Sken 9 B23.docx

  • Uploaded by: Jelow
  • 0
  • 0
  • May 2020
  • PDF

This document was uploaded by user and they confirmed that they have the permission to share it. If you are author or own the copyright of this book, please report to us by using this DMCA report form. Report DMCA


Overview

Download & View Sken 9 B23.docx as PDF for free.

More details

  • Words: 6,595
  • Pages: 22
Gambaran Penyakit Katarak Senilis Glorya Jesica Lopis (102016093) Mahasiswa Fakultas Kedokteran Universitas Kristen Krida Wacana Jalan Arjuna Utara No. 6, Kebon Jeruk, Jakarta Barat Alamat Korespondensi : [email protected]

Abstrak Katarak merupakan gangguan pada lensa mata, karena lensa mata menjadi keruh. Kekeruhan ini menyebabkan penglihatan penderita akan menjadi kabur. Penyebab katarak belum diketahui secara pasti, namun banyak faktor resiko yang dapat menyebabkan terjadinya katarak. Salah satu faktor resikonya adalah usia atau disebut juga katarak senilis. Katarak imatur adalah katarak yang belum menutupi seluruh, sedangkan katarak yang menutupi seluruh lensa disebut katarak matur atau katarak hipermatur. Katarak dapat di perbaiki dengan melakukan tindakan bedah. Tidak ada pencegahan yang baik dan tepat untuk katarak, hanya akan disarankan untuk makan-makanan yang sehat, tidak merokok, hindari paparan sinar UV langsung terlalu lama. Kata kunci: Katarak, katarak senilis

Abstract Cataract is a disorder of the eyepiece, because the lens of the eye becomes cloudy. This turbidity causes the patient's vision to be blurred. The cause of cataracts is not known for sure, but many risk factors can cause cataracts. One risk factor is age or also called senile cataract. Immature cataracts are cataracts that have not covered the whole, while cataracts that cover the entire lens are called mature cataracts or hypermatic cataracts. Cataracts can be repaired by performing surgical procedures. There is no good and appropriate prevention for cataracts, it will only be advisable to eat healthy foods, not smoke, avoid exposure to direct UV light for too long. Keywords: Cataracts, senile cataracts

Pendahuluan Katarak berasal dari Yunani Katarrhakies, Inggeris Cataract, dan Latin cataracta yang berarti air terjun. Dalam bahasa Indonesia disebut bular dimana penglihatan seperti tertutup air terjun akibat lensa yang keruh. Katarak adalah setiap keadaan kekeruhan pada lensa yang dapat terjadi akibat hidrasi (penambahan cairan) lensa, denaturasi protein lensa terjadi akibat kedua-duanya. Katarak merupakan penyebab tersering kebutaan yang dapat diobati di seluruh dunia. Sebagian besar katarak timbul pada usia tua sebagai akibat pajanan kumulatif terhadap pengaruh lingkungan dan pengaruh lainnya seperti merokok, radiasi UV, peningkatan kadar gula darah dan disebut juga sebagai katarak terkait usia. Penyakit ini biasanya mengenai kedua mata dan berjalan progresif ataupun dapat tidak mengalami perubahan dalam waktu yang lama. Katarak merupakan penyakit pada usia lanjut atau senilis yang terjadi sesudah usia 50 tahun namun dapat juga kongenital yang terjadi sebelum usia 1 tahun atau juvenile yang terjadi sesudah usia 1 tahun, maupun penyulit penyakit mata lokal menahun, dan dapat berhubungan dengan penyakit intraocular lainnya. Pada makalah ini akan dibahas mengenai Katarak Senilis.

Anamnesis Anamnesis merupakan suatu wawancara antara pasien dengan dokter untuk mengetahui riwayat kondisi pasien, riwayat penyakit pasien dahulu, riwayat penyakit keluarga, gejala-gejala yang dialami pasien yang bertujuan mengetahui masalah medis pasien dan membuat diagnosis banding.1 1. Identitas pasien Nama, usia, jenis kelamin, pekerjaan yang sering terpapar sinar matahari secara langsung, tempat tinggal sebagai gambaran kondisi lingkungan dan keluarga, dan keterangan lain mengenai identitas pasien. 2. Riwayat penyakit sekarang Keluhan utama pasien katarak biasanya antara lain: 

Penurunan ketajaman penglihatan secara progresif (gejala utama katarak).



Mata tidak merasa sakit, gatal atau merah



Berkabut, berasap, penglihatan tertutup film



Perubahan daya lihat warna



Gangguan penglihatan malam hari, lampu besar sangat menyilaukan mata



Lampu dan matahari sangat mengganggu



Sering meminta ganti resep kaca mata



Penglihatan ganda



Baik melihat dekat pada pasien rabun dekat ( hipermetropia)

3. Riwayat penyakit dahulu Menanyakan pasien apa ada riwayat penyakit dahulu seperti diabetes mellitus, hipertensi, pembedahan mata sebelumnya, dan penyakit metabolik lainnya memicu resiko katarak, riwayat pengobatan dan riwayat alergi 4. Riwayat Kesehatan Keluarga Riwayat katarak dalam keluarga.

Pemeriksaan Fisik 

Tanda Tanda Vital Pertama yang diperiksa adalah Intensitas nadi, yaitu berhubungan dengan karakteristik pembuluh darah dan tekanan nadi dimana kecepatan denyut nadi normal pada dewasa yang sehat berkisar dari 50-100 denyut/menit. Kecepatan pernapasan, dimana pada orang normal, peningkatan konsentrasi karbondioksida dan ion hidrogen dalam darah merangsang peningkatan ventilasi dan juga pemeriksa harus waspada bahwa, peningkatan kecepatan pernapasan involunter sering terjadi bila subjek menyadari bahwa pernapasannya sedang diamati sehingga penghitungan kecepatan pernapasan dilakukan secara diam-diam. Kecepatan pernapasan normal adalah 1218x/menit pada orang dewasa. Suhu tubuh, dimana suhu tubuh manusia konstan pada keadaan sehat, suhu fisiologis manusia rata-rata yaitu 37oC; dan tekanan darah, dimana tekanan darah normal pada kebanyakan orang dewasa sehat yaitu 120/80. Pemeriksaan TTV terutama untuk kasus ini mengukur tekanan darah untuk megetahui apakah pasien hipertensi atau tidak. 2



