LAPORAN TUTORIAL SKENARIO 1 : ANALGESIK BLOK 13 : FARMAKOLOGI, FARMASI, DAN OBAT ALAMI
OLEH KELOMPOK X TUTOR : Prof. Dr. drg. I Dewa Ratna Dewanti, M.Si. Ketua
: Resza Utomo
161610101079
Scriber
: Radin Ahmad Hizdbul M.
161610101083
Anggota
: Anindita Permata
161610101076
Isfania Harmintaswa
161610101077
Devanti Ayu C.
161610101078
Adelia Okky S.
161610101080
Alfan Maulana E.
161610101081
Nancy Amelia R.
161610101082
FAKULTAS KEDOKTERAN GIGI UNIVERSITAS JEMBER 2018
Skenario 1 Analgesik Didi, mahasiswa FKG semester 4, sedang sakit gigi, gigi 36 berlubang besar, semalaman Didi tidak bisa tidur gara-gara giginya yang sakit itu. Keesokan harinya penyakit maagnya kambuh karena kemarin Didi enggak makan, akhirnya Didi pergi ke rumah sakit untuk berobat. Sesampainya di ruang tunggu rumah sakit, Didi melihat banyak sekali orang yang kesakitan dengan ekspresi yang berbedabeda, ada yang bisa menahan sakitnya dengan dia meringis, ada yang merintih pelan bahkan ada yang sampai berteriak-teriak kesakitan. Didi berfikir apakah semua orang yang kesakitan ini nantinya akan diberi obat yang sama atau berbeda untuk meredakanrasa sakit yang bermacam-macam itu. Obat apa yang cocok untuk semua keluhan Didi.
STEP 1 Clarifying Unfamilliar Terms 1. Nyeri
: Sensasi tidak menyenangkan, dan dirasakan sebagai rasa
sakit, timbul saat terjadi kerusakan jaringan. Persepsinya sangat subyektif, tergantung pengalaman emosional sebelumnya. 2. Maag
: Menigkatnya asam lambung yang dapat mengikis mukosa
lambung, dan dapat menyebabkan mual, perih, dan mulas. 3. Analgesik : Suatu obat anti-nyeri mengurangi rasa sakit tanpa mengurangi kesadaran dan memengaruhi penyebab rasa sakit.
STEP 2 Problem Definition 1. Apa saja jenis nyeri? 2. Bagaimana penggolongan obat analgesik? 3. Bagaimana cara kerja farmakokinetik dan farmakodinamik NSAID? 4. Bagaimana cara kerja farmakokinetik dan farmakodinamik opioid? 5. Apa penggunaan obat analgesik yang sesuai keluhan dan riwayat penyakit untuk Didi?
STEP 3 Brain Storming 1. Jenis Nyeri a. Berdasarkan penilaian dengan Visual Analog Skill (VAS), dengan mengukur intensitas nyerinya, ada 3: Ringan
: Sakit gigi, nyeri otot, Haid. VAS : kurang
dari 4. Sedang
: Sakit punggung, migrain, rematik. VAS :
4-7. Berat
: Kejang usus, kolik (batu empedu), batu
ginjal, kanker. VAS : lebih dari 7. b. Berdasarkan proses terjadinya suatu nyeri, ada 3: Nosiseptik : terjadi kerusakan pada tubuh. Neuropatik: terjadi kerusakan pada saraf. Psikogenik : kondisi psikologis yang menyebabkan kecemasan, stress, hingga depresi. c. Berdasarkan waktunya, ada 3: Akut
: karena kerusakan yang berlangsung tidak
lama, waktunya kurang dari 2 minggu. Subakut
: waktunya 2-3 minggu.
Kronis
: sudah berlangsung lama, bisa mencapai
lebih dari 3 bulan. d. Berdasarkan kecepatannya, ada 2: Nyeri melalui serabut A Nyeri melalui serabut C e. Berdasarkan sumbernya, ada 3: Somatik
: berasal dari kulit atau jaringan
dibawah kulit (superfisial). Referred pain
: bagian tubuh yang letaknya jau dari
jaringan yang mengalami nyeri.
Visceral
: berasal dari organ viseral.
