BAB 1 KONSEP DASAR MAEDIS A. Definisi Diabetes berasal dari bahasa Yunani yang berarti “mengalirkan atau mengalihkan” (siphon). Mellitus berasal dari bahasa latin yang bermakna manis atau madu. Penyakit diabetes melitus dapat diartikan individu yang mengalirkan volume urine yang banyak dengan kadar glukosa tinggi. Diabetes melitus adalah penyakit hiperglikemia yang ditandai dengan ketidakadaan absolute insulin atau penurunan relative insensitivitas sel terhadap insulin (Corwin, 2009). Diabetes melitus adalah golongan penyakit kronis yang ditandai dengan peningkatan kadar gula dalam darah sebagai akibat adanya gangguan sistem metabolisme dalam tubuh, di mana organ pankreas tidak mampu memproduksi hormon insulin sesuai kebutuhan tubuh. Penderita diabetes melitus mengalami gangguan dalam mengubah bahan makanan menjadi energi. Setelah makan, makanan diubah menjadi gula yang juga sering disebut sebagi glukosa. Glukosa akan diserap oleh usus dan diedarkan ke seluruh tubuh melalui pembuluh darah. Pada orang yang mengalami diabetes kadar gula di dalam darahnya meningkat bahkan melebihi batas normal yang dimiliki orang sehat lainnya. (Brunner, 2002) B. Etiologi Sebenarnya, pembentukan diabetes mellitus dikarenakan produksi insulin yang kurang (yang kemudian dikenal sebagai diabetes tipe I), atau jaringan tubuh kurang sensitive terhadap insulin (Diabetes mellitus tipe II, bentuk yang lebih umum). Selain itu, ada beberapa jenis diabetes mellitus yang disebabkan oleh resistensi insulin, tetapi diabetes ini sering terjadi pada wanita hamil. Meskipun demikian, diabetes mellitus selama kehamilan akan sembuh sendiri setelah persalinan. Biasanya, penderita diabetes mellitus tipe satu membutuhkan penyuntikan insulin, sedangkan penderita diabetes mellitus tipe dua hanya membutuhkan insulin bila obatnya tidak efektif dan diobati secara oral (Adib, 2011).
Pada umumnya, penyakit diabetes terjadi jika tubuh tidak menghasilkan cukup insulin untuk mempertahankan kadar gula darah yang normal. Atau jika sel tidak memberikan respon yang tepat terhadap insulin. Karena itu, ada dua tipe diabetes mellitus, yaitu diabtes mellitus tipe I (diabetes yang bergantung pada insulin) dan diabetes mellitus tipe II (diabetes yang tidak bergantung pada insulin). Berikut ini adalah penjelasan tentang masing-masing diabetes mellitus (Adib, 2011). 1. Diabetes mellitus tipe I: disebabkan oleh beberapa faktor seperti faktor genetik (Penderita diabetes tidak mewarisi diabetes tipe I itu sendiri tetapi mewarisi suatu presdisposisi atau kecenderungan genetic kearah terjadinya diabetes tipe I. Kecenderungan genetic ini ditentukan pada individu yang memililiki tipe antigen HLA (Human Leucocyte Antigen) tertentu. HLA merupakan kumpulan gen yang bertanggung jawab atas antigen tranplantasi dan proses imun lainnya). Faktor imunologi (Pada diabetes tipe I terdapat bukti adanya suatu respon autoimun. Ini merupakan respon abnormal dimana antibody terarah pada jaringan normal tubuh dengan cara bereaksi terhadap jaringan tersebut yang dianggapnya seolah-olah sebagai jaringan asing). Serta faktor lingkungan (Faktor eksternal yang dapat memicu destruksi sel β pancreas, sebagai contoh hasil penyelidikan menyatakan bahwa virus atau toksin tertentu dapat memicu proses autoimun yang dapat menimbulkan destuksi sel β pancreas). C. Patifisiologi Diabetes tipe I Pada diabetes tipe satu terdapat ketidakmampuan untuk menghasilkan insulin karena selsel beta pankreas telah dihancurkan oleh proses autoimun. Hiperglikemi puasa terjadi akibat produkasi glukosa yang tidak terukur oleh hati. Di samping itu glukosa yang berasal dari makanan tidak dapat disimpan dalam hati meskipun tetap berada dalam darah dan menimbulkan hiperglikemia posprandial (sesudah makan). Jika konsentrasi glukosa dalam darah cukup tinggi maka ginjal tidak dapat menyerap kembali semua glukosa yang tersaring keluar, akibatnya glukosa
tersebut muncul dalam urin (glukosuria). Ketika glukosa yang berlebihan di ekskresikan ke dalam urin, ekskresi ini akan disertai pengeluaran cairan dan elektrolit yang berlebihan. Keadaan ini dinamakan diuresis osmotik. Sebagai akibat dari kehilangan cairan berlebihan, pasien akan mengalami peningkatan dalam berkemih (poliuria) dan rasa haus (polidipsia). Defisiensi insulin juga akan menggangu metabolisme protein dan lemak yang menyebabkan
penurunan
berat
badan.
