Laporan Kasus Infeksi Saluran Kemih
DISUSUN OLEH : Torry Tandi Wijaya 11.2017.168 MODERATOR dr. Martaviani, M.kes, SpA DOKTER PEMBIMBING : dr. Dana N Prihadi, SpA (K), Mkes KEPANITERAAN KLINIK ILMU PENYAKIT DALAM RUMAH SAKIT GATOT SOEBROTO PERIODE 15 OKTOBER 2018 – 22 DECEMBER 2018 FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS KRISTEN KRIDA WACANA JAKARTA BARAT
BAB I LAPORAN KASUS I.
IDENTITAS PASIEN Nama
: Syabila Nada Aprilia
Tanggal lahir
: 06 April 2018
Umur
: 6 bulan 13 hari
Agama
: Islam
Pekerjaan
: Belum berkeja
Pendidikan
: Belum sekolah
Status perkawinan
: Belum menikah
Suku bangsa
: Jawa
Alamat
: Kali Baru Timur GG. 12/17 RT 004/002 KEL. BUNGUR KEC. Senen Jakarta pusat
Tanggal masuk
II.
: 14 Oktober 2018
ANAMNESIS Diambil dari : Alloanamnesis pada tanggal 19 Oktober 2018 pukul 14.30 WIB
Keluhan Utama : Mencret sejak 2 minggu.
Riwayat Penyakit Sekarang: Pasien datang ke Intalasi Gawat Darurat (IGD) Rumah Sakit Gatot Soebroto dengan keluhan mencret sejak 2 minggu sebelum datang ke Rumah Sakit (SMRS). Buang air besar (BAB) sehari 5 kali dalam sehari, frekuensi ¼ gelas beling (lebih kurang 200cc) dalam 1 kali BAB. dan warna kuning. Terdapat ampas, pasien sehari ganti popok bisa 9-10 kali dalam sehari. Demam dirasakan setalah mencret 3 jam kemudian. Demam dirasakan terus menerus dengan suhu teritinggi 40,4oC, dan Demam pernah turun pada suhu normal 37,1. Pasien juga sudah minum obat paracetamol sirup ½ sendok teh 3- 4 kali sehari, ada perbaikan namun demam muncul kembali. Pasien juga rewel. Ibu pasien juga mengatakan terdapat batuk pada pasien, namum tidak keluar dahak, maupun darah. Ada pilek namun tidak ada keluar cairan ingus dari hidung.Ibu pasien mengatakan sehari psaien bisa minum asi lebih dari 10 kali dalam 2
waktu 1 sampai 2 jam. Ibu pasien mengatakan di lingkungan rumahnya sempit dan jarak toilet selokan Cuma 3 meter. Ibu pasien biasa minum air galon yang isi ulang tetapi tidak tau pasti mereknya. Disekirar lingkungan pasien tidak ada sakit seperti pasien. BAK dalam batas normal. Keluah lain seperti BAB bercampur lendir dan darah, muntah, serta kejang disangkal. Pasien juga sudah berobat puskesmas dan Rumah Sakit Swasta sebelumnya, dan mendapat pengobatan berupa oralit, dan paracetamol sirup, Zinc, Probiotik, cefixime dan obat racikan tetapi tidak ada perbaikan sehingga pasien berobat lagi ke Rumah Sakit Gatot Soebroto.
