Resume Maternitas Aryani.docx

  • Uploaded by: ADE NOVIRA
  • 0
  • 0
  • August 2019
  • PDF

This document was uploaded by user and they confirmed that they have the permission to share it. If you are author or own the copyright of this book, please report to us by using this DMCA report form. Report DMCA


Overview

Download & View Resume Maternitas Aryani.docx as PDF for free.

More details

  • Words: 11,472
  • Pages: 74
RESUME MATERNITAS 2

ARYANI FITRIA NUR 70300117019 KEPERAWATAN A

KEPERAWATAN FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN UNIVERSITAS ISLAM NEGERI ALAUDDIN MAKASSAR 2018

INFERTILITAS A. Definisi Infertilitas adalah tidak terjadinya kehamilan setelah menikah 1 tahun atau lebih dengan catatan pasangan tersebut melakukan hubungan seksual secara teratur tanpa adanya pemakaian kontrasepsi. Infertilitas adalah pasangan yang telah kawin dan hidup harmonis serta berusaha selama satu tahun tetapi belum hamil.(Manuaba, 1998). Infertilitas adalah ketidakmampuan untuk hamil dalam waktu satu tahun.Infertilitas primer bila pasutri tidak pernah hamil dan infertilitas sekunder bila istri pernah hamil.(Siswandi, 2006).Pasangan infertil adalah suatu kesatuan hasil interaksi biologik yang tidak menghasilkan kehamilan dan kelahiran bayi hidup. WHO memberi batasan 1. Infertilitas primer adalah belum pernah hamil pada wanita yang telah berkeluarga meskipun hubungan seksual dilakukan secara teratur tanpa perlindungan kontrasepsi untuk selang waktu paling kurang 12 bulan. 2. Infertilitas sekunder adalah tidak terdapat kehamilan setelah berusaha dalam waktu 1 tahun atau lebih pada seorang wanita yang telah berkeluarga dengan hubungan seksual secara teratur tanpa perlindungan kontrasepsi, tetapi sebelumnya pernah hamil. B. Etiologi faktor penyebab infertilitas yang mendasar , yaitu faktor pasangan pria, faktor servikal, disfungsi ovulasi, adanya masalah pada rahim, atau organ pelvis pasangan wanita ataupun keduanya dan penyebab yang tidak dapat dijelaskan. 1. Penyebab Infertilitas pada perempuan (Istri) : a. Gangguan system hormonal wanita dan dapat di sertai kelainan bawaan (immunologis) Apabila embrio memiliki antigen yang berbeda dari ibu, maka tubuh ibu

memberikan reaksi sebagai respon terhadap benda asing. Reaksi ini dapat menyebabkan abortus spontan pada wanita hamil. b. Gangguan pada pelepasan sel telur (ovulasi).Ovulasi atau proses pengeluaran sel telur dari ovarium terganggu jika terjadi gangguan hormonal. Salah satunya adalah polikistik. Gangguan ini diketahui sebagai salah satu penyebab utama kegagalan proses ovulasi yang normal. Ovarium polikistik disebabkan oleh kadar hormon androgen yang tinggi dalam darah. Kadar androgen yang berlebihan ini mengganggu hormon FSH (Follicle Stimulating Hormone) dalam darah. Gangguan kadar hormon FSH ini akan mengkibatkan folikel sel telur tidak bisa berkembang dengan baik, sehingga pada gilirannya ovulasi juga akan terganggu. c. Gangguan pada leher rahim, uterus (rahim) dan Tuba fallopi (saluran telur) Dalam keadaan normal, pada leher rahim terdapat lendir yang dapat memperlancar perjalanan sperma. Jika produksi lendir terganggu, maka perjalanan sperma akan terhambat. Sedangkan jika dalam rahim, yang berperan adalah gerakan di dalam rahim yang mendorong sperma bertemu dengan sel telur matang. Jika gerakan rahim terganggu, (akibat kekurangan hormon prostaglandin) maka gerakan sperma melambat. Terakhir adalah gangguan pada saluran telur. Di dalam saluran inilah sel telur bertemu dengan sel sperma. Jika terjadi penyumbatan di dalam saluran telur, maka sperma tidak bisa membuahi sel telur. Sumbatan tersebut biasanya disebabkan oleh penyakit salpingitis, radang pada panggul (Pelvic Inflammatory Disease) atau penyakit infeksi yang disebabkan oleh jamur klamidia.Kelainan pada uterus, misalnya diakibatkan oleh malformasi uterus yang mengganggu pertumbuhan fetus, mioma uteri dan adhesi uterus yang menyebabkan terjadinya gangguan

suplai darah untuk perkembangan fetus dan akhirnya terjadi abortus berulang.Kelainan tuba falopii akibat infeksi yang mengakibatkan adhesi tuba falopii dan terjadi obstruksi sehingga ovum dan sperma tidak dapat bertemu. d. Gangguan implantasi hasil konsepsi dalam Rahim.Setelah sel telur dibuahi oleh sperma dan seterusnya berkembang menjadi embrio, selanjutnya terjadi proses nidasi (penempelan) pada endometrium. Perempuan yang memiliki kadar hormon progesteron rendah, cenderung mengalami gangguan pembuahan. Diduga hal ini disebabkan oleh antara lain karena struktur jaringan endometrium tidak dapat menghasilkan hormon progesteron yang memadai. 2. penyebab Infertilitas pada laki-laki (suami) a. Kelainan pada alat kelamin

1) Hipospadia yaitu muara saluran kencing letaknya abnormal, antara lain pada permukaan testis. 2) Ejakulasi retrograd yaitu ejakulasi dimana air mani masuk kedalam kandung kemih. 3) Varikokel yaitu suatu keadaan dimana pembuluh darah menuju bauh zakar terlalu besar, sehingga jumlah dan kemampuan gerak spermatozoa berkurang yang berarti mengurangi kemampuannya untuk menimbulkan kehamilan. 4) Testis tidak turun dapat terjadi karena testis atrofi sehingga tidak turun. b. kegagalan fungsional

1) Kemampuan ereksi kurang. 2) Kelainan pembentukan spermatozoa 3) Gangguan pada sperma. 3. Penyebab Infertilitas pada suami istri

a. Gangguan pada hubungan seksual.Kesalahan teknik sanggama dapat menyebabkan penetrasi tak sempurna ke vagina, impotensi, ejakulasi prekoks, vaginismus, kegagalan ejakulasi, dan kelainan anatomik seperti hipospadia, epispadia, penyakit Peyronie. b. Faktor psikologis antara kedua pasangan (suami dan istri). 1) Masalah tertekan karena sosial ekonomi belum stabil 2) Masalah dalam pendidikan 3) Emosi karena didahului orang lain hamil. C. Patofisiologi 1. Patofisiologi pada wanita Beberapa penyebab dari gangguan infertilitas dari wanita diantaranya gangguan stimulasi hipofisis hipotalamus yang mengakibatkan pembentukan FSH dan LH tidak adekuat sehingga terjadi gangguan dalam pembentukan folikel di ovarium. Penyebab lain yaitu radiasi dan toksik yng mengakibatkan gangguan pada ovulasi. Gangguan bentuk anatomi sistem reproduksi juga penyebab mayor dari infertilitas, diantaranya cidera tuba dan perlekatan tuba sehingga ovum tidak dapat lewat dan tidak terjadi fertilisasi dari ovum dan sperma. Kelainan bentuk uterus menyebabkan hasil konsepsi tidak berkembang normal walapun sebelumnya terjadi fertilisasi. Abnormalitas ovarium,

mempengaruhi

pembentukan

folikel.

Abnormalitas

servik

mempegaruhi proses pemasukan sperma. Faktor lain yang mempengaruhi infertilitas adalah aberasi genetik yang menyebabkan kromosom seks tidak lengkap sehingga organ genitalia tidak berkembang dengan baik. 2. Patofisiologi pada laki-laki

Abnormalitas androgen dan testosteron diawali dengan disfungsi hipotalamus dan hipofisis yang mengakibatkan kelainan status fungsional testis. Gaya hidup memberikan peran yang besar dalam mempengaruhi infertilitas dinataranya merokok, penggunaan obat-obatan dan zat adiktif yang berdampak pada abnormalitas sperma dan penurunan libido. Konsumsi alkohol mempengaruhi masalah ereksi yang mengakibatkan berkurangnya pancaran sperma. Suhu disekitar areal testis juga mempengaruhi abnormalitas spermatogenesis. Terjadinya ejakulasi retrograt misalnya akibat pembedahan sehingga menyebebkan sperma masuk ke vesika urinaria yang mengakibatkan komposisi sperma terganggu.

D. Manifestasi klinik 1. Pada wanita a. Terjadi kelainan system endokrin b. Hipomenore dan amenore c. Diikuti dengan perkembangan seks sekunder yang tidak adekuat menunjukkan masalah pada aksis ovarium hipotalamus hipofisis atau aberasi genetic d. Wanita dengan sindrom turner biasanya pendek, memiliki payudara yang tidak berkembang,dan gonatnya abnormal e. Wanita infertil dapat memiliki uterus f. Motilitas tuba dan ujung fimbrienya dapat menurun atau hilang akibat infeksi, adhesi, atau tumor g. Traktus reproduksi internal yang abnormal 2. Pada pria

a. Riwayat terpajan benda – benda mutan yang membahayakan reproduksi (panas, radiasi, rokok, narkotik, alkohol, infeksi) b. Status gizi dan nutrisi terutama kekurangan protein dan vitamin tertentu Riwayat infeksi genitorurinaria c. Hipertiroidisme dan hipotiroid d. Tumor hipofisis atau prolactinoma e. Disfungsi ereksi berat f. Ejakulasi retrograt g. Hypo/epispadia h. Mikropenis i. Andesensus testis (testis masih dalam perut/dalam liat paha j. Gangguan spermatogenesis (kelainan jumla, bentuk dan motilitas sperma) k. Hernia scrotalis (hernia berat sampai ke kantong testis ) l. Varikhokel (varises pembuluh balik darah testis) m. Abnormalitas cairan semen E. Penatalaksanaan 1. Medikasi a. Obat stimulasi ovarium (Induksi ovulasi) Klomifen sitrat 1) Meningkatkan pelepasan gonadotropin FSH & LH 2) Diberikan pd hari ke-5 siklus haid 3) 1 x 50 mg selama 5 hari 4) Ovulasi 5 - 10 hari setelah obat terakhir 5) Koitus 3 x seminggu atau berdasarkan USG transvaginal 6) Dosis bisa ditingkatkan menjadi 150 - 200 mg/hari 7) 3 - 4 siklus obat tidak ovulasi dengan tanda hCG 5000 - 10.000 IU b. Epimestrol c. Bromokriptin

d. HCG e. Terapi hormonal pada endometriosis f. Danazol g. Progesteron h. Medroksi progesteron asetat 30 - 50 mg/hari i. GnRH agonis 2. Tindakan Operasi Rekontruksi a. Kelainan Uterus b. Kelainan Tuba : tuba plasti c. Miomektomi d. Kistektomi e. Salpingolisis f. Laparoskopi operatif dan Terapi hormonal untuk kasus endometriosis + infertilitas g. Tindakan operatif pada pria : Rekanalisasi dan Operasi Varicokel.

ASUHAN KEPERAWATAN INFERTILITAS A. Pengkajian Keperawatan 1.

