka. Berbagai hal lain yang juga harus diperhatikan dan diperbaiki, seperti konsentrasi albumin serum, konsentrasi Hb dan derajat oksigenasi jaringan. Semua faktor tersebut tentu akan dapat menghambat kesembuhan luka sekiranya tidak diperhatikan dan tidak diperbaiki.5 Kontrol Vaskular keadaan vaskular yang buruk tentu akan menghambat kesembuhan luka. Berbagai langkah diagnostic dan terapi dapat dikerjakan sesuai keadaan pasien dan juga sesuai kondisi pasien. Umumnya kelainan pembuluh darah perifer dapat dikenali melalui berbagai cara sederhana seperti: warna dan suhu kulit, perabaan a. dorsalis pedis dan a. tibialis posterior sertta ditambah pengukuran tekanan darah. Di samping itu saat ini juga tersedia berbagai fasilitas mutakhir untuk mengevaluasi keadaan pembuluh darah dengan cara non-invasif dan semiinvasif, seperti pemeriksaan ankle brachial index, ankle pressure, toe pressure, TcPO2, dan pemeriksaan ekhodopler dan kemudian pemeriksaan arteriografi. Jika kemungkinan kesembuhan luka rendah
atau jika ada klaudikasio intermiten yang hebat, tindakan revaskularisasi dapat dianjurkan. Sebelum tindakan revaskularisasi diperlukan pemeriksaan arteriografi untuk mendapatkan gambaran pembuluh darah yang lebih jelas sehingga dokter ahli bedah vaskular dapat lebih mudah melakukan rencana tindakan dan mengerjakannya.5 Terapi nutrisi merupakan komponen integral dalam pengelolaan diabetes dan dalam pendidikan pengelolaan pribadi pasien diabetes. Telah begitu banyak terjadi kesalahan dalam pemahaman nutrisi dan diabetes. Di samping itu, dalam kenyataan klinis, rekomendasi nutrisi membantu sdikit banyak dalam perawatan diabetes dan masih juga diberikan pada pasien diabetes. Pernyataan ini memberikan bukti-bukti pentingnya prinsip dan rekomendasi terapi nutrisi medis pada pasien diabetes. Tujuan terapi gizi medis pada pasien diabetes yaitu mencapai dan memelihara hasil metabolic secara optimal; mencegah dan mengobati komplikasi kronis diabetes; memperbaiki kesehatan melalui pemilihan makanan dan aktivitas fisik yang menyehatkan.12 Karbohidrat12 Karbohidrat mencakup 50-60% dari total energy. Karbohidrat sederhana harus kurang dari 1/3 dari seluruh karbohidrat. Karbohidrat kompleks yang banyak megandung serat jauh lebih baik untuk dikonsumsi sebab memiliki indeks glikemik yang lebih rendah, lebih mengenyangkan dan dapat menurukan kolesterol. Karbohidrat sederhana dapat menignkatkan glukosa darah lebih tinggi dibandingkan dengan karbohidrat kompleks dengan jumlah sama. Walaupun tergolong glukosa sederhana, fruktosa tidak menyebabkan peningkatan glukosa darah yang tinggi, karena fruktosa tidak dimetabolisme dengan menggunakan insulin. Salah satu peraturan dalam diet diabetes yaitu menghindari segala jenis gula dan makanan yang mengandung gula seperti kue, permen, dan minuman ringan. Jenis sayur-sayuran sangat baik untuk pasien diabetes. Sebagai contoh, seorang pasien diabetes mampu makan sepiring bayam yang berisi karbohidrat sama banyaknya dengan satu sendok makan gula, tanpa nantinya mengalami penyakit lain sebagai efeknya. Bayam, asparagus, brokoli, kol, kacang panjang, buncis dan seledri merupakan contoh sayuran “Food Exchange Grup A” yang oleh American Diabetes Association (ADA) sangat dianjurkan untuk diet diabetes. Karbohidrat yang dianjurkan yaitu sebesar 40-50% dari total kalori dengan jenis karbohidrat kompleks lebih dominan dibandingkan dengan karbohidrat sederhana yang telah diolah. Perbandingan antara respon glikemik yang disebabkan oleh suatu makanan dibandingkan dengan respon glikemik glukosa disebut indeks glikemik. Berbagai jenis indeks glikemi makanan dapat dilihat pada tabel berikut:
