A4_skenario 8.docx

  • Uploaded by: Rafael Bimo
  • 0
  • 0
  • May 2020
  • PDF

This document was uploaded by user and they confirmed that they have the permission to share it. If you are author or own the copyright of this book, please report to us by using this DMCA report form. Report DMCA


Overview

Download & View A4_skenario 8.docx as PDF for free.

More details

  • Words: 11,160
  • Pages: 30
Pendekatan Klinis pada Pasien Nyeri Dada Prilia Pratiwi Munda ( 102012150), Marry Salvatrix Mekeng (102013065), Fahala Lamboi Sihaloho (102013424), Regina Renatan (102014012), Haryaty Kaseh (102014069), Maria Rosario Angelina Mella (102014154), Dominikus Veri Efendi (102014156), Insan Kamil (102015001) Fakultas Kedokteran Universitas Kristen Krida Wacana Jalan Arjuna Utara no 6 Jakarta 11510. Telepon : 021-5694 2061; Fax : 021-563 1731

Pendahuluan Nyeri dada merupakan rasa sakit atau tertekan yang menjangkiti dada. Bagian tubuh yang terasa nyeri bisa dimulai dari bahu hingga ke tulang rusuk. Nyeri dada seharusnya ditanggapi serius karena dapat menjadi gejala awal dari suatu penyakit. Karakteristik nyeri dada perlu diperdalam ketika melakukan anamnesa sehingga kita dapat mengetauhi penyakit tersebut lebih spesifik. Apakah nyeri dada tersebut menunjukkan gejala penyakit yang menyerang jantung atau organ lain. Untuk itu dalam makalah ini akan dibahas lebih dalam mengenai fisiologi nyeri serta beberapa jenis penyakit yang memiliki gejala nyeri dada. Fisiologi Nyeri Nyeri terutama adalah mekanisme protektif untuk menimbulkan kesadaran akan kenyataan bahwa sedang atau akan terjadi kerusakan jaringan. Selain itu, simpanan pengalaman yang menimbulkan nyeri dalam ingatan membantu kita menghindari kejadiankejadian yang berpotensi membahayakan di masa mendatang.1 Perangsangan terhadap nosiseptor memicu persepsi nyeri plus respons motivasional dan emosional.Tidak seperti modalitas somatosensorik lain, sensasi nyeri disertai oleh respons perilaku termotivasi (misalnya menarik diri atau bertahan) serta realsi emosional (misalnya menangis atau takut). Juga, tidak seperti sensasi lain, persepsi subyektif nyeri dapat dipengaruhi oleh pengalaman lalu atau sekarang (misalnya, meningkatnya persepsi nyeri.Yang menyertai rasa takut akan dokter gigi atau berkurangnya persepsi nyeri pada seorang atlet yang cedera ketika sedang bertanding).1 Kategori Resptor Nyeri Terdapat tiga kategori reseptor nyeri, atau nosiseptor. Nosiseptor mekanis berespons terhadap kerusakan mekanis misalnya tersayat, terpukul, atau cubitan; nosireseptor suhu, berespons terhadap suhu ekstrim, terutama panas; dan nosiseptor polimodal yang berespons sama kuat terhadap semua jenis rangsangan yang merusak, termasuk bahan kimia iritan yang dikeluarkan oleh jaringan yang cedera. Karena manfaanya untuk kelangsungan hidup maka nosiseptor juga tidak beradaptasi terhadap rangsangan yang menetap arau berulang.1 Semua nosiseptor dapat ditingkatkan kepekaannya oleh adanya Prostaglandin, yang sangat meningkatkan respons reseptor terhadap rangsangan yang mengganggu (yaitu, terasa lebih sakit jika ada prostaglandin). Prostaglandin adalah kelompok khusus turunan asam

lemak yang berasal dari lapis ganda lemak membran plasma dan bekerja lokal setlah dibebaskan. Cedera jaringan, antara lain apat menyebabkan pelepasan lokal prostaglandin. Bahan – bahan kimi ini bekerja pada ujung perifer nosireseptor untuk menurunkan ambang pengaktifan reseptor. Obat – obatan sejenis aspirin menghambat pembentukan prostaglandin, yang minimal ikut berperan dalam menentukan sifat analgesik. (penghilang nyeri) obat – obat ini.1 Serat Nyeri Aferen Cepat dan Lambat Impuls nyeri yang berasal dari nosiseptor disalurkan ke SSP melalui salah saru dari dua jenis serat aferen (Tabel 1). Sinyal yang berasal dari nosiseptor mekanis dan suhu disalurkan melalui serat A-delta halus bermielin dengan kecepatan hingga 30m/dtk (jalur nyeri cepat). Impuls dari nosiseptor polimodal disalurkan oleh serat C halus tak bermielin dengan kecepatan jauh lebih rendah (12 m/dtk; jalur nyeri lambat).1

Tabel 1. Jenis Nyeri 1 Nyeri biasanya pertama kali dirasakan sebagai sensasi tertusuk tajarn yang singkat yang mudah diketahui lokasinya; ini adalah jalur nyeri cepat yang berasal dari nosiseptor mekanis atau panas spesifik. Perasaan ini diikuti oleh sensasi pegal tumpul yang lokalisasinya tidak jelas dan menetap lebih lama disenai rasa tidak nyaman; ini adalah jalur nyeri lambat, yang diaktifkan oleh bahan-bahan kimia, terutama bradikinin,suatu bahan yang normalnya inaktif dan menjadi aktif oleh enzim-enzim yang dikeluarkan ke dalam CES dari jaringan yang rusak. Bradikinin dan senyawa-senyawa terkait tidak saja memicu nyeri, mungkin dengan merangsang nosiseptor polimodal, tetapi juga berperan dalam respons peradangan terhadap cedera jaringan. Menetapnya bahan-bahan kimia ini dapat menjelaskan mengapa nyeri pegal terus berlangsung setelah terhentinya rangsangan mekanis atau suhu penyebab kerusakan jaringan.1 Yang menarik, reseptor perifer serat C aferen diaktifkan oleh kapsaisin, bahan dalam cabai yang menimbulkan rasa pedas. (Selain mengikat reseptor nyeri, kapsaisin berikatan dengan reseptor suhu yang normalnya diaktifkan oleh panaskarena itu cimbul rasa panas ketika kita makan cabai pedas). Yang ironis, aplikasi lokal kapsaisin malah dapat mengurangi nyeri klinis, kemungkinan besar dengan merangsang secara berlebihan dan merusak nosiseptor yang berikatan dengannya.1

Pemrosesan Masukan Nyeri Di Tingkat Yang Lebih Tinggi Banyak struktur berperan dalam pemrosesan sensasi nyeri. Serat-serat nyeri aferen primer bersinaps dengan antarneuron ordo kedua spesifik di tanduk dorsal medula spinalis. Sebagai respons terhadap potensial aksi yang dipicu oleh rangsangan, serat-serat nyeri aferen mengeluarkan neurotransmiter yang mempengaruhi neuron-neuron berikumya. Dua neuroransmiter yang paling banyak diketahui adalah substansi P dm glutamat. Substansi P mengaktikan jalur-jalur asendens yang menyalurkan sinyal nosisepdf ke dngkat yang lebih dnggi untuk pemrosesan lebih lanjut. Jalur-jalur nyeri asendens memiliki tujuan yang berbeda-beda di korteks, talamus, dan formasio retikularis. Daerah Pemroses somatosensorik di kortels menentukan lokasi nyeri, sementara daerah-daerah korteka lain ikut serta dalam komponen sadar pengalaman nyeri lainnya, misdnya refleksi tentang kejadian penyebab. Nyeri tetap dapat dirasakan tanpa adanya korteks, mungkin di tingkat talamus. Formasio retikularis meningkatkan derajat kewaspadaan yang berkaitan dengan rangsangan yang mengganggu. Interkoneksi dari talamus dan formasio retikularis ke hipotahmus den sistem limbik memicu respons perilaku dan emosi yang menyertai pengalaman yang menimbulkan nyeri. Sistem limbik tampaknya sangat penting dalam mempersepsilcrn aspek yang tidak menyenangkan dari nyeri.1 Glutamat, neurotansmiter lain yang dikeluarkan dari terminal nyeri aferen primer, adalah neurotransmiter eksitatorik utama. Glutamat bekerja pada dua reseptor membran plasma berbeda di neuron-neuron tanduk dorsal, dengan dua efek berbeda. Pertama, pengikatan glutamat dengan reseptor AMPA-nya rnenyebabkan perubahan permeabilitas yang akhirnya menyebabkan pembentukan potensial aksi di sel tanduk dorsal. Potensial aksi ini menyalurkan pesan nyeri ke pusat-pusat yang lebih tinggi. Kedua, pengikatan glutamat dengan reseptorr NMDAnya meuyebabkan masuknya Ca2+ ke dalam sel induk dorsal. Jalur ini tidak terlibat dalam transmisi pesan nyeri. Ca2+malah memicu sistem pembawa pesan kedua yang membuat neuron tanduk dorsal lebih peka daripada biasanya.1

Gambar 1 Jalur nyeri substansi P dan jalur analgesik. (a) Jalur nyeri substansi P. Ketika diaktifkan oleh rangsangan yang mengganggu, sebagian jalur nyeri aferen mengeluarkan substansi P, yang mengakifkan jalur-jalur nyeri asendens yang memberi masukan kepada berbagai bagian otak untuk pemrosesan beragam aspek dari pengalaman nyeri tersebut.1

Hiprereksitabilitas ini ikut berperan meningkatkan sensitivitas daerah yang cedera terhadap pajanan berikutnya rangsangan nyeri atau bahkan rangsangan normal yang tak nyeri, misalnya sentuhan ringan. Bayangkanlah betapa pekanya kulit anda yang mengalami luka bakar, bahkan terhadap pakaian. Mekanisme lain di luar hipereksitabilitas neuron,tanduk dorsal yang ditimbulkan oleh glutamat juga berperan menyebabkan supersensitivitas suatu daerah yang cedera. Sebagai contoh, responsivitas reseptor perifer pendeteksi nyeri dapat ditingkatkan sehingga reseptor tersebut bereaksi lebih kuat terhadap rangsangan berikutnya. Kepekaan yang berlebihan ini mungkin bertujuan untuk mengurangi aktivitasyang dapat semakin merusak atau mengganggu penyembuhan daerah yang cedera. Hipersensitivitas ini biasanya mereda setelah cedera sembuh.1 Anamnesis Dalam anamnesis, hal yang perlu ditanyakan adalah identitas. Setelah itu tanyakan keluhan yang dialami sehingga membawa pasien untuk datang. Terdapat beberapa pertanyaan yang perlu ditanyakan pada pasien yang datang dengan keluhan nyeri dada. Biarkan pasien menjelaskan nyeri yang dirasakannya. ”Bagaimana rasanya?” “Ceritakan lebih banyak mengenai nyeri yang ada rasakan. Tanyakan mengenai onset. “Apa yang sedang anda lakukan saat mulai merasa nyeri?” “Seberapa cepat timbulnya (mendadak, dalam beberapa menit, atau detik)?” Tanyakan mengenai sifat nyeri yang dirasakan. Apakah seperti diikat, diremas, dihancurkan, ditekan, terindih beban (seringkali digunakan untuk menjelaskan iskemia miokard), tajam, atau seperti pisau (seringkali digunakan untuk menjelaskan nyeri akibat iritasi pleura). Tanyakan mengenai tingkat keparahannya. Tanyakan apakah yang dirasakan adalah nyeri paling hebat yang pernah dirasakan. Minta pasien menilai dengan skor 1 sampai 10.Tanyakan mengenai durasi. 2 Tanyakan apa yang meringakan nyeri (istirahat, postur, nitrat, oksigen, atau analgesia). Tanyakan apa yang menperberat nyeri (aktivitas, bernapas, bergerak, batuk). Tanyakan mengenai lokasi (disekitar bagian dada atas, epigastrik, atau sternal). Tanyakan mengenai penjalaran (lengan, punggung, tenggorokan, rahang, gigi, atau abdomen). Tanyakan mengenai gejala penyerta (pening, pingsan, sinkop, palpitasi, berkeringat, mual, muntah, cemas, hiperventilasi, refluks asam, demam, hemoptisis, atau nyeri abdomen). Tanyakan apakah ada hubungan dengan aktivitas, postur, atau bernapas. Tanyakan apakah pasien pernah mengalami nyeri serupa. Jika ya minta pasien menjelaskan perbedaannya. Tanyakan terapi yang sudah pernah diberikan (misalnya aspirin). Tentukan sifat nyeri, lokasi, onset, penjalaran, pemicu, hal-hal yang meringankan dan memperberat, dam gejala penyerta.2 Banyak pasien memberikan deskripsi gejala yang mereka alami tanpa kata 'nyeri': 'rasa ketat', 'rasa berat', 'tekanan', dan 'sakit' semua merupakan penjelas sensasi yang sering berlokasi di garis tengah, pada regio retrosternal. Petunjuk nonverbal, misalnya tangan yang diletakkan dengan kuat pada dada, membantu sebagai tanda tambahan dalam diagnosis. Nyeri yang terlokalisasi dengan baik, nyeri superfisial, dan rasa tidak enak dinding dada yang terasa nyeri pada perabaan bukan tanda khas iskemia miokard. Gejala dapat terlokalisasi di lengan (paling sering pada sisi kiri), rahang atau leher, dan jaramg pada epigastrium. Angina cenderung menyebar dari aksila ke arah bawah menuju bagian dalam lengan dan bukannya ke arah aspek lateral lengan, yang lebih khas untuk nyeri muskuloskeletal yang berasal dari