Pemeriksaan mata dasar Pada pasien katarak mata tidak mengalami iritasi sehingga secara umum pada pemeriksaan fisik mata dari luar tidak ditemukan kelainan yang menjadi keluhan pasien ialah berkurangannya kemampuan akomodasi. Hilangnya transparansi lensa ini dapat menyebabkan penglihatan menjadi kabur, baik penglihatan jauh maupun dekat namun tidak disertai dengan rasa nyeri. Pada pasien katarak tidak ditemukan adanya tanda peradangan baik pembengkakan, eritema, panas dan nyeri tekan. Secara

makroskopi pada katarak yang matur dapat terlihat adanya kekeruhan di daerah belakang pupil yang umumnya berwarna putih keabu-abuan. Karena didapati penurunan ketajaman penglihatan pada katarak maka pemeriksaan visus dengan menggunakan uji ketajaman penglihatan Snellen diperlukan. Secara umum didapatkan korelasi antara penurunan ketajaman penglihatan dengan tingkat kepadatan katarak.3 Pemeriksaan mata dasar tersebut ialah: 1. Mata eksternal : Pemeriksaan mata eksternal tidak jauh berbeda dari pemeriksaan fisik umumnya. Untuk melihat kamera okuli anterior, serta batas-batasnya seperti kornea, iris, lensa maka kita memakai senter. Kedalaman diukur dengan shallow chamber dari arah temporal. a. Palpebra b. Conjungtiva c. Kornea d. Kamera anterior e. Iris/pupil f. Lensa 2. Ketajaman visus /VA Pada pemeriksaan visus atau VA kita menilai ketajaman penglihatan, manusia normal memiliki ketajaman penglihatan 1,0, 20/20 atau 6/6 yang berarti pasien dapat melihat dalam jarak 6 meter (numerator) dan secara normal seseorang dapat melihat dalam jarak 6 meter (denominator). Pemeriksaan visus dilakukan pertama kali sebelum pemeriksaan lain kecuali pada suatu trauma yang emergensi misalnya trauma kimia. Pemeriksaan dengan memakai Snellen chart (umumnya, dan pada orang normal yang tidak buta huruf). Pemeriksaan dilakukan dalam jarak 6 meter, pasien duduk tenang dan mencoba melihat dan membaca huruf yang kita tunjuk. Perlu diingat bahwa pemeriksaan dilakukan kepada 1 mata secara bergantian, dan dimulai dengan mata kanan. Baris terakhir yang bisa dibaca itulah visus pasien. Jika pasien tidak dapat melihat huruf terbesar artinya visus kurang dari 6/60 atau 20/200 maka kita memakai cara finger counting.3 Tes finger counting dilakukan pertama dalam jarak 1 meter, dilakukan maksimal sampai 5 meter. Misalnya pasien dapat menghitung jari dalam sampai jarak 3 meter maka laporannya ialah visus 3/60. Jika pasien tidak dapat menghitung jari, maka kita melakukan tes hand movement. Uji ini dilakukan hanya 1 kali pada

jarak 1 meter. Jika pasien mampu melihat gerakan (lambaian) tangan maka laporannya visus 1/300. Jika visus sudah sangat buruk sehingga tes hand movementpun gagal, maka kita lakukan uji persepsi cahaya. Uji ini sebaiknya dilakukan di dalam dark room. Pada uji light perception ini dapat dilihat dari arah mana proyeksi cahayanya. Jika pasien tidak dapat membedakan lagi maka artinya no light perception atau visus 0. Suatu penurunan visus kita asumsikan menjadi kelainan pada media refraksi, maka dapat dikoreksi dengan lensa. Kita bisa memberi lensa pin hole agar membantu memfokuskan cahaya yang masuk tepat di macula.3 Tujuan tes ini adalah untuk membedakan antara kelainan refraksi dan kelainan media refraksi. Bila ada kelainan refraksi, maka dengan melakukan uji pinhole didapatkan perbaikan pada ketajaman penglihatan. Hal ini dikarenakan fungsi dari pinhole yang dapat memfokuskan cahaya yang masuk sehingga jatuh tepat pada makula lutea. Pada katarak terjadi kelainan pada media refraksi sehingga uji pinhole tidak memperbaiki ketajaman penglihatan penderita. 3. Lapang pandang Pemeriksaan lapang pandang terdiri dari tes konfrontasi dan perimetri. Uji ini dilakukan untuk menilai lapang pandang pasien. Kelainan lapang pandang dapat terjadi pada gangguan di jalur lintasan visual. Perimetri adalah penggunaan alat untuk memeriksa lapangan pandang dengan mata terfiksasi sentral. Penilaian lapangan pandang merupakan hal yang penting dilakukan pada keadaan penyakit yang mempunyai potensi terjadinya kebutaan. Pada glaukoma pemeriksaan ini berguna dalam pengobatan penyakit dan pencegahan kebutaan. Perimeter adalah setengah lingkaran yang dapat diubah-ubah letaknya pada bidang meridiannya. Cara pemakaiannya serta cara melaporkan keadaan sewaktu pemeriksaan sama dengan kampimeter. Pemeriksaan lapang pandangan dilakukan dengan Perimeter, merupakan alat yang dipergunakan untuk menentukan luas lapang pandangan. Alat ini berbentuk setengah bola dengan jari- jari 30 cm, dan pada pusat parabola ini penderita diletakkan untuk diperiksa. Batas lapang pandangan perifer adalah 90° temporal, 75° inferior, 60° nasal, dan 60° superior. Dapat dilakukan pemeriksaan statik ataupun kinetik.2 Ada 2 cara pemeriksaan perimetri, yaitu : a. Perimetri kinetik yang disebut juga perimeter isotropik dan topografik, dimana pemeriksaan dilakukan dengan objek digerakkan dari daerah tidak terlihat menjadi terlihat oleh pasien.

b. Perimetri statik atau perimeter profil dan perimeter curve differential threshold, dimana pemeriksaan dengan tidak menggerakkan objek akan tetapi dengan menaikkan intensitas objek sehingga terlihat oleh pasien. Pemeriksaan lapangan pandang (visual field) yang sederhana dapat dilakukan dengan jalan membandingkan lapang pandang pasien dengan pemeriksa (yang dianggap normal) yaitu dengan metode konfrontasi dari Donder. Teknik pemeriksaan tes konfrontasi adalah dengan cara pasien duduk atau berdiri berhadapan dengan pemeriksa dengan jarak kira-kira 1 meter. Bila mata kanan yang hendak diperiksa lebih dahulu, maka mata kiri pasien harus ditutup, misalnya dengan tangannya atau kertas, sedangkan pemeriksa harus menutup mata kanannya. Pasien diminta untuk memfiksasi pandangannya pada mata kiri pemeriksa. Kemudian pemeriksa menggerakkan jari tangannya di bidang pertengahan antar pemeriksa dan pasien. Gerakan dilakukan dari arah luar ke dalam. Jika pasien sudah melihat gerakan jari-jari pemeriksa, ia harus memberi tanda dan dibandingkan dengan lapang pandang pemeriksa.2,3 Bila terjadi gangguan lapang pandang, maka pemeriksa akan lebih dahulu melihat gerakan tersebut. Gerakan jari tangan ini dilakukan dari semua arah (atas, bawah, nasal, temporal). Pemeriksaan dilakukan pada masing-masing mata. Bila pasien tidak dapat melihat jari pemeriksa sedangkan pemeriksa sudah dapat melihatnya, maka hal ini berarti bahwa lapang pandang pasien menyempit. Kedua mata diperiksa secara tersendiri dan lapang pandang tiap mata dapat memperlihatkan bentuk yang khas untuk tipe lesi pada susunan nervus optikus. Uji konfrontasi merupakan uji pemeriksaan lapang pandangan yang paling sederhana karena tidak memerlukan alat

tambahan. Lapang pandangan pasien

dibandingkan dengan lapang pandangan pemeriksa. Tes yang digunakan untuk mengidentifikasi defek lapang pandang neurologis adalah dengan menggunakan objek berwarna merah. Lapang pandang merah merupakan yang paling sensitif terhadap lesi saraf optik. Untuk melakukan tes konfrontasi digunakan jarum dengan kepala berwarna merah. Pasien diminta untuk mengatakan saat ia pertama kali melihat kepala jarum tersebut berwarna merah (bukan saat ia pertama kali melihat kepala jarum tersebut). Cara yang lebih sederhana, satu objek berwarna merah dapat dipegang di tiap kuadran atau setengah lapang pandang dan pasien diminta untuk membandingkan kualitas warna merah di tiap lokasi. Pada defek lapang pandang hemianopik, warna merah akan tampak lebih buram di lapang pandang yang terkena.