Pengkajian Anamnesa a. Pengkajian Anamnesa pada Wanita 1) Riwayat Kesehatan Dahulu a) Riwayat terpajan benda – benda mutan yang membahayakan reproduksi di rumah b) Riwayat infeksi genitorurinaria c) Hipertiroidisme dan hipotiroid, hirsutisme d) Infeksi bakteri dan virus ex: toksoplasama e) Tumor hipofisis atau prolaktinoma f) Riwayat penyakit menular seksual g) Riwayat kista 2) Riwayat Kesehatan Sekarang a) Endometriosis dan endometrits b) Vaginismus (kejang pada otot vagina) c) Gangguan ovulasi d) Abnormalitas tuba falopi, ovarium, uterus, dan servik e) Autoimun 3) Riwayat Kesehatan Keluarga Meliputi riwayat saudara/keluarga dengan aberasi genetik 4) Riwayat Obstetri a) Tidak hamil dan melahirkan selama satu tahun tanpa alat kontrasepsi b) Mengalami aborsi berulang c) Sudah pernah melahirkan tapi tidak hamil selama satu tahun tanpa alat kontrasepsi b. Pengkajian pada Pria

1) Riwayat Kesehatan Dahulu meliputi : riwayat terpajan benda – benda mutan yang membahayakan reproduksi (panas, radiasi, rokok, narkotik, alkohol, infeksi) 2) Riwayat infeksi genitorurinaria, Hipertiroidisme dan hipotiroid, Tumor hipofisis atau Prolactinoma 3) Riwayat trauma, kecelakan sehinga testis rusak 4) Konsumsi obat-obatan yang mengganggu spermatogenesis 5) Pernah menjalani operasi yang berefek menganggu organ reproduksi contoh : operasi prostat, operasi tumor saluran kemih 6) Riwayat Kesehatan Sekarang a) Disfungsi ereksi berat b) Ejakulasi retrograt c) Hypo/epispadia d) Mikropenis e) Andesensus testis (testis masih dalam perut/dalam liat paha) f) Gangguan spermatogenesis (kelainan jumla, bentuk dan motilitas sperma) g) Saluran sperma yang tersumbat h) Hernia scrotalis (hernia berat sampai ke kantong testis ) i) Varikhokel (varises pembuluh balik darah testis) j) Abnormalitas cairan semen 7) Riwayat Kesehatan Keluarga Memiliki riwayat saudara/keluarga dengan aberasi genetik 2. Pemeriksaan Penunjang a. Pemeriksaan Penunjang padaWanita 1) Deteksi Ovulasi 2) Analisa hormone 3) Sitologi vagina

4) Uji pasca senggama 5) Biopsy endometrium terjadwal 6) Histerosalpinografi 7) Laparoskopi 8) Pemeriksaan pelvis ultrasound b. Pemeriksaan Penunjang pada Pria 1) Warna Putih keruh 2) Bau Bunga akasia 3) PH 7,2 - 7,8 4) Volume 2 - 5 ml 5) Viskositas 1,6 – 6,6 centipose 6) Jumlah sperma 20 juta / ml 7) Sperma motil > 50% 8) Bentuk normal > 60% 9) Kecepatan gerak sperma 0,18-1,2 detik 10) Persentase gerak sperma motil > 60% 11) Aglutinasi Tidak ada 12) Sel – sel Sedikit,tidak ada 13) Uji fruktosa 150-650 mg/dl 14) Pemeriksaan endokrin 15) USG 16) Biopsi testis 17) Uji penetrasi sperma 18) Uji hemizona

B. Diagnose keperawatan 1. Ansietas berhubungan dengan ancaman pada status kesehatan, fungsi peran, dan konsep diri 2. Gangguan konsep diri ; harga diri rendah berhubungan dengan gangguan fungsional 3. Gangguan rasa nyaman b/d gejala terkait penyakit

AMONOREA A. Definisi Amenorea adalah keadaaan tidak terjadinya menstruasi pada seorang wanita. Hal tersebut normal terjadi pada masa sebelum pubertas, kehamilan dan menyusui, dan setelah menopause. Amenorrhea adalah keadaan tidak adanya haid untuk sedikitnya 3 bulan berturut-turut. Lazim diadakan pembagian antara amenorrhea primer dan amenorrhea sekunder. Kita berbicara tentang amenorrhea primer apabila seorang wanita berumur 18 tahun keatas tidak pernah mendapat haid, sedang pada amenorrhea sekunder penderita pernah mendapat haid, tetapi kemudian tidak dapat lagi (Wiknjosastro,2008). Amenorrhea adalah tidak ada atau berhentinya menstruasi secara abnormal yang diiringi penurunan berat badan akibat diet penurunan berat badan dan nafsu makan tidak sehebat pada anoreksianervosa dan tidak disertai problem psikologik (Kumala, 2005). Amenore dibedakan menjadi 2 golongan, yaitu amenore primer dan amenore sekunder. 1. Amenore primer adalah tertundanya menarke pada usia 14 tahun tanpa disertai seks sekunder atau tidak adanya menstruasi pada usia 16 tahun dengan adanya pertumbuhan seks sekunder normal. 2.

amenorea sekunder bila seorang wanita usia reproduktif yang pernah mengalami haid, tiba-tiba haidnya berhenti untuk sedikitnya tiga bulan berturut-turut.

B. Etiologi Penyebab Amenorrhea secara umum adalah: 1. Hymen Imperforata : Selaput darah tidak berlubang sehingga darah menstruasi terhambat untuk keluar.

2. Menstruasi Anavulatori : Rangsangan hormone – hormone yang tidak mencukupi untuk membentuk lapisan dinding rahim sehingga tidak terjadi haid atau hanya sedikit. a. Disfungsi Hipotalamus : kelainan organik, psikologis, penambahan berat badan b. Disfungsi hipofise : tumor dan peradangan c. Disfungsi Ovarium : kelainan congenital, tumor d. Endometrium tidak bereaksi 3. Penyakit lain : penyakit metabolik, penyakit kronik, kelainan gizi, kelainan hepar dan ginjal. C. Patofisiologi Amenore primer dapat diakibatkan oleh tidak adanya uterus dan kelainan pada aksis

hipotalamus-hipofisis-ovarium.

Hypogonadotropic

amenorrhoea

menunjukkan keadaan dimana terdapat sedikit sekali kadar FSH dan SH dalam serum. Akibatnya, ketidakadekuatan hormon ini menyebabkan kegagalan stimulus terhadap ovarium untuk melepaskan estrogen dan progesteron. Kegagalan pembentukan estrogen dan progesteron akan menyebabkan tidak menebalnya endometrium karena tidak ada yang merasang. Hypergonadotropic amenorrhoea merupakan salah satu penyebab amenore primer. Hypergonadotropic amenorrhoea adalah kondisi dimnana terdapat kadar FSH dan LH yang cukup untuk menstimulasi ovarium tetapi ovarium tidak mampu menghasilkan estrogen dan progesteron. Hal ini menandakan bahwa ovarium atau gonad tidak berespon terhadap rangsangan FSH dan LH dari hipofisis anterior. Disgenesis gonad atau prematur menopause adalah penyebab yang mungkin. Pada tes kromosom seorang individu yang masih muda dapat menunjukkan adanya hypergonadotropic amenorrhoea. Disgenesis gonad menyebabkan seorang wanita tidak pernah mengalami menstrausi dan tidak

memiliki tanda seks sekunder. Hal ini dikarenakan gonad ( oavarium ) tidak berkembang dan hanya berbentuk kumpulan jaringan pengikat. Amenore sekunder disebabkan oleh faktor lain di luar fungsi hipotalamushipofosis-ovarium. Hal ini berarti bahwa aksis hipotalamus-hipofosis-ovarium dapat bekerja secara fungsional. Amenore yang terjadi mungkin saja disebabkan oleh adanya obstruksi terhadap aliran darah yang akan keluar uterus, atau bisa juga karena adanya abnormalitas regulasi ovarium sperti kelebihan androgen yang menyebabkan polycystic ovary syndrome. D. Manifestasi klinis Tanda dan gejala yang muncul diantaranya : 1. Tidak terjadi haid 2. Produksi hormon estrogen dan progesteron menurun. 3. Nyeri kepala 4. Badan lemah Tanda dan gejala tergantung dari penyebabnya : 1. Jika penyebabnya adalah kegagalan mengalami pubertas, maka tidak akan ditemukan

tanda



tanda

pubertas

seperti

pembesaran

payudara,

pertumbuhan rambut kemaluan dan rambut ketiak serta perubahan bentuk tubuh. 2. Jika penyebanya adalah kehamilan, akan ditemukan morning sickness dan pembesaran perut. 3. Jika penyebabnya adalah kadar hormon tiroid yang tinggi maka gejalanya adalah denyut jantung yang cepat, kecemasan, kulit yang hangat dan lembab. 4. Sindroma Cushing menyebabkan wajah bulat ( moon face ), perut buncit, dan lengan serta tungkai yang lurus. Gejala lainnya yang mungkin ditemukan pada amenore : 1. Sakit kepala

2. Galaktore ( pembentukan air susu pada wanita yang tidak hamil dan tidak sedang menyusui ) 3. Gangguan penglihatan ( pada tumor hipofisa ) 4. Penurunan atau penambahan berat badan yang berarti 5. Vagina yang kering 6. Hirsutisme ( pertumbuhan rambut yang berlebihan, yang mengikuti pola pria ), perubahan suara dan perubahan ukuran payudara. E. Pemeriksaan penunjang Pada amenorrhea primer, apabila didapatkan adanya perkembangan seksual sekunder maka diperlukan pemeriksaan organ dalam reproduksi (indung telur, rahim, perlekatan dalam rahim) melalui pemeriksaan : 1. USG 2. Histerosalpingografi 3. Histeroskopi, dan 4. Magnetic Resonance Imaging (MRI). Apabila tidak didapatkan tanda-tanda perkembangan seksualitas sekunder maka diperlukan pemeriksan kadar hormon FSH dan LH. 1. Setelah kemungkinan kehamilan disingkirkan pada amenorrhea sekunder, maka dapat dilakukan pemeriksaan Thyroid Stimulating Hormone (TSH) karena kadar hormon prolaktin dalam tubuh. 2. Selain itu, kadar hormon prolaktin dalam tubuh juga perlu diperiksa. Apabila kadar hormon TSH dan prolaktin normal, maka Estrogen / Progesterone Challenge Test adalah pilihan untuk melihat kerja hormon estrogen terhadap lapisan endometrium alam rahim. Selanjutnya dapat dievaluasi dengan MRI.

ASUHAN KEPERAWATAN AMENOREA A. Pengkajian 1. Riwayat Penyakit a. Riwayat penyakit dahulu b. Riwayat Penyakit Sekarang c. Riwayat Penyakit Keluarga 2. Nutrisi 3. Pola Latihan 4. Pengetahuan Klien mengenai penyakitnya 5. Konsep diri (body image) 6. Skala nyeri 7. Pemeriksaan Fisik a. Pemeriksaan Abdomen b. Pemeriksaan Pelvis B. Pemeriksaan laboratorium a. USG b. Histerosalpingografi c. Histeroskopi, dan d. Magnetic Resonance Imaging (MRI). C. Diagnosa keperawatan

DISMONERHOE A. Definisi Dismenore adalah perasaan nyeri pada waktu haid dapat berupa kram ringan pada bagian kemaluan sampai terjadi gangguan dalam tugas sehari-hari. Gangguan ini ada dua bentuk yaitu dismenorre primer dan dismenorre sekunder. Dismenore (nyeri haid) merupakan gejala yang timbul menjelang dan selama mentruasi ditandai dengan gejala kram pada abdomen bagian bawah (Djuanda, Adhi.dkk, 2008). Dismenore adalah keluhan sewaktu haid dalam siklus teratur akibat dari peningkatan kadar prostaglandin dalam darah haid (Pritchard, MacDonald, & Gant, 1991). Dismenore didefenisikan sebagai kram menstruasi yang menyakitkan dan dibagi menjadi dismenore primer (tanpa patologi) dan dismenore sekunder (karena patologi) (Rees, et al. 2008). B. Etiologi Dismenore primer terjadi akibat endometrium mengandung prostaglandin dalam jumlah tinggi. Selama siklus menstruasi yaitu pada fase luteal, hormon progesterone

sangat

mempengaruhi

endometrium

yang

mengandung

prostaglandin. Akibatnya prostaglandin menjadi meningkat yang menyebabkan kontraksi miometrium yang kuat sehingga terasa nyeri. Dismenore sekunder mungkin disebabkan karena endometriosis, polip atau fibroid uterus ,penyakit radang panggul (PRP), perdarahan uterus disfungsional, prolaps uterus, maladaptasi pemakaian AKDR, produk kontrasepsi yang tertinggal setelah abortus spontan, abortus terapeutik, atau melahirkan, dan kanker ovarium atau uterus (Morgan & Hamilton, 2009). C. Patofisiologi Dismenore primer terjadi akibat endometrium mengandung prostaglandin dalam jumlah tinggi. Selama siklus menstruasi yaitu pada fase luteal, hormon

progesterone

sangat

mempengaruhi

endometrium

yang

mengandung

prostaglandin. Akibatnya prostaglandin menjadi meningkat yang menyebabkan kontraksi miometrium yang kuat sehingga terasa nyeri. Dismenore sekunder mungkin disebabkan karena endometriosis, polip atau fibroid uterus ,penyakit radang panggul (PRP), perdarahan uterus disfungsional, prolaps uterus, maladaptasi pemakaian AKDR, produk kontrasepsi yang tertinggal setelah abortus spontan, abortus terapeutik, atau melahirkan, dan kanker ovarium atau uterus (Morgan & Hamilton, 2009). D. Manifestasi klinis Dismenore primer muncul berupa serangan ringan, kram pada bagian tengah, bersifat spasmodik yang dapat menyebar ke punggung atau paha bagian dalam. Umumnya dismenore primer ini dimulai 1 – 2 hari sebelum menstruasi, namun nyeri paling berat selama 24 jam pertama menstruasi dan mereda pada hari kedua. Dismenore primer kerap disertai efek samping seperti muntah, diare, sakit kepala, sinkop, nyeri kaki (Morgan & Hamilton. 2009). Menurut Arif Mansjoer (2000 : 373) tanda dan gejala dari dismenore adalah 1. Dimenore primer a. Usia lebih muda, maksimal usia 15-25 tahun b. Timbul setelah terjadinya siklus haid yang teratur c. Sering terjadi pada nulipara d. Nyeri sering terasa sebagai kejang uterus dan spastic e. Nyeri timbul mendahului haid dan meningkat pada hari pertama atau kedua haid f. Tidak dijumpai keadaan patologi pelvic g. Hanya terjadi pada siklus haid yang ovulatorik h. Sering memberikan respon terhadap pengobatan medikamentosa i. Pemeriksaan pelvik normal j. Sering disertai nausea, muntah, diare, kelelahan, nyeri kepala

2. Dismenore sekunder a. Usia lebih tua, jarang sebelum usia 25 tahun b. Cenderung timbul setelah 2 tahun siklus haid teratur c. Tidak berhubngan dengan siklus paritas d. Nyeri sering terasa terus menerus dan tumpul e. Nyeri dimulai saat haid dan meningkat bersamaan dengan keluarnya darah f. Berhubungan dengan kelainan pelvic g. Tidak berhubungan dengan adanya ovulasi h. Seringkali memerlukan tindakan operatif i. Terdapat kelainan pelvic E. Pemeriksaan penunjang Pemeriksaan penunjang yang dapat dilakukan pada klien dengan dismenore adalah : 1. Tes laboratorium a. Pemeriksaan darah lengkap : normal. b. Urinalisis : normal 2. Tes diagnostic tambahan a) Laparaskopi : penyikapan atas adanya endomeriosi atau kelainan pelvis yang lain.