2. Obat analgesik, dibagi menjadi 2 golongan: a. Opioid Anlgesik opioid merupakan kelompok obat yang memiliki sifat seperti opium yang berasal dari getah Papaverum somniferum yang mengandung sekitar 20 jenis alkaloid diantaranya, morfin, codein, tebain, dan papaverin. Sering terjadi penyalahgunaan analgesik opioid karena adanya efek euforia dan ketagihan sehingga penggunaannya pun dibatasi. Opioid bekerja pada sistem saraf pusat, untuk meredakan kisaran nyeri lebih luas, biasanya digunakan untuk rasa nyeri yang hebat, misalnya pasca pembedahan. b. NSAID NSAID bekerja pada sistem saraf pusat maupun pada sistem saraf perifer. NSAID diklasifikasikan beberapa kelompok sebagai berikut: a. Turunan asam salisilat b. Turunan anilin c. Turunan 5-pirazolon dan piraziladinon d. Turunan asam N-arilantranmilat e. Turunan asam arilasetat dan hetero lasetat f. Turunan Oksikam 3. Mekanisme
kerja
NSAID
yaitu
dengan
menghambat
enzim
siklooksigenase (COX-1 dan COX-2) sehingga asam arakidonat menjadi postaglandin A2 terhambat. Dan juga memengaruhi penghambatan agregasi, penghabatan PGE2 menjadi tromboxan A2, sehingga agregasi trombosit terhambat, sehingga proses hemostasis terganggu. NSAID dibagi menjadi 3, yaitu: a. Inhibitor selektif COX-1, seperti : aspirin b. Inhibitor non-selektif terhadap COX, seperti : ibuprofen
c. Inhibitor selektif COX-2, seperti : meloxsicam 4. Analgesik opioid berdasarkan reseptornya ada 4: a. Agonis kuat
:
seperti
morfin,
tetapi
memiliki efek samping seperti depresi pernapasan. b. Lemah-sedang c. Campuran agonis-antagonis d. Antagonis
: seperti naloxone, obat ini
bisa menyembuhkan koma, tetapi memiliki efek samping depresi pernapasan,cara kerjanya yaitu menggantikan semua molekul opioid yang berikatan dengan reseptor. Berdasarkan mekanisme kerjanya, dibagi menjadi 3 yaitu: a. Agonis opiad
: bekerja dengan menghilangkan rasa nyeri
dengan cara mengikat reseptor pada sistem saraf, sehingga impuls transmitter. b. Antagonis opiad : bekerja dengan menduduki salah satu reseptor opioid pada sistem saraf c. Kombinasi
: bekerja dengan cara menggantikan reseptor
opioid, akan tetapi tidak mengaktivasi kerja obat tersebut dengan sempurna. Analgesik opioid memiliki 3 reseptor, antara lain: a. Miu
: menimbulkan efek sedasi, menyebabkan inhibisi
pernapasan, memperlambat saluran sistem pencernaan, dan memodulasi neurotransmitter shingga impuls lebih cepat. b. Kappa
: memperlambat saluran cerna, dan menimbulkan
efek psikonimetik. c. Delta
: memodulasi neurotransmitter, sehingga impuls
lebih cepat. Farmakokinetik
Ketika masuk diabsorpsi tubuh, masuk ke sirkulasi bebas, ada yang langsung diikat protein. Ada yang langsung didistribusikan, reseptor miu, kappa, delta. Opioid bisa menhambat kerja SSP. lalu di metabolisme memcah bagian obat sehingga mudah disekresi. 5. Paracetamol, dikarenakan paracetamol aman dan kurang mengiritasi lambung sehingga dapat digunakan oleh Didi.
STEP 4 Mapping MACAM NYERI
JANGKA WAKTU
SUMBER
PROSES TERJADINYA
JALUR RAMBATAN
LOKASI
ANALGESIK
MACAM
NSAID
INDIKASI DAN KONTRAINDIKASI
OPIOID
MEKANISME KERJA
FARMAKOKIN ETIK
EFEK SAMPING
FARMAKODIN AMIK
STEP 5 Learning Objective 1. Mahasiswa mampu mengetahui, memahami, dan menjelaskan mekanisme nyeri. 2. Mahasiswa mampu mengetahui, memahami, dan menjelaskan biosintesis siklooksigenase. 3. Mahasiswa mampu mengetahui, memahami, dan menjelaskan mekanisme kerja NSAID dan opioid. 4. Mahasiswa mampu mengetahui, memahami, dan menjelaskan tips memilih obat analgesik sesuai dengan keluhan dan riwayat penyakit.
