Pedoman Pelayanan Ppi.docx

  • Uploaded by: Adam Smile
  • 0
  • 0
  • April 2020
  • PDF

This document was uploaded by user and they confirmed that they have the permission to share it. If you are author or own the copyright of this book, please report to us by using this DMCA report form. Report DMCA


Overview

Download & View Pedoman Pelayanan Ppi.docx as PDF for free.

More details

  • Words: 19,976
  • Pages: 122
PEDOMAN PELAYANAN KOMITE PENCEGAHAN DAN PENGENDALIAN INFEKSI

RUMAH SAKIT GRESTELINA MAKASSAR 2018

1

DAFTAR ISI Surat Keputusan Direktur Tentang PPI ………………………………

3

BAB 1 PENDAHULUAN ………………………………………………...

6

A. Latar Belakang …………………………………………………..

6

B. Tujuan……………………………………………………………..

8

C. Ruang Lingkup ………………………………………………….

8

D. Batasan Operasional …………………………………………..

9

E. Jenis Penyakit Menular ……………………………………….

12

1. AIDS ………………………………………………….

12

2. SARS …………………………………………………

14

3. TBC …………………………………………………..

17

4. MRSA ………………………………………………..

19

F. Kegiatan PPIRS …………………………………………….

22

1. Surveilens ……………………………………………

22

2. Kebersihan Tangan ………………………………...

41

3. APD ……………………………………………………

45

4. CSSD ………………………………………………….

52

5. Dekontaminasi ……………………………………….

61

6. Kwaspadaan standart dan berdasarkan transmisi…….

61

7. Management RISK PPI ……………………………..

63

8. Kohorting ……………………………………………..

66

9. Pengelolaan Kebersihan lingk ………………………………..

71

10. Pengelolaan linen ……………………………………..…….

75

11. Antibiogram ……………………………………….……….

79

12. Upaya kesehatan karyawan ………………..……….

79

13. Pemeriksaan swab dan kultur …………………..…..

70

2

BAB II STANDART KETENAGAAN …………………………

92

A. Kualifikasi Ketenagaan ……………………………………...

92

B. Uraian Tugas …………………………………………………….

93

C. Distribusi Ketenagaan ………………………………………….

98

BAB III STANDAR FASILITAS ……………………………………….

99

A. Fasilitas bagi Petugas ……………………………………….

99

B. Fasilitas bagi Pelayanan ………………………………

107

BAB IV TATA LAKSANA PELAYANAN ………………………………

108

BAB V LOGISTIK ………………………………………………………..

109

BAB VI KESELAMATAN KERJA ………………………………………

112

BAB VII KESELAMATAN PASIEN …………………………………….

113

BAB VIII PENGENDALIAN MUTU ……………………………………

115

BAB IX PENUTUP …………………………………………………

122

Lampiran – lampiran Lamp 1.Gambar penanganan tumpahan darah Lamp 2. Tabel desinfeksi Lamp 3. Tabel cara membuat larutan clorin Lamp 4. Tabel ASA score Lamp 5. Tabel Daftar tilik penyakit menular Lamp 6. Tabel daftar tilik penggunaan APD

3

SURAT KEPUTUSAN DIREKTUR RUMAH SAKIT GRESTELINA NOMOR :……./DIR/RSG/2017 TENTANG PEDOMAN PELAYANAN KOMITE PENCEGAHAN DAN PENGENDALIAN INFEKSI DI RUMAH SAKIT GRESTELINA MAKASSAR

Menimbang

:

a.

bahwa dalam upaya meningkatkan mutu pelayanan Rumah Sakit Grestelina maka diperlukan penyelenggaraan pelayanan yang bermutu tinggi dari setiap gugus tugas/ unit pelayanan yang ada;

b.

bahwa pelayanan pencegahan dan pengendalian infeksi merupakan salah satu gugus tugas/ unit pelayanan di RS Grestelina yang harus mendukung pelayanan rumah sakit secara keseluruhan maka diperlukan

penyelenggaraan

pelayanan

pencegahan

dan

pengendalian infeksi yang bermutu tinggi. c.

bahwa agar pelayanan pencegahan dan pengendalian infeksi dapat terlaksana dengan baik, perlu adanya Surat Keputusan Direktur tentang Kebijakan pelayanan pencegahan dan pengendalian infeksi RS Grestelina sebagai landasan bagi penyelenggaraan pelayanan.

d.

bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam a, b dan c, perlu ditetapkan dengan Surat Keputusan Direktur Rumah Sakit Grestelina

Mengingat

:

1.

Undang-Undang RI Nomor 44 tahun 2009 tentang Rumah Sakit.

2.

Peraturan Menteri Kesehatan RI Nomor 27/Menkes/2017 tentang Pedoman Pencegahn dan Pengendalian Infeksi di Fasilitas Pelayanan Kesehatan

3.

SK Direktur RS Grestelina No…../DIR/RSG/2017 Tentang

4

Kebijakan Pedoman Pelayanan Pencegahan dan pengendalian Infeksi RS Grestelina.

MEMUTUSKAN: Menetapkan

:

Pertama

:

KEPUTUSAN DIREKTUR RS GRESTELINA Tentang PEDOMAN PELAYANAN

PENCEGAHAN

DAN

PENGENDALIAN

INFEKSI.RS Grestelina Kedua

:

Pedoman pelayanan pencegahan dan pengendalian infeksi RS Grestelina sebagaimana tercantum dalam Lampiran Keputusan ini.

Ketiga

:

Pembinaan dan pengawasan penyelenggaraan pelayanan pencegahan dan pengendalian infeksi dilaksanakan oleh Direktur RS Grestelina

Keempat

:

Kepala pelayanan pencegahan dan pengendalian infeksi wajib mensosialisasikan keputusan ini ke seluruh karyawan di Pelayanan pencegahan dan pengendalian infeksi.

Kelima

:

Keputusan ini berlaku sejak tanggal ditetapkan, dan apabila dikemudian hari ternyata terdapat kekeliruan dalam penetapan ini, akan diadakan perbaikan sebagaimana mestinya.

Ditetapkan di

: Makassar

Pada tanggal

: Januari 2017 Direktur

Dr.H.J.Hadikusuma Nik : 98109

5

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Dalam upaya meningkatkan mutu pelayanan di Rumah Sakit, perlu dilakukan

pengendalian

infeksi,

diantaranya

adalah

pengendalian

infeksi

nosokomial. Infeksi nosokomial masih banyak dijumpai di rumah sakit dan biasanya merupakan indikator bagi pengukuran tentang seberapa jauh rumah sakit tersebut telah berupaya mengendalikan infeksi nosokomial. Pengendalian infeksi nosokomial dipelopori oleh Nightingale, Simmelweis, Lister dan Holmes melalui praktek-praktek hygiene dan penggunaan antiseptik. Tantangan dalam pengendalian infeksi nosokomial semakin kompleks dan sering disebut disiplin epidemiologi rumah sakit. Kerugian ekonomik akibat infeksi nosokomial dapat mencapai jumlah yang besar, khususnya untuk biaya tambahan lama perawatan, penggunaan antibiotika dan obat-obat lain serta peralatan medis dan kerugian tak langsung yaitu waktu produktif berkurang, kebjiakan penggunaan antibiotika, kebijakan penggunaan desinfektan serta sentralisasi sterilisasi perlu dipatuhi dengan ketat. Tekanan-tekanan dari perubahan pola penyakit infeksi nosokomial dan pergeseran resiko ekonomik yang harus ditanggung rumah sakit mengharuskan upaya yang sistematik dalam penggunaan infeksi nosokomial, dengan adanya Komite Pengendalian Infeksi dan profesi yang terlatih untuk dapat menjalankan program

pengumpulan

data,

pendidikan,

konsultasi

dan

langkah-langkah

pengendalian infeksi yang terpadu. Keberhasilan program pengendalian infeksi nosokomial dipengaruhi oleh efektivitas proses komunikasi untuk menyampaikan tujuan dan kebijakan pengendalian infeksi tersebut kepada seluruh karyawan rumah

6

sakit baik tenaga medis maupun non medis, para penderita yang dirawat maupun berobat jalan serta para pengunjung RSIA Sitti Kadijah 1 Muhammadiyah Upaya pengendalian infeksi nosokomial di RSIA Sitti Kadijah 1 Muhammadiyah bersifat multi disiplin, hal-hal yang perlu diperhatikan: 1. Discipline: perilaku semua karyawan harus didasari disiplin yang tinggi untuk mematuhi prosedur aseptik, teknik invasif, upaya pencegahan dan lain-lain. 2. Defence mechanisme: melindungi penderita dengan mekanisme pertahanan yang rendah supaya tidak terpapar oleh sumber infeksi. 3. Drug: pemakaian obat antiseptik, antibiotika dan lain-lain yang dapat mempengaruhi kejadian infeksi supaya lebih bijaksana 4. Design: rancang bangun ruang bedah serta unit-unit lain berpengaruh terhadap resiko penularan penyakit infeksi, khususnya melalui udara atau kontak fisik yang dimungkinkan bila luas ruangan tidak cukup memadai. 5. Device: peralatan protektif diperlukan sebagai penghalang penularan, misalnya pakaian pelindung, masker, topi bedah dan lain-lain.

B. Tujuan 1. Tujuan umum . Meningkatkan mutu pelayanan RSIA Sitti Kadijah 1 Muhammadiyah melalui pencegahan dan pengendalian infeksi yang dilaksanakan oleh semua departemen /unit dengan meliputi kualitas pelayanan,management resiko,clinical governace,serta kesehatan dan keselamatan kerja . 2. Tujuan Khusus  Sebagai pedoman pelayanan bagi staf PPIRS dalam melaksanakan tugas,wewenang dan tanggung jawab secara jelas.  Menggerakan segala sumber daya yang ada dirumah sakit dan fasilitas kesehatan lain secara efektif dan efisien.  Menurunkan angka kejadian infeksi dirumah sakit secara bermakna.  Memantau dan mengevaluasi pelaksanaan pelayanan PPI RSIA Sitti Kadijah 1 Muhammadiyah

7

C. Ruang lingkup Ruang lingkup pelayanan Pencegahan dan pengendalian infeksi meliputi :  Kewaspadaan standart dan berdasarkan transmisi  Pelayanan surveilens PPI  Hand Higiene sebagai barier protection.  Penggunaan APD  Pelayanan CSSD  Pelayanan Linen  Pelayanan Kesehatan karyawan  Pelayanan Pendidikan dan edukasi kepada staf,pengunjung dan pasien  Pelayanan pemeriksaan baku mutu air bersih dan IPAL bekerja sama dengan IPSRS.  Pelayanan pengelolaan kebersihan lingkungan  Pelayanan management resiko PPI  Antibiogram dan pola kuman RSIA Sitti Kadijah 1 Muhammadiyah  Penggunaan bahan single use yang di re-use D. Batasan operasional Pelayanan pencegahan dan pengendalian infeksi meliputi kegiatan sbb : 1. Konsep dasar penyakit Penyakit infeksi masih merupakan salah satu masalah kesehatan di dunia termasuk indonesia ,ditinjau dari asalnya infeksi dapat berasal dari (Community acquaired infection) atau berasal dari (Hospital Acquired infektion). Karena seringkali tidak bisa secara pasif ditentukan asal infeksi maka istilah infeksi nosokomial (Hospital Acqured infeksi) diganti (HAIs) yaitu healthcare –assosiated infections dengan arti lebih luas tidak hanya terjadi dirumah sakit juga bisa terjadi fasilitas kesehatan yang lain juga tidak terbatas pada pasien namun infeksi juga dapat terjadi pada petugas yang didapat saat melakukan tindakan medis atau perawatan Batasan a. Kolonisasi

:

merupakan

suatu

keadaan

dimana

ditemukan

adanya

agen

infeksi,dimana organisme tersebut hidup,tumbuh dan berkembang biak,namun tanpa disertai adanya respon imun atau gejala klinis.Pada

8

kolonisasi tubuh pejamu tidak dalam keadaan suspectibel pasien dan petugas dapat mengalami kolonisasi dengan dengan kuman patogen tanpa mengalami rasa sakit tetapi menularkan kuman tersebut ke orang lain (sebagai carrier). b. Infeksi Merupakan suatu keadaan dimana ditemukan adanya agen infeksi (organisme dimana terdapat respon imun tetapi tidak disertai gejala klinik. c. Penyakit infeksi Merupakan suatu keadaan dimana ditemukan adanya agen infeksi (organisme) yang disertai adanya respon imun dan gejala klinik. d. Penyakit menular Adalah penyakit infeksi tertentu yang dapat berpindah dari satu orang ke orang lain secara langsung maupun tidak langsung. e. Inflamasi Merupakan bentuk respon tubuh terhadap suatu agen yang ditandai adanya dolor,kalor,rubor ,tumor dan fungsiolesa. f. SIRS (Sistem Inflamtory Respon Syndroma). Merupakan sekumpulan gejala klinik atau kelainan laboratorium yang merupakan respon tubuh (imflamasi) yang bersefat sitemik.kriteria SIRS bila ditemukan 2 atau lebih keadaan

berikut : (1) hipertermi atau

hipotermia, (2) takikardia sesuai usia,(3) takipneu sesuai usia,(4) leukositosis atau leukopenia atau pada hitung jenis leukosit jumlah sel muda (batang ) lebih dari 10 %.SIRS dapat terjadi karena infeksi atau non infeksi

seperti luka bakar, pankreatitis,atau gangguan metabolik.SIRS

yang disebabkan oleh infeksi disebut sepsis. g. Rantai penularan Untuk melakukan tindakan pencegahan dan pengendalian infeksi perlu mengetahui rantai penularan,apabila salah satu rantai dihilangkan atau dirusak maka infeksi dapat dicegah atau dihentikan.

9

a. Agen Infeksi adalah mikroorganisme yang dapat menyebabkan infeksi pada

manusia

,dapat

berupa

bakteri,virus,riketsia,jamur,

dan

parasit.ada 3 faktor yang mempengaruhi terjadinya infeksi yaitu : virulensi,patogenesis,jumlah dosis obat. b. Reservoir

atau

tempat

hidup

dimana

agen

infeksi

dapat

hidup,tumbuh,berkembang biak dan siap ditularkan pada orang lain,reservoir

yang

paling

umum

adalah

manusia,binatang,tumbuhan,tanah,air dan bahan bahan organik.pada manusia

sehat

permukaan

kulit,selaput

lendir

saluran

napas,pencernaan dan vagina meripakan reservoir yang umum. c. Pintu keluar adalah jalan darimana agen infeksi meninggalkan reservoir ,pintu keluar meliputi saluran napas,pencernaan,saluran kemih dan kelamin,kulit,membran mukosa,trasplacenta dan darah serta cairan tubuh lainnya. d. Transmisi adalah bagaiman mekanisme penularan meliputi (1) kontak; langsung dan tidak langsung,(2) droplet ,(3) airborne ,(4) Vehicle ;makan,minuman,darah,(5) vektor biasanya bnatang pengerat dan serangga. e. Pintu masuk adalah tempat dimana agen infeksi memasuki tubuh pejamu

(yang

supectibel)

dapat

melalui

saluran

pernapsan,pencernaan.perkemihan atau luka. f. Pejamu (host) yang suspectibel adalah orang yang tidak tidak memiliki daya tahan tubuh yang cukup untuk melawan agen infeksi ,faktor

yang

mempengaruhi

gisi,ekonomi,pekerjaan,gaya

hidup,terpasang

umur,usia,status barrier

(kateter,implantasi ),dilakukan tindakan operasi. Strategi pencegahan dan pengendalian infeksi. a. Peningkatan daya tahan pejamu.

10

Dengan pemberian imunisasi(vaksin Hepatitis B),promosi kesehatan nutrisi yang adekuat. b. Inaktivasi agen penyebab infeksi. Menggunakan metoda fisik maupun kimia contoh fisik dengan pasteurisasi

atau

sterilisasi

ataupun

memasak

makanan

hingga

matang.kalau kimia dengan pemberian clorin pada air dan desinfeksi . c. Memutus rantai penularan. Dengan menerapkan

tindakan pencegahan

dengan

menerapkan

kewaspadaan isolasi dan kewaspadaan transmisi d. Tindakan pencegahan paska pajanan. Hal ini berkaitan dengan pecegahan agen infeksi yang ditularkan melalui darah dan cairan tubuh lain yang dikarenakan tertusuk jarum bekas pakai utamanya hepatitis B,C dan HIV. E . Penyakit Menular. 1. AIDS Pengertian Adalah Penyakit akibat menurunnya daya tahan tubuh yang didapat karena terinfeksi HIV( human Imunodefisiency Virus). Penyebab Virus HIV tergolong retrovirus yang terdiri atas 2 tipe ,tipe 1 (HIV-1) dan tipe 2 (HIV-2) Klasifikasi Infeksi AIDS a. Infeksi Akut. a) Hampir 30-50 % pasien sudah terinfeksi HIV. b) Pasien sudah terjadi pemaparan virus dan dapat berlangsung 6 minggu setelah kontak.

11

c) Patogenesis kurang jelas tetapi sangat mungkin terjadi reaksi imunitas terhadap masuknya HIV.Saat ini pemeriksaaan terhadap antibodi terhadap virus HIV masih ( - ) tetapi pemeriksaan Ag p24 sudah (+) sangat infeksius. b. Infeksi Kronik Asimtomatik a) Lamanya dapat bertahun tahun b) Tanpa gejala, kemungkinan tubuh masih dapat mengkompensasi c. PGL( Persistren Generalized Lymphadenopathy) Terjadi pembesaran kelenjar getah bening yang semetris.sering terjadi pembesaran limpa di leher posterior dan anterior.Kelompok ini berkembang menjadi AIDS kira2 10-30 % dalam jangka waktu 24- 60 bulan. Cara Penularan Hiv. 1. Penularan melalui hubungan seksual 2. Penularan melalui darah. 3. Penularan secara perinatal. Cairan tubuh yang dapat mengandung HIV yaitu;  Cairan vagina.  ASI.  Air mata.  Air liur.  Air seni.  Air ketuban.  Dan cairan cerebrospinal..

12

a. Gejala dan tanda Biasanya tidak ada gejala klinis yang khusus pada orang yang terinfeksi HIV dalam waktu 5 sampai 10 tahun ,Setelah terjadi penurunan sel CD 4 secara bermakna baru AIDS mulai berkembang dan menunjukan gejala – gejala spt :  Diare yang berkelanjutan .  Penuunan berat badan secara drastic.  Pembesaran kelenjar limfe leher dan atau ketiak.  Batuk terus menerus. 2. FLU BURUNG Dibagi menjadi 4 sbb : a) Seseorang dalam penyelidikan b) Kasus suspek. c) Kasus probabel d) Kasus konfirmasi Seseorang dalam penyelidikan Diputuskan oleh pejabat berwenang untuk dilakukan penyelidikan epidemiologi kemungkinan terinfeksi H5N1, mis orang sehat namun kontak erat dengan kasus atau penduduk sehat namun tinggal didaerah flu burung ,adapun gejala yang ditimbulkan : 

Batuk



Sakit tenggorokan



Pilek



Sesak napas dan terdapat satu atau lebih keadaan dibawah ini :

13

1. Dalam 7 hari terakhir sebelum timbul gejala mempunyai riwayat kontak erat dengan penderita (suspek,probabelatau konfirm) seperti merawat,berbicara atau bersentuhan dengan pasien dalam jarak  1 meter. 2. Dalam 7 hari terakhir sebelum timbul gejala mempunyai riwayat kontak erat dengan penderita (suspek,probabelatau konfirm) seperti memasak,menyembelih atau membersihkan bulu ). 3. Dalam 7 hari terakhir sebelum timbul gejala mempunyai riwayat kontak erat dengan penderita(suspek,probabelatau konfirm) seperti membersihkan kotoran ,bahan atau produk lain. 4. Dalam 7 hari terakhir sebelum timbul gejala mempunyai riwayat kontak erat dengan penderita(suspek,probabelatau konfirm) mengkonsumsi produk unggas mentah atau yang tidak dimasak dengan sempurna. 5. Dalam 7 hari terakhir sebelum timbul gejala mempunyai riwayat kontak erat dengan penderita(suspek,probabelatau konfirm) memegang atau menangani sampel hewan atau manusia yang dicurigai mengandung H5N1. 6. Dalam 7 hari terakhir sebelum timbul gejala mempunyai riwayat kontak erat dengan penderita(suspek,probabelatau konfirm) atau binatang selain unggas yang terinfeksi (babi atau kucing). 7. Ditemukan leukopeni. 8. Ditemukan titer antibodi terhadap H5 dengan pemeriksaan uji HI menggunakan eritrosit kuda atau uji ELISA untuk influensa A tanpa subtipe. 9. Foto Rontgen dada menggambarkan pneumonia yang cepat memburuk pada serial foto. 

Infeksi selaput mata



Diare atau gangguan pencernaan.



Fatigue

Kasus probabel flu burung.

14

Dengan kriteria. : 1. Ditemukan kenaikan titer antibodi terhadap H5 min 4 x dengan pemeriksaan uji HI menggunakan eritrosit kuda atau uji ELISA. 2. Hasil lab terbatas untuk influenza H5 (terdeteksi antibodi spesifik H5dalam spesimen serum tunggal )menggunakan uji netralisasi(dikirim kelab rujukan Kasus Flu burung terkonfirmasi. Dengan kriteria : 1. Isolasi virus H5N1 positif 2. Hasil PCR H5N1 positif. 3. Peningkatan  4 x lipat titer antibodi netralisasi untuk H5N1 dari spesimen. 4. Konvalesen dibandingkan dengan spesimen akut (diambil  7 hari setelah awitan gejala penyakit) dan titer antibodi metralisasi konvalesen harus pula  1/80 . 5. Titer antibodi mikronetralisasi H5N1  1/80 pada spesimen serum yang diambil pada hari ke  stelah awitan disertai hasil positif uji serologi lain,mis titer HI sel darah merah kuda  1/160 atau western blot spesifik H5 positif.

