Sken 12 B22.docx

  • Uploaded by: Teresa Evita Berhitu
  • 0
  • 0
  • June 2020
  • PDF

This document was uploaded by user and they confirmed that they have the permission to share it. If you are author or own the copyright of this book, please report to us by using this DMCA report form. Report DMCA


Overview

Download & View Sken 12 B22.docx as PDF for free.

More details

  • Words: 3,594
  • Pages: 15
Gangguan Afektif Bipolar Episode Kini Manik Teresa Berhitu 102016031 Mahasiswa Fakultas Kedokteran Universitas Kristen Krida Wacana

Pendahuluan Gangguan afektif bipolar adalah gangguan mood yang ditandai dengan perpindahan mood, pikiran, energi, perilaku, dan biasanya kronik serta berat. Depresi bipolar sama pada kelompok pria dan wanita dengan angka kejadian sekitar 5 per 1000 orang. Penderita depresi bipolar dapat mengalami bunuh diri 15 kali lebih banya dibandingkan dengan penduduk umum. Bunuh diri pertama-tama sering terjadi ketika tekanan pada pekerjaan, studi, tekanan emosional dalam keluarga terjadi pada tingkat yang paling berat. Pada risiko bunuh diri dapat meningkat selama menopause. Kebanyakan pasien dengan gangguan afektif bipolar secara potensial dengan terapi yang optimal dapat kembali fungsi yang normal. Dengan pengobatan yang kurang optimal hasilnya kurang baik dan dapat kambuh untuk melakukan bunuh diri lagi. Data menunjukkan bahwa pengobatan sering kurang optimal. Gangguan Bipolar dikenal juga dengan gangguan manik depresi, yaitu gangguan pada fungsi otak yang menyebabkan perubahan yang tidak biasa pada suasana 2 perasaan, dan proses berfikir. Disebut Bipolar karena penyakit kejiwaan ini didominasi adanya fluktuasi periodik dua kutub, yakni kondisi manik (bergairah tinggi yang tidak terkendali) dan depresi.

Anamnesis

Anamnesis merupakan wawancara medis yang merupakan tahap awal dari rangkaian pemeriksaan pasien, baik secara langsung pada pasien atau secara tidak langsung. Tujuan dari anamnesis adalah mendapatkan informasi menyeluruh dari pasien yang bersangkutan. Informasi yang dimaksud adalah data medis organobiologis, psikososial, dan lingkungan pasien, selain itu tujuan yang tidak kalah penting adalah membina hubungan dokter pasien yang profesional dan optimal. Hal-hal yang perlu diketahui seorang dokter dalam melakukan anamnesis pada pasien antara lain: 1. Identitas pasien seperti nama, alamat, umur, dan pekerjaan. 2. Keluhan utama pasien, hal utama yang membuat pasien datang menemui dokter. Dalam beberapa kasus yang berat ada kalanya kita tidak dapat menanyakan pada pasien karena pasien telah dalam keadaan gangguan kejiwaan yang berat, untuk itu kita juga dapat menanyakan hal ini kepada keluarganya (alloanamnesis). 3. Setelah itu tanyakan bagaimana penyakit itu bermula, bagaimana awal mula gangguan kejiwaan itu terjadi, sejak kapan, dan bagaimana keberlangsungannya, ini bermakna karena kebanyakan penyakit psikiatrik mengalami beberapa fase sebelum menjadi semakin parah. 4. Riwayat penyakit terdahulu, apakah pasien pernah mengalami penyakit yang dapat memicu terjadinya gangguan kejiwaan seperti demam tinggi, riwayat trauma kepala, mengkonsumsi obat-obatan Parkinson, obat anti-hipertensi dan kotikosteroid dalam jangka waktu lama. 5. Riwayat pribadi mencakup mengenai riwayat kelahiran pasien, apakah dia cukup bulan atau tidak, proses dilahirkan melalui Caesar atau normal, dan apakah ada masalah saat dia dalam kandungan. Jika pasien telah menikah, tanyakan mengenai pernikahannya. Intinya pada segmen ini kita harus menggali mengenai pribadi pasien. 6. Riwayat keluarga, tanyakan apakah di dalam keluarganya ada yang mengalami gangguan jiwa atau tidak.