tulang belakang servikal. Gejala sensorik pada lengan (rasa baal, rasa berat, dan hilangnya fungsi) sering didapatkan.3 Riwayat Penyakit Dahulu Apakah riwayat IHD, angina, MI, atau operasi jantung? Adakah riwayat penyakit paru? Adakah riwayat penyakit sistemik (misalnya keganasan)? Tanyakan faktor risiko aterosklerosis: merokok, riwayat keluarga, hipertensi, hiperlipidemia, dan diabetes melitus. Bagaimana pemahaman pasien mengenai keadaannya dan kepatuhan pada terapi? Apakah pasien pernah masuk rumah sakit karena sesak napas? Apakah pasien pernah memerlukan ventilasi? Apakah kelainan yang ditemukan pada pemeriksaan foto rontgen toraks? Obat apa yang sedang dikonsumsi pasien, adakah respon terhadap terapi terdahulu? Tanyakan apakah pasien memiliki riwayat alergi dan kebiasaan merokok. Jika ya, berapa banyak? 2 Riwayat Keluarga dan Sosial Pernahkah pasien terpajan asbes, debu, atau toksin lain? Adakah riwayat masalah pernapasan dalam keluarga? Apakah pasien memelihara hewan, termasuk burung.2 Pemeriksaan Fisik Secara umum pemeriksaan fisik jantung meliputi:4  Keadaan umum: kesadaran , tinggi badan, berat badan, dan inspeksi pasien  Tanda-tanda vital: tekanan darah dan denyut arteri  Penilaian jugular venous pulse  Pemeriksaan jantung: inspeksi, palpasi, perkusi, dan auskultasi  Pemeriksaan edema Inspeksi Inspeksi pada kulit dilakukan dengan memperhatikan warna kulit, merasakan suhu tubuh melalui kulit pasien, ada atau tidaknya xanthoma/rash. Inspeksi jari dan kuku untuk melihat apakah ada clubbing finger, splinter hemorrhage (endokarditis infektif), dan inspeksi kepala. Penilaian tanda vital yang penting pada pasien dengan kecurigaan penyakit jantung atau yang memang sudah memiliki riwayat jantung adalah pengukuran tekanan darah dan denyut arteri. Pemeriksaan vena jugularis untuk mendeteksi peningkatan tekanan vena sentral dan mendeteksi kelainan spesifik dari bentuk gelombang vena, yang merupakan karakteristik dari aritmia dan beberapa kelainan katup. Perhatikan dinding dada, pernapasan, kelainan kulit atau tanda bekas operasi, bentuk tulang punggung yang tidak normal, deformitas tulang berat yang dapat mengganggu fungsi paru. 4 Palpasi dilakukan dengan menggunakan ujung-ujung jari atau telapak tangan, tergantung sensitivitasnya. Area yang digunakan untuk meraba pulsasi prekordial adalah area apeks, paraseternal bawah, basis kiri (parasternal ICS kedua sebelah kiri), basis kanan (parasternal ICS kedua sebelah kanan) dan area sternoklavikular. Selain itu juga dilakukan pemeriksaan ictus cordis (pulsasi di apeks). 4 Perkusi jantung dilakukan di sela iga 3,4 dan 5 dari garis aksila anterior kiri mengarah ke medial. Secara normal akan terjadi perubahan nada dari resonance ke dullness di sekitar 6 cm lateral dari sisi kiri sternum. Nada dullness menandakan daerah jantung. Auskultasi

dilakukan untuk mengidentifikasi bunyi jantung S1 dan S2, suara tambahan pada sistol dan diastol serta murmur sistolik dan diastolik. Lokasi titik pemeriksaan auskultasi adalah:4  Apeks, bagian paling lateral dari impuls jantung yang teraba atau disebut juga area mitral, untuk mendengar bunyi jantung yang berasal dari katup mitral  Sela iga ke 4-5 parasternal kiri dan kanan, disebut juga area trikuspid atau left lower sternal border, untuk mendengarkan bunyi jantung yang berasal dari katup trikuspid  Sela iga ke 3 kiri untuk mendengarkan bunyi patologis yang berasal dari septal bila ada kelainan seperti ASD atau VSD  Sela iga ke 2 kiri di samping sternum, disebut juga area pulmonal atau left base, untuk mendengarkan bunyi jantung yang berasal dari katup pulmonal  Sela iga ke 2 kanan samping sternum, disebut juga area aorta atau right base, untuk mendengarkan bunyi jantung yang berasal dari katup  Area karotis kanan dan kiri untuk mendengarkan bila ada perjalanan murmur dari katup aorta ataupun kalau ada stenosis di arteri karotis sendiri. Pemeriksaan Penunjang Data laboratorium yang dapat dilakukan: 5  CK-MB dan/atau Troponin T atau Troponin I. Tidak dapat digunakan untuk mengeklusi, hanya untuk menginklusi trauma miokard  D-Dimer. Sensitif tetapi tidak spesisik untuk emboli paru  Hemogram, SMA-7 dan INR-PTT  Tes fungsi hati (LFT)/Amilase. Jika dipikirkan penyebab intra abdominal, pankreatitis dan penyakit hati harus dieksklusi  Toksinologi. Kokain dapat menyebabkan nyeri dada

  

 

Radiologi dan metode penyelidikan lain 5 EKG. Segera lakukan 3 kali setiap 20 menit Foto dada. Cari pneumotorak, pneumonia, gagal jantung kongestif, diseksi aorta, perikarditis akut, dan ruptur esofagus Ultrasonografi/Ekokardiografi. Penyakit katup atau perikardium, gerakan dinding. Ekokardiografi transesofageal berguna pada diseksi aorta, dan dilatasi ventrikel kanan dan hipokiiliesia pada emboli paru CT. Pada diseksi aorta stabil Angiografi

Penyebab Nyeri Dada a) Iskemia Dan Cedera Miokardium Iskemia miokardium terjadi bila suplai oksigen ke jantung tidak mencukupi kebutuhan metabolik. Ketidaksesuaian ini dapat disebabkan oleh penurunan suplai oksigen, peningkatan kebutuhan, atau keduanya. Penyebab iskemia miokardium yang paling sering adalah obstruksi arteri koroner karena aterosklerosis; pada keadaan obstruksi, episode iskemik sesaat biasanya dicetuskan oleh peningkatan kebutuhan oksigen karena aktivitas fisik. Namun

iskemia juga dapat disebabkan oleh stres psikdlogis, demam, makan banyak, atau akibat gangguan pengiriman oksigen karena anemia, hipoksia, atau hipotensi.6 b) Angina Pektoris Rasa tidak nyaman di dada pada iskemia miokardium merupakan rasa tidak nyaman visera yang biasanya dideskripsikan sebagai rasa beraf tertekan, atau seperti diremas.6 Lokasi angina pektoris biasanya retrostemal; sebagian besar pasien tidak dapat melokalisasi nyeri pada suatu titik tertentu. Rasa tidak nyaman dapat menjalar ke leher, rahang, gigi, lengan, atau bahu, yang menunjukkan asal yang sama/ yaitu dari kornu saraf sensoris di medula spinalis Posterior yang mempersarafi janfung dan area-area tersebut.6 Angina pektoris stabil biasanya terjadi secara bertahap sesuai dengan aktivitas, eksitasi emosi, atau setelah makan berat. Istirahat atau pengobatan dengan nitrogliserin sublingual biasanya meredakan gejala dalam beberapa menit.6 Episode angina dapat dicetuskan oleh setiap stres fisiologis atau psikologis yang menyebabkan takikardia. Sebagian besar perfusi miokardium terjadi selama diastole, yaitu ketika ada tekanan minimal yang melawan aliran arteri koroner dari dalam ventrikel kiri. Karena mengurangi persentase waktu jantung berada dalam periode diastole, takikardia mengurangi perfusi miokardium.6 c) Angina tidak stabil (unstable angina) dan infark miokardium Pasien-pasien dengan sindrom iskemik akut ini biasanya mengeluhkan gejala yang kualitasnya sama seperti angina pektoris, tetapi lebih lama dan hebat. Onset sindrom ini dapat terjadi saat pasien beristirahat maupun terbangun dari tidur. Nitrogliserin sublingual dapat menyebabkan kesembuhan sementara atau tidak sama sekali. Gejala-gejala penyerta meliputi diaforesis, dispneu mual, dan pusing.6 d) Perikarditis Nyeri pada perikarditis dipercaya disebabkan oleh peradangan pleura parietalis sekitar karena sebagian besar perikardium dianggap tidak sensitif terhadap nyeri. Oleh sebab itu, perikarditis infeksius, yang biasanya mengenai permukaan pleura yang terdekat, cenderung disertai dengan nyeri, sementara kondisi-kondisi yang hanya menyebabkan peradangan lokal (misalnya, infark miokardium atau uremia) dan tamponade jantung cenderung menyebabkan nyeri dada ringan atau tidak sama sekali.6 Pleura parietalis yang berdekatan menerima suplai sensorisnya dari beberapa sumber, sehingga nyeri perikarditis dapat dialami di area-area mulai dari bahu dan leher sampai abdomen dan punggung. Umumnya, nyeri ada di retrostemal dan diperberat oleh batuk, napas dalam, atau perubahan posisi-semua yang menyebabkan gerakan permukaan pleura. Nyeri sering memburuk pada posisi terlentang dan hilang saat duduk tegak dan mencondong ke depan. Hal yang jarang adalah munculnya rasa tidak nyamanberat yang menyerupai infark miokardium akut.6 e) Penyakit aorta Diseksi aorta adalah kondisi yang dapat mengancam nyawa, disebabkan oleh perluasan hematom subintima pada dinding aorta. Hematom dapat terbentuk dari robekan pada tunika intima aorta atau dengan ruptur vasa vasorum di dalam tunika media aorta. Sindrom ini dapat terjadi pada trauma aorta, termasuk kecelakaan kendaraan bermotor atau prosedur medis yang