Pasien
dapat
mengalami
peningkatan
selera
makan (polifagia), akibat menurunnya simpanan kalori. Gejala lainnya mencakup kelelahan dan kelemahan. Dalam keadaan normal insulin mengendalikan glikogenolisis (pemecahan glukosa yang disimpan) dan glukoneogenesis (pembentukan glukosa baru dari dari asam-asam amino dan substansi lain), namun pada penderita defisiensi insulin, proses ini akan terjadi tanpa hambatan dan lebih lanjut akan turut menimbulkan hiperglikemia. Disamping itu akan terjadi pemecahan lemak yang mengakibatkan peningkatan produksi badan keton yang merupakan produk samping pemecahan lemak. Badan keton merupakan asam yang menggangu keseimbangan asam basa tubuh apabila jumlahnya berlebihan. Ketoasidosis yang diakibatkannya dapat menyebabkan tanda-tanda dan gejala seperti nyeri abdomen, mual, muntah, hiperventilasi, nafas berbau aseton dan bila tidak ditangani akan menimbulkan perubahan kesadaran, koma bahkan kematian. Pemberian insulin bersama cairan dan elektrolit sesuai kebutuhan akan memperbaiki dengan cepat kelainan metabolik tersebut dan mengatasi gejala hiperglikemi serta ketoasidosis. Diet dan latihan disertai pemantauan kadar gula darah yang sering merupakan komponen terapi yang penting. D. Manifestasi Klinik Penderita diabetes umumnya menampakkan tanda dan gejala dibawah ini meskipun tidak semua dialami oleh penderita : 1. Polyuria 2. Polydipsia 3. Polyphagia 4. Glykosuria
5. Penurunan berat badan 6. Kesemutan/mati rasa pada ujung syaraf ditelapak tangan dan kaki (parestesia) 7. Cepat lelah dan lemah setiap waktu 8. Mengalami rabun penglihatan secara tiba-tiba 9. Apabila luka/tergores (korengan) lambat penyembuhannya, dan mudah terkena infeksi Menurut Khasanah (2012), berikut penjelasan bagi munculnya beberapa gejala tersebut. 1. Gula Keluar Bersama Urine (Glukosuria): Glukosa akan turut terbawa aliran urine ketika kadar glukosa dalam darah meningkat. Peningkatan kadar glukosa darah menyebabkan jumlah yang disaring melalui ginjal melebihi kemampuan ginjal untuk menyerapnya kembali ke dalam tubuh. Karena glukosa rasanya manis, maka kandungan glukosa dalam air kencing dapat mengundang semut untuk mengerumuni urine tersebut. Inilah yang kemudian membuat penyakit diabetes mellitus disebut juga penyaking kencing manis. 2. Banyak Kencing (Poliuria): Sehubungan dengan sifat glukosa yang menyerap air, maka jumlah air yang dikeluarkan tubuh juga akan turut meningkat seiring dengan meningkatnya jumlah glukosa yang dikeluarkan melalui urine. Jika kadarnya lebih tinggi lagi, ginjal akan membuang air tambahan untuk mengencerkan sejumlah besar glukosa yang hilang. Karena ginjal menghasilkan air kemih daam jumlah berlebihan, maka penderita diabetes mellitus sering berkemih dalam jumlah yang banyak (poliuria). 3. Banyak Minum (Polidipsi): Dampak dari banyak kencing adalah tubuh akan mengalami kekurangan cairan atau dehidrasi. Kondisi ini akan menimbulkan rasa haus yang terusmenerus, sehingga penderita diabetes mellitus menjadi banyak minum. 4. Penurunan Berat Badan: Pada penderita diabetes mellitus, proses penyerapan glukosa ke dalam jaringan tubuh akan terganggu. Tubuh tidak dapat memenuhi kebutuhan energinya, sehingga memecah jaringan lemak tubuh untuk diubah menjadi energi. Jika
hal ini terus terjadi dalam jangka waktu lama, maka penderita akan mengalami penurunan berat badan. 5. Banyak Makan (Polifagi): Seperti telah dijelaskan sebelumnya, tubuh penderita diabetes mellitus tetap kekurangan energi meskipun kadar glukosa dalam darah tinggi. Hal ini karena tubuh tidak mampu menyerap kadar gula dalam darah, sehingga tidak dapat digunakan tubuh. Karena tubuh kekurangan energi, tubuh akan memberika sinyal ke otak untuk merangsang rasa lapar, sehingga menimbulkan banyak makan. E. Pemeriksaan Diagnostik/ Penunjang 1. Kadar glukosa darah 2. Kriteria diagnostic WHO untuk diabetes mellitus pada sedikitnya 2 kali pemeriksaan: a. Glukosa plasma sewaktu>200 mg/dl (11,1 mmol/L) b. Glukosa plasma puasa >140 mg/dl (7,8 mmol/L) c. Glukosa plasma dari sampel yang diambil 2 jam kemusian sesudah mengkonsumsi 75 gr karbohidrat (2 jam post prandial (oo)>200 mg/dl). 3. Tes laboratorium DM Jenis tes pada pasien DM dapat berupa tes saring, tes diagnostic, tes pemantauan terapi dan tes untuk mendeteksi komplikasi. 4. Tes saring pada DM adalah a. GDP, GDS b. Tes glukosa urin 5. Tes diagnostic Tes-tes diagnostic pada DM adalah GDP, GDS, GD2PP (Glukosa Darah 2 jam post prandial), glukosa jam ke-2 TTGO. 6. Tes monitoring terapi a. GDP : plasma vena, darah kapiler b. GD2PP : plasma vena c. A1c : darah vena, darah kapiler
7. Tes mendeteksi komplikasi a. Mikroalbuminuria : urin b. Ureum, kreatinin, asam urat c. Kolesterol total : plasma vena (puasa) d. Kolesterol LDL : plasma vena (puasa) e. Kolesterol HDL : plasma vena (puasa) f. Trigliserida : plasma vena (puasa) (Amin Huda Nurarif, 2015). Cara pemeriksaan TTGO: (Mansjoer, A, 2007)Tiga hari sebelum pemeriksaan pasien makan biasa. a.
Kegiatan jasmani sementara cukup, tidak terlalu banyak
b.
Pasien puasa semalam selama 10-12 jam.
c.
Periksa glukosa darah puasa.
d.
Berikan glukosa 75 gr yang dilarutkan dalam 250 ml, lalu minum dalam waktu 5 menit.