Wawancara Psikiatri Wawancara psikitari merupakan komunikasi 2 arah terapis pada klien. Sebagai terapis hal-hal yang harus diketahui yakni: tidak mengadili/menghakimi, bukan interogasi, bersikap empati, memahami apa yang terjadi, menerima klien apa adanya, sikap berada di sampingnya, sikap menunjukkan perhatian, kontak mata sikap hangat dan sentuhan fisik, mampu menjadi pendengar yang baik, memberikan kesempatan berbicara kepada klien. Tujuannya untuk mendapat diagnosis yang dapat tepat dan mengenai faktor-faktor seperti biologik-genetik, tempramen, psikologik, perkembangan, pendidikan, dan sosial-budaya.1 Pemeriksaan Fisik Pemeriksaan fisik yang dapat dilakukan terdiri dari pemeriksaan status mental, status neurologis, dan status internus. Status Mental Hal-hal yang harus diketahui saat pemeriksaan status mental pasien yakni: 1. Penampilan saat pasien datang, dari penampilan dapat memberikan ciri khas pada beberapa penyakit psikiatrik, contohnya pada pasien mania biasanya mereka berpakaian dan berdandan berlebihan tidak sesuai dengan tempatnya. Contohnya mereka ke dokter seperti akan ke acara pernikahan. 2. Cara bicara, perhatikan pasien saat bicara. Biasanya pada pasien depresi mereka cenderung tertutup dan kurang member informasi, sedangkan pada pasien mania, mereka berbicara terus-menerus tiada henti. 3. Mood atau suasana hati. 4. Pikiran seperti bagaimana perhatian pasien, daya memorinya, apakah dia dapat menentukan sikap, serta cara berbahasa. 5. Persepsi, tanyakan apakah pasien merasa ada yang berbisik, atau melihat sesuatu yang tidak dilihat oleh dokter untuk mengetahui apakah pasien mengalami halusinasi. 6. Sensorium dimana pasien sering merasa kesemutan Psikodinamik formulasi adalah mekanisme pertahanan yang dilakukan oleh pasien. Seperti penolakan (deny), pada saat disalahkan dia akan menyalahkan orang lain, menggunakan orang lain untuk mencapai tujuannya.

Clinical Interview adalah cara yang dilakukan pemeriksa dalam menggali informasi kepada pasien agar pasien mau bercerita kepada dokter dengan leluasa. Hal ini dapat dicapai dengan menimbulkan kedekatan (rapport), kepercayaan (trust), penjaminan (reassurance), dan memberikan respon emosional yang positif.

Status Neurologis Meliputi pemeriksaan kesadaran, pemeriksaan pupil dan gerakan mata, pemeriksaan tanda rangsang meningeal, pemeriksaan saraf cranial, pemeriksaan motorik (gerakan pasif dan aktif), pemeriksaan refleks patologis (babinski dan klonus kaki), pemeriksaan koordinasi. Status Internus Meliputi pemeriksaan abdomen, thorax, jantung, agar dapat memastikan bahwa gangguan mania tersebut tidak disebabkan oleh adanya akibat dari penyakit dalam (interna) yang diderita pasien. Pemeriksaan Penunjang Pemeriksaan penunjang yang dapat dilakukan adalah uji psikologi, elektroensefalografi (EEG), dan CT-scan. Uji Psikologi Tes psikologi bertujuan untuk mengetahui perbedaan kepribadian dan kemampuan tiap orang. Pengertian tes psikologi adalah suatu ujian (test) untuk menguji mental dan dilakukan untuk menyeleksi serta menetapkan psikis khusus individu. Elektroensefalografi (EEG) Elektro Ensefalo Grafi (EEG) adalah suatu alat yang mempelajari gambar dari rekaman aktivitas listrik di otak, termasuk teknik perekaman EEG dan interpretasinya. Neuron-neuron di korteks otak mengeluarkan gelombang-gelombang listrik dengan voltase yang sangat kecil (mV), yang kemudian dialirkan ke mesin EEG untuk diamplifikasi sehingga terekamlah elektroenselogram yang ukurannya cukup untuk dapat ditangkap oleh mata pembaca EEG sebagai gelombang delta,alpha, beta, theta, gamma dsb. Saat terbaik perekaman adalah pada saat bebas obat