kateter atau pompa balon intraaortanya merusak tunika intima aorta. Diseksi aorta nontraumatis jarang terjadi tanpa adanya hipertensi dan/atau kondisi yang dapat menyebabkan kerusakan komponen elastis atau muskular tunika media di dalam dinding aorta.6 Hampir semua pasien dengan diseksi akut datang dengan nyeri dada berat, meskipun beberapa pasien dengan diseksi kronis diketahui tanpa gejala-gejala terkait. Tidak seperti nyeri pada penyakit jantung iskemik, gejala diseksi aorta cenderung mencapai puncak keparahan segera, sering menyebabkan pasien pingsan karena intensitasnya. keluhan yang paling sering adalah nyeri tajam dan berat yang muncul mendadak.6 f) Emboli paru Nyeri dada akibat emboli paru dipercaya disebabkan oleh distensi arteri pulmonalis atau infark segmen Paru yang berdekatan dengan pleura. Emboli paru masif dapat menyebabkan nyeri substernal yang mendukung infark miokardium akut. Lebih sering embolus yang lebih kecil menyebabkan infark paru fokal yang menyebabkan nyeri bersifat lateral dan pleuritik. Gejala-gejala terkait meliputi dispneu dan, kadang-kadang hemoptisis. Takikardia biasanya menyertai. Meskipun tidak selalu terjadi, perubahan EKG yang khas dapat mendukung diagnosis.6 Lokasi sering berhubungan dengan tempat dan luas diseksi. Oleh sebab itu, diseksi yang mulai pada aorta asendens dan meluas ke aorta desendens cenderung menyebabkan nyeri di depan dada yang-menialar ke,punggung di antara kedua bilah bahu.6 Temuan fisik juga dapat mencerminkan penyebaran diseksi aorta yang mengganggu aliran arteri yang bercabang dari aorta. Oleh sebab itu, hilangnya nadi pada satu atar kedua lengan, cerebroaascular accident atau paraplegia dapat menjadi konsekuensi berat dari diseksi aorta. Hematom yang meluas ke proksimal dan merusak arteri koroner atau kafup aorta dapat menyebabkan infark miokardium akut atau insufisiensi aorta akut. Ruplur hematom ke dalam ruang perikardium menyebabkan tamponade perikardum.6 Kelainan lain pada aorta yang dapat menyebabkan nyeri dada adalah aneurisma aorta toraks. Aneurisma aorta sering tidak bergejala tetapi dapat menyebabkan nyeri dada dan gejala lain karena menekan struktur-struktur sekitar. Nyeri ini cenderung stabil, dalam, dan kadang-kadang berat.6 g) Pneumotoraks Nyeri dada pleuritik dan sesak napas yang muncul mendadak seharusnya mencetuskan kecurigaan pneumotoraks spontan, serta emboli paru. Gangguan tersebut dapat terjadi tanpa pencetus pada orang-orang tanpa penyakit paru, atau sebagai konsekuensi gangguan paru yang mendasari.6 h) Pneumonia Atau Pleuritis Penyakit paru yang merusak dan menyebabkan peradangan pleura paru biasanya menyebabkan nyeri tajam, seperti pisau yang memberat saat inspirasi atau batuk.6 i) Penyakit Gastrointestinal Nyeri esofagus akibat refluks asam dari lambung, spasme, obstruksi, atau cedera dapat sulit dibedakan dari sindrom miokardium. Refluks asam biasanya menyebabkan rasa tidak nyaman seperti terbakar di dalam yang dapat diperberat oleh alkohol, aspiriry atau beberapa makanan; rasa tidak nyaman ini umumnya hilang dengan antasid atau terapi-terapi penurun

asam lain.Refluks asam cenderung dieksaserbasi dengan berbaring dan dapat memburuk saat pagi hari, ketika di dalam lambung tidak ada makanan yang dapat menyerap asam lambung.6 Spasme esofagus dapat terjadi pada keadaan refluks asam ataupun tidak, dan menyebabkan nyeri seperti diremas yang tidak dapat dibedakan dengan angina. Spasme esofagus umumnya segera membaik dengan pemberian terapi antiangina seperti nifedipin sublingual, yang semakin menimbulkan kebingungan antara sindrom-sindrom ini. Nyeri dada juga dapat disebabkan oleh cedera esofagus, seperti MalloryWeiss tear yang disebabkan oleh muntah hebat.6 Nyeri dada dapat disebabkan oleh penyakit-penyakit pada saluran gastrointestinal di bawah diafragma termasuk penyakit ulkus peptikum, penyakit bilier, dan pankreatitis. Kondisi-kondisi tersebut biasanya menyebabkan nyeri abdomen serta rasa tidak nyaman di dada,gejala-gejala umumnya tidak diperberat oleh aktivitas. Nyeri ulkus peptikup biasanya terjadi 60-90 menit setelah makan ketika produksi asam postprandial tidak lagi dinetralisir oleh makanan dalam lambung. Kolesistitis biasanya menyebabkan nyeri yang digambarkan sebagai tumpul yang terjadi satu jam atau lebih setelah makan.6 j) Penyakit Neuromuskuioskeletal Penyakit diskus servikal dapat menyebabkan nyeri dada karena kompresi radiks saraf. Nyeri pada distribusi dermatomal juga dapat disebabkan oleh kram otot interkostal atau herpes zoster. Gejala-gejala nyeri dada yarrg disebabkan oleh herpes zoster dapat dirasakan sebelum lesi kulit tampak.6 Sindrom kostokondral dan kondrosternal mentpakan penyebab nyeri muskuloskeletal dada anterior yang paling-sering terjadi. Nyeri pada sindrom-sindrom ini biasanya berlangsung singkat dan tajam, tetapi beberapa pasien mengalami nyeri tumpul yang berlangsung selama beberapa jam. Arthritis bahu dan vertebra serta bursifis juga dapat menyebabkan nyeri dada. Gejala-gejala gangguan tersebut dan iskemia miokardium pada beberapa pasien dapat samar dan membingungkan.6 k) Kondisi Emosi Dan Psikiatrik Sepuluh persen pasien yang datang ke departemen gawat darurat dengan rasa tidak nyaman di dada akut disebabkan oleh gangguan panik atau kondisi emosi lain. Gejala-geiala pada populasi ini sangat bervariasi, tetapi rasa tidak nyaman sering dideskripsikan sebagai rasa sesak visera atau nyeri yang berlangsung lebih dari 30 menit. Beberapa pasien memberi deskripsi tidak umum lain, seperti nyeri yang berlangsung singkat, tajam, dan/atau terbatas pada daerah kecil. Anamnesis yang cermat dapat memberi petunjuk depresi, serangan panik sebelumnya, somatisasi, agoraphobia, atau fobia lain. Ringkasan karakteristik nyeri dada pada beberapa penyakit dapat dilihat pada tabel 2 dan 3. Kondisi Angina

Durasi Antara 2 dan 10 menit

Kualitas Tertekan, sesak, seperti diremas, berat, terbakar

Lokasi Retrosternal, sering dengan penjalaran ke atau hanya rasa tidak nyaman di leher, rahang, bahu, atau lengan-sering di kiri

Gejala Terkait Dicetuskan oleh aktivitas, terpajan, dingin, stress psikologis, Gallop atau murmur regurgutasi mitral selama nyeri

Unstable angina

10-20 menit

Sama seperti angina, tetapi sering lebih berat

Mirip dengan angina

Infark miokardium akut

Bervariasi; sering lebih dari 30 menit

Mirip dengan angina tetapi sering lebih berat

Mirip dengan angina

Stenosis aorta

Episode rekuren seperti yang dideskripsikan untuk angina Beberapa jam sampai beberapa hari; dapat episodik

Seperti yang dideskripsikan untuk angina

Seperti yang dideskripsikan untuk angina

Tajam

Retrosternal atau ke arah apex cordis; dapat menjalar ke bahu kiri

Onset mendadak nyeri yang tidak berkurang

Sensasi seperti dirobek; seperti pisau

Dada anterior, sering menjalar ke punggung, di antara bilah bahu

Perikarditis

Diseksi aorta

Mirip dengan angina, tetapi terjadi saat melakukan aktivitas ringan atau bahkan saat istirahat Tidak hilang dengan nitrogliserin Dapat disertai bukti gagal jantung atau aritmia Murmur sistolik memuncak akhir yang menjalar ke arteri carotis Dapat hilang dengan duduk dan mencondong ke depan Friction rub perikardium Berhubungan dengan hipertensi dan/atau gangguan jaringan ikat, misalnya sindrom Marfan Murmur insufisiensi aorta; pericardial rub, tamponade perikardium, atau hilangnya nadi perifer

Tabel 2. Karakteristik Nyeri Dada Pada Beberapa Penyakit 6 Kondisi Emboli paru

Hipertensi pulmonal

Durasi Onset mendadak; beberapa menit sampai beberapa jam Bervariasi

Kualitas Pleuritik

Lokasi Sering lateral, pada sisi emboli

Gejala terkait Dispneu, takipneu, takikardia, dan hipotensi

Tekanan

Substernal

Dispneu, tandatanda peningkatan

Pneumonia atau pleuritis

Bervariasi

Pleuritik

Unilateral, sering teralokalisasi

Pnumotorkas spontan

Onset mendadak, beberapa jam

Pleuritik

Lateral ke sisi pneumotoraks

Refluks esofagus

10-60 menit

Terbakar

Substernal, epigastrik

Spasme esofagus

2-30 menit

Retrosternal

Ulkus peptikum

Memanjang

Ditekan, sesak, terbakar Terbakar

Penyakit kandung empedu

Memanjang

Terbakar, ditekan

Penyakit mululoskeletal

Bervariasi

Tajam

Epigastrik, quadran kanan atas, substernal Bervariasi

Herpes zooster

Bervariasi

Tajam atau terbakar

Kondisi emosional dan psikiatrik

Bervariasi; mungkin singkat

Bervariasi

Epigastrik, substernal

Distribusi mengikuti dermatom Bervariasi dapat retrosternal

Tabel 3. Karakteristik Nyeri Dada Pada Beberapa Penyakit 6

tekanan vena termasuk edema dan distensi vena jugularis Dispneu, batuk, demam. ronki; kadang rub Dispneu, penurunan suara napas pada sisi pneumotoraks Memburuk jika berbaring setelah makan Hilang dengan minum antasida Dapat menyerupai angina Hilang dengan makan atau antasida Mungkin muncul setelah makan Diperberat dengan gerakan Dapat ditimbulkan kembali oleh penekanan lokal saat pemeriksaan Ruam vesikel di area yang tidak nyaman Faktor-faktor situasional dapat mencetuskan gejala Ansietas atau depresi sering dapat dideteksi dengan anamnesis yang cermat

1. Angina Tak-Stabil Dan Infark Miokard Non-Elevasi-Segmen-ST Diagnosis UA banyak bergantung pada gambaran klinis. UA didefinisikan sebagai angina pektoris atau rasa tidak nyaman karena iskemia yang sama disertai dengan minimal satu dari tiga gambaran berikut: (1) terjadi saat istirahat (atau dengan aktivitas minimal), biasanya berlangsung >10 menit. (2) berat dan merupakan onset baru (artinya dalam kurun waktu 4-6 minggu terakhir); (3) terjadi dengan pola kresendo (semakin berat, memanjang, atau lebih sering dari sebelumnya). Diagnosis NSTEMI ditegakkan bila pasien yang memiliki gambaran klinis NSTEMI terbukti mengalami nekrosis miokardium, yang dibuktikan dengan meningkatnya biomarker jantung.6 Patofisiologi UA/STEMI paling sering disebabkan oleh kurangnya pasokan oksigen dan/atau bertambahnya kebutuhan oksigen di miokardium yang memperburuk lesi yang menyebabkan obstruksi arteri, biasanya karena plak aterotrombotik di arteri koroner. Empat proses patofisiologi yang mungkin berperan pada terjadinya UA/NSTEMI yaitu: 1. Ruptur atau erosi plak dengan lapisan trombus nonoklusif, diyakini sebagai penyebab paling sering; pada pasien seperti ini, NSTEMI dapat terjadi karena embolisasi aliran hilir oleh agregat trombosit dan/atau debris aterosklerosis; 2. Obstruksi dinamis (misalnya spasme koroner, seperti pada angina varian Prinzmetal [PVA]; 3. Obstruksi mekanis progresif (misalnya, aterosklerosis yang cepat berkembang atau restenosis setelah intervensi koroner perkutan [PCI]; dan 4. UA sekunder akibat peningkatan kebutuhan oksigen jantung danatau berkurangnya pasokan oksigen (misalnya, takikardia, anemia).6 Gambaran Klinis Gejala klinis utama dari UA/NSTEMI adalah nyeri dada, khususnya nyeri di substernum atau kadang di epigastrium, yang menjalar ke 1eher, bahu kiri, dan/atau lengan kiri. Rasa tidak nyaman ini biasanya cukup untuk menjelaskan frank pain. Gejala angina "ekuivalen", seperti sesak (dispneu) dan rasa tidak nyaman di epigastrium juga mungkin muncul, dan gejala-gejala tersebut lebih sering dialami oleh wanita. Pemeriksaan fisis sama dengan pada pasien dengan angina stabil dan mungkin tidak jelas. Bila area iskemi iantung luas atau NSTEMI luas, temuan fisik dapat berupa diaforesis; kulit pucat, dingin; sinus takikardia; suara jantung tiga dan/atau empat ronki di basal paru; dan kadang hipotensi, yang mirip STEMI luas.6 Elektrokardiogram Pada UA, depresi segmen-ST elevasi segmen-ST transien dan/atau inversi gelombang T ditemukan pada 30% hingga 50% pasien. Pada pasien dengan gambaran klinis UA, adanya cleviasi segmen-ST baru, bahkan bila hanya 0,05 m\l meupakan prediktor prognosis buruk. Perubahan gelombang T sensitif untuk iskemia, tetapi kurang spesifik, kecr,rali inversl gelombang T baru dan dalam (>0,3 mV).6 Biomarker Jantung Pasien dengan UA/NSTEMI disertai peningkatan biomarker nekrosis, misalnya CKMB dan troponin (marker yang jauh lebih spesifik dan sensitif untuk nekrosis miokardium),