F. Komplikasi Kadar gula darah yang tinggi juga dapat menimbulkan komplikasi jika tidak dikendalikan. Peningkatan kadar gula darah dalam waktu yang lama bisa merusak pembuluh darah, jantung, otak, mata, ginjal, saraf, kulit, dan jaringan tubuh lainnya. Menurut Khasanah (2012), beberapa komplikasi diabetes mellitus tersebut sebagai berikut. 1. Hipertensi dan Penyakit Jantung: Gula yang terlalu tinggi dalam darah dapat menempel pada dinding pembuluh darah, sehingga pembuluh darah menebal. Kadar gula darah yang tidak terkontrol juga dapat menyebabkan kadar lemak dalam darah meningkat. Hal ini akan memepercapat terjadinya penyempitan pembuluh darah. Akibatnya, tekanan darah meningkat dan terjadilah hipertensi. 2. Katarak: Katarak dalah penyalit atau kerusakan pada mata yang menyebabkan lensa mata berselaput dan rabun. Lensa mata menjadi keruh, sehingga cahaya tidak dapat
menembusnya. Kaitannya dengan penyakit diabetes mellitus, katarak merupakan efek sekunder yang timbul dari penyakit ini. 3. Gagal Ginjal: terjadi ketika kedua ginjal mengalami kerusakan permanen dan tidak dapat menjalankan fungsi sebagaimana mestinya, yaitu untuk menyaring darah. Kaitannya dengan penyakit diabetes mellitus, kadar gula darah yang tinggi akan memperberat kerja ginjal dalam menyaring darah. Jika keadaan ini terus berlanjut, maka dapat menyebakan gagal ginjal. Salah satunya adalah penyakit Pielonefritis kronik merupakan penyakit infeksi kronik pada ginjal yang disebabkan oleh infeksi berulang pada ginjal yang memicu terjadinya perubahan struktur ginjal berupa fibrosis pembentukan jaringan parut pada korteks dan perubahan bentuk kaliks ginjal dan atrofi ginjal. 4. Gangguan pada Saraf: Jika saraf yang terhubung ke tangan, tngkai, dan kaki mengalami kerusakan, maka penderita akan sering mengalami sensasi kesemutan atau nyeri, seperti terbakar, dan terasa lemah pada lengan dan tungkai. Kerusakan saraf juga dapat menyebabkan kulit lebih sering mengalami cedera, karena penderita dapat merasakan perubahan tekanan maupun suhu. 5. Luka yang Susah Sembuh dan Gangren: Berkurangnya aliran darah ke sel-sel kulit juga bisa menyebabkan penderita mudah luka dan proses penyembuhan luka berjalan lambat. Luka di kaki bisa sangat dalam dan rentan mengalami infeksi, karena masa penyembuhannya agak lama. Dalam beberapa kasus, sebagian tungkai si penderita harus diamputasi untuk menyelamatkan jiwanya. G. Penatalaksanaan Ada 5 komponen dalam penatalaksanaan diabetes (Amin Huda Nurarif, 2015): 1. Diet a. Kurangi konsumsi makanan yang banyak mengandung gula dan karbohidrat b. Perbanyak konsumsi makanan yang banyak mengandung serat seperti sayuran dan sereal
c. Hindari konsumsi makanan tinggi lemak dan yang mengandung banyak kolesterol LDL, antara lain: daging merah, prosuk susu, kuning telur, mentega, saus salad dan makanan berlemak lain d. Hindari minuman beralkohol dan kurangi konsumsi garam 2. Lakukan olahraga secararutin dan pertahankan BB yang ideal. 3. Pemantauan. 4. Terapi (jika diperlukan) obat anti diabetic. 5. Pendidikan (Edukasi, Informasi dan Kepedulian). H. Pencegahan Adapun yang dapat dilakukan untuk mencegah penyakit Diabetes mellitus adalah sebagai berikut : 1. Makan seimbang artinya yang dimakan dan yang dikeluarkan seimbang disesuiakan dengan aktifitas fisik dan kondisi tubuh, dengan menghindari makanan yang mengandung tinggi lemak karena bisa menyebabkan penyusutan konsumsi energi. Mengkonsusmsi makanan dengan kandungan karbohidrat yang berserat tinggi dan bukan olahan. 2. Meningkatkan kegiatan olah raga yang berpengaruh pada sensitifitas insulin dan menjaga berat badan agar tetap ideal. 3. Kerjasama dan tanggung jawab antara instansi kesehatan, masyarakat, swasta dan pemerintah, untuk melakukan penyuluhan kepada masyarakat. I. Prognosis Sekitar 60% pasien DMT1 yang mendapat insulin dapat bertahan hidup seperti orang normal. Sisanya dapat mengalami kebutaan, gagal ginjal kronik, dan kemungkinan untuk meninggal lebih cepat (Mansjoer, A, 2007).
BAB II ASUHAN KEPERAWATAN A. Pengkajian Kemampuan individu harus diidentifikasi oleh perawat melalui proses pengkajian sebagai langkah awal dalam proses keperawatan. Pada tahap ini perawat juga harus melihat riwayat kesehatan individu. Informasi ini dapat diperoleh dari hasil penilaian profesi lain atau dari individu dan keluarga. Hal ini akan menjadi dasar bagi perawat untuk dapat menentukan bagaimana individu dapat berperan memenuhi self care secara mandiri atau membutuhkan bantuan dari perawat. Menurut Orem ada empat hal yang harus diperhatikan dalam pengkajian (Nurarif dan Hardhi, 2015) : a. Basic Conditioning Faktor Basic conditioning factor meliputi : usia, jenis kelamin, berat badan, tinggi badan, status perkawinan, suku, budaya, agama, pekerjaan, lingkungan tempat tinggal, status kesehatan, system pelayanan kesehatan yang tersedia dan terjangkau, serta bagaimana individu memanfaatkan keberadaan sistem pelayanan kesehatan tersebut saat mengalami masalah kesehatan. Kondisi diatas akan mempengaruhi individu dalam memenuhi kebutuhan ADL dan perawatan dirinya (Nurarif dan Hardhi, 2015). b. Universal self care requisites Universal self care requisites, meliputi kebutuhan dasar individu yang bersifat biopsikososial, yaitu : kebutuhan akan udara, cairan, nutrisi, pemenuhan kebutuhan eliminasi, kebutuhan istirahat dan aktivitas,
keseimbangan antara interaksi dan isolasi sosial, mencegah dan mengatasi risiko yang mengancam kehidupan, serta meningkatkan fungsi dan perkembangan dirinya dalam kehidupan sosial (Nurarif dan Hardhi, 2015). c. Keseimbangan oksigenisasi Pengkajian keseimbangan oksigenasi pasien endokrin meliputi : frekuensi, kedalaman, bunyi pernafasan, pernafasan cuping hidung, adanya batuk dengan atau tanpa sputum, batuk berdarah, adanya nyeri dada, bentuk dan pengembangan dada, risiko gangguan bersihan jalan nafas. Penting bagi perawat untuk menilai terjadinya infeksi paru atau adanya edema paru pada pasien HD dengan kelebihan cairan. d. Keseimbangan cairan dan elektrolit Meliputi keadaan cairan tubuh, kebutuhan cairan, jenis cairan, kemampuan pemenuhan kebutuhan cairan, tanda-tanda dehidrasi, berkaitan dengan pemeriksaan laboratorium untuk menilai kondisi cairan dan elektrolit. Pada pasien dialisis berisiko untuk terjadi hiponatremi, hiperkalemi, hiperfosfatemi, hiperkalsemi. Edema tungkai atau edema paru sering ditemukan pada pasien HD dengan kelebihan cairan.
