1
RESUME (PEMBUAHAN) INFERTILITAS
OLEH
Ade Novira
(70300117033)
PROGRAM STUDI KEPERAWATAN FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN UNIVERSITAS ISLAM NEGERI ALAUDDIN MAKASSAR TAHUN AJARAN 2018/2019
2
BAB I KONSEP DASAR MEDIS A.
Defenisi
Infertilitas di defenisikan sebagai ketidakmampuan pasangan untuk mencapai kehamilan setelah 1 tahun hubungan seksual tanpa pelindung (Keperawatan Medikal Bedah). Infertilitas (pasangan mandul) adalah pasangan suami istri yang telah menikah selama satu tahun dan sudah melakukan hubungan seksual tanpa menggunakan alat kontrasepsi, tetapi belum memiliki anak. Infertilitas adalah pasangan yang telah kawin dan hidup harmonis serta berusaha selama satu tahun tetapi belum hamil.Infertilitas adalah ketidakmampuan untuk hamil dalam waktu satu tahun.Infertilitas primer bila pasutri tidak pernah hamil dan infertilitas sekunder bila istri pernah hamil.Pasangan infertil adalah suatu kesatuan hasil interaksi biologik yang tidak menghasilkan kehamilan dan kelahiran bayi hidup. B.
Klasifikasi
Infertilitas terdiri dari 2 macam, yaitu : 1) Infertilitas primer yaitu jika perempuan belum berhasil hamil walaupun bersenggama teratur dan dihadapkan kepada kemungkinan kehamilan selama 12 bulan berturut-turut. 2) Infertilitas sekunder yaitu Disebut infertilitas sekunder jika perempuan penah hamil, akan tetapi kemudian tidak berhasil hamil lagi walaupun bersenggama teratur dan dihadapkan kepada kemungkinan kehamilan selama 12 bulan berturut- turut. C. 1.
Etiologi Penyebab Infertilitas pada perempuan (Istri) :
Faktor penyakit o Endometriosis adalah jaringan endometrium yang semestinya berada di lapisan paling dalam rahim (lapisan endometrium) terletak dan tumbuh di tempat lain. Endometriosis bisa terletak di lapisan tengah dinding rahim (lapisan myometrium) yang disebut juga adenomyosis, atau bisa juga terletak di indung telur, saluran telur, atau bahkan dalam rongga perut. Gejala umum penyakit endometriosis adalah nyeri yang sangat pada daerah panggul terutama pada saat haid dan berhubungan intim, serta -tentu saja-infertilitas. o Infeksi Panggul adalah suatu kumpulan penyakit pada saluran reproduksi wanita bagian atas, meliputi radang pada rahim, saluran telur, indung telur, atau dinding dalam panggul. Gejala umum infeksi panggul adalah: nyeri pada daerah pusar ke bawah (pada sisi kanan dan kiri), nyeri pada awal haid, mual, nyeri saat berkemih, demam, dan keputihan dengan cairan yang kental atau berbau. Infeksi panggul memburuk akibat haid, hubungan seksual, aktivitas
3
o
o
o
o
o
fisik yang berat, pemeriksaan panggul, dan pemasangan AKDR (alat kontrasepsi dalam rahim, misalnya: spiral). Mioma Uteriadalah tumor (tumor jinak) atau pembesaran jaringan otot yang ada di rahim. Tergantung dari lokasinya, mioma dapat terletak di lapisan luar, lapisan tengah, atau lapisan dalam rahim. Biasanya mioma uteri yang sering menimbulkan infertilitas adalah mioma uteri yang terletak di lapisan dalam (lapisan endometrium). Mioma uteri biasanya tidak bergejala. Mioma aktif saat wanita dalam usia reproduksi sehingga -saat menopause- mioma uteri akan mengecil atau sembuh. Polip adalah suatu jaringan yang membesar dan menjulur yang biasanya diakibatkan oleh mioma uteri yang membesar dan teremas-remas oleh kontraksi rahim. Polip dapat menjulur keluar ke vagina. Polip menyebabkan pertemuan sperma-sel telur dan lingkungan uterus terganggu, sehingga bakal janin akan susah tumbuh. Kista adalah suatu kantong tertutup yang dilapisi oleh selaput (membran) yang tumbuh tidak normal di rongga maupun struktur tubuh manusia.Terdapat berbagai macam jenis kista, dan pengaruhnya yang berbeda terhadap kesuburan. Hal penting lainnya adalah mengenai ukuran kista. Tidak semua kista harus dioperasi mengingat ukuran juga menjadi standar untuk tindakan operasi. Jenis kista yang paling sering menyebabkan infertilitas adalah sindrom ovarium polikistik. Penyakit tersebut ditandai amenore (tidak haid), hirsutism (pertumbuhan rambut yang berlebihan, dapat terdistribusi normal maupun tidak normal), obesitas, infertilitas, dan pembesaran indung telur. Penyakit ini disebabkan tidak seimbangnya hormon yang mempengaruhi reproduksi wanita. Saluran telur yang tersumbat menyebabkan sperma tidak bisa bertemu dengan sel telur sehingga pembuahan tidak terjadi alias tidak terjadi kehamilan. Pemeriksaan yang dilakukan untuk mengetahui saluran telur yang tersumbat adalah dengan HSG (Hystero Salpingo Graphy), yaitu semacam pemeriksaan röntgen (sinar X) untuk melihat rahim dan saluran telur. Kelainan pada sel telur dapat mengakibatkan infertilitas yang umumnya merupakan manifestasi dari gangguan proses pelepasan sel telur (ovulasi). Delapan puluh persen penyebab gangguan ovulasi adalah sindrom ovarium polikistik. Gangguan ovulasi biasanya direfleksikan dengan gangguan haid. Haid yang normal memiliki siklus antara 26-35 hari, dengan jumlah darah haid 80 cc dan lama haid antara 3-7 hari. Bila haid pada seorang wanita terjadi di luar itu semua, maka sebaiknya beliau memeriksakan diri ke dokter.
Faktor fungsional o Gangguan system hormonal wanita dan dapat di sertai kelainan bawaan (immunologis) Apabila embrio memiliki antigen yang berbeda dari ibu, maka tubuh ibu memberikan reaksi sebagai respon terhadap benda asing. Reaksi ini dapat menyebabkan abortus spontan pada wanita hamil.
4
o Gangguan pada pelepasan sel telur (ovulasi).Ovulasi atau proses pengeluaran sel telur dari ovarium terganggu jika terjadi gangguan hormonal. Salah satunya adalah polikistik. Gangguan ini diketahui sebagai salah satu penyebab utama kegagalan proses ovulasi yang normal. Ovarium polikistik disebabkan oleh kadar hormon androgen yang tinggi dalam darah. Kadar androgen yang berlebihan ini mengganggu hormon FSH (Follicle Stimulating Hormone) dalam darah. Gangguan kadar hormon FSH ini akan mengkibatkan folikel sel telur tidak bisa berkembang dengan baik, sehingga pada gilirannya ovulasi juga akan terganggu. o Gangguan pada leher rahim, uterus (rahim) dan Tuba fallopi (saluran telur) Dalam keadaan normal, pada leher rahim terdapat lendir yang dapat memperlancar perjalanan sperma. Jika produksi lendir terganggu, maka perjalanan sperma akan terhambat. Sedangkan jika dalam rahim, yang berperan adalah gerakan di dalam rahim yang mendorong sperma bertemu dengan sel telur matang. Jika gerakan rahim terganggu, (akibat kekurangan hormon prostaglandin) maka gerakan sperma melambat. Terakhir adalah gangguan pada saluran telur. Di dalam saluran inilah sel telur bertemu dengan sel sperma. Jika terjadi penyumbatan di dalam saluran telur, maka sperma tidak bisa membuahi sel telur. Sumbatan tersebut biasanya disebabkan oleh penyakit salpingitis, radang pada panggul (Pelvic Inflammatory Disease) atau penyakit infeksi yang disebabkan oleh jamur klamidia.Kelainan pada uterus, misalnya diakibatkan oleh malformasi uterus yang mengganggu pertumbuhan fetus, mioma uteri dan adhesi uterus yang menyebabkan terjadinya gangguan suplai darah untuk perkembangan fetus dan akhirnya terjadi abortus berulang.Kelainan tuba falopii akibat infeksi yang mengakibatkan adhesi tuba falopii dan terjadi obstruksi sehingga ovum dan sperma tidak dapat bertemu. Gangguan implantasi hasil konsepsi dalam Rahim.Setelah sel telur dibuahi oleh sperma dan seterusnya berkembang menjadi embrio, selanjutnya terjadi proses nidasi (penempelan) pada endometrium. Perempuan yang memiliki kadar hormon progesteron rendah, cenderung mengalami gangguan pembuahan. Diduga hal ini disebabkan oleh antara lain karena struktur jaringan endometrium tidak dapat menghasilkan hormon progesteron yang memadai. 2.
Penyebab Infertilitas pada laki-laki (suami)
Kelainan pada alat kelamin o Hipospadia yaitu muara saluran kencing letaknya abnormal, antara lain pada permukaan testis. o Ejakulasi retrograd yaitu ejakulasi dimana air mani masuk kedalam kandung kemih.
5
o Varikokel yaitu suatu keadaan dimana pembuluh darah menuju bauh zakar terlalu besar, sehingga jumlah dan kemampuan gerak spermatozoa berkurang yang berarti mengurangi kemampuannya untuk menimbulkan kehamilan. o Testis tidak turun dapat terjadi karena testis atrofi sehingga tidak turun. Kegagalan fungsional o Kemampuan ereksi kurang. o Kelainan pembentukan spermatozoa o Gangguan pada sperma. Gangguan di daerah sebelum testis (pretesticular). Gangguan biasanya terjadi pada bagian otak, yaitu hipofisis yang bertugas mengeluarkan hormon FSH dan LH. Kedua hormon tersebut mempengaruhi testis dalam menghasilkan hormon testosteron, akibatnya produksi sperma dapat terganggu serta mempengaruhi spermatogenesis dan keabnormalan semen Terapi yang bisa dilakukan untuk peningkatan testosterone adalah dengan terapi hormon. Gangguan di daerah testis (testicular). Kerja testis dapat terganggu bila terkena trauma pukulan, gangguan fisik, atau infeksi. Bisa juga terjadi, selama pubertas testis tidak berkembang dengan baik, sehingga produksi sperma menjadi terganggu. Dalam proses produksi, testis sebagai “pabrik” sperma membutuhkan suhu yang lebih dingin daripada suhu tubuh, yaitu 34– 35 °C, sedangkan suhu tubuh normal 36,5–37,5 °C. Bila suhu tubuh terusmenerus naik 2–3 °C saja, proses pembentukan sperma dapat terganggu. Gangguan di daerah setelah testis (posttesticular). Gangguan terjadi di saluran sperma sehingga sperma tidak dapat disalurkan dengan lancar, biasanya karena salurannya buntu. Penyebabnya bisa jadi bawaan sejak lahir, terkena infeksi penyakit -seperti tuberkulosis (Tb)-, serta vasektomi yang memang disengaja. Tidak adanya semen. Semen adalah cairan yang mengantarkan sperma dari penis menuju vagina. Bila tidak ada semen maka sperma tidak terangkut (tidak ada ejakulasi). Kondisi ini biasanya disebabkan penyakit atau? kecelakaan yang memengaruhi tulang belakang. Kurangnya hormon testosterone. Kekurangan hormon ini dapat mempengaruhi kemampuan testis dalam memproduksi sperma. 3.
Penyebab Infertilitas pada suami istri Gangguan pada hubungan seksual.Kesalahan teknik sanggama dapat menyebabkan penetrasi tak sempurna ke vagina, impotensi, ejakulasi prekoks, vaginismus, kegagalan ejakulasi, dan kelainan anatomik seperti hipospadia, epispadia, penyakit Peyronie.
6
Faktor psikologis antara kedua pasangan (suami dan istri). o Masalah tertekan karena sosial ekonomi belum stabil o Masalah dalam pendidikan o Emosi karena didahului orang lain hamil. D. 1.
Patofisiologi Patofisiologi pada wanita
Beberapa penyebab dari gangguan infertilitas dari wanita diantaranya gangguan stimulasi hipofisis hipotalamus yang mengakibatkan pembentukan FSH dan LH tidak adekuat sehingga terjadi gangguan dalam pembentukan folikel di ovarium. Penyebab lain yaitu radiasi dan toksik yng mengakibatkan gangguan pada ovulasi. Gangguan bentuk anatomi sistem reproduksi juga penyebab mayor dari infertilitas, diantaranya cidera tuba dan perlekatan tuba sehingga ovum tidak dapat lewat dan tidak terjadi fertilisasi dari ovum dan sperma. Kelainan bentuk uterus menyebabkan hasil konsepsi tidak berkembang normal walapun sebelumnya terjadi fertilisasi. Abnormalitas ovarium, mempengaruhi pembentukan folikel. Abnormalitas servik mempegaruhi proses pemasukan sperma. Faktor lain yang mempengaruhi infertilitas adalah aberasi genetik yang menyebabkan kromosom seks tidak lengkap sehingga organ genitalia tidak berkembang dengan baik. Beberapa infeksi menyebabkan infertilitas dengan melibatkan reaksi imun sehingga terjadi gangguan interaksi sperma sehingga sperma tidak bisa bertahan, infeksi juga menyebebkan inflamasi berlanjut perlekatan yang pada akhirnya menimbulkan gangguan implantasi zigot yang berujung pada abortus. 2.
Patofisiologi pada pria
Abnormalitas androgen dan testosteron diawali dengan disfungsi hipotalamus dan hipofisis yang mengakibatkan kelainan status fungsional testis. Gaya hidup memberikan peran yang besar dalam mempengaruhi infertilitas dinataranya merokok, penggunaan obat-obatan dan zat adiktif yang berdampak pada abnormalitas sperma dan penurunan libido. Konsumsi alkohol mempengaruhi masalah ereksi yang mengakibatkan berkurangnya pancaran sperma. Suhu disekitar areal testis juga mempengaruhi abnormalitas spermatogenesis. Terjadinya ejakulasi retrograt misalnya akibat pembedahan sehingga menyebebkan sperma masuk ke vesika urinaria yang mengakibatkan komposisi sperma terganggu. E. 1.
Manifestasi klinis Pada wanita
Terjadi kelainan system endokrin Hipomenore dan amenore
7
2.
Pada pria
F.
Diikuti dengan perkembangan seks sekunder yang tidak adekuat menunjukkan masalah pada aksis ovarium hipotalamus hipofisis atau aberasi genetik Wanita dengan sindrom turner biasanya pendek, memiliki payudara yang tidak berkembang,dan gonatnya abnormal Wanita infertil dapat memiliki uterus Motilitas tuba dan ujung fimbrienya dapat menurun atau hilang akibat infeksi, adhesi, atau tumor Traktus reproduksi internal yang abnormal
Riwayat terpajan benda – benda mutan yang membahayakan reproduksi (panas, radiasi, rokok, narkotik, alkohol, infeksi) Status gizi dan nutrisi terutama kekurangan protein dan vitamin tertentu Riwayat infeksi genitorurinaria Hipertiroidisme dan hipotiroid Tumor hipofisis atau prolactinoma Disfungsi ereksi berat Ejakulasi retrograt Hypo/epispadia Mikropenis Andesensus testis (testis masih dalam perut/dalam liat paha Gangguan spermatogenesis (kelainan jumla, bentuk dan motilitas sperma) Hernia scrotalis (hernia berat sampai ke kantong testis ) Varikhokel (varises pembuluh balik darah testis) Abnormalitas cairan semen Prognosis
Menurut Behman dan Kistner, prognosis terjadinya kehamilan pada pasangan infertilitas tergantung pada umur suami, umur istri, dan lamanya dihadapkan pada kemungkinan kehamilan (frekuensi senggama dan lamanya perkawinan). Fertilitas maksimal wanita dicapai pada umur 24 tahun, sementara fertilitas maksimal pria dicapai pada umur 24 hingga 25 tahun.pengelolaan mutahir terhadap pasangan infertile dapat membawa kehamilan kepada lebih dari 50% pasangan, walaupun masih selalu ada 10-20% pasangan yang belum diketahui etiologinya. Separuhnya lagi terpaksa harus hidup tanpa anak, atau memperoleh anak dengan jalan lain, umpamanya dengan inseminasi buatan donor, atau mengangkat anak ( adopsi ).
8
G. 1.
Pemeriksaan Diagnostik Pemeriksaan fisik o Hirsutisme diukur dengan skala Ferriman dan Gallway, jerawat o Pembesaran kel. Tiroid o Galaktorea o Inspeksi lendir serviks ditunjukkan dengan kualitas mucus o PDV untuk menunjukkan adanya tumor uterus / adneksa
2. a) o o o b) o o o
c)
d) o o o o o e)
f) 1.
2. 3. 4. 5. 6.
Pemeriksaan penunjang Analisis Sperma : Jumlah > 20 juta/ml Morfologi > 40 % Motilitas > 60 % Deteksi ovulasi : Anamnesis siklus menstruasi, 90 % siklus menstrusi teratur :siklus ovulatoar Peningkatan suhu badan basal, meningkat 0,6 - 1oC setelah ovulasi : Bifasik Uji benang lendir serviks dan uji pakis, sesaat sebelum ovulasi : lendir serviks encer, daya membenang lebih panjang, pembentukan gambaran daun pakis dan terjadi Estradiol meningkat Biopsi Endometrium Beberapa hari menjelang haid , Endometrium fase sekresi : siklus ovulatoar, Endometrium fase proliferasi/gambaran, Hiperplasia : siklus Anovulatoar Hormonal: FSH, LH, E2, Progesteron, Prolaktin FSH serum : 10 - 60 mIU/ml LH serum : 15 - 60 mIU/ml Estradiol : 200 - 600 pg/ml Progesteron : 5 - 20 mg/ml Prolaktin : 2 - 20 mg/ml USG transvaginal Secara serial : adanya ovulasi dan perkiraan saat ovulasi Ovulasi : ukuran folikel 18 - 24 m Histerosalpinografi Radiografi kavum uteri dan tuba dengan pemberian materi kontras. Disini dapat dilihat kelainan uterus, distrosi rongga uterus dan tuba uteri, jaringan parut dan adesi akibat proses radang. Dilakukan secara terjadwal. Menilai Faktor tuba : lumen, mukosa, oklusi, perlengketan Faktor uterus : kelainan kongenital (Hipoplasia, septum, bikornus, Duplex), mioma, polip, adhesi intrauterin (sindroma asherman) Dilakukan pada fase proliferasi : 3 hari setelah haid bersih dan sebelum perkiraan ovulasi Keterbatasan : tidak bisa menilai Kelainan Dinding tuba : kaku, sklerotik Fimbria : Fimosis fimbria
9
7. Perlengketan genitalia Int. 8. Endometriosis 9. Kista ovarium 10. Patensi tuba dapat dinilai :HSG, Hidrotubasi (Cairan), Pertubasi (gas CO2) g) Pemeriksaan pelvis ultrasound Untuk memvisualisasi jaringan pelvis, misalnya untuk identifikasi kelainan, perkembangan dan maturitas folikuler, serta informasi kehamilan intra uterin. h) Uji paska sanggama (UPS) Syarat : Pemeriksaan Lendir serviks + 6 - 10 jam paska sanggama. Waktu sanggama sekitar ovulasi, bentuk lendir normal setelah kering terlihat seperti daun pakis. Menilai : Reseptifitas dan kemampuan sperma untuk hidup pada lendir serviks. Penilaian UPS : Baik : > 10 sperma / LPB Analisa semen. • Parameter • Warna putih keruh • Bau bunga akasia • Ph 7,2 – 7,8. • Volume 2-5 ml • Vikositas 1,6 – 6,6 centipose • Jumlah sperma 20 juta / ml • Sperma motil > 50 % • Bentuk normal > 60 % • Kecepatan gerak sperma 0,18 – 1,2 detik • Persentasi gerak motil > 60 % • Aglutinasi tidak ada • Sel – sel sedikit, tidak ada • Uji fruktosa 150 – 650 mg/dl. i) Laparoskopi : Gambaran visualisasi genitalia interna secara internal menyuluruh. Menilai faktor : Peritoneum/endometriosis Perlengketan genitalia Interna Tuba : patensi, dinding, fimbria Uterus : mioma Ovulasi : Stigma pada ovarium dan korpus luteum Keterbatasan: Tidak bisa menilai : Kelainan kavum uteri dan lumen tuba Bersifat invasif dan operatif
10
BAB II ASUHAN KEPERAWATAN A.