sehingga Gelombang Otak (Brainwave) yang didapat adalah Gelombang Otak (Brainwave) yang bebas dari pengaruh obat. Lama perekaman minimal 15-20 menit pada penderita sadar. CT-Scan Computed Tomography Scanning (CT Scan) adalah suatu peralatan radiologi yang dapat digunakan untuk menampilkan dan mengalokasikan suatu objek yang akan di diagnosis keadaannya dengan cara menggunakan teknik pemeriksaan tomografi untuk menghasilkan gambaran-gambaran objek yang berupa potongan-potongan tubuh secara axial dengan menggunakan prinsip kerja tomografi yang dilengkapi sistem komputer sebagai media pengolahan data-data software dan recontruksi gambar objek. Pada umumnya radiasi dari sinar X yang dihasilkan dalam pemeriksaan CT Scan adalah aman dengan indikasi medis yang sesuai.2 Kriteria Diagnosis Diagnosis gangguan bipolar dibuat berdasarkan gambaran klinis. Diagnosis dilakukan menggunakan skala diagnostik atau kuesioner gangguan mood. Ada dua skema diagnosis yang dapat digunakan yaitu, the International Classification of Disease of the World Health Organization (ICD-10) dan the Diagnostic of the American Psychiatric Association (DSM-5TM). Dalam DSM-5, gangguan bipolar dikelompokkan ke dalam bab Bipolar dan Gangguan Terkait (Bipolar and Related Disorder). Bipolar dan Gangguan Terkait dipisahkan dari Gangguan Depresif. Ia diletakkan antara Bab Spektrum Skizofrenia dan Gangguan Psikotik lainnya dengan Gangguan Depresif. Dalam DSM-5, pada kriteria A episod manik, ditambahkan dengan menetapnya secara abnormal peningkatan energi atau aktivitas yang bertujuan. Sebelumnya, pada DSM-IV-TR hanya menetapnya secara abnormal mood elasi, ekspansif atau iritabel. Episod manik yang muncul selama pemberian antidepresan dikualifikasikan sebagai episod manik gangguan bipolar, bila durasi gejala mania menetap melebihi efek fisiologik terapi. Diagnosis episod campuran diganti dengan gambaran campuran, sebagai penunjuk, dan diperlukan tiga gejala dari episod yang berlawanan yang diberlakukan untuk mania, hipomania, depresi. Penunjuk untuk cemas, dan depresi. Penunjuk untuk cemas, dan depresi. Penunjuk untuk cemas, dan risiko bunuh diri juga ditambahkan.

Diagnosis dalam Bab Bipolar dan Gangguan Terkait terdiri dari : 

GB-I



GB-II



Gangguan siklotimia



Bipolar dan gangguan terkait akibat induksi zat/obat



Bipolar dan gangguan terkait akibat kondisi medik lainnya



Bipolar spesifik lainnya dan gangguan terkait



Bipolar tak spesifik dan gangguan terkait lainnya

Macam-macam gangguan bipolar Bipolar dengan Episode Kini Manik dengan Gejala Psikotik Gambaran klinis merupakan bentuk mania yang lebih berat daripada keadaan yang digambarkan. Harga diri yang membumbung dan gagasan kebesaran dapat berkembang menjadi waham dan iritabilitas serta kecurigaan menjadi waham kejar. Pada kasus berat, waham kebesaran atau religius tentang identitas atau peranan mungkin mencolok, dan gagasan yang takabur dan percepatan berbicaranya mengakibatkan individu tidak dapat dipahami lagi. Aktivitas dan eksitasi fisik yang hebat dan terus menerus dapat menjurus kepada agresi dan kekerasan; pengabaian makan, minum, dan kesehatan pribadi dapat berakibat keadaan dehidrasi dan kelalaian diri yang berbahaya. Jika diperlukan, waham dan halusinasi dapat diperbedakan sebagai yang serasi atau tidak serasi dengan suasana perasaan (mood). “Tidak serasi” hendaknya diartikan meliputi waham dan halusinasi yang afektif netral. Misalnya waham rujukan tanpa makna bersalah atau menuduh, atau suara-suara yang berbicara dengan individu tentang peristiwa yang tidak mengandung arti emosional khusus. Pedoman diagnosis dari ICD-10 Classification of Mental and Behavioral Disorders: Diagnostic Criteria for Research, disebutkan episode mania dengan gejala psikotik: 1. Suasana perasaan meningkat dengan jelas, ekspansif, atau iritabel, dan abnormal bagi pribadi yang bersangkutan. Perubahan suasana perasaan harus nyata dan menetap