Penyakit Dahulu ( - ) Cacar
( - ) Malaria
( - ) Batu ginjal/Sal.kemih
( - ) Cacar Air
( - ) Disentri
( - ) Burut (Hernia)
( - ) Difteri
( - ) Hepatiti B
( - ) Rematik
( - ) Batuk Rejan
( - ) Tifus Abdominalis
( - ) Wasir
( - ) Campak
( - ) Gastritis
( - ) Tuberkulosis
( + ) Influenza
( - ) Sifilis
( - ) Alergi
( - ) Tonsilitis
( - ) Gonore
( - ) Tumor
( - ) Khorea
( - ) Hipertensi
( - ) Penyakit Pembuluh
( - ) Demam Rematik Akut
( - ) Ulkus Ventrikuli
( - ) Pendarahan Otak
lain lain : keluhan serupa sebelumnya (-) Riwayat Keluarga Hubungan
Umur (Tahun)
Jenis Kelamin
Keadaan Kesehatan
Penyebab Meninggal
Kakek (ayah)
Tidak tahu
Laki-laki
Meninggal
Tidak diketahui
Nenek (ayah)
Tidak tahu
Perempuan
Meninggal
Tidak diketahui
Kakek (ibu)
Tidak tahu
Laki-laki
Meninggal
Kecelakaan
Nenek (ibu)
72 tahun
Perempuan
Sehat
-
Ayah
34 tahun
Laki-laki
Sehat
-
Ibu
32 tahun
Perempuan
Sehat
-
Kakak
4 tahun
Laki-laki
Sehat
-
3
Adakah Kerabat yang Menderita : Penyakit
Ya
Tidak
Alergi
Asma
Tuberkulosis
Artritis
Rematisme
Hipertensi
Jantung
Ginjal
Lambung
Hubungan
Riwayat Kehamilan Morbiditas kehamilan : normal tidak ada keluhan apapun Perawatan antenatal :
bagus
Riwayat Kelahiran Tempat Lahir : ( ) di rumah Ditolong oleh : ( ) Dokter
( ) Rumah Bersalin ( + ) Bidan
( ) Dukun
( + ) R.S Bersalin ( ) lain - lain
Cara Persalinan : spontan Berat Badan Lahir : 2800 gram Panjang Badan Lahir : 47 cm Usia Getasi : cukup bulan (39 minggu)\ Keadaan bayi setelah lahir : Langsung menangis : iya Kebiruan
: tidak ada
Pucat
: Tidak ada
APGAR
: Tidak diketahui
Riwayat Kuning
: Tidak diketahui
Riwayat Kejang
: Tidak ada 4
Lain lain Dijelaskan : Tidak ada Riwayat Perkembagan Motorik kasar Tengkurap
: 2 bulan
berdiri
:belum bisa
Menggenam mainan : 6 bulan
sering telungkupan
: 6 bulan
Bicara
mengoceh : umur 3 bulan
Bahasa : belum bisa
Motorik Halus dan Kongitif Menulis
: belum bisa
Memegang mainan : 6 bulan
Prestasi belajar: belum sekolah Perkembangan purbetas : Belum ada Usia
ASI/ PASI dan Buah/ biscuit
Bubur susu
Nasi team
takaran 0-2 bulan
ASI
2-4 bulan
ASI
4-6 bulan
ASI
6-8 bulan 8-10 10-12
RIWAYAT IMUNISASI Jenis Imunisasi
Usia
Hepatitis B
16/4/18
BCG
16/5/18
Polio
23/5/28
DPT
27/06/18
HiB
27/06/18
4/7/18
v
Campak Imunisasi lain
5
RIWAYAT KELUARGA Anak ke 2 dari 2 Besaudara No Tanggal Lahir Jenis kelamin
Kondisi saat ini (sehat/ lahir mati/ Keteranagn abortus/ meninggal
1
4 tahun
Laki laki
Sehat
2
6 bulan
Perempuan
Sehat
RIWAYAT SOSIAL EKONOMI Tempat Tinggal
Kontrak
Daerah lingkungan sekitar rumah padat penduduk dan kondisi kumuh
Data Orang Tua AYAH
IBU
Usia
34 tahun
32 tahun
Pernikahan ke
1
1
Usia saat menikah
29
27
Pendidikan
SMA
SMA
Perkejaan
Wiraswasta
IBU rumah Tangga
Agama