4. TIO palpasi Pada katarak komplikasi yang mungkin terjadi ialah glaukoma. Maka sangat penting memeriksa tekanan intra okuler. Tonometri ialah cara memeriksanya, yang paling sederhana tentunya tonometri perpalpasi, kita bisa membandingkan TIO kiri dan kanan maupun TIO pasien dengan kita sebagai pemeriksa (dianggap normal).4 5. Funduskopi Pemeriksaan oftalmoskopi direk dapat digunakan untuk memeriksa segmen anterior (termasuk lensa) maupun fundus. Kekeruhan yang ada pada lensa akibat katarak juga dapat diperlihatkan pada pemeriksaan oftalmoskopi direk. Indikator lainnya pada oftalmoskopi direk untuk penderita katarak adalah berkurangnya reflex merah. Refleks ini merupakan perubahan warna pupil menjadi jingga kemerahan yang lebih terang dan homogen jika cahaya pemeriksa tepat sejajar dengan sumbu visual yaitu saat pasien melihat ke arah cahaya oftalmoskop. Adanya kekeruhan pada lensa dapat menghalangi seluruh atau sebagian reflex cahaya dan menyebabkan tampaknya bintik atau bayangan gelap. Bila hal ini terjadi pasien dapat disuruh melihat ke tempat lain sejenak kemudian kembali melihat cahaya, bila kekeruhan ini bergerak maka kemungkinan letaknya ada dalam vitreus. Sedangkan bila tidak bergerak kemungkinan kekeruhan ini berasal dari lensa. Pada stadium inpisien dan imatur tampak kekaburan yang kehitaman dengan latar belakang merah jambu. Pada stadium matur haya didapat warana putih atau kehitaman tanpa latar belakang merah jambu, lensa sudah keruh.4

Pemeriksaan Penunjang Pemeriksaan fundus dengan oftalmoskop dapat membantu menyingkirkan diagnosis banding adanya suatu retinopati yang timbul 20 tahun setelah pasien menderita diabetes mellitus. Umumnya oftalmoskopi direk tidak cukup untuk mengentahui hal ini karena adanya kekeruhan pada lensa yang mempersulit pemeriksa melihat fundus mata. Oleh karena itu dapat digunakan pemeriksaan penunjang berupa angiografi fundus untuk mengetahui adanya suatu mikroaneurisma pada pembuluh darah yang memperdarahi retina. Prinsip pemeriksaan ini adalah melihat gambaran pembuluh darah dengan bantuan media flouresein yang disuntikan melalui vena lengan. Pada saat pemeriksaan ini dapat terlihat gambaran pembuluh darah retina. Normalnya terlihat gambaran ground glass. Bila ada suatu mikroaneurisma seperti pada penderita retinopati diabetes, maka pemeriksaan ini dapat menegakkan diagnosis tersebut.1

Pemeriksaan penunjang selain yang dilakukan untuk mata ialah pemeriksaan laboratorium darah. Hal ini penting mengingat pasien juga memiliki riwayat diabetes mellitus. Pertama tentu darah rutin diperiksa sebagai parameter darah dasar. Pemeriksaan darah yang kita dapat lakukan ialah memeriksa kadar glukosa darah. Misalnya gula darah sewaktu Bukan DM <110 mg/dL, belum pasti DM 110-199 mg/dL, DM ≥ 200 mg/dL.5 Pemeriksaan GDS penting karena kita perlu mengontrol kadar glukosa darah pasien. Selain itu pasien dengan diabetes memberi kontribusi untuk perjalanan penyakit kataraknya. DM juga memiliki pengaruh besar terhadap berbagai kelainan di mata. Berbagai kelainan pada mata itu jika kita ternyata menemukan kadar glukosa darah yang tinggi maka kita harus mengontrol kadar gula darahnya karena pemulihan pada mata akan terjadi ketika kadar blood glucose terkontrol dengan baik (jika kasus reversible) selain itu akan sangat berbahaya jika gula darah menjulang tinggi dengan dibiarkan begitu saja. Untuk memantau diabetes parameter yang sekarang popular diperiksa ialah HbA1c. HbA1c merupakan ikatan antara glukosa dengan hb, dengan demikian pengukuran yang kita lakukan melambangkan kondisi gula darah selama kurang lebih 3 bulan. Dengan demikian pemeriksaan ini lebih akurat dalam memonitor DM, tidak seperti GDS yang nilainya bisa bervariasi dipengaruhi intake karbohidrat beberapa waktu pada waktu tersebut. Kadar HbA1c hendaknya dikontrol sampai dibawah 6,5 pada DM.1 Selain itu, kita bisa memeriksa kadar kolesterol darah, untuk mengetahui apakah kadar kolesterolnya tinggi, sebagai salah satu faktor resiko penyakit retinopati diabetik. Pemeriksaan penunjang juga dilakukan jika akan dilakukan operasi terhadap kataraknya, seperti biasa persiapan operasi akan diperiksa darah lengkap, selain itu tentunya bleeding time, serta waktu pembekuan dan gula darah. Selain itu orang yang meminum pengencer darah karena agregasi trombosit meningkat misalnya bisa menghentikan konsumsi obat tersebut sementara.

Diagnosis Kerja Katarak Katarak aalah kekeruhan lena akibat sebab apapun, dimana kondisi ini akan menimbulkan gejala penurunan kualitas fungsi penglihatan berupa penurunan sensitivitas kontras serta tajam penglihatan. Penurunan kemampuan tajan penglihatan ini terjadi karena lensa merupakan sebuah organ transparan yang memiliki fungsi optik untuk memfokuskan sinar masuk ke dalam mata agar jatuh tepat depan retina, baik dari jarak jauh ataupun dekat. Proses penuaan merupakan penyebab utama, meskipun memiliki penyebab multifaktorial.

Penyakit sistemik seperti diabetes mellitus serta pemakaian obat-obatan khususnya yang mengandung steroid, juga banyak berhubungan dengan percepatan timbulnya katarak. 1 Katarak akibat proses penuaan atau dikenal age-related cataract atau katarak senilis, merupakan jenis katarak yang paling sering terjadi. Patogenesis kondisi ini melibatkan banyak proses yang meliputi perubahan komposisi protein yang beragregasi sehingga membentuk kekeruhan dan bertambahnya lapisan-lapisan serat lensa yang lama kelamaan juga membuat lensa mengeras, padat, berpigmen, dan mengeruh. Kekeruhan yang timbul bisa terjadi pada nukleus, korteks, dan atau daerah subkapsular, Faktor lingkungan yang berkorelasi signifikan dengan prevalensi katarak adalah kebiasaan merokok serta pajanan ultraviolet. 1 Selain karena proses penuaan, katarak juga dapat disebabkan oleh trauma, pemakaian obat-obatan tertentu, atau peradangan intraokular. Pada trauma tumpul, kekeruhan terjadi karena memar (kontusio) pada jaringan lensa. Sedangkan peradangan intraokular yang terjadi pada uveitis dan glaukoma akut juga dapat menyebabkan kekeruhan lensa, selain tentunya sinekia posterior. Gangguan metabolik seperti diabetes mellitus dapat mempercepat terjadinya katarak akibat meningkatnya kadar sorbitol intrasel di dalam serat lensa sehingga degenerasi serat lensa terjadi lebih cepat.