sekurangnya selama 1 minggu (kecuali jika cukup berat dan membutuhkan perawatan rumah sakit). 2. Setidaknya ada 3 tanda yang harus menyertai (4 bila afeknya hanya iritabel): (a) Peningkatan aktivitas atau kegelisahan fisik, (b) Suka bicara (ada dorongan untuk bicara terus), (c) Flight of ideas atau alur pikirnya seperti berpacu, (d) Hilangnya larangan sosial normal, menyebabkan perilaku yang tidak sesuai kepada keadaan, (e) Kebutuhan tidur berkurang, (f) Meningkatnya harga diri atau grandiositas, (g) Distraktibilitas atau perubahan terus-menerus dalam aktivitas dan rencana, (h) Perilaku sembrono atau membabibuta dengan resiko yang tidak diketahui, (i) Kecerobohan seksual. 3. Episode tidak dihubungkan dengan penggunaan zat psikoaktif atau gangguan mental organik lain. 4. Episode tidak bertumpang tindih dengan kriteria skizofrenia atau gangguan skizoafektif tipe mania. 5. Waham atau halusinasi muncul.2 Dari Pedoman Penggolongan dan Diagnosis Gangguan Jiwa (PPDGJ) III, pedoman diagnosis untuk Mania dengan Gangguan Psikotik:3 1. Gambaran klinis merupakan bentuk mania yang lebih berat dari F30.1 (Mania tanpa gejala psikotik). 2. Harga diri yang membubung dan gagasan kebesaran dapat berkembang menjadi waham kebesaran (delusion of grandeur), iritabilitas, dan kecurigaan menjadi waham kejar (delusion of persecution). Waham dan halusinasi “sesuai” dengan keadaan afek tersebut (mood congruent). Bipolar Episode Kini Manik tanpa Psikotik Suasana perasaan (mood) meninggi tidak sepadan dengan keadaan individu, dan dapat bervariasi antara keriangan (seolah-olah bebas dari masalah apapun) sampai keadaan eksitasi yang hampir tak terkendali. Eliasi (suasana perasaan yang meningkat) itu disertai dengan energi yang meningkat, sehingga terjadi aktivitas berlebihan, percepatan dan kebanyakan bicara, dan berkurangnya kebutuhan tidur. Pengendalian yang normal dalam kelakuan sosial terlepas, perhatian yang terpusat tak dapat dipertahankan, dan seringkali perhatian sangat mudah