memiliki risiko kematian atau IM berulang yang tinggi. Meningkatnya kadar biomarker tersebut membedakan pasien NSTEMI dengan pasien UA. Terdapat hubungan langsung antara derajat peningkatan troponin dan mortalitas. Namun, pernah dilaporkan terjadi sedikit peningkatan troponin pada l pasien tanpa riwayatklinis iskemia jantung yang jelas. Hal ini dapat disebabkan oleh gagal jantung kongestif (congestive heart failure, CHF), miokarditis, atau emboli paru, atau bisa jadi hanya positif-palsu. Dengan demikian, pada pasien, dengan riwayat yang tidak jelas, sedikit peningkatan troponin , tidak menjadi dasar diagnosis SKA.6 Diagnosis Empat metode diagnostik utama yang digunakan untuk menegakkan diagnosis UA/NSTEMI di IGD: anamnesis, EKG, biomarker jantung, dan stress testing (pencitraan koroner merupakan opsi baru).Tujuannya adalah untuk: (1) mengenali atau menyingkirkan IM (menggunakan biomarker jantung), (2) mengevaluasi iskemia istirahat (menggunakan EKG serial atau kontiu dan (3) mengevaluasi CAD bermakna (menggunakan provocative stress test). Pasien dengan kemungkinan kecil iskemia biasanya ditangani sesuai alur kritis di IGD (di beberapa instansi, pasien akan dibawa ke "unit nyeri dada". Evaluasi pasien seperti ini meliputi pemantauan klinis gejala berupa rasa tidak nyaman iskemik, EKG serial, dan biomarker jantung, biasanya diambil saat datang dan pada 4-6 jam dan 12 jam setelah datang. Bila terjadi kenaikan baru pada biomarker jantung atau dijumpai perubahan EKG, pasien harus dirawat di RS. Bila pasien tetap bebas nyeri dan biomarker jantung negatif, pasien dapat melanjutkan pemeriksaan stress test. Angiografi dengan CT semakin sering digunakan untuk menyingkirkan diagnosis CAD obstruktif.6 Terapi Pasien dengan UA/NSTEMI harus tirah baring dengan pemantauan kontinu untuk mengamati deviasi segmen-ST dan aritmia jantung. Pasien boleh dipindahkan bila tidak menunjukkan iskemia ulang (rasa tidak nyaman di dada atau perubahan EKG) dan tidak ditemukan biomarker nekrosis selama 12-24 iam, Terapi medis meliputi terapi anti-iskemia simultan dengan terapi antitrombotik.6 Terapi Anti-Iskemia Untuk meredakan dan mencegah kembalinya nyeri dada, terapi awal terdiri atas tirah baring, nitrat, dan penyekat beta.Obat-obatan untuk terapi anti iskemia dapat dilihat dalam tabel 4. TerapiAntitrombotik Terapi ini merupakan komponen utama lain dalam terapi UA/NSTEMI. Terapi awal dimulai dengan penghambat siklooksigenase trombosit, aspirin dosis awal biasanya 325 mg/hari, kemudian dosis yang iebih rendah (75-162 mg/hari) dianjurkan untuk terapi jangka panjang. Pada penelitian CURE, kombinasi aspirin dengan thienopyridine, klopidogre., ditemukan dapata menghasilkan penurunan relatif sebesar 20% pada kematian kardiovaskular IM, atau stroke, dibandingkan dengan aspirin saja pada pasien resiko tinggi maupun resiko rendah, tetapi klopidogrel juga ditemukan berhubungan dengan peningkatan sedang (1% absolut) pada perdarahan mayor. Klopidogrel adalah suatu prodrug takaktif yang diubah menjadi metabolit aktif yang meghambat komponen P2Y12 trombosit rseptor adenosin difosfat. Sebelum melakukan PCI, di anjurkan pasien mendapatkan terapi dengan klopidogrel (dosis awal/loading 300mg atau 600mg, dilanjutkan dengan 75mg 4x sehari). Penelitian OASIS-7 melaporkan penggunaan klopidogrel dosis lebih tinggi (dosis awal 600mg dan

150mg/hari) selama 1 minggu tidak memperbaiki outcome justru tampak pada pasien SKA. Perbaikan outcome justru tampak pada pasien SKA yang mendapat aspirin 325 mg, khusus mereka yang menjalani PCI.6

Tabel 4. Obat Untuk Terapi Antiiskemia 6 Manfaat berkelanjutan dari terapi kombinasi klopidogrel dan aspirin selama 1 tahunn ditemukan baik pada pasien yang diterapi secara konservativ maupun pada pasien yang menjaalani PCI dan pasti harus dilanjutkan minimal 1 tahun bagi pasien dengan drug-eluting stent. Sebanyak sepertigapasien memberikan respon rendah terhadap klopidogrel, dan sangat banyak diantara mereka memiliki varian genetik pada sitokrom 450. 6 Prasugrel adalah thienopyridine yang baru saja mendapat izin beredar. Obat ini memilki onset yang lelih cepat dan menghambat trombosit lebih banyak dibandingkan dengan klopidogrel. Obat ini diberikan kepada pasien SKA setelah angiografi yang direncakan PCl dengan dosis awal 60 mg dilanjutkan dengan 10 mg/hari selama 15 bulan. 6 Ada empat anti koagulan yang dapat ditambahkan pada terapi aspirin dan klopidogrel. Heparin tak-terfraksinasi (unfractionated heparin, UHF) merupakan terapi utama. Beberapa penelitian menemukan bahwa heparin berat molekul rendah (low-molecular-weight heparin,

LMWH), enoksaparin, lebih baik dibandingkan dengan UHF dalam menurunkan serangna jantung, terutama pada pasien yang mendapat terapi konservatif. Sebelum ditemukannya klopidogrel, banyak penelitian menemukan manfaat penghambat GP llb/llla intravena. Sayangnya, manfaat ini sebenarnya kecil, yaitu hanya 9% penurunan kematian atau lM, dengan peningkatan bermakna pada perdarahan mayor. Dua penelitian terkini juga gagal membuktikan manfaat inisiasi dini dibandingkan dengan pernberian hanya untuk PCl. Penggunaan obat ini sebaiknya untuk pasien tak-stabil dengan nyeri dada berulang saat istirahat dan perubahan EKG yang menjalani PCI.6 Perdarahan eksesif merupakan efek samping paling penting dari semua antitrombotik, termasuk obat antikoagulan dan antitrombosit. Oleh sebab itu, diperlukan perhatian pada dosis obat antitrombotik, penghitungan berat badan, klirens kreatinin, dan riwayat perdarahan eksesil sebagai upaya mengurangi risiko perdarahan.6 Penatalaksanaan Jangka Panjang Saat-saat pemulangan padien dari rumah sakit merupakan "kesempatan belajar" bagi pasien dengan UA/NSTEMI, yaitu waktu ketika dokter dapat meninjau dan mengoptimalkan regimen pengobatan. Modifikasi faktor-risiko adalah kuncinya, dan dokter yang merawat pasien harus mendiskusikan pentingnya berhenti merokok, mencapai berat badan optimal, dan olahraga setiap hari mengiringi diet yang sesuai, kontrol tekanan darah, kontrol hipertrigliseridemia dengan ketat (untuk pasien diabetes), dan terapi lemak, seperti yang dianjurkan untuk pasien dengan angina stabil kronis.6 Terapi dengan lima kelas obat yang dituiukan pada berbagai komponen dalam proses aterotrombosis terbukti memberikan manfaat jangka panjang. Penyekat beta, statin (dalam dosis tinggi, misalnya, atorvastatin 80 mg/hari), dan penghambat ACE atau penghambat reseptor angiotensin dianjur, kan untuk staf ilisasi plak jangka panjang. Terapi antitrombosit, saat ini dianjurkan kombinasi aspirin dan klopidogrel (atau prasugrel untuk pasien pasca PCS) selama 1 tahun setelah itu aspirin tetap dilanjutkan, dapat mencegah atau mengurangi keparahan trombosis yang mungkin muncul bila plak ruptur.6

2. Angina Varian Prinzmetal Pada tahun 1959, Prinzmetal et al. menggambarkan suatu sindrom nyeri iskemia berat yang muncul saat istirahat tetapi biasanya tidak muncul dengan aktivitas fisik, dan disertai elevasi segmen-ST sementara. Sindrom ini terjadi karena spasme fokal arteri koroner di epikardium sehingga terjadi iskemia miokardium berat. Penyebab spasme belum sepenuhnya diketahui, tetapi mungkin karena hiperkontraktilitas otot polos pembuluh akibat vasokonstriktor mitogen, leukotrien atau serotonin.6 Manifestasi klinis dan angiografik Pasien dengan angina varian Prinzmetal (Prinzmetals variant angina, PVA) umumnya lebih muda dan memiliki faktor risiko kororener lebih sedikit (kecuali perokok) dibandingkan dengan pasien dengan UA sekunder akibat aterosklerosis koroner. Bila tidak terjadi iskemia, pemeriksaan jantung biasanya tidak jelas. Diagnosis klinis angina varian dibuat bila

ditemukan elevasi segmen-ST sementara dengan nyeri saat istirahat. Banyak pasien juga mengalami beberapa kali episode. elevasi segmen-ST tanpa gejala (disebut silent ischemia). Sedikit peningkatan troponin mungkin ditemukan pada pasien dengan serangan angina varian yang lama (prolonged).6 Angiografi koroner menunjukkan spasme koroner selintas sebagai tanda diagnostik untuk PVA. Plak aterosklerosis, yang tidak selalu menyebabkan obstruksi kritis, setidaknya di proksimal arteri koroner ditemukan di sebagian besar pasiery dan pada pasien tersebut spasme biasanya terjadi 1 cm dari plak. Spasme fokal paling sering terjadi di arteri koroner dekstra, dan mungkin terjadi di satu atau lebih tempat dalam satu arteri atau di beberapa arteri secara simultan. Ergonovin, asetilkolin obat-obatan vasokonstriktor lain dan hiperventilasi digunakan untuk memprovokasi stenosis koroner fokal saat angiografi untuk menegakan diagnosis. Hiperventilasi juga digunakan untuk memprovokasi angina saat istirahat, elevasi segmen-ST, dan spasme saat dilakukan arteriografi koroner.6 Terapi Nitrat dan penghambat kanal kalsium merupakan obat-obatan utama yang digunakaan untuk mengatasi episode akut dan mengehentikan serangan PVA rekuren. Aspirin justru dapat menambah beratnya serangan oskemik, mungkin karena tonus koroner sensitif terhadap sedikit perubahan prostasiklin. Respons terhadap penyakit beta bervariasi. Revaskularisasi koroner dapat membantu pasien yang juga memiliki lesi obstruktif terfiksasi di proksimal.6 Prognosis Banyak pasien dengan PVA melewati fase akut, aktif, dengan berkali-kali serangan angina dan serangan jantung dalam 6 bulan pertama. Kesintasan jangka-panjang pada 5 tahun sangat baik (90-95%). Pasien tanpa atau dengan obstruksi koroner terfiksasi ringan cenderung mengalami serangan yang lebih ringan dibandingkan dengan pasien yang memiliki lesi obstruktif berat. MI takfatal terjadi pada sekitar 20% pasien d-alam 5 tahun. Pasien dengan PVA yang mengalami aritmia serius selama episode nyeri spontan berisiko lebih tinggi mengalami kematian jantung mendadak. Pasien yang berhasil melewati serangan infark atau serangan sering di 3 sampai 6 bulan pertama men;'adi lebih stabil kondisinya dan ada kecenderungan gejala dan serangan jantung hilang seiring dengan waktu.6 3. Infark Miokard Dengan Elevasi Segmen-ST lnfark miokard akut (lMA) dengan elevasi ST (ST elevation myocardial infarction = STEMI) merupakan bagian dari spektrum sindrom koroner akut (SKA) yang terdiri dari angina pektoris tak stabil, IMA tanpa elevasi ST dan IMA dengan elevasi ST.7 STEMI adalah sindrom klinis yang didefinisikan sebagai gejala iskemia miokard khas yang dikaitkan dengan gambaran EKG berupa elevasi ST yang persisten dan diikuti pelepasan biomarker nekrosis miokard. Mortalitas selama perawatan (5-6%) dan mortalitas 1 tahun (7-18%) cenderung menurun dikaitkan dengan peningkatan terapi medis sesuai pedoman (guideline) dan intervensi.7 Patofisiologi STEMI biasanya terjadi ketika aliran darah koroner berkurang secara mendadak akibat oklusi trombus pada arteri koroner yang sebelumnya telah mengalami aterosklerosis. Bila berkembang dengan lambat, stenosis arteri koroner derajattinggi biasanya tidak menyebabkan STEMI karena seiring waktu akan terbentuk jejaring kolateral yang banyak. Sebaliknya,