ASUHAN KEPERAWATAN DISMONERHOE A. Pengkajian 1. Biodata klien a. Umur b. Pendidikan

: pasien berada dalam usia masa menstruasi : pendidikan pasien sangat mempengaruhi tingkat

pengetahuan pasien mengenai menstruasi c. Pekerjaan

: pekerjaan pasien (kegiatan rutinitas pasien) juga

mempengaruhi terjadinya gangguan menstruasi 2. Alasan MRS Keluhan utama :Merasakan nyeri yang berlebihan ketika haid pada bagian perut disertai dengan mual muntah, pusing dan merasakan badan lemas. 3. Riwayat haid Umur menarchi pertama kali, lama haid, jumlah darah yang keluar, konsistensi, siklus haid. 4. Riwayat penyakit dahulu Penyakit yang pernah diderita pada masa lalu, bagaimana cara pengobatan yang dijalaninya, dimana mendapat pertolongan, apakah penyakit tersebut diderita sampai saat ini atau kambuh berulang–ulang 5. Riwayat kesehatan keluarga Adakah anggota keluarga yang menderita penyakit seperti yang pasien alami.

6. Pola Kebutuhan Dasar (Gordon) a) Pola Persepsi dan Tata Laksana Hidup Sehat Pada kasus Dismenore akan timbul ketakutan karena ketidaktahuan atau kurangnya informasi/ pengetahuan mengenai Dismenore. b) Pola Nutrisi dan Metabolisme Pada umumnya klien dengan dismenorre mengalami penurunan nafsu makan, frekuensi minum klien juga mengalami penurunan.

7. Pola Eliminasi Untuk kasus fraktur humerus tidak ada gangguan pada pola eliminasi, tapi walaupun begitu perlu juga dikaji frekuensi, konsistensi, warna serta bau feces pada pola eliminasi alvi. Sedangkan pada pola eliminasi urin dikaji frekuensi, kepekatannya, warna, bau, dan jumlah. Pada kedua pola ini juga dikaji ada kesulitan atau tidak. 8. Pola Tidur dan Istirahat Klien dengan disminorre mengalami nyeri pada daerah perut sehingga pola tidur klien menjadi terganggu, apakah mudah terganggu dengan suara-suara, posisi saat tidur (penekanan pada perineum) 9. Pola Aktivitas Kemampuan mobilisasi klien dibatasi, karena klien dengan disminorre di anjurkan untuk istirahat. 10. Pola Hubungan dan Peran Klien tidak akan kehilangan peran dalam keluarga dan dalam masyarakat. Karena klien tidak harus menjalani rawat inap. 11. Pola Persepsi dan Konsep Diri Pada kasus Dismenore akan timbul ketakutan karena ketidaktahuan atau kurangnya informasi/ pengetahuan mengenai Dismenore. 12. Pola Sensori dan Kognitif Pada klien Dismenore, daya rabanya tidak terjadi gangguan, sedangkan pada indera yang lain tidak timbul gangguan.begitu juga pada kognitifnya tidak mengalami gangguan. Namun timbul rasa nyeri pada perut bagian bagian bawah. 13. Pola Reproduksi Seksual Kebiasaan penggunaan pembalut sangat mempengaruhi terjadinya gangguan menstruasi. 14. Pola Penanggulangan Stress

Pada klien Dismenore timbul rasa cemas tentang keadaan dirinya, yaitu mengenai adanya kelainan pada sistem reproduksinya. 15. Pola Tata Nilai dan Keyakinan Untuk klien Dismenore tidak dapat melaksanakan kebutuhan beribadah dengan baik terutama frekuensi dan konsentrasi. Hal ini bisa disebabkan karena nyeri dan keterbatasan gerak klien. 16. Pemeriksaan Fisik Pemeriksaan fisik yang dilakukan meliputi : a. Kepala : Pemeriksaan konjungtiva, pemeriksaan membrane mukosa bibir b. Dada : Paru : peningkatan frekuensi nafas Jantung : Peningkatan denyut jantung c. Payudara dan ketiak : Adanya nyeri pada payudara d. Abdomen : Nyeri pada bagian bawah abdomen, kaji penyebab nyeri, Kualitas nyeri, Region nyeri, Skala Nyeri, Awitan terjadinya nyeri, sejak kapan dan berapa lama e. Genetalia : Kaji siklus menstruasi pasien f. Integumen : kaji turgor kulit B. Diagnose 1. Nyeri akut b/d agen pencedera fisiologi 2. Intoleransi aktivitas b/d kelemahan

EKTROPIK A. Definisi Kehamilan ektopik terjadi bila ovum yang dibuahi melekat pada sembarang jaringan selain lapisan uterus. (Brenda & Suzanne, 2001). Kehamilan ektopik terjadi bila telur yang dibuahi berimplantasi dan tumbuh di luar endometrium kavum uteri. (Prawirohardjo, 2006). Kehamilan ektopik adalah suatu kehamilan di mana ovum yang telah dibuahi sperma mengalami implantasi dan tumbuh di tempat yang tidak semestinya dan bukan di dalam endometrium kavum uteri. Istilah kehamilan ektopik lebih tepat digunakan daripada istilah kehamilan ekstrauterin, karena terdapat beberapa jenis kehamilan ektopik yang terjadi di dalam uterus tetapi tidak pada tempat yang normal seperti kehamilan yang terjadi pada pars interstitialis tuba dan serviks uteri (Prawirohardjo, 2005). Kehamilan ektopik adalah kehamilan abnormal yang terjadi di luar rongga rahim, janin tidak dapat bertahan hidup dan sering tidak berkembang sama sekali. Sarwono

Prawirihardjo

(2005),

berdasarkan lokasinya, antara lain: 3. Tuba fallopi a. pars interstisialis; b. pars ismika tuba; c.

pars ampullaris tuba

d.

infundibulum tuba

e. fimbria. 4. Uterus a.

kanalis servikalis;

b. divertikulum; c. kornua; d. tanduk rudimenter.

mengklasifikasikan

kehamilan

ektopik

5.

Ovarium

6. Intraligamenter 7. Abdominal a.

primer;

b. sekunder. B. Etiologi Etiologi kehamilan ektopik telah banyak diselidiki, tetapi sebagian besar penyebabnya tidak diketahui. Tiap kehamilan dimulai dengan pembuahan telur di bagian ampulla tuba, dan dalam perjalanan ke uterus telur mengalami hambatan sehingga pada saat nidasi masih di tuba, atau nidasinya di tuba dipermudah. Faktor-faktor yang memegang peranan dalam hal ini ialah sebagai berikut: 1. Faktor dalam lumen tuba a. Endosalpingitis dapat menyebabkan perlekatan endosalping, sehingga lumen tuba menyempit atau membentuk kantong buntu b. Pada hipoplasia uteri lumen tuba sempit dan berkeluk-keluk dan hal ini sering disertai gangguan fungsi silia endosalping c. Operasi plastik tuba dan sterilisasi yang tak sempurna dapat menjadi sebab lumen tuba menyempit. 2. Faktor pada dinding tuba a. Endometriosis tuba dapat memudahkan implantasi telur yang dibuahi dalam tuba; b. Divertikel tuba kongenital atau ostium assesorius tubae dapat menahan telur yang dibuahi di tempat itu. 3. Faktor di luar dinding tuba: a. Perlekatan

peritubal

dengan

distorsi

atau

lekukan

tuba

dapat

menghambat perjalanan telur; b. Tumor yang menekan dinding tuba dapat menyempitkan lumen tuba. 4. Faktor lain:

a. Migrasi luar ovum, yaitu perjalanan dari ovarium kanan ke tuba kiri atau sebaliknya dapat memperpanjang perjalanan telur yang dibuahi ke uterus; pertumbuhan telur yang terlalu cepat dapat menyebabkan implantasi prematur; b.

Fertilisasi in vitro. (Prawirohardjo, 2006)

C. Patofisiologi Mukosa pada tuba bukan merupakan medium yang baik untuk pertumbuhan blastokista yang berimplantasi di dalamnya. Vaskularisasi kurang baik, dan desidua tidak tumbuh dengan sempurna. Dengan demikian ada 3 kemungkinan: 1. ovum mati dan kemudian diresorbsi, dalam hal ini seringkali adanya kehamilan tidak diketahui, dan perdarahan dari uterus yang timbul sesudah meninggalnya ovum, dianggap sebgai haid yang datangnya agak terlambat; 2. trofoblas dan villus korialisnya menembus lapisan pseudokapsularis, dan menyebabkan timbulnya perdarahan dalam lumen tuba. Darah itu menyebabkan pembesaran tuba (hematosalping), dan dapat pula mengalir terus ke rongga peritoneum, berkumpul di kavum Douglas, dan menyebabkan hematokele retrouterina. 3. trofoblast dan villus korialis menembus lapisan muskularis dan peritoneum pada dinding tuba dan menyebabkan perdarahan langsung ke rongga peritoneum. Peristiwa ini yang sering terjadi pada kehamilan di isthmus, dapat menyebabkan perdarahan banyak karena darah mengalir secara bebas dalam rongga peritoneum, dan dapat menyebabkan keadaan yang gawat pada penderita. D. Pemeriksaan penunjang 1. Pemeriksaan umum. Penderita tampak kesakitan dan pucat; pada perdarahan dalam rongga perut tanda-tanda syok dapat ditemukan. Pada jenis tidak mendadak perut bagian bawah hanya sedikit mengembung dan nyeri tekan.

2. Pemeriksaan ginekologi. Tanda-tanda kehamilan muda mungkin ditemukan. Pergerakan serviks menyebabkan rasa nyeri. Bila uterus dapat diraba, maka akan teraba sedikit membesar dan kadang-kadang teraba tumor di samping uterus dengan batas yang sukar ditentukan. Kavum Douglas yang menonjol dan nyeri raba menunjukkan adanya hematokel retrouterina. Suhu kadangkadang naik, sehingga menyukarkan perbedaan dengan infeksi pelvik. 3. Pemeriksaan laboratorium. Pemeriksaan hemoglobin dan jumlah sel darah merah berguna dalam menegakkan diagnosis kehamilan ektopik terganggu, terutama bila ada tanda-tanda perdarahan dalam rongga perut. Pada kasus janis tidak mendadak biasanya ditemukan anemia; tetapi harus diingat bahwa penurunan hemoglobin baru terlihat setelah 24 jam. 4. Dilatasi dan kerokan. Pada umumnya dilatasi dan kerokan untuk menunjang diagnosis kehamilan ektopik tidak dianjurkan. Berbagai alasan dapat dikemukakan; a) kemungkinan adanya kehamilan dalam uterus bersama kehamilan ektopik; b) hanya 12 sampai 19% kerokan pada kehamilan ektopik menunjukkan reaksi desidua; c) perubahan endometrium yang berupa reaksi Arias-Stella tidak khas untuk kehamlan ektopik. Namun, jika jaringan yang dikeluarkan bersama dengan perdarahan terdiri atas desidua tanpa villi koriales, hal itu dapat memperkuat diagnosis kehamilan ekktopik terganggu. 5. Kuldosentesis.