dialihkan. Harga diri membumbung, dan pemikiran yang serba hebat dan terlalu optimistis dinyatakan dengan bebas. Mungkin terjadi gangguan persepsi, seperti apresiasi warna terutama yang menyala atau amat cerah (dan biasanya indah), keasyikan (mengikat perhatian) pada perincian sehalushalusnya mengenai permukaan dan penampilan barang, dan hiperakusis subjektif. Individu itu mungkin mulai dengan pelbagai rencana yang tidak praktis dan boros, membelanjakan uang secara serampangan, atau menjadi agresif, bersifat cinta kasih, atau berkelakar dalam situasi yang tidak tepat. Suasana perasaan (mood) yang tampil pada beberapa episode manik lebih banyak mudah tersingggung dan curiga, dripada elasi. Serangan pertama paling banyak muncul pada usia antara 15-30 tahun, namun dapat terjadi pada setiap usia antara akhir masa kanak sampai dasawarsa ketujuh atau kedelapan.2 Pedoman diagnosis berdasarkan pedoman diagnosis gangguan jiwa (PPDGJ-III), mania tanpa gejala psikotik: 1. Episode harus berlangsung sekurang-kurangnya 1 minggu, dan cukup berat sampai mengacaukan seluruh atau hampir seluruh pekerjaan dan aktivitas sosial yang biasa dilakukan. 2. Perubahan afek harus disertai dengan energi yang bertambah sehingga terjadi aktivitas yang berlebihan, percepatan dan kebanyakan bicara, kebutuhan tidur yang berkurang, ideide perihal kebesaran/ ”grandiose ideas” dan terlalu optimistik. 3. Ditambah dengan paling sedikit 4 gejala berikut ini: (a) Peningkatan aktivitas (ditempat kerja, dalam hubungan sosial atau seksual), atau ketidak-tenangan fisik, (b) Lebih banyak berbicara dari lazimnya atau adanya dorongan untuk berbicara terus menerus, (c) Lompat gagasan (flight of ideas) atau penghayatan subjektif bahwa pikirannya sedang berlomba (mania dengan gejala psikotik), (d) Rasa harga diri yang melambung tinggi (grandiositas, yang dapat bertaraf sampai waham/delusi), (f) Berkurangnya kebutuhan tidur, (g) Mudah teralih perhatian, yaitu perhatiannya terlalu cepat tertarik kepada stimulus luar yang tidak penting atau yang tak berarti, (h) Keterlibatan berlebih dalam aktivitas-aktivitas yang mengandung kemungkinan resiko tinggi dengan akibat yang merugikan apabila tidak diperhitungkan secara bijaksana, misalnya berbelanja berlebihan, tingkah laku seksual secara terbuka, penanaman modal secara bodoh, mengemudi kendaraan (mengebut) secara tidak bertangguang jawab dan tanpa perhitungan.3 Kriteria ICD–10 untuk episode mania (World Health Organization, 1992) tanpa gejala psikotik:

1. Elevasi mood atau perasaan dan iritabilitas. 2. Peningkatan energi dan overaktivitas. 3. Berbicara terus menerus. 4. Jangka waktu tidur menjadi pendek. 5. Disinhibisi sosial. 6. Perhatiannya mudah teralih. 7. Grandiositas. 8. Gemar menghambur-hamburkan uang atau hidup foya-foya. 9. Agresif.2 Etiologi Faktor Biologi 

Herediter Didapatkan fakta bahwa gangguan alam perasaan (mood) tipe bipolar (adanya episode manik dan depresi) memiliki kecenderungan menurun kepada generasinya, berdasar etiologi biologik. 50% pasien bipolar memiliki satu orangtua dengan gangguan alam perasaan/gangguan afektif, yang tersering unipolar (depresi saja). Jika seorang orang tua mengidap gangguan bipolar maka 27% anaknya memiliki resiko mengidap gangguan alam perasaan. Bila kedua orangtua mengidap gangguan bipolar maka 75% anaknya memiliki resiko mengidap gangguan alam perasaan. Keturunan pertama dari seseorang yang menderita gangguan bipolar berisiko menderita gangguan serupa sebesar 7 kali. Bahkan risiko pada anak kembar sangat tinggi terutama pada kembar monozigot (4080%), sedangkan kembar dizigot lebih rendah, yakni 10-20%.2



Genetik Beberapa studi berhasil membuktikan keterkaitan antara gangguan bipolar dengan kromosom 18 dan 22, namun masih belum dapat diselidiki lokus mana dari kromosom tersebut yang benar-benar terlibat. Yang menarik dari studi kromosom ini, ternyata penderita sindrom Down (trisomi 21) berisiko rendah menderita gangguan bipolar.2



Neurotransmiter Sejak ditemukannya beberapa obat yang berhasil meringankan gejala bipolar, peneliti mulai

menduga

adanya

hubungan

neurotransmiter

dengan

gangguan

bipolar.