Klasifikasi Katarak Berdasarkan usia katarak dapat diklasifikasikan dalam : 1 1.

Katarak kongenital Katarak kongenital adalah katarak yang mulai terjadi sebelum atau segera setelah lahir dan bayi berusia kurang dari 1 tahun. Katarak ini merupakan penyebab kebutaan pada bayi yang cukup berarti terutama akibat penanganannya yang kurang tepat. Untuk mengetahui penyebab katarak kongenital diperlukan pemeriksaan riwayat prenatal infeksi ibu seperti rubela pada kehamilan trimester pertama dan pemakaian obat selama kehamilan. Bila katarak disertai dengan uji reduksi pada urine yang positif, mungkin katarak ini terjadi akibat galaktosemia. Sering katarak kongenital ditemukan pada bayi prematur dan gangguan sistem saraf seperti retardasi mental. Hampir 50 % dari katarak kongenital adalah sporadik dan tidak diketahui penyebabnya dan prognosisnya kurang memuaskan.

2.

Katarak juvenile Katarak yang lembek dan terdapat pada orang muda, yang mulai terbentuknya pada usia kurang dari 9 tahun dan lebih dari 3 bulan. Katarak juvenil biasanya merupakan kelanjutan katarak kongenital.

3.

Katarak senil Katarak senil adalah semua kekeruhan lensa yang terdapat pada usia lanjut, yaitu usia diatas 50 tahun. Penyebabnya sampai sekarang tidak diketahui secara pasti. Konsep penuaan : - Teori putaran biologik (A biologic clock) - Jaringan embrio manusia dapat membelah diri 50 kali lalu mati - Imunologis; dengan bertambah usia akan bertambah cacat imunologik yang mengaklbatkan kerusakan se - Teori mutasi spontan - Teori A free radical - Free radical terbentuk bila terjadi reaksi intermediate reaktif kuat o Free radical dengan molekul normal mengakibatkan degenerasi o Free radical dapat dinetralisasi oleh antioksidan dan Vit. E - Teori ACross-link Ani blokimia mengatakan terjadi pengikatan bersilang asam nukleat dan molekul protein sehingga mengganggu fungsi Perubahan lensa pada usia lanjut : 1 1. Kapsul a. menebal dan kurang elastis (1/4 dibanding anak b. mulai presbyopia c. bentuk lamel kapsul berkurang atau kabur d. terlihat bahan granular 2. Epitel- makin tipis a. Sel epitel (germinatif) pada ekuator bertambah besar dan berat b. Bengkak dan vakuolisasi mitokondria yang nyata 3. Serat Lensa a. lebih iregular b. pada korteks jelas kerusakan serat sel brown sclerotic nucleus, sinar ultraviolet lama kelamaan merubah protein nukleus (histidin, triptofan, metionin, sistein dan

tirosin) lensa, sedang warna coklat protein lensa nukleus mengandung histidin dan triptofan dibanding normal. c. Korteks tidak berwarna karena kadar asam askorbat tinggi dan menghalangi fotooksidasi dan sinar tidak banyak mengubah protein pada serat muda Kekeruhan lensa dengan nukleus yang mengeras akibat usia lanjut yang biasanya mulai terjadi pada usia lebih dari 60 tahun. Pada katarak senil sebaiknya disingkirkan penyakit mata lokal dan penyakit sistemik seperti diabetes melitus yang dapat menimbulkan katarak Katarak senil secara klinik dikenal dalam 4 stadium yaitu insipien imatur, intumesen, matur, hipermatur dan morgagni. 1 Tabel 1. Perbedaan stadium katarak senil. 1 Insipien

Imatur

Matur

Hipermatur

Kekeruhan

Ringan

Sebagian

Seluruh

Masif

Cairan lensa

Normal

Bertambah (air

Normal

Berkurang (air +

masuk)

masa lensa keluar)

Iris

Normal

Terdorong

Normal

Tremulans

Bilik mata depan

Normal

Dangkal

Normal

Dalam

Sudut bilik mata

Normal

Sempit

Normal

Terbuka

Shadow test

Negatif

Positif

Negatif

Pseudopos

Penyulit

-

Glaucoma

-

Uveitis + glaukoma

Katarak insipien Pada stadium ini akan terlihat hal-hal berikut : kekeruhan mulai dari tepi akuator berbentuk jeriji menuju korteks anterior dan posterior (katarak kortikal). Vakuol mulai terlihat di dalam korteks. Katarak subkapsular posterior, kekeruhan mulai terlihat anterior subkapsular posterior, celah terbentuk antara serat lensa dan korteks berisi jaringan degeneratif (benda morgagni) pada katarak insipien. Kekeruhan ini dapat menimbulkan poliopia oleh karena indeks refraksi yang tidak sama pada semua bagian lensa. Bentuk ini kadang-kadang menetap untuk waktu yang lama. 1

Katarak intumesen Kekeruhan lensa disertai pembengkakan lensa akibat lensa yang degeneratif menyerap air. Masuknya air kedalam celah lensa mengakibatkan lensa menjadi bengkak dan besar yang akan mendorong iris sehingga bilik mata menjadi dangkal dibanding dengan keadaan normal. Pencembungan lensa ini akan dapat memberikan penyulit glaucoma. Katarak intumessen biasanya terjadi pada katara yang berjalan cepat mengakibatkan myopia lenticular. Pada keadaan ini dapat terjadi hidrasi korteks hingga lensa akan mencembung dan daya biasnya akan bertambah, yang memberikan miopisasi. Pada pemeriksaan slitlamp terlihat vakuol pada lensa disertai peregangan jarak lamel serat lensa. 1 Katarak imatur Sebagian tensa keruh atau katarak Katarak yang belum mengenai seluruh lapis lensa. Pada katarak imatur akan dapat bertambah volume lensa akibat meningkatnya tekanan osmotik bahan lensa yang degeneratif Pada keadaan lensa mencembung akan dapat menimbulkan hambatan pupil, sehingga terjadi glaukoma sekunder. 1 Katarak matur Pada katarak matur kekeruhan telah mengenal seluruh masa lensa. Kekeruhan ini bisa terjadi akibat deposisi ion Ca yang menyeluruh Bila katarak imatur atau intumesen tidak dikeluarkan maka carran lensa akan keluar sehingga lensa kembali pada ukuran yang normal Akan terjadi kekeruhan seluruh lensa yang bila lama akan mengakibatkan kalsifikasi lensa Bilik mata depan akan ber- ukuran kedalaman normal kembali, tidak erdapat bayangan inis pada lensa yang keruh, sehingga uj bayangan iris negatif. 1 Katarak hipermatur. Katarak yang mengalami proses degenerasi lanjut dapat menjadi keras atau lembek dan mencair sehingga berdegenerasi keluar dari kapsul lensa menjadi mengecil, berwarna kuning dan kering. Terlihat bilik mata dalam dan lipatan kapsul lensa. Kadang-kadang pengke- rutan berjalan terus sehingga hubungan dengan zonula Zinn menjadi kendor. Bila proses katarak berjalan lanjut disertai dengan kapsul yang tebal maka korteks yang berdegenerasi dan cair tidak dapat keluar, maka korteks akan memperlihatkan bentuk sebagai sekantong susu disertai dengan nukleus yang terbenam di dalam korteks lensa karena lebih berat. Keadaan ini disebut sebagai katarak Morgagni. Tidak diketahui kenapa katarak senil pada orang tertentu berbentuk korteks anterior dengan celah air, nukleus, dan korteks subkapsular posterior. Mungkin terdapat faktor penentu lainnya. 1