e. Pemenuhan kebutuhan nutrisi Pemenuhan kebutuhan nutrisi yang harus dikaji meliputi nafsu makan,adanya keluhan mual, muntah, berat badan, lingkar lengan atas, kepatuhan dengan diet, pengetahuan pasien tentang diet dan hasil laboratorium untuk menilai status nutrisi pasien. Kondisi komplikasi
gastroparesis,
atau gastropati
uremikum
dapat
memunculkan gejala adanya kelainan dalam pemenuhan nurisi. Tanda dan gejala gangguan nutrisi di tingkat sel akibat defisiensi insulin. f. Pemenuhan kebutuhan eliminasi Pengkajian eliminasi meliputi : perubahan pola, retensio urin, dan inkontinensia urin atau alvi, kemampuan berkemih secara normal, anuria pada DKD tahap akhir, tanda-tanda neurogenik bladder, melena dapat terjadi pada kondisi gastropati uremikum. Hasil pemeriksaan laboratorium yang dapat menunjukan adanya penurunan fungsi ginjal, misalnya mikroalbuminuria pada nefropati diabetik. g. Kebutuhan aktivitas dan istirahat Pengkajian meliputi kemampuan mobilisasi, beraktivitas, gangguan tidur, tingkat nyeri, penurunan tonus dan kekuatan otot, keluhan rasa mudah lelah, gangguan atau penurunan motorik.
h. Interaksi dan isolasi sosial Pasien dengan gangguan penyakit kronis seperti DM dengan HD, perlu untuk dikaji tentang adanya perasaan berbeda dengan orang lain karena terkait perubahan pola hidup seperti : harus suntik insulin setiap sebelum makan, datang ke rumah sakit atau unit dialisis 2 kali setiap minggu, pengaturan makan dan asupan minum yang relatif ketat. Penilaian gejala gejala yang mengarah pada gangguan psikososial depresi, stress, tingkat kecemasan, tingkat ketergantungan pada orang lain, penerimaan terhadap penyakit, kontak sosial, dukungan sosial, dan partisipasi dalam perawatan pasien selama dalam masa perawatan di rumah sakit. \Pencegahan dan mengatasi resiko yanag mengancam jiwa Meliputi pengkajian adanya komplikasi kardiovaskular (sindrom koroner akut), gagal jantung akibat kelebihan asupan cairan, infeksi yang meluas (sepsis) akibat luka kronik, risiko cedera akibat penurunan persepsi sensori, kecacatan, serta risiko terjadinya komplikasi akut seperti hipoglikemi dan ketoasidosis (ensefalopati diabetikum/uremikum). i. Peningkatan fungsi dan perkembangan hidup dalam kelompok sosial Ketersediaan sistem pendukung dan keterlibatan pasien dalam perkumpulan/komunitasnya, serta kemampuan pasien dalam pemenuhan self care.
j. Developmental self care requisites Terdapat tiga kondisi yang menunjukan proses perkembangan dan kematangan individu dalam mencapai fungsi yang optimal untuk mencegah terjadinya kondisi yang dapat menghambat perkembangan tersebut. Yaitu: mempertahankan kondisi yang dapat meningkatkan perkembangan, penggunaan perkembangan diri, dan mencegah atau menanggulangi kondisi individu dan situasi lingkungan yang dapat merugikan perkembangan individu, seperti : beradaptasi dengan mengatur jadwal kegiatan harian, membentuk kebiasaan yang kondusif dengan kebutuhan perawatan penyakit kronis, bersikap terbuka dan mau berbagi dengan orang lain yang mengalami kondisi yang sama (Nurarif dan Hardhi, 2015). k. Health deviation self care requisites Terdapat tiga tipe kebutuhan, yaitu : berhubungan dengan perubahan struktur fisik, berhubungan perubahan fungsi fisik, dan berhubungan dengan dengan perubahan perilaku. Seperti penurunan fungsi penglihatan karena retinopati atau terjadinya deformitas kaki yang mempengaruhi terjadi perubahan aktivitas pasien, menggunakan alas kaki yang tepat sesuai anjuran (Nurarif dan Hardhi, 2015).
B. Diagnosa Keperawatan a. Nyeri akut Definisi : pengalaman sensorik atau emosional yang berkaitan dengan kerusakan jaringan aktual atau fungsional, dengan onset mendadak atau lambat dan berintensitas ringan hingga berat yang berlangsung kurang dari 3 bulan (PPNI, 2016) 1. Penyebab (PPNI, 2016). a. Agen pencedera fisiologis (mis., inflamasi, iskemia,neoplasma) b. Agen pencedera kimiawi (mis., terbakar, bahan kimia iritan) c. Agen pencedera fisik (mis., abses, amputasi, terbakar, terpotong, mengangkat berat, prosedur operasi, trauma, latihan fisik berlebihan) 2. Gejala dan Tanda Mayor (PPNI, 2016) a. Subjektif 1. Mengeluh nyeri b. Objektif 1.
Tampak meringis
2. Bersikap protektif (mis.,waspada, posisi menghindari nyeri) 3. Gelisah 4. Frekuensi nadi meningkat 5. Sulit tidur 3. Gejala dan Tanda Minor (PPNI, 2016) a. Subjektif Tidak tersedia
b. Objektif 1. Tekanan darah meningkat 2. Pola napas berubah 3. Nafsu makan berubah 4. Proses berpikir terganggu 5. Menarik diri 6. Berfokus pada diri sendiri 7. Diaforesis b. Defisit nutrisi Definisi : Asupan nutrisi tidak cukup untuk memenuhi kebutuhan metabolisme (PPNI, 2016) 1.