Pengkajian Keperawatan Data Demografis meliputi : identitas klien termasuk data etnis, budaya dan agama. 1. Pengkajian Anamnesa a) Pengkajian Anamnesa pada Wanita 1. Riwayat Kesehatan Dahulu Riwayat terpajan benda – benda mutan yang membahayakan reproduksi di rumah Riwayat infeksi genitorurinaria Hipertiroidisme dan hipotiroid, hirsutisme Infeksi bakteri dan virus ex: toksoplasama Tumor hipofisis atau prolaktinoma Riwayat penyakit menular seksual Riwayat kista 2. Riwayat Kesehatan Sekarang Endometriosis dan endometrits Vaginismus (kejang pada otot vagina) Gangguan ovulasi Abnormalitas tuba falopi, ovarium, uterus, dan servik Autoimun 3. Riwayat Kesehatan Keluarga Meliputi riwayat saudara/keluarga dengan aberasi genetik 4. Riwayat Obstetri Tidak hamil dan melahirkan selama satu tahun tanpa alat kontrasepsi Mengalami aborsi berulang Sudah pernah melahirkan tapi tidak hamil selama satu tahun tanpa alat kontrasepsi b) Pengkajian pada Pria 1. Riwayat Kesehatan Dahulu meliputi : riwayat terpajan benda – benda mutan yang membahayakan reproduksi (panas, radiasi, rokok, narkotik, alkohol, infeksi) 2. Riwayat infeksi genitorurinaria, Hipertiroidisme dan hipotiroid, Tumor hipofisis atau Prolactinoma 3. Riwayat trauma, kecelakan sehinga testis rusak 4. Konsumsi obat-obatan yang mengganggu spermatogenesis 5. Pernah menjalani operasi yang berefek menganggu organ reproduksi contoh : operasi prostat, operasi tumor saluran kemih 6. Riwayat Kesehatan Sekarang Disfungsi ereksi berat Ejakulasi retrograt Hypo/epispadia Mikropenis
11
7. 2. a)
b)
B. 1. 2. 3.
Andesensus testis (testis masih dalam perut/dalam liat paha) Gangguan spermatogenesis (kelainan jumla, bentuk dan motilitas sperma) Saluran sperma yang tersumbat Hernia scrotalis (hernia berat sampai ke kantong testis ) Varikhokel (varises pembuluh balik darah testis) Abnormalitas cairan semen Riwayat Kesehatan Keluarga A. Memiliki riwayat saudara/keluarga dengan aberasi genetik Pemeriksaan Penunjang Pemeriksaan Penunjang padaWanita 1. Deteksi Ovulasi 2. Analisa hormone 3. Sitologi vagina 4. Uji pasca senggama 5. Biopsy endometrium terjadwal 6. Histerosalpinografi 7. Laparoskopi 8. Pemeriksaan pelvis ultrasound Pemeriksaan Penunjang pada Pria Analisa Semen: Parameter 1. Warna Putih keruh 2. Bau Bunga akasia 3. PH 7,2 - 7,8 4. Volume 2 - 5 ml 5. Viskositas 1,6 – 6,6 centipose 6. Jumlah sperma 20 juta / ml 7. Sperma motil > 50% 8. Bentuk normal > 60% 9. Kecepatan gerak sperma 0,18-1,2 detik 10. Persentase gerak sperma motil > 60% 11. Aglutinasi Tidak ada 12. Sel – sel Sedikit,tidak ada 13. Uji fruktosa 150-650 mg/dl 14. Pemeriksaan endokrin 15. USG 16. Biopsi testis 17. Uji penetrasi sperma 18. Uji hemizona Diagnosa dan Intervensi Keperawatan Ansietas berhubungan dengan ancaman terhadap konsep diri Gangguan konsep diri Gangguan rasa nyaman b/d gejala penyakit ketidakberdayaan
12
RESUME(PEMBUAHAN) AMENORHEA
OLEH Ade Novira
(70300117033)
PROGRAM STUDI KEPERAWATAN FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN UNIVERSITAS ISLAM NEGERI ALAUDDIN MAKASSAR TAHUN AJARAN 2018/2019
13
A. Definisi Amenorrhea adalah keadaan tidak adanya haid untuk sedikitnya 3 bulan berturut-turut. Lazim diadakan pembagian antara amenorrhea primer dan amenorrhea sekunder. Kita berbicara tentang amenorrhea primer apabila seorang wanita berumur 18 tahun keatas tidak pernah mendapat haid, sedang pada amenorrhea sekunder penderita pernah mendapat haid, tetapi kemudian tidak dapat lagi (Wiknjosastro,2008). B. Etiologi -Fisiologik -Endokrinologik, atau organik, atau akibat gangguan perkembangan. -Malnutrisi -Keadaan emosional (stress) - Perubahan lingkungan, dan beberapa penyakit organ reproduksi -Gangguanhormonal -Terdapat tumor alat kelamin atau terdapat penyakit menahun. -Hipotensi, anemia, infeksi, C. Manifestasi klinis Menurut Nugroho dan Utama (2014), gejala amenore bervariasi tergantung kepada penyebabnya. Jika penyebabnya adalah kegagalan mengalami pubertas, maka tidak akan ditemukan tanda-tanda pubertas seperti pembesaran payudara, pertumbuhan rambut ketiak serta perubahan bentuk tubuh. Jika penyebabnya adalah kehamilan akan ditemukan morning sicknessdan pembesaran perut. Jika penyebabnya adalah kadar hormon tiroid yang tinggi maka gejalanya adalah denyut jantung yang cepat, kecemasan, kulit yang hangat dan lembab. Sindroma cushingmenyebabkan wajah bulat (moon face), perut buncit 16 dan lengan serta tungkai yang kurus. Gejala lain yang mungkin ditemukan, yaitu: Sakit kepala ,Galaktore (pembekuan air susu pada wanita yang tidak hamil dan tidak sedang menyusui. Gangguan penglihatan (pada tumor hipofisa) Penurunan atau penambahan berat badan yang berarti Vagina yang kering Hirsutisme
14
(pertumbuhan rambut yang berlebihan yangmengikuti pola pria), perubahan suara dan perubahan ukuran payuara.
D. Diagnosa -
Ansietas b/d krisis situasi
-
kurang pengetahuan b/d kurang informasi yang didapat tentang penyakitnya
E. Pengobatan Menurut Nugroho dan Utama (2014), pengobatan tergantung kepada penyebabnya. 1)Jika penyebabnya adalah penurunan berat badan yang drastis atau obesitas, penderita dianjurkan untuk menjalani dietyang tepat. 2)Jika penyebannya adalah olah raga yang berlebihan, penderita dianjurkan untuk menguranginya. 3)Jika seorang anak perempuan belum pernah mengalami menstruasi dan semua hasil pemeriksaan normal, maka dilakukan pemeriksaan setiap 3 – 6 bulan untuk memantau perkembangan pubertasnya. Untuk merangsang menstruasi bisa diberikan progesteron. Untuk merangsan perubahan pubertas pada anak perempuan yang payudaranya belum membesar atau rambut kemaluan danketiaknya belum tumbuh bisa diberikan estrogen. 4)Jika penyebabnya adalah tumor, maka dilakukan pembedahan untuk mengangkat tumor tersebut. Tumor hipofisa yang terletak di dalam otak biasanya diobati dengan bromokriptin untuk mencegah
perlu bisa
dilakukan pengangkatan tumor. Terapi penyinaran biasanya baru dilakukan jika pemberian obat ataupun pembedahan tidak berhasil.
15
RESUME (PEMBUAHAN) DISMENORE
OLEH
Ade Novira
(70300117033)
PROGRAM STUDI KEPERAWATAN FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN UNIVERSITAS ISLAM NEGERI ALAUDDIN MAKASSAR TAHUN AJARAN 2018/2019
16
BAB I KONSEP DASAR MEDIS A. Definisi Dismenore adalah perasaan nyeri pada waktu haid dapat berupa kram ringan pada bagian kemaluan sampai terjadi gangguan dalam tugas seharihari. Gangguan ini ada dua bentuk yaitu dismenorre primer dan dismenorre sekunder. Dismenore (nyeri haid) merupakan gejala yang timbul menjelang dan selama mentruasi ditandai dengan gejala kram pada abdomen bagian bawah . Dismenore adalah nyeri selama menstruasi yang disebebkan karena adanya kejang otot uterus . B. Epidemiologi Angka kejadian nyeri pada wanita di Indonesia mencapai angka 54,89%, sedangkan sisanya adalah penderita tipe sekunder, yang menyebabkan mereka tidak mampu melakukan tindakan apapun, dan ini akan menurunkan kualitas hidup masing-masing individu (Proverawati & Misaroh, 2009). Nyeri menstruasi menyebabkan gangguan aktivitas sehari-hari dan harus absen dari sekolah 1 – 7 hari setiap bulannya pada 15 % responden berusia 15 – 17 %. Remaja yang mengalami nyeri menstruasi berat mendapat nilai yang rendah ( 6, 5 %), menurunnya konsentrasi (87,1%), dan absen dari sekolah (80,6%). C. Etiologi Etiologi dapat diklasifikasikan menurut macam dari disminore itu sendiri. a. Disminore Primer : Jumlah prostaglandin F2α yang berlebih pada darah menstruasi, yang merangsang aktivitas uterus b. Disminore sekunder : Timbul karena adanya masalah fisik, seperti endometriosis, polip uteri, leiomioma, stenosis serviks, atau penyakit radang panggul. D. Gejala Klinis Menurut Arif Mansjoer tanda dan gejala dari dismenore adalah a. Dimenore primer 1) Usia lebih muda, maksimal usia 15-25 tahun 2) Timbul setelah terjadinya siklus haid yang teratur 3) Sering terjadi pada nulipara 4) Nyeri sering terasa sebagai kejang uterus dan spastic 5) Nyeri timbul mendahului haid dan meningkat pada hari pertama atau kedua haid 6) Tidak dijumpai keadaan patologi pelvic
17
7) Hanya terjadi pada siklus haid yang ovulatorik 8) Sering memberikan respon terhadap pengobatan medikamentosa 9) Pemeriksaan pelvik normal 10) Sering disertai nausea, muntah, diare, kelelahan, nyeri kepala b. Dismenore sekunder 1) Usia lebih tua, jarang sebelum usia 25 tahun 2) Cenderung timbul setelah 2 tahun siklus haid teratur 3) Tidak berhubngan dengan siklus paritas 4) Nyeri sering terasa terus menerus dan tumpul 5) Nyeri dimulai saat haid dan meningkat bersamaan dengan keluarnya darah 6) Berhubungan dengan kelainan pelvic 7) Tidak berhubungan dengan adanya ovulasi 8) Seringkali memerlukan tindakan operatif 9) Terdapat kelainan pelvic Nyeri pada disminore juga dapat dibagi menjadi beberapa bagian, berdasarkan gradenya : 0
: Tidak disminore
1
: Nyeri ringan, aktivitas sedikit terganggu, jarang membutuhkan obat, namun jika obat dikonsumsi dapat efektif mengurangi nyeri
2
: Nyeri sedang, aktivitas terganggu, membutuhkan obat, dan obat tersebut efektif mengurangi nyeri
3
: Nyeri hebat, mengganggu sebagian besar aktivitas, membutuhkan obat, tapi obat jarang efektif dalam mengurangi rasa nyeri
( Reece & Barberie, 2009) E. Patofisiologi Saat fase luteal, korpus luteum berdegenerasi karena tidak terjadi pembuahan dan implantasi. Maka kadar estrogen dan progesterone di sirkulasi akan menurun drastic. Penurunan kadar hormone tersebut merangsang pengeluaran prostaglandin uterus. Prostaglandin adalah suatu nyeawa yang berasal dari fosfolipid. Melalui enzim fosfolipase, fosfolipid akan diubah menjadi as. Arakidonat. Asam ini akan disiklasi menjadi prostaglandin endoperoksida siklik dalam bentuk PGG2 dengan bantuan enzim endoperoksida isomerase dan peroksidase. Selanjutnya PGH2 diubah menjadi PGF2α dibentuk oleh enzim PGF2α reduktase dan peroksidase. Prostaglandin yang dihasilkan tersebut akan menginduksi terjadinya kontraksi uterus. Kontraksi uterus selama menstruasi mulai dari tekanan basal < 10mmHg, sehingga menghasilkan tekanan intrauterine yang lebih tinggi sapai sering mencapi 150 – 180 mmHg dan juga bisa
18
melebihi 400mmHg, frekuensi lebih sering yaitu <4 – 5 setiap 10 menit dan tidak beritme atau berkoordinasi karena kontraksi dari uterus yang berkepanjangan menyebabkan aliran darah keuterus akan menurun, sehingga uterus akan mengalami iskemia. Selama uterus iskemia maka akan terjadi metabolisme anaerob, dimana hasilnya akan merangsang saraf nyeri kecil tipe C yang akan memberikan kontribusi untuk terjadinya dismenore. Nyeri tersebut dapat menyebar kearah pinggang dan paha di karenakan, pada uterus dipersarafi oleh T12, L1, L2, L3, S2, S3 dan S4 yang memberikan penyebaran nyeri ke pinggang dan paha (Rasjdid, 2008). Selain itu PGF2α dan PGE2 juga dapat menyebabkan timbulnya keluhan seperti diare, mual, muntah, dll (Fritz & Speroff, 2010) Dismenorea sekunder (secondary dysmenorrhea) dapat terjadi kapan saja setelah menarche (haid pertama), namun paling sering muncul di usia 20-an atau 30-an, setelah tahun-tahun normal, siklus tanpa nyeri (relatively painless cycles). Peningkatan prostaglandin dapat berperan pada dismenorea sekunder, namun, secara pengertian (by definition), penyakit pelvis yang menyertai (concomitant pelvic pathology) haruslah ada. Penyebab yang umum termasuk: endometriosis, leiomyomata (fibroid), adenomyosis, polip endometrium, chronic pelvic inflammatory disease, dan penggunaan peralatan kontrasepsi atau IUD (intrauterine device). Karim Anton Calis (2006) mengemukakan sejumlah faktor yang terlibat dalam patogenesis dismenorea sekunder. Kondisi patologis pelvis berikut ini dapat memicu atau mencetuskan dismenorea sekunder : a. b. c. d. e. f. g. h. i.
Endometriosis Pelvic inflammatory disease Tumor dan kista ovarium Oklusi atau stenosis servikal Adenomyosis Fibroids Uterine polyps Intrauterine adhesions Congenital malformations (misalnya: bicornate uterus, subseptate uterus) j. Intrauterine contraceptive device k. Transverse vaginal septum l. Pelvic congestion syndrome m. Allen-Masters syndrome F. Klasifikasi Berdasarkan klasifikasi menurut etiologinya, dismenore di bagi menjadi dismenore primer dan sekunder. a. Primer Dismenorea ini terasa sangat nyeri tanpa patologis pelvis yang dapat diidentifikasi. Dapat terjadi [ada waktu menarke ata segera setelahnya. Dismenorea ditandai dengan oleh nyeri kram yang dimulais sebelum atau segera setelah awitan aliran menstrual dan
19
berlanjut sampai beberapa 48 atau 72 jam. Jarang ada yang sampau 72 jam. Gejala utama adalah nyeri, nyeri dapat tajam, tumpul, siklik, atau menetap. Gejala sistemik yang menyertai adalah berupa mual, diare, sakit kepala, dan perubahan emosional Faktor psikologis seperti ansietas dan ketegangan juga dapat menunjang dismenorea. Dengan bertambahnya usia wanita, nyeri cenderung hilang, dan akan hilang sama sekali setelah melahirkan anak. b. Sekunder Dismenore sekunder terjadi bila terdapat gangguan patologis pelvis, seperti endometriosis, tumor, atau penyakit inflammatory. Biasanya mereka mengalami nyeri sebelum haid, disertai ovulasi dan kadang kala pada saat melakukan hubungan seksual. Sedangkan berdasarkan klasifikasi menurut jenis nyerinya : a. Nyeri Spasmodik Nyeri ini terasa dibagian bawah perut dan berawal sebelum masa haid atau segera setelah masa haid mulai. Biasanya perempuan terpaksa harus berbaring karena terlalu menderita nyeri itu sehingga ia tidak dapat mengerjakan apapun. Ada diantara mereka yang pingsan, mereka sangat mual, bahkan ada yang benar benar muntah. Kebanyak dari mereka adalah wanita muda, walaupun dijumpai juga pada wanita umur 40 th keatas. Disminore spasmodic dapat diobat atau paling tidak dikurangi dengan lahirnya bayi pertama, walaupun banyak pula perempuan yang tidak mengalami gejala seperti itu. b. Nyeri Kongestif Penderita disminore kongestif yang biasanya akan tahu sejak berharihari sebelumnya bahwa masa haidnya akan segera tiba mungkin mengalami pegal, sakit pada buah dada, perut kembung tidak menentu, pakaian dalam terasa terlalu ketat, sakit kepala, sakit punggung, pegal pada paha, merasa lelah atau sulit dipahami, mudah tersinggung, kehilangan keseimbangan, menjadi ceroboh, terganggu tidur, dan muncul memar dipaha dan lengan atas. Semua itu merupakan symptom pegal menyiksa yang berlangsung antara 2 dan 3 hari sampai kurang dari 2 minggu. Proses menstruasi mungkin tidak terlalu menimbulkan nyeri jika sedang berlangsung. Bahkan sekian hari pertama masa haid orang yang menderita dismonore kongesif akan merasa lebih baik. G. Pemeriksaan Fisik Pemeriksaan fisik yang dilakukan meliputi : 1) Kepala : Pemeriksaan konjungtiva, pemeriksaan membrane mukosa bibir 2) Dada : Paru : peningkatan frekuensi nafas
20
Jantung : Peningkatan denyut jantung 3) Payudara dan ketiak : Adanya nyeri pada payudara 4) Abdomen : Nyeri pada bagian bawah abdomen, kaji penyebab nyeri, Kualitas nyeri, Region nyeri, Skala Nyeri, Awitan terjadinya nyeri, sejak kapan dan berapa lama 5) Genetalia : Kaji siklus menstruasi pasien 6) Integumen : kaji turgor kulit H. Pemeriksaan Dignostik Pemeriksaan penunjang yang dapat dilakukan pada klien dengan dismenore adalah : a. Tes laboratorium 1) Pemeriksaan darah lengkap : normal. 2) Urinalisis : normal b. Tes diagnostic tambahan - Laparaskopi : penyikapan atas adanya endomeriosi atau kelainan pelvis yang lain. I. Therapi Therapi diberikan berdasarkan klasifikasi dismenore. Pada nyeri primer diberikan agen antiinflamasi nonsteroid, yang menyekat sistensis prostaglandin melaluo penghambatan enzim siklooksigenase, misalnya : ibuprofen (Motrin), naproxen, alleve, Anaprox, Naproxyn, dan as. Mefenamat (ponstel). Dengan pemberian obat-obatan ini biasanya wanita akan mengalami efek samping pada gastrointestinal. Kontra indikasi obatobatan ini adalah pada wanita dengan alergi, riwayat ulkus peptikum, sensitive terhadap aspirin, asma dan terjadinya kehamilan. (Brunner & Suddarth, 2002) Terapi akan baik bila dilaksanakan sebelum gejala menstruasi sampai gejala berkurang. Dapat juga diberikan kontrasepsi oral, yang berfungsi menghambat prostaglandin endometrium oleh progesterone. Obat-obatan ini akan menurunkan jumlah menstruasi sehingga menurunkan konsentrasi prostaglandin. (Price, 2002) Pemberian analgesic sebelum kram mulai, juga dapat mengurangi rasa nyeri. Aspirin, inhibitor prostaglandin ringan juga dapat di berikan sesuai dosis, biasanya dianjurkan setiap 4 jam. Sedangkan, tindakan yang dapat dilakukan untuk nyeri sekunder adalah mengobati penyakit yang mendasarinya.
21
BAB II ASUHAN KEPERAWATAN 1.
Pengkajian a. Biodata klien Umur : pasien berada dalam usia masa menstruasi Pendidikan : pendidikan pasien sangat mempengaruhi tingkat pengetahuan pasien mengenai menstruasi Pekerjaan : pekerjaan pasien (kegiatan rutinitas pasien) juga mempengaruhi terjadinya gangguan menstruasi b. Alasan MRS Keluhan utama : Merasakan nyeri yang berlebihan ketika haid pada bagian perut disertai dengan mual muntah, pusing dan merasakan badan lemas. c. Riwayat haid Umur menarchi pertama kali, lama haid, jumlah darah yang keluar, konsistensi, siklus haid. d. Riwayat penyakit dahulu Penyakit yang pernah diderita pada masa lalu, bagaimana cara pengobatan yang dijalaninya, dimana mendapat pertolongan, apakah penyakit tersebut diderita sampai saat ini atau kambuh berulang–ulang e. Riwayat kesehatan keluarga Adakah anggota keluarga yang menderita penyakit seperti yang pasien alami.
a.
b.
c.
d.
e.
f.
Pola Kebutuhan Dasar (Gordon) Pola Persepsi dan Tata Laksana Hidup Sehat Pada kasus Dismenore akan timbul ketakutan karena ketidaktahuan atau kurangnya informasi/ pengetahuan mengenai Dismenore. Pola Nutrisi dan Metabolisme Pada umumnya klien dengan dismenorre mengalami penurunan nafsu makan, frekuensi minum klien juga mengalami penurunan. Pola Eliminasi Untuk kasus fraktur humerus tidak ada gangguan pada pola eliminasi, tapi walaupun begitu perlu juga dikaji frekuensi, konsistensi, warna serta bau feces pada pola eliminasi alvi. Sedangkan pada pola eliminasi urin dikaji frekuensi, kepekatannya, warna, bau, dan jumlah. Pada kedua pola ini juga dikaji ada kesulitan atau tidak. Pola Tidur dan Istirahat Klien dengan disminorre mengalami nyeri pada daerah perut sehingga pola tidur klien menjadi terganggu, apakah mudah terganggu dengan suara-suara, posisi saat tidur (penekanan pada perineum) Pola Aktivitas Kemampuan mobilisasi klien dibatasi, karena klien dengan disminorre di anjurkan untuk istirahat. Pola Hubungan dan Peran
22
Klien tidak akan kehilangan peran dalam keluarga dan dalam masyarakat. Karena klien tidak harus menjalani rawat inap. g. Pola Persepsi dan Konsep Diri Pada kasus Dismenore akan timbul ketakutan karena ketidaktahuan atau kurangnya informasi/ pengetahuan mengenai Dismenore. h. Pola Sensori dan Kognitif Pada klien Dismenore, daya rabanya tidak terjadi gangguan, sedangkan pada indera yang lain tidak timbul gangguan.begitu juga pada kognitifnya tidak mengalami gangguan. Namun timbul rasa nyeri pada perut bagian bagian bawah. i. Pola Reproduksi Seksual Kebiasaan penggunaan pembalut sangat mempengaruhi terjadinya gangguan menstruasi. j. Pola Penanggulangan Stress Pada klien Dismenore timbul rasa cemas tentang keadaan dirinya, yaitu mengenai adanya kelainan pada sistem reproduksinya. k. Pola Tata Nilai dan Keyakinan Untuk klien Dismenore tidak dapat melaksanakan kebutuhan beribadah dengan baik terutama frekuensi dan konsentrasi. Hal ini bisa disebabkan karena nyeri dan keterbatasan gerak klien. l. Pemeriksaan Fisik Pemeriksaan fisik yang dilakukan meliputi : 1) Kepala : Pemeriksaan konjungtiva, pemeriksaan membrane mukosa bibir 2) Dada : Paru : peningkatan frekuensi nafas Jantung : Peningkatan denyut jantung 3) Payudara dan ketiak : Adanya nyeri pada payudara 4) Abdomen : Nyeri pada bagian bawah abdomen, kaji penyebab nyeri, Kualitas nyeri, Region nyeri, Skala Nyeri, Awitan terjadinya nyeri, sejak kapan dan berapa lama 5) Genetalia : Kaji siklus menstruasi pasien 6) Integumen : kaji turgor kulit 3. Diagnosa a. Nyeri akut b/d agen pencedera fisiologi b. Intoleransi aktivitas b/d kelemahan
23
RESUME (PEMBUAHAN) MOLA HIDATIDOSA
OLEH Ade Novira
(70300117033)
PROGRAM STUDI KEPERAWATAN FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN UNIVERSITAS ISLAM NEGERI ALAUDDIN MAKASSAR TAHUN AJARAN 2018/2019 BAB I KONSEP DASAR MEDIS
24
BAB I KONSEP DASAR MEDIS A.Definisi Mola hidatidosa adalah chorionic villi (jonjotan/gantungan) yang tumbuh berganda berupa gelembung-gelembung kecil yang mengandung banyak cairan sehingga menyerupai buah anggur atau mata ikan. Karena itu disebut juga hamil anggur atau mata ikan. Mola hidatidosa adalah kehamilan abnormal, dengan ciri-ciri stoma villus korialis langka, vaskularisasi dan edematus. Janin biasanya meninggal akan tetapi villus-villus yang membesar dan edematus itu hidup dan tumbuh terus, gambaran yang diberikan adalah sebagai segugus buah anggur. Mola hidatidosa adalah perubahan abnormal dari villi korionik menjadi sejumlah kista yang menyerupai anggur yang dipenuhi dengan cairan. Embrio mati dan mola tumbuh dengan cepat, membesarnya uterus dan menghasilkan sejumlah besar human chorionic gonadotropin. Mola Hidatidosa (Hamil Anggur) adalah suatu massa atau pertumbuhan di dalam rahim yang terjadi pada awal kehamilan. B. Etiologi Penyebab mola hidatidosa tidak diketahui secara pasti, namun faktor penyebabnya adalah: 1. Faktor ovum : ovum memang sudah patologik sehingga mati, tetapi terlambat dikeluarkan. 2. Imunoselektif dari tropoblast. 3. Keadaan sosio-ekonomi yang rendah. 4. Paritas tinggie 5. Kekurangan protein 6. Infeksi virus dan faktor kromosom yang belum jelas. Mola hidatifosa berasal dari plasenta dan/atau jaringan janin sehingga hanya mungkin terjadi pada awal kehamilan. Massa biasanya terdiri dari bahan-bahan plasenta yang tumbuh tak terkendali. Sering tidak ditemukan janin sama sekali. Penyebab terjadinya mola belum sepenuhnya dimengerti. Penyebab yang paling mungkin adalah kelainan pada sel telur, rahim dan/atau kekurangan gizi. Resiko yang lebih tinggi ditemukan pada wanita yang berusia di bawah 20 tahun atau diatas 40 tahun. Faktor resiko terjadinya mola adalah: Status sosial-ekonomi yang rendah Diet rendah protein, asam folat dan karotin. C. Patofisiologi Mola hidatidosa dapat terbagi menjadi : 1. Mola hidatidosa komplet (klasik), jika tidak ditemukan janin. 2. Mola hidatidosa inkomplet (parsial), jika disertai janin atau bagian janin.