Katarak Brunesen Katarak yang berwarna coklat sampai hitam (katarak nigra) terutama pada nukleus lensa, juga dapat terjadi pada katarak pasien diabetes melitus dan miopia tinggi. Sering tajam penglilebih baik daripada dugaan sebelumnya dan biasanya ini terdapat pada orang berusia lebih dari 65 tahun yang belum memperlihatkan nya katarak kortikal posterior. Pengobatan terhadap katarak adalah pembedahan. dilakukan apabila tajam penglihatan sudah menurun sedemikian rupa se hingga mengganggu pekerjaan sehari-hari atau bila katarak ini menimbu kan penyulit seperti glaukoma dan uveitis. Pembedahan lensa dengan katarak dilakukan bila mengganggu ke hidupan sosial atau atas indikasi medis lainnya. 1

Diagnosis Banding Retinopati Diabetes Melitus Retinopati diabetes adalah kelainan retina (retinopati) yang ditemukan pada penderita diabetes melitus. Retinopati akibat diabetes melitus lama berupa aneurismata, melebarnya vena, perdarahan dan eksudat lemak. Penderita diabetes mellitus dengan tipe I (insulin dependent diabetes) dan tipe II (non insulin dependent diabetes) mempunyai risiko untuk mendapatkan retinopati diabetik. Makin lama menderita diabetes makin bertambah risiko untuk mendapatkan retinopati. Diabetes yang diderita lebih 20 tahun pada Tipe I hampir seluruhnya dan > 60 % Tipe II menderita retinopati. 1 Retinopati diabetes merupakan penyulit penyakit diabetes yang penting. Hal ini disebabkan karena insidennya uang cukup tinggi yaitu paling mencapai 40-50 % penderita diabetes dan prognosisnya yang kurang baik terutama bagi penglihatan. Di Amerika Serikat terdapat kebutaan 5.000 orang pertahun akibat retinopati diabetes, sedangkan di Inggris retinopati diabetes merupakan penyebab kebutaan nomor 4 dari seluruh penyebab kebutaan. Gambaran

retinopati

disebabkan

perubahan

mikrovaskular

retina.

Hiperglikemia

mengakibatkan kematian perisit intra mural dan penebalan membrane basalis mengakibatkan dinding pembuluh darah lemah. Penimbunan glukosa dan fruktosa merusak pembuluh darah halus pada retina. 1 Gejala Perubahan dini atau apa yang disebut nonproliferative diabetic retinopathy (NPDR), tidak memberikan keluhan gangguan penglihatan. Perubahan dini yang reversible dan tidak mengakibatkan gangguan penglihatan sentral dinamakan retinopati simpleks atau background retinopathy. Bila pembuluh darah rusak dan bocor dan masuknya lipid kemakula, makula akan edem dan penglihatan menurun. Retinopati merupakan gejala diabetes melitus utama pada mata, dimana ditemukan pada retina : 1

1.

Mikroaneurismata, merupakan penonjolan dinding kapiler, terutama daerah vena dengan bentuk berupa bintik merah kecil yang terletak dekat pembuluh darah terutama polus posterior. Kadang-kadang pembuluh darah ini demikian kecilnya sehingga tidak terlihat sedang dengan bantuan angiografi fluoresein lebih mudah dipertunjukkan adanya mikroaneurismata ini. Mikroanerismata merupakan kelainan diabetes melitus dini pada mata.

2.

Perdarahan dapat dalam bentuk titik, garis, dan bercak yang biasanya terletak dekat mikroaneurismata di polus posterior Bentuk perdarahan ini merupakan prognosis penyakit dimana perda- rahan yang luas memberikan prognosis lebih buruk dibanding kecil. Perdarahan terjadi akibat gangguan permeabilitas pada mikroaneurisma atau karena pecahnya kapiler.

3.

Dilatasi pembuluh darah balik dengan lumennya iregular dan berkelok- kelok, bentuk ini seakan-akan dapat memberikan perdarahan tapi hal ini tidaklah demikian. Hal ini terjadi akibat kelainan sirkulasi dan kadang-kadang disertai kelainan endotel dan eksudasi plasma.

4.

Hard exudate merupakan infitrasi lipid ke dalam khusus yaitu iregular, kekuningkuningan. Pada permulaan eksudat pungtata membesar dan bergabung. Eksudat ini dapat muncul dan hila dalam beberapa minggu. Pada mulanya tampak pada gam gambaran angio- grafi fluoresein sebagai kebocoran fluoresein di luar pembuluh darah. Ke lainan ini terutama terdiri atas bahan-bahan lipid dan terutama banyak ditemukan pada keadaan hiperlipoproteinemia

5.

Soft exudate yang sering disebut cotton wool patches merupakan iskemia retina. Pada pemeriksaan oftalmoskopi akan terlihat bercak berwarna kuning bersifat difus dan berwarna putih. Biasanya terletak di bagian tepi daerah nonirigasi dan dihubungkan dengan iskemia retina

6.

Pembuluh darah baru pada retina biasanya terletak dipermukaan jari- ngan. Neovaskularisasi terjadi akibat proliferasi sel endotel pembuluh darah. Tampak sebagai pembuluh yang berkelok-kelok, dalam kelompok- kelompok, dan bentuknya iregular. Hal ini merupakan awal penyakit yang berat pada retinopati diabetes. Mula-mula terletak di dalam jaringan retina, kemudian berkembang ke daerah preretinal, ke badan kaca Pecahnya neovaskularisasi pada daerah-daerah ini dapat menimbul- kan perdarahan retina, perdarahan subhialoid (preretinal), maupun perdarahan badan kaca.

7.

Edema retina dengan tanda hilangnya gambaran retina terutama daerah makula sehingga sangat mengganggu ketajaman penglihatan pasien.

8.

Hiperlipedimia suatu keadaan yang sangat jarang, tanda ini akan segera hilang bila diberikan pengobatan.