Kelas I (>90)
Kelas II (70-90)
Kelas III (<70)
Sebagian besar roti
Oatmeal
Sebagian besar pasta
Crackers
Kue dan biscuit
Beras parboiled
Sebagian besar sereal
Beras
Legume kering
Sebagian besar kentang
Gandum
Kacang
Millet
Jagung manis
Barley
Kripik jagung
Kentang manis
bulgur
Tabel 3. Indeks Glikemik12 Protein12 Asupan protein perlu dibatasi yaitu <0,8 g/kgBB untuk menghindari diabetic nefropati, akan tetapi pada anak penderita IDDM protein sangat diperlukan untuk pertumbuhan sehingga asupan protein 0,9 g/kgBB masih diperbolehkan. Protein sebaiknya berasal dari hewani dan nabati, tetapi protein dari sumber sayuran seperti sereal porsinya harus lebih banyak disbanding protein hewani. Lemak Sepertiga pasien diabetes mengalami hyperlipidemia dan memerlukan pengelolaan makanan lebih lanjut. Terapi nutrisi yang paling masuk akal yaitu dengan membatasi jumlah lemak pada makanan mereka dan lebih banyak mengkonsumsi asam lemak tak jenuh ganda rantai panjang daripada asam lemak jenuh. Ikan dan jenis ungags lebih direkomendasikan daripada konsumsi daging merah. Jenis makanan yang digoreng dan berlemak sangat tidak dianjurkan. Asupan lemak sebaiknya tidak lebih dari 30% total energy dengan lemak jenuh (SAFA) tidak boleh lebih dari 10% karena dapat menyebabkan atherosclerosis. Lemak yang baik dikonsumsi adalah MUFA seperti canola oil dan minyak zaitun. Asupan kolesterol tidak lebih dari 300 mg/hari dan jumlah yang dianjurkan adalah kurang dari 200 mg/hari. Serat Serat merupakan komponen utama dalam diet DM. Serat memiliki nilai terapeutik dan menurunkan prevalensi DM. Serat sebaiknya dikonsumsi 20-35 g/hari. Beberapa keuntungan serat diantaranya. o Memperlambat pencernaan dan absorbs o Menurunkan glukosa plasma postprandial
o Meningkatkan sensitifitas insulin perifer o Meningkatkan jumlah insulin reseptor o Merangsang pemakaian glukosa o Menghambat pengeluaran glukosa hepar o Menghambat pelepasan hormone kontraregulasi (mis. Glucagon) o Menurun kolesterol serum o Menurunkan trigliserida serum puasa dan post prandial o Menghambat sintesis kolesterol hepar o Meningkatkan rasa kenyang
Pemanis Pemanis, yang terutama berupa sukrosa dibatasi penggunaannya <25 g/hari dan sebaiknya terkandung dalam makanan, misalnya buah-buahan. Terdapatnya 2 jenis pemanis: nutritive (mengandung kalori) dan nonnutritive (tidak mengandung kalori). Pemanis nutritive diantaranya fruktosa (terdapat dalam buah buahan) dan gula alcohol yaitu polyol (sorbitol, manitol, xylitol). Fruktosa merupakan gula yang lebih manis disbanding gula lain memerlukan insulin dalam metabolismenya sehingga kurang menyebabkan hiperglikemia. Fruktosa memberikan efek glikemik hanya 20-33% dari efek glikemik yang ditimbulkan oleh glukosa. Begitu juga dengan polyol memberi efek glikemik yang rendah. Pemanis non nutritive sering digunakan sebagai pengganti gula bagi penderita IDDM dan dijual di pasaran. Vitamin dan mineral12 Secara umum, diet seimbang kaya akan vitamin dan mineral adalah salah satu faktor yang paling penting dalam mengontrol diabetes dan mencegah komplikasi diabetes. Salah satu alasan yang ditekankan pada perlunya nutrient ini dalam jumlah yang cukup yaitu karena pada pasien diabetes nutiren ini akan sangat banyak dibuang pada urin. Normalnya tubuh mampu mereabsorpsi glukosa dan nutrient yang larut dalam air. Akan tetapi pada saat kadar glukosa naik lebih dari 160170 mg/dL bahkan sering juga terjadi pada pasien dengan diabetes terkontrol baik. Proses ini menghambat kemampuan ginjal untuk mereabsorbsi glukosa dan nutrient yang larut air, dan dengan demikian terjadi peningkatan urinasi dan kehilangan nutrient penting seperti vit B1, B6, dan B12 serta mineral magnesium, zink, dan kromium melalui urin. Sebagai akibatnya, derajat diabetes dan komplikasinya adalah sesuai dengan besarnya pembuangan nutrisi akibat peringkat