25
Ada beberapa teori yang diajukan untuk menerangkan patogenesis dari penyakit trofoblast :
Teori missed abortion Mudigah (Calon Janin) mati pada kehamilan 3 – 5 minggu karena itu terjadi gangguan peredarah darah sehingga terjadi penimbunan cairan masenkim dari villi dan akhirnya terbentuklah gelembung-gelembung.
Teori neoplasma dari Park Sel-sel trofoblast adalah abnormal dan memiliki fungsi yang abnormal dimana terjadi reabsorbsi cairan yang berlebihan ke dalam villi sehigga timbul gelembung. Studi dari Hertig Studi dari Hertig lebih menegaskan lagi bahwa mola hidatidosa semata-mata akibat akumulasi cairan yang menyertai degenerasi awal atau tiak adanya embrio komplit pada minggu ke tiga dan ke lima. Adanya sirkulasi maternal yang terus menerus dan tidak adanya fetus menyebabkan trofoblast berproliferasi dan melakukan fungsinya selama pembentukan cairan. Jonjot-jonjot korion tumbuh berganda dan mengandung cairan merupakan kistakista kecil seperti anggur. Biasanya di dalamnya tidak berisi embrio. Secara histo patologic kadang-kadang ditemukan jaringan mola pada plasenta dengan bayi normal. Bisa juga terjadi kehamilan ganda mola adalah: satu janin tumbuh dan yang satu menjadi mola hidatidosa. Gelembung mola besarnya bervariasi, mulai dari yang kecil sampai berdiameter lebih dari 1 cm. Mola parsialis adalah bila dijumpai janin dan gelembung - gelembung mola. Secara mikroskopik terlihat trias : 1. Proliferasi dari trofoblas 2. Degenerasi hidropik dari stroma villi dan kesembaban 3. Terlambat atau hilangnya pembuluh darah dan stroma
D. Manifestasi Klinis 1. Tanda dan Gejala Tanda dan gejala kehamilan dini didapatkan pada mola hidatidosa. Kecurigaaan biasanya terjadi pada minggu ke 14 - 16 dimana ukuran rahim lebih besar dari kehamilan biasa, pembesaran rahim yang terkadang diikuti perdarahan, dan bercak berwarna merah darah beserta keluarnya materi seperti anggur pada pakaian dalam. Tanda dan gejala serta komplikasi mola : 1. Mual dan muntah yang parah yang menyebabkan 10% pasien masuk RS. 2. Pembesaran rahim yang tidak sesuai dengan usia kehamilan (lebih besar). 3. Gejala – gejala hipertitoidisme seperti intoleransi panas, gugup, penurunan BB yang tidak dapat dijelaskan, tangan gemetar dan berkeringat, kulit lembab. 4. Gejala – gejala pre-eklampsi seperti pembengkakan pada kaki dan tungkai, peningkatan tekanan darah, proteinuria (terdapat protein pada air seni). 5. Amenore dan tanda-tanda kehamilan
26
6. 7. 2. a. b.
c. E.
Perdarahan pervaginam berulang. Darah cenderung berwarna coklat. Pada keadaan lanjut kadang keluar gelembung mola. Tidak terabanya bagian janin pada palpasi dan tidak terdengarnya DJJ sekalipun uterus sudah membesar setinggi pusat atau lebih. Pemeriksaan Penunjang Pemeriksaan penunjang yang dapat dilakukan adalah : Serum ß-hCG untuk memastikan kehamilan dan pemeriksaan ß-hCG serial Ultrasonografi (USG). Melalui pemeriksaan USG kita dapat melihat adakah janin di dalan kantung gestasi (kantung kehamilan) dan kita dapat mendeteksi gerakan maupun detak jantung janin. Apabila semuanya tidak kita temukan di dalam pemeriksaan USG maka kemungkinan kehamilan ini bukanlah kehamilan yang normal. Foto rontgen : pada mola ada gambaram emboli udara Penatalaksanaan Medis Penanganan yang biasa dilakukan pada mola hidatidosa adalah : 1. Diagnosis dini akan menguntungkan prognosis. 2. Pemeriksaan USG sangat membantu diagnosis. Pada fasilitas kesehatan di mana sumber daya sangat terbatas, dapat dilakukan : Evaluasi klinik dengan fokus pada : Riwayat haid terakhir dan kehamilan Perdarahan tidak teratur atau spotting, pembesaran abnormal uterus, pelunakan serviks dan korpus uteri. Kajian uji kehamilan dengan pengenceran urin. Pastikan tidak ada janin (Ballottement) atau DJJ sebelum upaya diagnosis dengan perasat Hanifa Wiknjosastro atau Acosta Sisson. 3. Lakukan pengosongan jaringan mola dengan segera. 4. Antisipasi komplikasi (krisis tiroid, perdarahan hebat atau perforasi uterus). 5. Lakukan pengamatan lanjut hingga minimal 1 tahun. Selain dari penanganan di atas, masih terdapat beberapa penanganan khusus yang dilakukan pada pasien dengan mola hidatidosa, yaitu : Segera lakukan evakuasi jaringan mola dan sementara proses evakuasi berlangsung berikan infus 10 IU oksitosin dalam 500 ml NaCl atau RL dengan kecepatan 40-60 tetes per menit (sebagai tindakan preventif terhadap perdarahan hebat dan efektifitas kontraksi terhadap pengosongan uterus secara tepat). Pengosongan dengan Aspirasi Vakum lebih aman dari kuretase tajam. Bila sumber vakum adalah tabung manual, siapkan peralatan AVM minimal 3 set agar dapat digunakan secara bergantian hingga pengosongan kavum uteri selesai. Kenali dan tangani komplikasi seperti tirotoksikasi atau krisis tiroid baik sebelum, selama dan setelah prosedur evakuasi. Anemia sedang cukup diberikan Sulfas Ferosus 600 mg/hari, untuk anemia berat lakukan transfusi. Kadar hCG diatas 100.000 IU/L praevakuasi menunjukkan masih terdapat trofoblast aktif (diluar uterus atau invasif), berikan kemoterapi MTX dan pantau beta-hCG serta besar uterus secara klinis dan USG tiap 2 minggu. Selama pemantauan, pasien dianjurkan untuk menggunakan kontrasepsi hormonal (apabila masih ingin anak) atau tubektomy apabila ingin menghentikan fertilisasi.
27
BAB II ASUHAN KEPERAWATAN A. Pengkajian 1. Pengkajian Data Subjetif Pengkajian adalah pendekatan sistematis untuk mengumpulkan data dan menganalisanya sehingga dapat diketahui masalah dan kebutuhan perawatan bagi klien. Adapun hal-hal yang perlu dikaji adalah : a. Biodata : mengkaji identitas klien dan penanggung yang meliputi ; nama, umur, agama, suku bangsa, pendidikan, pekerjaan, status perkawinan, perkawinan ke- , lamanya perkawinan dan alamat. b. Keluhan utama : Kaji adanya menstruasi tidak lancar dan adanya perdarahan pervaginam berulang. c. Riwayat kesehatan, yang terdiri atas : o Riwayat kesehatan sekarang yaitu keluhan sampai saat klien pergi ke Rumah Sakit atau pada saat pengkajian seperti perdarahan pervaginam di luar siklus haid, pembesaran uterus lebih besar dari usia kehamilan. o Riwayat kesehatan masa lalu o Riwayat pembedahan : Kaji adanya pembedahan yang pernah dialami oleh klien, jenis pembedahan , kapan , oleh siapa dan di mana tindakan tersebut berlangsung. d. Riwayat penyakit yang pernah dialami : Kaji adanya penyakit yang pernah dialami oleh klien misalnya DM, jantung, hipertensi, masalah ginekologi/urinary, penyakit endokrin, dan penyakit-penyakit lainnya. e. Riwayat kesehatan keluarga : Yang dapat dikaji melalui genogram dan dari genogram tersebut dapat diidentifikasi mengenai penyakit turunan dan penyakit menular yang terdapat dalam keluarga. f. Riwayat kesehatan reproduksi : Kaji tentang mennorhoe, siklus menstruasi, lamanya, banyaknya, sifat darah, bau, warna dan adanya dismenorhoe serta kaji kapan menopause terjadi, gejala serta keluahan yang menyertainya. g. Riwayat kehamilan , persalinan dan nifas : Kaji bagaimana keadaan anak klien mulai dari dalam kandungan hingga saat ini, bagaimana keadaan kesehatan anaknya. h. Riwayat seksual : Kaji mengenai aktivitas seksual klien, jenis kontrasepsi yang digunakan serta keluhan yang menyertainya. i. Riwayat pemakaian obat : Kaji riwayat pemakaian obat-obatan kontrasepsi oral, obat digitalis dan jenis obat lainnya. j. Pola aktivitas sehari-hari : Kaji mengenai nutrisi, cairan dan elektrolit, eliminasi (BAB dan BAK), istirahat tidur, hygiene, ketergantungan, baik sebelum dan saat sakit. 2. Pengkajian Data Objektif a. TTV: ada tidaknya demam, takikardi, hipotensi, frekuensi nafas b. Status Gizi: Berat Badan meningkat/menurun c. Status Kardiovaskuler: Bunyi jantung, karakter nadi d. Status Respirasi: Pola pernafasan terhadap kedalaman dan kesimetrisan e. Status Hidrasi: Edema, derajat kelembaban
28
f. g. h. i. j.
B.
Keadaan Integumen: Observasi kulit terhadap warna, lesi, laserasi, bekas luka operasi, kontraksi dinding perut Genital: nyeri kostovertebral dan suprapubik, perdarahan yang abnormal Status Eliminasi: Perubahan konstipasi feses, konstipasi dan perubahan frekuensi berkemih Keadaan Muskoloskeletal: Bahasa tubuh, pergerakan, tegangan otot, ketut lutut Keadaan janin: Pemeriksaan DJJ, TFU, dan perkembangan janin (apakah sesuai dengan usia kehamilan) Diagnosa Keperawatan 1. 2. 3. 4. 5.
Nyeri berhubungan dengan terputusnya kontinuitas jaringan. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan kelemahan. Gangguan pola tidur berhubungan dengan adanya nyeri. Gangguan rasa nyaman : hipertermi berhubungan dengan proses infeksi. Kecemasan berhubungan dengan perubahan status kesehatan
29
RESUME(PEMBUAHAN) ENDOMETRIOSIS
OLEH Ade Novira
(70300117033)
PROGRAM STUDI KEPERAWATAN FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN UNIVERSITAS ISLAM NEGERI ALAUDDIN MAKASSAR TAHUN AJARAN 2018/2019
30
BAB I KONSEP DASAR MEDIS 1.
Definsi Endometriosis adalah keadaan ketika sel-sel endometrium yang seharusnya terdapat hanya dalam uterus, tersebar juga ke dalam rongga pelvis . Endometriosis merupakan suatu kondisi yang dicerminkan dengan keberadaan dan pertumbuhan jaringan endometrium di luar uterus. Jaringan endometrium itu bisa tumbuh di ovarium, tuba falopii, ligamen pembentuk uterus, atau bisa juga tumbuh di apendiks, colon, ureter dan pelvis. Endometriosis adalah lesi jinak atau lesi dengan sel-sel yang serupa dengan sel-sel lapisan uterus tumbuh secara menyimpang dalam rongga pelvis diluar uterus. Endometriosis adalah terdapatnya jaringan endometrium (kelenjar dan stoma) diluar uterus Endometriosis adalah terdapatnya jaringan endometrium di luar kavum uterus. Bila jaringan endometrium terdapat di dalam miometrium disebut adenomiosis (adenometriosis internal) sedangkan bila diluar uterus disebut (endometriorisis ekterna). 2. Etiologi / Penyebab Etiologi endometriosis belum diketahui tetapi ada beberapa teori yang telah dikemukakan : a. Secara kongenital sudah ada sel-sel endometrium di luar uterus. b. Pindahnya sel-sel endometrium melalui sirkulasi darah atau sirkulasi limfe. c. Refluks menstruasi yang mengandung sel-sel endometrium ke tuba fallopi, sampai ke rongga pelvis. d. Herediter karena insiden lebih tinggi pada wanita yang ibunya juga mengalami endometriosis 3.
Patofisiologi Endometriosis berasal dari kata endometrium, yaitu jaringan yang melapisi dinding rahim. Endometriosis terjadi bila endometrium tumbuh di luar rahim. Lokasi tumbuhnya beragam di rongga perut, seperti di ovarium, tuba falopii, jaringan yang menunjang uterus, daerah di antara vagina dan rectum, juga di kandung kemih. Dalam setiap siklus menstruasi lapisan dinding rahim menebal dengan tumbuhnya pembuluh darah dan jaringan, untuk mempersiapkan diri menerima sel telur yang akan dilepaskan oleh indung telur yang terhubungkan dengan rahim oleh saluran yang disebut tuba falopii atau saluran telur. Apabila telur yang sudah matang tersebut tidak dibuahi oleh sel sperma, maka lapisan dinding rahim tadi luruh pada akhir siklus. Lepasnya lapisan dinding rahim inilah yang disebut dengan peristiwa menstruasi. Keseluruhan proses ini diatur oleh hormon, dan biasanya memerlukan waktu 28 sampai 30 hari sampai kembali lagi ke awal proses. Salah satu teori mengatakan bahwa darah menstruasi masuk kembali ke tuba falopii dengan membawa jaringan dari lapisan dinding rahim, sehingga jaringan tersebut menetap dan tumbuh di luar rahim. Teori lain mengatakan bahwa sel-sel jaringan endometrium keluar dari rahim melalui pembuluh darah atau kelenjar getah bening, kemudian mulai tumbuh di lokasi baru. Namun, ada pula teori yang mengatakan bahwa beberapa
31
perempuan memang terlahir dengan sel-sel yang “salah letak”, dan dapat tumbuh menjadi endometrial implant kelak. Dalam kasus endometriosis, walaupun jaringan endometrium tumbuh di luar rahim dan menjadi “imigran gelap” di rongga perut seperti sudah disebutkan tadi, struktur jaringan dan pembuluh darahnya juga sama dengan endometrium yang berada di dalam rahim. Si imigran gelap (yang selanjutnya akan kita sebut endometrial implant) ini juga akan merespons perubahan hormon dalam siklus menstruasi. Menjelang masa menstruasi, jaringannya juga menebal. Namun, bila endometrium dapat luruh dan melepaskan diri dari rahim dan ke luar menjadi darah menstruasi, endometrial implant ini tidak punya jalan ke luar. Sehingga, mereka membesar pada setiap siklus, dan gejala endometriosis (yaitu rasa sakit hebat di daerah perut) cenderung makin lama makin parah. Intensitas rasa sakit yang disebabkan oleh endometriosis ini sangat tergantung pada letak dan banyaknya endometrial implant yang ada pada kita. Walaupun demikian, endometrial implant yang sangat kecil pun dapat menyebabkan kita kesakitan luar biasa apabila terletak di dekat saraf Setiap bulan, selaput endometrium akan berkembang dalam rahim dan membentuk satu lapisan seperti dinding. Lapisan ini akan menebal pada awal siklus haid sebagai persediaan menerima telur tersenyawa (embrio). Endometriosis yang ada di luar rahim juga akan mengalami proses sama seperti dalam rahim dan berdarah setiap bulan. Oleh karena selaput ini ada di tempat tidak sepatutnya, ia tidak boleh keluar dari badan seperti lapisan endometrium dalam rahim. Pada masa sama, selaput ini akan menghasilkan bahan kimia yang akan mengganggu selaput lain dan menyebabkan rasa sakit. Lama kelamaan, lapisan endometriosis ini semakin tebal dan membentuk benjolan atau kista (kantung berisi cecair) dalam ovari . Endometriosis dipengaruhi oleh faktor genetik. Wanita yang memiliki ibu atau saudara perempuan yang menderita endometriosis memiliki resiko lebih besar terkena penyakit ini juga. Hal ini disebabkan adanya gen abnormal yang diturunkan dalam tubuh wanita tersebut. Gangguan menstruasi seperti hipermenorea dan menoragia dapat mempengaruhi sistem hormonal tubuh. Tubuh akan memberikan respon berupa gangguan sekresi estrogen dan progesteron yang menyebabkan gangguan pertumbuhan sel endometrium. Sama halnya dengan pertumbuhan sel endometrium biasa, sel-sel endometriosis ini akan tumbuh seiring dengan peningkatan kadar estrogen dan progesteron dalam tubuh. Faktor penyebab lain berupa toksik dari sampah-sampah perkotaan menyebabkan mikroorganisme masuk ke dalam tubuh. Mikroorganisme tersebut akan menghasilkan makrofag yang menyebabkan resepon imun menurun yang menyebabkan faktor pertumbuhan sel-sel abnormal meningkat seiring dengan peningkatan perkembangbiakan sel abnormal. Jaringan endometirum yang tumbuh di luar uterus, terdiri dari fragmen endometrial. Fragmen endometrial tersebut dilemparkan dari infundibulum tuba falopii menuju ke ovarium yang akan menjadi tempat tumbuhnya. Oleh karena itu, ovarium merupakan bagian pertama dalam rongga pelvis yang dikenai endometriosis. Sel endometrial ini dapat memasuki peredaran darah dan limpa,
32
sehingga sel endomatrial ini memiliki kesempatan untuk mengikuti aliran regional tubuh dan menuju ke bagian tubuh lainnya. Dimanapun lokasi terdapatnya, endometrial ekstrauterine ini dapat dipengaruhi siklus endokrin normal. Karena dipengaruhi oleh siklus endokrin, maka pada saat estrogen dan progesteron meningkat, jaringan endometrial ini juga mengalami perkembangbiakan. Pada saat terjadi perubahan kadar estrogen dan progesteron lebih rendah atau berkurang, jaringan endometrial ini akan menjadi nekrosis dan terjadi perdarahan di daerah pelvic. Perdarahan di daerah pelvis ini disebabkan karena iritasi peritonium dan menyebabkan nyeri saat menstruasi (dysmenorea). Setelah perdarahan, penggumpalan darah di pelvis akan menyebabkan adhesi/perlekatan di dinding dan permukaan pelvis. Hal ini menyebabkan nyeri, tidak hanya di pelvis tapi juga nyeri pada daerah permukaan yang terkait, nyeri saat latihan, defekasi, BAK dan saat melakukan hubungan seks. Adhesi juga dapat terjadi di sekitar uterus dan tuba fallopii. Adhesi di uterus menyebabkan uterus mengalami retroversi, sedangkan adhesi di tuba fallopii menyebabkan gerakan spontan ujung-ujung fimbriae untuk membawa ovum ke uterus menjadi terhambat. Hal-hal inilah yang menyebabkan terjadinya infertil pada endometriosis. 1. Gejala Klinis Pada umumnya wanita dengan endometriosis tidak memiliki gejala. Gejala pada umumnya terjadi ketika menstruasi dan bertambah hebat setiap tahunnya karena pembesaran daerah endometriosis. Gejala yang paling sering terjadi adalah nyeri panggul, dismenorea (nyeri ketika menstruasi), dispareunia (nyeri ketika senggama), dan infertilitas (gangguan kesuburan, tidak dapat memiliki anak). a. Nyeri panggul Nyeri yang berkaitan dengan endometriosis adalah nyeri yang dikatakan sebagai nyeri yang dalam, tumpul, atau tajam, dan biasanya nyeri bertambah ketika menstruasi. Pada umumnya nyeri terdapat di sentral (tengah) dan nyeri yang terjadi pada satu sisi berkaitan dengan lesi (luka atau gangguan) di indung telur atau dinding samping panggul. Dispareunia terjadi terutama pada periode premenstruasi dan menstruasi. Nyeri saat berkemih dan dyschezia dapat muncul apabila terdapat keterlibatan saluran kemih atau saluran cerna. b. Dismenorea Nyeri ketika menstruasi adalah keluhan paling umum pada endometriosis. c. Infertilitas Efek endometriosis pada fertilitas (kesuburan) terjadi karena terjadinya gangguan pada lingkungan rahim sehingga perlekatan sel telur yang sudah dibuahi pada dinding rahim menjadi terganggu. Pada endometriosis yang sudah parah, terjadi perlekatan pada rongga panggul, saluran tuba, atau indung telur yang dapat mengganggu transportasi embrio (Missrani, 2009). Tanda dan gejala endometriosis antara lain : a. Nyeri : 1) Dismenore sekunder 2) Dismenore primer yang buruk
33
3) Dispareunia: Nyeri ovulasi 4) Nyeri pelvis terasa berat dan nyeri menyebar ke dalam paha, dan nyeri pada bagian abdomen bawah selama siklus menstruasi. 5) Nyeri akibat latihan fisik atau selama dan setelah hubungan seksual 6) Nyeri pada saat pemeriksaan dalam oleh dokter b. Perdarahan abnormal 1) Hipermenorea 2) Menoragia 3) Spotting sebelum menstruasi 4) Darah menstruasi yang bewarna gelap yang keluar sebelum menstruasi atau di akhir menstruasi 5) Keluhan buang air besar dan buang air kecil 6) Nyeri sebelum, pada saat dan sesudah buang air besar 7) Darah pada feces 8) Diare, konstipasi dan kolik 2. Pemeriksaan Diagnostik / penunjang Pemeriksaan yang dilakukan untuk membuktikan adanya endometirosis ini antara lain: a. Uji serum CA-125: Sensitifitas atau spesifisitas berkurang Protein plasenta 14 : Mungkin meningkat pada endometriosis yang mengalami infiltrasi dalam, namun nilai klinis tidak diperlihatkan. Antibodi endometrial: Sensitifitas dan spesifisitas berkurang b. Teknik pencitraan Ultrasound: Dapat membantu dalam mengidentifikasi endometrioma dengan sensitifitas 11% MRI: 90% sensitif dan 98% spesifik Pembedahan: Melalui laparoskopi dan eksisi. (Scott, R James, dkk. 2002. Buku Saku Obstetri dan Gynekologi. Widya Medica: Jakarta)
8. Komplikasi a. Obstruksi ginjal dan penurunan fungsi ginjal karena endometriosis dekat kolon atau ureter. b. Torsi ovarium atau ruptur ovarium sehingga terjadi peritonitis karena endometrioma. c. Infertilitas, ditemukan pada 30% – 40% kasus. Endometriosis merupakan penyebab infertilitas kedua terbanyak pada wanita. (Mansjoer, 2001)
34
BAB II ASUHAN KEPERAWATAN 1. Pengkajian a. Riwayat Kesehatan Dahulu Pernah terpapar agen toksin berupa pestisida, atau pernah ke daaerah pengolahan katu dan produksi kertas, serta terkena limbah pembakaran sampah medis dan sampah perkotaan. b. o o o o o o o o o o o o
Riwayat kesehatan sekarang Dysmenore primer ataupun sekunder Nyeri saat latihan fisik Dispareun Nyeri ovulasi Nyeri pelvis terasa berat dan nyeri menyebar ke dalam paha, dan nyeri pada bagian abdomen bawah selama siklus menstruasi. Nyeri akibat latihan fisik atau selama dan setelah hubungan seksual Nyeri pada saat pemeriksaan dalam oleh dokter Hipermenorea Menoragia Feces berdarah Nyeri sebelum, sesudah dan saat defekasi. Konstipasi, diare, kolik
c. Riwayat kesehatan keluarga Memiliki ibu atau saudara perempuan (terutama saudara kembar) yang menderita endometriosis. d. Riwayat obstetri dan menstruasi Mengalami hipermenorea, menoragia, siklus menstruasi pendek, darah menstruasi yang bewarna gelap yang keluar sebelum menstruasi atau di akhir menstruasi. 2. a. b. c.