Kuldosentesis

adalah suatu

cara pemeriksaan untuk

mengetahui apakah dalam kavum Douglas ada darah. Cara ini amat berguna dalam membantu membuat diagnosis kehamilan ektopik terganggu.

ASUHAN KEPERAWATAN EKTROPIK A. Pengkajian 1. Anamnesis dan gejala klinis: a. Riwayat terlambat haid b. Gejala dan tanda kehamilan muda c. Dapat ada atau tidak ada perdarahan per vaginan d. Terdapat amenore e. Ada nyeri mendadak di sertai rasa nyeri bahu dan seluruh abdomen, terutama abdomen bagian kanan / kiri bawah f. Berat atau ringannya nyeri tergantung pada banyaknya darah yang terkumpul dalam peritoneum. 2. Pemeriksaan fisik a. Inspeksi 1) Mulut 2) Payudara 3) Abdomen 4) Genetalia 5) Ekstremitas b. Palpasi 1) Abdomen 2) Genetalia c. Auskultasi : Abdomen d. Perkusi : Ekstremitas B. Diagnose 1. Nyeri

yang

berhubungan

dengan

ruptur

tuba

fallopi,

pendarahan

intraperitonial. 2. Kurangnya pengetahuan yang berhubungan dengan kurang pemahaman atau tidak mengenal sumber-sumber informasi.

MOLAHIDATIDOSA A. Definisi Mola hidatidosa adalah chorionic villi (jonjotan/gantungan) yang tumbuh berganda berupa gelembung-gelembung kecil yang mengandung banyak cairan sehingga menyerupai buah anggur atau mata ikan. Karena itu disebut juga hamil anggur atau mata ikan. (Mochtar, Rustam, dkk, 1998) Mola hidatidosa adalah perubahan abnormal dari villi korionik menjadi sejumlah kista yang menyerupai anggur yang dipenuhi dengan cairan. Embrio mati dan mola tumbuh dengan cepat, membesarnya uterus dan menghasilkan sejumlah besar human chorionic gonadotropin (hCG) (Hamilton, C. Mary, 1995) Molahidatidosa merupakan bagian dari penyakit trofoblas gestasional / Gestational Thropoblatic Disease (GTD) yaitu kelompok penyakit yang ditandai dengan proliferasi abnormal trofoblas pada kehamilan dengan potensi keganasan.Spektrum

keganasan

dari

GTD

adalah

dalam

bentuk

koriokarsinoma.Molahidatidosa adalah neoplasma jinak dari sel trofoblas.Pada molahidatidosa kehamilan tidak berkembang menjadi janin yang sempurna, melainkan berkembang menjadi patologik. Mola hidatidosa dibedakan menjadi 2 jenis, yaitu complete mole dan partial mole. Sedangkan partial mole apabila ditemukan janin atau sebagian janin. Namun, janin yang terbentuk tersebut tidak normal, bagian tubuhnya tidak proporsional (cacat). Martaadisoebrata dan Wirakusumah (2005) menyebutkan bahwa faktor resiko dari mola hidatidosa adalah umur – mola hidatidosa lebih banyak ditemukan pada wanita hamil berumur di bawah 20 tahun dan diatas 35 tahun. B. Etiologi Penyebab mola hidatidosa tidak diketahui secara pasti, namun faktor penyebabnya adalah:

1. Faktor ovum : ovum memang sudah patologik sehingga mati, tetapi terlambat dikeluarkan. 2. Imunoselektif dari tropoblast. 3. Keadaan sosio-ekonomi yang rendah. 4. Paritas tinggie 5. Kekurangan protein 6. Infeksi virus dan faktor kromosom yang belum jelas.(Mochtar, Rustam ,1998) Mola hidatifosa berasal dari plasenta atau jaringan janin sehingga hanya mungkin terjadi pada awal kehamilan. Massa biasanya terdiri dari bahan-bahan plasenta yang tumbuh tak terkendali. Sering tidak ditemukan janin sama sekali. Penyebab terjadinya mola belum sepenuhnya dimengerti. Penyebab yang paling mungkin adalah kelainan pada sel telur, Rahim atau kekurangan gizi. C. Patofisiologi Mola hidatidosa dapat terbagi menjadi : 1. Mola hidatidosa komplet (klasik), jika tidak ditemukan janin. 2. Mola hidatidosa inkomplet (parsial), jika disertai janin atau bagian janin. Ada beberapa teori yang diajukan untuk menerangkan patogenesis dari penyakit trofoblast : b. Teori missed abortion Mudigah (Calon Janin) mati pada kehamilan 3 – 5 minggu karena itu terjadi gangguan peredarah darah sehingga terjadi penimbunan cairan masenkim dari villi dan akhirnya terbentuklah gelembung-gelembung. b. Teori neoplasma dari Park Sel-sel trofoblast adalah abnormal dan memiliki fungsi yang abnormal dimana terjadi reabsorbsi cairan yang berlebihan ke dalam villi sehigga timbul gelembung.

c. Studi dari Hertig Studi dari Hertig lebih menegaskan lagi bahwa mola hidatidosa semata-mata akibat akumulasi cairan yang menyertai degenerasi awal atau tiak adanya embrio komplit pada minggu ke tiga dan ke lima. Adanya sirkulasi maternal yang terus menerus dan tidak adanya fetus menyebabkan trofoblast berproliferasi dan melakukan fungsinya selama pembentukan cairan.(Silvia, Wilson, 2000) D. Manifestasi klinis Tanda dan Gejala Tanda dan gejala kehamilan dini didapatkan pada mola hidatidosa. Kecurigaaan biasanya terjadi pada minggu ke 14 - 16 dimana ukuran rahim lebih besar dari kehamilan biasa, pembesaran rahim yang terkadang diikuti perdarahan, dan bercak berwarna merah darah beserta keluarnya materi seperti anggur pada pakaian dalam. Tanda dan gejala serta komplikasi mola : 1. Mual dan muntah yang parah yang menyebabkan 10% pasien masuk RS. 2. Pembesaran rahim yang tidak sesuai dengan usia kehamilan (lebih besar). 3. Gejala – gejala hipertitoidisme seperti intoleransi panas, gugup, penurunan BB yang tidak dapat dijelaskan, tangan gemetar dan berkeringat, kulit lembab. 4. Gejala – gejala pre-eklampsi seperti pembengkakan pada kaki dan tungkai, peningkatan tekanan darah, proteinuria (terdapat protein pada air seni). 5. Amenore dan tanda-tanda kehamilan 6. Perdarahan pervaginam berulang. Darah cenderung berwarna coklat. Pada keadaan lanjut kadang keluar gelembung mola. 7. Tidak terabanya bagian janin pada palpasi dan tidak terdengarnya DJJ sekalipun uterus sudah membesar setinggi pusat atau lebih. E. Penatalaksanaan

1. Diagnosis dini akan menguntungkan prognosis. 2. Pemeriksaan USG sangat membantu diagnosis. 3. Lakukan pengosongan jaringan mola dengan segera. 4. Antisipasi komplikasi (krisis tiroid, perdarahan hebat atau perforasi uterus). 5. Lakukan pengamatan lanjut hingga minimal 1 tahun. F. Pemeriksaan penunjang 1. Serum ß-hCG untuk memastikan kehamilan dan pemeriksaan ß-hCG serial 2. Ultrasonografi (USG). 3. Foto rontgen

ASUHAN KEPERAWATAN MOLAHIDATIDOSA A. Pengkajian 1. Pengkajian Data Subjetif Pengkajian adalah pendekatan sistematis untuk mengumpulkan data dan menganalisanya sehingga dapat diketahui masalah dan kebutuhan perawatan bagi klien. a. Biodata : mengkaji identitas klien dan penanggung yang meliputi ; nama, umur, agama, suku bangsa, pendidikan, pekerjaan, status perkawinan, perkawinan ke- , lamanya perkawinan dan alamat. b. Keluhan utama : Kaji adanya menstruasi tidak lancar dan adanya perdarahan pervaginam berulang. c. Riwayat kesehatan, yang terdiri atas : 1) Riwayat kesehatan sekarang yaitu keluhan sampai saat klien pergi ke Rumah Sakit atau pada saat pengkajian seperti perdarahan pervaginam di luar siklus haid, pembesaran uterus lebih besar dari usia kehamilan. 2) Riwayat kesehatan masa lalu 3) Riwayat pembedahan : Kaji adanya pembedahan yang pernah dialami oleh klien, jenis pembedahan , kapan , oleh siapa dan di mana tindakan tersebut berlangsung. d. Riwayat penyakit yang pernah dialami : Kaji adanya penyakit yang pernah dialami oleh klien misalnya DM, jantung, hipertensi, masalah ginekologi/urinary, penyakit endokrin, dan penyakit-penyakit lainnya. e. Riwayat kesehatan keluarga : Yang dapat dikaji melalui genogram dan dari genogram tersebut dapat diidentifikasi mengenai penyakit turunan dan penyakit menular yang terdapat dalam keluarga. f. Riwayat kesehatan reproduksi : Kaji tentang mennorhoe, siklus menstruasi, lamanya, banyaknya, sifat darah, bau, warna dan adanya

dismenorhoe serta kaji kapan menopause terjadi, gejala serta keluahan yang menyertainya. g. Riwayat kehamilan , persalinan dan nifas : Kaji bagaimana keadaan anak klien mulai dari dalam kandungan hingga saat ini, bagaimana keadaan kesehatan anaknya. h. Riwayat seksual : Kaji mengenai aktivitas seksual klien, jenis kontrasepsi yang digunakan serta keluhan yang menyertainya. i. Riwayat pemakaian obat : Kaji riwayat pemakaian obat-obatan kontrasepsi oral, obat digitalis dan jenis obat lainnya. j. Pola aktivitas sehari-hari : Kaji mengenai nutrisi, cairan dan elektrolit, eliminasi (BAB dan BAK), istirahat tidur, hygiene, ketergantungan, baik sebelum dan saat sakit. 2. Pengkajian Data Objektif a. TTV: ada tidaknya demam, takikardi, hipotensi, frekuensi nafas b. Status Gizi: Berat Badan meningkat/menurun c. Status Kardiovaskuler: Bunyi jantung, karakter nadi d.

Status Respirasi: Pola pernafasan terhadap kedalaman dan kesimetrisan

e. Status Hidrasi: Edema, derajat kelembaban f. Keadaan Integumen: Observasi kulit terhadap warna, lesi, laserasi, bekas luka operasi, kontraksi dinding perut g. Genital: nyeri kostovertebral dan suprapubik, perdarahan yang abnormal h. Status Eliminasi: Perubahan konstipasi feses, konstipasi dan perubahan frekuensi berkemih i. Keadaan Muskoloskeletal: Bahasa tubuh, pergerakan, tegangan otot, ketut lutut j. Keadaan janin: Pemeriksaan DJJ, TFU, dan perkembangan janin (apakah sesuai dengan usia kehamilan)

B. Diagnose 1. Nyeri berhubungan dengan terputusnya kontinuitas jaringan. 2. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan kelemahan. 3. Gangguan pola tidur berhubungan dengan adanya nyeri. 4. Gangguan rasa nyaman : hipertermi berhubungan dengan proses infeksi. 5. Kecemasan berhubungan dengan perubahan status kesehatan

ENDOMITRIASIS A. definisi Endometriosis merupakan kondisi medis pada wanita yang ditandai dengan tum-buhnya sel-sel endometrium di luar kavum uteri. Sel-sel endometrium yang melapisi kavum uteri sangat dipengaruhi hormon wanita. Dalam keadaan normal, sel-sel endometrium kavum uteri akan menebal selama siklus menstruasi berlangsung agar nantinya siap menerima hasil pembuahan sel telur oleh sperma. Bila sel telur tidak mengalami pembuahan, maka sel-sel endo-metrium yang menebal akan meluruh dan keluar sebagai darah menstruasi. Pada endometriosis, sel endometrium yang semula berada dalam kavum uteri berpindah dan tumbuh di luar kavum uteri. B. Etiologi Beberapa ahli men-coba menerangkan kejadian endometriosis dengan berbagai teori, yakni teori im-plantasi dan regurgitasi, metaplasia, hor-monal, serta imunologik. Teori implantasi dan regurgitasi me-ngemukakan adanya darah haid yang dapat mengalir dari kavum uteri melalui tuba Falopii, tetapi tidak dapat menerangkan

terjadinya

endometriosis

diluar

pelvis.