STEP 7 Reporting/Generalisation 1. Mahasiswa mampu mengetahui, memahami, dan menjelaskan mekanisme nyeri. 2. Mahasiswa mampu mengetahui, memahami, dan menjelaskan biosintesis siklooksigenase. ENZIM SIKLOOKSIGENASE Sedangkan enzim siklooksigenase adalah enzim yang berperan dalam pembentukan prostaglandin-prostaglandin yang dapat menyebabkan inflamasi dan rasa nyeri ketika terekspresi secara berlebihan (Ya-Di dkk., 2011). Asam arakidonat (asam eikosatetraenoat) adalah suatu asam lemak yang mempunyai 20 buah atom karbon di dalam molekulnya dan mempunyai 4 ikatan rangkap. Asam arakidonat merupakan penyusun dari membran fosfolipid yang dapat dilepaskan oleh enzim fosfolipase-A2 yang kemudian akan menjadi substrat bagi enzim COX dan LOX (Lüllman dkk., 2000). Cyclooxygenase (COX)Cyclooxygenase, seringkali dikenal dengan istilah COX merupakan family mieloperoksidase yang berada pada sisiluminal dari retikulum endoplasma dan membran nuclear (Diederich, 2010). Enzim ini mengkatalisa biosintesa prostaglandin dari asam arakidonat (Pandev, 2010). Siklooksigenase bekerja melalui dua reaksi. Reaksi pertama adalah konversi dari asam arakidonat yang dirilis dari membran plasma oleh fosfolipase-A2 menjadi prostaglandin(PG) G2. Reaksi kedua adalah konversi PGG2 menjadi PGH2. Selanjutnya, dengan enzim sintetase yang berbeda mengkonversi PGH2 menjadi prostaglandin D2, F2α, E2, I2 dan tromboksan A2 (Pandev, 2010). Prostanoid (prostaglandin dan tromboksan) dirilis dalam waktu singkat dari sel, dimana mereka beraksi lokal pada parakrin dan autokrin.
Prostaglandin berperan penting dalam fungsi fisiologi seperti vasodilatasi (PGD2, PGE2, PGI2), proteksi lambung (PGI2), menjaga homeostasis renal dan agregasi platelet. Prostaglandin juga berperan dalam memediasi demam (PGE2), sensitivitas nyeri dan inflamasi (Diederich, 2010). Sampai saat ini terdapat tiga isoform dari COX yang telah diidentifikasi. COX-1 adalah glikoprotein dengan berat molekul 71kDa yang diekspresikan secara terusmenerus (konstitutif) pada jaringan yang berbeda. COX-1 dikode oleh gen pada kromosom 9 dan berperan dalam homeostasis jaringan dengan memmodulasi beberapa proses seluler mulai dari proliferasi sel sampai angiogenesis atau agregasi platelet yang berhubungan dengan produksi tromboksan (Kern, 2006). Perbedaan dari COX-1 dan COX-2 adalah pada splicing, stabilitas dan efektifitas translasional mRNA. Selain itu COX-1 dan COX-2 memperlihatkan kemampuan yang menggunakan sumber substrat yang berbeda. Sebagai contoh, pada fibroblast dan sel imun, COX-2 mempunyai kemampuan dalam menggunakan asam arakidonat endogen dimana COX1 tidak dapat melakukan hal tersebut. Pada sistem ini, COX1 akan mengunakan substrat eksogen.1 COX-2 merupakan isoform COX yang bersifat indusibel (enzim adaptif adalah enzim yang hanya diekspresikan pada kondisi tertentu dan diproduksi secara terus menerus) yang diregulasi oleh factor pertumbuhan dan sitokin yang berbeda seperti IL1β, IL6 atau TNFα dan akan mengalami peningkatan ekspresi selama inflames (Kern, 2006). Gen COX-2 terdapat pada kromosom 1. COX2 memperlihatkan 60% homologi dengan COX-1. Sedangkan COX-3 telah diidentifikasi sebagai varian dari COX-1 dan terdapat pada otak dan tulang belakang. Mekanisme kerja dari COX-3 ini belum diketahui secara pasti. Beberapa penelitian terdahulu menyatakan bahwa kerja COX-3 berhubungan dengan pengaturan nyeri yang seringkali dikaitkan dengan aksi dari parasetamol.