Diagnosa Keperawatan yang mungkin muncul Nyeri b.d gangguan menstruasi, proses penjalaran penyakit. Resiko tinggi gangguan citra tubuh b.d gangguan menstruasi Resiko gangguan harga diri b.d infertilitas
35
RESUME (PEMBUAHAN) KISTA OVARIUM
OLEH Ade Novira
(70300117033)
PROGRAM STUDI KEPERAWATAN FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN UNIVERSITAS ISLAM NEGERI ALAUDDIN MAKASSAR TAHUN AJARAN 2018/2019
36
BAB I KONSEP DASAR MEDIS A. Definisi Kista ovarium merupakan suatu tumor, baik kecil maupun besar, kistik maupun solid, jinak maupun ganas (Wiknjosastro, 2007: 346). Kista ovarium (kista indung telur) berarti kantung berisi cairan, normalnya berukuran kecil, yang terletak di indung telur (ovarium) (Nugroho, 2010: 101) Kista ovarium (atau kista indung telur) berarti kantung berisi cairan,normalnya berukuran kecil, yang terletak di indung telur (ovarium). Kistaindung telur dapat terbentuk kapan saja, pada masa pubertas sampaimenopause, juga selama masa kehamilan (Bilotta. K, 2012). Kista indung telur adalah rongga berbentuk kantong berisi cairan di dalam jaringan ovarium. Kista ini disebut juga kista fungsional karena terbentuk setelah telur dilepaskan sewaktu ovulasi.
Gambar : Rahim normal dan kiata ovarium Sumber : http://kistaovarium.org/
B. Klasifikasi Menurut Nugroho (2010), klasifikasi kista ovarium adalah : 1. Tipe Kista Normal Kista fungsional ini merupakan jenis kista ovarium yang paling banyak ditemukan. Kista ini berasal dari sel telur dan korpus luteum, terjadi bersamaan dengan siklus menstruasi yang normal. Kista fungsional akan tumbuh setiap bulan dan akan pecah pada masa subur, untuk melepaskan sel telur yang pada waktunya siap
37
dibuahi oleh sperma. Setelah pecah, kista fungsional akan menjadi kista folikuler dan akan hilang saat menstruasi. Kista fungsional terdiri dari: kista folikel dan kista korpus luteum. Keduanya tidak mengganggu, tidak menimbulkan gejala dan dapat menghilang sendiri dalam waktu 6 – 8 minggu.
Gambar : kista ovarium fungsional Sumber : http://kistamioma.com/tag/kista-ovarium-fungsional 2. Tipe Kista Abnormal a. Kistadenoma Merupakan kista yang berasal dari bagian luar sel indung telur. Biasanya bersifat jinak, namun dapat membesar dan dapat menimbulkan nyeri. b. Kista coklat (endometrioma) Merupakan endometrium yang tidak pada tempatnya. Disebut kista coklat karena berisi timbunan darah yang berwarna coklat kehitaman. c. Kista dermoid Merupakan kista yang berisi berbagai jenis bagian tubuh seperti kulit, kuku, rambut, gigi dan lemak. Kista ini dapat ditemukan di kedua bagian indung telur. Biasanya berukuran kecil dan tidak menimbulkan gejala. d. Kista endometriosis Merupakan kista yang terjadi karena ada bagian endometrium yang berada di luar rahim. Kista ini berkembang bersamaan dengan tumbuhnya lapisan endometrium setiap bulan sehingga menimbulkan nyeri hebat, terutama saat menstruasi dan infertilitas. e. Kista hemorhage Merupakan kista fungsional yang disertai perdarahan sehingga menimbulkan nyeri di salah satu sisi perut bagian bawah. f. Kista lutein Merupakan kista yang sering terjadi saat kehamilan. Kista lutein yang sesungguhnya, umumnya berasal dari korpus luteum haematoma.
38
Gambar : kista corpus luteum Sumber : http://www.ladycarehealth.com/causes-of-differentovarian-cysts/ g. Kista polikistik ovarium Merupakan kista yang terjadi karena kista tidak dapat pecah dan melepaskan sel telur secara kontinyu. Biasanya terjadi setiap bulan. Ovarium akan membesar karena bertumpuknya kista ini. Kista polikistik ovarium yang menetap (persisten), operasi harus dilakukan untuk mengangkat kista tersebut agar tidak menimbulkan gangguan dan rasa sakit.
Gambar : kista polikistik ovarium Sumber : http://pcos-disease.blogspot.com/2010/11/polycysticovarian-syndrome_06.html C. Etiologi Menurut Nugroho (2010: 101), kista ovarium disebabkan oleh gangguan (pembentukan) hormon pada hipotalamus, hipofisis dan ovarium (ketidakseimbangan hormon). Kista folikuler dapat timbul akibat hipersekresi dari FSH dan LH yang gagal mengalami involusi atau mereabsorbsi cairan. Kista granulosa lutein yang terjadi didalam korpus luteum indung telur yang fungsional dan dapat membesar bukan karena tumor, disebabkan oleh
39
penimbunan darah yang berlebihan saat fase pendarahan dari siklus menstruasi. Kista theka-lutein biasanya bersifay bilateral dan berisi cairan bening, berwarna seperti jerami. Penyebab lain adalah adanya pertumbuhan sel yang tidak terkendali di ovarium, misalnya pertumbuah abnormal dari folikel ovarium, korpus luteum, sel telur. D. Manifestasi Klinis Manifestasi Klinis Kista Ovarium Menurut Nugroho (2010: 104), kebanyakan wanita yang memiliki kista ovarium tidak memiliki gejala sampai periode tertentu. Namun beberapa orang dapat mengalami gejala ini : 1. Nyeri saat menstruasi. 2. Nyeri di perut bagian bawah. 3. Nyeri saat berhubungan seksual. 4. Nyeri pada punggung terkadang menjalar sampai ke kaki. 5. Terkadang disertai nyeri saat berkemih atau BAB. 6. Siklus menstruasi tidak teratur, bisa juga jumlah darah yang keluar banyak. E. Patofisiologi Fungsi ovarium yang abnormal dapat menyebabkan penimbunan folikel yang terbentuk secara tidak sempurna didalam ovarium. Folikel tersebut gagal mengalami pematangan dan gagal melepaskan sel telur, terbentuk secara tidak sempurna didalam ovarium karena itu terbentuk kista di dalam ovarium. Setiap hari, ovarium normal akan membentuk beberapa kista kecil yang disebut Folikel de Graff. Pertengahan siklus, folikel dominan dengan diameter lebih dari 2.8 cm akan melepaskan oosit mature. Folikel yang ruptur akan menjadi korpus luteum, yang pada saat matang memiliki struktur 1,5 – 2 cm dengan kista ditengah- tengah. Bila tidak terjadi fertilisasi pada oosit, korpus luteum akan mengalami fibrosis dan pengerutan secara progresif. Namun bila terjadi fertilisasi, korpus luteum mula-mula akan membesar kemudian secara gradual akan mengecil selama kehamilan. Kista ovari yang berasal dari proses ovulasi normal disebut kista fungsional dan selalu jinak (Nugroho, 2010).
40
F. Komplikasi Menurut Wiknjosastro,komplikasi yang dapat terjadi pada kista ovarium diantaranya: 1. Akibat pertumbuhan kista ovarium Adanya tumor di dalam perut bagian bawah bisa menyebabkan pembesaran perut. Tekanan terhadap alat-alat disekitarnya disebabkan oleh besarnya tumor atau posisinya dalam perut. Apabila tumor mendesak kandung kemih dan dapat menimbulkan gangguan miksi, sedangkan kista yang lebih besar tetapi terletak bebas di rongga perut kadang-kadang hanya menimbulkan rasa berat dalam perut serta dapat juga mengakibatkan edema pada tungkai. 2. Akibat aktivitas hormonal kista ovarium ` Tumor ovarium tidak mengubah pola haid kecuali jika tumor itu sendiri mengeluarkan hormon. 3. Akibat komplikasi kista ovarium a. Perdarahan ke dalam kista Biasanya terjadi sedikit-sedikit sehingga berangsur-angsur menyebabkan kista membesar, pembesaran luka dan hanya menimbulkan gejala-gejala klinik yang minimal. Akan tetapi jika perdarahan terjadi dalam jumah yang banyak akan terjadi distensi yang cepat dari kista yang menimbukan nyeri di perut. b. Torsio atau putaran tangkai Torsio atau putaran tangkai terjadi pada tumor bertangkai dengan diameter 5 cm atau lebih. Torsi meliputi ovarium, tuba fallopi atau ligamentum rotundum pada uterus. Jika dipertahankan torsi ini dapat berkembang menjadi infark, peritonitis dan kematian. Torsi biasanya unilateral dan dikaitkan dengan kista, karsinoma, TOA, massa yang tidak melekat atau yang dapat muncul pada ovarium normal. Torsi ini paling sering muncul pada wanita usia reproduksi. Gejalanya meliputi nyeri mendadak dan hebat di kuadran abdomen bawah, mual dan muntah. Dapat terjadi demam dan leukositosis. Laparoskopi adalah terapi pilihan, adneksa dilepaskan (detorsi), viabilitasnya dikaji, adneksa gangren dibuang, setiap kista dibuang dan dievaluasi secara histologis. c. Infeksi pada tumor Jika terjadi di dekat tumor ada sumber kuman patogen. d. Robek dinding kista Terjadi pada torsi tangkai, akan tetapi dapat pula sebagai akibat trauma, seperti jatuh atau pukulan pada perut dan lebih sering pada saat bersetubuh. Jika robekan kista disertai hemoragi yang timbul secara akut, maka perdarahan bebas berlangsung ke uterus ke dalam rongga peritoneum dan menimbulkan rasa nyeri terus menerus disertai tanda-tanda abdomen akut. e. Perubahan keganasan Setelah tumor diangkat perlu dilakukan pemeriksaan mikroskopis yang seksama terhadap kemungkinan perubahan
41
keganasannya. Adanya asites dalam hal ini mencurigakan. Massa kista ovarium berkembang setelah masa menopause sehingga besar kemungkinan untuk berubah menjadi kanker (maligna). Faktor inilah yang menyebabkan pemeriksaan pelvik menjadi penting. G. Pemeriksaan Penunjang Tidak jarang tentang penegakkan diagnosis tidak dapat diperolehkepastian sebelum dilakukan operasi, akan tetapi pemeriksaan yang cermat dan analisis yang tajam dari gejala-gejala yang ditemukan dapat membantudalam pembuatan differensial diagnosis. Beberapa cara yang dapatdigunakan untuk membantu menegakkan diagnosis adalah (Bilotta, 2012 :1) 1. Laparaskopi Pemeriksaan ini sangat berguna untuk mengetahui apakah sebuahtumor berasal dari ovarium atau tidak, serta untuk menentukan sifat-sifat tumor itu. 2. Ultrasonografi (USG) Dengan pemeriksaan ini dapat ditentukan letak dan batas tumor,apakah tumor berasal dari uterus, ovarium, atau kandung kencing,apakah tumor kistik atau solid, dan dapat pula dibedakan antara cairandalam rongga perut yang bebas dan yang tidak.
Gambar : USG kista ovarium Sumber : http://forum.detik.com/niwana-sod-mampu-menyembuhkanpenyakit-kronis-seperti-kanker-kista-dll-t137091.html 3. Foto Rontgen Pemeriksaan ini berguna untuk menentukan adanya hidrotoraks.Selanjutnya, pada kista dermoid kadang-kadang dapat dilihat adanyagigi dalam tumor. 4. Parasintesis Pungsi ascites berguna untuk menentukan sebab ascites. Perludiperhatikan bahwa tindakan tersebut dapat mencemarkan kavum peritonei dengan isi kista bila dinding kista tertusuk.
42
H. Penatalaksanaan 1. Observasi Jika kista tidak menimbulkan gejala, maka cukup dimonitor (dipantau) selama 1 -2 bulan, karena kista fungsional akan menghilang dengan sendirinya setelah satu atau dua siklus haid. Tindakan ini diambil jika tidak curiga ganas (kanker) (Nugroho, 2010: 105). 2. Terapi bedah atau operasi Bila tumor ovarium disertai gejala akut misalnya torsi, maka tindakan operasi harus dilakukan pada waktu itu juga, bila tidak ada 22 gejala akut, tindakan operasi harus dipersiapkan terlebih dahulu dengan seksama. Kista berukuran besar dan menetap setelah berbulan-bulan biasanya memerlukan operasi pengangkatan. Selain itu, wanita menopause yang memiliki kista ovarium juga disarankan operasi pengangkatan untuk meminimalisir resiko terjadinya kanker ovarium. Wanita usia 50-70 tahun memiliki resiko cukup besar terkena kenker jenis ini. Bila hanya kistanya yang diangkat, maka operasi ini disebut ovarian cystectomy. Bila pembedahan mengangkat seluruh ovarium termasuk tuba fallopi, maka disebut salpingo oophorectomy. Faktor-faktor yang menentukan tipe pembedahan, antara lain tergantung pada usia pasien, keinginan pasien untuk memiliki anak, kondisi ovarium dan jenis kista. Kista ovarium yang menyebabkan posisi batang ovarium terlilit (twisted) dan menghentikan pasokan darah ke ovarium, memerlukan tindakan darurat pembedahan (emergency surgery) untuk mengembalikan posisi ovarium menurut Yatim, (2005: 23) Prinsip pengobatan kista dengan pembedahan (operasi) menurut Yatim, (2005: 23) yaitu: a. Apabila kistanya kecil (misalnya, sebesar permen) dan pada pemeriksaan sonogram tidak terlihat tanda-tanda proses keganasan, biasanya dokter melakukan operasi dengan laparoskopi. Dengan cara ini, alat laparoskopi dimasukkan ke dalam rongga panggul 23 dengan melakukan sayatan kecil pada dinding perut, yaitu sayatan searah dengan garis rambut kemaluan. b. Apabila kistanya besar, biasanya pengangkatan kista dilakukan dengan laparatomi. Teknik ini dilakukan dengan pembiusan total. Dengan cara laparotomi, kista bisa diperiksa apakah sudah mengalami proses keganasan (kanker) atau tidak. Bila sudah dalam proses keganasan, operasi sekalian mengangkat ovarium dan saluran tuba, jaringan lemak sekitar serta kelenjar limfe.
43
BAB II ASUHAN KEPERAWATAN A. Pengkajian 1. Langkah I (pertama) : Pengumpulan Data Dasar Pada langkah pertama ini dikumpulkan semua informasi yang akurat dari semua sumber yang berkaitan dengan kondisi klien. Perawat mengumpulkan data dasar awal yang lengkap. Bila klien mengalami komplikasi yang perlu dikonsultasikan kepada dokter dalam 30 manajemen kolaborasi perawat akan melakukan konsultasi. Pengkajian atau pengumpulan data dasar adalah mengumpulkan semua data yang dibutuhkan untuk mengevaluasi keadaan pasien. (Muslihatun, dkk. 2009: 115). a. Data subyektif 1) Identitas pasien a) Nama : Dikaji untuk mengenal atau memanggil agar tidak keliru dengan pasien-pasien lain. b) Umur : Untuk mengetahui apakah pasien masih dalam masa reproduksi. c) Agama : Untuk mengetahui pandangan agama klien mengenai gangguan reproduksi. d) Pendidikan : Dikaji untuk mengetahui sejauh mana tingkat intelektualnya sehingga bidan dapat memberikan konseling sesuai dengan pendidikannya. e) Suku/bangsa : Dikaji untuk mengetahui adat istiadat atau kebiasaan sehari-hari pasien. f) Pekerjaan : Dikaji untuk mengetahui dan mengukur tingkat sosial ekonominya. g) Alamat : Dikaji untuk mempermudah kunjungan rumah bila diperlukan. 2) Alasan Kunjungan Alasan apa yang mendasari ibu datang. Tuliskan sesuai uangkapan. a) Keluhan Utama Dikaji dengan benar-benar apa yang dirasakan ibu untuk mengetahui permasalahan utama yang dihadapi ibu mengenai kesehatan reproduksi. b) Riwayat Kesehatan (1) Riwayat kesehatan yang lalu Dikaji untuk mengetahui penyakit yang dulu pernah diderita yang dapat mempengaruhi dan memperparah penyakit yang saat ini diderita. (2) Riwayat kesehatan sekarang Data ini dikaji untuk mengetahui kemungkinan adanya penyakit yang diderita pada saat ini yang berhubungan dengan gangguan reproduksi terutama kista ovarium. (3) Riwayat kesehatan keluarga
44
c)
d)
e)
f)
g)
Data ini dikaji untuk mengetahui kemungkinan adanya pengaruh penyakit keluarga terhadap gaangguan kesehatan pasien. Riwayat Perkawinan Untuk mengetahui status perkawinan, berapa kali menikah, syah atau tidak, umur berapa menikah dan lama pernikahan. Riwayat menstruasi Untuk mengetahui tentang menarche umur berapa, siklus, lama menstruasi, banyak menstruasi, sifat dan warna darah, disminorhoe atau tidak dan flour albus atau tidak. Dikaji untuk mengetahui ada tidaknya kelainan system reproduksi sehubungan dengan menstruasi. Riwayat kehamilan, persalinan dan nifas yang lalu Bertujuan untuk mengetahui apabila terdapat penyulit, maka bidan harus menggali lebih spesifik untuk memastikan bahwa apa yang terjadi pada ibu adalah normal atau patologis. Riwayat KB Dikaji untuk mengetahui alat kontrasepsi yang pernah dan saat ini digunakan ibu yang kemungkinan menjadi penyebab atau berpengaruh pada penyakit yang diderita saat ini. Pola Pemenuhan Kebutuhan Sehari-hari (1) Nutrisi Dikaji tentang kebiasaan makan, apakah ibu suka memakan makanan yang masih mentah dan apakah ibu suka minum minuman beralkohol karena dapat merangsang pertumbuhan tumor dalam tubuh. (2) Eliminasi Dikaji untuk mengetahui pola fungsi sekresi yaitu kebiasaan buang air besar meliputi frekuensi, jumlah, konsistensi dan bau serta kebiasaan air kecil meliputi frekuensi, warna, jumlah. (3) Hubungan seksul Dikaji pengaruh gangguan kesehatan reproduksi tersebut apakah menimbulkan keluhan pada hubungan seksual atau sebaliknya. (4) Istirahat Dikaji untuk mengetahui apakah klien beristirahat yang cukup atau tidak. (5) Personal hygiene Dikaji untuk mengetahui apakah ibu selalu menjaga kebersihan tubuh terutama pada daerah genetalia. (6) Aktivitas Dikaji untuk menggambarkan pola aktivitas pasien sehari hari. Pada pola ini perlu dikaji pengaruh aktivitas terhadap kesehatannya.
