LAPORAN TUTOR KEPERAWATAN GAWAT DARURAT 1 SKENARIO II “Pusing yang tidak biasa”
FASILITATOR Hj. Noor Khalilati,Ns.,M.Kep
OLEH TUTOR VII B
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH BANJARMASIN FAKULTAS KEPERAWATAN DAN ILMU KESEHATAN PROGRAM STUDI S1 KEPERAWATAN TAHUN 2018/2019
Jl.S.Parman Komp. RS Islam Banjarmasin No 88 tlp. (0511) 3363002
Disusun oleh Tutor VII B
Dwi Hadisantoso
(1614201110072)
Desy Iriyanti
(1614201110070)
Emy Pratama
(1614201110074)
Nurul Elma
(1614201110103)
Farihah Febia
(1614201110076)
Muhammad Fikri Khairani
(1614201110093)
Muhammad Norhidayat
(1614201110094)
Septea Wulandari
(1614201110112)
Nurul Jannah
(1614201110105)
Siti Munawarah
(1614201110115)
Bela Vista
(1614201110069)
Sri Wahyuna
(1614201110117)
Widya Febriana
(1614201110119)
KATA PENGANTAR Puji syukur kami panjatkan ke hadirat Allah Subhanahu wata΄ala, karena berkat rahmat-Nya kami bisa menyelesaikan makalah yang berjudul “Pusing Yang Tidak Biasa”. Makalah ini diajukan guna memenuhi tugas mata kuliah Gawat Darurat I.
Kami mengucapkan terimakasih kepada semua pihak yang telah membantu sehingga makalah ini dapat di selesaikan tepat pada waktunya. Makalah ini masih jauh dari sempurna, oleh karena itu, kritik dan saran yang bersifat membangun sangat kami harapkan demi sempurnanya makalah ini. Semoga makalah ini memberikan informasi bagi masyarakat dan bermanfaat untuk pengembangan wawasan dan peningkatan ilmu pengetahuan.
Banjarmasin,28 Maret 2019
Penyusun Tutor Vll
BAB I PENDAHULUAN A. Skenario Kasus “Pusing yang tidak biasa” Seorang perempuan umur 35 tahun masuk ke IGD Rs S karna terjatuh didalam kamar mandi,tampak luka didaerah kepala,ada luka lecet dibahu dan daerah pipi,dibagian mulut terdapat air liur yang banyak dan menyumbat jalan nafas,suara gargling terdengar,pernafasan 26x/menit,saat dilakukan pengkajian kesadaran apatis dengan GCS E3M4V3,saturasi oksigen 94% akral teraba dingin,HR 140x/menit (lemah),CRT >2 detik,TD 200/90 mmhg,MAP 126 mmhg.Keluarag klien mengatakan sebelum kejadian klien sempat mengeluh sakit kepala dan merasa pusing, klien mempunyai riwayat hipertensi sejak 3 tahun yang lalu.
B. Daftar kata sulit 1.Suara Gargling 2. MAP 3. Akral 4.Kesadaran apatis 5.HR C. Jawaban kata sulit 1. Suara gargling= adalah suara seperti berkumur-kumur 2. MAP= Mean Arterial Pressure adalah rata-rata darah arteri yang bersikulasi keotak 3. Akral=adalah ujung dari ekstrimitas atas dan bawah (tangan dan kaki) 4. Kesadaran apatis=dimana pasien bersikap cuek (tidak focus) dan tidak adanya kontak mata 5. HR= Heart Rate adalah denyut nadi
D. Daftar pertanyaan 1. Berapa normal MAP ? 2. Klien memiliki hipertensi,resiko apa yang bisa didapatkan oleh pasien? 3. Dibagian mulut terdapat air liur yang menyumbat,tindakan apa yang pertama kali harus dilakukan 4. Sebagai seorang perawat pertolongan pertama apa yang dilakukan pada kasus diatas? 5. Dx apa yang terdapat dalam kasus? E.Jawaban Pertanyaan 1. Normal MAP 90-100 mmhg 2. Resiko yang mungkin bisa ditmbulkan adalah resiko cedera,panyakit jantung, penglihatan bisa rabun. 3. Tindakan yang dilakukan adalah mengatur posisi pasien dengan menaikan kepala hiperektensi,melakukan suction. 4. Pertolongan pertama yaitu membersihkan air liur yang menyumbat jalan nafas. 5. Ketidakefektifan bersihan jalan nafas
F. Learning Outcame 1. Emergency Hipertensi (Pengertian,etiologi,tanda dan gejala) 2. Askep Kegawatdaruratan Pada Emergency Hipertensi Emergency Hipertensi
Pengertian
Tanda Gejala
Etiologi
Penatalaksanaan
Patofisiologi
Pemeruksaan Penunjang
Komplikasi
Askep Kegawatdaruratan Pada Emergency Hipertensi