STEMI terjadi bila trombus arteri koroner terbentuk dengan cepat di tempat cedera vaskular. Cedera ini disebabkan atau difasilitasi oleh berbagai faktor, seperti kebiasaan merokok, hipertensi, dan akumulasi lemak.Pada sebagian besar kasus, STEMI terjadi bila permukaan suatu plak aterosklerosis mengalami kerusakan (sehingga bagian dalam plak menjadi terpajan dengan darah) dan bila terdapat berbagai kondisi (lokal maupun sistemik) yang mempermudah terjadinyatrombogenesis. Trombus mural terbentuk di tempat kerusakan plak, dan arteri koroner dengan plak tersebut pun mengalami oklusi. Penelitian histologis menunjukkan bahwa plak koroner yang mudah mengalami kerusakan adalah plak dengan inti yang kaya-Iemak dan fibrous cap yang tipis. Setelah terbentuk lapisan tunggal trombosit awal di tempat plak yang rusak, berbagai agonis (kolagen, ADP, epinefrin, serotonin) memicu aktivasi trombosit. Setelah stimulasi trombosit oleh agonis tersebut, tromboksan A2 (suatu vasokonstriktor lokal yang poten) pun dihasilkary terjadilah aktivasi trombosit lebih lanjut lagi dan potensi resistansi terhadap fibrinolisis pun terbentuk.7 Selain pembentukan tromboksan A2 aktivasi trombosit oleh agonis juga memicu perubahan konformasi reseptor glikoprotein IIb/IIIa. Bila telah berubah menjadi bentuk fungsionalnya, reseptor ini akan memiliki afinitas yang tinggi terhadap protein adhesif terlarut (yaitu integrin), misalnya fibrinogen. Karena merupakan molekul multivalery fibrinogen dapat berikatan dengan dua trombosit sekaligus sehingga terbentuklah anyaman (cross-link) dan agregasi trombosit. 7 Kaskade koagulasi teraktifkan akibat pajanan faktor jaringan (tissue factor) pada sel endotel yang rusak di tempat kerusakan plak. Faktor VII dan X pun teraktifkan yang pada akhimya menyebabkan konversi protrombin menjadi trombin, yang kemudian rnengubah fibrinogen menjadi fibrin. Trombin fase-cair dan trombin terikat-clot turut berperan dalam reaksi autoamplifikasi yang mengaktifkan kaskade koagulasi lebih lanjut lagi. Arteri koroner yang terkena pada akhirnya mengalami oklusi akibat trombus yang mengandung agregat trombosit dan benang-benang fibrin.7 Meskipun jarang, STEMI dapat terjadi akibat oklusi arteri koroner yang disebabkan oleh emboli koroner, kelainan kongenital, spasme koroner, dan berbagai penyakit sistemik, khususnya penyakit inflamasi. Derajat kerusakan miokardium akibat oklusi koroner bergantung pada : (1) luas area yang mendapat suplai dari pembuluh darah yang terkena, (2) apakah pembuluh darah mengalami oklusi total atau tidak, (3) durasi oklusi koroner, (4) kuantitas darah yang disuplai oleh pembuluh darah kolateral ke jaringan yang terkena, (5) kebutuhan oksigen pada miokardium yang mengalami penurunan suplai darah secara mendadak, (6) faktor-faktor endogen yang dapat menyebabkan lisis spontan trombus oklusif secara dini, (7) adekuat tidaknya perfusi miokardium di zona infark bila aliran di arteri koroner epikardium yang mengalami oklusi telah pulih kembali. Pasien yang berisiko tinggi mengalami STEMI mencakup pasien-pasien".dengan faktor risiko koroner yang multipel (Bab 30) dan pasien-pasien dengan angina tidak stabil (Bab 34). Meskipun lebih jarang, kondisi medis lain yang juga menjadi predisposisi STEMI antara lain hiperkoagulabilitas, penyakit vaskular kolagen, cocaine abuse, dantrombus ataupun massa intrakardiak yang dapat menyebabkan emboli koroner.7

Penatalaksanaan STEMI telah mengalami kemajuan besar dengan kesadaran bahwa "chain of survival" memerlukan suatu sistem yang sangat terintegrasi, yang dimulai dari perawatan pra-rumah sakit sampai penatalaksanaan dini di rumah sakit, agar dapat menerapkan strategi reperfusi dengan cepat dan efisien. Gambaran klinis Pada separuh kasus, STEMI tampak didahului oleh faktor pencetus, seperti aktivitas fisik yang berat stres emosional, atau penyakit medis maupun operatif. Meskipun STEMI dapat terjadi setiap saat, siang ataupun malam, variasi sirkadian telah dilaporkan berpengaruh sedemikian rupa hingga STEMI lebih banyak terjadi di pagi hari dalam beberapa jam setelah bangun tidur.7 Nyeri adalah gejala yang paling sering menjadi keluhan utama pasien STEMI. Nyeri bersifat dalam dan viseral,biasanya digambarkan sebagai rasa berat, seperti diremas, dan tertekan, meskipun kadang-kadang digambarkan seperti tertusuk atau terbakarNyeri ini memiliki karakteristik yang sama dengan rasa tidak nyaman pada angina pektoris tetapi umumnya muncul pada saat istirahat, biasanya Iebih parah, dan berlangsung lebih lama. Biasanya, nyeri ini dirasakan di bagian tengah dada dan/atau epigastrium, dan kadang-kadang menjalar ke lengan. Meskipun lebih jarang, nyeri dapat pula menjalar ke abdomen punggung, rahang bawah dan leher.Lokasi nyeri yang paling sering adalah di bawah prosesus xifoid dan epigastrium, dan pasien biasanya menyangkal mengalarni serangan jantung, sehingga sering terjadi salah diagnosis sebagai penyakit pencernaan. Nyeri STEMI dapat menjalar sampai ke area oksipital tetapi tidak sampai ke bawah umbilikus. Nyeri sering kali disertai dengan kelemahan tubuh, berkeringat mual, muntahkecemasan, dan perasaan seperti akan mati. Nyeri dapat terjadi ketika pasien sedang beristirahat, tetapi bila terjadi pada saat beraktivitas, nyeri biasanya tidak dapat berkurang dengan istirahat, tidak seperti pada angina pektoris.7 Nyeri pada STEMI dapat menyerupai nyeri akibat perikarditis akut, emboli paru, diseksi aorta akut, kostokondritis, dan gangguan gastrointestinal. Karena itu, berbagai kondisi tersebut perlu dipertimbangkan sebagai diagnosis banding. Penjalaran rasa tidak nyaman ke otot trapezius tidak ditemukan pada pasien.pasien STEMI, sehingga penjalaran tersebut dapat menjadi pembeda yang menunjukkan bahwa perikarditis adalah diagnosis yang lebih tepat.Namun, pasien-pasien STEMI tidak selalu mengalami nyui. Sejumlah STEMI tanpa nyeri banyak terjadi pada pasien - pasien dengan diabetes melitus, dan jumlah ini meningkat sesuai usia. Pada pasien usia laniut, STEMI dapat terjadi dengan gejala sesak napas mendadak, yang dapat memburuk menjadi edema paru. Gejala lain yang lebih jarang muncul, dengan atau tanpa nyeri, adalah hilangnya kesadaran secara mendadak, kebingungan (confusional stafe), sensasi kelemahan yang berat, terjadinya aritmia, adanya emboli perifer, atau sekedar penurunan tekanan darah yang tidak dapat dijelaskan.7 Pemeriksaan Fisik Sebagian besar pasien merasa cemas dan gelisah, berusaha menghilangkan nyeri dengan bergerak-gerak di atas tempat tidur, mengubah posisi, dan melemaskan otot-otot tetapi sia sia. Pasien biasanya tampak pucat, disertai denganberkeringat dan ekstremitas terasa dingin. Nyeri dada substernum yang berlangsung >30 menit disertai dengan diaforesis sangat kuat menunjukkan STEMI. Meskipun banyak pasien memiliki frekuensi denyut nadi dan tekanan darah yang normal dalam satu jam pertama STEMI, sekitar seperempat pasien dengan infark anterior memiliki manifestasi hiperaktivitas sistem saraf simpatis (takikardia dan/atau

hiperiensi), dan hampir setengah pasien dengan infark inferior menunjukkan terjadinya hiperaktivitas parasimpatis (bradikardia dan atau hipotensi).7 Prekordium biasanya tenang, dan impuls apeks mungkin sulit dipalpasi. Pada pasienpasien dengan infark dinding anterior, dapat teraba pulsasi sistolik yang abnorrnal di daerah periapeks akibat penonjolan diskinetik miokardium yang infark dalam beberapa hari pertama serangan yang kemudian dapat menghilang. Tanda-tanda fisik disfungsi ventrikel lainnya meliputi adanya bunyi jantung keempat dan ketiga,penurunan intensitas bunyi jantung pertama, dan terjadinya split parudoksikal bunyi jantung kedua. Murmur midsistolik atau murmur sistolik akhir di apeks dapat muncul sementara akibat disfungsi aparatus katup mitral. Ada banyak pasien dengan STEMI transmural, friction rub perikardium dapat terdengar pada suatu waktu dalam pejalanan penyakitnya, bila pasien sering diperiksa.Volume denyut karotis seringkali berkurang, menunjukkan berkurangnya stroke uolume. Selama minggu pertama setelah terjadi STEMI, suhu tubuh dapat meningkat hingga 38"C. Tekanan arteri dapat bervariasi; pada sebagian besar pasien dengan infark transmural, tekanan sistolik turun sekitar 10-15 mmHg dari tekanan sebelum infark.7 Pemeriksaan Laboratorium Pemeriksaan laboratorium yang dapat digunakan untuk menegakkan diagnosis dapat dibagi menjadi empat kelompok: (1) EKG, (2) biomarker jantung dalam serum, (3) pencitraan jantung dan (4) indeks nekrosis dan inflamasi jaringan nonspesifik.7 Elektrokardiogram Pemeriksaan EKG 12 sandapan harus dilakukan pada semua pasien dengan nyeri dada atau keluhan yang dicurigai STEMI. Pemeriksaan ini harus dilakukan segera dalam 10 menit sejak kedatangan di lGD. Pemeriksaan EKG di IGD merupakan landasan dalam menentukan keputusan terapi karena bukti kuat menunjukkan gambaran elevasi segmen ST dapat mengidentifikasi pasien yang bermanfaat untuk dilakukan terapi reperfusi. Jika pemeriksaan EKG awal tidak diagnostik untuk STEMI tetapi pasien tetap simtomatik dan terdapat kecurigaan kuat STEMI, EKG serial dengan interval 5-10 menit atau pemantauan EKG 12 sandapan secara kontinyu harus dilakukan untuk mendeteksi potensi perkembangan elevasi segmen ST. pada pasien dengan STEMI inferior EKG sisi kanan harus diambil untuk mendeteksi kemungkinan infark pada ventrikel kanan.7 Sebagian besar pasien dengan presentasi awal elevasi segmen ST nrengalami evolusi menjadi gelombang e pada EKG yang akhirnya didiagnosis infark miokard gelombang Q. sebagian kecil menetap menjadi infark miokard gelombang non Q. Jika obstruksi trombus tidak total, obstruksi bersifat sementara atau ditemukan banyak kolateral, biasanya tidak ditemukan elevasi segmen ST. Pasien tersebut biasanya mengalami angina pektoris tak stabil atau non STEMI. pada sebagian pasien tanpa elevasi ST berkembang tanpa menunjukkan gelombang Q disebut infark non Q. Sebelumnya istilah infark miokard transmural digunakan jika EKG menunjukkan gelombang Q atau hilangnya gelombang R dan infark miokard non transmural jika EKG hanya menunjukkan perubahan sementara segmen ST dan gelombang T, namun ternyata tidak selalu ada korelasi gambaran patologis EKG dengan lokasi infark (mural/transmural) sehingga terminologi IMA gelombang Q dan non e menggantikan IMA mural/ nontransmural. Pada gambar 5 dapat dilihat EKG yang menyebabkan STEMI anterior ekstensif.7