45
b. Data Objektif Seorang perawat harus mengumpulkan data untuk memastikan bahwa keadaan klien dalam keadaan stabil. Yang termasuk dalam komponenkomponen pengkajian data obyektif ini adalah: 1) Pemeriksaan umum a) Keadaan umum Dikaji untuk menilai keadaan umum pasien baik atau tidak. b) Kesadaran Dikaji untuk menilai kesadaran pasien. c) Vital sign Dikaji untuk mengetahui keadaan ibu berkaitan dengan kondisi yang dialaminya, meliputi : Tekanan darah, temperatur/ suhu, nadi serta pernafasan 2) Pemeriksaan Fisik Pemeriksaan fisik dilakukan dari ujung rambut sampai ujung kaki. a) Kepala : Dikaji untuk mengetahui bentuk kepala, keadaan rambut rontok atau tidak, kebersihan kulit kepala. b) Muka : Dikaji untuk mengetahui keadaan muka oedem atau tidak, pucat atau tidak. c) Mata : Dikaji untuk mengetahui keadaan mata sklera ikterik atau tidak, konjungtiva anemis atau tidak. d) Hidung : Dikaji untuk mengetahui keadaan hidung simetris atau tidak, bersih atau tidak, ada infeksi atau tidak. e) Telinga : Dikaji untuk mengetahui apakah ada penumpukan sekret atau tidak. f) Mulut : Dikaji untuk mengetahui apakah bibir pecah-pecah atau tidak, stomatitis atau tidak, gigi berlubang atau tidak. g) Leher : Dikaji untuk mengetahui apakah ada pembesaran kelenjar tiroid, limfe, vena jugularis atau tidak. h) Ketiak : Dikaji untuk mengetahui apakah ada pembesaran kelenjar limfe atau tidak. i) Dada : Dikaji untuk mengetahui apakah simetris atau tidak, ada benjolan atau tidak. j) Abdomen : Dikaji untuk mengetahui luka bekas operasi dan pembesaran perut. k) Ekstermitas atas : Dikaji untuk mengetahui keadaan turgor baik atau tidak, ikterik atau tidak, sianosis atau tidak. l) Ekstermitas bawah : Dikaji untuk mengetahui keadaan turgor baik atau tidak, sianosis atau tidak, oedem atau tidak, reflek patella positif atau tidak. m) Genitalia : Untuk mengetahui apakah ada kelainan, abses ataupun pengeluaran yang tidak normal. n) Anus : Dikaji untuk mengetahui apakah ada hemorrhoid atau tidak. 3) Pemeriksaan khusus a) Inspeksi
46
Inspeksi adalah proses pengamatan dilakukan untuk melihat keadaan muka, payudara, abdomen dan genetalia. b) Palpasi Palpasi adalah pemeriksaan dengan indera peraba atau tangan, digunakan untuk memeriksa payudara dan abdomen. 4) Pemeriksaan Penunjang Mendukung diagnosa medis, kemungkinan komplikasi, kelainan dan penyakit. 2. Langkah II (kedua): Interpretasi Data Dasar Pada langkah ini dilakukan interpretasi data yang benar terhadap diagnosa atau masalah dan kebutuhan klien berdasarkan interpretasi yang benar atas data-data yang telah dikumpulkan (Muslihatun, dkk. 2009: 115). Dalam langkah ini data yang telah dikumpulkan di interpretasikan menjadi diagnosa keperawatan dan masalah. a. Diagnosa Keperawatan Diagnosa keperawatan dapat ditegakkan yang berkaitan dengan nama ibu, umur ibu dan keadaan gangguan reproduksi. Data dasar meliputi: 1) Data Subyektif Pernyataan ibu tentang keterangan umur serta keluhan yang dialami ibu. 2) Data Obyektif Hasil pemeriksaan yang telah dilakukan. b. Masalah Permasalahan yang muncul berdasarkaan pernyataan pasien Data dasar meliputi: 1) Data Subyektif Data yang di dapat dari hasil anamnesa pasien. 2) Data Obyektif Data yang didapat dari hasil pemeriksaan. 3. Langkah III (ketiga): Mengidentifikasikan Diagnosa atau Masalah Potensial Pada langkah ini, perawat mengidentifikasi masalah atau diagnosis potensial lain berdasarkan rangkaian masalah dan diagnosis yang sudah diidentifikasi. Langkah ini membutuhkan antisipasi. Jika memungkinkan, dilakukan pencegahan. Sambil mengamati kondisi klien, bidan diharapkan dapat bersiap jika diagnosis atau masalah potensial benarbenar terjadi. Langkah ini menentukan cara perawat melakukan asuhan yang aman (Purwandari, 2008:79). 4. Langkah IV (keempat): Mengidentifikasi dan Menetapkan Kebutuhan yang Memerlukan Penanganan Segera Langkah keempat mencerminkan kesinambungan dari proses manajemen keperawatann. Data baru mungkin saja perlu dikumpulkan dan dievaluasi. Beberapa data mungkin mengindikasikan situasi yang
47
gawat dimana bidan harus bertindak segera untuk kepentingan keselamatan jiwa ibu (Muslihatun, dkk. 2009: 117). Dari data yang dikumpulkan dapat menunjukan satu situasi yang memerlukan tindakan segera sementara yang lain harus menunggu intervensi dari seorang dokter. Situasi lainya bisa saja tidak merupakan kegawatan tetapi memerlukan konsultasi atau kolaborasi dengan dokter (Muslihatun, dkk. 2009: 117). 5. Langkah V (kelima): Merencanakan Asuhan yang Menyeluruh Pada langkah ini, direncanakan asuhan yang menyeluruh ditentukan oleh langkah sebelumnya. Langkah ini merupakan kelanjutan manajemen terhadap diagnosis atau masalah yang telah diidentifikasi atau diantisipasi. Pada langkah ini informasi atau data dasar yang tidak lengkap dapat dilengkapi(Purwandari, 2008: 81). Rencana asuhan yang menyeluruh tidak hanya meliputi apa yang sudah teridentifikasi dari kondisi klien atau dari setiap masalah yang berkaitan, tetapi juga dari kerangka pedoman antisipasi terhadap wanita tersebut tentang apa yang akan terjadi berikutnya, apakah dibutuhkan penyuluhan untuk masalah sosial ekonomi, budaya, atau 40 psikologis. Dengan kata lain, asuhan terhadap wanita tersebut sudah mencakup setiap hal yang berkaitan dengan semua aspek asuhan. Setiap rencana asuhan harus disetujui oleh kedua belah pihak, yaitu perawat dan klien, agar dapat dilaksanakan dengan efektif karena klien merupakan bagian pelaksanaan rencana tersebut. Oleh karena itu, pada langkah ini tugas perawat adalah merumuskan rencana asuhan sesuai hasil pembahasan rencana bersama klien, kemudian membuat kesepakatan bersama sebelum melaksanakannya (Purwandari, 2008: 81). 6. Langkah VI (keenam): Melaksanakan perencanaan Pada langkah keenam ini rencana asuhan menyeluruh seperti yang telah diuraikan pada langkah ke 5 dilaksanakan secara efisien dan aman. Perencanaan ini bisa dilakukan oleh perawat atau sebagian dilakukan oleh bidan dan sebagian lagi oleh klien, atau anggota tim kesehatan yang lain. Jika perawat tidak melakukannya sendiri ia tetap memikul tanggung jawab untuk mengarahkan pelaksanaanya. Manajemen yang efisien akan menyingkat waktu dan biaya serta meningkatkan mutu dari asuhan klien (Muslihatun, dkk. 2009: 118). 7. Langkah VII (terakhir): Evaluasi Pada langkah ke-7 ini dilakukan evaluasi keefektifan dari asuhan yang sudah diberikan meliputi pemenuhan kebutuhan bantuan yang diidentifikasi dalam masalah dan diagnosis. Ada kemungkinan rencana tersebut efektif, sedang sebagian yang lain belum efektif. Mengingat proses manajemen asuhan ini merupakan suatu kontinum, perlu mengulang kembali dari awal setiap asuhan yang tidak efektif melalui proses manajemen tidak efektif serta melakukan penyesuaian pada rencana asuhan tersebut (Purwandari, 2008: 82). Langkah proses manajemen pada umumnya merupakan pengkajian yang memperjelas proses pemikiran dan mempengaruhi tindakan serta
48
orientasi proses klinis. Karena proses manajemen tersebut berlangsung di dalam situasi klinis dan dua langkah yang terakhir tergantung pada klien dan situasi klinis, tidak mungkin manajemen ini dievaluasi dalam tulisan saja (Purwandari, 2008: 83). Data Perkembangan Menurut Muslihatun, (2009: 123-124) pendokumentasian atau catatan manajemen keperawatan dapat deterapkan dengan metode SOAP, yang merupakan singkatan dari: 1) S (Subjektif) Merupakan pendokumentasian manajemen keperawatan langkah pertama (pengkajian data), terutama data yang diperoleh dari anamnesis. 2) O (Objektif) Merupakan pendokumentasian manajemen keperawatan langkah pertama (pengkajian data, terutama data yang diperoleh dari pemeriksaan fisik pasien, pemeriksaan laboratorium) pemeriksaan diagnostik lain. 3) A (Assessment) Merupakaan pendokumentasian hasil analisis dan interpretasi (kesimpulan) dari data subjektif dan objektif. 4) P (Planning) Berisi tentang rencana asuhan yang disusun berdasarkan hasil analisis dan interpretasi data. Rencana asuhan ini bertujuan untuk mengusahakan tercapainya kondisi pasien seoptimal mungkin dan mempertahankan kesejahteraannya. B. Diagnosa Herdman (2011), kemungkinan diagnosa yang muncul pada pasien dengan kista ovarium adalah : Pre Operasi 1. Nyeri akut b.d agen cedera biologi 2. Ansietas b.d perubahan status kesehatan Post Operasi 1. Nyeri akut b.d agen cedera biologi 2. Resiko infeksi berhubungan dengan prosedur pembedahan 3. Hambatan mobilisasi fisik b.d kelemahan fisik
49
RESUME (KEHAMILAN) HIPEREMESIS GRAVIDARUM
OLEH Ade Novira
(70300117033)
PROGRAM STUDI KEPERAWATAN FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN UNIVERSITAS ISLAM NEGERI ALAUDDIN MAKASSAR TAHUN AJARAN 2018/2019
50
BAB I KONSEP DASAR MEDIS A. Definisi Hiperemesis gravidarum adalah mual (nausea) dan muntah sebagai suatu gejala yang wajar yang terjadi pada kehamilan trimester 1, 6 minggu kehamilan. Mual biasanya terjadi pada pagi hari dan gejala ini biasa berlangsung 10 minggu. Hiperemesis gravidarum adalah keadaan dimana penderita mual dan muntah lebih dari 10 kali dalam 24 jam,sehingga mengganggu kesehatan dan pekerjaan sehari-hari (Arief B, 2009) B. Etiologi Hiperemesis gravidarum belum diketahui faktor penyebab secara pasti. Adapun faktor Penyebab Hiperemesis gravidarum belum diketahui secara pasti, Beberapa faktor predisposisi yang ditemukan : 1. Sering terjadi pada primigravida, mola hidatidosa dan kehamilan ganda hal ini menimbulkan dugaan bahwa faktor hormon memegang peranan, karena pada kedua keadaan tersebut hormon Khorionik gonadotropin dibentuk berlebihan 2. Faktor organik,karena masuknya vili khorialis dalam sirkulasi maternal dan perubahan metabolik akibat hamil serta resistensi yang menurun dari pihak ibu tehadap perubahan ini.Alergi juga disebut sebagai salah satu faktor organik karena sebagai salah satu respon dari jaringan.ibu terhadap anak 3. Faktor psikologik memegang peranan yang penting pada penyakit ini walaupun hubungannya dengan terjadinya hiperemesis gravidarum belum diketahui dengan pasti,takut terhadap kehamilan dan persalinan, takut terhadap tanggung jawab sebagai ibu, dapat menyebabkan konflik mental yang dapat memperberat mual dan muntah. Tidak jarang dengan memberikan suasana yang baru sudah dapat membantu mengurangi frekwensi muntah klien C. Tanda dan Gejala 1. Muntah yang hebat 2. Haus 3. Dehidrasi 4. BB menurun (>1/10 normal) 5. Keadaan umum menurun 6. Peningkatan suhu tubuh 7. Ikterik 8. Gangguan kesadaran, delirium 9. Biasanya terjadi pada minggu ke 6-1
51
D. Klasifikasi Gravidarum Hiperemesis gravidarum terbagi menjadi tiga (3) tingkatan, yaitu : 1. Hiperemesis gravidarum tingkat I Hiperemesis gravidarum tingkat I mempunyai gejala seperti: lemah, nafsu makan menurun; berat badan menurun; nyeri epigastrium; penurunan tekanan darah sistolik; lidah kering; turgor kulit kurang; dan mata cekung. 2. Hiperemesis gravidarum tingkat II Hiperemesis gravidarum tingkat II mempunyai gejala seperti: mual muntah hebat; keadaan umum lemah; apatis; nadi cepat dan kecil; lidah kering dan kotor; suhu badan meningkat (dehidrasi); mata cekung dan ikterik ringan; oliguria dan konstipasi; nafas bau aseton dan aseton dalam urin. 3. Hiperemesis gravidarum tingkat III Hiperemesis gravidarum tingkat III mempunyai gejala seperti: keadaan umum jelek; mual muntah berhenti; kesadaran menurun (somnolen hingga koma); nadi kecil, cepat dan halus; suhu badan meningkat; dehidrasi hebat; tekanan darah turun sekali; ikterus dan terjadi komplikasi fatal ensefalopati Wernicke (nistagmus, diplopia, perubahan mental). E. Patofisologi Perasaan mual adalah akibat dari meningkatnya kadar estrogen yang biasa terjadi pada trimester I. bila perasaan terjadi terus-menerus dapat mengakibatkan cadangan karbohidrat dan lemak habis terpakai untuk keperluan energi. Karena oksidasi lemak yang tak sempurna, terjadilah ketosis dengan tertimbunnya asam aseto-asetik, asam hidroksida butirik dan aseton darah. Muntah menyebabkan dehidrasi, sehingga caira ekstraseluler dan plasma berkurang. Natrium dan klorida darah turun. Selain itu dehidrasai menyebabkan hemokonsentrasi, sehingga aliran darah ke jaringan berkurang. Hal ini menyebabkan jumlah zat makanan dan oksigen ke jaringan berkuang pula tertimbunnya zat metabolik yang toksik. Disamping dehidrasi dan gangguan keseimbangan elektrolit. Disamping dehidraasi dan gangguan keseimbangan elektrolit, dapat terjadi robekan pada selaput lendir esofagus dan lambung (sindroma mollary-weiss), dengan akibat perdarahan gastrointestinal . F. Komplikasi 1. Dehidrasi 2. Ikterik 3. Takikardi 4. Alkalosis 5. Menarik diri, depresi 6. Ensefalopati wernicke yang ditandai oleh adanya nistagmus, diplopia, perubahan mental 7. Suhu tubuh meningkat
52
G. Penatalaksanaan 1. Pemberian antiemetik 2. Dipuasakan selama masih muntah 3. Monitor intake dan output 4. Obat-obatan Obat yang diberikan biasanya sedatif adalah fenobarbital, vitamin yang dianjurkan vitamin B1, dan vitamin B6. 5. Isolasi Penderita diberikan kamar yang tenang, tetapi cerah dan sirkulasi udara yang baik, catat cairan yang keluar dan masuk. 6. Terapi psikologik Penderita perlu diyakinkan bahwa penyakit dapat disembuhkan, hilangkan rasa takut oleh karena kehamilan, kurangi pekerjaan serta menghilangkan masalah dan konflik yang kiranya dapat menjadi latar belakang penyakit ini. 7. Cairan parenteral Berikan cairan parenteral yang cukup elektrolit, karbohidrat dan protein dengan glukosa 5% sampai 10% dalam cairan garam fisiologik sebanyak 2-3 liter/hari. H. Pencegahan Prinsip pencegahan untuk mengobati emesis agar tidak menjadi hiperemesis adalah : 1. Penerapan bahwa kehamilan dan persalinan adalah proses fisiologi 2. Makan sedikit tapi sering dengan (makanan kering) 3. Hindari makanan berminyak dan berbau 4. Defekasi teratur I. Pemeriksaan Penunjang Kadar potassium, sodium, klorida, dan protein menurun Hemoglobin dan hematokrit menurun Urinalisis : adanya keton dan kadang-kadang adanya protein Kadar vitamin dalam darah menurun BUN, non protein nitrogen, uric acid meningkat.
53
BAB II ASUHAN KEPERAWATAN A. Pengkajian 1. Keluhan Muntah yang hebat Mual, muntah pada pagi hari dan setelah makan Nyeri epigastrik Merasa haus Tidak nafsu makan Muntah makanan/cairan asam 2. Faktor predisposisi
3.
Umur ibu < 20 tahun Multiple gestasi Obesitas Trofoblastik desease Pemeriksaan fisik Asidosis metabolik yang ditandai dengan sakit kepala, disorientasi Takikardi, hypotensi, vertigo Konjungtiva ikterik Gangguan kesadaran, delirium Tanda-tanda dehidrasi :
4.
Kulit kering, membran mukosa bibir kering Turgor kulit kembali lambat Kelopak mata cekung Penurunan BB Peningkatan suhu tubuh Oliguria, ketonuria Urin pekat Data laboratorium: -
Proteinuria Ketonuria Urobilinogen Penurunan kadar potasium, sodium, klorida, dan protein Kadar vitamin menurun Peningkatan Hb dan Ht
54
B. Diagnosa Keperawatan yang muncul 1. Gangguan Nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan pengeluaran nutrisi yang berlebihan dan intake kurang 2. Gangguan Keseimbangan Cairan Dan Elektrolit Berhubungan Dengan Kehilangan Cairan 3. Intoleransi Aktifitas Berhubungan Dengan Kelemahan Umum
55
RESUME (KEHAMILAN) ABORTUS
1 OLEH Ade Novira
(70300117033)
PROGRAM STUDI KEPERAWATAN FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN UNIVERSITAS ISLAM NEGERI ALAUDDIN MAKASSAR TAHUN AJARAN 2018/2019
56
BAB I KONSEP DASAR MEDIS A. Pengertian Abortus adalah berakhirnya kehamilan dengan pengeluaran hasil konsepsi sebelum janin dapat hidup diluar kandungan dengan usia gestasi kurang dari 20 minggu dan berat badan janin kurang dari 500 gram. Abortus adalah berakhirnya suatu kehamilan oleh akibat-akibat tertentu pada atau sebelum kehamilan oleh akibat-akibat tertentu pada atau sebelum kehamilan tersebut berusia 22 minggu atau buah kehamilan belum mampu untuk hidup di luar kandungan. Abortus adalah ancaman atau hasil pengeluaran konsepsi pada usia kehamilan kurang dari 20 minggu atau berat janin kurang dari 500 gram, sebelum janin mampu hidup di luar kandungan (Nugroho, 2010) Abortus kompletus adalah keguguran lengkap di mana semua hasil konsepsi (desidua dan fetus) telah keluar tanpa membutuhkan intervensi medis. B. Macam-Macam Abortus Abortus spontan adalah penghentian kehamilan sebelum janin mencapai viabilitas (usia kehamilan 22 minggu). Tahapan abortus spontan meliputi : 1. Abortus imminens (kehamilan dapat berlanjut). 2. Abortus insipiens (kehamilan tidak akan berlanjut dan akan berkembang menjadi abortus inkomplit atau abortus komplit). 3. Abortus inkomplit (sebagian hasil konsepsi telah dikeluarkan). 4. Abortus komplit (seluruh hasil konsepsi telah dikeluarkan). Abortus yang disengaja adalah suatu proses dihentikannya kehamilan sebelum janin mencapai viabilitas. Abortus tidak aman adalah suatu prosedur yang dilakukan oleh orang yang tidak berpengalaman atau dalam lingkungan yang tidak memenuhi standar medis minimal atau keduanya. Abortus septik adalah abortus yang mengalami komplikasi berupa infeksisepsis dapat berasal dari infeksi jika organisme penyebab naik dari saluran kemih bawah setelah abortus spontan atau abortus tidak aman. Sepsis cenderung akan terjadi jika terdapat sisa hasil konsepsi atau terjadi penundaan dalam pengeluaran hasil konsepsi. Sepsis merupakan komplikasi yang sering terjadi pada abortus tidak aman dengan menggunakan peralatan. Abortus pun dibagi bagi lagi menjadi beberapa bagian, antara lain : 1. Abortus Komplet Seluruh hasil konsepsi telah keluar dari rahim pada kehamilan kurang dari 20 minggu. 2. Abortus Inkomplet Sebagian hasil konsepsi telah keluar dari rahim dan masih ada yang tertinggal. 3. Abortus Insipiens Abortus yang sedang mengancam yang ditandai dengan serviks yang telah
57
mendatar, sedangkan hasil konsepsi masih berada lengkap di dalam rahim. 4. Abortus Iminens Abortus tingkat permulaan, terjadi perdarahan per vaginam, sedangkan jalan lahir masih tertutup dan hasil konsepsi masih baik di dalam rahim. 5. Missed Abortion Abortus yang ditandai dengan embrio atau fetus terlah meninggal dalam kandungan sebelum kehamilan 20 minggu dan hasil konsepsi seluruhnya masih dalam kandungan. 6. Abortus Habitualis Abortus yang terjadi sebanyak tiga kali berturut turut atau lebih. C. Patofisilogi Pada awal abortus terjadi perdarahan dalam desidua basalis kemudian diikuti oleh nekrosis jaringan sekitarnya. Hal tersebut menyebabkan hasil konsepsi terlepas sebagian atau seluruhnya, sehingga merupakan benda asing dalam uterus. Keadaan ini menyebabkan uterus berkontraksi untuk mengeluarkan isinya. Pada kehamilan kurang dari 8 minggu hasil konsepsi itu biasanya dikeluarkan seluruhnya karena villi korialis belum menembus desidua secara mendalam. Pada kehamilan antara 8 sampai 14 minggu villi korialis menembus desidua lebih dalam, sehingga umumnya plasenta tidak dilepaskan sempurna yang dapat menyebabkan banyak perdarahan. Pada kehamilan 14 minggu keatas umumnya yang dikeluarkan setelah ketuban pecah ialah janin, disusul beberapa waktu kemudian plasenta. Perdarahan tidak banyak jika plasenta segera terlepas dengan lengkap. Peristiwa abortus ini menyerupai persalinan dalam bentuk miniature. Hasil konsepsi pada abortus dapat dikeluarkan dalam berbagai bentuk. Ada kalanya kantong amnion kosong atau tampak di dalamnya benda kecil tanpa bentuk yang jelas dan mungkin pula janin telah mati lama. Apabila mudigah yang mati tidak dikeluarkan dalam waktu yang cepat maka ia dapat diliputi oleh lapisan bekuan darah, isi uterus dinamakan mola kruenta. Bentuk ini menjadi mola karnosa apabila pigmen darah telah diserap dan dalam sisanya terjadi organisasi sehingga semuanya tampak seperti daging. Bentuk lain adalah mola tuberose, dalam hal ini amnion tampak berbenjol-benjol karena terjadi hematoma antara amnion dan korion. Pada janin yang telah meninggal dan tidak dikeluarkan dapat terjadi proses mumifikasi diamana janin mengering dan karena cairan amnion berkurang maka ia jadi gepeng (fetus kompressus). Dalam tingkat lebih lanjut ia menjadi tipis seperti kertas perkamen (fetus papiraseus) Kemungkinan lain pada janin mati yang tidak segera dikeluarkan adalah terjadinya maserasi, kulit terkupas, tengkorak menjadi lembek, perut membesar karena terisi cairan dan seluruh janin berwarna kemerah – merahan dan dapat menyebabkan infeksi pada ibu apabila perdarahan yang terjadi sudah berlangsung lama.