BAB II PEMBAHASAN 1.1 Pengertian Krisis Hipertensi Krisis hipertensi adalah suatu keadaan klinis yang ditandai oleh tekanan darah yang sangat tinggi dengan kemungkinan akan timbulnya atau telah terjadi kelainan organ target. Hipertensi biasanya merupakan peningkatan kronis dari tekanan darah yang lebih dari 1 40 / 90 mmHg. Kegawatdaruratan hipertensi / krisis hipertensi merupakan sebuah kegawatdaruratan yang memerlukan penurunan tekanan darah segera (Tanto, 2014). Hipertensi emergensi adalah keadaan gawat medis ditandai dengan tekanan darah sistolik > 180 mmHg dan atau diastolik > 120 mmHg, disertai kerusakan organ target akut (Aronow, 2017). Hipertensi emergensi juga didefinisikan sebagai peningkatan berat pada tekanan darah (> 180/120 mmHg) yang terkait dengan bukti kerusakan organ target yang baru atau memburuk (Whelton et al., 2017).
1.2 Etiologi penyebab krisis hipertensi yaitu adanya ketidak teraturan minum obat anti hipertensi,stress, mengkonsumsi kontrasepsi oral, obesitas, merokok dan minum alkohol. Karena ketidak teraturan atau ketidak patuhan minum obat anti hipertensi menybabkan kondisi akan semakin buruk, sehingga memungkinkan seseorang terserang hipertensi yang semakin berat (Krisishipertensi )."tres juga dapat merangsang saraf simpatik sehingga dapat menyebabkan 'asokontriks; sedangkan mengkonsumsi kontrasepsi oral yang biasanya mengandung hormon estrogen serta progesteron yang menyebabkan tekanan pembuluh darah meningkat, sehingga akan lebih meningkatkan tekanan darah pada hipertensi, kalau tekanan darah semakinmeningkat, maka besar kemungkinan terjadi krisis hipertensi.
Obesitas
Ginetik
Berikut ini adalah penyebab hipertensi emergensi (Alwi et al., 2016): Kondisi serebrovaskular: ensefalopati hipertensi, infark otak aterotrombotik dengan hipertensi berat, pendarahan intraserebral, pendarahan subaranoid, dan trauma kepala
Kondisi jantung: diseksi aorta akut, gagal jantung kiri akut infark miokard akut, pasca operasi bypass koroner
Kondisi ginjal: Glomerulonefritis akut, hipertensi renovaskular, krisis renal karena penyakit kolagen-vaskular, hipertensi berat pasca transplantasi ginjal
Akibat ketokolamin di sirkulasi: krisis feokromositoma, interaksi makanan atau obat dengan MAO inhibitor, penggunaan obat simpatomimetik, mekanisme rebound akibat penghentian mendadak obat antihipertensi, hiperrefleksi otomatis pasca cedera korda spinalis
Eklampsia
Kondisi bedah: hipertensi berat pada pasien yang memerlukan operasi segera, hipertensi pasca operasi, pendarahan pasca operasi dari garis jahitan vaskular
Luka bakar berat
Epistaksis berat
Thrombotic thrombocytopenic purpura
1.3 Tanda dan Gejala Pada pemeriksaan fisik, tidak dijumpai kelainan apapun selain tekanan darah yang tinggi, tetapi dapat pula ditemukan perubahan pada retina, seperti perdarahan, eksudat, penyempitan pembuluh darah, dan pada kasus berat dapat ditemukan edema pupil (edema padadiskus optikus).Menurut Price, gejala hipertensi antara lain sakit kepala bagian belakang, kaku kuduk, sulit tidur,gelisah, kepala pusing, dada berdebar-debar, lemas, sesak nafas, berkeringat dan pusing (Price, 2005). Gejala-gejala penyakit yang biasa terjadi baik pada penderita hipertensi maupun pada seseorang dengan tekanan darah yang normal hipertensi yaitu sakit kepala, gelisah, jantung berdebar, perdarahan hidung, sulit tidur, sesak nafas, cepat marah, telinga berdenging, tekuk terasa berat, berdebar dan sering kencing di malam hari. Gejala akibat komplikasi hipertensi yang pernah dijumpai meliputi gangguan penglihatan,saraf, jantung, fungsi ginjal dan gangguan serebral (otak) yang mengakibatkan kejang dan
pendarahan pembuluh darah otak yang mengakibatkan kelumpuhan dangangguan kesadaran hingga koma (Cahyono, 2008).