gula darah ini. Pada diabetes tipe 2 secara umum ditemukan zink dan magnesium darah dan serig juga kadar vit B6 dan vit C yang rendah. Tubuh memerlukan seluruh nutrient yang larut dalam air ini untuk memepertahankan integrasi system organ dalam tubuh. Salah satu nutrient yang paling penting adalah magnesium. Pasien diabetes yang memiliki kadar magnesium yang sangat rendah secara signifikan berhubungan dengan terjadinya retinopati dibandingkan dengan factor lainnya. Suplementasi vitamin E yang dianjurkan yaitu sebesar 400-1200 IU/hari dan suplementasi vit C sebesar 1000-4000
mg/hari dapat membantu pencegahan penyakit mikrovaskular pada
ekstremitas. Unsur mineral lainnya yang mampu mengatasi diabetes yaitu vanadium yang akan menurunkan glukosa darah dengan cara meniru kerja insulin dan memperbaiki sensitifitas sel terhadap insulin. Prognosis13 Kematian pada orang dengan diabetes dan ulkus kaki sering hasil dari penyakit pembuluh arteriosclerotic besar yang terkait yang melibatkan arteri koroner atau ginjal. kehilangan anggota badan adalah risiko yang signifikan pada pasien dengan ulkus kaki diabetik, terutama jika pengobatan telah tertunda. Setengah dari semua amputasi nontraumatic adalah hasil dari komplikasi kaki diabetik, dan risiko 5 tahun membutuhkan amputasi kontralateral adalah 50%. Pada orang diabetes dengan neuropati, bahkan jika hasil manajemen yang sukses dalam penyembuhan dari ulkus kaki, tingkat kekambuhan 66% dan tingkat amputasi naik ke 12%. Sebuah studi oleh Chammas et al menunjukkan bahwa penyakit jantung iskemik merupakan penyebab utama kematian dini pada pasien dengan ulkus kaki diabetik, menemukan itu menjadi sumber utama kematian pada pemeriksaan postmortem di 62,5% dari 243 pasien ulkus kaki diabetik. Studi ini juga menemukan bahwa pada pasien dengan ulkus kaki diabetik, usia rata-rata kematian akibat penyakit jantung iskemik, yang berasal dari pemeriksaan postmortem, adalah 5 tahun di bawah kontrol. Pasien dengan ulkus kaki neuropatik bertekad untuk memiliki risiko tertinggi kematian dini akibat penyakit jantung iskemik. Diagnosis banding PAD (Peripheral Arterial Disease) Penyakit arteri ekstremitas bawah (LEAD) memiliki berbagai gambaran klinis berdasarkan kriteria Fontaine dan Rutherford, meskipun sebagian besar pasien tidak mengalami gejala apapun. Gejala LEAD yang paling tipikal adalah klaudikasio intermiten dengan karakteristik nyeri pada
betis yang diperberat dengan berjalan dan membaik dengan istirahat. Klaudikasio akan terjadi pada lokasi distal tempat lesi sumbatan tersebut. Pada kondisi berat atau disebut dengan iskemia tungkai kritis, nyeri dapat muncul mesikpun pada saat istirahat dan membaik dengan perubahan posisi. Nyeri klaudikasio harus dapat dibedakan dari nyeri penyakit vena di mana nyeri terjadi pada saat istirahat dan menghilang dengan aktivitas, nyeri artritis, dan neuropati perifer dimana terdapat instabilitas berjalan.5 Klasifikasi Fontaine
Klasifikasi Rutherford
Stadium
Gejala
Grade