Pencegahan : 1. Menghindari kontak dengan benda terkontaminasi,atau burung terinfeksi. 2. Menghindari peternakan unggas. 3. Hati hati ketika menangani unggas. 4. Memasak ddengan suhu 60C selama 30 menit,atau 80C selama 1 menit) 5. Menerapkan tindakan untuk menjaga kebersihan tangan : 

Setelah memgang unggas.



Setelah memegang daging unggas.

15



Setelah memasak.



Sebelum memasak

Pengobatan. Obat anti virus bekerja menghambat replikasi virus sehingga mengurangi gejala dan komplikasi yang terinfeksi. Macam obat : 1. Amantadine. 2. Rimatadine 3. Oseltamivir(tamiflu) 4. Zanavir(relenza)

3. TUBERKULOSIS (TBC) Penyebab TBC disebabkan oleh kuman /basil tahan asam(BTA) yakni micobactpi derium tuberkulosis.Kuman ini cepat mati bila terkena sinar matahari langsung,tetapi dapat bertahan hidup beberapa hari ditempat yang lembab

dan

gelap.Beberapa

jenis

micobakterium

lainjuga

dapat

menyebabkan penyakit pada manusia (matipik).Hampir semua oirgan tubuh dapat terserang bakteri ini seperti kulit,otak,ginjal,tulang dan paling sering paru. Epidemiologi Indonesia menduduki peringkat ke 3 dunia dalam jumlah pasien TB setelah India dan Cina,diperkirakan penduduk dunia terinfeksi Tb secara laten.Di indonesia diperkirakan terdapat 583 000 kasus baru dengan 140 000 kematian setiap tahun.

16

Faktor resiko TB ; HIV,DM,Gisi kurang,kebiasaan merokok. Cara penularan. Menular dari orang ke orang melalui droplet atau percikan dahak. Masa Inkubasi Sejak masuknya kuman sampai timbul gejala lesi primer atau reaksi tes tuberculosis positif

memerlukan waktu antara 2 -10 minggu .Resiko

menjadi TB paru dan TB ekstrapulmuner progresif infeksi primer umumnya terjadi pada tahun pertama dan kedua.Infeksi laten bisa terjadi seumur hidup.Pada pasien dengan imun defisiensi seperti HIV masa inkubasi bisa lebih pendek. Masa penularan Berpotensi menular selama penyakitnya masih aktif dan dahaknya mengandung

BTA,penularan

berkurang

apabila

pasien

menjalani

pengobatan adekuat selama min 2 minggu,sebaliknya pasien yang tidak diobati secara adekuat dan pasien dengan persisten AFB positif dapat menjadi sumber penularan sampai waktu lama. Tingkat penularan tergantung pada jumlah basil yang dikeluarkan,virulensi kuman,terjadinya aerosolisasi

waktu batuk/bersin,dan tindakan medis

beresiko tinggi seperti intubasi dan bronkoskopi Gejala klinis : 

Batuk terus menerus disertai dahak selama 3 minggu /lebih.



Batuk berdahak



sesak napas



nyeri dada

17



Sering demam



nafsu makan menurun.



penurunan berat badan .



BTA (+)

Pengobatan : 

Pengobatan spesifik dengan kombinasi obat anti tuberculosis (OAT) dengan metoda DOTS (directly observed treatment shourtcore ) diawasi poleh pengawas minum obat. Untuk pasien baru TB BTA (+) ,WHO menganjurkan pemberian 4 macam obat setiap hari selama 2 bulan berturut

terdiri rif

,inh,pza,dan etambutol diikuti inh dan rif 3 kali seminggu selama 4 bulan. Pencegahan. 

Penemuan dan pengobatan TB



Imunisasi BCG sedini mungkin terhadap mereka yang belum terinfeksi.



Perbaikan lingkungan dan status gizi dan kondisi sosial ekonomi.

4. MRSA (Methicilin Resistent Stapylococcuc Aereus) Adalah salah satu tipe bakteri stayloccus yang ditemukan pada kulit dan hidung dan kebal terhadap antibiotika.jumlah kematian MRSA lebih banyak dibandingkan AIDS Saat ini ada 2 tipe : 1. Health care asosiated (HA –MRSA) Biasanya ditemukan difasilitas kesehatan terutama rumah sakit.. 2. Community asosiated (CA-MRSA)

18

Yang baru ini ditemukan ditempat –tempat umum,fitness,lokerloker,sekolah dan perabotan rumah tangga. Biasanya menginfeksi orang dan anak-anak yang daya tahan tubuhnya lemah,jika daya tahan tubuh baik tidak akan menimbulkan gejala .Bakteri yang dibawa sipasien menyebar dan berpindah pada orang lain dengan cara kontak kulit dan menyentuh barang yang terkontaminasi . Stapylococcus menimbulkan gejala seperti infeksi kulit,jerawat,bisul,abses atau gigitan serangga,ini biasa menyebabkan bengkak,merah dan nyeri.bakteri ini dapat menembus kulit sampai dengan menimbulkan infeksi ditulang,sendi,aliran darah,jantung dan paru yang bias mengancam jiwa. Penyebaran MRSA. 1. Menyentuh kulit atau luka terinfeksi dari siapa saja yang MRSA 2. Berbagi objek seperti handuk atau peralatan atletik, peralatan rumah tangga yang MRSA 3. Kontak fisik dapat juga disebarkan melalui batuk dan bersih 4. Menyentuh hidung dari penderita MRSA Tanda dan gejala : 1. Infeksi luka 2. Bisul 3. Folikel rambut yang terinfeksi 4. Impetigo 5. Kulit yang sakit seperti digigit serangga Diagnose : Contoh kulit, nanah, darah, urin atau bahan biopsy dikirim ke laborat dan dikultur untuk S aureus. Juka S aureus yang diisolasi (tumbuh dipiring pantry) bakteri tersebut kemudian terkena antibiatikyang berbeda termasuk

19

Meticilin dan S aureus tumbuh dengan baik di Meticilindalam kultur yang disebut MRSA. Prosedur ayng sama juga dilakukan untuk menentukan apakah seseorang merupakan pembawa MRSA(Screning untuk carrier) tetapi sample kulit atauselaput lender hanya diswab tidak dibiopsi Pengobatan MRSA : Minor infeksi MRSA kadang kadang dapat mengalami komplikasi serius seperti menyebar infeksi kejaringan sekitar darah, tulang dan jantung. Karena MRSA yang tahan terhadap antibiotic banyak akan sulit untuk mengobati namun beberapa antibiotic berhasil mengendalikan infeksi tapi jarang. Tindakan pencegahan : 1. Kebersihan tangansesering mungkin terutama setelah menyentuh hidung anda. 2. Bila batuk terapkan etika batuk 3. Jika anda mengalami infeksi kulit jaga daerah yang terinfeksi dengan ditutup kain kasa, ganti ferban sesering mungkin terutama jika basah. 4. Bersihkan kamar mandi dengan baik karena penularan juda melalui feces dan urine 5. Isolasikan peralatan mandi dan peralatan makan khusus untuk penderita MRSA. 6. Jangan berbagi handuk, pisau cukur, sikat gigi dan barang pribadi yang lainnya. 7. Isolasikan pasien, dikontaminasi semua peralatan pasien dengansabun dan clorin 0,5%.

20

F. Kegiatan pelayanan PPIRS 1.

Surveilans Suatu pengamatan yang sistematis ,efektif dan terus menerus terhadap timbulnya dan penyebaran penyakit pada suatu populasi serta terhadap keadaan atau peristiwa yang menyebabkan meningkatnya atau menurunnya resiko terjadinya penyebaran penyakit : 1. Pada saat pasien masuk rumah sakit tidak ada tanda – tanda tidak dalam masa inkubasi infeksi tersebut. 2. Inkubasi terjadi 2x 24 jam setetlah pasien dirawat dirumah sakit apabila tanda- tanda infeksi sudah timbul sebelum 2x24 jam sejak mulai dirawat ,maka perlu diteliti masa inkubasi dari infeksi tersebut. 3. Infeksi pada lokasi yang sama tetapi disebabkan oleh mikroorganisme yang berbeda dari mikroorganisme saat masuk rumah sakit atau mikroorganisme penyebab sama tetapi lokasi infeksi berbeda. 4. Infeksi terjadi setelah pasien pulang dan dapat dibuktikan berasal dari rumah sakit. Ada 2 keadaan yang bukan disebut infeksi nosokomial. 1. Infeksi yang berhubungan dengan komplikasi atau meluasnya infeksi yang sudah ada pada waktu masuk rumah sakit. 2. Infeksi pada bayi baru yang penularannya melalui placenta (mis toxoplasmosis,sifilis) dan baru muncul pada atau sebelum 48 jam setelah masa kelahiran . Ada 2 keadaan yang bukan disebut infeksi : 1. Kolonisasi : yaitu adanya mikroorganisme (pada kulit,selaput lender,luka terbuka )yang tidak memberikan gejala dan tanda klinis. 2. Imflamasi yaitu suatu kondisi respon jaringan terhadap jejas atau rangsangan zat non infeksi seperti zat kimia. Infeksi nosokomial mudah terjadi karena adanya beberapa kondisi antara lain: 1. Rumah sakit merupakan tempat berkumpulnya orang sakit,sehingga jumlah

21

dan jenis kuman penyakit yang ada lebih banyak dari pada tempat lain. 2. Orang sakit mempunyai daya tahan tubuh yang rendah sehingga mudah tertular. 3. Dirumah sakit sering orang dilakukan tindakan invasive mulai dari yang paling sederhana seperti pemasangan infuse sampai tindakan operasi. 4. Mikroorganisme yang ada cenderung lebih resisten terhadap anti biotika ,akibat penggunaan berbagai macam antibiotika yang sering kali tidak rasional. 5. Adanya kontak langsung antar petugas dengan pasien,petugas ke lingkungan yang dapat menularkan kuman pathogen. 6. Penggunaan alat/instrument yang telah terkontaminasi dengan kuman. Sumber-sumber infeksi yang terjadi di rumah sakit dapat berasal dari : 1. Petugas rumah sakit. 2. Pengunjung pasien. 3. Antar pasien itu sendiri. 4. Peralatan yang dipakai dirumah sakit. Lingkungan.

1. Mencegah pasien memperoleh infeksi selama dalam perawatan. 2. Mengontrol penyebaran infeksi antar pasien. 3. Mencegah terjadinya kejadian luar biasa. 4. Melindungi petugas. 5. Menyakinkan bahwa rumah sakit tempat yang aman bagi pasien dan petugas .

22

1. HAP (hospital aquared pneumonia) dan VAP (Ventilator associated pneumonia). Infeksi saluran napas bawah yang mengenai parenkim paru setelah pasien dirawat dirumah sakit setelah 48 jam tanpa dilakukan intubasi dan sebelumnya tidak menderita penyakit infeksi saluran napas bawah.HAP dapat diakibatkan karena tirah baring yang lama (koma ,tidak sadar tracheostomi,refluk gaster). 2. VAP adalah infeksi saluran napas bawah yang mengenai parenkim paru setelah pemakaian ventilasi mekanik lebih dari 48 jam dan sebelumnnya tidak ditemukan tanda – tanda infeksi saluran napas. Kriteri pneumonia : 1) Bunyi pernapasan yang menurun /pekak,ronchi basah pada daerah paru. 2) Produksi sputum banyak dan purulen. 3) Hasil X – ray adanya densitas paru (infiltrate). 4) Demam >38  C dan batuk. 5) Pemeriksaan cedían sputum ditemukan peningkatan lekosit (>25/LPK) Pada orang dewasa dan anak >12 bulan didapatkan : a. Bunyi napas menurun pekak,ronkhi basah pada daerah paru. 

Sputum purulens baru dan perubahan warna sputum.



Biakan kuman dan biakan darah ()



Isolasi kuman patogen atau aspirasi trakea.

b. Hasil X – Ray ada infiltrasi paru,konsolidasi,cavitasi,efusi pleura baru secara progrsif ditambah salah satu ini: - Sputum purulen dan perubahan dan perubahan sputum. - Isolasi kuman dan biakan darah (+). - Isolasi kuman patogen aspirasi tracea ,sikatan brokus atau biopsy (+). - Titer IgM atau IGG spesifik meningkat

23

- Isolasi antigen virus (+) sekresi saluran pernapasan . Pada umur kurang dari 12 tahun, didapatkan 2 atau lebih apneu,takipneu bradikardia,wheesing,ronchi basah,batuk ditambah satu diantaranya sbb: 1) produksi sputum atau sekresi pernapasan meningkat dan purulen. 2) Isolasi kuman dan biakan kuman (+). 3) Isolasi kuman aspirasi tracea /brokus/biopsi (+). 4) Isolasi/antigen virus (+) dalam sekresi saluran pernapasan. 5) Titer IgM dan IgG spesifik meningkat 4x . 6) Tanda pneumonia pada pemeriksaan hispatologi. Faktor penyebab : 1. Lingkungan  legionella,klebsiella,P aerogenesa,Amuba baumi.  Makanan ; Muntahan. 2. Peralatan  NGT  ET  Suktion kateter.  Peralatan bronchospi  Peralatan pernapasan. 3. Manusia.  Haemofilus influenza.  Stapilococus Aereus  Stapilococcus pnemonia.  MDR stains. Faktor-faktor resiko : 1. Kondisi pasien sendiri.

24

 Usia > 70 tahun.  Pembedahan (thorakotomi,abdomen)  penyakit kronis.  Penyakit jantung kongestif.  Penyakit paru obstruksi kronis.  Perokok.  koma.  CVD. 2. Faktor pengobatan .  Sedasi.  Anestesi umum. 

intubasi tracea.

 Pemakaian ventilator mekanik yang lama  Penggunaan antibiotika . 

penggunaan imunosupresif dan citostatika.

Prinsip dasar pencegahan : 

Bila memungkinkan obati penyakit parunya baru melakukan tindakan operasi.



Tinggikan posisi kepala 30- 45 .



Bila tidak diperlukan hindari pembersihan jalan napas menggunakan suction kateter.



Lakukan oral higiene menggunakan chlorhexidine 0,2 % setiap ganti shif.



Ajarkan latihan batuk efektif dan napas dalam sebelum dan sesudah operasi.



Lakukan perkusi dan postural drainage untuk merangsang batuk dan mengeluarkan lendir



Mobilisasi dini setelah operasi..

2. Peralatan ventilator.

25



Bersihkan permukaan alat secara rutine dengan menggunakan detergent netral.



Penggunaan close suction diganti setiap 7 hari atau jika kotor.



Breathing sirkuit,humidifier dan bakterial filter diganti 7 hari sekali atau jika kotor.



Termovent hepafilter diganti setiap hari.

Populasi beresiko HAP . 1. Semua pasien tirah baring lama yang dirawat dirumah sakit. 2. Numerator adalah jumlah kasus HAP perbulan. 3. Denominator adalah jumlah hari rawat pasien tirah baring perbulan. Infeksi rate HAP = Numerator x 1000 =.....% Denominator  kasus HAP perbulan

x 1000 =.......%

 Hari rawat tirah baring perbulan.

Populasi beresiko VAP : 1. Terfokus spesifik diruang ICU,NICU,PICU. 2. Semua pasien yang terpasang ventilasi mekanik. 3. Numerator adalah jumlah kasus yang terpasang ventilasi mekanik perbulan. 4. Denominator adalah jumlah hari pemasangan ventilasi mekanik perbulan.

Clinical Pulmonari Infection score (CPIS)

26

Indikator

Score 1

2

3

Sekresi trakea

sedikit

sedang

banyak

Infiltrat

Tidak ada

Difus

Terlokalisir

Suhu

>36.5 & <38.4

> 38.5 & 8.9

> 39 dan < 36

Lekosit /mm

>4000 &<11.000

<4000 atau 11.000

-

Pa O2 /FiO2

>240 /ARDS

-

< 240 dan bukan ARDS

Infeksi rate VAP = Numerator x 1000= .....% Denominator  kasus VAP perbulan

x 1000 =........%

 Hari pemasangan ventilasi mekanik perbulan. 3. ILI (Infeksi Luka Infus) 1. Infeksi luka infus harus memenuhi minimal 1 dari kriteria sbb : a) Hasil kultur positif dari arteri atau vena yang diambil saat operasi. b) Terdapat bukti infeksi dari arteri atau vena yang terlihat saat operasi atau berdasarkan bukti hispatologik. c) Pasien minimal mempunyai 1 gejala dan terlihat tanda berikut tanpa ditemukan penyebab lainnya :  Demam (>38° C) ,nyeri,eritema,atau panas pada vaskular yang terlihat.  Kultur semikuantitatif dari ujung kanula intravaskular tumbuh >15 koloni

27

mikriba.  Kultur darah tidak dilakukan atau hasil negatif. d) Adanya aliran nanah pada vaskular yang terlihat. e) Untuk pasien ≤ 1 tahun,minimal mempunyai 1 gejala dan tanda berikut tanpa ditemukan penyebab lain : 

Demam (>38°C rektal),hipotermia (<37 °C),apneu,bradikardia,letargia,atau nyeri,atau panan pada vaskular yang terlibat dan



Kultur semikuantitatif dari ujung kanula intravaskulartumbuh >15 koloni mikroba



Kultur tidak dilakukan atau hasil negatif

Petunjuk pelaporan ILI :  ILI purulen dikonfirmasi dengan hasil positif kultur semikuantitatif dari ujung kateter,tetapi bila hasil kultur negatif atau tidak ada kultur darah maka dilaporkan sebagai ILI bukan sebagai IADP.  Pelaporan mikroba dari hasil kultur darah sebagai IADP bila tidak ditemukan infeksi lain dari bagian tubuh.  Infeksi intravaskular dengan hasil kultur darah positif dilaporkan sebagai IADP  Penggantian IV LINE untuk dewasa dilakukan setiap 3 (tiga) hari sekali, sedangkan IV LINE untuk bayi dan anak-anak setiap 5 (lima) hari sekali. a.

Survey dilakukan 30 % dari populasi setiap ruangan perawatan.

b. Jika pasien terpasang infus dari luar rumah sakit tidak dilakukan survey. c. Survey dilakukan pada pasien baru sampai beberapa hari hingga jumlah responden terpenuhi. d. Golden standart penegakan kasus infeksi adalah melalui kultur darah ,setiap 3 bulan sekali dilakukan kultur 3 responden setiap ruangan. Cara menghitung ILI Numerator x 1000 = ..........%

28

Denominator Jumlah kasus ILI x 1000 = ........ % Jumlah hari pemakaian alat

Populasi beresiko ILI : 1) Semua pasien yang menggunakan iv line dengan kurun waktu 2x24 jam. 2) Lama

penggunaan

kateter

,lama

hari

rawat

,pasien

dengan

immunocompromise,malnutrisi,luka bakar atau lukaoperasi tertentu. Pencegahan ILI : 1) Lakukan kebersihan tangan aseptik sebelum melakukan tindakan. 2) Gunakan teknik aseptik saat melakukan tindakan. 3) Ganti set infus dan dressing setiap 3 hari sekali atau setiap kali diperlukan (lembab atau kotor ) Lepas atau hentikan akses pemasangan kateter vena sentral sesegera mungkin jika tidak diperlukan lagi.

4. ISK (Infeksi Saluran kemih) Infeksi saluran kemih nosokomial ialah infeksi saluran kemih yang pada pasien masuk rumah sakit belum ada atau tidak dalam masa inkubasi dan didapat sewaktu dirawat atau sesudah dirawat. Kebijakan -

Survey dilakukan 30 % dari populasi setiap ruangan perawatan.

-

Jika pasien terpasang Kateter urine dari luar rumah sakit tidak dilakukan survey.

-

Survey dilakukan pada pasien baru sampai beberapa hari hingga jumlah responden terpenuhi.

Infeksi saluran kemih dapat disebabkan :

29

a. Endogen : - perubahan flora normal. b. Eksogen : - prosedur yang tidak bersih / steril - tangan yang tidak dicuci sebelum prosedur. a) Infeksi Saluran Kemih Simtomatik. Dengan salah satu kriteria dibawah ini :  Salah satu gejala ini : - Demam > 380C - Disuria - Nikuria ( urgency ) - Polakisuria - Nyeri Suprapubik.  Dan biakan urin > 100.000 kuman / ml dengan tidak lebih dari dua jenis mikroorganisme : Dua dari gejala : - Demam 380C - Disuria - Nikuria - Polakisuria - Nyeri Suprapubik dan salah satu tanda : - Tes carik celup ( dipstick ) positif untuk leukosit esterase dan atau nitrit. - Pluria ( 10 lekosit/ml atau > 3 lekosit /LPB pada urine yang tidak disentrifus. - Mikroorganisme positif pada pewarnaan gram pada urine yang tidak disentlifus. - Biakan urine dua kali dengan hasil kuman uropatogen yang sama dengan jumlah > 100.000 kuman/ml dari urin yang diambil secara steril. - Biakan urin dengan hasil satu jenis kuman uropatogen dengan jumlah 100.000 kuman/ml dan pasien diberi antibiotic yang sesuai. - Diagnosis oleh dokter. - Dokter memberikan terapi antibiotika yang sesuai.