Teori

metaplasia

menjelaskan terjadinya metaplasia pada sel-sel coelom yang ber-ubah menjadi endometrium. Menurut teori ini, perubahan tersebut terjadi akibat iritasi dan infeksi atau pengaruh hormonal pada epitel coelom. Dari aspek endokrin, hal ini bisa diterima karena epitel germinativum ovarium, endometrium, dan peritoneum berasal dari epitel coelom yang sama. Banyak peneliti yang berpendapat bahwa endometriosis merupakan penyakit autoimun karena memiliki kriteria yang cenderung bersifat familiar, menimbulkan gejala klinik yang melibatkan banyak organ, dan menunjukkan aktivitas sel B poliklonal. Danazol yang semula di-pakai untuk pengobatan endometriosis karena diduga bekerja secara hormonal, juga telah dipakai untuk mengobati penyakit

autoimun.Oleh karena itu selain oleh efek hormonalnya, keberhasilan pengobatan danazol diduga juga oleh efek imunologik. Danazol mengurangi tempat ikatan IgG (reseptor Fc) pada monosit, sehingga mem-pengaruhi aktivitas fagositik selsel ter-sebut. Beberapa penelitian menemukan pe-ningkatan IgM, IgG, serta Ig A dalam serum pasien endometriosis. C. Patofisiologi Endometriosis berasal dari kata endometrium, yaitu jaringan yang melapisi dinding rahim. Endometriosis terjadi bila endometrium tumbuh di luar rahim. Lokasi tumbuhnya beragam di rongga perut, seperti di ovarium, tuba falopii, jaringan yang menunjang uterus, daerah di antara vagina dan rectum, juga di kandung kemih. Dalam setiap siklus menstruasi lapisan dinding rahim menebal dengan tumbuhnya pembuluh darah dan jaringan, untuk mempersiapkan diri menerima sel telur yang akan dilepaskan oleh indung telur yang terhubungkan dengan rahim oleh saluran yang disebut tuba falopii atau saluran telur. Apabila telur yang sudah matang tersebut tidak dibuahi oleh sel sperma, maka lapisan dinding rahim tadi luruh pada akhir siklus. Lepasnya lapisan dinding rahim inilah yang disebut dengan peristiwa menstruasi. Keseluruhan proses ini diatur oleh hormon, dan biasanya memerlukan waktu 28 sampai 30 hari sampai kembali lagi ke awal proses. Salah satu teori mengatakan bahwa darah menstruasi masuk kembali ke tuba falopii dengan membawa jaringan dari lapisan dinding rahim, sehingga jaringan tersebut menetap dan tumbuh di luar rahim. D. Manifestasi klinis Tanda dan gejala endometriosis antara lain : a. Nyeri : 1) Dismenore sekunder 2) Dismenore primer yang buruk 3) Dispareunia: Nyeri ovulasi

4) Nyeri pelvis terasa berat dan nyeri menyebar ke dalam paha, dan nyeri pada bagian abdomen bawah selama siklus menstruasi. 5) Nyeri akibat latihan fisik atau selama dan setelah hubungan seksual 6) Nyeri pada saat pemeriksaan dalam oleh dokter b. Perdarahan abnormal 1) Hipermenorea 2) Menoragia 3) Spotting sebelum menstruasi 4) Darah menstruasi yang bewarna gelap yang keluar sebelum menstruasi atau di akhir menstruasi 5) Keluhan buang air besar dan buang air kecil 6) Nyeri sebelum, pada saat dan sesudah buang air besar 7) Darah pada feces 8) Diare, konstipasi dan kolik E. Pemeriksaan diagnostic Pemeriksaan yang dilakukan untuk membuktikan adanya endometirosis ini antara lain: 1. Uji serum a. CA-125: Sensitifitas atau spesifisitas berkurang b. Protein plasenta 14 : Mungkin meningkat pada endometriosis yang mengalami infiltrasi dalam, namun nilai klinis tidak diperlihatkan. c. Antibodi endometrial: Sensitifitas dan spesifisitas berkurang 2. Teknik pencitraan a. Ultrasound: Dapat membantu dalam mengidentifikasi endometrioma dengan sensitifitas 11% b. MRI: 90% sensitif dan 98% spesifik c. Pembedahan: Melalui laparoskopi dan eksisi.

ASUHAN KEPERAWATAN ENDOMITRIASIS A. Pengkajian 1. Riwayat Kesehatan Dahulu Pernah terpapar agen toksin berupa pestisida, atau pernah ke daaerah pengolahan katu dan produksi kertas, serta terkena limbah pembakaran sampah medis dan sampah perkotaan. 2. Riwayat kesehatan sekarang a. Dysmenore primer ataupun sekunder b. Nyeri saat latihan fisik c. Dispareun d. Nyeri ovulasi e. Nyeri pelvis terasa berat dan nyeri menyebar ke dalam paha, dan nyeri pada bagian abdomen bawah selama siklus menstruasi. f. Nyeri akibat latihan fisik atau selama dan setelah hubungan seksual g. Nyeri pada saat pemeriksaan dalam oleh dokter h. Hipermenorea i. Menoragia j. Feces berdarah k. Nyeri sebelum, sesudah dan saat defekasi. l. Konstipasi, diare, kolik

3. Riwayat kesehatan keluarga Memiliki ibu atau saudara perempuan (terutama saudara kembar) yang menderita endometriosis. 4. Riwayat obstetri dan menstruasi Mengalami hipermenorea, menoragia, siklus menstruasi pendek, darah menstruasi yang bewarna gelap yang keluar sebelum menstruasi atau di akhir menstruasi.

B. Diagnose 1. Nyeri b.d gangguan menstruasi, proses penjalaran penyakit. 2. Resiko tinggi gangguan citra tubuh b.d gangguan menstruasi 3. Resiko gangguan harga diri b.d infertilitas

CA SERVIK A. Definisi Kanker serviks adalah tumor ganas yang tumbuh didalam leher Rahim atau serviks yang terdapat pada bagian terendah dari rahim yang menempel pada puncak vagina.( Diananda,Rama, 2009 ) Kanker serviks merupakan gangguan pertumbuhan seluler dan merupakan kelompok penyakit yang dimanifestasikan dengan gagalnya untuk mengontrol proliferasi dan maturasi sel pada jaringan serviks. Kanker serviks biasanya menyerang wanita berusia 35 - 55 tahun, 90% dari kanker serviks berasal dari sel kelenjar penghasil lendir pada saluran servikal yang menuju kedalam rahim.(Sarjadi, 2001) Kanker serviks atau yang biasa dikenal dengan kanker leher rahim merupakan keganasan yang berasal dari sel serviks. Kanker serviks terjadi ketika sel pada serviks mengalami pertumbuhan yang tidak normal serta menginvasi jaringan atau organ – organ lain disekitar serviks maupun yang jauh (Arisusilo, 2012). Serviks merupakan bagian dari organ reproduksi internal wanita tepatnya sepertiga bagian bawah uterus, berbentuk silindris, menonjol dan terletak diantara rahim (uterus) dengan vagina (Kemenkes RI, 2015). B. Etiologi Ada beberapa faktor yang dapat meningkatkan resiko terjadinya kanker serviks, antara lain adalah 1. Usia Usia pertama kali melakukan hubungan seksual yang masih relatif muda (dibawah 20 tahun) dapat meningkatkan risiko kejadian kanker serviks. Hasil penelitian menunjukkan bahwa semakin muda seorang wanita melakukan hubungan seksual maka semakin tinggi risiko mengalami kanker serviks. Hasil penelitian Sadewa (2014) menunjukkan bahwa sebanyak 90% pasien yang terdiagnosa kanker serviks menikah pada usia ≤ 20 tahun.

2. Paritas Kejadian kanker serviks juga sering ditemukan pada wanita yang sering partus atau melahirkan. Semakin sering partus semakin besar risiko seseorang mengalami kanker serviks. Hasil penelitian yang dilakukan oleh Reis, et al (2011) menunjukkan bahwa wanita dengan jumlah paritas >3 berisiko mengalami kanker serviks lebih tinggi

9,127 kali dibandingkan dengan

wanita dengan paritas ≤3. 3. Merokok Wanita yang merokok berisiko terkena kanker serviks 2 kali lebih besar dibandingkan dengan wanita yang tidak merokok. Hasil penelitian menunjukkan bahwa pada lendir serviks wanita perokok mengandung nikotin dan zat tersebut menyebabkan penurunan daya tahan serviks selain merupakan ko-karsinogen infeksi virus (Rasjidi, 2009). 4. Penggunaan Kontrasepsi Oral Jangka Panjang Penggunaan kontrasepsi oral dalam jangka panjang (lebih dari 5 tahun) seperti konsumsi pil KB dapat meningkatkan risiko kanker serviks 1-2 kali terutama pada wanita yang positif terinfeksi HPV (American Cancer Society, 2017). 5. Personal Hygiene Personal hygiene terutama perawatan kebersihan alat kelamin yang kurang dapat meningkatkan risiko kejadian kanker serviks. Hasil penelitian Indrawati dan Fitriyani (2012) menunjukkan personal hygiene yang kurang baik berisiko mengalami kanker serviks 19,386 kali lebih tinggi dibandingkan dengan wanita yang memiliki personal hygiene yang baik. 6. Gangguan system kekebalan tubuh Wanita yang mengalami immunocompromised (penurunan imunitas tubuh) seperti

pasien

transplantasi

ginjal

dan

AIDS

dapat

mempercepat

perkembangan sel kanker dari non-invasif menjadi invasif (American Cancer Society, 2017)

7. Riwayat Kanker Serviks Pada Keluarga Seorang wanita yang memiliki saudara kandung atau ibu dengan kanker serviks, berisiko mengalami kanker serviks 2–3 kali lebih besar dibandingkan dengan orang normal. Hasil penelitian menduga hal tersebut disebabkan berkurangnya kemampuan untuk melawan infeksi HPV (American Cancer Society, 2017)

C. Patofisiologi Terjadinya kanker serviks disebabkan oleh infeksi HPV yang onkogenik umumnya adalah HPV tipe 16 dan 18 (Dethan, 2015). Risiko terinfeksi HPV dapat meningkat pada wanita yang telah melakukan aktivitas seksual. Pada umumnya, infeksi virus ini akan menghilang dengan sendirinya, namun apabila infeksi bersifat persisten akan menyebabkan integrasi genom dari virus ke dalam genom sel serviks. Akibatnya pertumbuhan sel dan ekspresi onkoprotein E6 atau E7 yang bertanggung jawab terhadap perubahan maturasi dan diferensiasi dari epitel serviks menjadi tidak normal atau disebut dengan mutasi sel (Nurwijaya, 2010). Terjadinya mutasi sel inilah berkembang menjadi kanker serviks. Proses perkembangan kanker serviks berlangsung lambat, diawali adanya perubahan displasia yang perlahan - lahan menjadi progresif. Terjadinya kanker serviks disebabkan oleh infeksi HPV yang onkogenik umumnya adalah HPV tipe 16 dan 18 (Dethan, 2015). Risiko terinfeksi HPV dapat meningkat pada wanita yang telah melakukan aktivitas seksual. Pada umumnya, infeksi virus ini akan menghilang dengan sendirinya, namun apabila infeksi bersifat persisten akan menyebabkan integrasi genom dari virus ke dalam genom sel serviks. Akibatnya pertumbuhan sel dan ekspresi onkoprotein E6 atau E7 yang bertanggung jawab terhadap perubahan maturasi dan diferensiasi dari epitel serviks menjadi tidak normal atau disebut dengan mutasi sel (Nurwijaya, 2010). Terjadinya mutasi sel inilah berkembang menjadi kanker serviks. Proses

perkembangan kanker serviks berlangsung lambat, diawali adanya perubahan displasia yang perlahan - lahan menjadi progresif. D. Manifestasi klinis Pada fase prakanker (tahap displasia), sering tidak ada gejala atau tanda-tanda yang khas. Namun, kadang bisa ditemukan gejala-gejala sebagai berikut : 1. Keputihan atau keluar cairan encer dari vagina. Getah yang keluar dari vagina ini makin lama akan berbau busuk akibat infeksi dan nekrosis jaringan. 2. Perdarahan setelah senggama (post coital bleeding) yang kemudian berlanjut menjadi perdarahan yang abnormal. 3. Pada fase invasif dapat keluar cairan berwarna kekuning-kuningan dan berbau busuk. 4. Bisa terjadi hematuria karena infiltrasi kanker pada traktus urinarius. 5. Timbul gejala-gejala anemia bila terjadi perdarahan kronis. 6. Kelemahan pada ekstremitas bawah. 7. Timbul nyeri panggul (pelvis) atau di perut bagian bawah bila ada radang panggul. Bila nyeri terjadi di daerah pinggang ke bawah, kemungkinan terjadi infiltrasi kanker pada serabut saraf lumbosakral. 8. Pada stadium lanjut, badan menjadi kurus kering karena kurang gizi, edema kaki, timbul iritasi kandung kencing dan poros usus besar bagian bawah (rektum), terbentuknya fistel vesikovaginal atau rektovaginal, atau timbul gejala-gejala akibat metastasis jauh. E. Pemeriksa penunjang a. Pap Smear b. IVA (Inspeksi Visual Asam Asetat) c. Servikografi d. Gineskopi e. Pemeriksaan Penanda Tumor (PT) f. Biopsy Kerucut