Islam
Islam
Suku Bangsa
Jawa
Jawa
Riwayat Penyakit
Tidak ada
Tidak ada
Konsanguitas
Tidak ada
Tidak ada
PEMERIKSAAN FISIK Panjang Badan
: 70 cm
Berat Badan
: 7,76 kg
Tanda Vital Tekanan darah : Tidak dilakukan
Lingkar Kepala : 41 cm
Laju Nadi
: 108 x/menit
Lngkar Lengan Atas : 14 cm
Laju nafas
: 28x/menit 6
Suhu
: 37oC
Keadaan Umum : sakit sedang, Kesadaran : compos menits ANAMNESIS SISTEM Kulit ( - ) Bisul
( - ) Rambut
( - ) Keringat malam ( - ) Lain-lain
( - ) Kuku
( - ) Kuning/Ikterus
( - ) Sianosis
( - ) Hiperpigmentasi
Kepala ( - ) Trauma
( - ) Sakit kepala
( - ) Sinkop
( - ) Nyeri pada Sinus
Mata ( - ) Nyeri
( - ) Radang
( - ) Sekret
( - ) Gangguan penglihatan
( - ) Kuning/Ikterus
( - ) Ketajaman penglihatan menurun
Telinga ( - ) Nyeri
( - ) Tinitus
( - ) Sekret
( - ) Gangguan pendengaran
( - ) Kehilangan pendengaran Hidung ( - ) Trauma
( - ) Gejala penyumbatan
( - ) Nyeri
( - ) Gangguan penciuman
( - ) Sekret
( - ) Pilek
( - ) Epistaksis Mulut ( - ) Bibir kering
( - ) Lidah kotor
( - ) Gangguan pengecapan
( - ) Gusi berdarah
( - ) Selaput
( - ) Stomatitis
Tenggorokan ( - ) Nyeri Tenggorokan
( - ) Perubahan Suara
Leher ( - ) Benjolan
( - ) Nyeri Leher
7
Dada ( Jantung / Paru – paru ) ( - ) Sesak napas
( - ) Batuk (terutama malam hari)
( - ) Berdebar
( - ) Batuk darah
( - ) Ortopnoe Abdomen ( Lambung Usus ) ( - ) Rasa kembung
( - ) Perut membesar
( - ) Mual
( - ) Wasir
( - ) Muntah
( - ) Mencret
( - ) Muntah darah
( - ) Tinja darah
( -) Nyeri perut
( - ) Tinja berwarna teh
( - ) Benjolan
Saluran Kemih / Alat Kelamin ( -) Disuria
( - ) Kencing nanah
( - ) Stranguri
( - ) Kolik
( - ) Poliuria
( - ) Oliguria
( - ) Polakisuria
( - ) Anuria
( - ) Hematuria
( - ) Retensi Urin
( - ) Kencing Batu
( - ) Kencing Menetes
( - ) Ngompol
( - ) Penyakit Prostat
Saraf dan Otot ( - ) Anestesi
( - ) Afasia
( - ) Parestesi
( - ) Ataksia
( - ) Otot Lemah
( - ) Hipo / Hiper-esthesi
( - ) Kejang
( - ) Pingsan
Ekstremitas ( - ) Bengkak
( - ) Deformitas
( - ) Nyeri
( - ) Sianosis
Berat Badan Berat tertinggi kapan (kg)
: 7,9 kg
Berat badan sekarang (kg)
: 7,76 kg
Berat badan masuk
: 7, 84 kg
(Kg)
8
III. PEMERIKSAAN JASMANI Pemeriksaan Umum Keadaan umum
: Tampak sakit sedang
Kesadaran
: Compos mentis
Tinggi Badan
: 70 cm
Berat Badan
: 7,66 kg
Tekanan Darah
: Tidak dilakukan
Nadi
: 108 kali/menit
Suhu
: 37, oC
Pernafasaan
: 28 kali/menit
Keadaan gizi
: Panjang Badan terhadap umur normal Berat Badan terhadap panjang badan normal Berat Badan terhadap umur
Sianosis
: Tidak ada
Udema umum
: Tidak ada
Habitus
: atlitikus
Cara berjalan
: Normal
Mobilitas ( aktif / pasif )
: Aktif
Umur menurut taksiran pemeriksa
: sesuai dengan umur pasien
Kulit Warna
: Kuning langsat