30

b) Infeksi saluran kemih asimtomatik Dengan salah satu criteria dibawah ini :  memakai kateter dower selama 7 hari sebelum biakan urin dan tak ada gejala : - Demam 380C - Disuria - Nikuria - Polakisuria - Nyeri suprapubik Biakan urin dengan jumlah > 100.000 kuman/ml urin dengan tak lebih dari dua jenis kuman.  Tidak memakai kateter dower selama 7 hari sebelum biakan urin dengan dua kali hasil biakan >100.000/ml dengan mikroorganisme yang sama yang tak lebih dari dua jenis dan tak ada gejala : - Demam 380C - Disuria - Nikuria - Polakisuria - Nyeri Suprapubik c) Infeksi Saluran Kemih lain infeksi yanga dapat berasal dari ginjal, ureter, kandung kemih, uretra atau jaringan retroperito neal atau rongga perinefrik ) dengan salah satu criteria dibawah ini :  Biakan positif dari cairan atau jaringan yang diambil dari lokasi yang dicurigai.  Ditemukan abses atau tanda infeksi pada pemeriksaan atau operasi atau secara hispatologis.  Dua dari gejala : - Demam 380C - Nyeri local pada daerah yang dicurigai. - Nyeri tekan pada daerah yang bersangkutan.  Dan salah satu dari tanda : - Drenase purulen dari daerah yang dicurigai. - Biakan darah positif - Radiologi terdapat tanda infeksi - Diagnosis dokter - Dokter memberikan terapi antibiotika yang sesuai

31





Pasien berumur < 12 bulan dengan salah satu gejala : - Demam 380C - Hipotermia - Apneu - Bradikardi - Disuria - Letargi - Muntah Dan salah satu dari tanda : - Drenase purulen dari daerah yang dicurigai. - Biakan darah positif - Radiologi terdapat tanda infeksi - Diagnosis dokter - Dokter memberikan terapi antibiotika yang sesuai.

d) Infeksi Saluran Kemih pada neonatus - Bayi tampak tidak sehat, kuning, muntah, hipertermi/ hipotermi, gagal tumbuh ( gejala sama dengan sepsis ). - Infeksi ini dapat pula disebabkan oleh sepsis. - Laboratorium : pemeriksaan mikroskopik dan biakan urin dari punksi suprapubik. Biakan urin positif kalau ditemukan kuman lebih dari 100.000/ml urin. e) Infeksi Saluran Kemih pada Anak - Dapat dengan atau tanpa gejala. Makin muda usia anak makin tidak khas. - Gejala : panas, nafsu makan berkurang, gangguan pertumbuhan, kadang – kadang diare atau kencing yang sangat berbau. - Pada usia prasekolah gejala klinis berupa sakit perut, muntah, panas, sering kencing dan ngompol. Pada anak yang lebih besar gejala spesifik makin jelas seperti ngompol, sering kencing, sakit waktu kencing atau nyeri pinggang. - Gejala infeksi timbul sesudah dilakukan punksi suprapubik, kateterisasi buli – buli. - Apabila biakan kuman dalam urin pada waktu masuk dan saat diperiksa berbeda. - Diagnosis : Klinik dan laboratorik.

32

-

Laboratorik : hasil biakan urin yang diambil melalui suprapubik dikatakan positif apabila jumlah kuman sama atau lebih dari 200/ml urin. Dan apabila melalui urin pancaran tengah atau kateterisasi kandung kemih maka jumlah kuman dalam urin 100.000 atau lebih/ml urin. - Pemeriksaan lainnya : sediment urin terdapat piuria. 5. Infeksi Aliran Darah Primer ( IADP ) Infeksi Aliran Darah Primer adalah infeksi aliran darah yang timbul tanpa ada organ atau jaringan lain yang dicurigai sebagai sumber infeksi. Criteria infeksi aliran darah primer dapat ditetapkan secara klinis dan laboratories dengan gejala: a. Klinis 1) Untuk Dewasa dan anak > 12 bulan. Ditemukan salah satu diantara gejala berikut tanpa penyebab lain : - Suhu > 380C, bertahan minimal 24 jam dengan atau tanpa pemberian antipiretika. - Hipotesi, sistolik < 90 mmHg. - Oliguri, jumlah urin < 0,5 cc/kbBB/jam - Tidak ada tanda – tanda infeksi di tempat lain. - Telah diberikan antimikroba sesuai dengan sepsis. Catatan :  Suhu badan diukur secara aksiler selama 5 menit dan diulang setiap 3 jam,  Apabila pasien menunjukkan gejala, suhu tubuh diukur secara oral atau rectal. 2) Untuk bayi umur 12 bulan. Ditemukan salah satu gejala / tanda berikut tanpa penyebab lain : - Demam > 380C - Hipotermi < 370C - Apnea - Bradikardi < 100x/mnt - Tidak terdapat tanda – tanda infeksi ditempat lain. - Diberikan terapi antimikroba sesuai dengan sepsis. 3) Untuk Neonatus Dinyatakan menderita infeksi aliran darah primer apabila terdapat 3 atau lebih diantara enam gejala berikut : - Keadaan umum menurun antara lain : malas minum, hipotermi (< 370C) hipertermi ( 380C ) dan sklerema.

33

-

Sistem kardiovaskuler antara lain : tanda renjatan yaitu takikardi, 160/mnt atau bradikardi, 100/mnt dan sirkulasi perifer buruk. - Sistem pencernaan antara lain : distensi lambung, mencret, muntah dan hepatomegali. - Sistem pernafasan antara lain : nafas tak teratur, sesak, apnea dan takipnea. - Sistem saraf dan pusat antara lain : hipertermi otot, iritabel, kejang dan letargi. - Manifestasi hematology antara lain : pucat, kuning, splenomegali dan perdarahan. - Biakan darah tidak dikerjakan atau dikerjakan tetapi tidak ada pertumbuhan kuman. - Tidak terdapat tanda – tanda infeksi ditempat lain. - Diberikan terapi antimikroba sesuai dengan sepsis. b) Laboratorik Untuk orang dewasa dan anak umur > 12 bulan. Ditemukan satu diantara 2 kriteria berikut : 1) Kuman pathogen dari biakan darah dan kuman tersebut tidak ada hubungannya dengan infeksi ditempat lain. 2) Ditemukan satu diantara gejala klinis berikut : - Demam > 380C. - Menggigil - Hipotensi - Oliguri Dan Satu diantara tanda berikut : - Terdapat kontaminan kulit dari 2 biakan berturut – turut dan kuman tersebut tidak ada hubungannya dengan infeksi ditempat ( organ / jaringan ) lain. - Terdapat kontaminan kulit dari biakan darah pasien yang menggunakan alat intravascular ( kateter intravena) dan dokter telah memberikan antimikroba yang sesuai dengan sepsis. Untuk bayi < 12 bulan, ditemukan satu diantara gejalaberikut: - Demam > 380C - Hipotermi < 370C - Apnea

34

-

-

-

Bradikardi < 100/mnt Dan Satu diantara tanda berikut : Terdapat kontaminan kulit dari 2 biakan berturut – turut dan kuman tersebut tidak ada hubungannya dengan infeksi ditempat ( organ / jaringan lain ) Terdapat kontaminan kulit dari biakan darah pasien yang menggunakan alat intravaskuler ( kateter intravena ) dan dokter telah memberikan antimikroba yang sesuai dengan infeksi CATATAN : Untuk neonatus digolongkan infeksi nosokomial apabila : 1) Pada partus normal di rumah sakit infeksi terjadi setelah lebih dari 3 hari. 2) Terjadi 3 hari setelah partus patologik, tanpa didapatkan pintu masuk kuman. 3) Pintu masuk kuman jelas misalnya luka infuse.

Cara penghitungan : Numerator x 1000 = ..........% Denominator Jumlah kasus ISK x 1000 = ........ % Jumlah hari pemakaian alat kateter urine 6.

ILO (Infeksi Luka Operasi) Pengertian SSI a. ILO superfisial terjadi bila insisi hanya pada kulit dan jaringan bawah kulit (subkutan) b. ILO profunda bila insisi terjadi mengenai jaringan lunak yang lebih dalam (fasia dan lapisan otot) c. ILO organ bila insisi dilakukan pada organ atau mencapai rongga dalam tubuh. Kebijakan

35

a. Kriteria ILO superfisial : -

Infeksi yang terjadi dalam kurun waktu 30 hari setelah tindakan operasi.

-

mengenai hanya pada kulit dan jaringan bawah kulit (subkutan)

-

Terjadi hal-hal sebagai berikut : 

Drainase bahan purulen dari insisi superficial



Dapat diisolasi kuman penyebab dari biakan cairan atau jaringan yang diambil secara aseptic dari tempat insisi superficial.



Sekurang kurangnya terdapat : - satu tanda atau gejala infeksi sbb: rasa nyeri, pembengkakan yang terlokalisir, kemerahan, atau hangat pada perabaan. - insisi superficial terpaksa harus dibuka oleh dr bedah dan hasil biakan positif atau tidak dilakukan biakan. Hasil biakan yang negatif tidak memenuhi kriteria ini.



Diagnosi ILO superficial oleh dokter bedah atau dokter yang menanggani pasien tersebut.

b. Faktor Risiko ILO - Kondisi pasien sendiri misalnya: usia, obesitas, penyakit berat, ASA Score, karier MRSA, lama rawat pra operasi, malnutrisi, DM, penyakit keganasan. - Prosedur operasi : Cukur rambut sebelum operasi, jenis tindakan, antibiotik profilaksis, lama operasi, tindakan lebih dari 1 jenis, benda asing, transfusi darah.

Infeksi luka operasi. c. Survey dilakukan 30 % dari populasi setiap ruangan perawatan. d. Jika pasien tindakan operasi dari luar rumah sakit tidak dilakukan survey.

36

e. Survey dilakukan pada pasien baru sampai beberapa hari hingga jumlah responden terpenuhi.

Kategori resiko : 1. Jenis luka 

Luka bersih dan bersih kontaminasi skor : 0



Luka bersih kontaminasi dan kotor skor : 1

Keterangan : - luka bersih : nontrauma ,operasi luka tidak infeksi,tidak membuka saluran pernapasan dan genitourinari. - Bersih kontaminasi : operasi yang membuka saluran pernapasan dan genitourinari . - Kontaminasi luka terbuka : trauma terbuka . - kotor dan infeksi : trauma terbuka,kontaminasi fecal. 2. Lama operasi : waktu mulai dibuka insisi sampai penutupan kulit. Setiap jenis operasi berbeda lama opearasinya 

Lama operasi sesuai atau kurang dengan waktu yang ditentukan. Skor 0



Bila lebih dari waktu yang ditentukan skor : 1.

3. ASA score . 

ASA 1-2,skor :0



ASA 3-5, skor :1

= X/Y x 100% X : jumlah kasus infeksi yang terjadi dalam waktu tertentu. Y : jumlah pasien operasi pada waktu tertentu.

Pencegahan ILO : 1. Pra bedah.. a. Persiapan pasien sebelum operasi.

37



Jika ditemukan tanda -tanda

sembuhkan dulu infeksinya sebelum hari

operasielektif dan jika perlu ditunda sampai tidak ada infeksi. 

Jangan mencukur rambut , pencukuran hanya dilakukan bila daerah sekitar operasi terdapat rambut yang dapat mengganggu jalannya operasi (pencukuran dilakukan 1 jam sebelum operasi dengan menggunakan alat cukur elektric.



Kendalikan kadar gula darah pada pasn diabetes dan hindari kadar gula darah yang terlalu rendah sebelum operasi.



Sarankan pasien untuk berhenti merokok min 30 hari sebelum hari elektif operasi.



Mandikan pasien dengan cairan sabun yang mengandung chlorhexidine 2 % min 1 jam sebelum operasi. b. Antiseptik tangan dan lengan untuk tim bedah :



Kuku harus pendek dan jangan menggunakan kuku palsu.



Lakukan kebersihan tangan bedah dengan chlorhexidine 4 % setelah kebersihan tangan tangan harus tetap mengarah ke atas dan dijauhkan dari tubuh agar air mengalir dari ujung jari menuju siku,keringkan tangan dengan handuk steril ,pakai saung tangan dan gaun steril.

c. Tim bedah yang terinfeksi atau terkolonisasi. 

Anjurkan agar melapor jika terdapat tanda infeksi agar mendapatkan pengobatan.

d. Profilaksis anti mikroba . 

Pemberian anti mikroba hanya bila diindikasikan dan pilihlah yang paling efektif terhadap patogen yang umum yang menyebabkan ILO pada operasi jenis tersebut yang direkomendasikan.



Berikan dosis profilaksi awal melalui intravena 1 jam sebelum operasi sehingga sat dioperasi konsentrasi bakterisida pada serum dan jaringan maximal.

2. Intra Bedah. a. Ventilasi . 

Pertahankan tekanan (+) ruangan kamar bedah .

38



Jangan menggunakan fogging dan sinar UV dikamar operasiuntuk mencegah ILO.



Pintu kamar bedah harus selalu tertutup kecuali diperlukan untuk lewatnya peralatan bedah.



Batasi jumlah orang yang masuk kamar bedah.

b. Membersihkan dan desinfeksi permukaan lingkungan. 

Bila tampak darah atau cairan tubuh lain gunakan chlorine 0,5 % dan biarkan 10 menit kemudian bersihkan cairan tadi .



Tidak perlu pembersihan khusus /penutupan kamar bedah setelah selesai operasi kotor.



Pel dan keringkan lantai kamar bedah dengan menggunakan detergennt normal.

c. Sterilisasi instrumen bedah. 

Sterilisasikan instrumen bedah sesuai petunjuk.



Laksanakan sterilisasi kilat hanya untuk instrumen yang harus digunakan segera seperti instrumen jatuh saat operasi.

d. Pakaian bedah /drapes . 

Pakai masker bedah dan tutupi mulut dan hidung bila memasuki kamar bedah saat operasi berjalan .



Pakai tutup kepala untuk menutupi rambut dikepala.



Jangan menggunakan caver shoes untuk mencegah ILO Ganti gaun bila tampak kotor dan terkontaminasi percikan cairan tubuh pasien.



Gunakan gaun dan drape yang kedap air.

e. Teknik aseptik dan bedah. 

Lakukan teknik aseptik saat melakukan pemasangan CVP,kateter anestesi spinal / epidural/ dan bila menyiapkan obat- obatan steril.



Siapkan peralatan dan larutan steril sasaat sebelum digunakan.



Perlakukan

jaringan

dengan

lembut

dan

lakukan

homeostasis

yang

efektif,minimalkan jaringanyang mati atau ruang kosong (dead space) pada lokasi operasi.

39



Bila diperlukan drainage gunakan drain penghisap tertutup,letakan drain pd lokasi tubuh yang terpisahdari insisi tubuh,lepas drain sesegera mingkin bila sudah tidahk dibutuhkan.

3. Paska Bedah; 

Jika terjadi rembesan darah atau cairan pada daerah operasi segera laukakan penggantian verban.



Lakukan mobilisasi sedini mungkin.



Pendidikan kesehatan pada pasien dan keluarga untuk mengkonsumsi makanan bergizi.

II. Kebersihan tangan. Pedoman menkebersihan tangan telah memberikan anjuran tentang kapan dan bagaimana melakukan kebersihan tangan atau menggosok tangan untuk pembedahan, telah mengalami perubahan secara cepat pada masa 15 tahun terakhir, dengan munculnya AIDS pada tahun 1980 an. Kebersihan tangan dengan sabun biasa dan air sama efektifnya dengan kebersihan tangan memakai sabun antimicrobial (Pereira, Lee dan Wade 1990). Pittet dan kawan-kawan pada tahun 2000, melaporkan hasil penelitian tentang kepatuhan tenaga kesehatan dalam menkebersihan tangan, bahwa ada 4 alasan mengapa kepatuhan menkebersihan tangan masih kurang, yaitu:

40

   

Skin irritation Inaccessible handwashing supplies Being too bussy No thinking abut it

Kepatuhan menkebersihan tangan di ICU (Spraot, I,J, 1994) kurang dari 50%, sedangkan Galleger 1999 melaporkan bahwa kepatuhan menkebersihan tangan tersebut : Individu Dokter Perawat Tenaga kesehatan lainya Mahasiswa perawat

Patuh % Tidak Patuh % 33 36 43 0

67 64 57 100

Kegagalan untuk melakukan kebersihan dan kesehatan tangan yang tepat dianggap sebagai sebab utama infeksi nosokomial yang menular dan penyebaran mikroorganisme multiresisten serta diakui sebagai kontributor yang penting terhadap timbulnya wabah (Boyce dan Pittet, 2002), hal ini disebabkan karena pada lapisan kulit terdapat flora tetap dan sementara yang jumlahnya sangat banyak. Flora tetap hidup pada lapisan kulit yang lebih dalam dan juga akar rambut, tidak dapat dihilangkan sepenuhnya, walaupun dengan dicuci dan digosok keras. Flora tetap, berkemungkinan kecil menyebabkan infeksi nosokomial, namun lapisan dalam tangan dan kuku jari tangan sebagian besar petugas dapat berkolonisasi dengan organisme yang dapat menyebabkan infeksi seperti : s.Auresus, Basili Gram Negative, dan ragi. Sedangkan flora sementara, ditularkan melalui kontak dengan pasien, petugas kesehatan lainya, atau permukaan yang terkontaminasi. Organisme ini hidup pula pada permukaan atas kulit dan sebagian besar dapat dihilangkan dengan mencucinta memakai sabun biasa dan air. Organisme inilah yang sering menyebabkan infeksi nosokomial (JHPIEGO, 2004). 

Kebersihan tangan adalah Proses membuang kotoran dan debris secara mekanis dari kulit kedua belah tangan dan mereduksi jumlah mikroorganisme transient dengan menggunakan bahan tertentu.



Flora transien dan flora residen pada kulit .

41

Flora transien pada tangan diperoleh melalui kontak dengan pasien ,petugas lain,atau permukaan lingkungan (meja,tensi,stetoskop atau toilet),organisme ini tinggal dilapisan luar kulit dan terangkat saat kebersihan tangan.Flora residen tinggal dilapisan kulit yang lebih dalam serta didalam folikel rambut dan tidak hilang seluruhnya saat dilakukan pencucian

dan

pembilasan

keras

dengan

sabun

dan

air

mengalirUntungnya pada sebagian kasus ,flora residen kemungkinan kecil terkait dengan penyakit infeksi menular melalui udara seperti flu burung .Tangan atau kuku petugas kesehatan dapat terkolonisasi pada lapisan dalam oleh organisme yang menyebabkan infeksi seperti S .Aureus,batang gram negatif. 

Sabun Produk pembersih yang bergua untuk menurunkan tegangan permukaan sehingga membantu melepaskan kotoran,debris dan mikroorganisme yang meempel sementara di tangan.sabun biasa memerlukan gosokan untuk melepaskan mikroorganisme secara mekanik,sementara sabun anti septik disamping membersihkan juga dapat membunuh kuman



Agen antiseptik Bahan kimia yang digunakan untuk menghambat atau membunuh mikroorganisme baik yang transien atau residen.



Emolient Cairan organik seperti gliserol,propilen glikol atau sorbitol yang ditambahkan pada handrub berguna sebagai melunakkan kulit dan membantu mencegah kerusakan kulit.



Air mengalir Air yang secara alami atau kimia yang digunakan untuk kebersihan tangan merupakan air bersih bebas mikroorganisme ,memiliki turbiditas rendah (jernih ,tidak berbau )

42

Tujuan. 1. Membersihkan kedua tangan dari kotoran , 2. Mereduksi jumlah microorganisme transient 

Jenis kebersihan tangan ada 4 macam; 1. Kebersihan tangan surgical. 2. Kebersihan tangan Aseptik 3. Kebersihan tangan sosial 4. Kebersihan tangan handrub



5 moment kebersihan tangan : 1. Sebelum menyentuh pasien. 2. Sebelum melakukan tindakan aseptik. 3. Setelah tersentuh cairan tubuh pasien. 4. Setelah menyentuh pasien. 5. Setelah menyentuh lingkungan disekitar pasien



Menggunakan 6 langkah kebersihan tangan 1. Petugas menggosok punggungdan sela-sela jari tangan kiri dengan tangan kanan dan sebaliknya.sebanyak 4x 2. Petugas menggosok keduatelapak tangan dan sela-sela jari sebanyak 4x. 3. Jari –jari sisi dalam dari keduatangan petugas salingmengunci sebanyak 4x 4. Petugas menggosok ibujari berputardalam genggaman tangankanan dan lakukan sebaliknya sebanyak 4x 5. Petugas menggosok dengan memutarujungjari– jari di telapak tangan kiri dansebaliknya sebanyak 4x 6. Petugas menggosok dengan memutarujungjari– jari di telapak tangan kiri dansebaliknya sebanyak

Hal yang perlu diperhatikan dalam kebersihan tangan: 1.

Kuku harus seujung jari tangan.

43

2.

Cat kuku tidak diperkenankan

3.

Bila tangan luka atau tidak intak ,harus diobati dan dibalut dengan balutan yang kedap air.

4.