58
D. Penyebab Abortus 1. Kelainan pertumbuhan hasil konsepsi. Kelainan inilah yang paling umum menyebabkan abortus pada kehamilan sebelum umur kehamilan 8 minggu. Beberapa faktor yang menyebabkan kelainan ini antara lain : kelainan kromoson/genetik, lingkungan tempat menempelnya hasil pembuahan yang tidak bagus atau kurang sempurna dan pengaruh zat zat yang berbahaya bagi janin seperti radiasi, obat obatan, tembakau, alkohol dan infeksi virus. 2. Kelainan pada plasenta. Kelainan ini bisa berupa gangguan pembentukan pembuluh darah pada plasenta yang disebabkan oleh karena penyakit darah tinggi yang menahun. 3. Faktor ibu seperti penyakit penyakit khronis yang diderita oleh sang ibu seperti radang paru paru, tifus, anemia berat, keracunan dan infeksi virus toxoplasma. 4. Kelainan yang terjadi pada organ kelamin ibu seperti gangguan pada mulut rahim, kelainan bentuk rahim terutama rahim yang lengkungannya ke belakang (secara umum rahim melengkung ke depan), mioma uteri, dan kelainan bawaan pada rahim. 5. Trauma Tapi biasanya jika terjadi langsung pada kavum uteri. Hubungan seksual khususnya kalau terjadi orgasme, dapat menyebabkan abortus pada wanita dengan riwayat keguguran yang berkali-kali. 6. Faktor-faktor hormonal Misalnya penurunan sekresi progesteron diperkirakan sebagai penyebab terjadinya abortus pada usia kehamilan 10 sampai 12 minggu, yaitu saat plasenta mengambil alih fungsi korpus luteum dalam produksi hormon. 7. Penyebab dari segi Janin a. Kematian janin akibat kelainan bawaan. b. Mola hidatidosa. c. Penyakit plasenta dan desidua, misalnya inflamasi dan degenerasi. E. Manifestasi Klinik Diduga abortus apabila seorang wanita dalam masa reproduksi mengeluh tentang perdarahan per vaginam setelah mengalami haid yang terlambat juga sering terdapat rasa mulas dan keluhan nyeri pada perut bagian bawah. (Mitayani, 2009) Secara umum terdiri dari: 1. Terlambat haid atau amenhore kurang dari 20 minggu. 2. Pada pemeriksaan fisik, keadaan umum tampak lemah atau kesadaran menurun, tekanan darah normal atau menurun, denyut nadi normal atau cepat dan kecil, suhu badan normal atau meningkat. 3. Perdarahan per vaginam, mungkin disertai keluarnya jaringan hasil konsepsi. 4. Rasa mulas atau kram perut di daerah simfisis, sering disertai nyeri pinggang akibat kontraksi uterus. Ciri-ciri abortus kompletus adalah :
59
perdarahan pervaginam, kontraksi uterus, ostium serviks sudah menutup, ada keluar jaringan, tidak ada sisa dalam uterus. F. Penangan 1. Abortus Komplet Tidak memerlukan penanganan khusus, hanya apabila menderita anemia ringan perlu diberikan tablet besi dan dianjurkan supaya makan makanan yang mengandung banyak protein, vitamin dan mineral. 2. Observasi untuk melihat adanya perdarahan banyak 3. Pastikan untuk tetap memantau kondisi ibu setelah penanganan 4. Apabila terdapat anemia sedang, berikan tablet sulfas ferrosus 600 mg per hari selama 2 minggu. 5. Jika anemia berat berikan transfusi darah. 6. Konseling asuhan pasca keguguran dan pemantauan lanjut. G. Pemeriksaan Pemeriksaan Ginekologi 1. Inspeksi vulva : Perdarahan per vaginam, ada atau tidak jaringan hasil konsepsi, tercium atau tidak bau busuk dari vulva. 2. Inspekulo : Perdarahan dari kavum uteri, ostium uteri terbuka atau sudah tertutup, ada atau tidak jaringan keluar dari ostium, ada atau tidak cairan atau jaringan berbau busuk dari ostium. 3. Vaginal toucher : Porsio masih terbuka atau sudah tertutup, teraba atau tidak jaringan dalam kavum uteri, besar uterus sesuai atau lebih kecil dari usia kehamilan, tidak nyeri saat porsio digoyang, tidak nyeri pada perabaan adneksa, kavum douglasi tidak menonjol dan tidak nyeri. Pemeriksaan Penunjang 1. Tes kehamilan : pemeriksaan HCG, positif bila janin masih hidup, bahkan 2-3 minggu setelah abortus. 2. Pemeriksaan doppler atau USG : untuk menentukan apakah janin masih hidup. 3. Histerosalfingografi, untuk mengetahui ada tidaknya mioma uterus submukosa dan anomali kongenital. 4. BMR dan kadar urium darah diukur untuk mengetahui apakah ada atau tidak gangguan glandula thyroidea. 5. Pemeriksaan kadar hemoglobin cenderung menurun akibat perdarahan. H. Komplikasi 1. Perdarahan Perdarahan dapat diatasi dengan pengosongan uterus dari sisa-sisa hasil konsepsi dan jika perlu pemberian transfusi darah. Kematian karena perdarahan dapat terjadi apabila pertolongan tidak diberikan pada waktunya. 2. Perforasi Perforasi uterus pada kerokan dapat terjadi terutama pada uterus dalam posisi hiperretrofleksi. Dengan adanya dugaan atau kepastian terjadinya perforasi,
60
laparatomi harus segera dilakukan untuk menentukan luasnya perlukaan pada uterus dan apakah ada perlukan alat-alat lain. 3. Syok Syok pada abortus bisa terjadi karena perdarahan (syok hemoragik) dan karena infeksi berat. 4. Infeksi Sebenarnya pada genitalia eksterna dan vagina dihuni oleh bakteri yang merupakan flora normal. Khususnya pada genitalia eksterna yaitu staphylococci, streptococci, Gram negatif enteric bacilli, Mycoplasma, Treponema (selain T. paliidum), Leptospira, jamur, Trichomonas vaginalis, sedangkan pada vagina ada lactobacili,streptococci, staphylococci, Gram negatif enteric bacilli, Clostridium sp., Bacteroides sp, Listeria dan jamur. Organisme-organisme yang paling sering bertanggung jawab terhadap infeksi paska abortus adalah E.coli, Streptococcus non hemolitikus, Streptococci anaerob, Staphylococcus aureus, Streptococcus hemolitikus, dan Clostridium perfringens. Bakteri lain yang kadang dijumpai adalah Neisseria gonorrhoeae, Pneumococcus dan Clostridium tetani. Streptococcus pyogenes potensial berbahaya oleh karena dapat membentuk gas.
61
BAB II ASUHAN KEPERAWATAN 1. Pengkajian menganalisanya sehingga dapat diketahui masalah dan kebutuhan perawatan bagi klien. Adapun hal-hal yang perlu dikaji adalah : 2. Biodata : mengkaji identitas klien dan penanggung yang meliputi ; nama, umur, agama, suku bangsa, pendidikan, pekerjaan, status perkawinan, perkawinan ke- , lamanya perkawinan dan alamat 3. Keluhan utama : Kaji adanya menstruasi tidak lancar dan adanya perdarahan pervaginam berulang pervaginam berulang Riwayat kesehatan , Riwayat pembedahan : Kaji adanya pembedahan yang pernah dialami oleh klien, jenis pembedahan , kapan , oleh siapa dan di mana tindakan tersebut berlangsung. Riwayat penyakit yang pernah dialami : Kaji adanya penyakit yang pernah dialami oleh klien misalnya DM , jantung , hipertensi , masalah ginekologi/urinary , penyakit endokrin , dan penyakit-penyakit lainnya. Riwayat kesehatan keluarga : Yang dapat dikaji melalui genogram dan dari genogram tersebut dapat diidentifikasi mengenai penyakit turunan dan penyakit menular yang terdapat dalam keluarga. Riwayat kesehatan reproduksi : Kaji tentang mennorhoe, siklus menstruasi, lamanya, banyaknya, sifat darah, bau, warna dan adanya dismenorhoe serta kaji kapan menopause terjadi, gejala serta keluahan yang menyertainya Riwayat kehamilan , persalinan dan nifas : Kaji bagaimana keadaan anak klien mulai dari dalam kandungan hingga saat ini, bagaimana keadaan kesehatan anaknya. 4. Pola aktivitas sehari-hari : Kaji mengenai nutrisi, cairan dan elektrolit, eliminasi (BAB dan BAK), istirahat tidur, hygiene, ketergantungan, baik sebelum dan saat sakit. 5. Pemeriksaan fisik, meliputi : Inspeksi Hal yang diinspeksi antara lain : mengobservasi kulit terhadap warna, perubahan warna, laserasi, lesi terhadap drainase, pola pernafasan terhadap kedalaman dan kesimetrisan, bahasa tubuh, pergerakan dan postur, penggunaan ekstremitas, adanya keterbatasan fifik, dan seterusnya Palpasi Sentuhan : merasakan suatu pembengkakan, mencatat suhu, derajat kelembaban dan tekstur kulit atau menentukan kekuatan kontraksi uterus. Tekanan : menentukan karakter nadi, mengevaluasi edema, memperhatikan posisi janin atau mencubit kulit untuk mengamati turgor. Pemeriksaan dalam : menentukan tegangan/tonus otot atau respon nyeri yang abnormal Perkusi
62
Auskultasi 6. Pemeriksaan laboratorium : Darah dan urine serta pemeriksaan penunjang : rontgen, USG, biopsi, pap smear. Keluarga berencana : Kaji mengenai pengetahuan klien tentang KB, apakah klien setuju, apakah klien menggunakan kontrasepsi, dan menggunakan KB jenis apa. 7. Data lain-lain : Kaji mengenai perawatan dan pengobatan yang telah diberikan selama dirawat di RS. 2. Diagnosa Keperawatan Kemungkinan diagnosis keperawatan yang muncul adalah sebagai berikut: 1. Kekurangan volume cairan berhubungan dengan kehilangan vaskuler dalam jumlah berlebih 2. Nyeri berhubungan dengan dilatasi serviks, trauma jaringan dan kontraksi uterus 3. Resiko tinggi infeksi berhubungan dengan trauma jaringan 4. Ansietas berhubungan dengan ancaman kematian diri sendiri dan janin
63
RESUME (PERSALINAN) PARTUS MACET
OLEH Ade Novira
(70300117033)
PROGRAM STUDI KEPERAWATAN FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN UNIVERSITAS ISLAM NEGERI ALAUDDIN MAKASSAR TAHUN AJARAN 2018/2019
64
BAB I KONSEP DASAR MEDIS A. Definisi Partus macet adalah suatu keadaan dari suatu persalinan yang mengalami kemacetan dan berlangsung lama sehingga timbul komplikasi ibu maupun janin (anak). Partus macet merupakan persalinan yang berjalan lebih dari 24 jam untuk primigravida dan atau 18 jam untuk multi gravida. B. Etiologi Penyebab persalinan lama diantaranya adalah kelainan letak janin, kelainan panggul, kelainan keluaran his dan mengejan, terjadi ketidakseimbangan sefalopelfik, pimpinan persalinan yang salah dan primi tua primer atau sekunder. C. Komplikasi - Ibu 1. Infeksi sampai sepsis 2. asidosis dengan gangguan elektrolit 3. dehidrasi, syock, kegagalan fungsi organ-organ 4. robekan jalan lahir 5. fistula buli-buli, vagina, rahim dan rectum - janin 1. Gawat janin dalam rahim sampai meninggal 2. lahir dalam asfiksia berat sehingga dapat menimbulkan cacat otak menetap 3. trauma persalinan, fraktur clavicula, humerus, femur D. Gejala Klinis 1. Tanda – tanda kelelahan dan intake yang kurang - Dehidrasi, nadi cepat dan lemah - Metorismus - Febris - His yang hilang/ melemah 2. tanda – tanda rahim pecah (rupture uteri) - Perdarahan melaluli orivisium eksternum - His yang hilang - Bagian janin yang mudah teraba - Robekan dapat meluas sampai cervix dan vagina 3. tanda infeksi intra uteri - keluar air ketuban berwarna keruh kehijauan dan berbau, kadang bercampur dengan meconium - suhu rectal > 37,50 c 4. tanda gawat janin - air ketuban bercampur dengan mekonium - denyut jantung janin irreguler - gerak anak berkurang atau hiperaktif ( gerak konfulsif).
65
RESUME (PERSALINAN) PRESIPITATUS
OLEH Ade Novira
(70300117033)
PROGRAM STUDI KEPERAWATAN FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN UNIVERSITAS ISLAM NEGERI ALAUDDIN MAKASSAR TAHUN AJARAN 2018/2019
66
BAB I KONSEP DASAR MEDIS A. Definisi Partus presipitatus adalah persalinan berlangsung sangat cepat. Kemajuan cepat dari persalinan, berakhir kurang dari 3 jam dari awitan kelahiran, dan melahirkan di luar rumah sakit adalah situasi kedaruratan yang membuat terjadi peningkatan resiko komplikasi dan/atau hasil yang tidak baik pada klien/janin. B. Etiologi Abnormalitas tahanan yang rendah pada bagian jalan lahir - Abnormalitas kontraksi uterus dan rahim yang terlalu kuat - Pada keadaan yang sangat jarang dijumpai oleh tidak adanya rasa nyeri pada saat his sehingga ibu tidak menyadari adanya proses-proses persalinan yang sangat kuat itu C. Gejala Dapat mengalami ambang nyeri yang tidak biasanya atau tidak menyadari kontraksi abdominal. Kemungkinan tidak ada kontraksi yang dapat diraba, bila terjadi pada ibu yang obesitas. Ketidaknyamanan punggung bagian bawah (tidak dikenali sebagai tanda kemajuan persalinan). Kontraksi uterus yang lama/hebat, ketidak-adekuatan relaksasi uterus diantara kontraksi. Dorongan invalunter lintula mengejan. D. Akibat Pada Ibu Partus presipitatus jarang disertai dengan komplikasi maternal yagn serius jika serviks mengadakan penipisan serta dilatasi dengan mudah, vagina sebelumnya sudah teregang dan perineum dalam keadaan lemas (relaksasi). Namun demikian, kontraksi uterus yang kuat disertai serviks yang panjang serta kaku, dan vagina, vulva atau perineum yang tidak teregang dapat menimbulkan rupture uteri atau laserasi yang luas pada serviks, vagina, vulva atau perineum. Dalam keadaan yang terakhir, emboli cairan ketuban yang langka itu besar kemungkinannya untuk terjadi. Uterus yang mengadakan kontraksi dengan kekuatan yang tidak lazim sebelum proses persalinan bayi, kemungkinan akan menjadi hipotonik setelah proses persalinan tersebut dan sebagai konsekuensinya, akan disertai dengan perdarahan dari templat implantasi placenta. E. Penanganan Kontraksi uterus spontan yang kuat dan tidak lazim, tidak mungkin dapat diubah menjadi derajat kontraksi yang bermakna oleh pemberian anastesi. Jika tindakan anastesi hendak dicoba, takarannya harus sedemikian rupa sehingga keadaan bayi yang akan dilahirkan itu tidak bertambah buruk dengan pemberian anastesi kepada ibunya. Penggangguan anastesi umum dengan preparat yang bisa mengganggu kemampuan kontraksi rahim, seperti haloton dan isofluran, seringkali merupakan tindakan yang terlalu berani. Tentu saja, setiap preparat oksitasik yang sudah diberikan harus dihentikan dengan segera. Preparat tokolitik, seperti ritodrin dan magnesium sulfat parenteral, terbukti efektif. Tindakan mengunci tungkai ibu atau menahan kepala bayi secara langsung dalam upaya untuk memperlambat persalinan tidak akan bisa dipertahankan. Perasat semacam ini dapat merusak otak bayi tersebut.
67
RESUME (KEHAMILAN) RUPTUR UTERIS
OLEH Ade Novira
(70300117033)
PROGRAM STUDI KEPERAWATAN FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN UNIVERSITAS ISLAM NEGERI ALAUDDIN MAKASSAR TAHUN AJARAN 2018/2019
68
BAB I KONSEP DASAR MEDIS A. Definisi Ruptur Uteri adalah robekan atau diskontinuita dinding rahim akibat dilampauinya daya regang miomentrium. ( buku acuan nasional pelayanan kesehatan maternal dan neonatal ) Rupture uteri adalah robeknya dinding uterus pada saat kehamilan atau dalam persalinan dengan atau tanpa robeknya perioneum visceral. ( Obstetri dan Ginekologi ) B. Etiologi 1. riwayat pembedahan terhadap fundus atau korpus uterus 2. induksi dengan oksitosin yang sembarangan atau persalinan yang lama 3. presentasi abnormal ( terutama terjadi penipisan pada segmen bawah uterus ). C. Tanda dan Gejala Tanda dan gejala ruptur uteri dapat terjadi secara dramatis atau tenang. Dramatis
Nyeri tajam, yang sangat pada abdomen bawah saat kontraksi hebat memuncak Penghentian kontraksi uterus disertai hilangnya rasa nyeri Perdarahan vagina ( dalam jumlah sedikit atau hemoragi ) Terdapat tanda dan gejala syok, denyut nadi meningkat, tekanan darah menurun dan nafas pendek ( sesak ) Temuan pada palpasi abdomen tidak sama dengan temuan terdahulu Bagian presentasi dapat digerakkan diatas rongga panggul Janin dapat tereposisi atau terelokasi secara dramatis dalam abdomen ibu Bagian janin lebih mudah dipalpasi Gerakan janin dapat menjadi kuat dan kemudian menurun menjadi tidak ada gerakan dan DJJ sama sekali atau DJJ masih didengar Lingkar uterus dan kepadatannya ( kontraksi ) dapat dirasakan disamping janin ( janin seperti berada diluar uterus ). Tenang
Kemungkinan terjadi muntah Nyeri tekan meningkat diseluruh abdomen Nyeri berat pada suprapubis Kontraksi uterus hipotonik Perkembangan persalinan menurun Perasaan ingin pingsan Hematuri ( kadang-kadang kencing darah ) Perdarahan vagina ( kadang-kadang ) Tanda-tanda syok progresif
69
Kontraksi dapat berlanjut tanpa menimbulkan efek pada servik atau kontraksi mungkin tidak dirasakan DJJ mungkin akan hilang D. Klasifikasi Ruptur uteri dapat dibagi menurut beberapa cara : 1. Menurut waktu terjadinya a) R. u. Gravidarum Waktu sedang hamil Sering lokasinya pada korpus b) R. u. Durante Partum Waktu melahirkan anak Ini yang terbanyak 2. Menurut lokasinya a) Korpus uteri, ini biasanya terjadi pada rahim yang sudah pernah mengalami operasi seperti seksio sesarea klasik ( korporal ), miemoktomi b) Segmen bawah rahim ( SBR ), ini biasanya terjadi pada partus yang sulit dan lama tidak maju, SBR tambah lama tambah regang dan tipis dan akhirnya terjadilah ruptur uteri yang sebenarnya c) Serviks uteri ini biasanya terjadi pada waktu melakukan ekstraksi forsipal atau versi dan ekstraksi sedang pembukaan belum lengkap d) Kolpoporeksis, robekan-robekan di antara serviks dan vagina 3. Menurut robeknya peritoneum a). R. u. Kompleta : robekan pada dinding uterus berikut peritoneumnya ( perimetrium ) ; dalam hal ini terjadi hubungan langsung antara rongga perut dan rongga uterus dengan bahaya peritonitis b) R. u. Inkompleta : robekan otot rahim tanpa ikut robek peritoneumnya. Perdarahan terjadi subperitoneal dan bisa meluas ke lig.latum 4. Menurut etiologinya a) Ruptur uteri spontanea Menurut etiologinya dibagi 2 : 1) Karena dinding rahim yang lemah dan cacat - bekas seksio sesarea - bekas miomectomia - bekas perforasi waktu keratase - bekas histerorafia - bekas pelepasan plasenta secara manual - pada gravida dikornu yang rudimenter dan graviditas interstitialis - kelainan kongenital dari uterus - penyakit pada rahim - dinding rahim tipis dan regang ( gemelli & hidramnion ) 2) Karena peregangan yang luarbiasa dari rahim - pada panggul sempit atau kelainan bentuk dari panggul
70
- janin yang besar - kelainan kongenital dari janin - kelainan letak janin - malposisi dari kepala - adanya tumor pada jalan lahir - rigid cervik - retrofleksia uteri gravida dengan sakulasi - grandemultipara dengan perut gantung ( pendulum ) - pimpinan partus salah b) Ruptur uteri violenta Karena tindakan dan trauma lain : - Ekstraksi forsipal - Versi dan ekstraksi - Embriotomi - Braxton hicks version - Sindroma tolakan - Manual plasenta - Kuretase - Ekspresi kristeller atau crede - Trauma tumpul dan tajam dari luar - Pemberian piton tanpa indikasi dan pengawasan 5. Menurut simtoma klinik a) R. u. Imminens ( membakat = mengancam ) b) Ruptur Uteri ( sebenarnya ) E. Tes Laboratorium Hitung Darah lengkap dan Apusan Darah Batas dasar hemoglobin dan nilai hematokrit dapat tidak menjelaskan banyaknya kehilangan darah. Urinalisis : Hematuria sering menunjukkan adanya hubungan denga perlukaan kandung kemih. Golongan Darah dan Rhesus 4 sampai 6 unit darah dipersiapkan untuk tranfusi bila diperlukan F. Penatalaksanaan Tindakan pertama adalah memberantas syok, memperbaiki keadaan umum penderita dengan pemberian infus cairan dan tranfusi darah, kardiotinika, antibiotika, dsb. Bila keadaan umum mulai baik, tindakan selanjutnya adalah melakukan laparatomi dengan tindakan jenis operasi : 1. histerektomi baik total maupun sub total
71
2. histerorafia, yaitu luka di eksidir pinggirnya lalu di jahit sebaikbaiknya 3. konserfatif : hanya dengan temponade dan pemberian antibiotika yang cukup. Tindakan yang akan dipilih tergantung pada beberapa faktor, diantaranya adala : 1. keadaan umum penderita 2. jenis ruptur incompleta atau completa 3. jenis luka robekan : jelek, terlalu lebar, agak lama, pinggir tidak rata dan sudah banyak nekrosis 4. tempat luka : serviks, korpus, segmen bawah rahim 5. perdarahan dari luka : sedikit, banyak 6. umur dan jumlah anak hidup 7. kemampuan dan ketrampilan penolong Manejemen
segera hubungi dokter, konsultan, ahli anestesi, dan staff kamar operasi buat dua jalur infus intravena dengan intra kateter no 16 : satu oleh larutan elektrolit, misalnya oleh larutan rimger laktat dan yang lain oleh tranfusi darah. ( jaga agar jalur ini tetap tebuka dengan mengalirkan saline normal, sampai darah didapatkan ). Hubungi bank darah untuk kebutuhan tranfusi darah cito, perkiraan jumlah unit dan plasma beku segar yang diperlukan Berikan oksigen Buatlah persiapan untuk pembedahan abdomen segera ( laparatomi dan histerektomi ) Pada situasi yang mengkhawatirkan berikan kompresi aorta dan tambahkan oksitosin dalam cairan intra vena.