Sintesis prostaglandin dapat terjadi bila membran sel mengalami kerusakan oleh suatu rangsangan kimiawi, fisik, atau mekanis, sehingga enzim fosfolipase diaktifkan untuk mengubah fosfolipida menjadi asam arakhidonat. Asam lemak poli tak jenuh ini kemudian diubah sebagian oleh enzim siklooksigenase menjadi asam endoperoksida dan seterusnya menjadi zat-zat prostaglandin. Bagian lain dari arakhidonat diubah oleh enzim lipoksigenase menjadi zat-zat leukotrien. Baik prostaglandin maupun leukotrien bertanggung jawab atas sebagian besar gejala peradangan (Katzung, 1994; Tjay dan Rahardja, 2007).
3. Mahasiswa mampu mengetahui, memahami, dan menjelaskan mekanisme kerja NSAID dan opioid. a. Mekanisme Kerja NSAID Asam arakidonat merupakan konstituen diet pada manusia, sebagai salah satu senyawa yang kehadirannya bersama diet asarn linoleat. Asam arakidonat sendiri oleh mernbran sel akan diesterifikasikan menjadi bentuk fosfolipid dan lainnya berupa kompleks lipid. Dalam keadaan bebas tetapi dengan konsentrasi yang sangat kecil asam ini berada di dalam sel. Pada biosintesis eikosanoid, asarn arakidonat akan dibebaskan dari sel penyimpan lipid oleh asil hidrolase. Besar kecilnya pembebasan tergantung dari kebutuhan enzim pensintesis eikosanoid. Kebutuhan ini ditentukan dari seberapa besar respons yang diberikan terhadap stimuli penyebab radang (Campbell, 1991). Asam asetilsalisilat (aspirin) sebagai prototip nonsteroidal antiinflammatory drugs (NSAID) merupakan analgetika nonsteroid, nonnarkotik (Reynolds, 1982). Kerja utama asam asetilsaIisilat dan kebanyakan obat
antiradang
nonsteroid
lainnya
sebagai
penghambat
enzim
siklooksigenase yang mengakibatkan penghambatan sintesis senyawa endoperoksida siklik PGG2 dan PGH2. Kedua senyawa ini merupakan prazat semua senyawa prostaglandin, dengan demikian sintesis rostaglandin akan terhenti (Mutschler, 1991; Campbell, 1991), dapat dilihat pada
Gambar-1.
Asam asetilsalisilat (salisilat) tidak menghambat metabolisme asam arakidonat
melalui
alur
lipoksigenase.
Penghambatan
enzim
siklooksigenase kemungkinan akan menambah pembentukan leukotrien pada alur lipoksigenase. Kemungkinan ini dapat terjadi disebabkan bertambahnya sejumlah asam arakidonat dari yang seharusnya dibutuhkan enzim lipoksigenase (Mutschler, 1991; Campbell, 1991). Selain sebagai penghambat sintesis prostaglandin dari berbagai model eksperimen yang telah dicoba kepada manusia untuk tujuan terapeutik, NSAID ternyata menunjukkan berbagai kerja lain sebagai antiradang (Melmon dan Morreli, 1978).