Jam tangan dan cicncin tidak diperkenankan dipakai

5. III.

ALAT PELINDUNG DIRI

Protective barrier umumnya diacu sebagai Alat Pelindung Diri (APD), telah digunakan bertahun-tahun lamanya untuk melindungi pasien dari mikroorganisme yang terdapat pada staf yang bekerja pada suatu unit perawatan kesehatan. Akhir-akhir ini, adanya AIDS dan HCV dan resurgence tuberkulosis di banyak negara, memicu penggunaan APD menjadi sangat penting untuk melindungi staf . Termasuk Alat pelindung Diri a.l: sarung tangan, masker/respirator, pelindung mata (perisai muka, kacamata), kap, gaun, apron dan barang lainnya. Di banyak negara kap, masker, gaun dan tirai terbuat dari kain atau kertas. Penahan yang sangat efektif, bagaimanapun, terbuat dari kain yang diolah atau bahan sintetik yang menahan air atau cairan lain (darah atau cairan tubuh) menembusnya. Bahan-bahan tahan cairan ini, bagaimanapun, tidak tersedia secara luas karena mahal. Di banyak negara, kain katun yang enteng (dengan hitungan benang 140/in²) adalah bahan yang sering dipakai untuk pakaian bedah (masker, kap dan gaun) dan tirai. Sayangnya, katun enteng itu tidak memberikan tahanan efektif, karena cairan dapat menembusnya dengan mudah, yang membuat kontaminasi. Kain dril, kanvas dan kain dril yang berat, sebaliknya, terlalu rapat untuk ditembus uap (yaitu, sulit disterilkan), sangat sukar dicuci dan makan waktu untuk dikeringkan. Bila bahan kain, warnanya harus putih atau terang agar kotoran dan kontaminasi dapat terlihat. Macam APD : 1. Masker 2. Sarung tangan 3. Kaca mata, 4. Topi

44

5. Apron/celemek 6. Pelindung kaki 7. Gaun pelindung 8. Helm 1. Sarung tangan. Tujuan memakai sarung tangan : 

Melindungi tangan dari kontak dengan darah,cairan tubuh,secret,eksekreta,mukosa,kulit yang utuh dan benda-benda yang terkontaminasi.

Jenis sarung tangan : a) Sarung tangan steril: 

Digunakan di IKO, poli gigi atau poli bedah



Digunakan saat pembedahan atau prosedur invasif



Penggunaanya sekali pakai.

b) Sarung tangan tidak steril 

Digunakan di rawat inap, IPSRS, kebersihan

 Digunakan saat akan bersentuhan dangan cairan atau mukosa tubuh atau bahan berbahaya c) Sarung tangan rumah tangga 

Digunakan di linen, gizi, IPAL



Digunakan untuk menyentuh bahan bahan yang memerlukan perlakuan khusus (piring yg licin, mencuci linen yang tebal, dll)

3 saat petugas menggunakan sarung tangan :

45

1) Sebagai barieer protekif dan mencegah kontaminasi yang berat (saat akan menyentuh cairan tubuh,sekresi,ekskresi,mukosa membran dan kulit yang tidak utuh. 2) Untuk menghindari transmisi mikroba ditangan petugas ke pada pasien (saat akan melakukan tindakan aseptik atau menangani benda – benda yang terkontaminasi . 3) Untuk mencegah tangan petugas terkontaminasi mikroba dari pasien lain(saat penggunaan sarung tangan yang benar,krn sarung tangan belum tentu tidak berlubang walaupun kecil)

Hal yang harus diperhatikan dalam penggunaan sarung tangan; - Kebersihan tangan sebelum dan sesudah melepas sarung tangan. - Gunakan sarung tangan berbeda untuk setiap pasien . - Hindari jamahan pada benda-benda lain. - Teknik menggunakan dan melepas sarung tangan harus dipahami. 2. Pelindung wajah. - Tujuan : melindungi selaput lendir ,hidung,mulut,dan mata . Jenis alat : - Masker. - Kaca mata. - Face sheild. 3. Masker Jenis masker: a. Masker bedah 

Masker yang digunakan saat pembedahan di kamar operasi, poli gigi, poli bedah, VK

46



Di ganti bila basah atau selesai pembedahan



Masker harus bisa menutupi hidung, muka bagian bawah, rahang dan semua rambut muka



Digunakan untuk menahan tetesan keringat yang keluar sewaktu bekerja ,bicara, batuk atau bersin dan juga untuk mencegah cipratan darah atau cairan tubuh yang terkontaminasi masuk ke dalam hidung atau mulut.

a. Masker khusus 

Digunakan pada saat penanganan pasien, air bone disease, pasien yang mendapatkan imunosupresan atau petugas atau pasien yang sakit batuk.



Digunakan untuk pencegahan penyakit H5N1,TBC di ruang isolasi.



Karena saat ini rumah sakit belum memiliki masker N95 maka untuk penggunakan diruang isolasi TBC menggunakan masker bedah rangkap 2.

b.

Masker biasa.

 Digunakan dalam keiatan sehari- hari kegiatan yang menimbulkan bau (saat pengelolaan sampah,kamar mandi,ipal dll)  Digunakan saat menderita batuk pilek..  Dugunakan saat timdakan perawatan yang menimbulkan bau (personal higiene,Membantu Bab,Bak,perawatan luka) 4. Gogless (kacamata) 

Digunakan untuk melindungi dari cipratan darah atau cairan tubuh lainnya yang terkontaminasi. Pelindung mata termasuk pelindung plastik yang jernih, kacamata pengaman, pelindung muka dan visor.



Digunakan untuk prosedur bedah dan kemoterapi,mengosongkan drinage.

47

5. Apron (Clemek) 

Apron steril digunakan untuk prosedur pembedahan atau yang beresiko terjadi cipratan atau kontak dengan cairan tubuh pasien.



Digunakan untuk melindungi dari cairan atau bahan kimia di ruang linen , dapur, IPAL, Laboratorium, VK.



Saat menangani pencucian peralatan bekas digunakan pasien (instrumen,urinal,pispot,bemgkok dll)

6. Gaun. Tujuan : - Melindungi petugas dari kemungkinan genangan atau percikan darah atau cairan tubuh lainnya yang dapat mencemari baju. Jenis Gaun : - Gaun pelindung tidak kedap air. - Gaun pelindung kedap air. - Gaun steril. - Gaun non steril. Indikasi penggunaan gaun : - Tindakan atau penanganan alat yang memungkinkan pencemaran /kontaminasi pada pakaian petugas seperti ;  Seperti membersihkan luka bakar.  Tindakan drainage.  Menuangkan cairan terkontaminasi ke dalam lubang pembuangan WC atau Toilet.  Menangani pasien perdarahan masif.  Tindakan bedah.

48

 Perawatan gigi. - gaun segera diganti jika terkontaminasi cairan tubuh pasien. 6. Pelindung kaki Tujuan : - Melindungi kaki petugas dari tumpahan /percikan darah atau cairan tubuh lainnya dan mencegah dari kemungkinan tusukan benda tajam atau kejatuhannalkes. - Digunakan dalam operasi dan menolong persalinan>  Terbuat dari plastik yang menutupi seluruh ujung dan telapak kaki digunakan untuk melindungi kaki dari: a. Cairan atau bahan kimia yang berbahaya b. Bahan atau peralatan yang tajam 7. Topi (penutup kepala) 

Digunakan untuk melindungi rambut dan kepala dari cairan tubuh atau bahan berbahaya.



Mencegah jatuhnya mikroorganisme yang ada di rambut dan kulit kepala petugas terhadap alat-alat di daerah steril dan juga sebaliknya melindingi kepala petugas dari bahan – bahan berbahaya dari pasien.



Digunakan saat melakukan tindakan yang memerlukan area steril yang luas (operasi,pemasangan kateter vena sentral.)

8. Helm 

Terbuat dari plastik



Digunakan untuk melindungi kepala dan digunakan pekerjaan yang berhubungan dengan bangunan.

49

9. Kegiatan lainya tentang kapan kebersihan tangan dan penggunaan alat pelindung dilakukan ? No. Kegiatan Cuci Sarung Jubah/ Masker/ tangan tangan Celemek Google Steril biasa Perawatan umum 1.

Tanpa luka  Memandikan bedding  Reposisi 2. Luka terbuka  Memandikan bedding  Reposisi 3. Perawatan perianal 4. Perawatan mulut 5. Pemeriksaan fisik 6. Penggantian balutan  Luka operasi  Luka decubitus  Central line  Arteri line  Cateter intravena Tindakan Khusus. 7. 8. 9. 10.

Pasang cateter urine Ganti bag urine / ostomil Pembilasan lambung Pasang NGT

/

/













K/P

√ √ √ √

√ √ √ K/P

K/P √ K/P

K/P

K/P K/P K/P K/P K/P

K/P K/P K/P K/P K/P

K/P K/P K/P

K/P K/P K/P √ K/P

√ √ √ √ √

√ √ √ √

√ √ √ √





√ √ √

50

11. Mengukur suhu axilia 12. Mengukur suhu rectal 13. Kismia 14. Memandikan jenazah Perawatan saluran nafas

√ √ √ √

K/P √ √ √

15. Tubbing ventilator 16. Suction 17. Mengganti plaster ETT 18. Perawatan TT 19. PF dengan stethoscope 20. Resusitasi 21. Airway management Perawatan Vasculer

√ √ √ √ √ √ √

√ √ √

22.

Pemasangan infuse



23.

Pengambilan darah vena



24.

Punksi arteri



25. 26. 27.

Penyuntikan IM / IV / SC Penggantian botol infuse Pelesapan dan penggantian selang infuse Percikan darah / cairan tubuh Membuang sampah medis Penanganan alat tenun.

√ √ √



√ √ √

√ √ √

28. 29. 30.

IV.

Lebih baik Lebih baik Lebih baik

K/P K/P

K/P K/P

K/P K/P K/P K/P

√ K/P √ K/P √√

K/P √ √

√ √

√√



K/P

K/P



K/P

K/P



K/P

K/P

√ √ √

K/P



Sterilisasi Adalah membunuh semua mikroorganisme, termasuk endospora bakterial

AdalaPenguapan bertekanan tinggi yang menggunakan suatu otoklaf atau dry heat dengan menggunakan oven adalah metode yang paling tersedia saat ini yang digunakan untuk proses sterilisasi.

51

Sterilisasi uap tekanan tinggi adalah metode sterilisasi yang paling murah dan efektif, tetapi juga paling sulit untuk dilakukan secara benar (Gruendemann dan Mangum 2001). Pada umumnya sterilisasi ini adalah metode pilihan untuk mensterilisasi instrumen dan alat-alat lain yang digunakan pada berbagai fasilitas pelayanan kesehatan. Bila aliran listrik bermasalah, instrumen-instrumen dapat disterilisasi dengan sebuah sterilisator uap nonelektrik dengan menggunakan minyak tanah atau bahan bakar lainnya sebagai sumber panas. Kondisi Standar Sterilisasi Panas Sterilisasi uap (Gravitas): Suhu harus berada pada 121ºC; tekanan harus berada pada 106 kPa; 20 menit untuk alat tidak terbungkus 30 menit untuk alat terbungkus. Atau pada suhu yang lebih tinggi pada 132ºC, tekanan harus berada pada 30 lbs/in²; 15 menit untuk alat terbungkus. Catatan: Setting tekanan (Kpa atau lbs/in²) dapat agak berbeda bergantung pada sterilisator yang digunakan. Bila mungkin, ikuti anjuran pabrik. Panas kering: 

170ºC selama 1 jam (total cycletime-meletakkan instrumeninstrumen di oven, pemanasan hingga 170ºC, selama 1 jam dan kemudian proses pendinginan 2-2,5 jam), atau



160ºC selama 2 jam (total cycle time dari 3-3.5 jam).

Ingat: 

Waktu paparan mulai hanya setelah sterilisator telah mencapai target



Jangan memuat sterilisator untuk alat tidak terbungkus dengan metode ini lebih pendek, hanya butuh waktu 4 menit. Metode kilat ini biasanya digunakan untuk alat-alat individual.

Kegiatan di unit CSD :

52

1. Unit CSSD berada diinstalasi kamar operasi 2. Jam penerimaan bahan yang akan disteril lagi dari ruangan  Pagi pukul 07.00-08.00 WITA  Siang pukul 14.00 -15.00 WIB 3. Ruangan CSD terdiri dari 4 area, seperti yang terlihat pada. Area ini adalah: a. Area penerimaan/pembersihan “hal-hal kotor”, Di area ini, peralatan kotor diterima, dibongkar dicuci, dibilas dan dikeringkan. Area penerimaan/pembersihan “hal-hal kotor” harus memiliki: 

sebuah konter penerimaan;1



dua sinks bila mungkin (satu untuk membersihkan dan satu untuk membilas) dengan suplai air bersih; dan



sebuah konter peralatan yang bersih untuk pengeringan Area kerja “bersih”

b.

Di area kerja bersih, peralatan bersih: 

diperiksa barangkali ada catat atau kerusakan;



dipak (bila terindikasi), baik disterilisasi maupun DTT; dan



dikirim untuk disimpan seperti dalam bentuk dipak atau dianginanginkan untuk dikeringkan dan dimasukkan dalam wadah steril atau DTT.

Area kerja bersih harus mempunyai: 

meja besar;

53



rak-rak penyimpanan peralatan bersih dan yang sudah dipak; dan



sterilisator uap tekanan tinggi, oven panas tinggi, steamer, atau boiler.

c.

Area penyimpanan peralatan bersih, dan Simpanlah peralatan bersih di area ini. Staf CSD juga harus memasuki CSD melalui area ini. Lengkapi peralatan area ini dengan: 

rak-rak (lebih baik tertutup) untuk menyimpan peralatan bersih, dan ruangan tersendiri.

d. Area penyimpanan steril atau DTT. Simpanlah pak-pak yang sudah disterilisasi dan wadah tertutup yang steril atau DTT di area ini, pisahkan dari daerah suplai steril pusat. 

Batasi akses ke area penyimpanan ini dan/atau simpanlah peralatan di kabinet atau rak-rak yang tertutup. (Rak-rak atau kabinet yang tertutup lebih baik karena hal ini melindungi pak-pak dan wadahwadah dari debu dan debris. Rak-rak terbuka dapat diterima apabila area ini punya akses terbatas dan urusan rumah tangga dan ventilasi terkontrol.)



Menjaga area penyimpanan tetap bersih, kering, bebas debu dan bebas kain tiras (lint-free) sesuai dengan jadwal urusan rumah tangga reguler.



Pak-pak dan wadah-wadah dengan peralatan steril atau DTT harus disimpan dengan jarak 20 hingga 25 cm dari lantai, 45-50 cm dari langit-langit, dan 15-20 cm dari dinding luar.



Jangan mempergunakan kardus untuk tempat penyimpanan. (Kardus melepaskan debu dan debris serta dapat menjadi sarang serangga.)

54

55

e.

area penyimpanan steril atau DTT. Simpanlah pak-pak yang sudah disterilisasi dan wadah tertutup yang steril atau DTT di area ini, pisahkan dari daerah suplai steril pusat. 

Batasi akses ke area penyimpanan ini dan/atau simpanlah peralatan di kabinet atau rak-rak yang tertutup. (Rak-rak atau kabinet yang tertutup lebih baik karena hal ini melindungi pak-pak dan wadah-wadah dari debu dan debris. Rak-rak terbuka dapat diterima apabila area ini punya akses terbatas dan urusan rumah tangga dan ventilasi terkontrol.)



Menjaga area penyimpanan tetap bersih, kering, bebas debu dan bebas kain tiras (lint-free) sesuai dengan jadwal urusan rumah tangga reguler.



Pak-pak dan wadah-wadah dengan peralatan steril atau DTT harus disimpan dengan jarak 20 hingga 25 cm dari lantai, 45-50 cm dari langit-langit, dan 15-20 cm dari dinding luar.



Jangan mempergunakan kardus untuk tempat penyimpanan. (Kardus melepaskan debu dan debris serta dapat menjadi sarang serangga.)



Buatlah tanggal dan rotasi suplai. Proses ini berfungsi sebagai peringatan bahwa paket itu rentan atas proses kontaminasi dan menghemat ruang penyimpanan, tetapi hal ini tidak menjamin sterilitas.



Pak-pak akan tetap steril sepanjang integritas paket itu dipertahankan.



Wadah-wadah steril atau DTT tetap dalam kondisi tersebut hingga dibuka.



Barang steril dan DTT dari area ini didistribusikan

Sistem Shelf Life: 

Shelf life dari peralatan steril yang dipak terkait dengan peristiwa dan bukan terkait dengan waktu. Sebuah peristiwa dapat membahayakan integritas dan efektivtas pak tersebut.



Peristiwa yang dapat membahayakan atau menghancurkan sterilitas pak mencakup berbagai penanganan, berkurangnya integritas pak, penetrasi kelembaban, dan kontaminasi udara.



Sterilitas hilang ketika pak telah terkoyak di pembungkusnya, telah basah, terjatuh di lantai, berdebu atau tidak tersegel.



Shelf life sebuah pak steril akan bergantung pada kualitas pengepakan, kondisi

56

4. Area Penyimpanan Steril atau DTT Simpanlah pak-pak yang sudah disterilisasi dan wadah tertutup yang steril atau DTT di area ini, pisahkan dari daerah suplai steril pusat. 

Batasi akses ke area penyimpanan ini dan/atau simpanlah peralatan di kabinet atau rak-rak yang tertutup. (Rak-rak atau kabinet yang tertutup lebih baik karena hal ini melindungi pak-pak dan wadah-wadah dari debu dan debris. Rak-rak terbuka dapat diterima apabila area ini punya akses terbatas dan urusan rumah tangga dan ventilasi terkontrol.)



Menjaga area penyimpanan tetap bersih, kering, bebas debu dan bebas kain tiras (lint-free) sesuai dengan jadwal urusan rumah tangga reguler.



Pak-pak dan wadah-wadah dengan peralatan steril atau DTT harus disimpan dengan jarak 20 hingga 25 cm dari lantai, 45-50 cm dari langit-langit, dan 15-20 cm dari dinding luar.



Jangan mempergunakan kardus untuk tempat penyimpanan. (Kardus melepaskan debu dan debris serta dapat menjadi sarang serangga.)



Buatlah tanggal dan rotasi suplai. Proses ini berfungsi sebagai peringatan bahwa paket itu rentan atas proses kontaminasi dan menghemat ruang penyimpanan, tetapi hal ini tidak menjamin sterilitas.



Pak-pak akan tetap steril sepanjang integritas paket itu dipertahankan.



Wadah-wadah steril atau DTT tetap dalam kondisi tersebut hingga dibuka.



Barang steril dan DTT dari area ini didistribusikan

57

Sistem Shelf Life: 

Shelf life dari peralatan steril yang dipak terkait dengan peristiwa dan bukan terkait dengan waktu. Sebuah peristiwa dapat membahayakan integritas dan efektivtas pak tersebut.



Peristiwa yang dapat membahayakan atau menghancurkan sterilitas pak mencakup berbagai penanganan, berkurangnya integritas pak, penetrasi kelembaban, dan kontaminasi udara.



Sterilitas hilang ketika pak telah terkoyak di pembungkusnya, telah basah, terjatuh di lantai, berdebu atau tidak tersegel.



Shelf life sebuah pak steril akan bergantung pada kualitas pengepakan, kondisi selama penyimpanan dan pengangkutan, dan jumlah penanganan sebelum digunakan.



Menyegel pak-pak steril di kantong-kantong plastik dapat mencegah kerusakan dan kontaminasi.



Sebagian besar peristiwa yang berkontaminasi terkait dengan penanganan pak secara berlebihan atau kurang tepat. Idealnya sebuah peralatan harus ditangani tiga kali: (1) ketika mengeluarkan dari sterilizer cart dan menempatkan di rak penyimpanan, (2) ketika mengangkutnya ke tempat peralatan itu akan digunakan, dan (3) ketika memilihnya dibuka untuk digunakan.

Lima

faktor

yang

kemungkinan

besar

menghancurkan

sterilitas

atau

membahayakan efisiensi barier bakterial atas materi yang sedang dipak adalah: 

Bakteri di udara



Debu



Kelembaban



Berlubang, pecah atau terkoyak segelnya



Terbukanya pak tersebut.

58



Sebelum menggunakan peralatan yang telah disimpan, periksalah pak tersebut untuk memastikannya tidak terkontaminasi.

Penanganan dan Pengangkutan Instrumen dan Peralatan Lainnya 

Pisahkan instrumen dan peralatan lain yang bersih, steril, dan DTTdari peralatan kotor dan peralatan yang harus dibuang. Jangan memindahkan atau menyimpan peralatan ini bersama-sama.



Memindahkan instrumen dan peralatan lain yang steril dan DTT ke prosedur atau ruang operasi dengan kereta tertutup atau wadah dengan penutup untuk mencegah kontaminasi.



Pindahkan suplai dari seluruh karton dan kotak pengiriman sebelum membawa suplai ini ke dalam ruang prosedur, ruang operasi, atau area kerja CSD yang bersih. (Shipping boxes mengeluarkan debu dan menjadi tempat bersarang serangga yang dapat mengontaminasi area ini.)



Mengangkut suplai dan instrumen kotor ke area penerimaan/pembersihan di CSD dengan tong sampah tertutup dan antibocor.



Mengangkut sampah yang terkontaminasi ke tempat pembuangan dengan tong sampah tertutup dan antibocor.



(Untuk informasi tambahan berkenaan dengan penanganan dan pengelolaan peralatan yang akan dibuang)

59

Pemeriksaan indikator mutu sterilisasi : 1. Indikator mekanik 2. Indikator Kimia 3. Indikator biologi 4. Indikator mikrobiologi

Sumber : Perkins 1983 V. Dekontaminasi merupakan langkah pertama dalam menangani alat bedah dan sarung tangan yang telah tercemar. Hal penting sebelum membersihkan adalah mendekontaminasi alat dan benda lain yang mungkin terkena darah atau duh tubuh. Segera setelah digunakan, alat harus direndam di larutan klorin 0,5% selama 10 menit. Langkah ini dapat menginaktivasi HBV, HCV, dan HIV serta dapat mengamankan petugas yang membersihkan alat tersebut (AORN 1990; ASHCSP 1986).