Neurotransmiter tersebut adalah dopamine, serotonin, dan noradrenalin. Gen-gen yang

berhubungan dengan neurotransmiter tersebut pun mulai diteliti seperti gen yang mengkode

monoamine

oksidase

A

(MAOA),

tirosin

hidroksilase,

catechol-

Ometiltransferase (COMT), dan serotonin transporter (5HTT).2 

Kelainan Otak Kelainan pada otak juga dianggap dapat menjadi penyebab penyakit ini. Terdapat perbedaan gambaran otak antara kelompok sehat dengan penderita bipolar. Melalui pencitraan magnetic resonance imaging (MRI) dan positron-emission tomography (PET), didapatkan jumlah substansia nigra dan aliran darah yang berkurang pada korteks prefrontal subgenual. Selain itu

ditemukan volume yang kecil pada amygdala dan

hipokampus. Korteks prefrontal, amygdala dan hipokampus merupakan bagian dari otak yang terlibat dalam respon emosi (mood dan afek).2

Faktor Psikososial 

Peristiwa Kehidupan dan Stres Lingkungan Satu pengamatan klinis yang telah lama yang telah direplikasi adalah bahwa peristiwa kehidupan yang menyebabkan stress lebih sering mendahului episode pertama gangguan suasana perasaan daripada episode selanjutnya. Hubungan tersebut telah dilaporkan untuk pasien gangguan depresif berat dan gangguan bipolar I.5



Teori Kognitif Menurut teori kognitif, interpretasi yang keliru (misinterpretation) kognitif yang sering adalah melibatkan distorsi negatif, pengalaman hidup, penilaian diri yang negatif, pesimisme, dan keputusasaan. Pandangan negatif yang dipelajari tersebut selanjutnya menyebabkan perasaan depresi. Seorang ahli terapi kognitif berusaha untuk mengidentifikasi hal yang negatif dengan menggunakan tugas perilaku, seperti mencatat dan secara sadar memodifikasi pikiran pasien.5

Epidemiologi Dapat dikatakan insiden gangguan bipolar tidak tinggi, berkisar antara 0,3-1,5%. Namun, angka itu belum termasuk yang misdiagnosis. Risiko kematian terus membayangi penderita bipolar. Biasanya kematian itu dikarenakan mereka mengambil jalan pintas yaitu bunuh diri. Risiko bunuh diri meningkat pada penderita bipolar yang tidak diterapi yaitu 5,5 per 1000 pasien.

Sementara yang diterapi ’hanya’ 1,3 per 1000 pasien. Gangguan pada lelaki dan perempuan sama, umumnya timbul di usia remaja atau dewasa. Hal ini paling sering dimulai sewaktu seseorang baru menginjak dewasa, tetapi kasus-kasus gangguan bipolar telah didiagnosis pada remaja dan bahkan anak-anak3. Manifestasi Klinik Berdasarkan Diagnostic and Statistical Manual (DSM) IV, gangguan bipolar dibedakan menjadi 2 yaitu gangguan bipolar I dan II. Perbedaannya adalah pada gangguan bipolar I memiliki episode manik sedangkan pada gangguan bipolar II mempunyai episode hipomanik. Beberapa ahli menambahkan adanya bipolar III dan bipolar IV namun sementara ini yang 2 terakhir belum dijelaskan. Gangguan bipolar I dibagi lagi menjadi beberapa bagian menurut perjalanan longitudinal gangguannya. Namun hal yang pokok adalah paling tidak terdapat 1 episode manik di sana. Walaupun hanya terdapat 1 episode manik tanpa episode depresi lengkap maka tetap dikatakan gangguan bipolar I. Adapun episode-episode yang lain dapat berupa episode depresi lengkap maupun episode campuran, dan episode tersebut bisa mendahului ataupun didahului oleh episode manik. Gangguan bipolar II mempunyai ciri adanya episode hipomanik. Gangguan bipolar II dibagi menjadi 2 yaitu tipe hipomanik, bila sebelumnya didahului oleh episode depresi mayor dan disebut tipe depresi bila sebelum episode depresi tersebut didahului oleh episode hipomanik Berdasarkan Pedoman Penggolongan dan Diagnosis Gangguan Jiwa (PPDGJ) III, gangguan ini bersifat episode berulang yang menunjukkan suasana perasaan pasien dan tingkat aktivitasnya jelas terganggu, dan gangguan ini pada waktu tertentu terdiri dari peninggian suasana perasaan serta peningkatan energi dan aktivitas (mania atau hipomania), dan pada waktu lain berupa penurunan suasana perasaan serta pengurangan energi dan aktivitas (depresi). Yang khas adalah terdapat penyembuhan sempurna antar episode. Episode manik biasanya mulai dengan tiba-tiba dan berlangsung antara 2 minggu sampai 4-5 bulan, sedangkan depresi cenderung berlangsung lebih lama., rata-rata 6 bulan. Episode pertama bisa timbul pada setiap usia dari masa kanak-kanak sampai tua. kebanyakan kasus terjadi pada dewasa muda berusia 2030 tahun. Semakin dini seseorang menderita bipolar maka risiko penyakit akan lebih berat, kronik bahkan refrakter.