b. Mekanisme Kerja Opioid 4. Mahasiswa mampu mengetahui, memahami, dan menjelaskan tips memilih obat analgesik sesuai dengan keluhan dan riwayat penyakit. Nyeri merupakan pengalaman sensori dan emosional yang tidak menyenangkan sebagai akibat dari kerusakan jaringan yang aktual dan potensial, yang menyakitkan tubuh serta diungkapkan oleh individu yang mengalaminya. Ketika suatu jaringan mengalami cedera, atau kerusakan mengakibatkan dilepasnya bahan – bahan yang dapat menstimulus reseptor nyeri seperti serotonin, histamin, ion kalium, bradikinin, prostaglandin, dan substansi P yang akan mengakibatkan respon nyeri (Kozier dkk, 2009). Klasifikasi nyeri berdasarkan durasi atau waktu: a. Nyeri akut Nyeri akut adalah nyeri yang terjadi dalam kurun waktu yang singkat, biasanya kurang dari 6 bulan. Nyeri akut yang tidak diatasi secara adekuat mempunyai efek yang membahayakan di luar ketidaknyamanan yang disebabkannya karena dapat mempengaruhi sistem pulmonary, kardiovaskuler, gastrointestinal, endokrin, dan imonulogik (Potter & Perry, 2005). Ketorolak merupakan salah satu obat analgetik dari golongan NSAID yang merupakan suatu grup yang terdiri dari berbagai struktur kima yang memiliki potensi sebagai antiinflamasi, antipiretik dan analgetik. Ketorolak dapat diberikan secara oral, intramuskular atau intravena. Pemberian secara intratekal dan epidural tidak dianjurkan. Obat ini memiliki potensi yang besar dalam menanggulangi nyeri berat akut, namun memiliki aktifitas antiinflamasi yang sedang bila diberikan secara intra muscular dan intra vena. Ketorolak dapat diberikan sebagai analgesik pasca operatif atau sebagai kombinasi bersama opioid. Cara kerja ketorolak adalah dengan cara menghambat sintesis prostaglandin secara reversibel di perifer tanpa mengganggu reseptor opioid pada sistem pusat. Ketorolak akan menghambat nyeri dan reaksi inflamasi,
sehingga akan mempercepat proses penyembuhan luka. Obat ini juga memiliki potensi untuk menghambat produksi tromboksan platelet dan agregasi platelet. Ketorolak secara kompetitifmenghambat kedua isoenzim COX, COX-1 dan COX-2 dengan potensi yang berbeda, untuk menghasilkan efek farmakologis antiinflamasi, analgesi, dan antipiretik. Sama seperti NSAID lain, obat ini tidak dianjurkan diberikan untuk wanita hamil, menghilangkan nyeri persalinan wanita sedang menyusui, usia lanjut,anak usia kurang dari 4 tahun, gangguan perdarahan dan bedah tosilektomi. Keuntungan dari penggunaan analgesik ketorolak adalah obat ini tidak menyebabkan depresi ventilasi atau kardiovascular. Selain itu, ketorolak hanya memiliki sedikit atau tidak ada efek pada dinamika saluran empedu, menjadikan obat ini lebih berguna sebagai analgesik pada pasien spasme gangguan empedu. b. Nyeri Kronis Nyeri kronik adalah nyeri yang berlangsung selama lebih dari 6 bulan. Nyeri kronik berlangsung di luar waktu penyembuhan yang diperkirakan, karena biasanya nyeri ini tidak memberikan respon terhadap pengobatan yang diarahkan pada penyebabnya. Jadi nyeri ini biasanya dikaitkan dengan kerusakan jaringan (Guyton & Hall, 2008). Nyeri kronik mengakibatkan supresi pada fungsi sistem imun yang dapat meningkatkan pertumbuhan tumor, depresi, dan ketidakmampuan. Tramadol merupakan analgetik yang bekerja di sentral yang memiliki afinitas sedang pada reseptor mu(µ) dan afinitasnya lemah pada reseptor kappa dan delta opioid. Obat golongan opioid sendiri telah banyak digunakan sebagai obat anti nyeri kronis dan nyeri non-maligna. Tramadol 3mg/kg yang diberikan secara oral, i.m. atau i.v. efektif pada pengobatan nyeri sedang hingga berat. Tramadol memperlambat pengosongan lambung, meskipun efeknya kecil dibandingkan dengan opioid lain.12 Selain itu, tramadol juga dapat menyebabkan sensasi berputar, konstipasi, pusing, dan