Diabetik retinopati berjalan dalam 4 tingkat : 1 a. Retinopati nonproliferatif ringan (mikroaneurisma) b. Retinopati nonproliferatif sedang (penyumbatan pada beberapa pem darah retina) c. Retinopati nonproliferatif berat (lebih b dan merangsang pembuluh darah baru) anyak pembuluh darah tersumbat d. Retinopati proliferative (stadium lanjut). Retinopati diabetes biasanya ditemukan bilateral, simetris dan progresif, dengan 3 bentuk : 1 1. Background : mikroaneurismata, perdarahan bercak dan titik, serta edema sirsinata 2. Makulopati: edema retina dan gangguan fungsi makula 3. Proliferasi: vaskularisasi retina dan badan kaca. Klasifikasi retinopati diabetes menurut Bagian Mata Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia/Rumah Sakit Dr. Cipto Mangunkusumo : 1 - Derajat I. Terdapat mikroaneurisma dengan atau tanpa eksudat lemak pada fundus okuli - Derajat II. Terdapat mikroaneurisma, perdarahan bintik dan bercak dengan atau tanpa eksudat lemak pada fundus okuli - Derajat III. Terdapat mikroaneurisma, perdarahan bintik dan bercak terdapat neovaskularisasi dan proliferasi pada fundus okuli. Jika ga mbaran fundus mata kiri tidak sama beratnya dengan mata kanan maka digolongkan pada derajat yang lebih berat.

Retinopati Hipertensi Retinopati hipertensi adalah kelainan-kelainan retina dan pembuluh darah retina akibat tekanan darah tinggi Hipertensi atau tekanan darah tinggi memberikan kelainan pada retina berupa retinopati hipertensi, dengan arteri yan besarnya tidak teratur, eksudat pada retina, edema retina dan perdarahan retina. Kelainan pembuluh darah dapat berupa penyempitan umum atau setempat, percabangan pembuluh darah yang tajam, fenomena crossing atau sklerose pembuluh darah. Penyempitan (spasme) pembuluh darah tampak sebagai :1 1.

Pembuluh darah (terutama arteriol retina) yang berwarna lebih pucat.

2.

Kaliber pembuluh yang menjadi lebih kecil atau iregular (karena spasme lokal)

3.

Percabangan arteriol yang tajam

Bila kelainan berupa sklerosis dapat tampak sebagai : 1 1.

Refleks copper wire

2.

Refleks silver wire

3.

Sheating

4.

Lumen pembuluh darah yang irregular

5.

Terdapat fenomena crossing sebagai berikut - Elevasi : pengangkatan vena oleh arteri yang berada dibawahnya - Deviasi: penggeseran posisi vena oleh arteri yang bersilangan dengan vena tersebut dengan sudut persilangan yang lebih kecil - Kompresi: penekanan yang kuat oleh arteri yang menyebabkan bendungan vena. gan sudut persilangan yang lebih kecil

Kelainan pembuluh darah ini dapat mengakibatkan kelainan pada retina yaitu retinopati hipertensi. Retinopati hipertensi dapat berupa perdarahan atau eksudat retina yang pada daerah makula dapat memberikan gambaran seperti bintang (star figure) Eksudat retina tersebut dapat berbentuk : 1 -

Cofton wool patches yang merupakan edema serat saraf retina akibat mikroinfark sesudah penyumbatan arteriole, biasanya terletak sektar 2-3 diameter papil di dekat kelompok pembuluh darah utama sekitar papil.

-

Eksudat pungtata yang tersebar

-

Eksudat putih pada daerah yang tak tertentu dan luas.

Perdarahan retina dapat terjadi primer akibat oklusi arteri atau se- kunder akibat arterioklerose yang mengakibatkan oklusi vena. Pada hipertensi yang berat dapat terlihat perdarahan retina pada lapisan dekat papil dan sejajar dengan permukaan retina. Perdarahan vena akibat diapedesis biasanya kecil dan berbentuk lidah api (flame shaped). 1 Klasifikasi Retinopati Hipertensi di bagian I.P. Mata, RSCM adalah sebagai berikut: 1 

Tipe 1 Fundus hipertensi dengan atau tanpa retinopati, tidak ada sklerose, dan terdapat pada orang muda - Pada funduskopi: arteri menyempit dan pucat, arteri meregang dan percabagan tajam, perdarahan ada atau tidak ada, eksudat ada atau tidak ada.



Tipe 2 Fundus hipertensi dengan atau tanpa retinopati sklerose senil, terdapat pada orang tua Funduskopi: pembuluh darah tampak mengalami penyempitan, pelebaran dan sheating setempat. Perdarahan retina ada atau tidak ada. Tidak ada edema papil.



Tipe 3 Fundus dengan retinopati hipertensi dengan arteriosklerosis, terdapat pada orang muda Funduskopi: penyempitan arteri, kelokan bertambah fenomena cross sing perdarahan multipel, cotton wool patches, makula star figure.



Tipe 4 Hipertensi yang progresif ketika difunduskopi terdapat edema papil, cotton wool patches, hard eksudat, dan star figure exudate yang nyata. Menurut Keith Wagener Barker, di mana klasifikasi ini dibuat berdasarkan meninggalnya penderita dalam waktu 8 tahun : o

Derajat 1. Penciutan ringan pembuluh darah Dalam periode 8 tahun : 4 % meninggal

o

Derajat 2. Penambahan penciutan, ukuran pembuluh nadi dalam eter yang berbeda-beda dan terdapat fenomena crossing. Dalam periode 8 : 20 % meninggal

o

Derajat 3. Tanda-tanda pada derajat 2 ditambah perdarahan retina dan cotton wool patches dalam periode 8 tahun : 80 % meninggal

o

Derajat 4. Tanda-tanda derajat 3 dengan edema papil yang jelas al am periode 8 tahun : 98 % meninggal

Epidemiologi World Health Organization (WHO) 2002 memprediksi katarak sebagai penyebab kebutaan yang dapat disembuhkan pada 17 juta (48,8%) dari 37 juta kebutaan di seluruh dunia, dan jumlah ini diprediksi mencapai 40 juta pada tahun 2020. Survei kesehatan indera penglihatan dan pendengaran oleh Depkes RI (RISKESDAS) tahun 1993-1996 menunjukkan bahwa angka kebutaan di Indonesia adalah sebesar 1,5%, dengan penyebab utama yaitu katarak (0,78%). Angka ini menempatkan Indonesia sebagai negara dengan prevalensi buta katarak kedua tertinggi di dunia sementara 80% kasus buta katarak merupakan kasus yang dapat dicegah. Hasil penelitian-penelitian epidemiologi yang dilakukan secara sporadik setelah survei tersebut memberikan angka-angka lebih tinggi tetapi bervariasi dari daerah ke daerah. 1