72
LAPORAN PENDAHULUAN (NIFAS) PERDARAHAN
OLEH Ade Novira
(70300117033)
PROGRAM STUDI KEPERAWATAN FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN UNIVERSITAS ISLAM NEGERI ALAUDDIN MAKASSAR TAHUN AJARAN 2018/2019
73
BAB I KONSEP DASAR MEDIS A. Defenisi Perdarahan postpartum adalah perdarahan lebih dari 500-600 ml selama 24 jam setelah anak lahir. Termasuk perdarahan karena retensio plasenta. Perdarahan post partum adalah perdarahan dalam kala IV lebih dari 500-600 cc dalam 24 jam setelah anak dan plasenta lahir (Prof. Dr. Rustam Mochtar, MPH, 1998). Haemoragic Post Partum (HPP) adalah hilangnya darah lebih dari 500 ml dalam 24 jam pertama setelah lahirnya bayi (Williams, 1998) HPP biasanya kehilangan darah lebih dari 500 ml selama atau setelah kelahiran(Marylin E Dongoes, 2001). Perdarahan Post partum diklasifikasikan menjadi 2, yaitu: -Early Postpartum : Terjadi 24 jam pertama setelah bayi lahir - Late Postpartum : Terjadi lebih dari 24 jam pertama setelah bayi lahir Tiga hal yang harus diperhatikan dalam menolong persalinan dengan komplikasi perdarahan post partum : 1. Menghentikan perdarahan. 2. Mencegah timbulnya syok. 3. Mengganti darah yang hilang. B.Etiologi Penyebab umum perdarahan postpartum adalah: 1. Atonia Uteri 2. Retensi Plasenta 3. Sisa Plasenta dan selaput ketuban - Pelekatan yang abnormal (plasaenta akreta dan perkreta) - Tidak ada kelainan perlekatan (plasenta seccenturia) 4. Trauma jalan lahir a. Episiotomi yang lebar b. Lacerasi perineum, vagina, serviks, forniks dan rahim c. Rupture uteri 5. Penyakit darah B. Manifestasi Klinis Gejala Klinis umum yang terjadic adalah kehilangan darah dalam jumlah yang banyak (> 500 ml), nadi lemah, pucat, lochea berwarna merah, haus, pusing, gelisah, letih, dan dapat terjadi syok hipovolemik, tekanan darah rendah, ekstremitas dingin, mual.
74
Gejala Klinis berdasarkan penyebab: a. Atonia Uteri: Gejala yang selalu ada: Uterus tidak berkontraksi dan lembek dan perdarahan segera setelah anak lahir (perarahan postpartum primer) Gejala yang kadang-kadang timbul: Syok (tekanan darah rendah, denyut nadi cepat dan kecil, ekstremitas dingin, gelisah, mual dan lain-lain) b. Robekan jalan lahir Gejala yang selalu ada: perdarahan segera, darah segar mengalir segera setelah bayi lahir, kontraksi uteru baik, plasenta baik. Gejala yang kadang-kadang timbul: pucat, lemah, menggigil. c. Retensio plasenta Gejala yang selalu ada: plasenta belum lahir setelah 30 menit, perdarahan segera, kontraksi uterus baik. Gejala yang kadang-kadang timbul: tali pusat putus akibat traksi berlebihan, inversi uteri akibat tarikan, perdarahan lanjutan d. Tertinggalnya plasenta (sisa plasenta) Gejala yang selalu ada : plasenta atau sebagian selaput (mengandung pembuluh darah ) tidak lengkap dan perdarahan segera. Gejala yang kadang-kadang timbul: Uterus berkontraksi baik tetapi tinggi fundus tidak berkurang. e. Inversio uterus. Gejala yang selalu ada: uterus tidak teraba, lumen vagina terisi massa, tampak tali pusat (jika plasenta belum lahir), perdarahan segera, dan nyeri sedikit atau berat. Gejala yang kadang-kadang timbul: Syok neurogenik dan pucat C. Patofisiologi Dalam persalinan pembuluh darah yang ada di uterus melebar untuk meningkatkan sirkulasi ke sana, atoni uteri dan subinvolusi uterus menyebabkan kontraksi uterus menurun sehingga pembuluh darah-pembuluh darah yang melebar tadi tidak menutup sempurna sehingga perdarahan terjadi terus menerus. Trauma jalan lahir seperti epiostomi yang lebar, laserasi perineum, dan rupture uteri juga menyebabkan perdarahan karena terbukanya pembuluh darah, penyakit darah pada ibu; misalnya afibrinogemia atau hipofibrinogemia karena tidak ada atau kurangnya fibrin untuk membantu proses pembekuan darah juga merupakan penyebab dari perdarahan postpartum. Perdarahan yang sulit dihentikan bisa mendorong pada keadaan shock hemoragik.
75
Perbedaan perdarahan pasca persalinan karena atonia uteri dan robekan jalan lahir adalah: · Atonia uteri (sebelum/sesudah plasenta lahir). 1. Kontraksi uterus lembek, lemah, dan membesar (fundus uteri masih tinggi. 2.Perdarahan terjadi beberapa menit setelah anak lahir. 3. Bila kontraksi lemah, setelah masase atau pemberian uterotonika, kontraksi yang lemah tersebut menjadi kuat. Robekan jalan lahir (robekan jaringan lunak). 1. Kontraksi uterus kuat, keras dan mengecil. 2. Perdarahan terjadi langsung setelah anak lahir. Perdarahan ini terus-menerus. Penanganannya, ambil spekulum dan cari robekan. 3. Setelah dilakukan masase atau pemberian uterotonika langsung uterus mengeras tapi perdarahan tidak berkurang. D. Pemeriksaan Penunjang a. Golongan darah : menentukan Rh, ABO dan percocokan silang b. Jumlah darah lengkap : menunjukkan penurunan Hb/Ht dan peningkatan jumlah sel darah putuih (SDP). (Hb saat tidak hamil:12-16gr/dl, saat hamil: 1014gr/dl. Ht saat tidak hamil:37%-47%, saat hamil:32%-42%. Total SDP saat tidak hamil 4.500-10.000/mm3. saat hamil 5.000-15.000) c. Kultur uterus dan vagina : mengesampingkan infeksi pasca partum d. Urinalisis : memastikan kerusakan kandung kemih e. Profil koagulasi : peningkatan degradasi, kadar produk fibrin/produk split fibrin (FDP/FSP), penurunan kadar fibrinogen : masa tromboplastin partial diaktivasi, masa tromboplastin partial (APT/PTT), masa protrombin memanjang pada KID Sonografi : menentukan adanya jaringan plasenta yang tertahan.
76
RESUME (NIFAS) POST SC
OLEH Ade Novira
(70300117033)
PROGRAM STUDI KEPERAWATAN FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN UNIVERSITAS ISLAM NEGERI ALAUDDIN MAKASSAR TAHUN AJARAN 2018/2019
77
BAB I KONSEP DASAR MEDIS A. Definisi Sectio caesarea adalah pembedahan untuk melahirkan janin dengan membuka dinding perut dan dinding uterus. (Sarwono , 2005). Sectio caesarea adalah suatu cara melahirkan janin dengan membuat sayatan pada dinding uterus melalui depan perut atau vagina. Atau disebut juga histerotomia untuk melahirkan janin dari dalam rahim. (Mochtar, 1998). Sectio Caesaria ialah tindakan untuk melahirkan janin dengan berat badan diatas 500 gram melalui sayatan pada dinding uterus yang utuh(Gulardi &Wiknjosastro, 2006). B.
Etiologi a. Indikasi Ibu a) Panggul sempit absolute b) Placenta previa c) Ruptura uteri mengancam d) Partus Lama e) Partus Tak Maju f) Pre eklampsia, dan Hipertensi b. Indikasi Janin a) Kelainan Letak 1. Letak lintang Bila terjadi kesempitan panggul, maka sectio caesarea adalah jalan/cara yang terbaik dalam melahirkan janin dengan segala letak lintang yang janinnya hidup dan besarnya biasa. Semua primigravida dengan letak lintang harus ditolong dengan sectio caesarea walaupun tidak ada perkiraan panggul sempit. Multipara dengan letak lintang dapat lebih dulu ditolong dengan cara lain. 2. Letak belakang Sectio caesarea disarankan atau dianjurkan pada letak belakang bila panggul sempit, primigravida, janin besar dan berharga. b) Gawat Janin c) Janin Besar c. Kontra Indikasi a) Janin Mati b) Syok, anemia berat. c) Kelainan congenital Berat
C. Tujuan Sectio Caesarea Tujuan melakukan sectio caesarea (SC) adalah untuk mempersingkat lamanya perdarahan dan mencegah terjadinya robekan serviks dan segmen bawah rahim. Sectio caesarea dilakukan pada plasenta previa totalis dan plasenta previa lainnya jika perdarahan hebat. Selain dapat mengurangi kematian bayi pada plasenta previa, sectio caesarea juga dilakukan untuk kepentingan ibu, sehingga sectio caesarea dilakukan pada placenta previa walaupun anak sudah mati.
78
D. Manifestasi Klinik Post Sectio Caesaria Persalinan dengan Sectio Caesaria , memerlukan perawatan yang lebih koprehensif yaitu: perawatan post operatif dan perawatan post partum.Manifestasi klinis sectio caesarea menurut Doenges (2001),antara lain : a. Nyeri akibat ada luka pembedahan b . Adanya luka insisi pada bagian abdomen c . Fundus uterus kontraksi kuat dan terletak di umbilicus d. Aliran lokhea sedang dan bebas bekuan yang berlebihan (lokhea tidak banyak) e. Kehilangan darah selama prosedur pembedahan kira -kira 600800ml f. Emosi labil / perubahan emosional dengan mengekspresikan ketidakmampuan menghadapi situasi baru g. Biasanya terpasang kateter urinarius h . Auskultasi bising usus tidak terdengar atau samar i. Pengaruh anestesi dapat menimbulkan mual dan muntah j. Status pulmonary bunyi paru jelas dan vesikuler k. Pada kelahiran secara SC tidak direncanakan maka bisanya kurang paham prosedur l. Bonding dan Attachment pada anak yang baru dilahirkan.
E. Jenis - Jenis Operasi Sectio Caesarea (SC) a. Abdomen (SC Abdominalis) a) Sectio Caesarea Transperitonealis Sectio caesarea klasik atau corporal : dengan insisi memanjang pada corpus uteri y a n g m e m p u n ya i k e l e b i h a n m e n g e l u a r k a n j a n i n l e b i h c e p a t , tidak mengakibatkan komplikasi kandung kemih tertarik, dan sayatan bias diperpanjang proksimal atau distal . Sedangkan kekurangan dari cara ini adalah infeksi mudah menyebar secara intra abdominal karena tidak ada reperitonealisasi yang baik danuntuk persalinan berikutnya lebih sering terjadi ruptura uteri spontan. b) Sectio caesarea profunda : dengan insisi pada segmen bawah rahim dengan kelebihan penjahitan luka lebih mudah, penutupan luka dengan reperitonealisasi yang baik, perdarahan kurang dan kemungkinan rupture uteri spontan kurang/lebih kecil. Dan memiliki kekurangan luka dapat melebar kekiri, bawah, dan kanan sehingga mengakibtakan pendarahan yang banyak serta keluhan pada kandung kemih. c) Sectio caesarea ekstraperitonealis Merupakan sectio caesarea tanpa membuka peritoneum parietalis dan dengan demikian tidak membuka kavum abdominalis. b. Vagina (sectio caesarea vaginalis) Menurut arah sayatan pada rahim, sectio caesaria dapat dilakukan apabila : a) Sayatan memanjang (longitudinal)
79
b) Sayatan melintang (tranversal) c) Sayatan huruf T (T Insisian) d. Sectio Caesarea Klasik (korporal) Dilakukan dengan membuat sayatan memanjang pada korpus uteri kira-kira 10cm. Kelebihan : a) Mengeluarkan janin lebih memanjang b) Tidak menyebabkan komplikasi kandung kemih tertarik c) Sayatan bisa diperpanjang proksimal atau distal Kekurangan : 1. Infeksi mudah menyebar secara intraabdominal karena tidak ada reperitonial yang baik. 2. Untuk persalinan berikutnya lebih sering terjadi rupture uteri spontan. 3. Ruptura uteri karena luka bekas SC klasik lebih sering terjadi dibandingkan dengan luka SC profunda. Ruptur uteri karena luka bekas SC klasik sudah dapat terjadi pada akhir kehamilan, sedangkan pada luka bekas SC profunda biasanya baru terjadi dalam persalinan. 4. Untuk mengurangi kemungkinan ruptura uteri, dianjurkan supaya ibu yang telah mengalami SC jangan terlalu lekas hamil lagi. Sekurang kurangnya dapat istirahat selama 2 tahun. Rasionalnya adalah memberikan kesempatan luka sembuh dengan baik. Untuk tujuan ini maka dipasang akor sebelum menutup luka rahim. e. Sectio Caesarea (Ismika Profunda) Dilakukan dengan membuat sayatan melintang konkaf pada segmen bawah rahim kira-kira 10cm Kelebihan : a) Penjahitan luka lebih mudah b) Penutupan luka dengan reperitonialisasi yang baik c) Tumpang tindih dari peritoneal flap baik sekali untuk menahan isi uterus ke rongga perineum d) Perdarahan kurang e) Dibandingkan dengan cara klasik kemungkinan ruptur uteri spontan lebih kecil Kekurangan : a) Luka dapat melebar ke kiri, ke kanan dan bawah sehingga dapat menyebabkan arteri uteri putus yang akan menyebabkan perdarahan yang banyak. b) Keluhan utama pada kandung kemih post operatif tinggi. F.
Komplikasi a. Infeksi Puerpuralis a) Ringan : dengan kenaikan suhu beberapa hari saja. b) Sedang : dengan kenaikan suhu yang lebih tinggi disertai dehidrasi atau perut sedikit kembung c) Berat : dengan peritonitis, sepsis dan ileus paralitik. Hal ini sering kita jumpai pada partus terlantar dimana sebelumnya telah
80
terjadi infeksi intrapartum karena ketuban yang telah pecah terlalu lama. b. Pendarahan disebabkan karena : a) Banyak pembuluh darah yang terputus dan terbuka b) Atonia Uteri c) Pendarahan pada placenta bled c. Luka pada kandung kemih, emboli paru dan keluhan kandung kemih bila reperitonalisasi terlalu tinggi. d. Suatu komplikasi yang baru kemudian tampak ialah kurang kuatnya perut pada dinding uterus, sehingga pada kehamilan berikutnya bisa terjadi ruptura uteri. Kemungkinan hal ini lebih banyak ditemukan sesudah sectio caesarea klasik. G. Patofisiologi Adanya beberapa kelainan / hambatan pada proses persalinan yang menyebabkan bayi tidak dapat lahir secara normal / spontan, misalnya plasenta previa sentralis dan lateralis, panggul sempit, disproporsi cephalo pelvic, rupture uteri mengancam, partus lama, partus tidak maju, pre-eklamsia, distosia serviks, dan malpresentasi janin. Kondisi tersebut menyebabkan perlu adanya suatu tindakan pembedahan yaitu Sectio Caesarea (SC). Dalam proses operasinya dilakukan tindakan anestesi yang akan menyebabkan pasien mengalami imobilisasi sehingga akan menimbulkan masalah intoleransi aktivitas. Adanya kelumpuhan sementara dan kelemahan fisik akan menyebabkan pasien tidak mampu melakukan aktivitas perawatan diri pasien secara mandiri sehingga timbul masalah defisit perawatan diri. Kurangnya informasi mengenai proses pembedahan, penyembuhan, dan perawatan post operasi akan menimbulkan masalah ansietas pada pasien. Selain itu, dalam proses pembedahan juga akan dilakukan tindakan insisi pada dinding abdomen sehingga menyebabkan terputusnya inkontinuitas jaringan, pembuluh darah, dan saraf - saraf di sekitar daerah insisi. Hal ini akan merangsang pengeluaran histamin dan prostaglandin yang akan menimbulkan rasa nyeri (nyeri akut). Setelah proses pembedahan berakhir, daerah insisi akan ditutup dan menimbulkan luka post op, yang bila tidak dirawat dengan baik akan menimbulkan masalah resiko infeksi. H. Pemeriksaan Penunjang a. Hemoglobin atau hematokrit (HB/Ht) untuk mengkaji perubahan dari kadar pra operasi dan mengevaluasi efek kehilangan darah pada pembedahan. b. Leukosit (WBC) mengidentifikasi adanya infeksi c. Tes golongan darah, lama perdarahan, waktu pembekuan darah d. Urinalisis / kultur urine e. Pemeriksaan elektrolit
81
BABA II ASUHAN KEPERAWATAN 1. Pengkajian a. Identitas klien dan penanggung jawab Meliputi nama, umur, pendidikan, suku bangsa, pekerjaan, agam, alamat, status perkawinan, ruang rawat, nomor medical record, diagnosa medik, yang mengirim, cara masuk, alasan masuk, keadaan umum tanda vital. b. Keluhan utama c. Riwayat kehamilan, persalinan, dan nifas sebelumnya bagi klien multipara d. Data Riwayat penyakit a) Riwayat kesehatan sekarang. Meliputi keluhan atau yang berhubungan dengan gangguan atau penyakit dirasakan saat ini dan keluhan yang dirasakan setelah pasien operasi. b) Riwayat Kesehatan Dahulu Meliputi penyakit yang lain yang dapat mempengaruhi penyakit sekarang, Maksudnya apakah pasien pernah mengalami penyakit yang sama (Plasenta previa). c) Riwayat Kesehatan Keluarga d) Meliputi penyakit yang diderita pasien dan apakah keluarga pasien ada juga mempunyai riwayat persalinan plasenta previa. e. Keadaan klien meliputi : a) Sirkulasi Hipertensi dan pendarahan vagina yang mungkin terjadi. Kemungkinan kehilangan darah selama prosedur pembedahan kira-kira 600-800 mL b) Integritas ego Dapat menunjukkan prosedur yang diantisipasi sebagai tanda kegagalan dan atau refleksi negatif pada kemampuan sebagai wanita. Menunjukkan labilitas emosional dari kegembiraan, ketakutan, menarik diri, atau kecemasan. c) Makanan dan cairan Abdomen lunak dengan tidak ada distensi (diet ditentukan). d) Neurosensori Kerusakan gerakan dan sensasi di bawah tingkat anestesi spinal epidural. e) Nyeri / ketidaknyamanan Mungkin mengeluh nyeri dari berbagai sumber karena trauma bedah, distensi kandung kemih , efek - efek anesthesia, nyeri tekan uterus mungkin ada. f) Pernapasan Bunyi paru - paru vesikuler dan terdengar jelas. g) Keamanan h) Balutan abdomen dapat tampak sedikit noda / kering dan utuh. i) Seksualitas Fundus kontraksi kuat dan terletak di umbilikus. Aliran lokhea sedang.