g. MRI /CT scan abdomen atau pelvis h. Tes Schiller i. Pemeriksaan darah lengkap

ASUHAN KEPERAWATAN CA SERVIK A. Pengkajian 1. Identitas Pasien Identitas pasien meliputi nama, umur, jenis kelamin, status perkawinan, agama, pendidikan, pekerjaan, suku bangsa, alamat, tanggal masuk rumah sakit, tanggal pengkajian, dan diagnosa medis. 2. Riwayat Kesehatan a. Keluhan Utama b. Riwayat Kesehatan Sekarang c. Riwayat Kesehatan Dahulu d. Riwayat Kesehatan Keluarga 3. Pola Fungsional Kesehatan Gordon 4. Pemeriksaan Fisik a. Inspeksi 1) Perdarahan vagina 2) Keputihan berwarna putih atau purulen yang berbau dan tidak gatal 3) Adanya bau busuk yang khas 4) Raut wajah pucat 5) Ekspresi wajah meringis dan posisi tubuh menahan nyeri 6) Tanda-tanda anemia 7) Hematuri 8) Bila tumor tumbuh eksofitik maka terlihat lesi pada porsio atau sudah sampai vagina b. Palpasi 1) Nyeri tekan pada abdomen 2) Serviks dapat teraba membesar, ireguler, teraba lunak 3) Nyeri punggung bawah 4) Obstruksi ureter, periksa hidronefrosis dengan tes balotemen

5) Palpasi fundus arteri 6) Perubahan denyut nadi 7) Perubahan tekanan darah 8) Peningkatan suhu tubuh 5. Pemeriksaan Diagnostik/Penunjang a. Pap Smear b. IVA (Inspeksi Visual Asam Asetat) b. Servikografi c. Gineskopi d. Pemeriksaan Penanda Tumor (PT) e. Biopsy Kerucut f. MRI /CT scan abdomen atau pelvis g. Tes Schiller h. Pemeriksaan darah lengkap B. Diagnose 1. Perubahan perfusi jaringan berhubungan dengan anemia trombositopenia. 2. Nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan anoreksia, mual dan muntah. 3. Nyeri akut berhubungan dengan pertumbuhan jaringan abnormal. 4. Resiko tinggi terhadap infeksi berhubungan dengan port de entrée bakteri. 5. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan kelemahan paska anastesi. 6. Harga diri rendah berhubungan dengan timbulnya keputihan dan bau. 7. Risiko syok hipovolemik berhubungan dengan perdarahan.

MIOMA UTERI A. Definisi Mioma uteri adalah tumor jinak yang berasal dari jaringan ikat dan otot uterus yang menumpangnya, sehingga dalam kepustakaan dikenal juga istilah fibromioma, leiomioma ataupun fibroid. (Wiknjosastro, 1999) Mioma uteri adalah tumor jinak rahim disertai jaringan ikatnya, sehingga dalam bentuk padat karena jaringan ikatnya dominan dan lunak serta otot rahimnya dominant. (Manuaba, 1998) Mioma uteri adalah neoplasma jinak yang berasal dari otot uterus yang disebut juga leiomioma uteri atau uterin fibroid. Dikenal dua tempat asal mioma uteri yaitu serviks uteri dan korpus uteri. Yang ada pada servik uteri hanya ditemukan dalam 3%, sedangkan pada korpus uteri 97% mioma uteri banyak di terdapat pada wanita usia reproduksi terutama pada usia 35 tahun keatas dan belum pernah dilaporkan bahwa mioma uteri terjadi sebelum menarche. (Prawirohardjo, Sarwono, 1994) Mioma uteri adalah tumor jinak pada daerah rahim atau lebih tepatnya otot Rahim dan jaringan ikat di sekitarnya. Mioma belum pernah ditemukan sebelum terjadinya menarche, sedangkan setelah menopause hanya kira-kira 10% mioma yang masih tumbuh (Guyton AC, 2008)

B. Etiologi Pada mioma uteri terjadi perubahan sekunder. Perubahan sekunder pada mioma uteri yang terjadi sebagian besar bersifat degenerasi. Hal ini dikarenakan berkurangnya pemberian darah pada sarang mioma. Perubahan sekunder yaitu: 1. Atrofi Sesudah menopause ataupun sesudah kehamilan mioma uteri menjadi kecil. 2.

Degenerasi hialin

Perubahan ini sering terjadi terutama pada penderita berusia lanjut, tumor kehilangan struktur aslinya menjadi homogen. Dapat meliputi sebagian besar atau hanya sebagian kecil. 3. Degenerasi kistik Dapat meliputi daerah kecil maupun luas, dimana sebagian dari mioma menjadi cair, sehingga terbentuk ruangan-ruangan yang tidak teratur berisi seperti agar-agar, dapat juga terjadi pembengkakan yang luas dan bendungan limfe sehingga menyerupai limfangioma. Dengan konsistensi yang lunak tumor ini sukar dibedakan dari kista ovarium atau suatu kehamilan. 4. Degenerasi membatu (calcireous degeneration) Ini terjadi pada wanita berusia lanjut, karena adanya gangguan dalam sirkulasi. Dengan adanya pengendapan garam kapur pada sarang mioma maka mioma menjadi keras dan memberikan bayangan pada foto rontgen. 5. Degenerasi merah (carneous degeneration) Perubahan ini biasanya terjadi pada kehamilan dan nifas. Diperkirakan karena suatu nekrosis subakut sebagai gangguan vaskularisasi. Degenerasi merah tampak khas apabila terjadi pada kehamilan muda diserai emesis, haus, sedikit demam, kesakitan, tumor pada uterus membesar dan nyeri pada perabaan. 6. Degenerasi lemak Jarang terjadi merupakan kelanjutan degenerasi hialin.

C. Patofisiologi Mioma memiliki reseptor estrogen yang lebih banyak dibanding miometrium normal. Teori cell nest atau teori genitoblat membuktikan dengan pemberian estrogen ternyata menimbulkan tumor fibromatosa yang berasal dari sel imatur. Mioma uteri terdiri dari otot polos dan jaringan yang tersusun seperti konde diliputi pseudokapsul. Mioma uteri lebih sering ditemukan pada nulipara, faktor keturunan juga berperan. Perubahan sekunder pada mioma uteri sebagian

besar bersifaf degeneratif karena berkurangnya aliran darah ke mioma uteri. Menurut letaknya, mioma terdiri dari mioma submukosum, intramular dan subserosum.

D. Manifestasi klinis Gejala klinik mioma uteri adalah: 1. Perdarahan tidak normal a. Hipermenorea perdarahan banyak saat menstruasi b. Meluasnya permukaan endometrium dalam proses menstruasi c. Gangguan kontraksi otot Rahim d. Perdarahan berkepanjangan Akibat perdarahan penderita dapat mengeluh anemis karena kekurangan darah, pusing, cepat lelah dan mudah terjadi infeksi. 2. Penekanan rahim yang membesar Penekanan rahim karena pembesaran mioma uteri dapat terjadi: a. Terasa berat di abdomen bagian bawah b. Sukar miksi atau defekasi c. Terasa nyeri karena tertekannya urat syaraf 3. Gangguan pertumbuhan dan perkembangan kehamilan Kehamilan dengan disertai mioma uteri menimbulkan proses saling mempengaruhi: a. Kehamilan dapat mengalami keguguran b. Persalinan prematurus c. Gangguan saat proses persalinan d. Tertutupnya saluran indung telur menimbulkan infertilitas e. Kala ke tiga terjadi gangguan pelepasan plasenta dan perdarahan

E. Pemeriksaan penunjang 1. Ultrasonografi Untuk menentukan jenis tumor, lokasi myoma, ketebalan endometrium. 2. Foto BNO / IVP Untuk menilai massa di rongga pelvis serta menilai fungsi ginjal dan perjalanan ureter. 3. Tes kehamilan 4. Darah lengkap dan urine lengkap 5. Histerografi dan histeroscopi 6. Untuk menilai pasien myoma sub mukosa disertai infertilitas.

ASUHAN KEPERAWATAN MIOMA UTERI A. Pengkajian 1. Identitas klien : 2. Identitas penanggungjawab 3. Keluhan Utama 4. Riwayat kesehatan a. Riwayat keluhan utama b. Riwayat kesehatan lalu c. Riwayat kesehatan keluarga 5. Riwayat psikososial 6. Riwayat spriritual 7. Riwayat penyakit keturunan 8. Riwayat operasi 9. Riwayat alergi 10. Riwayat kehamilan dan persalinan lalu 11. Riwayat Menarche 12. Pemeriksaan diagnostic a. Ultrasonografi b. Foto BNO / IVP c. Tes kehamilan d. Histerografi dan histeroscopi B. Diagnose 1. Defisit volume cairan berhubungan dengan menoragie 2. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan kekuatan fisik 3. Resiko infeksi berhubungan dengan menoragie (perdarahan)

ABORTUS A. Definisi Abortus adalah berakhirnya suatu kehamilan oleh akibat-akibat tertentu pada atau sebelum kehamilan oleh akibat-akibat tertentu pada atau sebelum kehamilan tersebut berusia 22 minggu atau buah kehamilan belum mampu untuk hidup di luar kandungan (Praworihardjo, 2006) Abortus adalah ancaman atau hasil pengeluaran konsepsi pada usia kehamilan kurang dari 20 minggu atau berat janin kurang dari 500 gram, sebelum janin mampu hidup di luar kandungan (Nugroho, 2010) Abortus kompletus adalah keguguran lengkap di mana semua hasil konsepsi (desidua dan fetus) telah keluar tanpa membutuhkan intervensi medis. Abortus atau lebih dikenal dengan istilah keguguran adalah pengeluaran hasil konsepsi sebelum janin dapat hidup di luar rahim. Janin belum mampu hidup di luar rahim, jika beratnya kurang dari 500 g, atau usia kehamilan kurang dari 20 minggu karena pada saat ini proses plasentasi belum selesai. Pada bulan pertama kehamilan yang mengalami abortus, hampir selalu didahului dengan matinya janin dalam rahim. B. Etiologi 1. Kelainan pertumbuhan hasil konsepsi. Kelainan inilah yang paling umum menyebabkan abortus pada kehamilan sebelum umur kehamilan 8 minggu. Beberapa faktor yang menyebabkan kelainan ini antara lain : kelainan kromoson/genetik, lingkungan tempat menempelnya hasil pembuahan yang tidak bagus atau kurang sempurna dan pengaruh zat zat yang berbahaya bagi janin seperti radiasi, obat obatan, tembakau, alkohol dan infeksi virus. 2. Kelainan pada plasenta. Kelainan ini bisa berupa gangguan pembentukan pembuluh darah pada plasenta yang disebabkan oleh karena penyakit darah tinggi yang menahun.