Sudah lebih dari 20 tahun, dekontaminasi terbukti dapat mengurangi derajat kontaminasi oleh kuman pada instrumen bedah. Misalnya, studi yang dilakukan oleh Nyström (1981) menemukan kurang dari 10 mikroorganisme pada 75% dari alat yang tadinya tercemar dan dari 100 mikroorganisme pada 98% alat yang telah dibersihkan dan didekontaminasi. Berdasarkan penemuan ini, sangat dianjurkan agar alat dan benda-benda lain yang dibersihkan dengan tangan, didekontaminasi terlebih dulu untuk meminimalkan risiko infeksi . Proses desinfeksi barang use yang di reuse Proses desinfeksi alat medis dapat dikategorikan menjadi : Tingkat Penerapan

Proses

Penyimpanan

Contoh alat

60

resiko Kritis

Semi kritis

Alat yg Sterilisasi masuk,penetrasi steam,sterad dalam jaringan atau DDT steril,rongga,aliran darah

Sterilisasi harus dijaga : -bungkusan alat harus kering. -kemasan tidak robek -Bungkusan harus dibuat dengan menghambat bioefektif selama penyimpanan. .simpan alat steril pada area steril guna melindungi dari kontaminasi lingkungan. -Alat steril yang tidak dibungkus harus segera dipakai

-Alat yang digunakan untuk tindakan invasif.

Alat yang kontak dengan selaput lendir

Simpan pada daerah bersih dan kering guna melindungi dari kontaminasi lingkungan

Alat yang berhubungan dengan respiratori : -LM laringeal mask. -Vaginal speculum. -endotrakeal non kinkin. -probe invasif ultrasonic (trans vaginal probe). -Fleksible

Sterilsasi steam/termal dan dengan cairan desinfektan tingkat tinggi

61

Non kritis

Alat yang kontak dengan kulit

Bersihkan alat dengan menggunakan detergent dan air .jika menggunakan desinfektan gunakan yang compatibel

Simpan dalam keadaan bersih ditempat yang kering

*colonoscope - Breast pump -alatnon invasif equipment: * Bedpan dan urinal. * Manset tekanan darah. * bed * Termometer. * Tourniket * Tensi meter

B. Desinfeksi lingkungan rumah sakit - Permukaan lingkungan : lantai, dinding dan permukaan meja, trolly didesinfeksi dengan detergen netral - Lingkungan yang tercemar darah atau cairan tubuh lainnya dibersihkan dengan desinfeksi tingkat menengah

VI. Kewaspadaan standar dan berdasarkan transmisi Pedoman-pedoman baru yang dikeluarkan oleh CDC pada tahun 1996 meliputi hal-hal sebagai berikut.namun yang terbaru menyatukan universal precaution dab body substance isolasi (BSI) menjadi kewaspadaan isolasi dengan komponen sbb : 

Pencegahan /kewaspadaan standar, diterapkan pada semua klien dan pasien yang mengunjungi fasilitas layanan kesehatan, meliputi :

- Kebersihan tangan. - Penggunaan APD (alat pelindung diri ) - Peralatan perawatan pasien. - Pengendalian lingkungan.

62

- Pemrosesan peralatan pasien dan penatalaksanaan linen. - Kesehatan karyawanan /perlindungan petugas kesehatan. - Penempatan pasien. - Higiene respirasi/etika batuk. - Praktek menyuntik yang aman. - Praktek untuk lumbal punksi.

KOMPONEN UTAMA DAN PENGGUNAANNYA Komponen utama Pencegahan Baku dan penggunaannya terdapat dalam Tabel 2-1. Penggunaan pelindung (barier) fisik, mekanik, atau kimiawi di antara mikroorganisme dan individu, misalnya ketika pemeriksaan kehamilan, pasien rawat inap atau petugas layanan kesehatan, merupakan alat yang sangat efektif untuk mencegah penularan infeksi (barier membantu memutuskan rantai penyebaran penyakit). Contohnya, tindakan berikut memberikan perlindungan bagi pencegahan infeksi pada klien, pasien dan petugas layanan kesehatan serta menyediakan sarana bagi pelaksanaan Pencegahan Baku yang baru: 

Setiap orang (pasien atau petugas layanan kesehatan) sangat berpotensi menularkan infeksi.



Kebersihan tangan—prosedur yang paling penting dalam pencegahan kontaminasi silang (orang ke orang atau benda terkontaminasi ke orang).



Pakai Sarung Tangan (kedua tangan) sebelum menyentuh kulit yang terluka, selaput lendir (mukosa), darah atau duh tubuh lainnya atau

63

instrumen yang kotor dan sampah yang terkontaminasi, atau sebelum melakukan prosedur invasif.

VI. Management Resiko PPI Pengelolaan rumah sakit yang begitu komplek permasalahan ,memerlukan perhatian dan tindakan yang baik .Terutama pencegahan dan pegendalian infeksi yang merupakan acuan mutu rumah sakit,sehingga memerlukan tindakan yang baik. Oleh sebab itu kita harus tahu dulu : 1. Resiko adalah : 

Peluang terjadinya sesuatu yang akan mempunyai dampak pada pencapaian tujuan (AS/NZS 4360:2004)



Efek ketidak pastian tujuan (ISO 3100:2009)

2. Management Resiko adalah : 

Budaya, proses dan struktur yang diarahkan untuk mewujudkan peluang –peluang sambil mengelola efek yang tidak diharapkan. (AS/NZS 4360:2004)



Kegiatan terkoordinasi untuk mengarahkan dan mengendalikan organisasi berkaitan dengan resiko (ISO 3100:2009)

II. Identifikasi Resiko Adalah proses mengenal ,menemukan dan mendiskripsikan resiko . Hal pertama yang dilakukan untuk mengelola resiko adalah mengidentifikasi ,identifikasi ini juga dibagi 2 secara Proaktif dan Reaktif.

64

a. Identifikasi secara proaktif.adalan kegiatan identifikasi yang dikakukan proaktif mencari resiko yang menghalangi rumah sakit mencapai tujuan.Jika faktor resikonya belum muncul dan bermanifestasi metoda yang dapat dilakukan dengan cara,audit,brainstorming,pendapat ahli,FMEA,analisa swot. b. Identifikasi secara Reaktif adalah kegiatan identifikasi setelah resiko muncul dan bermanifestasi dalam bentuk insiden dan gangguan .Metoda yang digunakan adalah pelaporan insiden.tentu saja kita akan melaksanakan prinsip identifiksi proaktif karena belum menimbulkan kerugian. III. Analisa Resiko . Adalah proses untuk memahami sifat resiko dan menentukan peringkat resiko,analisa dilakukan dengan cara menilai : 1. seberapa sering peluang resiko muncul, 2. berat ringannya dampak yang ditimbulkan tabel Descripsi

1

2

3

4

Jarang

Intermediate

Sering

Selalu terjadi

Frekuensi Probability Dampak occurence

65

Setelah skor peluang dan dampak/konsekuensi dikalikan tujuannya mendapatkan peringkat sehingga dapat menentukan skala prioritas penangannnya . Tabel. Peringkat Resiko . 1. Ekstrim ( 15-25) 2. Tinggi (8-12) 3. Sedang (4-6) 4. Resiko rendah (1-3)

IV. Evaluasi Resiko. Adalah proses membandingkan antara hasil analisa resiko dengan kriteria resiko untuk menentukan apakah resiko dan /besarnya dapat diterima atau ditolelir.Sedangkan kriteria resiko adalah kerangka acuan untuk mendasari pentingnyaresiko dievaluasi .Dengan evaluasi resiko ini setiap resiko dilelola oleh orang yang bertanggung jawab sesuai denga resiko,dengan demikian tidak ada resiko yang terlewat. V. Penanganan Resiko Adalah proses memodifikasi Resiko : 1. Menghindari resikodengan memutuskan untuk tidak memulai atau melanjutkan aktivitas yang menimbulkan resiko. 2. Mengambil atau meningkatkan resiko untuk mendapatkan peluang(lebih baik,baik)

66

3. Mengubah kemungkinan. 4. Menghilangkan sumber infeksi. 5. Mengubah konsekuensi. 6. Berbagi resiko dengan pihak lain. 7. Mempertahankan resiko dengan informasi pilihan

VII. Ruang Isolasi (kohorting) A. Penerapan Isolasi Precaution di Rumah Sakit Isolation precaution merupakan bagian integral dari program pengendalian infeksi nosokomial Tujuan Isolation Precaution bertujuan untuk mencegah transmisi mikroorganisme pathogen dari satu pasien ke pasien lain dan dari pasien ke petugas kesehatan atau sebaliknya. Karena agen dan host lebih sulit dikontrol maka pemutusan mata rantai infeksi dengan cara Isolation Precaution sangat diperlukan. 1. Airborne Precaution a. Penempatan pasien Tempatkan pasien di kamar tersendiri yang mempunyai persyaratan sebagai berikut:  Tekanan udara kamar negative dibandingkan dengan area skitarnya.  Pertukaran udara 6 – 12 kali/jam.  Pengeluaran udara keluar yang tepat mempunyai penyaringan udara yang efisien sebelum udara dialirkan ke area lain di rumah sakit.  Selalu tutup pintu dan pasien berada di dalam kamar  Bila kamar tersendiri tidak ada, tempatkan pasien dalam satu kamar dengan pasien lain dengan infeksi mikroorganisme yang sama atau ditempatkan secara kohort.  Tidak boleh menempatkan pasien satu kamar dengan infeksi berbeda. b. Respiratory Protection  Gunakan perlindungan pernapasan (N 95 respirator) ketika memasuki rungan pasien yang diketahui infeksi pulmonary tuberculosis

67

 Orang yang rentan tidak diberarkan memasuki ruang pasien yang diketahui atau diduga mempunyai measles (rubeola) atau varicella, mereka harus memakai respiratory protection (N 95) respirator.  Orang yang immune terhadap measles (rubeola), atau varicella tidak perlu memakai perlindungan pernafasan. c. Patient Transport  Batasi area gerak pasien dan transportasi pasien dari kamar, hanya tujuan yang penting saja.  Jika berpindah atau transportasi gunakan masker bedah pada pasien 2. Droplet Precaution a. Penempatan Pasien  Tempatkan pasien di kamar tersendiri  Bila pasien tidak mungkin di kamar tersendiri, tempatkan pasien secara kohart  Bila hal ini tidak memungkinkan, tempatkan pasien dengan jarak 3 ft dengan pasien lainya b. Masker  Gunakan masker bila bekerja dengan jarak 3 ft  Beberapa rumah sakit menggunakan masker jika masuk ruangan c. Pemindahan pasien  Batasi pemindahan dan transportasi pasien dari kamar pasien, kecuali untuk tujuan yang perlu  Untuk meminimalkan penyebaran droplet selama transportasi, pasien dianjurkan pakai masker 3. Contact Precaution a. Penempatan pasien  Tempatkan pasien di kamar tersendiri  Bila tidak ada kamar tersendiri, tempatkan pasien secara kohart b. Sarung tangan dan kebersihan tangan.  Gunakan sarung tangan sesuai prosedur  Ganti sarung tangan jika sudah kontak dengan peralatan yang terkontaminasi dengan mikroorganisme  Lepaskan sarung tangan sebelum meninggalkan ruangan  Segera kebersihan tangan dengan antiseptic / antimicrobial atau handscrub  Setelah melepas sarung tangan dan kebersihan tangan yakinkan bahwa tangan tidak menyentuh peralatan atau lingkungan yang mungkin terkontaminasi, untuk mencegah berpindahnya mikroorganisme ke pasien atau lingkungan lain. c. Gaun

68

 Pakai gaun bersih / non steril bila memasuki ruang pasien bial diantisipasi bahwa pakaian akan kontak dengan pasien, permukaan lingkungan atau peratalan pasien di dalam kamar atau jika pasien menderita inkontaneia, diare, fleostomy, colonostomy, luka terbuka  Lepas gaun setelah meninggalkan ruangan.  Setelah melepas gaun pastikan pakaian tidak mungkin kontak dengan permukaan lingkungan untuk menghindari berpindahnya mikroorganisme ke pasien atau lingkungan lain d. Transportasi pasien  Batasi pemindahan pasien dan transportasi pasien dari kamar, hanya untuk tujuan yang penting saja. Jika pasien harus pindah atau keluar dari kamarnya, pastikan bahwa tindakan pencegahan dipelihara untuk mencegah dan meminimalkan resiko transmisi mikroorganisme ke pasien lain atau permukaan lingkungan dan peralatan. Peralatan Perawatan Pasien  Jika memungkinkan gunakan peralatan non kritikal kepada pasien sendiri, atau secara kohort  Jika tidak memungkinkan pakai sendiri atau kohort, lakukan pembersihan atau desinfeksi sebelum dipakai kepada pasien lain. Recommendation Isolation Precaution “administrative Controls” 1. Pendidikan Mengembangkan system pendidikan tentang pencegahan kepada pasien, petugas, dan pengunjung rumah sakit untuk meyakinkan mereka dan bertanggung jawab dalam menjalankanya. Adherence to Precaution (ketaatan terhadap tindakan pencegahan) 2. Secara periodic menilai ketaatan terhadap tindakan pencegahan dan adanya perbaikan langsung.

69

Dengan mengelompokan satu jenis penyakit berdasarkan cara penularannya : 1. Setiap pasien yang menular harus dirawat di ruang isolasi tersendiri. 2. Saat ini rumah sakit Panti Rahayu belum memiliki ruang isolasi tersendiri,kedepannya akan direncakan untuk pengadaan ruang isolasi pasien menular yang sesuai ketentuan ,untuk merawat pasien ,RS Panti Rahayu menggunakan cara Pengelompokan (Kohorting ) pasien menular TBC,diare berat,varicella perdarahan tak terkontrol,luka lebar dengan cairan keluar. 3. Setiap pasien harus memakai masker bedah (surgical mask rangkap 2) atau masker N 95(bila mungkin) pada saat petugas berada diruangan tersebut. Ganti masker setiap 4-6 jam dan buang di tempat sampah infeksius. Pasien tidak boleh membuang ludah atau dahak di lantai – gunakan penampung dahak/ludah tertutup sekali pakai (disposable) 4. Setelah selesai melakukan tindakan jas tersebut harus dilepaskan dengan hati-hati dan masukkan kedalam tempat tertutup dilengkapi dengan laundry bag yang berlabel ISOLASI. Tempat tersebut diletakkan di dekat pintu keluar ruang isolasi. Setelah itu petugas harus kebersihan tangan di dalam ruang isolasi. 5. Setiap ruang isolasi harus dilengkapi dengan peralatan:  Termometer  Stetoskop  Tensimeter  Wadah/bed pan (jika tidak ada kamar mandi sendiri)  Tempat pembuangan limbah infeksius: o Jas o Instrumen o Sampah termasuk sisa makanan, alat makan  Fasilitas kebersihan tangan di dalam ruang kohorting  Barrier atau penghalang .  APD yang sesuai.

VIII. Pengelolaan kebersihan lingkungan Rumah Sakit

70

Pengelolaan rumah tangga meliputi pembersihan umum rumah sakit dan klinik, yang meliputi lantai, dinding, alat-alat, meja, dan permukaan lain. Maksud pengelolaan rumah tangga adalah :  mengurangi jumlah mikroorganisme yang dapat menulari pasien, tamu, staf, dan masyarakat sekitar,  mengurangi risiko kecelakaan, dan  mengupayakan lingkungan yang bersih dan menyenangkan untuk pasien dan staf

Umumnya ruangan-ruangan di rumah sakit dan klinik, seperti ruang tunggu dan kantor administrasi, tergolong risiko rendah sehingga cukup dibersihkan dengan sabun dan air. Sedangkan beberapa ruangan seperti toilet/WC, pembuangan darah atau duh tubuh lain, tergolong risiko tinggi memerlukan disinfektan seperti klorin 0.5% atau fenol 1% yang ditambahkan pada larutan pembersih (SEARO 1988). Penggunaan disinfektan selain sabun dan air dianjurkan pula di ruangan-ruangan seperti ruangan operasi, kamar pulih, dan ruang perawatan intensif.

IX. Peralatan yang single use yang di Re-use Dengan berkembangnya teknologi dan tuntutan patient safety,maka peralatan yang digunakan baik langsung maupun tidak langsung sangat mempengaruhi keselamatan pasien.Hal ini terkait kontaminasi yang ditimbulkan jika digunakan kembali , oleh sebab itu dilakukan aturan peralatan yang use dan re-use sbb; 1. Peralatan yang use (sekali pakai) 

Berupa benda tajam



Yang bersentuhan langsung dengan cairan tubuh pasien



Yang penggunaannya dilakukan secara septic.



Dibagi menjadi peralatan kritikal,semi kritikal dan non kritikal.

71

Kategori Alat-alat medis : Tingkat Penerapan resiko Kritis Alat yg masuk,penetrasi dalam jaringan steril,rongga,aliran darah

Proses

Penyimpanan

Contoh alat

Sterilisasi steam,sterad atau DDT

Sterilisasi harus dijaga : -bungkusan alat harus kering. -kemasan tidak robek -Bungkusan harus dibuat dengan menghambat bioefektif selama penyimpanan. .simpan alat steril pada area steril guna melindungi dari kontaminasi lingkungan. -Alat steril yang tidak dibungkus harus segera dipakai

-Alat yang digunakan untuk tindakan invasif. -endoskopidan assesoris yang dipakai dlm tindakan invasif: - alat ERCP -Laparoskopi - Broncoskopi - instrument bedah/operasi

Semi kritis

Sterilsasi steam/termal atau dengan cairan desinfektan chlorine 0,5 %

Simpan pada daerah bersih dan kering guna melindungi dari kontaminasi lingkungan

Alat yang berhubungan dengan respiratori : -LM laringeal mask. -Vaginal speculum. -endotrakeal non kinkin. -probe invasif ultrasonic (trans vaginal probe). -Fleksible

Alat yang kontak dengan selaput lendir

72

Non kritis

Alat yang kontak dengan kulit

Bersihkan alat dengan menggunakan detergent dan air .jika menggunakan desinfektan gunakan yang compatibel

Simpan dalam keadaan bersih ditempat yang kering

endocopes: *colonoscope *sigmoideskope - Breast pump -alatnon invasif equipment: * Bedpan dan urinal. * Manset tekanan darah. * bed * Termometer. * Tourniket * Tensi meter * Pot obat pasien. * kontainer darah

Batas penggunaan alat medis Alat medis

Laringeal mask

Frekuensi Dengan penggunaan melihat ulang&proses 40x steam

Nasal spray

5x steam

Proses kontrol

1. Catat jumlah re-use pada kartu pemeliharaan . 2. Setelah 40x alat langsung dibuang. 3. Bila alat rusak sebelum waktunya segera dibuang 4. Catat jumlah re-use pada kartu pemeliharaan . 5. Setelah 40x alat

73

Endotracea tube non kinkin

40x steam

Respiratory 30x valve steam

langsung dibuang. 6. Bila alat rusak sebelum waktunya segera dibuang 7. Catat jumlah re-use pada kartu pemeliharaan . 8. Setelah 40x alat langsung dibuang. 9. Bila alat rusak sebelum waktunya segera dibuang 10. Catat jumlah re-use pada kartu pemeliharaan . 11. Setelah 30x alat langsung dibuang. 12. Bila alat rusak sebelum waktunya segera dibuang

Beast pump

3. hal yang perlu diperhatikan dalam sterilisasi 1. Alat instrumen yang dapat disterilisasi ulang adalah : a. Fisik peralatan setelah proses sterilisasi ulang peralatan tidak berubah keutuhan, fungsional, baik perubahan fisik, kimia biologis. b. Proses pembersihannya mampu menjamin membersihkan semua jenis kotoran biologis dari setiap pemakaian yang sebelumnya dan peralatan bebas dari zat Pyrogenis, Tes Pyrogenisitas dari pabrik c. Bahan yang digunakan tidak menimbulkan zat toksik akibat reaksi kimia dengan pelarut atau zat pembersih d. Produsen alat yang bersangkutan menerapkan siklus-siklus peralatan bersertifikat yang merupakan cara-cara yang telah ditentukan dan diabsahkan untuk pemastian kesterilan, uji-uji untuk keutuhan kemasan, pemeriksaan dan pengendalian prosedur dengan pencatatan pemakaian alat tersebut

74

2. Semua permohonan untuk memakai kembali peralatan disposible/Re-use atau sekali pakai saja harus tercatat, diketahui dan disetujui oleh PPI(ICN) RSPB untuk memungkinkan pengembangan protokol langkah demi langkah untuk proses ulang 3. Tidak ada peraturan dan undang-undangf untuk indonesia dan prosedur untuk menangani alat-alat yang sudak kadaluarsa, hal ini akan dikonsultasikan ke HICMR sesuai dengan kondisi X. Pengelolaan linen Memroses linen terdiri dari semua langkah yang diperlukan untuk mengumpulkan, membawa, dan memilih (menyortir) linen kotor dan membinatu (mencuci, mengeringkan, melipat, atau membungkus), kemudian menyimpan dan mendistribusikannya. Memroses linen secara aman dari berbagai sumber adalah suatu proses yang rumit. Prinsipprinsip dan langkah-langkah utamanya tercantum dalam Staf yang ditugasi untuk mengumpulkan, membawa dan memilih linen kotor harus sangat berhati-hati. Mereka harus memakai pakaian tebal atau sarung tangan rumah tanggauntuk mengurangi risiko perlukaan oleh jarum atau benda tajam, termasuk pecahan gelas . Staf yang bertanggung jawab terhadap pencucian barang kotor harus memakai sarung tangan utiliti, alat pelindung mata, dan apron plastik atau karet. XI. Pengelolaan Lingkungan dan bangunan Upaya pengendalian lingkungan adalah berbagai upaya yang dilakukan untuk dapat mengendalikan berbagai faktor lingkungan (Fisik, biologi, dan sosial psikologi ) di RS dengan cara :  Meminimalkan atau mencegah terjadinya transmisi mikroorganisme dari lingkungan kepada pasien, petugas, pengunjung dan masyarakat di sekitar sarana kesehatan sehingga infeksi nosokomial dapat di cegah dengan mempertimbangkan cost efektif  Menciptakan lingkungan bersih aman dan nyaman  Mencegah terjadinya kecelakaan kerja

75

Ruang lingkup pengelolaan lingkungan : 1. 2. 3. 4. 5. 6.