82
2. Diagnosa Keperawatan a. Nyeri akut berhubungan dengan pelepasan mediator nyeri (histamin, prostaglandin) akibat trauma jaringan dalam pembedahan (section caesarea) b. Intoleransi aktivitas b/d tindakan anestesi, kelemahan, penurunan sirkulasi c. Gangguan Integritas Kulit b.d tindakan pembedahan d. Resiko tinggi infeksi berhubungan dengan trauma jaringan / luka kering bekas operasi. e. Ansietas berhubungan dengan kurangnya informasi tentang prosedur pembedahan, penyembuhan dan perawatan post operasi. f. Defisit perawatan diri b/d kelemahan fisik akibat tindakan anestesi dan pembedahan
83
RESUME (NIFAS) LUKA EPISIOTOMI
OLEH Ade Novira
(70300117033)
PROGRAM STUDI KEPERAWATAN FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN UNIVERSITAS ISLAM NEGERI ALAUDDIN MAKASSAR TAHUN AJARAN 2018/2019
84
BAB I KONSEP DASAR MEDIS
1. Definisi Episiotomi atau perineotomi adalah insisi perineum untuk memperlebar ruang pada jalan lahir yang menyebabkan terpotongnya selaput lender vagina, cincin selaput dara, jaringan pada septum rektovaginal, otototot dan fascia perineum dan kulit sebelah depan perineum, sehingga memudahkan kelahiran anak. Episiotomi adalah torehan dari perineum untuk memudahkan persalinan dan mencegah ruptur perienium totalis. Di masa lalu, dianjurkan untuk melakukan episiotomi secara rutin yang tujuannya adalah untuk mencegah robekan berlebihan pada perineum, membuat tepi luka rata sehingga mudah dilakukan penjahitan (reparasi), mencegah penyulit atau tahanan pada kepala dan infeksi tetapi hal tersebut ternyata tidak didukung oleh bukti-bukti ilmiah yang cukup (Enkin et al, 2000; Wooley, 1995). Tujuan dilakukannya episiotomi yaitu : a. Episiotomi membuat luka yang lurus dengan pinggir yang tajam, sedangkan,ruptur perineum yang spontan bersifat luka koyak dengan dinding luka bergerigi. Luka lurus dan tajam lebih mudah dijahit dan sembuh dengan sempurna. b. Mengurangi tekanan pada kepala anak. c. Mempersingkat kala II. d. Episiotomi lateralis dan mediolateralis mengurangi kemungkinan ruptur perineum totalis. 2. Prosedur melakukan episiotomy Episiotomi sebaiknya tidak dilakukan terlalu dini, waktu yang tepat adalah ketika perineum tipis dan pucat kehilangan darah paling sedikit jika pengguntingan sesaat sebelum kelahiran. Gunting yang digunakan harus tajam, pengguntingan dilakukan dengan menyelipkan dua jari di dalam vagina dengan tujuan untuk melindungi kepala janin dari guntingan serta melakukan pengguntingan pada saat his. Jika kepala janin tidak lahir dengan segera, tekan luka episiotomi diantara his unutk mengurangi perdarahan.
85
a. Episiotomi Medialis Dimulai dari ujung terbawah introitus vagina sampai batas atas otot-otot sfingter ani. Cara anestesi yang dipakai adalah cara anestesi infiltrasi antara lain dengan larutan procaine 1-2%. Setelah pemberian anestesi, dilakukan insisi dengan mempergunakan gunting yang tajam dimulai dari bagian terbawah introitus vagina menuju anus, tetapi tidak sampai memotong pinggir atas sfingter ani, hingga kepala dapat dilahirkan. Keuntungan dari episiotomi medialis ini adalah: 1) Perdarahan yang timbul dari luka episiotomi lebih sedikit oleh karena merupakan daerah yang relatif sedikit mengandung pembuluh darah. 2) Sayatan bersifat simetris dan anatomis sehingga penjahitan kembali lebih mudah dan penyembuhan lebih memuaskan. 3) Kesalahan penyembuhan jarang 4) Insisi akan lebih mudah sembuh, karena bekas insisi tersebut mudah dirapatkan. 5) Tidak begitu sakit pada masa nifas. 6) Dispareuni jarang terjadi 7) Hasil akhir anatomik selalu bagus 8) Hilangnya darah lebih sedikit, didaerah insisi ini hanya terdapat sedikit pembuluh darah. Kerugiannya adalah dapat terjadi ruptur perinei tingkat III inkomplet (laserasi m.sfingter ani) atau komplet (laserasi dinding rektum). b. Episiotomi mediolateralis Insisi dimulai dari bagian belakang introitus vagina menuju ke arah belakang dan samping. Arah insisi ini dapat dilakukan ke arah kanan ataupun kiri, panjang insisi kira-kira 4 cm. Sayatan disini sengaja dilakukan menjauhi otot sfingter ani untuk mencegah ruptura perinei tingkat III. Perdarahan luka lebih banyak oleh karena melibatkan daerah yang banyak pembuluh darahnya. Otot-otot perineum terpotong sehingga penjahitan luka lebih sukar. Penjahitan dilakukan sedemikian rupa sehingga setelah penjahitan selesai hasilnya harus simetris. Keuntungan dan kerugian episiotomy mediolateralis: 1) Lebih sulit memperbaikinya (menjahitnya) 2) Insisi lateral akan menyebabkan distorsi (penyimpangan) keseimbangan dasar pelvis. 3) Kesalahan penyembuhan lebih sering 4) Otot – ototnya agak lebih sulit untuk disatukan secara benar (aposisinya sulit). 5) Rasa nyeri pada sepertiga kasus selama beberapa hari 6) Kadang – kadang diikuti dispareuni 7) Hasil akhir anatomik tidak selalu bagus (pada 10% kasus) 8) Terbentuk jaringan parut yang kurang baik 9) Kehilangan darah lebih banyak 10) Daerah insisi kaya akan fleksus venosus.
86
11) Perluasan ke sfingter lebih jarang. c. Episiotomi lateralis Sayatan disini dilakukan ke arah lateral mulai dari kira-kira jam 3 atau 9 menurut arah jarum jam. Jenis episiotomi ini sekarang tidak dilakukan lagi, oleh karena banyak menimbulkan komplikasi. Luka sayatan dapat melebar ke arah dimana terdapat pembuluh darah pudendal interna, sehingga dapat menimbulkan perdarahan yang banyak. Selain itu parut yang terjadi dapat menimbulkan rasa nyeri yang mengganggu penderita. d. Insisi Schuchardt Jenis ini merupakan variasi dari episiotomi mediolateralis, tetapi sayatannya melengkung ke arah bawah lateral, melingkari rektum, serta sayatannya lebih lebar. 3. Cara penjahitan jelujur pada luka episiotomi: Telusuri daerah luka dengan jari-jari tangan. Teruskan secara jelas batasbatas luka. Lakukan jahitan sekitar 1 cm diatas ujung luka di dalam vagina. Ikat dan potong salah satu dari benang, tinggalkan sisa benang tidak lebih dari 2 cm. Tutup mukosa vagina dengan jahitan jelujur ke arah bawah hingga mencapai lingkaran hiemn Tusukkan jarum menembus mukosa vagina di belakang himen hingga ujung jarum mencapai luka pada daerah perineum Teruskan melakukan jahitan jelujur hingga ujung caudal luka pastikan bahwa setiap jahitan pada tiap sisi memiliki ukuran yang sama dan otot yang berada di bagian dalam sudah tertutup Setelah mencapai ujung dari luka, arahkan jarum ke kranial dan mulai lakukan penjahitan secara jelujur untuk menutup jaringan subkutikuler. Jahitan ini merupakan lapisan kedua pada daerah yang sama. Lapisan jahitan yang kedua ini akan meninggalkan luka yang tetap terbuka sekitar 0,5 cm dalamnya. Luka ini akan menutup dengan sendirinya pada saat penyembuhan luka Kini masukkan jarum dari robekan di daerah perineum ke arah vagina. Ujung jarum harus keluar di belakang lingkaran himen Ikat benang dengan simpul di dalam vagina. Potong ujung benang sepanjang kira-kira 1,5 cm dari simpul. Jika benang dipotong terlalu pendek maka simpul dapat lepas dan luka akan terbuka. 4. Tindakan Delatasi Jalan Lahir Robekan perineum karena peristiwa pada persalinan : a. Robekan perineum umumnya terjadi pada persalinan : Kepala janin terlalu cepat lahir Persalinan tidak dipimpin semestinya Sebelumnya pada perineum terdapat banyak jaringan parut
87
b.
Pada persalinan dengan distosia bahu
Jenis / tingkat robekan perineum :
Cara menjahit robekan perineum : 1) Derajat 1 Robekan ini kalau tidak terlalu lebar tidak perlu dijahit 2) Derajat 2 Sebelum penjahitan bila dijumpai pinggir robekan yang tidak rata atau bergerigi, maka pinggir yang bergerigi tersebut harus diratakan terlebih dahulu, kemudian dilakukan penjahitan robekan perineum. Mula-mula otot dijahit dengan catgut. Kemudian mukosa vagina dijahit secara terputus-putus atau jelujur. Penjahitan mukosa vagina dimulai dari puncak robekan. Terakhir kulit dijahit secara subkutikuler. 3) Derajat 3 Mula-mula dinding depan rectum yang robek dijahit. Kemudian fascia pascia perirektal dan fascia septum rektovaginal dijahit, sehingga bertemu kembali. Ujung-ujung otot-sfingter ani yang robek diklem, kemudian dijahit dengan 2-3 jahitan sehingga bertemu kembali. Selanjutnya robekan dijahit lapis demi lapis seperti menjahit robekan perineum derajat 2. 4) Derajat 4 Penjahitan derajat 4 hampir sama dengan derajat 3, hanya pada serajat 4 mukosa rectum dijahit dengan benang kromik 3-0 atau 4-0 secara interrupted dengan 0,5 cm antara jahitan. Selanjutnya jahitan sama seperti derajat 3. c.
Robekan dinding vagina Perlukaan pada dinding vagina sering terjadi pada : Ekstraksi bokong
88
Melahirkan janin dengan cunam Ekstraksi vakum Reposisi presentasi kepala janin seperti pada letak oksipito posterior
5. Komplikasi a. Perdarahan. Pada umumnya pada luka robek yang kecil dan superficial tidak terjadi perdarahan yang banyak, akan tetapi jika robekan lebar dan dalam menimbulkan perdarahan yang hebat. b. Infeksi, Jika robekan tidak ditangani dengan semestinya dapat terjadi infeksi, bahkan dapat terjadi septikem. Infeksi bekas episiotomi, Infeksi lokal sekitar kulit dan fasia superfisial akan mudah timbul pada bekas insisi episiotomi c. Nyeri post partum dan dyspareunia. d. Rasa nyeri setelah melahirkan lebih sering dirasakan pada pasien bekas episiotomi, garis jahitan (sutura) episiotomi lebih menyebabkan rasa sakit. e. Jaringan parut yang terjadi pada bekas luka episiotomi dapat menyebabkan dyspareunia apabila jahitannya terlalu erat f. Nyeri pada saat menstruasi pada bekas episiotomi dan terabanya massa . g. Trauma perineum posterior berat. h. Trauma perineum anterior i. Cedera dasar panggul dan inkontinensia urin dan feses j. Gangguan dalam hubungan seksual, Jika jahitan yang tidak cukup erat, menyebabkan akan menjadi kendur dan mengurangi rasa nikmat untuk kedua pasangan saat melakukan hubungan seksual. 6. Penanganan Pada luka robek yang kecil dan superfisil, tidak diperlukan penanganan khusus. Pada luka robek yang lebar dan dalam, perlu dilakukan penjahitan secara terputus-putus atau jelujur. Biasanya robekan pada dinding vagina sering diiringi dengan robekan pada vulva maupun perineum. Penjahitan/Repair Luka Episiotomi Teknik penjahitan luka episiotomi sangat menentukan hasil penyembuhan luka episiotomi, bahkan lebih penting dari jenis episiotomi itu sendiri. Penjahitan biasanya dilakukan setelah plasenta lahir, kecuali bila timbul perdarahan yang banyak dari luka episiotomi maka dilakukan dahulu hemostasis dengan mengklem atau mengikat pembuluh darah yang terbuka. Beberapa prinsip dalam penjahitan luka episiotomi yang harus diperhatikan adalah sebgai berikut:4 a. Penyingkapan luka episiotomi yang adekwat dengan penerangan yang baik, sehingga restorasi anatomi luka dapat dilakukan dengan baik. b. Hemostasis yang baik dan mencegah dead space. c. Penggunaan benang jahitan yang mudah diabsorbsi. d. 4.Pencegahan penembusan kulit oleh jahitan dan mencegah tegangan yang berlebihan. e. Jumlah jahitan dan simpul jahitan diusahakan seminimal mungkin. f. Hati-hati agar jahitan tidak menembus rektum.
89
b. Untuk mencegah kerusakan jaringan, sebaiknya dipakai jarum atraumatik. 7. Penyembuhan Luka Episiotomi Proses penyembuhan sangat dihubungi oleh usia, berat badan, status nutrisi, dehidrasi, aliran darah yang adekuat ke area luka, dan status imunologinya. Penyembuhan luka sayatan episiotomi yang sempurna tergantung kepada beberapa hal. Tidak adanya infeksi pada vagina sangat mempermudah penyembuhan. Keterampilan menjahit juga sangat diperlukan agar otot-otot yang tersayat diatur kembali sesuai dengan fungsinya atau jalurnya dan juga dihindari sedikit mungkin pembuluh darah agar tidak tersayat. Jika sel saraf terpotong, pembuluh darah tidak akan terbentuk lagi. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Proses Penyembuhan Luka a. Status nutrisi yang tidak tercukupi memperlambat penyembuhan luka b. Kebiasaan merokok dapat memperlambat penyembuhan luka c. Penambahan usia memperlambat penyembuhan luka d. Peningkatan kortikosteroid akibat stress dapat memperlambat penyembuhan luka e. Ganguan oksigenisasi dapat mengganggu sintesis kolagen dan menghambat epitelisasi sehingga memperlambat penyembuhan luka f. Infeksi dapat memperlambat penyembuhan luka Menurut Walsh (2008) proses penyembuhan terjadi dalam tiga fase, yaitu: a. Fase 1: Segera setelah cedera, respons peradangan menyebabkan peningkatan aliran darah ke area luka, meningkatkan cairan dalam jaringan,serta akumulasi leukosit dan fibrosit. Leukosit akan memproduksi enzim proteolitik yang memakan jaringan yang mengalami cedera. b. Fase 2: Setelah beberapa hari kemudian, fibroblast akan membentuk benang – benang kolagen pada tempat cedera. c. Fase 3: Pada akhirnya jumlah kolagen yang cukup akan melapisi jaringan yang rusak kemudian menutup luka. 8. Perawatan luka episiotomy Tindakan episiotomi adalah pengguntingan jaringan yang terletak di antara lubang kemaluan (vagina) dan anus. Tujuannya untuk memperlebar jalan lahir sehingga memudahkan proses lahirnya bayi. Jika persalinan normal sampai memerlukan tindakan episiotomi, ada beberapa hal yang harus dilakukan agar proses pemulihan berlangsung seperti yang diharapkan. Perawatan luka bekas jahitan sangat penting karena luka bekas jahitan jalan lahir ini dapat menjadi pintu masuk kuman dan menimbulkan infeksi, ibu menjadi demam , luka basah dan jahitan terbuka, bahkan ada yang mengeluarkan bau busuk dari jalan lahir. Perawatan luka jalan lahir dilakukan sesegera mungkin setelah 6 jam dari persalinan normal. Ibu akan dilatih dan dianjurkan untuk mulai bergerak duduk dan latihan berjalan.Tentu saja bila keadaan ibu cukup stabil dan tidak mengalami komplikasi misalnya tekanan darah tinggi atau pendarahan1 Persiapan dan cara merawat luka episiotomi
90
a. Siapkan air hangat b. Sabun dan waslap c. Handuk kering dan bersih d. Pembalut ganti yang secukupnya e. Celana dalam yang bersih Cara merawat luka episiotomi: a. Lepas semua pembalut dan cebok dari arah depan ke belakang. b. Waslap di basahi dan buat busa sabun lalu gosokkan perlahan waslap yang sudah ada busa sabun tersebut ke seluruh lokasi luka jahitan. Jangan takut dengan rasa nyeri, bila tidak di bersihkan dengan benar maka darah kotor akan menempel pada luka jahitan dan menjadi tempat kuman berkembang biak. c. Bilas dengan air hangat dan ulangi sekali lagi sampai yakin bahwa luka benar – benar bersih. Bila perlu lihat dengan cermin kecil. d. Kenakan pembalut baru yang nyaman, celana dalam yang bersih dari bahan katun. Setelah buang air kecil dan besar atau pada saat hendak mengganti pembalut darah nifas, bersihkan vagina dan anus dengan air seperti biasa. Jika ibu benar-benar takut untuk menyentuh luka jahitan disarankan untuk duduk berendam dalam larutan antiseptik selama 10 menit. Dengan begitu, kotoran berupa sisa air seni dan feses juga akan hilang. e. Segera mengganti pembalut jika terasa darah penuh, semakin bersih luka jahitan maka akan semakin cepat sembuh dan kering. Lakukan perawatan yang benar setiap kali ibu buang air kecil atau saat mandi dan bila terasa pembalut sudah penuh. f. Konsumsi makanan bergizi dan berprotein tinggi agar luka jahitan cepat sembuh. Terutama ikan, ayam, daging dan telur. Kecuali bila ibu alergi dengan jenis protein hewani tersebut. g. Untuk menghindari rasa sakit kala buang air besar, ibu dianjurkan memperbanyak konsumsi serat seperti buah-buahan dan sayuran. Dengan begitu tinja yang dikeluarkan menjadi tidak keras dan ibu tak perlu mengejan. h. Jangan pantang makanan, ibu boleh makan semua makanan kecuali jamu yang tidak dapat dipertanggungjawabkan produksinya. Dan sebaiknya berkonsultasi dengan dokter atau bidan bila disaranakan untuk minum jamu oleh keluarga. i. Untuk menahan rasa sakit akibat proses jahitan, dokter akan memberikan obat penahan rasa sakit. j. Dengan kondisi robekan yang terlalu luas pada anus, hindarkan banyak bergerak pada minggu pertama karena bisa merusak otot-otot perineum. Banyak-banyaklah duduk dan berbaring. Hindari berjalan karena akan membuat otot perineum bergeser. k. Jika kondisi robekan tidak mencapai anus, ibu disarankan segera melakukan mobilisasi setelah cukup beristirahat. l. Bila memang dianjurkan dokter, luka di bagian perineum dapat diolesi salep antibiotik.
91
m. Lakukan senam nifas. Yaitu senam untuk ibu setelah melahirkan, boleh mengangkat kaki saat tiduran secara bergantian. Kaki boleh diangkat satu persatu secara bergantian mulai 45 ˚ sampai setinggi 90˚. Perbanyak latihan jalan dengan posisi badan lurus jangan membungkuk. Boleh jongkok pelan – pelan. Jangan kuatir jahitan akan lepas karena jahitan sangat kuat. Lepas karena ibu tidak rajin membersihkan luka jahitan sehingga terjadi infeksi. Atau pada beberapa kasus yang sangat jarang ibu alergi benang jahitan tersebut.1 Ada beberapa catatan yang perlu diketahui: a. Luka jahitan memang akan terasa sedikit nyeri Jangan cemas, rasa nyeri ini akibat terputusnya jaringan syaraf dan ringan otot , namaun semakin sering di gerakkan maka nyeri akan berkurang. Bila ibu hanya berbaring terus menerus dan takut bergerak karena nyeri akan menghambat proses penyenbuhan. Sirkulasi darah pada luka menjadi tidak lancar. b. Luka terlihat sedikit bengkak dan merah Pada proses penyembuhan luka tubuh secara alami akan memproduksi zat – zat yang merupakan reaksi perlawanan terhadap kuman. Sehingga dalam proses penyembuhan luka kadang terjadi sedikit pembengkakan dan kemerahan. Asalkan luka bersih ibu tak perlu cemas. Bengkak dan merah ini bersifat sementara. Beberapa keluarga masih ada yang menganjurkan untuk mengurangi minum air putih agar jahitan cepat kering. Hal ini sama sekali tidak dibenarkan . Justru ibu harus minum yang banyak, minimal 8 gelas sehari untuk memperlancar buang air kecil, mengganti cairan tubuh yang hilang dan memperlancar proses pengeluaran ASI.1 c. Pengeringan luka jahitan Luka jahitan rata – rata akan kering dan baik dalam waktu kurang dari satu minggu. d. Infeksi pasca episiotomi1 Infeksi bisa terjadi karena ibu kurang telaten melakukan perawatan pascapersalinan. Ibu takut menyentuh luka yang ada di perineum sehingga memilih tidak membersihkannya. Padahal, dalam keadaan luka, perineum rentan didatangi kuman dan bakteri sehingga mudah terinfeksi. Gejala-gejala infeksi yang dapat diamati adalah: 1) suhu tubuh melebihi 37,5° C. 2) menggigil, pusing, dan mual 3) keputihan 4) keluar cairan seperti nanah dari vagina 5) cairan yang keluar disertai bau 6) keluarnya cairan disertai dengan rasa nyeri 7) terasa nyeri di perut 8) perdarahan kembali banyak padahal sebelumnya sudah sedikit. Misalnya, seminggu sesudah melahirkan, pendarahan mulai berkurang tapi tiba-tiba darah kembali banyak keluar.
92
Bila ada tanda-tanda seperti di atas, segera periksakan diri ke dokter. Infeksi vagina yang ringan biasanya ditindaklanjuti dengan penggunaan antibiotik yang adekuat untuk membunuh kuman-kuman yang ada di situ. Pembalutan dan perawatan luka Penutup/pembalut luka berfungsi sebagai penghalang dan pelindung terhadap infeksi selama proses penyembuhan yang dikenal dengan reepitelisasi. Pertahankan penutup luka ini selama hari pertama setelah pembedahan untuk mencegah infeksi selama proses reepitelisasi berlangsung. 1) Jika pada pembalut luka terdapat perdarahan sedikit atau keluar cairan tidak terlalu banyak, jangan mengganti pembalut: 2) Perkuat pembalutnya 3) Pantau keluar cairan dan darah 4) Jika perdarahan tetap bertambah atau sudah membasahi setengah atau lebih dari pembalutnya, buka pembalut, inspeksi luka, atasi penyebabnya dan ganti dengan pembalut baru. 5) Jika pembalut agak kendor, jangan ganti pembalut tetapi diplester untuk mengencangkan. Ganti pembalut dengan cara yang streil 6) Luka harus dijaga tetap kering dan bersih, tidak boleh terdapat bukti infeksi atau seroma sampai ibu diperbolehkan pulang dari rumah sakit.
93
LAMPIRAN
94
95
96
97