Manifestasi klinis Penderita katarak biasanya datang dengan keluhan penglihatan buram seperti terhalang kabut, yang tidak dapat diperbaiki dengan pemberian kaca mata. Awalnya sebelum lensa menjadi keruh, proses penuaan pada lensa akan menyebabkan lensa bertambah tebal singga terjadi miopisasi akibat titik fokus yang "tertarik" ke depan retina. Gejala yang khas didapatkan akibat proses majunya titik fokus adalah yang disebut sebagai second sight, di mana orang tua atau penderita presbiopia tidak lagi memerlukan kaca mata baca untuk melihat dekat, tetapi semakin buram untuk melihat jauh. Pada katarak senilis, kekeruhan yang terjadi pada bagian nukleus lensa dapat memberikan gejala berupa kesan melihat lebih jelas pada malam hari dibandingkan siang. Hal ini terjadi shadow karena pupil terbuka lebih lebar sehingga memungkinkan cahaya masuk melalui bagian perifer lensa. Terkadang perubahan indeks refraksi akibat kekeruhan yang tidak merata di bagian-bagian lensa bisa menimbulkan gejala melihat ganda atau diplopia. Bentuk diplopia yang terjadi adalah diplopia monokular, oleh karena jika satu mata ditutup, bayangan ganda tidak hilang, Hal ini berbeda dengan diplopia binokular yang akan hilang jika salah satu mata ditutup. Kekeruhan yang tidak merata juga mengakibatkan cahaya yang nasuk difokuskan terpencar- pencar pada retina, sehingga menimbulkan keluhan pendar/silau (glare) pada penderita katarak. Katarak dikenali pada pemeriksaan oftalmologis berupa ke Katarak matur dapat dengan mudah dikenali melalui cukup dengan menggunakan senter, di mana pupil akan terlihat berwarna lensa. meriksaan pupil putih akibat lensa yang sudah mengalami kekeruhan total. Jika kekeruhan lensa baru terjadi sebagian, atau dikenal sebagai katarak imatur, kondisi ini akan relatif lebih sulit dikenali dengan sekedar menggunakan senter. Biomikroskop lampu celah atau slitlamp akan lebih membantu menemukan kekeruhan sekecil apapun pada lensa. 5

Penatalaksanaan Pengobatan katarak senil terutama dalam pembedahan, beberapa pembedahan katarak yang dikenal adalah menekan lensa sehingga jatuh ke dalam badan kaca (couching), kemudian penggunaan midriatika, jarum penusuk dari emas (tahun 1700), aspirasi memakai jarum, memakai sendok Daviel, pinset kapsul + zolise, erisofek (erisiphake), memakai krio teknik karbon dioksid, freon, termoelektrilk, mengeluarkan nukleus lensa dan aspirasi korteks lensa, fako (phacoemulsification).1 Ekstraksi katarak adalah cara pembedahan dengan mengangkat lensa yang katarak. Dapat dilakukan dengan intrakapsular yaitu mengeluarkan lensa bersama dengan kapsul lensa atau ekstrakapsular yaitu mengeluarkan isi lensa (korteks dan nukleus) melalui kapsul

anterior yang dirobek (kapsulotomi anterior) dengan meninggalkan kapsul posterior. Tindakan bedah ini pada saat ini dianggap lebih baik karena mengurangi beberapa penyulit. 1 Operasi katarak Ekstrakapsular, atau Ekstraksi katarak ekstra kapsular (EKEK) yaitu tindakan pembedahan pada lensa katarak dimana dilakukan pengeluaran isi lensa dengan memecah atau merobek kapsul lensa anterior sehingga massa lensa dan korteks lensa dapat keluar melalui robekan tersebut, kemudian dikeluarkan melalui insisi 9-10 mm, lensa intraokular diletakkan pada kapsul posterior. Termasuk ke dalam golongan ini ekstraksi linear, aspirasi dan irigasi. Pembedahan ini dilakukan pada pasien dengan katarak imatur, kelainan endotel, keratoplasti, implantasi lensa intra okular posterior, implantasi sekunder lensa intra okular, kemungkinan dilakukan bedah glaukoma, predisposisi prolaps vitreous, sebelumnya mata mengatasi ablasi retina, dan sitoid makular edema. 1 Fakoemulsifikasi yaitu pembedahan dengan menggunakan vibrator ultrasonik untuk menghancurkan nukleus yang kemdian diaspirasi melalui insisi 2,5-3 mm dan kemudian dimasukkan lensa intraokular yang dapat dilipat Keuntungan yang didapat dengan tindakan insisi kecil ini adalah pemulihan visus lebih cepat, induksi astigmatis akibat operasi minimal, komplikasi dan inflamasi pasca bedah minimal. Penyulit yang dapat timbul pada pembedahan katarak ekstrakapsul, dapat terjadi katarak sekunder yang dapat dihilangkan/dikurangi dengan tindakan Yag laser. 1 Operasi katarak intrakapsular, atau Ekstraksi katarak intrakapsular (EKIK) Pembedahan dengan mengeluarkan seluruh lensa bersama kapsul. Dapat dilakukan pada zonula Zinn telah rapuh atau berdegenerasi dan mudah diputus. Pada katarak ekstraksi intrakapsular tidak akan terjadi katarak sekunder dan merupakan tindakan pembedahan yang sangat lama populer Pembedahan ini dilakukan dengan mempergunakan mikroskop dan pema- kaian alat khusus sehingga penyulit tidak banyak seperti sebelumnya. Katarak ekstraksi intrakapsular ini tidak boleh dilakukan atau kontra- indikasi pada pasien berusia kurang dari 40 tahun yang masih mempunyai ligamen hialoidea kapsular. Penyulit yang dapat terjadi pada pembedahan ini astigmat, glaukoma, uveitis, endoftalmitis, dan perdarahan. 1 Komplikasi Komplikasi sebelum operasi; -

Glaukoma merupakan komplikasi katarak yang tersering. Glaukoma dapat terjadi karena proses fakolitik, fakotopik, fakotoksik. Fakolitik, pada lensa yang keruh terdapat kerusakan maka substansi lensa akan keluar yang akan menumpuk di sudut kamera okuli anterior terutama bagian kapsul lensa. Dengan keluarnya substansi lensa

maka pada kamera okuli anterior akan bertumpuk pula serbukan fagosit atau makrofag yang berfungsi mereabsorbsi substansi lensa tersebut.Tumpukan akan menutup sudut kamera okuli anterior sehingga timbul glaukoma. Fakomorpik, berdasarkan posisi lensa, oleh karena proses intumesensi, iris, terdorong ke depan sudut kamera okuli anterior menjadi sempit sehingga aliran humor aqueaous tidak lancar sedangkan produksi berjalan terus, akibatnya tekanan intraokuler akan meningkat dan timbul glaucoma. Fakotoksik, substansi lensa di kamera okuli anterior merupakan zat toksik bagi mata sendiri (autotoksik). Terjadi reaksi antigen-antibodi sehingga timbul uveitis, yang kemudian akan menjadi glaukoma. -

Uveitis

-

Subluksasi atau dislokasi lensa.6

Komplikasi selama operasi : -

Hifema, perdarahan bisa terjadi dari insisi korneoskleral, korpus siliaris atau vaskularisasi iris abnormal. Bila perdarahan berasal dari luka harus dilakukan kauterisasi. Perdarahan dari iris yang normal jarang terjadi, biasanya timbul bila terdapat rubeosis iridis, uveitis heterocromik dan iridosiklitis. Komplikasi utama akibat hifema yang berlangsung lama adalah peningkatan TIO dan corneal blood staining.

-

Prolaps korpus vitreus merupakam komplikasi yang serius pada operasi katarak, keadaan ini dapat menyebabkan keratopati bulosa, epithelial dan stromal downgrowth, prolap iris, uveitis, glaukoma, ablasi retina, edema macula kistoid, kekeruhan korpus vitreus, endoftalmitis dan neuritis optic. Untuk menghindari hal tersebut, harus dilakukan vitrektomi anterior sampai segmen anterior bebas dari korpus vitreus.