KONSTRUKSI BANGUNAN UDARA AIR PEMBERSIHAN LINGKUNGAN RUMAH SAKIT PEMBERSIHAN LINGKUNGAN DI R.GIZI PEMBERSIHAN DI RUANG LAUNDRY

Konstruksi dan renovasi bangunan harus memperhatikan . 1. Pengertian Cara melakukan perubahan bentuk, penambahanruanganpadalokasi tertentuyang meliputi design interior,eksterior, civil dan medical. Definisi dari kegiatan konstruksi : Tipekegiatan renovasi ada4 type: a. Tipe A pemeriksaan dan kegiatan pemeliharaan umum. Namun tidak terbatas pada:penghapusan ubin langit-langit untuk inspeksi visual (terbatas pada 1 genteng per5m2) ,lukisan (tetapi tidak pengamplasan) ;mencakup instalasi dinding; kerja trim listrik ; pipa kecil; setiap kegiatan yang tidak menghasilkan debu atau memerlukan pemotongan dinding atau akses ke langit-langit selain untuk inspeksi visual. b. Tipe B skala kecil dan jangka pendek,yang menghasilkan debu sedikit. Tetapi tidak terbatas pada, instalasi pemasangan kabel telepon dan komputer, akses keruang chase, memotong dinding atau langit-langit dimana migrasi debu dapat dikendalikan. c. Tipe C kerja apapun yang menghasilkan debu sedang atau tingkat tinggi. Tetapi tidak terbatas pada, pembongkaran atau penghapusan komponen bangunan built-in atau rakitan, pengamplasan dinding untuk lukisan atau mencakup dinding, meliputi penghapusan lantai /wallpaper, ubin dan casework langit-langit,k onstruksi dinding baru, ductwork kecil atau pekerjaan listrik diatas langit-langit, kegiatan pemasangan kabel utama. d. Tipe D penghancuran besar dan proyek konstruksi Tetapi tidak terbatas pada, penghancuran berat, penghapusan sistem plafon yang lengkap, dan konstruksi baru. 2. Tujuan. Menurunkan terjadinya kontaminasi infeksi yang diakibatkan pembangunan dan renovasi bangunan.

76

3. Kebijakan a. Identifikasi kelompok resiko renovasi bangunan. Kelompok 1 Rendah  Area kantor  Tanpa pasien/area resiko rendah yang tidak terdaftar dimanapun

Kelompok 2 Sedang  Perawatan pasien dan tidak tercakup dalam Grup3 atau4  Laundry  Kantin  Manajemen Material  Penerimaan/Pe mulangan  Laboratorium tidak spesifik seperti Grup3 Koridor Umum (yang dilewati pasien,suplai, dan linen)

Kelompok 3 Sedang Tinggi  UGD  Radiology  Recovery Rooms  Ruang Maternitas/V K  Kamar bayi  Lab Microbiologi  Farmasi

Kelompok 4 Tinggi  Areaklinis  Kamar Operasi  Kamar prosedur invasif pasien rawat jalan  Area Anastesi & pompa jantung  Semua Intensive Care Unit (kecuali yang tertulis di Grup4)

b. Pedoman kontrol infeksi. Kelas I - Jalankan pekerjaan dengan metode untuk meminimalkan peningkatan debu dari operasi konstruksi - Mengganti genteng langit-langit untuk inspeksi visual secepatnya Kelas II - Penyediaan aktif berarti untuk mencegah debu dapat menyebar keatmosfir - Segel pintu yang tidak digunakan dengan lakban. - Konstruksi yangmengandung limbah sebelum ditransportasi harus dalam wadah tertutup rapat. - Pel basah atau vakum dengan vakum HEPA ber-filiter. - Tempatkan lap kaki dipintu masuk dan keluar dari area kerja dan mengganti atau dibersihkan saat tidak ada lagi proses kerja. - Isolasi sistem HVAC didaerah mana pekerjaan yang sedang dilakukan/kohort dengan tekanan negatif - Usap casework dan permukaan horizontal saat proyek selesai. Kelas III  Isolasi sistem HVAC diwilayah di mana pekerjaan tengah dilakukan untuk mencegah kontaminasi dari

77

Kelas IV

sistem saluran.  Lengkapi semua barriers pembangunan sebelum konstruksi dimulai.  Jaga tekanan udara negatif dalam tempat kerja menggunakan unit ventilasi saringan HEPA atau metode lain untuk mempertahankan tekanan negatif. Keselamatan umum akan memonitor tekanan udara  Jangan menghilangkan barriers dari area kerja sampai proyek lengkap dibersihkan.  Pel basah atau vakum dua kali per 8 jam period ekegiata nkonstruksi atau sesuai yang diperlukan dalam rangka untuk meminimalkan jejak.  Singkirkan bahan penghalang dengan hati-hati untuk meminimalkan penyebaran kotoran dan puing-puing yang terkait dengan konstruksi. Bahan barrier harus diusap basa, Vakum dengan menggunakan HEPA atau berikan kabut air agar lembab sebelum disingkirkan.  Tempatkan limbah konstruksi dalam wadah tertutup rapat sebelum ditransportasi.  Tempatkan keset kaki dipintu masuk dan keluar dari area kerja dan diganti atau dibersihkan saat tidak adalagi aktifitas kerja  Usap casework dan permukaan horizontal saat proyektelahselesai. - IsolasisistemHVACdi wilayahdi manapekerjaantengahdilakukanuntukmencegahkontaminasisy stemsaluran. - Lengkapisemuabarrierspembangunansebelumkonstruksidimul ai. - Jagatekananudaranegatifdalamtempatkerjamenggunakanunit ventilasisaringanHEPAataumetodelainuntuk mempertahankantekanannegatif.Keselamatanumumakanmem onitortekananudara - Berisegelpadaluban,pipa,salurandantusukanuntuk mencegahmigrasidebu. - Bangunanteroomdanmengharuskansemuapersonilmelewatirua ngan.Pelbasahatau vakumHEPAanteroomtiap hari. - Selamapembongkaran,kerjayangmenghasilkandebuataubekerj adilangit-langit,sepatusekalipakaidanbaju harusdipakaidandibuangdianteroomketikameninggalkanareak erja. - Janganmenghilangkanbarriersdariareakerjahinggaselesaiproy ekdibersihkan - Singkirkanbahanpenghalanghatihatiuntukmeminimalkanpenyebarankotorandanpuingpuingyangterkait dengankonstruksi.

XII. Antibiogram Dengan pemeriksaankultur akan didapatkan hasil resistensi kuman terhadap antibiotika yang digunakan untuk menentukan pola kuman rumah sakit

78

XIII. Pengelolaan bahan atau obat kadaluwarsa Bekerja sama dengan farmasi dalam melakukan pengawasan obat atau bahan yang telah kadaluwarsa XIV.

Upaya pencehan dan kesehatan karyawan

Petugas kesehatan beresiko terinfeksi bila terekspos saat kerja,juga dapat menstransmisikan infeksi kepada pasien maupun petugas kesehatan lain. Saat menjadi karyawan baru seorang petugas kesehatan harus diperiksa riwayat pernah terinfeksi apa saja dan status imunisasinya,imunisasi yang dianjurkan hepatitis B,bila memungkinkan haemophilus influenza,campak,tetanus,difteri,rubella,mantoux test.Alur pasca pajanan harus dibuat dan dipastikan dipatuhi untuk HIV,HBV,HCV. Pedoman ini merupakan strategi preventif terhadap infeksi yang didapatkan dari rumah sakit.meliputi : 1. 2. 3. 4. 5.

Monitoring dan suppprt kesehatan petugas. Edukasi pada seluruh staf rumah sakit tentang PPIRS Vaksinasi dan imunisasi bila dibutuhkan . Menyediakan antivirus profilaksis. surveilens ILI mengenal tanda awal transmisi infeksi saluran napas akut dari manusia ke manuasia. 6. terapi dan follow up 7. Rencanakan pertugas diperbolehkan masuk sesuai pengukuran resiko bila terkena infeksi. 8. upayakan support psikososial. B. Tujuan: 1. Menjamin keselamatan petugas dilingkungan rumah sakit. 2. Memelihara kesehatan petugas kesehatan. 3. Mencegah KLB. Unsur yang dibutuhkan . 1. 2. 3. 4.

petugas yang berdedikasi. SPO yang jelas dan tersosialisi dengan baik. Koordinasi yang baik antar unit. Penanganan pasca pajanan infeksius.

79

5. Pelayanan konseling dan privasi. Pelaksanaan : a. b.

Perlindungan yang minimal bagi petugas adalah imunisasi hepatitis B, iminisasi masal dan diulang tiap 5 tahun pasca imunisasi . Management pasca pajanan. - tes pada pasien sebagai sumber pajanan. - tes HBS Ag dan Anti HBs petugas. - Pemberian immunoglobulin hepatitis B pasca pajanan sebelum 48 jam

C. Evaluasi 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7.

dilakukan sebelum dan sesudah pajanan. Status imunisasi . Riwayat kesehtan yang lalu. Terapi saat ini. Pemeriksaan fisik. Pemerisaan lab dan radiologi. Edukasi :  SPO PPI  Kewaspdaan isolasi  Kewaspadaan transmisi 8. Pelaporan yang meliputi :  Informasi resiko ekspos.  Alur mangemen dan tindak lanjut.  Penyimpanan data Pajanan dan tindakan : 1. Virus H5N1 Bila terjadi pajanan diberikan oseltaivir 2x 75 mg selama 5 hari. 2. Virus HIV. Resiko terpajan 0,2 – 0,4 % per injuri.Profilaksis diberikan dalam waktu 4 jam pasca pajanan dengan pemberian ARV,AZT,3TC dan Indinavir sesuai pedoman.pasca pajana harus dilakukan pemeriksaan HIV seroologidan dicatat sampai jadwal pemeriksaan monitoring lanjutan nya. 3. Virus Hepatitis B.

80

Resiko terpajan Hepatitis B 1,9-40 % per pajanan,segera pasca pajanan dilakukan pemeriksaan ,dapat terinfeksi bila sumber pajanan positif HbsAg atau HbeAg. D. Berikut tata laksana penyakit menular dan pencegahannya : Penyakit

Masa inkubasi

Abses

Acinetoba cter baumanii

Adenoviru 6-9 hari s type 1-7 Aspergilos is

candidiasi s Chlamidia C

Menular selama/ virus shedding

Cara transmisi

Selama luka mengeluarka n cairan tubuh Luka bakar yang di hydroterapi

kontak

Sekret saluran nafas Infeksi jar luas dengan cairan berlebihan

Flora N kulit manusia, mukus menbran dan tanah. Bertahan di tempat lembab dan kering sampai berbulan, menular melalui peralatan rawat respirasi, tangan petugas, humidifier, stetoscop, termometer, matras, bantal, prmk TT, mop, gorden, tempat mandi luka terbuka

Inhalasi stadium airbone, conidia

Kewasp adaan yang perlu dijalank an Kontak

Masa petugas Tindakan diliburkan/ tindakan

konserfatif

Standar dan kontak

Droplet, kontak Kontak dan airbone

Konserfatif

Standar, kontak Standar, kontak,

81

trachomati s Congenital rubella Conjungti vitis *adenovir us type 8 Campak

Sampai umur 1 tahun

Kontak dengan bahan nasofaring dan urin Kontak dengan tangan, alat terkontaminasi

5- 12 hari

14 hari stl onset

5-21 hari

3-4 hr stl Droplet yang besar bercak timbul (kontak dekat) & mel udara nasofaring

Campiloba cter Closrtidiu m difficile Cytomegal Tidak o virus diketahui

termasuk seksual Standar, kontak

Restriksi 7 hari

Kontak standar

Sampai mata tidak kluar kotoran

Pengobatan

Transmis i udara

Restriksi 7 hari Pengobatan setelah bercak simtomatik merah timbul (yg imun) 5hr stl ekspos- 21 hr stl ekspos

Standar kontak Tahan di lingkungan dlm wkt pendek

Kontak dg sekresi &eksresi : saliva dan urin

Standar hand hygiene

Tidak perlu

Difteria

Sekresi dr mulut mengandung c difteriae

Droplet, kontak

Gastroente ritis *salmonell a *shingella *yenteroc olitica Glardia lambilia

Kontak px, konsumsi makanan/ air terkontaminasi

Standar atau kontak

Sampai terapi antibiotika telah lengkap dan sampai 2 kultur berjarak 24 jam dinyatakan negatif, perlu imunisasi tiap 10 tahun Tidak mengolah makanan sp 2x jarak 24jam kultur feses negatif

Feses

Kontak

Pengobatan simtomatik dan virus. Minum eritromicin 3x 1 tb sampai 7 hari

82

Hepatitis A

15- 50 hari

2 minggu, kadang2 sp 6 bulan (prematur)

Fekal oral melalui feses

Standar

Hepatitis B,D

B:624mgg D: 3-7 mgg

Akut atau kronik dg HbsAg positif

Perkutaneus mukosa, kulit yg tdk utuh kontak dgn darah, semen, cairan vagina, cairan tubuh yg lain Perkutaneus mukosa kulit yg tdk utuh kontak gdn darah, semen, cairan vagina, cairan tubuh yg lain Kontak dgn ludah karier mengandung virus langsung/ lwt sekresi luka aberasi/ cairan vesikel Perkutaneus mukosa, kulit yg tdk utuh kontak dgn darah, semen, cairan vagina, cairan yubuh yg lain

Standar

Hepatitis C,F,G

Herpes simplex

HIV

Helicobact er pylori MDRO

2-14 hr

Asiptomatik dpt mengeluarka n virus

Libur di area perawatan/ pengolahanma kanan,i minggu setelah sakit kuning imunisasi paksa ekspos Tidak perlu dibatasi smp HbeAg negatif.

Standar

Restriksi sampai kondisi membaik / sampai HceAg negatif

Standar, kontak tangan

Retriksi tidak perlu, tp dibatasi kontak dgn px

Standar

Vaksinasi hepatitis a

-segera periksa HbsAg atau HbeAg,tidak perlu divaksin bila petugas telah mengandung Anti HBs ≥ 10 mliu/ml

Kurang dari 4 jam paska pajanan -diberikan arv,azt dan 3 tc. -dilakukan pemeriksaan HIVserologi dan menitor setelah 3 bln,9bln,11 bln

Standar Kontak luka

Kontak

83

(MRSA, VRE, VISA, ESBL, Srep pneumoni a Influensa

1-5hr

Infeksius pd 3hr pertama sakit.Virus dpt dikeluarkan sblm gejala timbul smp 7hr stlh dimulai sakit, lebih panjang pd anak dan orang

Airbone, kontak langsung/ droplet dgn sekresi saluran napas

Hemophil us Influenzae Dewasa Anak

kontak

Vaksinasi pd petugas yg rentan. Amantadin untuk kontak dgn influensa A

Standar droplet

Human Metapneu mo virus (HMPV)

Novirus

12-48 jam

N meningitis

2-10 hr

Batuk non produktif, kongesti nasal whezing, bronkhiolitis, pneumonia pada anak + 11,5 tahun Diare, KLB

Droplet sekret respirasi

Kontak Droplet

Makanan, air terkontamibasi feses Kontak dgn sekret saluran napas

Kontak, makanan , air Trasmisi mel droplet

Libur spm 24jam stlh terapi paska ekspos. Rifampin2x60

-perlu profilaksis dgn Rif2x600 mg selama 2 hari ,dan dosis tunggal cipro1x1,atau

84

Parotitis, Mumps

16-18hr (1225hr)

Parvovirus 6-10hr /B19

Pertusis

7-10 hr

Pollomyeli Nonparal tis itik: 36hr; paralitik 7-12hr

Rubella

12-23hr,

Community acquired, virus berada dlm saliva 67hr sbl parotitis sp 9hr stl onset Px immunokom promls

Kontak dengan droplet atau langsung dgn sekret sal napas, yi saliva, hidung dan mulut

Trasmisi droplet

Menular sblm bercak merah sp 7hr stlh onset F catarrhal sangat menular

Kontak dgn droplet besar, muntahan

Transmis i drolpet

Kontak dgn sekresi sal napas, droplet besar kontak dekat

Transmis i droplet sp 5 hr menerim a antibioti k

Sal napas 1mgg stlh gejala muncul, dlm feses bbrp mgg-bulan stlh gejala muncul Sangat

Kontak cairan sal napas, benda terkontaminasi fese

Transmis i kontak

Kontak dgn droplet

Transmis

0mg, 2hr; ciprofloxacin1 x500mg atau ceftriaxon250 mg IM Vaksinasi efektif, MMR Restriksi sp 9hr stlh onset parotitis. Petugas renyan : 12hr paska ekspos pertama sp 25 hr stlh ekspos terakhir Tidak perlu restriksi

ceftriaxone 250 mg IM

Vaksin direkomen umur 11-64 th petugas dgn pertusis: restriksi fase catarrhal sp mg 3 stl onst / 5 hr stlh tx antibiotik kontak saja tidak perlu retriksi Imunisasi direkomendasi kan

5hr stlh bintik

85

bintik merah timbul 14-16hr stlh ekspos

RSV (infeksi virus respiratori k)

MRSA

Streptococ A

Salmonell

2-8hr (terserin g 4-6hr)

menular saat bintik merah keluar, virus lepas 1mgg sblm smp 57hr stl onset, congenital rubella bisa melepas virus berbulanbertahun2 Orang sakit dapat mengeluarka n virus selama 3-8hr. Tp pd bisa anak 3-4mgg Kontak dengan petugas, mungkn karier nares anterior, tangan, axilla, perineum, nasofaring, orofaring Kontak sisi terinfeksi & mensekresi

nasofaring px

i droplet dan kontak dgn cairan sal napas

keluar : petugas rentan 7hr stl ekspos pertama sp 21hr stl ekspos terakhir

Tangan terkontaminasi saat merawat pasien atau menyentuh benda mati, transmisi RSV bila menyentuh mata atau hidung

Transmis i kontak erat dhn droplrt atau aerosol partikel kecil Strandar transmisi kontak, dapat airbone

Kulit, faring rektum, vagina

Standar berdasar transmisi

Batasi kontak dgn pasien rawat dan lingkungan bila ada KLB RSV Restriksi sampai gejala akut hilang Retriksi perawatan pasien dan pengolahan makanan bila petugas dengan lesi kulit basah tidak perlu retriksi bila kolonisasi Retriksi perawatan pasien & pengolahan makanan sp 24 jam stl mendapat antibiotik Tidak perlu retriksi petugas dg kolonisasi

Orang- orang lewat

86

a, Shingella Sypilis

Tuberkolo sis

Sp 1 bl minum OAT

Varicella

Sp lesi kering & berkusta

Vibrio kolera Zoster *lokal

* menyeluru h atau orang immuno komproma is * paska pajanan

fekal oral air/ makanan terkontaminasi Kontak langsung dg lesi primer atau sekunder sypilis Inhalasi droplet nuklei

Kontak

Airbone, Sampai kontak terbukti non (mengelu infeksius arkan c tubuh infeksius )

Airbone, kontak, standar

8 hari pasca kontak sp 21 hari paska kontak, beri imuno globulin IV paska kontak, imunisasi petugas paska pajanan dalam 4 hari

-petugas yg terexpose perlu tes mantoux bila indurasinya> 10 mm perlu profilaksis INH sesuai rekomendasi lokal Vaksinasi varicella

Kontak feces

Tutupi lesi, jangan kontak dg pasien rawat Jangan kontak dg pasien

Retriksi sampai lesi mengering dan mengelupas Retriksi sampai semua lesi kering dan mengelupas

Jangan kontak dg

Dari hr ke 10 paska pajanan

87

(person yang rentan)

pasien rawat

pertama sp hari ke 21 atau hr 28 bila di beri lagi atau sampailesi kering dan mengelupas

A. Tindakan pertama pada pasca pajanan bahan kimia atau cairan tubuh. 1. 2. 3. 4.

Pada mata : Bilas dengan air mengalir selama 15 menit. Pada Kulit : Bilas dengan air mengalir selama 1 menit. Pada Mulut : segera kumur-kumur selama 1 menit Lapor ke komite PPI atau K3RS atau dokter karyawan

B. Tata laksana bila petugas terpajan sumber infeksius Hepatitis B dari jarum bekas Orang yang terkena Tidak divaccin

Sumber HbsAg (+) HIBG 1x dan diberikan vaksin HB

Sumber HbsAg (-) Beri vaksinHB

Pernah diberi vaksin tapi tidak diketahui serokonversinya

Tes untuk HBs: 1.jika titernya cukup tidak perlu perlu terapi. 2.jika tidak cukup titernya beri boosster HB dalam waktu 7 hari. HBIG 1x(dalam waktu 72 jam)+ 1x dosis vaksin HB(dalam waktu 7 hari) Tes untuk HBs : 1.jika (-) obat seperti non serokonversi. 2.jika titer tidak

Tidak ada pengobatan

Diketahui non serokonversinya

Tidak diketahui serokonversinya

Sumber tidak diketahui Bila sumber merupakan resiko tinggi,dapat diperlakukan sebagai sumber HBsAg Tidak ada pengobatan

Tidak ada pengobatan

Jika sumbermerupakan resiko tinggi dapat diperlakukan sebagai sumber HbsAg (+)

Tidak ada pengobatan

Tes untuk anti HBs : 1.jika (-) ,obati seperti non serokonversi. 2.jika titer tidak cukup

88

cukup HBIG 1x + booster vaksin HB dan ulangi pemeriksaan setelah 4 minggu. 3.Jika titer cukup,tidak perlu diobati -HBIG (Human B imunoglobulin)dosis untuk dewasa 400 unit. -Titer (antibodi) yang sudah cukup berada pada level 10 mIU/ml

booster vaksin HB. 3.jika tter cukup tidak perlu diobati.