3. Faktor ibu seperti penyakit penyakit khronis yang diderita oleh sang ibu seperti radang paru paru, tifus, anemia berat, keracunan dan infeksi virus toxoplasma. 4. Kelainan yang terjadi pada organ kelamin ibu seperti gangguan pada mulut rahim, kelainan bentuk rahim terutama rahim yang lengkungannya ke belakang (secara umum rahim melengkung ke depan), mioma uteri, dan kelainan bawaan pada rahim. 5. Trauma Tapi biasanya jika terjadi langsung pada kavum uteri. Hubungan seksual khususnya kalau terjadi orgasme, dapat menyebabkan abortus pada wanita dengan riwayat keguguran yang berkali-kali. 6. Faktor-faktor hormonal Misalnya penurunan sekresi progesteron diperkirakan sebagai penyebab terjadinya abortus pada usia kehamilan 10 sampai 12 minggu, yaitu saat plasenta mengambil alih fungsi korpus luteum dalam produksi hormon. 7. Penyebab dari segi Janin a. Kematian janin akibat kelainan bawaan. b. Mola hidatidosa. c. Penyakit plasenta misalnya inflamasi dan degenerasi. C. Patofisiologi Pada awal abortus terjadi perdarahan desiduabasalis, diikuti dengan nerkrosis jaringan sekitar yang menyebabkan hasil konsepsi terlepas dan dianggap benda asing dalam uterus. Kemudian uterus berkontraksi untuk mengeluarkan benda asing tersebut. Pada kehamilan kurang dari 8 minggu, villi korialis belum menembus desidua secara dalam jadi hasil konsepsi dapat dikeluarkan seluruhnya. Pada kehamilan 8 sampai 14 minggu, penembusan sudah lebih dalam hingga plasenta tidak dilepaskan sempurna dan menimbulkan banyak perdarahan. Pada kehamilan lebih dari 14 minggu janin dikeluarkan terlebih dahulu daripada

plasenta hasil konsepsi keluar dalam bentuk seperti kantong kosong amnion atau benda kecil yang tidak jelas bentuknya (blightes ovum),janin lahir mati, janin masih hidup, mola kruenta, fetus kompresus, maserasi atau fetus papiraseus. D. Manifestasi klinis 1. Terlambat haid atau amenorhe kurang dari 20 minggu. 2. Pada pemeriksaan fisik : keadaan umum tampak lemah kesadaran menurun, tekanan darah normal atau menurun, denyut nadi normal atau cepat dan kecil, suhu badan normal atau meningkat. 3. perdarahan pervaginam mungkin disertai dengan keluarnya jaringan hasil konsepsi. 4. Rasa mulas atau kram perut, didaerah atas simfisis, sering nyeri pingang akibat kontraksi uterus E. Pemeriksaan diagnostic 1. Tes kehamilan positif jika janin masih hidup dan negatif bila janin sudah mati 2. pemeriksaan Dopler atau USG untuk menentukan apakah janin masih hidup 3. pemeriksaan fibrinogen dalam darah pada missed abortion Data laboratorium tes urine, hemoglobin dan hematokrit, menghitung trombosit 4. kultur darah dan urine 5. Pemeriksaan Ginekologi: a. Inspeksi vulva 1) Perdarahan pervaginam sedikit atau banyak 2) Adakah disertai bekuan darah 3) Adakah jaringan yang keluar utuh atau sebagian 4) Adakah tercium bau busuk dari vulva b. Pemeriksaan dalam speculum 1) Apakah perdarahan berasal dari cavum uteri 2) Apakah ostium uteri masih tertutup / sudah terbuka 3) Apakah tampak jaringan keluar ostium

4) Adakah cairan/jaringan yang berbau busuk dari ostium. c. Pemeriksaan dalam/ Colok vagina 1) Apakah portio masih terbuka atau sudah tertutup 2) Apakah teraba jaringan dalam cavum uteri 3) Apakah besar uterus sesuai, lebih besar atau lebih kecil dari usia kehamilan 4) Adakah nyeri pada saat porsio digoyang 5) Adakah rasa nyeri pada perabaan adneksa 6) Adakah terasa tumor atau tidak 7) Apakah cavum douglasi menonjol, nyeri atau tidak

ASUHAN KEPERAWATAN ABORTUS A. Pengkajian 1. Biodata : mengkaji identitas klien dan penanggung yang meliputi ; nama, umur, agama, suku bangsa, pendidikan, pekerjaan, status perkawinan, perkawinan ke- , lamanya perkawinan dan alamat 2. Keluhan utama : Kaji adanya menstruasi tidak lancar dan adanya perdarahan pervaginam berulang pervaginam berulang 3. Riwayat kesehatan , a. Riwayat pembedahan : Kaji adanya pembedahan yang pernah dialami oleh klien, jenis pembedahan , kapan , oleh siapa dan di mana tindakan tersebut berlangsung. b. Riwayat penyakit yang pernah dialami : Kaji adanya penyakit yang pernah dialami oleh klien misalnya DM , jantung , hipertensi , masalah ginekologi/urinary , penyakit endokrin , dan penyakit-penyakit lainnya. c. Riwayat kesehatan keluarga : Yang dapat dikaji melalui genogram dan dari genogram tersebut dapat diidentifikasi mengenai penyakit turunan dan penyakit menular yang terdapat dalam keluarga. d. Riwayat

kesehatan

reproduksi :

Kaji

tentang

mennorhoe,

siklus

menstruasi, lamanya, banyaknya, sifat darah, bau, warna dan adanya dismenorhoe serta kaji kapan menopause terjadi, gejala serta keluahan yang menyertainya e. Riwayat kehamilan , persalinan dan nifas : Kaji bagaimana keadaan anak klien mulai dari dalam kandungan hingga saat ini, bagaimana keadaan kesehatan anaknya. 4. Pola aktivitas sehari-hari : Kaji mengenai nutrisi, cairan dan elektrolit, eliminasi (BAB dan BAK), istirahat tidur, hygiene, ketergantungan, baik sebelum dan saat sakit. 5. Pemeriksaan fisik,

6. Pemeriksaan laboratorium : Darah dan urine serta pemeriksaan penunjang : rontgen, USG, biopsi, pap smear. Keluarga berencana : Kaji mengenai pengetahuan klien tentang KB, apakah

klien

setuju,

apakah

klien

menggunakan

kontrasepsi,

dan

menggunakan KB jenis apa. B. Diagnose 1. Kekurangan volume cairan berhubungan dengan kehilangan vaskuler dalam jumlah berlebih 2. Nyeri berhubungan dengan dilatasi serviks, trauma jaringan dan kontraksi uterus 3. Resiko tinggi infeksi berhubungan dengan trauma jaringan 4. Ansietas berhubungan dengan ancaman kematian diri sendiri dan janin

PARTUS MACET A. Deinisi Partus tak maju yaitu persalinan yang ditandai tidak adanya pembukaan serviks dalam 2 jam dan tidak adanya penurunan janin dalam 1 jam. Partus tak maju (persalinan macet) berarti meskipun kontraksi uterus kuat, janin tidak dapat turun karena faktor mekanis. Kemacetan persalinan biasanya terjadi pada pintu atas panggul, tetapi dapat juga terjadi pada ronga panggul atau pintu bawah panggul. Partus tak maju yaitu suatu persalinan dengan his yang adekuat yang tidak menunjukan kemajuan pada pembukaan serviks, turunnya kepala dan putar paksi selama 2 jam terakhir. B. Etiologi Sebab-sebab terjadinya partus tak maju ini sangat kompleks dan tergantung pada

pengawasan

saat

hamil,

pertolongan

persalinan

yang

baik

dan

penatalaksanaannya (Purwaningsih & Fatmawati, 2010). Faktor-faktor penyebabnya adalah: 1. Kelainan letak janin. 2. Kelainan-kelainan panggul. 3. Kelainan his. 4. Pimpin partus yang salah. 5. Janin besar atau ada kelainan congenital. 6. Primitua. 7. Perut gantung, grandemulti. 8. Ketuban pecah dini. C. Manifestasi klinik Menurut Purwaningsih & Fatmawati (2010) manifestasi klinik partus tak maju yaitu: 1. Pada ibu

a. Gelisah, letih, suhu badan meningkat, nadi cepat, pernafasan cepat, meteorismus. b. Di daerah lokal sering dijumpai edema vulva, edema serviks, cairan ketuban berbau, terdapat mekonium. 2. Pada janin a. Denyut jantung janin cepat/tidak teratur, bahkan negatif, air ketuban terdapat mekonium, kental kehijau-hijauan, berbau. b. Kaput suksadenum yang membesar. c. Moulage kepala yang hebat. d. Kematian janin dalam kandungan.

PRESIPITATUS A. Definisi Partus presipitatus adalah partus yang berlangsung cepat, mungkin di kamar mandi, di atas kenderaan, dan sebagainya. Partus presipitatus adalah persalinan berlangsung sangat cepat. Kemajuan cepat dari persalinan, berakhir kurang dari 3 jam dari awitan kelahiran, dan melahirkan di luar rumah sakit adalah situasi kedaruratan yang membuat terjadi peningkatan resiko komplikasi dan/atau hasil yang tidak baik pada klien/janin. B. Etiologi Abnormalitas tahanan yang rendah pada bagian jalan lahir - Abnormalitas kontraksi uterus dan rahim yang terlalu kuat - Pada keadaan yang sangat jarang dijumpai oleh tidak adanya rasa nyeri pada saat his sehingga ibu tidak menyadari adanya proses-proses persalinan yang sangat kuat itu. C. Manifestasi klinis Dapat mengalami ambang nyeri yang tidak biasanya atau tidak menyadari kontraksi abdominal. Kemungkinan tidak ada kontraksi yang dapat diraba, bila terjadi pada ibu yang obesitas. Ketidaknyamanan punggung bagian bawah (tidak dikenali sebagai tanda kemajuan persalinan). Kontraksi uterus yang lama/hebat, ketidak-adekuatan relaksasi uterus diantara kontraksi. Dorongan invalunter lintula mengejan. D. Penganganan Dapat mengalami ambang nyeri yang tidak biasanya atau tidak menyadari kontraksi abdominal. Kemungkinan tidak ada kontraksi yang dapat diraba, bila terjadi pada ibu yang obesitas. Ketidaknyamanan punggung bagian bawah (tidak dikenali sebagai tanda kemajuan persalinan). Kontraksi uterus yang lama/hebat, ketidak-adekuatan relaksasi uterus diantara kontraksi. Dorongan invalunter lintula mengejan

PERAWATAN POST SC A. Definisi Sectio caesarea adalah pembedahan untuk melahirkan janin dengan membuka dinding perut dan dinding uterus. (Sarwono , 2005). Sectio caesarea adalah suatu cara melahirkan janin dengan membuat sayatan pada dinding uterus melalui depan perut atau vagina. Atau disebut juga histerotomia untuk melahirkan janin dari dalam rahim. (Mochtar, 1998). Sectio Caesaria ialah tindakan untuk melahirkan janin dengan berat badan diatas 500 gram melalui sayatan pada dinding uterus yang utuh (Gulardi &Wiknjosastro, 2006). Sectio Caesarea adalah cara melahirkan anak dengan cara melakukan pembedahan / operasi lewat dinding perut dan dinding uterus untuk melahirkan anak yang tidak bisa dilakukan pervaginam atau oleh karena keadaan lain yang mengancam ibu atau bayi yang mengharuskan kelahiran dengan cara segera sedangkan persyaratan pervaginam tidak memungkinkan. B. Etiologi 1. Indikasi Ibu a. Panggul sempit absolute b. Placenta previa c. Ruptura uteri mengancam d. Partus Lama e. Partus Tak Maju f. Pre eklampsia, dan Hipertensi 2. Indikasi Janin a. Kelainan Letak 1) Letak lintang Bila terjadi kesempitan panggul, maka sectio caesarea adalah jalan/cara yang terbaik dalam melahirkan janin dengan segala letak

lintang yang janinnya hidup dan besarnya biasa. Semua primigravida dengan letak lintang harus ditolong dengan sectio caesarea walaupun tidak ada perkiraan panggul sempit. Multipara dengan letak lintang dapat lebih dulu ditolong dengan cara lain. 2) Letak belakang Sectio caesarea disarankan atau dianjurkan pada letak belakang bila panggul sempit, primigravida, janin besar dan berharga. b. Gawat Janin c. Janin Besar 3. Kontra Indikasi a. Janin Mati b. Syok, anemia berat. c. Kelainan congenital Berat C. Manifestasi klinis Persalinan dengan Sectio Caesaria , memerlukan perawatan yang lebih koprehensif

yaitu:

perawatan

post partum.Manifestasi

klinis

post sectio

operatif caesarea

dan menurut

perawatan Doenges

(2001),antara lain : 1. Nyeri akibat ada luka pembedahan 2. Adanya luka insisi pada bagian abdomen 3. Fundus uterus kontraksi kuat dan terletak di umbilicus 4. Aliran lokhea sedang dan bebas bekuan yang berlebihan (lokhea tidak banyak) 5. Kehilangan darah selama prosedur pembedahan kira -kira 600800ml 6. Emosi

labil

/

perubahan

emosional

ketidakmampuan menghadapi situasi baru 7. Biasanya terpasang kateter urinarius

dengan

mengekspresikan

8. Auskultasi bising usus tidak terdengar atau samar 9. P e n g a r u h a n e s t e s i d a p a t m e n i m b u l k a n m u a l d a n m u n t a h 10. Status pulmonary bunyi paru jelas dan vesikuler 11. Pada kelahiran secara SC tidak direncanakan maka bisanya kurang paham prosedur 12. Bonding dan Attachment pada anak yang baru dilahirkan. D. Patofisiologi Adanya beberapa kelainan / hambatan pada proses persalinan yang menyebabkan bayi tidak dapat lahir secara normal / spontan, misalnya plasenta previa sentralis dan lateralis, panggul sempit, disproporsi cephalo pelvic, rupture uteri mengancam, partus lama, partus tidak maju, pre-eklamsia, distosia serviks, dan malpresentasi janin. Kondisi tersebut menyebabkan perlu adanya suatu tindakan pembedahan yaitu Sectio Caesarea (SC). Dalam

proses

operasinya

dilakukan

tindakan

anestesi

yang

akan

menyebabkan pasien mengalami imobilisasi sehingga akan menimbulkan masalah intoleransi aktivitas. Adanya kelumpuhan sementara dan kelemahan fisik akan menyebabkan pasien tidak mampu melakukan aktivitas perawatan diri pasien secara mandiri sehingga timbul masalah defisit perawatan diri. E. Pemeriksaan penunjang 1. Hemoglobin atau hematokrit (HB/Ht) untuk mengkaji perubahan dari kadar pra operasi dan mengevaluasi efek kehilangan darah pada pembedahan. 2. Leukosit (WBC) mengidentifikasi adanya infeksi 3. Tes golongan darah, lama perdarahan, waktu pembekuan darah 4. Urinalisis / kultur urine 5. Pemeriksaan elektrolit