Episode manik dibagi menjadi 3 menurut derajat keparahannya yaitu hipomanik, manik tanpa gejala psikotik, dan manik dengan gejala psikotik. Hipomanik dapat diidentikkan dengan seorang perempuan yang sedang dalam masa ovulasi (’estrus’) atau seorang laki-laki yang dimabuk cinta. Perasaan senang, sangat bersemangat untuk beraktivitas, dan dorongan seksual yang meningkat adalah beberapa contoh gejala hipomanik. Derajat hipomanik lebih ringan daripada manik karena gejalagejala tersebut tidak mengakibatkan disfungsi sosial. Pada manik, gejala-gejalanya sudah cukup berat hingga mengacaukan hampir seluruh pekerjaan dan aktivitas sosial. Harga diri membumbung tinggi dan terlalu optimis. Perasaan mudah tersinggung dan curiga lebih banyak daripada elasi. Tanda manik lainnya dapat berupa hiperaktifitas motorik berupa kerja yang tak kenal lelah melebihi batas wajar dan cenderung non-produktif, euphoria hingga logorrhea (banyak berbicara, dari yang isi bicara wajar hingga menceracau dengan 'word salad'), dan biasanya disertai dengan waham kebesaran, waham kebesaran ini bisa sistematik dalam artian berperilaku sesuai wahamnya, atau tidak sistematik, berperilaku tidak sesuai dengan wahamnya. Bila gejala tersebut sudah berkembang menjadi waham maka diagnosis mania dengan gejala psikotik perlu ditegakkan3,4,5. Tatalaksana Terapi Farmakologi Setelah diagnosis gangguan bipolar ditegakkan, terapi farmakologi segera diberikan. Hampir semua pasien memerlukan stabilisator mood untuk mengatasi episode mood yang terjadi dan sebagian besar memerlukan satu atau lebih stabilisator mood. Saat ini ada empat jenis obat yang dikategorikan sebagai stabilisator mood yaitu litium, valproat, lamotrigin, dan karbamazepin. Terapi Non Farmakologi 

Konsultasi

Suatu konsultasi dengan seorang psikiater atau psikofarmakologis selalu sesuai bila penderita tidak menunjukkan respon terhadap terapi konvensional dan medikasi. 

Diet

Terkecuali pada penderita dengan monoamine oxidase inhibitors (MAOIs), tidak ada diet khusus yang dianjurkan. Penderita dianjurkan untuk tidak merubah asupan garam, karena peningkatan asupan garam membuat kadar litium serum menurun dan menurunkan efikasinya, sedangkan mengurangi asupan garam dapat meningkatkan kadar litium serum dan menyebabkan toksisitas. 

Aktivitas

Penderita dengan fase depresi harus didukung untuk melakukan olahraga/aktivitas fisik. Jadwal aktivitas fisik yang reguler harus dibuat. Baik aktivitas fisik dan jadwal yang reguler meupakan kunci untuk bertahan dari penyakit ini. Namun, bila aktivitas fisik ini berlebihan dengan peningkatan respirasi dapat meningkatkan kadar litium serum dan menyebabkan toksisitas litium. 