penurunan kesadaran. Penggunaan tramadol sebaiknya dihentikan bila didapatkan gejala seperti kejang, nadi lemah, dan kesulitan bernafas. Dibandingan dengan analgesik NSAID, Tramadol lebih aman untuk digunakan karena tidak memiliki efek yang serius terhadap pencernaan, sistem koagulasi, dan ginjal. Obat ini bermanfaat pada penanganan nyeri kronik karena obat ini tidak menyebabkan toleransi atau adiksi dan tidak berkaitan dengan toksisitas organ utama atau efek sedatif yang signifikan. Obat ini juga bermanfaat pada pasien yang mengalami intoleransi pada obat anti inflamasi non steroid. Kerugian tramadol antara lain interaksinya dengan antikoagulan koumadin dan kejadian kejang. Oleh karena itu pada pasien epilepsi, penggunaan tramadol sebaiknya dihindari. Selanjutnya efek samping tramadol yang paling sering terjadi adalah meningkatnya insidensi mual dan muntah pada pasien perioperatif. Berdasarkan lokasinya Sulistyo (2013) dibedakan nyeri menjadi, 1. Nyeri Ferifer Nyeri ini ada tiga macam, yaitu : a. Nyeri superfisial, yaitu nyeri yang muncul akibat rangsangan pada kulit dan mukosa b. Nyeri viseral, yaitu rasa nyeri yang muncul akibat stimulasi dari reseptor nyeri di rongga abdomen, cranium dan toraks. c. Nyeri alih, yaitu nyeri yang dirasakan pada daerah lain yang jauh dari penyebab nyeri. 2. Nyeri Sentral Nyeri yang muncul akibat stimulasi pada medulla spinalis, batang otak dan talamus. 3. Nyeri Psikogenik Nyeri yang tidak diketahui penyebab fisiknya. Dengan kata lain nyeri ini timbul akibat pikiran si penderita itu sendiri. Intensitas nyeri dibedakan menjadi lima dengan menggunakan skala numerik yaitu: 1. 0 : Tidak Nyeri
2. 1-2 : Nyeri Ringan 3. 3-5 : Nyeri Sedang 4. 6-7 : Nyeri Berat 5. 8-10 : Nyeri Yang Tidak Tertahankan (Judha, 2012). Nyeri berdasarkan sifatnya : 1) Incidental pain Yaitu nyeri yang timbul sewaktu - waktu lalu menghilang. 2) Steady pain Yaitu nyeri yang timbul dan menetap serta dirasakan dalam waktu yang lama. 3) Paroxysmal pain Yaitu nyeri yang dirasakan berintensitas tinggi dan kuat sekali. Nyeri tersebut biasanya menetap kurang lebih 10-15 menit, lalu menghilang, kemudian timbul lagi.
DAFTAR PUSTAKA Campbell, J. B. Reece, L. G dan Mitchell. 1991. Biologi. Edisi kelima. Jilid 3. Jakarta : Penerbit Erlangga. Diederich, M., Ghibelli, L., Dicato, M., Cerella, C., and Sobolewski, C., The Role of Cyclooxygenase-2 in Cell Proliferation and Cell Death in Human Malignancies (Review Article), International Journal of Cell Biology 2010, 10 : 1-21. Katzung, B. G., 1994, Buku Bantu Farmakologi, 137, Fakultas Kedokteran Universitas Sriwijaya, EGC, Jakarta Kern, MA., Haugg, AM., Koch, AF., Schilling, T., Breuhahn, K., Walczak, H., Fleischer, B., Trautwein, C., Michalski, C., Schulze-Bergkamen, H., Friess, H., Stremmel, W., Krammer, PH., Schirmacher, P., and Muller, M., Cyclooxygenase-2 Inhibition Induces Apoptosis Signaling via Death Receptor and Mitochondria in Hepatocellular Carcinoma, Cancer Research 2006, 66(14) : 7059-7066. Lullmann H, Mohr K, Ziegler A, Bieger D. 2000. Color Atlas of Pharmacology.2nd ed. New York : Thieme. Miller, R. L., P. A., Insel, K. L., Melmon, 1978, Inflammatory Disorders. In: K. L. Melmon, and H. F. Morelli, (Ed), Clinical Pharmacology, 2nd ed., Macmillan Publishing Co., Inc., New York, Mutschler Ernst. 1991. Dinamika Obat. Edisi 5. Penerjemah Mathilda B Widianto, Anna Setiadi Ranti. ITB. Bandung. Pandev, HP., Shukla, HS., Prakash, K., Tewari, M., Pandey, A., and Singh, AK., A Discussion on Chemoprevention of oral cancer by Selective Cyclooxygenase2 (COX-2) Inhibitors, Digest Journal of Nanomaterials and Biostructures 2010, 5(2) : 285-295. Tjay, T. H., dan Rahardja, K., 2002, Obat-Obat Penting Khasiat, Penggunaan dan Efek-Efek Sampingnya, Edisi V, 357-360, 380, 428, Penerbit PT Elex Media Komputindo, Kelompok Gramedia, Jakarta.