Petanda (Bio Marker) Kerusakan Jantung Pemeriksaan yang dianjurkan adalah creatinine kinase (CK) MB dan cardiac specific troponin (cTn)T atau cTn I dan dilakukan secara serial. cTn harus digunakan sebagai petanda optimal untuk pasien STEMI yang disertai kerusakan otot skeletal, karena pada keadaan inijuga akan diikuti peningkatan CKMB. Pada pasien dengan elevasi ST dan gejala lMA, terapi reperfusi diberikan segera mungkin dan tidak tergantung pada pemeriksaan biomarker.7 Peningkatan nilai enzim di atas 2 kali nilai batas atas normal menunjukkan ada nekrosis jantung (infark miokard). • CKMB: meningkat setelah 3 jam bila ada infark miokard dan mencapai puncak dalam 10-24 jam dan kembali normal dalam 2-4 hari. Operasi jantung, miokarditis dan kardioversi elektrik dapat meningkatkan CKMB. • cTn: ada 2 jenis yaitu cTn T dan cTn l. Enzim ini meningkat setelah 2 jam bila ada infark miokard dan mencapai puncak dalam l0-24 jam dan cTn T masih ,Capat dideteksi setelah 5-14 hari, sedangkan cTn I setelah 5-10 hari. Pemeriksaan enzim jantung yang Iain yaitu: . • Mioglobin: dapat dideteksi satu jam setelah infark dan mencapai puncak dalam 4-8 jam. • Creatinin kinase (CK): Meningkat setelah 3-6 jam bila ada infark miokard dan mencapai puncak dalam 10-36 jam dan kembali normal dalam 3-4 hari. • Lactic dehydrogenase (LDH): meningkat setelah 24-40 jam bila ada infark miokard, mencapai puncak 3-6 hari dan kembali normal dalam 8-14 hari. Pencitraan Jantung Kelainan gerakan dinding jantung hampir selalu terlihat pada pemeriksaan ekokardiograf dua-dimensi. Meskipun ekokardiografi tidak dapat membedakan STEMI akut dengan parut miokard lama atau dengan iskemia berat akut kemudahan dan keamanan prosedur pemeriksaan ini membuatnya menarik untuk digunakan sebagai alat skrining di unit gawat darurat. Bila hasil pemeriksaan EKG tidak diagnostik untuk STEMI, deteksi dini adanya kelainan gerakan dinding jantung melalui ekokardiografi dapat membantu menentukan penanganan, misalnya menentukan perlu tidaknya terapi reperfusi (yaitu fibrinolisis atau intervensi koroner perkutan (percutaneous coronary interaention, PCI). Perkiraan fungsi ventrikelkiri (left ventricle,LV) secara ekokardiografis berguna untuk menentukan prognosis; terjadinya penurunan fungsi merupakan indikasi terapi dengan menggunakan inhibitor sistem renin-angiotensin-aldosteron. Ekokardiografi juga dapat mengidentifikasi adaya infark ventrikel kanan (right ventricle,RV), aneurisma ventrikel, efusi perikardium, dan trombusLV. Selain itu ekokardiografi doppler bermanfaat dalam mendeteksi dan mengukur defek septum ventrikel serta regurgitasi mitral, yang merupakan dua komplikasi STEMI yang serius.7 Penatalaksanaan Tujuan utama tatalaksana IMA adalah diagnosis cepat, menghilangkan nyeri dada, penilaian dan implementasi strategi reperfusi yang mungkin dilakukan, pemberian antitrombotik dan terapi antiplatelet, pemberian obat penunjang dan tatalaksana komplikasi lMA.7 Tatalaksana Awal Talaksana Pra Rumah Sakit

Prognosis STEMI sebagian besar tergantung adanya 2 kelompok komplikasi umum yaitu: komplikasi elektrikal (aritmia) dan komplikasi mekanik (pump failure). Sebagian besar kematian di luar Rumah Sakit pada STEMI disebabkan adanya fibrilasi ventrikel mendadak, yang sebagian besar terjadi dalam 24 jam pertama onset gejala. Dan lebih dari separuhnya terjadi pada jam pertama. Sehingga elemen utama tatalaksana pra hospital pada pasien yang dicurigai STEMI antara lain: • Pengenalan gejala oleh pasien dan segera mencari pertolongan medis. • Segera memanggil tim medis emergensi yang dapat melakukan tindakan resusitasi . • Transportasi pasien ke Rumah Sakit yang mempunyai fasilitas ICCU/ICU serta staf medis dokter dan perawat yang terlatih. . • Melakukan terapi reperfusi Keterlambatan terbanyak yang terjadi pada penanganan pasien biasanya bukan selama transportasi ke Rumah Sakit, namun karena lama waktu mulai onset nyeri dada sampai keputusan pasien untuk meminta pertolongan. Hal ini bisa ditanggulangi dengan cara edukasi kepada masyarakat oleh tenaga profesional kesehatan mengenai pentingnya tatalaksana dini. Pemberian fibrinolitik pra hospital hanya bisa dikerjakan jika ada paramedis di ambulans yang sudah terlatih untuk menginterpretasi EKG dan tatalaksana STEMI dan (endali komando medis online yang bertanggung jawab pada pemberian terapi.3 Kontrol Nyeri Nitrogliserin sublingual dapat diberikan dengan aman pada sebagian besar pasien STEMI. Dosis 0,4 mg harus diberikan sampai tiga kali dengan interval sekitar 5 menit. Selain mengurangi atau menghilangkan nyeri dada nitrogliserin juga mampu menurunkan kebutuhan oksigen miokardium (dengan menurunkan preload) dan meningkatkan suplai oksigen (dengan menyebabkan dilatasi pembuluh darah koroner penyebab infark ataupun pembuluh darah kolateral). Pada pasien-pasien yang awalnya berespons dengan baik terhadap nitrogliserin sublingual tetapi kemudian kembali mengalami nyeri dada (terutama bila disertai dengan adanya bukti lain bahwa iskemia sedang terjadi, seperti pergeseran segmen-ST atau gelombang-T lebih jauh lagi), penggunaan nitrogliserin intravena perlu dipertimbangkan.Terapi dengan nituat harus dihindari pada pasien-pasien dengan tekanan arteri sistolik yang rendah (<90 mmHg) atau bila terdapat kecurigaan infark ventrikel kanan secara klinis (infark inlerior pada EKG, tekanan vena jugularis meningkaf paru bersih, danhipotensi).Nitrat tidak boleh diberikan pada pasien-pasien yang telah mengonsumsi inhibitor fosfodiesterase-S, sildenafil, untukdisfungsi ereksi dalam 24 jam sebelumnya, karena dapat meningkatkan efek hipotensi nitrat. Reaksi idiosinkrasi terhadap nitrat berupa hipotensi berat secara mendadak, kadang-kadang dapat terjadi, tetapi biasanya dapat segera diatasi dengan pemberian atropin intravena secara cepat.6 Morfin adalah analgesik yang sangat efektif untuk menangani nyeri akibat STEMI. Namun, morfin dapat menurunkan konstriksi vena dan arteriol yang diperantarai oleh sistem simpatis, sehingga menyebabkan venous pooling yang kemudian dapat menurunkan curah jantung dan tekanan arteri. Gangguan hemodinamik ini biasanya dapat segera teratasi dengan meninggikan (elevasi) kaki, tetapi beberapa pasien membutuhkan penambahan volume dengan pemberian larutan salin intravena. Pasien dapat mengalami diaforesis dan mual tetapi gejala tersebut biasanya akan menghilang dan digantikan dengan perasaan nyaman karena nyeri telah menghilang.Morfin juga memiliki efek vagotonik dan dapat menyebabkan

bradikardia atau blok iantung derajat berat, khususnya pada pasien-pasien dengan infark inferior. Efek samping ini biasanya dapat diatasi dengan atropin (0,5 mg intravena).Morfin diberikan secara rutin melalui injeksi intravena secara berulang (setiap 5 menit) dengan dosis kecil (2-4 mg), bukan injeksi subkutan dengan dosis yang besar, karena absorpsi subkutan sulit diprediksi.6 Beta blocker intravena juga bermanfaat dalam mengontrol nyeri STEMI. Obat ini dapat mengontrol nyeri secara efektif pada beberapa pasien diduga dengan menurunkan kebutuhan O2miokardium sehingga mengurangi iskemia. Yang lebih penting, terdapat bukti bahwa beta blocker intravenadapat menurunkan risiko infark ulang dan fibrilasi ventrikel. Meskipun demikian pemilihan pasien sangatlah penting bila akan menggunakan beta blocker untuk STEMI. Terapi beta blocker oral dapat dimulai dalam 24 jam pertama pada pasien-pasien yang tidak memiliki kondisi sebagai berikut : (1) tanda-tanda gagal jantung, (2) curah jantung yang rendah (3) risiko syok kardiogenik yang tinggi, atau (4) kontraindikasi relatif beta blocker lainnya (interval PR lebih dari 0,24 detik, blok jantung derajat II atau III, asma aktif, atau penyakit saluran napas reaktif). Regimen yang biasa digunakan adalah metoprolol 5 mg setiap 2-5 menit sebanyak total 3 dosis, dengan syarat frekuensi denyut jantung pasien >60 kali/menit, tekanan sistolik >100 mmHg, interval PR <0,24 detik, dan ronki tidak melebihi 10 cm di atas diafragma.Lima belas menit setelah pemberian dosis intravena yang terakhir, regimen oral dapat diberikan dimulai dengan dosis 50 mg setiap 6 jam selama 48 jam, dilanjutkart dengan 100 mg setiap 12 jam.6 Strategi Tata Laksana Alat utama untuk melakukan skrining pasien dan membuat keputusan triase adalah EKG 12-sadapan awal. Bila terdapat elevasi segmen-ST minimal sebesar 2 mm di dua sadapan prekordial yang mewakili area jantung yang sama dan 1 mm di dua sadapan eksfremitas yang berdekatan pasien harus dipertimbangkan untuk menjalani terapi reperfusi. Proses memilih fibrinolisis versus PCI primer akan dibahas kemudian. Bila tidak terdapat elevasi segmen-ST, fibrinolisis tidaklah bermanfaat dan bukti yang ada justru menunjukkan bahwa fibrinolisis dapat membahayakan.2 Membatasi Luas Infark Selain lokasi oklusi, volume miokardium yang menjadi nekrotik akibat oklusi arteri koroner juga ditentukan oleh berbagai faktor lainnya. Bagian tengah infark merupakan jaringan nekrotik yang tidak dapat diselamatkan lagi, sedangkan keadaan miokardium iskemik di sekitarnya (penumbra iskemik) dapat diperbaiki dengan mengembalikan perfusi koroner dalam waktu yang tepat mengurangi kebutuhan O2 miokardium, mencegah akumulasi metabolit berbahaya dan mengurangi dampak mediator-mediator cedera reperfusi (misalnya oaerload kalsium dan radikal bebas turunanoksigen). Sekitar sepertiga pasien STEMI dapat mengalami reperfusi arteri koroner penyebab-infark secara spontan dalam 24 jam dan jaringan infark pun mengalami penyembuhan yang semakin baik. Reperfusi, baik secara farmakologis (dengan fibrinolisis) ataupun melalui PCI mempercepat pembukaan arteri penyebab-infark pada pasien-pasien yang pada akhimya memang akan mengalami fibrinolisis spontan dan juga memperbanyak jumlah pasien yang mengalami pemulihan aliran pada arteri penyebab-infark. Pemulihan aliran arteri epikardium penyebab infark dalam waktu yang tepat bersama dengan perbaikan perfusi miokardium yang mengalami infark, dapat membatasi luas infark. Perlindungan terhadap miokardium yang iskemik dengan