Edukasi

Terapi pada penderita gangguan bipolar melibatkan edukasi awal dan lanjutan. Tujuan edukasi harus diarahkan tidak hanya langsung pada penderita, namun juga melalui keluarga dan sistem disekitarnya. Fakta menunjukkan edukasi tidak hanya meningkatkan ketahanan dan pengetahuan mereka tentang penyakit, namun juga kualitas hidupnya. Komorbid Sebagian besar penderita bipolar tidak hanya menderita bipolar saja tetapi juga menderita gangguan jiwa yang lain (komorbid). Penelitian oleh Goldstein BI dkk, seperti dilansir dari Am J Psychiatry 2006, menyebutkan bahwa dari 84 penderita bipolar berusia diatas 65 tahun ternyata sebanyak 38,1% terlibat dalam penyalahgunaan alkohol, 15,5% distimia, 20,5% gangguan cemas menyeluruh, dan 19% gangguan panik5. Prognosis • Pasien dengan gangguan bipolar I mempunyai prognosis lebih buruk. Di dalam 2 tahun pertama setelah peristiwa awal, 40-50% tentang pasien mengalami serangan manik lain. • Hanya 50-60% pasien dengan gangguan bipolar I yang dapat diatasi gejalanya dengan lithium. 7% pasien ini, gejala tidak terulang. 45% Persen pasien mengalami lebih dari sekali kekambuhan dan lebih dari 40% mempunyai suatu gejala yang menetap. • Faktor yang memperburuk prognosis : - Riwayat pekerjaan yang buruk/kemiskinan - Disertai dengan penyalahgunaan alkohol - Disertai dengan gejala psikotik - Gejala depresi lebih menonjol

- Jenis kelamin laki-laki • Prognosis lebih baik bila : - Masih dalam episode manik 18 - Usia lanjut - Sedikit pemikiran bunuh diri - Tanpa atau minimal gejala psikotik - Sedikit masalah kesehatan medis

Kesimpulan Gangguan Bipolar dikenal juga dengan gangguan manik depresi, yaitu gangguan pada fungsi otak yang menyebabkan perubahan yang tidak biasa pada suasana 2 perasaan, dan proses berfikir. Disebut Bipolar karena penyakit kejiwaan ini didominasi adanya fluktuasi periodik dua kutub, yakni kondisi manik (bergairah tinggi yang tidak terkendali) dan depresi. Berdasarkan Diagnostic and Statistical Manual (DSM) IV, gangguan bipolar dibedakan menjadi 2 yaitu gangguan bipolar I dan II. Perbedaannya adalah pada gangguan bipolar I memiliki episode manik sedangkan pada gangguan bipolar II mempunyai episode hipomanik. Episode manik dibagi menjadi 3 menurut derajat keparahannya yaitu hipomanik, manik tanpa gejala psikotik, dan manik dengan gejala psikotik. Derajat hipomanik lebih ringan daripada manik karena gejala gejala tersebut tidak mengakibatkan disfungsi sosial. Untuk pengobatannya secara farmakologis dapat digunakan antipsikotik dan antidepresan, setelah itu dapat juga ditambah psikoterapi.

DAFTAR PUSTAKA 1. Oegondo S. Penuntun anamnesis dan pemeriksaan fisis. Jakarta: Pusat Penerbit Departemen Ilmu Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. 2009. 2. Sadock, Benjamin J, Virgina A. Kaplan & Sadock's synopsis of psychiatry: behavioral sciences/clinical

psychiatry.10th

Edition. New

York :

Lippincott

Williams

&

Wilkins.2007.p.777-857. 3. Maslim R. Diagnosis gangguan jiwa, rujukan ringkas PPDGJ III, pedoman diagnostik F30-39 : gangguan suasana perasaan/mood (gangguan afektif). Jakarta, Bagian Ilmu Kedokteran jiwa FK – Unika Atmajaya.2009. 4. Kaplan, Harold I, Benjamin J. Sadock, ahli bahasa Wicaksana M. Ilmu kedokteran jiwa darurat. Jakarta : Binarupa Aksara.2002.h.73-8. 5. Elvira S. D, Hadisukanto G. Buku Ajar Psikiatri. Jakarta : Badan Penerbit FKUI. 2017.h. 228-257.

Related Documents

Sken 12 B22.docx
June 2020 8
Sken 12.docx
June 2020 0
Sken 9 B23.docx
May 2020 6
Ppt Sken 3.pptx
November 2019 22
Makalaha2 Sken 3.docx
May 2020 12
Novia Sken 3.docx
May 2020 8

More Documents from "Yogi Sampe Pasang"