C. Pengobatan jika sumber positif HIV sbb : Orang yang terkena

Sumber positif HIV

HIV(-)

Rujuk ke dokter internis aagar mendapatkan nasehat. Setelah kejadian diketahui dari pasien HIV (+) staf harus dirujuk kefasilitas post exposur propilaksis(PEP) dalam waktu 2 jam setelah pajanan. Tes ulang saat itu 6 minggu,3,6dan 12 bulan .

Sumber Sumber tidak diketahui negatif HIV Tidak ada Konsultasi dengan spesilais pengobatan mikrobiologi /internist mungkin diobati seperti pasien HIV (+),jika resiko tinggi.

Saran : Lakukan pencegahan penularan . Tunda proses kehamilan selama 3 bulan. Jangan memberikan donor darah .

89

Suntikan zidovudine selama 4 minggu (250 mg 3x/hari) atau 150 mg 2x/hari(untuk tablet) Tidak perlu pemberian pengobatan propilaksis

HIV (+)

Tidak perlu diobati

D. Pengobatan jika sumber (+) Hepatitis C Orang yang terkena Sumber HbsAg (+) Hepatitis C negatif

Sumber HbsAg (-) Berikan nasehat Tidak untuk melakukan perlu pemeriksaan 0,3,6,12 diobati bln pemeriksaan HVC dengan PCR dan diperiksa LVT untuk mengetahui status infeksinya

Sumber tidak diketahui Tidak perlu diobati konsul dokter internist jika perlu.

Sarankan untuk meminalkan penularan

90

Tidak ada chemopropilaksis tersdia ,rujuk pada dokter penyakit menular

E. . Petunjuk penggunaan ARV 1. ARV harus diberikan dalam waktu kurang dari 4 jam. 2. Termasuk didalamnya pajanan tehadap darah,cairan serebrospinal,semen,vagina,amnion dari pasien dengan positif HIV. 3. Tes HIV diulang setelah 6 minggu ,3 bulan dan 6 bulan. F. . Status HIV pasien. Pajanan

Tidak diketahui

Positif

Kulit utuh

Tidak perlu PPP

Mukosa/kulit tidak utuh

Pertimbangkan rejimen 2 obat

Tidak perlu PPP Berikan rejimen 2 obat

Positif Resiko tinggi Tidak perlu PPP Berikan rejimen 2 obat

- Tusukan benda tajam solid

Berikan rejimen 2 obat.

Berikan rejimen 2 obat.

Berikan rejimen 3 obat

- Tusukan benda tajam berongga

Berikan rejimen 2 obat

Berikan rejimen 3 obat

Berikan rejimen 3 obat

Rejimen AZT 300mg/12 jam x 28 hari,3TC 150 mg/12 jam 28 hari AZT 300mg/12 jam x 28 hari,3TC 150 mg/12 jam 28 hari,Lop/r 400/100mg/12 jam x28 hari.

XV. Pemeriksaan swab dan kultur,merupakan saran pemeriksaan swab kuman pada a. lantai,dinding dan ,AC b. Tangan petugas gizi dan perawat ruang rawat inap. c. Kultur darah pada surveilens ILI

91

BAB II STANDART KETENAGAAN

A. Kualifikasi Ketenagaan. Jenis ketenagaan menurut Peraturan Pemerintah RI tahun No .32 Tahun 1996 tentang tenaga kesehatan No Jenis tenaga Pendidikan formal sertipikat Jumlah 1 Dokter spesialis Anestesi PPI lanjut 1 2 ICN D-3 PPI dasar 1/150 TT 3 Perawat D-3 cssd 1 4 Sanitasi linen D-3 Management 1 linen 5 Sanitasi gizi D-3 Management Gizi 1 6 farmasi D-3 1 7 Laborat D-3 Kualifikasi ketenagaan PPI 1.

Karyawan yang berminat dalam bidang PPI.

2.

Minimal pendidikan D3

3.

Mempunyai sertipikat PPI (basic maupun advand)

4.

Bekerja purna waktu

92

B. Uraian Tugas : B.1. Direktur. 

Membentuk Komite dan TIM PPIRS dengan surat keputusan



Bertanggung jawab dan memiliki komitmen yang tinggi terhadap penyelenggaraan upya PPI



Bertanggung jawab terhadap tersedianya fasilitas sarana dan prasarana termasuk anggaran yang dibutuhkan.



Menentukan kebijakan PPI



Mengadakan evaluasi kebijakan PPI berdasarkan saran dari panitia PPIRS



Dapat menutup suatu unit perawatan /instalasi yang dianggap potensial menularkan penyakit untuk beberapa waktu sesuai saran dari PPIRS.



Mengesahkan SPO untuk PPIRS.

B.2. IPCO ketua komite PPI B.2.1 Kriteria IPCO ; - Ahli atau dokter yang berminat dalam PPI - mengikuti pendidikan dan pelatihan dasar PPI. - memiliki kemampuan leadership. Tugas IPCO sbb; 

Berkontribusi dalam diagnosis dan terapi infeksi.



Turut menyusun pedoman penulisan resep antibiotika dan surveilens.



Mengidentifikasi dan melaporkan kuman patogen dan pola resistensi antibiotika.

93



Bekerjasama dengan perawat PPI memonitor kegiatan surveilens infeksi dan deteksi dini KLB.



Membimbing dan mengajarkan praktek dan prosedur PPI yang berhubungan dengan prosedur terapi.



Turut memonitor cara kerja tenaga kesehatan lain dalam merawat pasien.

B.2 IPCN B.2.1Kriteria IPCN : - Perawat dengan pendidikan min D3 dan memiliki sertifikasi pelatihan PPI - Memiliki komitmen di bidang PPI - Memiliki pengalaman sebagai kepala Ruangan atau setara. - Memiliki kemampuan leadership,inovatif dan confident - Bekerja purna waktu. B.2.2 Uraian tugas : 

Mengunjungi ruangan setiap hari untuk memonitor kejadian infeksi yang terjadi diruang perawatan.



Memonitor

pelaksanaan

PPI,penerapan

SPO,kepatuhan

petugas

dalam

menjalankan kewaspaan isolasi. 

Melaksanakan surveilens infeksi dan melaporkan kepada panitia PPIRS.



Melaksanakan pelatihan PPIRS.



Melakukan investigasi terhadap KLB dan bersama sama panitia PPI memperbaiki kesalahan.



Memonitor kesehatan petugas sesuai gugus tugas .



Bersama panitia menganjurkan prosedur isolasi dan memberikan konsultasi PPI

94



audit. PPI termasuk pentalaksanaan limbah,laundry,Gizi dengan menggunakan daftar tilik.



Memonitor terhadap pengendalian penggunaan antibiótica yang rasional.



Membuat laboran surveilens.



Memberikan saran desain ruangan RS agar sesuai dengan prinsip PPI.



Mengusulkan pengadaan alat dan bahan yang sesuai dengan prinsip PPI dan aman penggunaannya.



Melakukan pertemuan berkala termasuk evaluasi kebijakan.



Mengidentifikasi

temuan

dilapangan

dan

mengusulkan

pelatihan

untuk

meningkatkan kemampuan SDM PPIRS. 

Menerima laporan dari TIM PPIdan membuat laporan kepada direktur.



Berkoordinasi dengan unit terkait lain.Melakukan pengawasan terhadap tindakan tindakan yang menyimpang dari SPO.



Melakukan investigasi menetapkan dan melaksanakan infeksi bila ada KLB.



Menyusun dan mentapkan serta mengevaluasi kebijakan PPI.



Melaksanakan sosialisasi kebijakan PPIRS agar kebijakan dapat dipahami dan dilaksanakan oleh petugas kesehatan rumah sakit.



Membuat SPO PPI



Menyusun program PPI dan mengevaluasi pelaksanaan program tersebut.

B.4 . IPCLN B.4.1 Kriteria IPCLN : - Perawat dengan pendidikan min D3 dan memiliki sertifikasi PPI. - Memiliki komitmen di bidang PPI - Memiliki kemampuan leadership B.4.1.1 Tugas IPCLN :

95



Mengisi dan mengumpulkan formulir surveilens setiap pasien diruang perawatan kemudian menyerahkan nya pada IPCN saat pasien pulang.



Berkoordinasi dengan IPCN saat terjadi infeksi potensial KLB.



Memonitor kepatuhan petugas dalam menjalankan standart isolasi



Berkoordinasi dengan unit terkait lain.Melakukan pengawasan terhadap tindakan tindakan yang menyimpang dari SPO.



Melakukan investigasi menetapkan dan melaksanakan infeksi bila ada KLB.



Bekerja sama dengan TIM PPI dalam melakukan investigasi masalah KLB (HAIs).



Memberi usulan untuk mengembangkan dan meningkatkan cara PPI.



Memberi konsultasi pada petugas kesehatan rumah sakit .

B.5.Tugas Anggota laboratorium 

Melaksanakan penyuluhan dan pendidikan tentang materi materi yang berkaitan dengan pengendalian infeksi nosokomial kepada petugas laborat.



Membantu pelaksanaan pemeriksaan swab atau kultur pasien



Memantau pemeriksaan laboratorium sesuai SPO



Melaksanakan tugas lain dari ketua panitia pengendali infeksi nosokomial.

B.6. Tugas Anggota linen: 

Memisahkan linen infeksius dan non infeksius



Melaksanakan pemeriksaan swab linen bersih.



Memantau penggunaan bahan desinfektan sesuai aturan.



Memantau kegiatan hand higiene diruang linen.

B.6. Tugas Anggota gisi : 

Memantau kegiatan hand higiene diruang gizi.



Membantu pelaksanaan pemeriksaan bahan makanan dan swab petugas gisi.

96



Memantau penggunaan bahan desinfektan gizi.

B.7. Tugas Anggota IPSRS : 

Memantau pelaksanaan hand higiene petugas IPSRS.



Memantau penggunaan bahan desinfektan.



Membantu mempersiapkan uji air bersih,limbah dan kuman diruang tertentu.



Memantau proses pembakaran incenerator.



Menyiapkan bahan2 hasil pemeriksaan laboratorium

C. Distribusi Tenaga. Komite PPI merupakan unit pelayanan yang melakukan kegiatan secara komprehensif dari setiap unit pelayanan di rumah sakit ; 

QMR,IGD,Poli

rawat

jalan,Unit

Rawat

inap,

Sekretariat,akuntansi,IPSRS,Gisi,lien,farmasi,SMF,laborat,Iko, 

ICU,House keeping (CS).

97

BAB III STANDART FASILITAS

A. Fasilitas bagi petugas. 1. Denah Ruangan PPIRS terintegrasi dengan ruangan perkantoran dengan komite lain Rumah sakit Digedung IKO lantai 3 . 2. Standart Fasilitas. No A

B

Fasilitas Fisik /bangunan Gedung perkantoran lantai 3 Peralatan Meja Kursi Komputer Line internet Almari kaca Peralatan tulis Buku perpustakaan PPI

Jumlah 1

1 3 1 1 1 2 10

B. Fasilitas pelayanan . 1. Menyusun kebutuhan pendidikan dan pelatihan petugas kesehatan ,petugas laboratorium,relawan dan pihak lain. 2. Memastikan ketersediaan perlengkapan yang diperlukan untuk menerapkan pencegahan dan pengendalian infeksi yang direkomendasikan dan tindakantindakan keamanan biologis (APD) 3. Mempersiapkan fasilitas sesuai dengan kebutuhan dan memastikan bahwa fasilitas tersebut telah ditetapkan . 4. Memastikan bahwa pelacakan kontak ,pembatasan dan karantina jika diperlukan misalnya:  Penetapan tempat khusus bagi penderita yang disolasi

98

 

Pastikan peyanan medis,pasokan makanan, dukungan sosial dan bantuan psikologi Pastikan transportasi yang memadai tersedia ke dan dari tempat tersebut (rumah sakit /kamar jenazah)

5. Melindungi petugas kesehatan dengan memastikan SPO PPI sudah ada dan dipatuhi (cmplience kebersihan tangan ) 6. Mengembangkan strategi triage untuk pasien yang berpotensi berpenyakit menular,dengan menyediakan lokasi diluar ugd,sebagai tempat pemeriksaan awal ,identifikasi sebagai pengobatan darirat,pasien yang perlu dirujuk untuk penatalaksaanselanjutnya.

99

BAB IV TATA LAKSANA PELAYANAN Merupakan langkah- langkah pelayanan pencegahan dan pengendalian Infeksi di masing – masing unit kerja sbb : 1. Tata laksana pelayanan unit surveilens a. Penanggung jawab - ICN - IPCLN ruangan yang dilakukan surveilens - Petugas laborat b. Perangkat kerja - Status medis - Form survei harian PPI - Form survei bulanan PPI - Form PPI c. Tata laksana pelayanan - ICN mengumpulkan IPCLN untuk diberikan pengarahan suveilens - ICN membagikan form survei harian ,bulanan dan form SPO - IPCLN melakukan monitoring survei harian sesuai ruangan. - ICN melakukan konfirmasi bila terjadi infeksi saat survei ,dan divalidasi oleh dokter penaggungjawab pasien. - ICN merekap hasil survei harian yang dilakukan oleh IPCLN. - ICN melaporkan hasil survei kepada Komite PPI. - Komite PPI melaporkan hasil surveilens kepada Direktur tembusan ke QMR - Dan dilaporkan kepada DKK setempat 2. Tata laksana pengambilan swab dan kultur. a. Penanggungjawab. - ICN - Petugas Laborat. - Petugas yang dilakukan survei (swab tanga petugas) - Petugas IPSRS b. Perangkat kerja - Status medis - Form permintaan swab - Ruangan perawatan - AC

100

- Pasien c. Tata laksana pelayanan - ICN mengajukan pemeriksaan swab dan kultur pada dokter penanggung jawab pasien, kemudian mengajukan permohonan pemeriksaan kepada petugas laborat. - ICN dan IPCLN mempersiapkan pasien atau petugas yang akan dilakukan swab / kultur. - Mendampingi petugas laborat dalam melaksanakan swab atau kultur. - Jika hasil sudah jadi maka mereka melaporkan kepada komite PPI. 3. Tatalaksana monitoring kebersihan lingkungan a. Penanggung jawab - ICN, IPCLN - Petugas kebersihan (SSC) b. Perangkat kerja - Buku pedoman pembersihan - Daftar bahan-bahan desinfeksi c. Tatalaksana pembersihan - ICN dan SSC melakukan pertemuan rutin, membahas dan evaluasi kinerja staf SSC - Memberikan evaluasi bahan desinfeksi yang relevan dan ramah lingkungan - Memberikan pengarahan cara pembersihan tumpahan darah atau cairan tubuh - Memberikan pengarahan cara pembersihan lantai, dinding dan ruangan - Memberikan pengarahan pembersihan tumpahan darah atau cairan tubuh pasien. - Memberikan pengarahan penggunaan APD 4. Tatalaksana Pelayanan CSSD a. Penanggung jawab - ICN, petugas ruangan - Petugas CSSD - Administrasi CSSD - Petugas OK b. Perangkat kerja - Kalibrasi autoclave - Buku expedisi sterilisasi ruangan dan CSSD - Kertas indikator bouwie dict tes - Indikator mekanik

101

- Kertas indikator kimia ` - Tabung mikro biologi c. Tatalaksana pelayanan CSSD - Petugas ruangan yang akan mensterilkan alat mengisi dibuku expedisi diruangan yang bersangkutan dan buku expedisi di OK - Petugas CSSD memberikan identifikasi peralatan atau instrumen sesuai ruangan yang mensterilkan - Sebelum melakukan proses sterillisasi petugas CSSD melalukan bouwie dict tes pada mesin autoclav terlebih dahulu (untuk mengetahui kesiapan mesin autoclave . - Jika hasil bouwdict tes baik petugas CSSD memberikan indikator kimia pada setiap peralatan yang akan disterilkan - Petugas CSSD melakukan penyetirilan sesuai SPO - Setelah selesai proses sterilisasi lihat indikator kimia, jika hasil baik lakukan penyimpanan peralatan yang sudah steril dialmari - Petugas ruangan yang akan mengambil sterilisasi dicocokan dengan buku expedisi ruangan dan CSSD - Setiap minggu petugas CSSD melakukan uji mikro biologi terhadap hasil sterilisasi

5. Tatalaksana Linen a. Penanggung jawab - Petugas linen - Petugas ruangan b. Perangkat kerja - Linen - Buku penyerahan linen kotor - Buku penyerahan linen bersih c. Tatalaksana linen - Petugas ruangan mengantarkan linen kotor setiap pagi - Petugas linen mencocokan linen kotor yang diantarkan petugas ruangan ditulis pada buku penyerahan linen kotor - Petugas linen mengidentifikasi linen infeksius dan non infeksius - Untuk linen infeksius dilakukan dekontaminasi dengan cairan clorin 0,5% dan deterjen selama 10 menit

102

- Kemudian lakukan pencucian sesuai SPO - Untuk linen non infeksius dilakukan pencucian sesuai. - Penyediaan linen 2 x shift untuk menjaga ketersediaan linen - Menyediakan kebutuhan linen seluruh Rumah Sakit. - Swab linen bersih 6. Tatalaksana formularium antibiogram a. Penanggung jawab - Komite PPI - Komite farmasi - SMF - Petugas laborat b. Perangkat kerja - Pasien yang akan dilakukan kultur - Form surveilens PPI c. Tata laksana - Surveilens PPI untuk pengambilan kultur dilakukan Tiap 6 bulan . - ICN mengajukan pemeriksaan sesuai kebijakan surveilen yang diindikasikan untuk dilakukan pemeriksaan kultur kepada dokter penaggung jawab - Medis memberikan advist untuk dilakukan pemeriksaan kultur pasien. - Petugas laborat melakukan pengambilan sample dan proses selanjutnya sesuai SPO kultur - Bila hasil telah jadi,petugas petugas laborat memberikan hasil kepada ruangan yang mempunyai pasien(dokter penanggung jawab ) dan kpian kepada ICN - ICN merekap dan menganalisa hasil kultur masing – masing kegiatan. - Hasil dibahas dikomite PPI dan selanjutnya diteruskan kepada direktur dan SMF 7 . Pelayanan kesehatan karyawan. a. Penanggung jawab - Komite PPI - HRD b. Perangkat kerja - Buku /data pemeriksaan kesehatan yang ada di HRD - Data kesehatan karyawan.