ASUHAN KEPERAWATAN POST SC A. Pengkajian 1. Identitas klien dan penanggung jawab Meliputi nama, umur, pendidikan, suku bangsa, pekerjaan, agam, alamat, status perkawinan, ruang rawat, nomor medical record, diagnosa medik, yang mengirim, cara masuk, alasan masuk, keadaan umum tanda vital. 2. Keluhan utama 3. Riwayat kehamilan, persalinan, dan nifas sebelumnya bagi klien multipara 4. Data Riwayat penyakit 5. Riwayat kesehatan sekarang. Meliputi keluhan atau yang berhubungan dengan gangguan atau penyakit dirasakan saat ini dan keluhan yang dirasakan setelah pasien operasi. 6. Riwayat Kesehatan Dahulu Meliputi penyakit yang lain yang dapat mempengaruhi penyakit sekarang, Maksudnya apakah pasien pernah mengalami penyakit yang sama (Plasenta previa). 7. Riwayat Kesehatan Keluarga Meliputi penyakit yang diderita pasien dan apakah keluarga pasien ada juga mempunyai riwayat persalinan plasenta previa. 8. Keadaan klien meliputi : a. Sirkulasi Hipertensi

dan

pendarahan

vagina

yang

mungkin

terjadi.

Kemungkinan kehilangan darah selama prosedur pembedahan kirakira 600-800 mL b. Integritas ego Dapat menunjukkan prosedur yang diantisipasi sebagai tanda kegagalan dan atau refleksi negatif pada kemampuan sebagai wanita.

Menunjukkan labilitas emosional dari kegembiraan, ketakutan, menarik diri, atau kecemasan. c. Makanan dan cairan Abdomen lunak dengan tidak ada distensi (diet ditentukan). d. Neurosensori Kerusakan gerakan dan sensasi di bawah tingkat anestesi spinal epidural e. Nyeri / ketidaknyamanan Mungkin mengeluh nyeri dari berbagai sumber karena trauma bedah, distensi kandung kemih , efek - efek anesthesia, nyeri tekan uterus mungkin ada. f. Pernapasan Bunyi paru - paru vesikuler dan terdengar jelas. g. Keamanan Balutan abdomen dapat tampak sedikit noda / kering dan utuh. h. Seksualitas Fundus kontraksi kuat dan terletak di umbilikus. Aliran lokhea sedang. B. Diagnose 1. Nyeri akut berhubungan dengan pelepasan mediator nyeri (histamin, prostaglandin) akibat trauma jaringan dalam pembedahan (section caesarea) 2. Intoleransi aktivitas b/d tindakan anestesi, kelemahan, penurunan sirkulasi 3. Gangguan Integritas Kulit b.d tindakan pembedahan 4. Resiko tinggi infeksi berhubungan dengan trauma jaringan / luka kering bekas operasi. 5. Ansietas berhubungan dengan kurangnya informasi tentang prosedur pembedahan, penyembuhan dan perawatan post operasi.

LUKA EPISIOTOMI A. Definisi Episiotomi atau perineotomi adalah insisi perineum untuk memperlebar ruang pada jalan lahir yang menyebabkan terpotongnya selaput lender vagina, cincin selaput dara, jaringan pada septum rektovaginal, otot-otot dan fascia perineum dan kulit sebelah depan perineum, sehingga memudahkan kelahiran anak. Episiotomi adalah torehan dari perineum untuk memudahkan persalinan dan mencegah ruptur perienium totalis. Di masa lalu, dianjurkan untuk melakukan episiotomi secara rutin yang tujuannya adalah untuk mencegah robekan berlebihan pada perineum, membuat tepi luka rata sehingga mudah dilakukan penjahitan (reparasi), mencegah penyulit atau tahanan pada kepala dan infeksi tetapi hal tersebut ternyata tidak didukung oleh bukti-bukti ilmiah yang cukup (Enkin et al, 2000; Wooley, 1995). B. Prosedur melakukan episiotomy 1.

Episiotomi Medialis Dimulai dari ujung terbawah introitus vagina sampai batas atas otototot sfingter ani. Cara anestesi yang dipakai adalah cara anestesi infiltrasi antara lain dengan larutan procaine 1-2%. Setelah pemberian anestesi, dilakukan insisi dengan mempergunakan gunting yang tajam dimulai dari bagian terbawah introitus vagina menuju anus, tetapi tidak sampai memotong pinggir atas sfingter ani, hingga kepala dapat dilahirkan. Keuntungan dari episiotomi medialis ini adalah: a. Perdarahan yang timbul dari luka episiotomi lebih sedikit oleh karena merupakan daerah yang relatif sedikit mengandung pembuluh darah. b. Sayatan bersifat simetris dan anatomis sehingga penjahitan kembali lebih mudah dan penyembuhan lebih memuaskan. c. Kesalahan penyembuhan jarang

d. Insisi akan lebih mudah sembuh, karena bekas insisi tersebut mudah dirapatkan. e. Tidak begitu sakit pada masa nifas. f. Dispareuni jarang terjadi g. Hasil akhir anatomik selalu bagus h. Hilangnya darah lebih sedikit, didaerah insisi ini hanya terdapat sedikit pembuluh darah. Kerugiannya adalah dapat terjadi ruptur perinei tingkat III inkomplet (laserasi m.sfingter ani) atau komplet (laserasi dinding rektum).

2.

Episiotomi mediolateralis Insisi dimulai dari bagian belakang introitus vagina menuju ke arah belakang dan samping. Arah insisi ini dapat dilakukan ke arah kanan ataupun kiri, panjang insisi kira-kira 4 cm. Sayatan disini sengaja dilakukan menjauhi otot sfingter ani untuk mencegah ruptura perinei tingkat III. Perdarahan luka lebih banyak oleh karena melibatkan daerah yang banyak pembuluh darahnya. Otot-otot

perineum

terpotong

sehingga

penjahitan

luka

lebih

sukar. Penjahitan dilakukan sedemikian rupa sehingga setelah penjahitan selesai hasilnya harus simetris. Keuntungan dan kerugian episiotomy mediolateralis: a. Lebih sulit memperbaikinya (menjahitnya) b. Insisi lateral akan menyebabkan distorsi (penyimpangan) keseimbangan dasar pelvis. c. Kesalahan penyembuhan lebih sering d. Otot – ototnya agak lebih sulit untuk disatukan secara benar (aposisinya sulit). e. Rasa nyeri pada sepertiga kasus selama beberapa hari f. Kadang – kadang diikuti dispareuni

g. Hasil akhir anatomik tidak selalu bagus (pada 10% kasus) h. Terbentuk jaringan parut yang kurang baik i. Kehilangan darah lebih banyak j. Daerah insisi kaya akan fleksus venosus. k. Perluasan ke sfingter lebih jarang.

3.

Episiotomi lateralis Sayatan disini dilakukan ke arah lateral mulai dari kira-kira jam 3 atau 9 menurut arah jarum jam. Jenis episiotomi ini sekarang tidak dilakukan lagi, oleh karena banyak menimbulkan komplikasi. Luka sayatan dapat melebar ke arah dimana terdapat pembuluh darah pudendal interna, sehingga dapat menimbulkan perdarahan yang banyak. Selain itu parut yang terjadi dapat menimbulkan rasa nyeri yang mengganggu penderita.

4.

Insisi Schuchardt Jenis ini merupakan variasi dari episiotomi mediolateralis, tetapi sayatannya melengkung ke arah bawah lateral, melingkari rektum, serta sayatannya lebih lebar.

C. Komplikasi 1.

Perdarahan. Pada umumnya pada luka robek yang kecil dan superficial tidak terjadi perdarahan yang banyak, akan tetapi jika robekan lebar dan dalam menimbulkan perdarahan yang hebat.

2.

Infeksi, Jika robekan tidak ditangani dengan semestinya dapat terjadi infeksi, bahkan dapat terjadi septikem. Infeksi bekas episiotomi, Infeksi lokal sekitar kulit dan fasia superfisial akan mudah timbul pada bekas insisi episiotomi

3.

Nyeri post partum dan dyspareunia.

4.

Rasa nyeri setelah melahirkan lebih sering dirasakan pada pasien bekas episiotomi, garis jahitan (sutura) episiotomi lebih menyebabkan rasa sakit.

5.

Jaringan parut yang terjadi pada bekas luka episiotomi dapat menyebabkan dyspareunia apabila jahitannya terlalu erat

6.

Nyeri pada saat menstruasi pada bekas episiotomi dan terabanya massa .

7.

Trauma perineum posterior berat.

8.

Trauma perineum anterior

9.

Cedera dasar panggul dan inkontinensia urin dan feses

10.

Gangguan dalam hubungan seksual, Jika jahitan yang tidak cukup erat, menyebabkan akan menjadi kendur dan mengurangi rasa nikmat untuk kedua pasangan saat melakukan hubungan seksual.

D. Penanganan Pada luka robek yang kecil dan superfisil, tidak diperlukan penanganan khusus. Pada luka robek yang lebar dan dalam, perlu dilakukan penjahitan secara terputus-putus atau jelujur. Biasanya robekan pada dinding vagina sering diiringi dengan robekan pada vulva maupun perineum. Penjahitan/Repair Luka Episiotomi Teknik penjahitan luka episiotomi sangat menentukan hasil penyembuhan luka episiotomi, bahkan lebih penting dari jenis episiotomi itu sendiri. Penjahitan biasanya dilakukan setelah plasenta lahir, kecuali bila timbul perdarahan yang banyak dari luka episiotomi maka dilakukan dahulu hemostasis dengan mengklem atau mengikat pembuluh darah yang terbuka. Beberapa prinsip dalam penjahitan luka episiotomi yang harus diperhatikan adalah sebgai berikut:4 1. Penyingkapan luka episiotomi yang adekwat dengan penerangan yang baik, sehingga restorasi anatomi luka dapat dilakukan dengan baik. 2. Hemostasis yang baik dan mencegah dead space.

3. Penggunaan benang jahitan yang mudah diabsorbsi. 4. 4.Pencegahan penembusan kulit oleh jahitan dan mencegah tegangan yang berlebihan. 5. Jumlah jahitan dan simpul jahitan diusahakan seminimal mungkin. 6. Hati-hati agar jahitan tidak menembus rektum. 7. Untuk mencegah kerusakan jaringan, sebaiknya dipakai jarum atraumatik.

E. Pembalutan dan perawatan luka Penutup/pembalut luka berfungsi sebagai penghalang dan pelindung terhadap infeksi selama proses penyembuhan yang dikenal dengan reepitelisasi. Pertahankan penutup luka ini selama hari pertama setelah pembedahan untuk mencegah infeksi selama proses reepitelisasi berlangsung. 1.

Jika pada pembalut luka terdapat perdarahan sedikit atau keluar cairan tidak terlalu banyak, jangan mengganti pembalut:

2.

Perkuat pembalutnya

3.

Pantau keluar cairan dan darah

4.

Jika perdarahan tetap bertambah atau sudah membasahi setengah atau lebih dari pembalutnya, buka pembalut, inspeksi luka, atasi penyebabnya dan ganti dengan pembalut baru.

5.

Jika pembalut agak kendor, jangan ganti pembalut tetapi diplester untuk mengencangkan. Ganti pembalut dengan cara yang streil

6.

Luka harus dijaga tetap kering dan bersih, tidak boleh terdapat bukti infeksi atau seroma sampai ibu diperbolehkan pulang dari rumah sakit.

LAMPIRAN PENYIMPANGAN KDM

Related Documents


More Documents from "Zainal Fanani"