Penyebab (PPNI, 2016) a. Kurangnya asupan makanan b. Ketidakmampuan menelan makanan c. Ketidakmampuan mencerna makanan d. Ketidakmampuan mengabsorbsi nutrien e. Peningkatan kebutuhan metabolisme f. Faktor ekonomi (mis. finansial tidak mencukupi) g. Faktor psikologis (mis. stress, keengganan untuk makan)
2.
Gejala dan Tanda Mayor (PPNI, 2016) a. Subjektif (Tidak tersedia) b. Objektif 1.
Berat badan menurun minimal 10% dibawah rentang ideal
3.
Gejala dan Tanda Minor (PPNI, 2016) a.
Subjektif 1.
Cepat kenyang setelah makan
2.
Kram/nyeri abdomen
3.
Nafsu makan menurun
b.
Objektif 1. Bising usus hiperaktif 2. Otot pengunyah lemah 3. Otot menelan lemah 4. Memberan mukosa pucat 5. Sariawan 6. Serum albumin turun 7. Rambut rontok berlebihan 8. Diare
c.
Gangguan integritas kulit/ jaringan Definisi : kerusakan kulit (dermis dan/atau epidermis) atau jaringan (membrane mukosa, kornea, fasia, otot, tendon, tulang, kartilago, kapsul sendi dan/atau ligament) (PPNI, 2016) 1. Penyebab (PPNI, 2016) a.
Perubahan sirkulasi
b.
Perubahan status nutrisi (kelebihan atau kekurangan)
c.
Kekurangan/kelebihan volume cairan
d.
Penurunan mobilitas
e.
Bahan kimia iritatif
f.
Suhu lingkungan yang ekstrem
g.
Faktor mekanis (mis., penekanan pada tonjolan tulang, gesekan) atau faktor elektris (elektrodiatermi, energi listrik bertegangan tinggi)
h.
Efek samping terapi radiasi
i.
Kelembaban
j.
Proses penuaan
k.
Neuropati perifer
l.
Perubahan pigmentasi
m.
Perubahan hormonal
2. Kurang terpapar informasi tentang upaya mempertahankan/melindungi/integritas jaringan a.
Gejala dan Tanda Mayor (PPNI, 2016) 1.
Subjektif Tidak tersedia
2.
Objektif Kerusakan jaringan dan/atau lapisan kulit
b.
Gejala dan Tanda Minor (PPNI, 2016) 1.
Subjektif Tidak tersedia
2. a. b. c.
Objektif Nyeri Perdarahan Kemerahan
d.
Hematoma
d. Retensi urin Defenisi
: pengosongan kandung kemih yang tidak lengkap (PPNI
2016) 1. Penyebab a. Peningkatan tekanan uretra b. Kerusakan arkus refleks c. Blok spingter d. Disfungsi neurologis (mis. Trauma, penyakit saraf) e. Efek agen farmakologis (mis. Atropine, belladonna, psikotropik, antihistamin, opiate) 2. Gejala dan tanda Mayor a. Subjektif
: Sensasi penuh pada kandung kemih
b. Objektif
: Disuria/anuria, distensi kandung kemih
3. Gejala dan tanda Minor a. Subjektif
: Dribbling
b. Objektif
: Inkontinensia berlebih, residu urin 150ml atau
lebih 4. Kondisi klinis terkait a. Begnigna prostat hyperplasia b. Pembengkakan perineal c. Cedera medulla spinalis d. Rektokel e. Tumor disaluran kemih
e. Gangguan mobilitas fisik Definisi : Keterbatasan dalam gerakan fisik atau satu atau lebih ekstremitas secara mandiri. 1.
Penyebab
a. Kerusakan integritas struktur tulang b. Perubahan metabolism c. Ketidakbugaran fisik d. Penurunan kendali otot e. Penurunan massa otot f. Penurunan kekuatan otot g. Keterlambatan perkembangan h. Kekakuan sendi i. Kontraktur j. Malnutrisi k. Gangguan musculoskeletal l. Gangguan neuromuscular m. Indeks masa tubuh diatas persentil ke-75 sesuai usia n. Efek agen farmakologis o. Program pembatasan gerak p. Nyeri q. Kurang terpapar informasi tentang aktifitas fisik r. Kecemasan s. Gangguan kognitif t. Keengganan melakukan pergerakan
u. Gangguan sensoripresepsi 2. Gejala dan tanda mayor a. Subjektif
: mengeluh sulit menggerakkan ekstremitas
b. Objektif
: kekuatan otot menurun, rentang gerak (ROM)
menurun 3. Gejala dan tanda minor a. Subjektif
: nyeri saat begerak, enggang melakukan
pergerakan, merasa cemas saat bergerak b. Objektif
: sendi kaku, gerakan tidak terkordinasi, gerakan
terbatas, fisik lemah 4. Kondisi klinis terkait a. Stroke b. Cedera medulla spinalis c. Trauma d. Fraktur e. Osteoarthritis f. Osteomalasia g. Keganasan f. Perfusi perifer tidak efektif Definisi : penurunan sirkulasi darah pada level kapiler yang dapat mengganggu metabolisme tubuh (PPNI, 2016) 1. Penyebab a. Hiperglikemia b. Penurunan konsentrasi hemoglobin
c. Peningkatan tekanan darah d. Kekurangan volume cairan e. Penurunan aliran arteri dan/atau vena f. Kurang terpapar informasi tentang faktor pemberat (mis., merokok, gaya hidup monoton, trauma, obesitas, asupan garam, imobilitas) g. Kurang terpapar informasi tentang proses penyakit (mis., diabetes melitus, hiperlipidemia) h. 2.
Kurang aktivitas fisik
Gejala dan Tanda Mayor (PPNI, 2016) a. Subjektif Tidak diketahui b. Objektif 1. Pengisian kapiler > 3 detik 2. Nadi perifer menurun atau tidak teraba 3. Akral teraba dingin 4. Warna kulit pucat 5. Turgor kulit menurun 3. Gejala dan Tanda Minor (PPNI, 2016) a. Subjektif 1. Parastesia 2. Nyeri ekstremitas (klaudikasi intermiten) b. Objektif 1. Edema
2. Penyembuhan luka lambat 3. Indeks ankle-brachial < 0,90 4. Bruit femoralis g. Ansietas Definisi : Kondisi emosional dan pengalaman subyektif individu terhadap objek yang tidak jelas dan spesifik akibat antisipasi bahaya yang memungkinkan individu mrlakukan tindakan untuk menghadapi ancaman. 1. Penyebab a. Krisis situasional b. Kebutuhan tidak terpenuhi c. Krisis maturasional d. Ancaman terhadap konsep diri e. Ancaman terhadap kematian f. Kekhawatiran mengalami kegagalan g. Disfungsi sistem keluarga h. Hubungan orang tua-anak tidak memuaskan i. Faktor keturunan ( tempramen mudah Teragitasi sejak lahir) j. Penyalahgunaan zat k. Terpapar lingkungan (mis. Toksin, polutan dan lain-lain) l. Kurang terpapar informasi 2. Gejala dan tanda mayor a.