Kategori
Gejala
I
Asimptomatik
0
0
Asimptomatik
II
Klaudikasio intermiteno
I
1
Klaudikasio ringan
III
Nyeri iskemik saat istirahat
I
2
Klaudikasio sedang
IV
Ulserasi atau gangren
I
3
Klaudikasio berat
II
4
Nyeri iskemik saat istirahat
III
5
Kehilangan jaringan ringan
III
6
Kehilangan jaringan berat
PAP merupakan proses sistemik yang berpengaruh terhadap sirkulasi arteri multipel yang disebabkan oleh karena adanya aterosklerosis, penyakit degeneratif, kelainan displasia, inflamasi vaskuler (arteritis), trombosis in situ, dan tromboemboli. Dari sekian proses patofisiologi yang mungkin terjadi, penyebab utama PAP yang paling banyak di dunia adalah aterosklerosis. Aterosklerosis biasanya didahului oleh adanya disfungsi endotel. Endotelium sehat, normalnya berfungsi untuk mempertahankan homeostasis pembuluh darah dengan menghambat kontraksi sel otot polos, proliferasi tunika intima, trombosis, dan adhesi monosit. Endotel memiliki peranan penting dalam meregulasi proses inflamasi dalam pembuluh darah yang normal, yakni menyediakan permukaan antitrombotik yang menghambat agregasi platelet dan memfasilitasi aliran darah. Endothelium normal mengatur proses trombosis melalui pelepasan oksida nitrat, yakni NO, yang menghambat aktivasi trombosit, adhesi, dan agregasi, serta mediator lain dengan kegiatan antitrombotik.14 Disfungsi endotel berhubungan dengan sebagian besar faktor risiko penyakit kardiovaskular, yang terkait dengan terjadinya mekanisme sentral pembentukan lesi aterosklerotik. Penurunan
kemampuan endotel untuk bervasodilatasi juga dikaitkan dengan faktor-faktor risiko penyakit kardiovaskular. Zat yang diperdebatkan sebagai zat paling penting yang berperan dalam proses relaksasi pembuluh darah adalah Nitrat Oksida (NO). NO tidak hanya terlibat dalam relaksasi otot polos pembuluh darah, tetapi juga memediasi penghambatan aktivasi trombosit, adhesi, dan agregasi; mencegah proliferasi otot polos pembuluh darah; dan mencegah adhesi leukosit pada endotel. Aktivitas biologis NO ternyata terganggu pada pasien dengan penyakit vaskular aterosklerotik koroner dan pembuluh darah perifer. Nikotin pada rokok dapat melepaskan asam lemak bebas, meningkatkan konversi VLDL menjadi LDL, merusak pembersihan LDL dan / atau dengan mempercepat metabolisme HDL. Nikotin juga dapat mempengaruhi trombosit dengan meningkatkan pelepasan epinefrin, yang dikenal untuk meningkatkan reaktivitas platelet dengan menghambat prostasiklin, sebuah anti aggregatory hormon disekresikan oleh sel endotel. Atau dengan meningkatkan denyut jantung dan curah jantung, dengan demikian meningkatkan turbulensi darah, nikotin dapat mempromosikan secara endotel. Nikotin dapat memperburuk penyakit pembuluh darah perifer dengan konstriksi arteri dan / atau dengan menginduksi trombosis lokal. Apabila keadaan iskemi terjadi dalam waktu yang cukup lama maka akan mengalami nekrosis. Pada keadaan nekrosis yang cukup lama akan terjadi perubahan menjadi gangren karena adanya peran bakteri. Saat istirahat rasa nyeri menghilang akibat adanya perbedaan tekanan menjadi lebih rendah karena pada respirasi normal tidak terjadi akumulasi ion H+ sehingga mengakibatkan hilangnya rasa nyeri.15 Kesimpulan Berdasarkan pembahasan di atas, dapat disimpulkan bahwa kaki diabetes merupakan komplikasi dari diabetes mellitus yang tidak terkontrol. Untuk mengobati bisa dilakukan debridemen dan terapi antibiotik. Jika sudah parah dilakukan amputasi bergantung pada ulkus dan klasifikasinya. Daftar pustaka 1.