sesak napas
nyeri kepala
penurunan kesadaran
difisit neorologi
1.4 Patofisiologi Patofisiologi yang tepat dari krisis hipertensi masih belum jelas (Singh, 2011; Varounis et al., 2017). Kecepatan onset menunjukkan faktor pemicunya adalah hipertensi yang sudah ada sebelumnya (Singh, 2011). Dua mekanisme yang berbeda namun saling terkait mungkin memainkan peran sentral dalam patofisiologi krisis hipertensi. Mekanisme pertama adalah gangguan mekanisme autoregulasi di vascular bed (Varounis et al., 2017). Sistem autoregulasi merupakan faktor kunci dalam patofisiologi hipertensi dan krisis hipertensi. Autoregulasi didefinisikan sebagai kemampuan organ (otak, jantung, dan ginjal) untuk menjaga aliran darah yang stabil terlepas dari perubahan tekanan perfusi (Taylor, 2015). Jika tekanan perfusi turun, aliran darah yang sesuai akan menurun sementara, namun kembali ke nilai normal setelah beberapa menit berikutnya. Gambar 2 menggambarkan bahwa jika terjadi kerusakan fungsi autoregulasi, jika tekanan perfusi turun, hal ini menyebabkan penurunan aliran darah dan peningkatan resistensi vaskular. Dalam krisis hipertensi, ada kekurangan autoregulasi di vascular bed dan aliran darah sehingga tekanan darah meningkat secara mendadak dan resistensi vaskular sistemik dapat terjadi, yang sering menyebabkan stres mekanis dan cedera endotelial (Taylor, 2015; Varounis et al., 2017).
1.5 Penatalaksaan Pengobatan hipertensi emergensi tergantung pada jenis kerusakan organ. Pada stroke iskemik akut tekanan darah diturunkan secara perlahan, namun pada kasus edema paru akut atau diseksi aorta dan sindroma koroner akut maka penurunan tekanan darah dilakukan dengan agresif. Penurunan tekanan darah bertujuan menurunkan hingga < 25% MAP pada jam pertama, dan menurun perlahan setelah itu.
Obat yang akan digunakan awalnya intravena dan selanjutnya secara oral, merupakan pengobatan yang direkomendasikan (Turana et al., 2017). Secara umum, penggunaan terapi oral tidak disarankan untuk hipertensi emergensi (Whelton et al., 2017), sebaiknya menggunakan parenteral (Whelton et al., 2017; Elliott et al., 2013). Pada orang dewasa dengan hipertensi emergensi, disarankan masuk ke unit perawatan intensif (ICU), dilakukan pemantauan secara terus-menerus terhadap tekanan darah dan kerusakan organ target dengan pemberian obat parenteral yang tepat. Tekanan darah sistolik harus dikurangi menjadi < 140 mmHg selama satu jam pertama dan < 120 mmHg pada diseksi aorta (Whelton et al., 2017).
1.6 Pemeriksaan penunjang Pemeriksaan penunjang: darah perifer lengkap panel metabolik urinalisis, toksikologi urine, EKG, CT scan, MRI, foto toraks.
1.7 Komplikasi Otak: ensefalopati hipertensi, infark serebral, pendarahan intraserebral, retinopati Jantung: sindrom koroner akut, gagal jantung akut
Aorta: diseksi aorta
Ginjal: gagal ginjal akut
Plasenta: eklampsia
2. Asuhan keperawatan 2.1 Pengkajian a) Anamnesis Anamnesis pasien harus dilakukan secara cermat, mengenai:
Riwayat hipertensi (awitan hipertensi, jenis obat yang dikonsumsi, kepatuhan berobat).
Gangguan organ (kardiovaskular, serebrovaskular, renovaskular, dan organ lain).
b) Pemeriksaan fisik
Pemeriksaan fisik dilakukan sesuai dengan kecurigaan organ target yang terkena berdasarkan anamnesis yang didapat.