Subjektif : Merasa bingun, merasa khawatir dengan akibat dari kondisi yang dihadapi, sulit berkonsentrasi
b. Objektuf : tampak gelisah, tampak tegang, sulit tidur
3. Gejala dan tanda minor a.
Subjektif : Mengeluh pusing, anoreksia, palpitasi, merasa tak berdaya.
b.
Objektif : frekuensi napas meningkat, frekuensi nadi meningkat, tekanan darah meningkat, diaforesis, tremor, muka tampak pucat,
suara bergetar kontak mata buruk, sering berkemih,
berorientasi pada masa lalu. 4. kondisi klinis tetkait a. Penyakit kronis progresif (mis. Kanker, pentakit autoimun) b. Penyakit akut c. Hospitallisasi d. Rencana operasi e. Kondisi diagnosis penyakit belum jelas f. Penyakit neurologis g. Tahap tumbuh kembang h. Resiko infeksi Definisi : Berisiko mengalami peningkatan terserang organisme patogenik (PPNI, 2016) 1. Faktor Risiko : (PPNI, 2016) a.
Penyakit kronis (mis., diabetes mellitus)
b.
Efek prosedur
c.
Malnutrisi
d.
Peningkatan paparan organisme patogen lingkungan
e.
Ketidakadekuatan pertahanan tubuh primer :
1.
Gangguan peristaltic
2.
Kerusakan integritas kulit
3.
Perubahan sekresi pH
4.
Penurunan kerja siliaris
5.
Ketuban pecah lama
6.
Ketuban pecah sebelum waktunya
7.
Merokok
8.
Statis cairan tubuh
f.
Ketidakadekuatan pertahanan tubuh sekunder : 1.
Penurunan hemoglobin
2.
Imununosupresi
3.
Leukopenia
4.
Supresi respon inflamasi
5. i. Hipervolemia Defenisi
Vaksinasi tidak adekuat : peningkatan volume cairan intravaskuler, interstial dan
atau intraseluler 1. Penyebab a. Gangguan mekanisme regulasi b. Kelebihan asupan cairan c. Kelebihan asupan natrium d. Gangguan aliran balik vena e. Efek agen farmakologis (mis. Kortikosteroid, chlorpropamide, tolbutamide, vincristine, tryptilinescarbamazepine)
2.
Gejala dan tanda mayor a. Subjektif
: ortopnea, dyspnea, paroxysmal nocturnal
dyspnea (PND) b. Objektif
: edema anasarka dan atau edema perifer, berat
badab meningkat dalam watktu singkat, Jugular Venous Pressure (JVP) dan atau Central Venous Pressure (CVP), reflex hepatojugular posiitif 3. Gejala dan tanda minor a. Subjektif
: tidak tersedia
b.
: distensi vena jugularis, terdengar suara napas
Objektif
tambahan, hepatomegaly, kadar Hb/Ht trun, Oliguria, intake lebih banyak dari output (balans cairan positif), kogestif paru 4. Kondisi klinis terkait a. Penyakit ginjal; gagal ginjal kronik/akut, sindrom nefrotik b. Hipoalbuminemia c. Gagal jantung kongestif d. Kelainan hormone e. Penyakit hati, (mis. Sirosisi, asites, kaker hati) f. Penyakit vena periver (mis. Varises venah, thrombus vena, phlebitis) g. Imobilitas j. Pola napas tidak efektif
j. Pola nafas tidak efektif Definisi : Inspirasi dan/atau ekspirasi yang tidak memberikan ventilasi adekuat. 1. Penyebab : a. Deprasi pusat pernapasan. b. Hambatan upaya nafas (misalnya nyeri saat napas, kelemahan otot pernapasan). c. Deformitas dinding dada. d. Deformitas tulang dada. e. Gangguan neuromuskular. f. Gangguan neurologis. g. Imaturitas neurologis. h. Penurunan energi. i. Obesitas j. 1.
Posisi tubuh yang menghambat ekspansi paru.
Gejala dan tanda mayor a.
Subjektif
: Dipsnea
b.
Objektif
: Penggunaan alat bantu pernapasan, fase
ekspirasi memanjang, pola nafas abnormal (misalnya takipnea, bradipnea, hiperventilasi, kussmaul, cheyne-stokes). 2. Gejala dan tanda minor a. Subjektif
: Ortopnea
b.
: Pernapasan pursed-lip, pernapasan cuping
Objektif hidung,
diameter
thoraks
anterior-posterior
meningkat,
ventilasi semenit menurun, tekanan ekspirasi menurun, tekanan inspirasi menurun, Ekskrusi dada berubah.
3. Kondisi klinis terkait a. Depresi sistem saraf pusat. b. Cedera kepala. c. Trauma thoraks. d. Gillyan barre syndrome. e. Stroke .