-

Perdarahan ekspulsif jarang terjadi, tetapi merupakan masalah serius yang dapat menimbulkan eksplusi dari lensa, vitreus, uvea. Penanganan segera dilakukan tamponade dengan jalan penekanan pada bola mata dan luka ditutup dengan rapat.6

Komplikasi setelah operasi; 1. Edema kornea merupakan komplikasi katarak yang serius, bisa terjadi pada epitel atau stroma yang diakibatkan trauma mekanik, aspirasi irigasi yang cukup lama, inflamasi dan peningkatan TIO. Biasanya akan teresobsi 4-6 minggu setelah operasi. Jika masih ditemukan edema kornea sentral setelah 3 bulan pasca operasi, perlu dipertimbangkan keratoplasti. 2. Kekeruhan kapsul posterior merupakan penyebab tersering penurunan visus setelah EKEK (Ekstrasi katarak Ekstrakapsular). Sel-sel epitel lensa yang masih viable dan tersisa pada saat operasi akan mengalami proliferasi. Lokasi di mana kapsul anterior dan posterior

menempel membentuk wedl cells yang kemudian membentuk soemmering’s ring. Jika selsel epitel tersebut migrasi ke arah luar, sel-seltersebut membentuk Elschnig’s pear di kapsul posterior. Faktor-faktor yang mempengaruhi timbulnya kekeruhan kapsul posterior sangat bervariasi antara lain usia, riwayat inflamasi intra okuler, pseudoexfoliasi, betuk lensa tanam,material lensa tanam, modifikasi permukaan lensa dan waktu operasi. 3. Residual lensa material, timbulnya residual lensa material disebabkan EKEK yang tidak adekuat. Bila material yang tertinggal sedikit, akan diresorbsi secara spontan, sedangkan bila jumlahnya banyak, perlu dilakukan aspirasi karena bisa menimbulkan uveitis anterior kronis dan glaucoma sekunder. Apabila yang tertinggal potongan nucleus yang besar dan keras, dapat merusak endotel kornea, penanganannya dengan ekspresi atau irigasi nucleus. 4. Prolaps iris, paling sering terjadi satu sampai 5 hari setelah operasi dan penyebab tersering adalah jahitan yang longgar, dapat juga terjadi karena komplikasi prolaps vitreus selama operasi. Keaadaan ini memerlukan penanganan (jahit ulang) untuk menghindari timbulnya komplikasi seperti penyembuhan luka lama, epithelial downgrowth, konjungtivitis kronis, endoftalmitis, edema macula kistoid dan kadang – kadang Ophthalmia simpatik. 5. Astigmatisme pasca bedah katarak dapat terjadi karena jahitan yang terlalu kencang maupun jahitan yang terlalu longgar. Jahitan yang terlalu kencang akan mengakibatkan Steepen corneal daerah yang searah jahitan with the rule. Sedangkan jahitan yang terlalu longgar akan menyebabkan againt the rule astigmatisma. With the rule astigmatisma setelah operasi katarak yang kurang dari 2 dioptri akan berkurang dengan sendirinya sehingga mengurangi kemungkinan untuk melepas jahitan yang terlalu kencang. 6. Endoftalmitis dalam bentuk akut atau kronik, dimana bentuk kronik disebabkan rendahnya pathogenesis organisme penyebabnya. Secara umum endoftalmitis ditandai dengan rasa nyeri yang ringan sampai berat, penurunan visus, injeksi siliar, kemosis dan hipopion. Endoftalmitis akut biasanya timbul 2-5 hari pasca operasi, sedangkan bentuk kronis dapat timbul beberapa minggu atau bulan atau lebih setelah operasi. Endoftalmitis kronis ditandai dengan reaksi inflamasi ringan atau uveitis (granulomatus) dan penurunan visus. Penyebab endoftalmitis akut terbanyak adalah Staphylococcus epidermidis (gram positif) dan Staphylococcus coagulase negative yang lain. 7. Ablasi retina, mekanisme pasti timbulnya ablasi retina masih belum diketahui. Faktor predisposisinya meliputi myopia aksilis (> 25 mm), lattice degeneration, prolaps vitreus, riwayat robekan atau ablasio retina yang dioperasi, riwayat ablasio pada mata kontralateral dan riwayat keluarga dengan ablasio retina. Ablsio retina terjadi sekitar 2-3% pasca EKIK dan 0,5-2% pasca EKEK. Kapsul posterior yang masih intak mengurangi kemungkinan

terjadinya ablsio retina pasca bedah, sedangkan operasi dengan komplikasi seperti rupture kapsul posterior dan vitreus loss meningkatkan kemungkinan ablasio retina.6

Prognosis Bila katarak ditangani dengan cepat dan baik sebelum berlanjut ke katarak matur, dan dilakukan tindakan bedah dengan baik maka penderita akan dapat melihat dengan normal kembali. Dan tidak ada kecacatan yang terlihat, kecuali terjadi komplikasi tertentu dan dibiarkan begitu saja hingga berlanjut ke katarak matur dan komplikasi-komplikasi lainnya, Pencegahan & Edukasi Umumnya katarak terjadi bersamaan dengan bertambahnya umur yang tidak dapat dicegah. Pemeriksaan mata secara teratur sangat perlu untuk mengetahui adanya katarak. Bila telah berusia 60 tahun sebaiknya mata diperiksa setiap tahun. Pada saat ini dapat dijaga kecepatan berkembangnya katarak dengan: Tidak merokok, karena merokok mengakibatkan meningkatkan radikal bebas dalam tubuh, sehingga risiko katarak akan bertambah. Pola makan yang sehat, memperbanyak konsumsi buah dan sayur. Lindungi mata dari sinar matahari, karena sinar UV mengakibatkan katarak pada mata.6

Kesimpulan Dari hasil anamnesis, pemeriksaan fisik yang didapat, diduga penderita tersebut menderita katarak senilis imatur pada mata sebelah kiri dan katarak senilis matur pada mata sebelah kanan. Disarankan untuk penderita ini segera melakukan tindakan operasi, supaya penglihatannya dapat kembali normal.

Daftar Pustaka 1.

Ilyas S. Ilmu penyakit mata Edisi ke-5. Jakarta: Badan Penerbit FKUI; 2018

2.

Sibuea WH, Frenkel M. Pedoman dasar anamnesis dan pemeriksaan jasmani. Jakarta: Sagung Seto; 2008.h.7-15.

3.

Vaughan GD, Asbury T, Eva RP. Oftalmologi umum. Edisi ke-14. Jakarta: Widya Medika; 2000.h.401-406.

4.

Riordan P, Whitcher JP. Oftalmologi umum. Edisi ke-17. Jakarta: ECG; 2010.h.30-58.

5.

Sitorus RS, Sitompul R. Buku Ajar Oftamologi Edisi ke-1. Badan Penerbit FKUI; 2017

6.

Eva RP, Whitcher JP. Vaughan & Asbury oftalmologi umum. Edisi ke-17. Jakarta: EGC; 2010. h. 30-.183.

Related Documents

Sken 9 B23.docx
May 2020 6
Sken 9.docx
July 2020 2
Sken 9 Mute !.docx
June 2020 7
Sken 12 B22.docx
June 2020 8
Ppt Sken 3.pptx
November 2019 22

More Documents from "Tory Ilonda"