Pengukuran tekanan darah di kedua lengan.
Palpasi denyut nadi di keempat ekstremitas.
Auskultasi untuk mendengar ada / tidak bruit pembuluh darah besar, bising jantung, dan rhonki paru.
Pemeriksaan neurologis umum.
Pemeriksaan funduskopi.
Pengkajian Primer
Airway : kaji kebersihan jalan nafas, ada tidaknya jalan nafas, dan tanda-tanda pendarahan di jalan nafas.
Breathing : kaji frekuensi nafas, usaha pergerakan dinding dada, suara nafas, dan udara yang di keluarkan.
Circulation : kaji denyut nadi karotis, tekanan darah dan warna kulit
Disability : kaji tingkat kesadaran, gerakan ekstremitas, dan GCS
Eksposure : kaji tanda-tanda trauma
c) Pemeriksaan laboratorium awal dan penunjang Pemeriksaan laboratorium awal dan penunjang yang dilakukan disesuaikan dengan anamnesis dan pemeriksaan fisik yang ditemukan serta ketersediaan fasilitas. Pemeriksaan laboratorium awal: Hb, Ht, ureum, kreatinin, gula darah dan elektrolit. Urinalisis. Pemeriksaan penunjang lain: Elektrokardiografi, Foto polos thoraks, CT scan kepala, Echocardiography, USG. Pendekatan diagnosis (Alwi et al., 2016):
Anamnesis: selain ditanyakan mengenai etiologi hipertensi pada umumnya, perlu juga ditanyakan gejala-gejala kerusakan organ target seperti gangguan penglihatan, edema pada ekstremitas, penurunan kesadaran, sakit kepala, mual / muntah, nyeri dada, sesak nafas, kencing sedikit / berbusa, nyeri seperti disayat pada abdomen.
Pemeriksaan fisik: tekanan darah pada kedua ekstremitas, perabaan denyut nadi perifer, bunyi jantung, bruit pada abdomen, adanya edema atau tanda penumpukan cairan, funduskopi, dan status neurologis.
Pemeriksaan penunjang: darah perifer lengkap panel metabolik urinalisis, toksikologi urine, EKG, CT scan, MRI, foto toraks.
2.2 Diagnosa Ketidakefektifan bersihan jalan napas berhubungan dengan obstruksi jalan nafas
2.3 Intervensi
Buka jalan nafas gunakan teknik chin lift atau jaw turst
posisikan klien untuk memaksimalkan ventelasi
informasikan pada klien dan keluarga tentang suction
auskultasi suara nafas sebelum diberikan suction
lakukan suction
monitor sttus oksigen
BAB III PENUTUP 3.1 Kesimpulan Hipertensi emergensi disertai dengan kerusakan organ sasaran, sedangkan hipertensi urgensi tanpa kerusakan organ sasaran /kerusakan minimal. Pada kebanyakan penderita krisis hipertensi , TD diastolik > 120 – mmHg.Dalam memberikan terapi perlu diperhatikan beberapa faktor : Apakah penderita dengan hipertensi emergensi atau urgensi. Mekanisme kerja dan efek hemodinamik obat. Cepatnya TD diturunkan, TD yang diinginkan dan lama kerja, dari obat. Autoguralsi dan perfusi dari vital oragan(otak, jantung, dan ginjal) bila TD diturunkan. Faktor klinis lain : obat lain yan gdiberikan , status volum dll.Effek sqamping obat Besarnya penurunan TD umumnya kira-kira 25% dari MAP ataupun tidak lebihrendah dari 170180/100mmHg.
DAFTAR PUSTAKA Alwi,I.,Salim,
S.,Hidayat,
R.,Kurniawan,J.,et
al.,2016.Krisis
hipertensi,
dalam
penatalaksanaan di bidang ilmu penyakit dalam . panduan praktis klinis cetakan ketiga.internapublishing.jakarta. Aronow, W.S. 2017. Treatment of hypertensive emergencies.annals of translational medicine. Vol 5 Fikriana. Riza S.,kep., Ns. M,kep`2018, system kardiovaskuler, Yogyakarta Nurarif. Amin huda. Dkk, 2015. NANDA, NIC, NOC., jilid 2.,Yogyakarta Sodoyo, Aru w, Bambang Setiohadi. 2018. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Jakarta : Interna Publising