C. Intervensi NO
1
DIAGNOSIS
LUARAN
KEPERAWATAN
KEPERAWATAN
Nyeri akut
Nyeri akut menurun
INTERVENSI
RASIONAL
Manajemen nyeri a. Observasi/Identifikasi/Monitor 1) Identifikasi tingkat, lokasi, karakteristik,kualitas, frekwensi
dan
1) untuk
mengetahui
lokasi,
karakteristik, kualitas nyeri, faktor
frekuensi dan faktor pencetus
pencetus nyeri 2) Observasi isyarat nonverbal ketidaknyamanan
2) untuk
mengetahi
keadaan umum pasien
b. Terapeutik 1) Berikan tindakan nyaman misalnya ubah posisi yang membuat pasien merasa nyaman
1) untuk meningkatkan relasasi
2) Berikan informasi tentang nyeri seperti
penyebab
nyeri dan berapa lama akan
2) agar
pasien mampu
mengontrol nyeri
berlangsung c. Edukasi 1) Ajarkan penggunaan
tekhnik
pengetahuan kepada pasien
nonfarmakologi manajemen nyeri (misalnya
dan keluarga pasien apabila nyeri datang.
imajinasi terbimbing,
1) untuk memberikan
distraksi,
kompres hangat atau dingin dan massase d. Kolaborasi 1) pemberian analgetik 1) Untuk mengurangi rasa nyeri
2
Defisit Nutrisi
Defisit membaik
nutrisi
Manajemen
nutrisi:
a. Observasi/Identifikasi/Monitor 1) Identifikasi (adanya) alergi atau
intoleransi
makanan
yang dimiliki pasien
1) untuk mengetahui makanan apa
yang
dapat
menyebabkan alergi pasien
2) Monitor kalori dan asupan makanan
2) untuk mengetahui jumlah kalori yang masuk kedalam tubuh
b. Terapeutik 1) Tentukan status gizi pasien dan
kemampuan
(pasien)
1) untuk
membantu
pasien
untuk memenuhi kebutuhan
dalam
memenuhi
kalori
gizi
hariannya
2) Atur diet yang diperlukan (yaitu:
menyediakan
makanan
protein
tinggi;
menyarankan menggunakan
2) mengatur diet untuk pasien agar pasien tidak merasa jenuh
dengan
menu
bumbu dan rempah-rempah sebagai
alternative
garam,
makanan yang monoton
untuk
menyediakan
pengganti gula; menambah atau
mengurangi
kalori,
menambah atau mengurangi vitamin,
mineral,
atau
suplemen) 3) Ciptakan lingkungan yang optimal
pada
saat
mengkonsumsi makan (misalnya,
nyaman dan rileks
bersih,
berventilasi, santai dan bebas dari bau yang menyengat) c. Edukasi 1) Anjurkan
pasien
3) membuat pasien menjadi
untuk
duduk pada posisi tegak di kursi, jika memungkinkan 1) membuat pasien nyaman 2) Anjurkan
pasien
terkait saat makan
dengan kebutuhan diet untuk kondisi sakit (yaitu : untuk 2) membantu pasien agar dapat pasien
dengan
penyakit makan makanan yang sesuai
ginjal, pembatasan natrium, dengan kondisinya kalium, protein dan cairan) 3) Anjurkan
pasien
untuk
memantau kalori dan intake makanan (misalnya., buku 3) membantu
harian makanan)
pasien
untuk
mengetahui jumlah kalori
d. Kolaborasi 1) Berikan obat-obatan sebelum makan
(misalnya.,
penghilang
rasa
yang
masuk
kedalam
tubuhnya dalam sehari
sakit,
antiemetik), jika diperlukan
1) Bila diperlukan, membantu
pasien yang merasakan rasa sakit/mual agar dapat mengonsumsi makanannya dengan nyaman 3
Gangguan integritas Integritas kulit/ jaringan
membaik
kulit
1. Monitor
kulit
akan
adanya
kemerahan
1. Kemerahan adanya
menandakan
peradangan
atau
kerusakan berarti pada kulit 2. Jaga kebersihan kulit agar tetap bersih dan kering
2. Kulit
bersih
dapat
menghindari pembentukan ataupun
perkembangan
kuman dan bakteri yang memicu kerusakan
pada
kulit 3. Anjurkan
pasien
untuk
menggunakan pakaian yang longgar
3. Karena
pakaian
yang
longgar tidak akan menekan kulit yang memicu timbul rasa nyeri ataupun gatal
4. Mencegah terjadinya luka 4. Mobilisasi
pasien
(ubah
posisi
pasien) setiap dua jam sekali 5. Mobilisasi
pasien
(ubah
5. Melancarkan sirkulasi darah posisi
pasien) setiap dua jam sekali
4
Retensi urin
Retensi urin membaik 1. Monitor intake dan output 2. Monitor derajat distensi bladder 3. Monitor tanda dan gejala ISK
pada kulit
ke
bagian
tubuh
dan
mencegah dekubitus
1. mengetahui
haluaran
dan
masukan urin 2. mengetahui derajat distensi kandung kemih 3. mengetahui adanya infeksi saluran kemih
5
Gangguan mobilitas
Mobilitas fisik
1. Kaji
membaik
kemampuan
klien
dalam 1. Mengetahui
mobilisasi
fisik
tingkat
kemampuan klien
2. Latih pasien dalam pemenuhan 2. Melatih kemampuan klien kebutuhan ADLs secara mandiri sesuai kemampuan.
3. Mencegah terjadinya iritasi
3. Miringkan dan atur posisi pasien setiap 2 jam pada saat pasien di tempat tidur.
kulit atau penekanan pada tubuh 4. Membantu
4. Dampingi dan Bantu pasien saat mobilisasi
dalam melakukan aktivitas.
dan
bantu
kien
dalam
memenuhi aktivitasnya
penuhi 5. Melatih kemandirian klien
kebutuhan ADLs klien 5.
Letakkan
barang-barang
pada
tempat yang mudah dijamgkau lengan yang tidak terkena bila satu sisi mengalami kelemahan. 6
Perfusi perifer tidak Perfusi efektif
membaik
perifer
1. Pantau tanda-tanda vital 2. Kaji secara komprehensif sirkulasi perifer 3. Evaluasi nadi perifer dan edema
1. Terjadi perubahan pada TD, respirasi menandakan
dan
Nadi, terjadinya
gangguan pada tubuh
4. Monitor laboratorium ( Hb, Hmtc)
2. Sirkulasi
perifer
menunjukan
dapat tingkat
keparahan penyakit 3. Pulsasi
yang
menimbulkan
lemah
↓
cardiac
output 4. Nilai laboratorium dapat menunjukan
7
Ansietas
1. Ansietas menurun
Gunakan
pendekatan
yang
menenangkan 2.
3.
darah 1. memberikan rasa nyaman kepada pasien
Jelaskan semua prosedur dan apa
2. Agar klien dapat mengerti
yang dirasakan selama prosedur
dan memahami prosedur
Instruksikan kepada pasien untuk
yang akan dilaksanakan
menggunakan teknik relaksasi 4.
komposisi
Libatkan
keluarga
mendampingi pasien
untuk
3. Dapat
mengurangi
kecemasan pasien
5.