mempertahankan keseimbangan yang optimal antara suplai dan kebutuhan O2miokardium melalui kontrol nyeri, menangani gagal jantung kongestif (CHF), dan meminimalkan takikardia dan hipertensi akan memperp anjang " zoindow period." untuk menyelamatkan miokardium melalui strategi reperfusi.6 Glukokortikoid dan obat anti-inflamasi nonsteroid, kecuali aspirin, harus dihindari pada pasien-pasien STEMI Obat-obatan tersebut dapat mengganggu penyembuhan infark dan meningkatkan risiko ruptur miokardium, dan penggunaannya dapat menimbulkan parut infark yang lebih luas. Selain itu, obat-obatan tersebut juga dapat meningkatkan resistansi vaskular koroner sehingga berpotensi menurunkan aliran ke miokardium yang iskemik.6 Percutaneous Coronary Intervention (PCI) lntervensi koroner perkutan, biasanya angioplasti dan atau stenting tanpa didahului fibrinolisis disebut PCI primer. PCI ini efektif dalam mengembalikan perfusi pada STEMl jika dilakukan dalam beberapa jam pertama infark miokark akut. PCI primer lebih efektif darifibrinolisis dalam membuka arteri koroner yang tersumbat dan dikaitkan dengan outcome klinis jangka pendek danjangka panjang yang lebih baik. Dibandingkan trombolisis, PCI primer lebih dipilih jika terdapat syok kardiogenik (terutama pasien <75 tahun), risiko perdarahan meningkat, atau gejala sudah ada sekurang-kurangnya 2 atau 3 jam jika bekuan darah lebih matur dan kurang mudah hancur dengan obat fibrinolisis. Namun demikian PCI lebih mahal dalam hal personil dan fasilitas, dan aplikasinya terbatas berdasarkan tersedianya sarana, hanya di beberapa Rumah Sakit.7 Fibrinolisis Jika tidak ada kontraindikasi, terapi fibrinolisis idealnya diberikan dalam 30 menit sejak masuk (door-to- needle time < 30 menit). Tujuan utama fibrinolisis adalah restorasi cepat patensi arteri koroner. Terdapat beberapa macam obat fibrinolitik antara lain: tissue plasminogen activator (tPA), streptokinase, tenekteplase (TNK) dan reteplase (rPA). Semua obat ini bekerja dengan cara memicu konversi plasminogen menjadi plasmin, yang selanjutnya melisiskan trombus fibrin. Terdapat 2 kelompok yaitu: golongan spesifik fibrin seperti tPA dan non spesifik fibrin seperti streptokinase. Jika dinilai secara angiografi, aliran di dalarr arteri koroner yang terlibat (culprit) digambarkan dengan skala kualitatif sederhana disebut thrombolysis in myocardiol infarction (TlMl) grading system: • Grade 0 menunjukkan oklusi tolal (complete occlusion) pada arteri yang terkena infark. • Grade 1 menunjukkan penetrasi sebagian materi lcontras melewati titik obstruksi tetapi tanpa perfusi vaskular distal. • Grade 2 menunjukkan perfusi pembuluh yang mengalami infark ke bagian distal tetapi dengan aliran yang melambat dibandingkan aliran arteri normal. • Grade 3 menunjukkan perfusi penuh pembuluh yang mengalami infark dengan aliran normal Target terapi reperfusi adalah aliran TlMl grade 3, karena perfusi penuh pada arteri koroner yang terkena infark menunjukkan hasil yang lebih baik dalam membatasi luasnya infark, mempertahankan fungsi ventrikel kiri dan menurunkan laju mortalitas jangka pendek dan jangka panjang.7

Obat- Obat Fibrinolitik Streptokinase (SK) Merupakan fibrinolitik non spesifik fibrin. Pasien yang pernah terpajan dengan SK tidak boleh diberikan pajanan selanjutnya karena terbentuknya antibodi. Reaksi alergi tidakjarang ditemukan. Manfaat mencakup harganya yang murah dan insidens perdarahan intrakranial yang rendah, manfaat pertama diperlihatkan pada GISSI-l trial.7 Tissue Plasminogen Activator (tFA, alteplase) Global Use of Strotegies to Open Coronory Arteries-1 (GUSTO-1) trial menunjukkan penurunan mortalitas 30 hari sebesar 15% pada pasien yang mendapat tPA dibandingkan SK. Namun tPA harganya lebih mahal daripada SK dan risiko perdarahan intrakranial sedikit lebih tinggi. Reteplase (Retavase) INJECT trial menunjukkan efikasi dan keamanan sebanding SK dan sebanding tPA pada GUSTO lll trial, dengan dosis bolus lebih mudah karena waktu paruh yang lebih panjang. Tenekteplase (TNKase) Keuntungannya mencakup memperbaiki spesifisitas fibrin dan resistensi tinggi tehadap plasminogen octivator inhibitor (PAl-1). Laporan awal dari TlMl 10 B menunjukkan tenekteplase mempunyai laju TlMl 3 flow dan komplikasi perdarahan yang sama dibandingkan dengan tPA.7 lndikasi Terapi Fibrinolitik (ACCF-AHA 2013) Klas I • Jika tidak ada kontraindikasi, terapi fibrinolitik harus dilakukan pada pasien STEMI dengan onset gejala iskemik <12 jam jika diantisipasi intervensi koroner perkutan primer tidak dapat dikerjakan dalam 120 menit setelah kontak medis pertama. (Level of Evidence:A) Klas ll a • Jika tidak terdapat kontraindikasi dan jika intervensi koroner perkutan tidak tersedia, • Terapifibrinolitik dipertimbangkan pada pasien STEMI jika terdapat bukti klinis dan/atau EKG iskemia yang sedang berlangsung dalam sampai 24 jam onset gejala dan area miokard luas yang berisiko atau hemodinamik tidak stabil. (Level of Evidence:C). Trombolitik dianggap berhasil jika terdapat resolusi nyeri dada dan penurunan elevasi ST > 50% dalam 90 menit pemberian trombolitik. Trombolitik tidak menunjukkan hasil pada graft vena, sehingga jika pasien pasca CABG datang dengan lMA, cara reperfusi yang lebih disukai adalah percutaneous coranary intervention (PCl).7 Terapi Farmakologis Terapi Antiplatelet Penggunaan terapi antiplatelet dan antitrombin selama fase awal STEMI berdasarkan bukti klinis dan laboratoris bahwa trombosis mempunyai peran penting dalam patogenesis. Tujuan primer pengobatan adalah untuk memantapkan dan mempertahankan potensi arteri koroner yang terkait infark. Tujuan sekunder adalah menurunkan tendensi pasien menjadi trombosis. Aspirin Aspirin merupakan antiplatelet standar pada STEMI. Manfaat antiplatelet terutama aspirin pada STEMI dapatdilihat pada Antiplatelets Triallits' Collaboration. Data dari hampir

20.000 pasien dengan infark miokard yang berasal dari 15 randomised trial dikumpulkan dan menunjukkan penurunan relatif laju mortalitas sebesar 27%, dari 14,2% pada kelompok kontrol dibandingkan 10,4% pada pasien yang mendapat antiplatelet. Pada penelitian lSlS-2 pemberian aspirin menurunkan mortalitas vaskular sebesar 23% dan infark nonfatal sebesar 49%.6 Klopidogrel Klopidogrel harus diberikan segera mungkin pada semua pasien STEMI yang mengalami PCl. Pada pasien yang mengalami PCI dianjurkan dosing loading 600 mg. Sedangkan yang tidak menjalani PCI dosis loading 300 mg dilanjutkan dosis pemulihan 75 mg/hari.6 Prasugrel Prasugrel, suatu tienopiridin alternatif, menghambat agregasi trombosit lebih besar dibandingkan dengan klopidogrel. Pada peneletian TRITON-TlMl 38 yang membandingkan prasugrel dengan klopidogrel pada pasien sindrom kooroner akut yang direncanakan strategi invasuf dini, pasien STEMI yang mendapat prasugrel mempunyai mortalitas 30 hari lebih rendah pada outcome primer dan perbedaan tersebut menetap sampai 15 bulan. Laju trombosis stent pada hari ke30 lebih rendah bermakna dengan prasugrel. Manfaat prasugrel relatif terhadap klopidogrel pada pasien STEMI harus lebih besar daripada meningkatnya risiko perdarahan. Prasugrel tidak boleh diberikan pada pasien dengan riwayat strok atau serangan iskemik sementara dan tidak menunjukkan manfaat pada pasien >75 tahun atau pasien dengan berat badan > 60 kg.6 Ticagrelor Ticagrelor merupakan antagonis reseptor P2Y12, reversibel, yang tidak memerlukan konversi metabolik menjadi obat aktif. Penelitian PLATO (Platelet lnhibition and Potient Outcomes) membandingkan ticagrelor (dosis loading 180 mg, dilanjutkan 90 mg dua kalisehari) dengan klopidogrel (dosis loading 300 sampai 600 mg, dilanjutkan 75 mg perhari), untuk pencegahan kejadian kardiovaskular pada 18624 pasien SKA di mana 35% adalah STEMI. Terdapat penurunan bermakna kejadian trombosis stent dan kematian total pada kelompok yang mendapat ticagrelor yang menjalani intervensi koroner perkutan (PCl) primer, walarrpun terdapat lebih banyak strok dan kejadian perdarahan intrakranial pada kelompok ticagrelor.6 GP llb/llla lnhibitor Penggunaan obat GP llb/llla pada waktu PCI dapat dipertimbangkan secara individual untuk trombus yang besar atau looding anatagonis reseptor P2Y12 yang tidak adekuat. Pada pasien yang mendapat bivalirudin sebagai antikoagulan primer, penggunaan inhibitor GP llb/llla tambahan secara rutin tidak direkomendasikan, namun dapat dipertimbangkan sebagai penunjang atau terapi boil out pada kasus tertentu.6 Terapi Antikoagulan Unfractionoted Heparin Obat antitrombin standar yang digunakan dalam praktek klinis adalah unfractionoted heparin. Pemberian UFH lV segera sebagai tambahan terapi regimen aspirin dan obat trombolitik spesifik fibrin relatif (tPA, rPA atau TNK), membantu trombolisis dan memantapkan dan mempertahankan patensi arteri yang terkait infark. Dosis yang direkomendasikan adalah bolus 60 U/kg (maksimum 4000 U) dilanjutkan infus inisial

12U/kg perjam (maksimum 1000 U/jam). A ctivated partial thromboplostin time selama terapi pemeliharaan harus mencapai 1,5-2 kali.6 Low-Molecular-Weight Heparin (LMWH) Antikoagulan alternatif pada pasien STEMI adalah low molecular-weightheparin (LMWH). Pada penelitian ASSENT-3 enoksaparin dengan tenekteplase dosis penuhmemperbaiki mortalitas, reinfark di Rumah Sakit dan iskemia refrakter di Rumah Sakit.6 Fondaparinux Pada penelitian OASIS-6, fondaparinux dosis rendah, suatu obat anti-Xa tak langsung, lebih superior dibandingkan dengan plasebo atau heparin dalam mencegah kematian dan rginforce pada 5436 pasien yang mendapat terapi fibrinolitik. Pada subset pasien yang menjalani PCl, fondaparinux dikaitkan dengan insiden kematian atau infark berulang dalam 30 hari lebih tinggi (1%)yang tidak bermakna. Hal ini dikaitkan dengan terjadinya trombosis kateter, sehingga perlu diberikan tambahan bolus heparin intra vena, untuk mencegah trombosis kateter. 6 Pada pasca STEMI dengan onset <12 jam yang tidak diberikan terapi reperfusi, atau pasien STEMI dengan onset > 12 jam aspirin, klopidogrel dan obat anti trombin (heparin, enoksapirin atau fondaparinux) harus diberikan sesegera mungkin.6 Penyekat Beta Manfaat penyekat beta pada pasien STEMI dapat dibagi menjadi: yang terjadi segera jika obat diberikan secara akut dan yang diberikan dalam jangka panjang jika obat diberikan untuk pencegahan sekunder setelah infark. Pemberian penyekat beta akut lV memperbaiki keseimbangan suplai dan kebutuhan oksigen miokard, mengurangi nyeri, mengurangi luasnya infark dan menurunkan risiko kejadian aritmia ventrikel yang serius.6 Terapi penyekat beta pasca STEMI bermanfaat untuk sebagian besar pasien termasuk yang mendapat terapi inhibitor ACE. Kecuali pada pasien dengan kontraindikasi(pasien dengan gagaljantung atau fungsi sistolik ventrikel kiri sangat menurun, blok jantung, hipotensi ortostatik atau riwayat asma).6 lnhibitor ACE lnhibitor ACE menurunkan mortalitas pasca STEMI dan manfaat terhadap mortalitas bertambah dengan penambahan aspirin dan penyekat beta. Penelitian SAVE, AIRE dan TRACE menunjukkan manfaat inhibitor ACEyang jelas. Manfaat maksimal tampak pada pasien dengan risiko tinggi (pasien usia lanjut atau infark anterioI riwayat infark sebelumnya, dan,/atau fungsi ventrikel kiri menurun global), namun bukti menunjukkan manfaatjangka pendek teryadi jika inhibitor ACE diberikan pada semua pasien dengan hemodinamik stabil pada STEMI pasien dengan tekanan darah sistolik >100 mmHg). Mekanisme yang melibatkan penurunan remodeling ventrikel pasca infark dengan penurunan risiko gagal jantung. Kejadian infark berulang juga lebih rendah pada pasien yang mendapat inhibitor ACE menahun pasca infark.6 lnhibitor ACE harus diberikan dalam 24 jam pertama pasien STEMI. Pemberian inhibitor ACE harus dilanjutkan tanpa batas pada pasien dengan bukti klinis gagaljantung, pada pasien dengan pemeriksaan imaging menuniukkan penurunan fungsi ventrikel kiri secara global atau terdapat abnormalitas gerakan dinding global, atau pasien hipertensif. Penelitian klinis dalam tatalaksana pasien gaga! jantung termasuk data dari penelitian klinis