103

c. Tata laksana - HRD mengeluarkan pemberitahuan pemeriksaan kesehatan setiap hari ulang tahun. - Komite PPI mengidentifikasi unit yang harus dilakukan pemeriksaan kesehatan Ruang kohort airborne : petugas dilakukan pemeriksaan TB setiap 3 bulan sekali Ruang iko dan icu : petugas dilakukan pemeriskasaan TB,Hepatitis B setiap tahun Sekali. Unit Gisi : pemeriksaan tipoid tiap 1 tahun sekali - Karyawan melakukan pemeriksaan kesehatan yang sesuai ketentuan. - Hasil diidentifikasi - Bersama HRD melakukan analisa dan pencatatan kesehatan. - Komite PPI dan HRD melaporkan hasil pemeriksaan kesehatan karyawan kepada direktur dan SMF. 7. Pelayanan renovasi bangunan a. Penanggung jawab - Ketua komite PPI - IPSRS b. Perangkat kerja - Papan pemberitahuan sedang dilakukan renovasi bangunan - Pemeriksaan swab lantai - Analisa dampak lingkungan (kebisingan dan debu) - Papan/ alat penghalang renovasi. c. Tata laksana - Tim pembangunan memberitahukan kepada PPI dan IPSRS bahwa akan dilakukan renovasi bangunan. - Bersama mengidentifikasi dampak :  kebisingan,debu.  Lokasi resiko ( rendah,sedang,tinggi)  renovasi - Melakukan isolasi kegiatan dengan memasang papan pemberitahuan renovasi,alat penghalang disekeliling area renovasi - Edukasi kepada staf yang melewati area pembangunan agar dimengerti. - Setelah selesai pembangunan bagunan dibiarkan selama 1 bulan untuk mengetes kesiapan bangunan ,selama didiamkan dilakukan tes swab lantai

104

dan didinding ruangan,jika hasil baik setelah periode 1 bulan ruangan boleh digunakan

Selesai renovasi

Diamkan selama 1 bln dan uji swab

Hasil baik

Ruangan siap digunakan

Hasil tak baik

Desinfeksi dinding dan lantai dengan larutan chlorine 0,5 %

Lakukan swab ulang

Hasil baik ruangan siap digunakan

8. Pelayanan pembuatan ruang kohort a. Penanggung jawab - Ketua komite PPI - IPSRS b. Perangkat kerja - Ruangan bertekanan negatif ( exhaust fan dan ventilasi) - APD ( terutama masker bedah rangkap 3)

105

c. Tata laksana - Komite PPI mengajukan pembuatan ruangan kohort kepada direktur. - Setelah ada disposisi kepada TIM pembangunan (IPSRS) - Dilakukan pembuatan ruangan kohort yang bertekanan negatif - Syarat dan denah terlampir 9. Pelayanan pemeriksaan baku mutu air dan lPAL 10. Kebersihan tangan a. Penanggung jawab - Ketua komite PPI b. Perangkat kerja - Alkohol handrub - Air mengalir - Wastafel - Towel - Sabun - Clorhexidine 2% dan 4 % c. Tata laksana - Penyiapan SPO kebersihan tangan dan gambar kebersihan tangan - Edukasi pada seluruh staf rumah sakit - Audit kepatuhan kebersihan tangan mulai dari kepala ruang,dokter,baru staf pelaksana - Laporan audit kebersihan tangan

106

BAB V LOGISTIK

Tata cara logistik PPIRS 1. Perencanaan barang. a. Barang rutine : - Kertas HVS,tinta printer,bolpoint,form survei harian,form survei bulanan,form SPO surveilens,buku tulis. - Bahan desinfeksi b. Barang tidak rutine : - Proposal pemeriksaan kultur dan swab - Pengadaan leaflet dan banner kebersihan tangan,etika batuk,pencegahan dan pengendalian infeksi tanggung jawab bersama. 2. Permintaan barang. a. Barang rutine disampaikan pada bagian logistik rutine rumah sakit. b. Barang tidak rutine disampaikan terlebih dahulu pada direktur untuk dimintakan persetujuan. 3. Penditribusian

107

BAB VI KESELAMATAN KERJA

A. Kewaspadaan, upaya pencegahan & pengendalian infeksi meliputi : a. Pencegahan dan Pengendalian PPI b. Keamanan pasien, pengunjung dan petugas B. Keselamatan dan Kesehatan kerja Pegawai Melakukan pemeriksaan kesehatan meliputi ; a. Pemeriksaan kesehatan prakerja b. Pemeriksaan kesehatan berkala c. Pemeriksaan kesehatan khusus diunit beresiko : 

csd,iko,icu,laboratorium,Radiologi,sanitasi gizi,linen

d. Pencegahan dan penanganan kecelakaan kerja (tertusuk jarum bekas). e. Pencegahan dan penanganan penyakit akibat kerja f. Penanganan dan pelaporan kontaminasi bahan berbahaya g. Monitoring ketersediaan dan kepatuhan pemakaian APD bagi petugas h. Monitoring penggunaan bahan desinfeksi C. Pengelolaan bahan dan barang berbahaya a. Monitoring kerjasama pengendalian hama. b. Monitoring ketentuan pengadaan jasa dan barang berbahaya. c. Memantau pengadaan, penyimpanan dan pemakaian B3 D. Kesehatan lingkungan kerja Melakukan monitoring kegiatan : a. Penyehatan ruang bangunan dan halaman rumah sakit b. Penyehatan hygiene dan sanitasi makanan dan minuman c. Penyehatan air d. Pengelolaan limbah e. Pengelolaan tempat pencucian f. Pengendalian serangga, tikus dan binatang pengganggu g. Disinfeksi dan sterilisasi

108

h. Kawasan Tanpa Rokok E. Sanitasi rumah sakit Melakukan monitoring terhadap kegiatan ; a. Penatalaksanaan Ergonomi b. Pencahayaan c. Pengawaan dan pengaturan udara d. Suhu dan kelembaban e. Penyehatan hygiene dan sanitasi makanan dan minuman f. Penyehatan air g. Penyehatan tempat pencucian F. Sertifikasi/kalibrasi sarana, prasarana dan peralatan Melakukan pemantauan terhadap ; a. Program pemeliharaan dan perbaikan peralatan medis dan nonmedis b. Sertifikasi dan kalibrasi peralatan medis dan nonmedis G. Pengelolaan limbah padat, cair dan gas a. Limbah padat yang meliputi i. Limbah medis/klinis ii. Limbah domestik/sampah non medis iii. Limbah infeksius b. Limbah cair c. Limbah gas

H. Pendidikan dan pelatihan PPI a. Mengadakan sosialisasi dan pelatihan internal meliputi : - Sosialisasi sistem tanggap darurat bencana. - Pelatihan penanggulangan bencana. - Simulasi penanggulangan bencana - Pelatihan penggunaan APD - Pelatihan surveilens

109

- Pelatihan desinfeksi dan dekontaminasi - Pelatihan pemadaman api dengan APAR. - Pelatihan bagi regu pemadam - Pelatihan ( training of trainer )spseialis penanggulangan kebakaran - Sosialisasi dan pelatihan penanggulangan kontaminasi B3. - Simulasi penanggulangan bencana dan evakuasi terpadu. b. Mengikut sertakan pelatihan K3 yang dilakukan oleh Perusahaan Jasa atau Intansi lain bagi personil K3. c. Upaya promotif dan edukasi     -

Hand higiene menjadi kebutuhan dan budaya disemua unit pelayanan. Kedisiplinan Penggunaan APD sesuai dengan peruntukannya Surveilens ILI ILO ISK VAP HAP Kepatuhan kebersihan tangan. Upaya promotif PPI : Pemasangan anjuran kebersihan tangan disetiap ruangan publik atau wastafel - Pemasangan cara menggunakan dan melepas APD, - Pemasangan promotif kepatuhan membuang sampah sesuai jenisnya . - Sosialisasi PPI pada karyawan baru dan mahasiswa praktek - Pemasangan gambar etika batuk  Peningkatan pelayanan Pusat sterilisasi . - Upaya pemusatan sterilisasi rumah sakit hanya di CSSD - Penyediaan 3 indikator mutu sterilisasi  Pembuatan ruang kohort : - Kohort kontak infeksi - Kohort droplet infeksi - Kohort air borne infeksi - Kohort imunosupresif  Peningkatan kewaspadaan standart disemua unit pelayanan.

110

I.

Pengumpulan, pengelolaan dokumentasi data dan pelaporan Meliputi : a. Mengagendakan laporan dan rencana kerja PPI b. Mengarsipkan surat keluar dan surat masuk. c. Mengarsipkan semua dokumen berkaitan dengan kegiatan PPI d. Mendokumentasikan setiap kegiatan. e. Memberikan rekomendasi berkaitan dengan PPI kepada Direksi baik diminta atau tidak.

111

BAB VII KESELAMATAN PASIEN

Upaya keselamatan pasien melalui kegiatan KKPRS adalah : 1. Ketepatan identifikasi pasien 1.1 Melakukan identifikasi yang benar sesuai SPO. 2. Peningkatan komunikasi efektif 2.1 Melakukan komunikasi efektif SBAR pada saat : 2.1.1 Komunikasi antar perawat 2.1.2 Komunikasi perawat dengan dokter 2.1.3 Komunikasi antar petugas kesehatan lainnya yang bertugas di Rumah Sakit Panti Rahayu. 2.2 Menggunakan komunikasi SBAR : 2.2.1 Saat pergantian shift jaga. 2.2.2 Saat terjadi perpindahan rawat pasien. 2.2.3 Saat terjadi perubahan situasi atau kondisi pasien. 2.2.4 Saat melaporkan hasil pemeriksaan,efek samping terapi/tindakan atau pemburukan kondisi pasien melalui telepon kepada dokter yang merawat. 3. Peningkatan keamanan obat yang perlu diwaspadai 3.1 Melaksanakan SPO Independent Double chek,Obat kewaspadaan tinggi pada obat-obat yang termasuk dalam daftar obat HAM. 3.2 Memberikan obat sesuai dengan prinsip 6 BENAR. 4. Kepastian tepat lokasi, tepat prosedur, tepat pasien operasi 5. Pengurangan risiko infeksi terkait pelayanan kesehatan 5.1 Melakukan pengisian formulir data pemantauan surveilens : 5.1.1 Infeksi luka infus 5.1.2 Infeksi saluran kencing 5.1.3 Infeksi luka operasi superfisial 5.1.4 VAP ( Ventilator aquired pneumonia) 5.1.5 HAP (Hospital aquired pneumonia) 5.1.6 Kepatuhan kebersihan tangan. 5.2 Melakukan pemantauan kegiatan pengendalian infeksi. 5.3 Melakukan pelaporan dan analisa kejadian infeksi.

112

5.4 Melakukan sosialisasi hasil analisa kejadian infeksi. 5.5 Melakukan evaluasi kegiatan pengendalian infeksi . 6. Pengurangan risiko pasien jatuh. 6.1 Melakukan pencegahan pasien jatuh dengan assessment risiko dan tindak lanjut kepada pasien yang dirawat . 6.2 Melaporkan Kejadian Tidak Diharapkan (KTD) yang terjadi . 6.3 Melakukan analisa sederhana terhadap kejadian KTD yang terjadi di masing-masing unit pelayanan. 6.4 Melakukan sosialisasi hasil analisa KTD yang terjadi.

113

BAB VIII PENGENDALIAN MUTU

A. SISTEM PENCATATAN DAN PELAPORAN a. Penerapansystempencatatan dan pelaporan di RSIA Sitti Kadijah 1 Muhammadiyah mempunyai tujuan: Mendapatkan data untuk memetakan masalah – masalah yang berkaitan dengan keselamatan pasien Sebagai bahan pembelajaran untuk menyusun langkah-langkah agar KTD yang serupa tidakterulang kembali Sebagai dasar analisis untuk mendesain ulang suatu sistem asuhan pelayanan pasien menjadi lebih aman Menurunkan jumlah insiden keselamatan pasien (KTD dan KNC) Meningkatkanmutu pelayanan dan keselamatanpasien b. RSIA Sitti Kadijah 1 Muhammadiyah mewajibkan agarsetiap insiden keselamatan pasien dilaporkan kepada komite keselamatan pasien rumah sakit c. Laporan insiden keselamatan pasien diRSIA Sitti Kadijah 1 Muhammadiyah bersifat: - Non punitive (tidakmenghukum) - Rahasia -

Independen

- Tepatwaktu - Berorientasipadasistem d.Pelaporan insiden keselamatan pasien menggunakan lembar Laporan Insiden Keselamatan Pasien yang berlaku di RSIA Sitti Kadijah 1 Muhammadiyah dan diserahkan kepada Komite Keselamatan Pasien RSIA Sitti Kadijah 1 Muhammadiyah. Bagian/unit mencatat kejadian IKP di buku pencatatan IKP

114

masing-masing. e. Laporan insiden keselamatan pasien tertulis secara lengkap diberikan kepada komite keselamatan pasien dalamwaktu : -

1 x 24 jamuntuk kejadian yang merupakan sentinelevents (berdampak kematian atau kehilangan fungsi mayor secara permanen).Apabila pelaporan secara tertuli sebelum siap,pelaporan KTD dapat disampaikan secara lisan terlebih dahulu.

-

2 x 24 jam untuk kejadian yang berdampak klinis/konsekuensi/keparahan tidak signifikan, minor, dan moderat.

f. Tindak lanjut dari pelaporan: - Tingkat risiko rendah dan moderat:investigasi sederhana oleh bagian/unit yang terkait insiden (5W:what,who,where,when,why). -

Tingkat risiko tinggi dan ekstrim: Root Cause Analysis (RCA) yang dikoordinasi oleh komite keselamatan pasien.

a. Bila insiden keselamatan pasien yang terjadi mempunyai tingkat risiko merah (ekstrim) maka komite keselamatan pasien segera melaporkan kejadian tersebut kepada direksi RSIA Sitti Kadijah 1 Muhammadiyah. b. Bila insiden keselamatan pasien yang terjadi mempunyai tingka trisiko kuning(tinggi) maka komite keselamatan pasien segera melaporkan kejadian tersebut kepada Direksi RSIA Sitti Kadijah 1 Muhammadiyah. c. Komite keselamatan pasien RSIA Sitti Kadijah 1 Muhammadiyah melakukan rekapitulasi laporan insiden keselamatan pasien dan analisisnya setiap tiga bulan kepada direksi RSIA Sitti Kadijah 1 Muhammadiyah

B. PENERAPAN INDICATOR KESELAMATAN PASIEN. a.

Komite Keselamatan Pasien RSIA Sitti Kadijah 1 Muhammadiyah menetapkan indicator keselamatan berdasarkan atas pertimbangan high risk, high impact, high volume,prone problem.

115

b.

Komite Keselamatan Pasien RSIA Sitti Kadijah 1 Muhammadiyah menjelaskan definisi operasional, frekuensi pengumpulan data, periode analisis, cara perhitungan,sumber data,target dan penanggungjawab. c. Komite Keselamatan Pasien RSIA Sitti Kadijah 1 Muhammadiyah bertanggung jawab terhadap pelaksanaan dan kesinambungan penerapan indicato rkeselamatan pasien d.Komite Keselamatan Pasien RSIA Sitti Kadijah 1 Muhammadiyah bertanggungjawab dalam proses pengumpulan data, analisis dan memberikan masukan kepada Direksi berdasarkan pengkajian tersebut. e. Indikator dikumpulkan dan dianalisis setiap bulan. Setiap tiga bulan indicator dianalisis dan difeed back kan kepada unit terkait. f. Jumlah indicator keselamatan pasien perlu ditinjau ulang setiap 3 tahun sekali

C. ANALISIS AKARMASALAH a. Dalam rangka meningkatkan mutu dan keselamatan pasien, RSIA Sitti Kadijah 1 Muhammadiyah menerapkan metode rootcauseanalysis (RCA) atau analisa akar masalah, yaitu suatu kegiatan investigasi terstruktur yang bertujuan untuk melakukan identifikasi penyebab masalah dasar dan untuk menentukan tindakan agar kejadian yang sama tidak terulang kembali. b. RCA dilakukan pada insiden medis kejadian nyaris cedera dan KTD yang sering terjadi di RSIA Sitti Kadijah 1 Muhammadiyah. c. RCAdilakukan padasetiap kejadian sentinelevents. d.Insiden keselamatan pasien yang dikatagorikan sebagai level tinggi dan ekstrim diselesaikan dalam kurun waktu paling lama 45 hari dan dibutuhkan tindakan segera yang melibatkan Direksi. e. Agar penemuan aka rmasalah

dan pemecahan masalah mengarah pada sesuatu

yang benar, maka perlu dibentuk tim RCA yang

berunsurkan: dokter yang

mempunyai kemampuan dalam melakukan RCA, unsur keperawatan, dan SDM lain yang terkait dengan jenis insiden keselamatan pasien yang terjadi.

116

f.

Dalam melakukan RCA langkah langkah yang diambil adalah membentuk tim RCA, observasi lapangan, pendokumentasian, wawancara, studi

pustaka,

melakukan asesmen dan diskusi untuk menentukan faktor kontribusi dan aka rmasalah. g. Hasil temuan dari RCA ditindak lanjuti, direalisasi dan dievaluasi agar kejadian yang sama tidak terulang kembali STANDAR DAN INDIKATOR MUTU KINERJA KLINIK 1. Standar Mutu Klinik: RSPR harus mampu memberikan pelayanan yang terbukti aman bagi semua orang yang berada didalamnya baik pasien maupun karyawan dari segala bentuk kejadian yang dapat timbul karena proses pelayanan. 2. Indikator Mutu Klinik: 1). Indikator Non Bedah a). Angka dekubitus b). Angka kejadian infeksi jarum infus c). Angka kejadian infeksi karena transfusi darah. d). Target surveilens angka kejadian infeksi <1,5% e). Tersedianya Bahan- bahan desinfeksi yang sesuai rekomendasi dan aman bagi lingkungan. f). Dilakukannya kegiatan pemantauan g). Hasil swab

: tangan, dinding dan lantai, AC yang memenuhi

standart (SPM) h). Hasil kultur

: Pus, darah dan ujung kateter

117

2)

Unit CSSD

:

a). - indikator bouwie dict tes, kimia dan mikrobiologi dilaksanakan dan hasilnya baik b). - maintence autoclave

.

c). Kalibrasi Autoclave external baik d). Indikator mekanik,kimia,biologi 3)

Upaya kesehatan

:

a). Kebersihan tangan menjadi isu dan tindakan yang menjadi kebutuhan petugas. b). Terlaksananya pemasangan leaflet kebersihan tangan disetiap ruangan ,wastafel dan ruangan publik. c). Edukasi PPI pada calon karyawan . d). Edukasi PPI pada karyawan . e). Edukasi pada mahasiswa praktek f). Hasil survei menjadi informasi disetiap unit pelayanan melalui sistem informasi rumah sakit g). Pemeriksaan kesehatan karyawan secara berkala h). Terlaksananya ruangan kohort dimarkisa 1 atau durian . i). Tersediannya APD yang diperlukan j). Terlaksananya survei complience kebersihan tangan tangan pada perawat senior k). Penyehatan lingkungan

118

l). Ruangan dan lingkungan yang bersih m). Sampah dibuang sesuai jenisnya n). Incenerator berfungsi dengan baik (semua sampah yang dibakar menjadi abu) o). Terlaksananya formularium antibiotika. 3. Indikator mutu lingkungan 1). Hasil uji baku mutu air dan limbah yang dihasilkan sesuai dengan perundangan yang berlaku (UU Lingkungan, PP, PMK, Perprop, Perda) 2). Ketersediaan instalasi pengolah limbah baik padat maupun cair. 3). Ketersediaan pengolahan limbah infeksius 4). Pelaksanaan UKL dan UPL dari Rencana Pengelolaan Lingkungan Penurunan Angka Kuman di area pelayanan khusus B. Formulasi dari indikator-indikator tersebut di atas adalah sebagai berikut a)

Kelompok Pelayanan Non-Bedah 1) Angka infeksi karena Jarum Infus

𝐴𝑛𝑔𝑘𝑎𝐾𝑒𝑗𝑎𝑑𝑖𝑎𝑛𝐼𝑛𝑓𝑒𝑘𝑠𝑖𝐾𝑢𝑙𝑖𝑡𝑘𝑎𝑟𝑒𝑛𝑎𝐽𝑎𝑟𝑢𝑚𝐼𝑛𝑓𝑢𝑠𝑝𝑒𝑟𝐵𝑢𝑙𝑎𝑛 x 100 % 𝐽𝑢𝑚𝑙𝑎ℎℎ𝑎𝑟𝑖𝑑𝑖𝑟𝑎𝑤𝑎𝑡𝑝𝑎𝑠𝑖𝑒𝑛𝑦𝑎𝑛𝑔𝑡𝑒𝑟𝑝𝑎𝑠𝑎𝑛𝑔𝑖𝑣𝑙𝑖𝑛𝑒𝑑𝑎𝑙𝑎𝑚𝑏𝑢𝑙𝑎𝑛𝑖𝑡𝑢 2) Angka infeksi luka operasi

x 100 %

Total penderita yang dioperasi dalam satu bulan

3) Angka infeksi pneumonia krn terpasang ventilator x 100%

119

Total Pasien yang terpasang ventilator dalam satu bulan

4) Angka i saluran kemih

x 100%

Total pasien terpasang DC pada bulan tersebut.

5) Angka pneumonia karena tirah baring (HAP) x 100 % Total pasien tirah baring dalam satu bulan

120

BAB IX PENUTUP

Sebagai penutup kiranya dapat diingatkan kembali bahwa pelayanan pencegahan dan pengendalian infeksi bukanlah urusan mereka yang bertugas di unit PPIRS saja. Namun juga tanggung jawab semua pihak yang berada di RSIA Sitti Kadijah 1 Muhammadiyah. Yang paling penting dilaksanakan dalam rangka Pencegahan dan pengendalian infeksi adalah upaya-upaya edukasi PPI kepada staf ,pasien dan pengunjung Rumah sakit.,sehingga dapat merubah perilaku yang sehat,penyaiapan sarana dan prasarana PPI .upaya pencegahan dan pengendalian infeksi disadari atau tidak memerlukan dana yang besar sehingga memerlukan dukungan penuh dari management rumah sakit. Demikianlah pedoman pelayanan pencegahan dan pengendalian infeksi RSIA Sitti Kadijah 1 Muhammadiyah,lebih baik mencegah dari pada mengobati.

Makassar, 20 Februari 2015

Direktur

Dr.dr.H.Nasrudin AM, Sp.OG

121

XVI. Landasan Hukum

1. Undang Undang Republik Indonesia nomor 44 tahun 2009tentang Rumah sakit. 2. Keputusan Menteri Kesehatan RI nomor.129/MenKes/SK/2008 tentang standart minimal pelayana Rumah Sakit. 3. Surat Edaran direktur jendral Bina Pelayanan Medik nomor HK.03.01/II/3744/ 08 tentang Pembentukan komite dan Tim Pencegahan Pengendalian Infeksi di rumah Sakit. 4. Undang undang no 23 tahun 1992 tentang kesehatan. 5. Peraturan pemerintah nomor 32 tahun 1995 tentang tenaga kesehatan. 6. Peraturan menteri kesehatan republik Indonesia nomor 1333/Menkes/SK/XII/1999 tentang standart pelayanan Rumah sakit. 7. Keputusan Menteri Kesehatan nomor 1575/Menkes/2005 tentang Organisasi dan tata kerja Departemen Kesehatan.

122

Related Documents


More Documents from "Rizka Kurniawati"