Kolaborasi pemberian obat anti cemas
4. Support dari keluarga dapat mengurangi
kecemasan
pasien 5. Pemberian obat cemas dapat menurunkan
kecemasan
pasien 8
Risiko infeksi
Risiko menurun
infeksi
1. Mencuci tangan setiap sebelum dan sesudah tindakan keperawatan 2. Monitor tanda dan gejala infeksi sistemik dan lokal 3. Monitor hitung granulosit, WBC
1. Tindakan aseptic meminimalkan terjadinya infeksi 2. Untuk mengetahui pada daerah mana saja berresiko terhadap infeksi serta
4. Inspeksi kulit dan membrane penyebaran dari infeksi mukosa terhadap kemerahan, tersebut panas, drainase 3. Untuk mengetahui jumlah 5. Ajarkan pasien cara menghindari kadar leukosit akibat adanya infeksi
6. Berikan terapi antibiotic
gangguan system kekebalan tubuh 4. Kemerahan merupakan tanda adanya infeksi 5. Untuk mencegah klien terpapar ataupun kembali terinvasi infeksi 6. untuk proteksi terhadap infeksi
9
Hipovolemia
Hipovolemia
NIC
Observasi
menurun
Observasi:
1. melihat jumlah cairan yang
1. monitor input dan output
masuk dan keluar dari dalam
2. monitor tanda awal syok
tubuh
3. monitor status cairan Terapiutik
2. untuk
mengetahui
tanda-
tanda syok yang terjadi pada klien
1. tempatkan
pasien
pada
posisi
supinasi, kaki elevasi 2. berikan cairan intravena dan oral dengan tepat Edukasi
3. mengetahui ketidakseimbangan
cairan
pada klien Terapiutik
1. ajarkan keluarga dan pasien tentang 1. untuk peningkatan preload tanda dan gejala datangnya syok
dengan tepat
2. ajarkan keluarga dan pasien tentang 2. untuk mengganti cairan yang langkah untuk mengatasi gejala syok Kolaborasi: -
hilang Edukasi 1. Menambah informasi pada klien dan keluarga mengenai syok 2. Agar klien dan keluarga dapat mengatasi syok secara mandiri Kolaborasi : -
10
Pola efektif
napas
tidak Pola napas tmembaik
1. Identifikasi faktor penyebab. 2. Posisikan pasien untuk
1. Dengan mengidentifikasikan
memaksimalkan ventilasi
penyebab, kita dapat
(posisi semi fowler)
menentukan jenis effusi
3. Kaji kualitas, frekuensi dan
pleura sehingga dapat
kedalaman pernafasan,
mengambil tindakan yang
laporkan setiap perubahan yang
tepat.
terjadi. 4. Observasi tanda-tanda vital
2. Penurunan diafragma memperluas daerah dada
(suhu, nadi, tekanan darah, RR
sehingga ekspansi paru
dan respon
bisa maksimal.
pasien).
3. Dengan mengkaji
5. Kolaborasi dengan tim medis
kualitas, frekuensi dan
lain untuk pemberian O2 dan
kedalaman pernafasan,
obat-
kita dapat mengetahui
obatan serta foto thorax.
sejauh mana perubahan kondisi pasien.
4. Peningkatan RR dan tachcardi merupakan indikasi adanya penurunan fungsi paru. 5. Pemberian oksigen dapat menurunkan beban pernafasan Dengan foto thorax dapat dimonitor kemajuan dari berkurangnya cairan dan kembalinya daya kembang paru.
Penyimpangan KDM
Faktor genetik, pengrusakan imunologik, infeksi virus Kerusakan sel beta Ketidakseimbangan produksi insulin Gula dalam darah tdk dapat dibawa masuk ke dalam sel
Viskositas darah meningkat Aliran darah lambat Iskemik jaringan Pelepasan mediator kimia
Hiperglikemia
GFR turun
Batas melibih ambang ginjal
Retensi Na
Glukosuria
total CES naik
diaresis osmotik
tekanan kapiler naik
Dipersepsikan hypothalamus
Anabolisme protein menurun kerusakan antibodi kekebalan tubuh menurun europati sensori perifer
Volume interstial naik Retensi urin
Resiko infeksi
nekrosis luka
Ansietas
edema (kelebihan volume cairan)
Nyeri akut
Luka gangren Kseulitan berjalan
kehilangan elektrolit dalam sel Dehidrasi
Gangguan mobilitas fisik Perfusi perifer tidak efektif
merangsang hipotalamus polidpsi & polifagia Defisit nutrisi
hipervolemia
Produksi akhir metabolism protein tertimbun dalam darah
Gangguan integritas kulit/jaringan
Asiadosis dan odema paru Ekspansi paru menurun
Fungsi paru tidak adekuat
sesak
Pola nafas tidak efektif
DAFTAR PUSTAKA Adib, M., (2011). Pengetahuan Praktis Ragam Penyakit Mematikan yang Paling Sering Menyerang Kita. Edisi pertama.Jogjakarta : Penerbit Divapress Bulechek, Gloria M., dkk., 2013. Nursing Intervention Classification (NIC). Mocomedia: Yogyakarta Brunner & Suddart, 2002. Keperawatan Medikal Bedah, Vol 2, Edisi 8. EGC : Jakarta Corwin, Elizabeth J. 2009. Buku Saku Patofisiologi. Jakarta : EGC. Price & Wilson. 2013. Patofisiologi ; Konsep Klinis Proses-proses Penyakit, Edisi 6, Penerbit Buku Kedokteran. EGC: Jakarta. Johnson, Meridian Maas, & Sue Moorhead. 2013. Nursing Outcame Clasification. Mosby. Philadelphia McCloskey & Gloria M Bulechek. 2013. Nursing Intervention Clasification. Mosby. USA Nurarif & Hardi Kusuma. 2015. Aplikasi Keperawatan berdasarkan Diagnosa Medis NANDA NIC-NOC. Jogjakarta. Mediaction Publishing PPNI. 2016. Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia. Tim Pokja SDKI PPNI. Jakarta