pada pasien STEMI menunjukkan bahwa ongiotensin receptor blockers (ARB) mungkin bermanfaat pada pasien dengan fungsi ventrikel kiri menurun atau gagaljantung klinis yang tak toleran terhadap inhibitor ACE.6 4. Perikarditis Perikarditis adalah peradangan perikard parietalis, viseralis atau keduanya. Respons perikard terhadap peradangan bervariasi dari akumulasi cairan atau darah (efusi perikard), deposisi fibrin, proliferasijaringan fibrosa, pembentukan granuloma ataukalsifikasi. ltulah sebabnya manifestasi klinis perikarditis sangat bervariasi dari yang tidak khas sampai yang khas.7 Klasifikasi Perikarditis Variasi klinis perikarditis sangat luas mulai dari efusi perikard tanpa tanda tamponad, tamponad jantung, perikarditis akut, dan perikarditis konstriktif.7 Patogenesis Salah satu reaksi radang pada perikarditis akut adalah penumpukan cairan (eksudasi) di dalam rongga perikard yang disebut sebagai efusi perikard. Efek hemodinamik efusi perikard ditentukan oleh jumlah dan kecepatan pembentukan cairan perikard. Efusi yang banyak atau timbul cepat akan menghambat pengisian ventrikel,penurunan volume akhir diastolik sehingga curah jantung sekuncup dan semenit berkurang. Kompensasinya adalah takikardia, tetapi pada tahap berat atau kritis akan meyebabkan gangguan sirkulasi dengan penurunan tekanan darah serta gangguan perfusi organ dengan segala akibatnya yang disebut sebagai tamponadjantung. Bila reaksi radang ini berlanjut terus, perikard mengalami fibrosis, jaringan parut luas, penebalan, kalsifikasi dan juga terisi eksudat,yang akan menghambat proses diastolik ventrikel, mengurangi isi sekuncup dan semenit serta mengakibatkan kongesti sistemik (perikarditis konstriktifa).7 Perikarditis Akut Perikarditis akut adalah peradangan primer maupun sekuder perkardium parietalis/viseralis atau keduanya. Etiologi bervariasi luas dari virus, bakteri, tuberkulosis, jamur, uremia, neoplasia, autoimun, trauma, infark jantung sampai ke idiopatik.7 Keluhan paling sering adalah sakit/nyeri dada yang tajam, retrosternal atau sebelah kiri. Bertambah sakit bila bernapas, batuk atau menelan. Keluhan lainnya rasa sulit bernapas karena nyeri pleuritik di atas atau karena efusi perikard.7 Pemeriksaan jasmani didapatkan friction rub presistolik, sistolik atau diastolik. Bila efusi banyak atau cepat terjadi,akan didapatkan tanda tamponad. Elektrokardiografi menunjukkan elevasi segmen ST. Gelombang T umumnya ke atas, tetapi bila ada miokarditis akan ke bawah (inversi).Foto jantung normal atau membesar (bila ada efusi perikard). Foto paru dapat normal atau menunjukkan patologi (misalnya bila penyebabnya tumor paru, TBC, dan lain-lain).Pemeriksaan laboratorium yang dianjurkan : leukosit, ureum, kreatinin, enzim jantung, mikrobiologisparasitologis, serologis, virologis, patologis dan imunologis untuk mencari penyebab peradangan dari sediaan darah, cairan perikad atau jaringan biopsi perikard.7 Ekokradiografi diharapkan untuk: 1. Menunjukkan efusi perikard, perkiraan jumlah dan lokasinya. 2. Menilai kontraktilitas ventrikel kiri (akan terganggu bila ada miokarditis) 3. Membedakan perikarditis dengan infark jantung.7 Penatalaksanaan

Semua pasien perikarditis akut harus dirawat untuk menilai/observasi timbulnya tamponad (1 dalam 10 perikarditis akut) dan membedakannya dengan infark jantung akut. Ekokardiografi diperlukan untuk mengira banyaknya efusi perikard.7 OAINS (obat anti inflamasi nonsteroid) dipakai sebagai dasar pengobatan medikamentosa (mengurangi rasa sakit dan anti-inflamasi). Kortikosetroid (prednisolon oral 60mg/ hari) diperlukan bila sakitnya tidak teratasi dengan OAINS. Pungsi perikard dilakukan untuk tindakan diagnostik. Bila timbul tamponad, maka pungsi perikard dilakukan sebagai tindakan terapi. Peri karditis rekurens (non-bakterial/virus yang dibuktikan dengan PCR) dapat diobati dengan kolkisin 1 mg-2mg/hari.7 Tamponad Tamponad terjadi bila jumlah efusi perikard menyebabkan hambatan serius aliran darah ke jantung (gangguan diastolik ventrikel). Penyebab tersering adalah neoplasma, idiopatik dan uremia. Perdarahan intraperikard juga dapat terjadi akibat dari kateterisasi jantung intervensi koroner, pemasangan pacu jantung, tuberkulosis, dan penggunaan antikoagulan.7 Keadaan umumpasien tampak buruk/berat. Tekanan darah turun, peninggian tekanan vena jugularis J tanda kusmaule (penurunan tekanan V jugularis pada saat inspirasi), takikardia, nadi lemah dengan tekanan nadi kecil, bunyi jantung yang lemah, serta napas yang cepat. Pelebaran area pekak prekordial, puisus paradoksus (penurunan tekanan sistolik > 1Omg pada inspirasi). Pulsus paradoksus terjadi karena pembesaran ventrikel kanan akibat inspirasi, menekan septum dan rongga ventrikel kiri, hingga mengurangi volume ventrikel kiri dan menurunkan curah jantung sekuncup.7 Foto toraks menunjukkan paru yang relatif bersih kecuali bila penyebabnya tumor paru/radang paru, bayangan jantung yang besar bentuk kendi (bila cairan>250m1) dengan pulsasi yang sangat minimal pada flouroskopi.7 EKG menunjukkan pengurangan voltase QRS (low voltage) danelectrical alternans. Ekokardiografi menunjukkan efusi perikard moderat atau berat (echo free spose di ruang depan jantung di bawah sternum dan dinding belakang jantung), swinging heart dengan kompresi diastolik vena cava, atrium kanan atau ventrikel kanan.7 Kateterisasi menurrunjukkan peninggian tekanan atrium kanan dengan gelombang X yang prominen serta gelombang Y yang berkurang atau menghilang. Tampak pula kesamaan tekanan diastolik keempat ruang jantung (atrium kanan, ventrikel kanan, atrium kiri dan ventrikel kiri). Pulsus alternans tampak pula lebih jelas.7 Tamponad jantung merupakan keadaan darurat dan harus diatasi dengan pungsi perikard. Etiologi harus dicari seperti pada perikarditis lainnya dan diobati sesuai penyebabnya.7

Aneurisma Aorta Aneurisma didefisinikan sebagai dilatasi patologis suatu segmen pembuluh darah. Aneurisma melibatkan ketiga lapisan dinding pembuluh darah, dimana dinding aorta intak, tapi berdilatasi, dan hal ini yang membedakannya dengan pseudoaneurisma, yaitu adanya lesi yang timbul akibat perdarahan melalui dinding aorta. Istilah aneurism aorta mengacu kepada

segmen patologis dari dilatasi aorta yang memiliki kecenderungan untuk berkembang dan ruptur. Aneurism aorta abdominalis (AAA) adalah bentuk aneurisma yang paling sering ditemukan. AAA mengenai 3-9% pria usia diatas 60 tahun. Ruptur aneurisma ini menyebabkan kematian sekitar 15.000 orang per tahun di Amerika Serikat. 8 Patogenesis aneurisma aorta abdominalis terdapat dalam empat tahapan yaitu degradasi proteolitik dinding aorta, inflamasi dan respon imun, stres biomekanik dinding aorta, dan faktor genetik. Terjadinya aneurisma mengikutsertakan proses kompleks pengrusakan lapisan media dan lamina aorta melalui degradasi elastin dan kolagen. Hal ini menyebabkan menurunnya kekuatan dinding aorta yang dapat mengarah menjadi aneurisma. Riwayat keluarga diketahui sebagai sebagai faktor risiko terjadinya AAA. Dioerkirakan sekitar 15% pasien AAA memiliki riwayat keluarga. Etiologi aneurisma antara lain degemeratif (usia, riwayat merokok, jenis kelamin laki-laki, riwayat keluarga aneurisma, hipolesterol), nekrosis kistik medial (sindorm marfan, sindrom Ehlers-Dalson tipe IV, riwayat keturunan, katup aorta bicuspid), diseksi aorta kronis, infeksi (sifilis, tuberculosis), dam trauma. 8 Aneurisma aorta dapat dikalsifikasikan menjadi aneurisma sejati (sakular, fusiform), aneurisma palsu, dan aneurisma diseksi (lihat gambar 2). Diagnosis ditegakkan berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang. Pada anamnesis aneurisma aorta torakalis umumnya asimtomatik, tetapi bila aneurisma membesar dapat menekan dan mengakibatkan erosi jaringan sekitar maka keluhan yang timbul berupa nyeri dada, sesak napas, wheezing, atau pnemonia rekuren, akibat dari efek penekanan dari trakea dan bronkus utama. Pada pemeriksaan aneurisma aorta torakalis terjadi dilatasi aorta yang dapat menyebabkan regurgitasi aorta yang berujung pada gagal jantung kronik, dan penekanan pada vena kava superior yang bermanifestasi edema pada leher, muka, dan ekstremitas superior. Sedangkan pada aneurisma aorta abdominal bisa ditemukan massa yang berpulsasi, luas, tidak nyeri bila ditekan, dan pada saat pemeriksaan penunjang ditemukan secara kebetulan seperti foto polos abdomen atau USG abdomen.8

Gambar 2. Jenis Aneurisma 8

Pemeriksaan penunjang yang dapat dilakukan yaitu foto toraks, ekokardiografi, USG abdomen, CT scan kontras, aortografi. Pada foto toraks umumnya ditemukan pelebaran bayangan mediastinum dan letak trakea yang terdorong, kompresi trakea atau cabang bronkus kiri yang tergeser atau tertekan. Aortografi merupakan pemeriksaan gold standard adanya aneurisma aorta, dapat menujukkan semua bagian anatomi dan bagian aorta yang terlibat.8 Penatalaksanaan awal pada aneurisma aorta adalah dengan cara mengontrol penyakit yang dapat memperburuk AA, yaitu mengontrol tekanan darah, optimalisasi profil lemak, berhenti merokok, dan mereduksi hal lain yang dapat menyebabkan aterosklerosis. Pasien dengan hipertensi sebaiknya target tekanan darah dibawah 140/90 mmHg pada pasien tanpa diabetes atau dibawah 130/80 mmHg pada pasien diabetes. Penatalaksanaan selanjutnya dengan tindakan invasif yaitu berupa Endovascular dan Open Surgical. 8 Kesimpulan Pasien yang datang dengan keluhan nyeri dada dapat di diagnosis dengan cepat karena nyeri dada pada setiap penyakit memiliki ciri disertai oleh gejala penyerta yang lain. Anamnesis yang lengkap dapat membawa ke arah penanganan yang tepat. Daftar Pustaka 1. Sherwood, L. Human physiology: from cells to system. Edisi ke-7. Canada: Brooks/Cole; 2010. 2. Gleadle J. At glance anamnesis. Jakarta: Erlangga; 2011.h.56 3. Gray HH, Dawkins KD, Morgan JM, Simpson IA. Lecture notes kardiologi. Jakarta: Erlangga; 2009.h.144 4. Salim S, Makmun LH. Pemeriksaan jantung. Dalam: Buku ajar ilmu penyakit dalam. Edisi 6. Jakarta: Interna Publishing; 2014.h.166-81 5. Setiati S, Sari DP, Rinaldi I, Ranitya R, Pitoyo CW. Editor. Lima puluh masalah kesehatan di bidang ilmu penyakit dalam. Jakarta: Interna Publishing; 2008.h.213-7 6. Loschalz0, Joseph. Harrison: Kardiologi dan pembuluh darah.Jakarta:EGC.2015 7. Sudoyo AW, Setiyohadi B, Alwi I, Simadibrata MK, Setiati S. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam . Jakarta: Interna Publishing; 2014. 8. Hasan R. Aneurisma aorta. Dalam: Buku ajar ilmu penyakit dalam. Edisi 6. Jakarta: Interna Publishing; 2014.h.1508-13

1.

More Documents from "Rafael Bimo"