Frykberg, RG. Diabetic Foot Ulcers : Phatogenesis and Management. American Family Physician volume 66, November 1 2006. Tersedia : www.aafp.org/afp November 2018)
(Diakses: 28
2.
American Diabetes Association. Preventive Care in People With Diabetes. Diabetes Care Volume 25, January 2007. Tersedia : http ://www. podiatrytoday.com (Diakses : 28 November 2018)
3. Swartz MH. Buku ajar diagnostik fisik. Jakarta: EGC; 2006. h.466-8. 4. Gleadle J. Diabetes Melitus. Dalam: At a Glance Anamnesis dan Pemeriksaan fisik. Jakarta: Penerbit Erlangga; 2007: h. 76 5. Setiati S, Alwi idrus, Sudoyo AW, Simadibrata KM, Setiyohadi B, Syam AF. Pennyakit Arteri Perifer. Dalam : Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid II. Edisi 6. Jakarta: Interna; juli 2007: h. 1516. 6. Kruse I, Edelman S. 2006. Evaluation and treatment of diabetic foot ulcers. American Diabetes Association
(ADA).
24(2):
91-3.
Diunduh
dari
http://clinical.diabetesjournals.org/content/24/2/91 tanggal 28 November 2018 7. Ahmed AA, Algamdi SA, Algurashi A, Alzhrani AM, Khalid KA. 2014. Risk factors for diabetic foot ulceration among patients attending primary health care services. JDFC. 6(2) : 40-7. Diunduh dari http://jdfc.org/spotlight/risk-factors-for-diabetic-foot-ulceration-amongpatients-attending-primary-health-care-services/ tanggal 28 November 2018. 8. Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan Kementrian Kesehatan RI. Riset Kesehatan Daerah. Jakarta. 2013.h.133. 9. Leong KS, Weston P. Diabetic complications. London: Remedica; 2007. p. 32-4. 10. Medicine et maladise infectieuses. Management of diabetic foot infection. J medmal November 2006. Diunduh dari http//france.elsevier.com/direct/MEDMAL tanggal 28 November 2018. 11. Watkins, PJ. ABC of diabetes : The diabetic foot. BMJ Volume 326, 3 May 2007. Diunduh dari http ://www.bmj.com tanggal 28 November 2018. 12. Hartono A. Terapi gizi dan diet rumah sakit. Edisi 3. Jakarta: EGC; 2009. h. 140-52.
13. Lopez
V.
Diabetic
ulcers.
July
2016.
Diunduh
dari
http://emedicine.medscape.com/article/460282-overview#a6 tanggal 28 November 2018. 14. Underwood JCE. Cardiovascular system. Dalam: General and Systemic Pathology. Edisi 4. Philadelphia: Elsevier; 2005: h. 2005. 15. Creager MA, Loscalzo J. Vascular disease of the extremities. Harrison’s principles of internal medicine 17th ed. Fauci, Braunwald, Kasper, Hauser et al. New York: Mc. Graw Hill; 2009. p. 1568-75.