Effloresensi
: Tidak ada
Jaringan Parut
: Tidak ada
Pigmentasi
: Merata, tidak ada hipo/ hiperpigmentasi
Pertumbuhan rambut
: Distribusi merata
Lembab/Kering
: Lembab
Suhu Raba
: Sama dengan pemeriksa
Pembuluh darah
: Tidak ada pelebaran/penonjolan
Keringat
: Umum
Turgor
: Baik
Ikterus
: Tidak ada 9
Oedem
: Tidak ada
Lain-lain
: Palmar eritema (-), clubbing finger (-) terry’s nail (-), muehrche’s line, (-)
Kelenjar Getah Bening Submandibula
: Tidak membesar
Leher
: Tidak membesar
Supraklavikula
: Tidak membesar
Ketiak
: Tidak membesar
Lipat paha
: Tidak membesar
Kepala Ekspresi wajah
: Normal
Simetri muka
: Simetris
Rambut
: Hitam, distribusi merata
Pembuluh darah temporal
: Teraba pulsasi
Mata Exophthalamus
: Tidak ada
Enopthalamus
: Tidak ada
Kelopak
: Tidak ptosis, tidak edema
Lensa
: Jernih
Konjungtiva
: Tidak Anemis
Visus
: Tidak dilakukan pemeriksaan
Sklera
: Tidak ikterik
Gerakan Mata
: Normal (dapat ke segala arah)
Lapangan penglihatan
: Normal
Tekanan bola mata
: Normal
Deviatio Konjugate
: Tidak ada
Nistagmus
: Tidak ada
Telinga Tuli
: Tidak ada
Selaput pendengaran
: Tidak dinilai
Lubang
: Lapang
Penyumbatan
: Tidak ada
Serumen
: Tidak ada
Pendarahan
: Tidak ada 10
Cairan
: Tidak ada
Mulut Bibir
: Merah muda, tidak sianosis, tidak kering
Tonsil
: Tidak Dilakukan
Langit-langit
: Tidak ada celah, tidak hiperemis
Bau pernapasan
: Tidak berbau fetor hepatikum
Gigi geligi
: Beberapa gigi terdapat cavitas
Trismus
: Tidak ada
Faring
: Tidak hiperemis
Selaput lendir
: Tidak hiperemis
Lidah
: Normal, tidak kotor, tidak deviasi
Leher Kelenjar Tiroid
: Tidak membesar
Kelenjar Limfe
: Tidak membesar
Dada Bentuk
: Normal, tidak tampak retraksi sela iga
Pembuluh darah
: Spider nevi (-), tidak terdapat lesi kulit
Buah dada
: Normal, simetris, ginekomastia ( - )
Paru – Paru
Inspeksi
Kiri
Kanan
Palapasi
Kiri
Depan
Belakang
Simetris dalam keadaan statis
Simetris dalam keadaan statis
dan dinamis
dan dinamis
Simetris dalam keadaan statis
Simetris dalam keadaan statis
dan dinamis
dan dinamis
Sela iga normal, benjolan ( - ),
Sela iga normal, benjolan ( - ),
nyeri ( - ), fremitus normal
nyeri ( - ), fremitus normal
11
Sela iga normal, benjolan ( - ),
Sela iga normal, benjolan ( - ),
nyeri ( - ), fremitus normal
nyeri ( - ), fremitus normal
Kiri
Sonor
Sonor
Kanan
Sonor
Sonor
Vesikuler, ronkhi ( - ),
Vesikuler, ronkhi ( - ),
wheezing ( - )
wheezing ( - )
Vesikuler, ronkhi ( - ),
Vesikkuler, ronkhi ( - ),
wheezing ( - )
wheezing ( - )
Kanan
Perkusi
Auskultasi Kiri
Kanan
Jantung Inspeksi
Tidak terlihat pulsasi ictus cordis
Palpasi
Ictus cordis tidak teraba
Perkusi
Batas atas: sela iga 2 garis parasternalis kiri Batas kanan: sela iga 4 garis parasternalis kanan Batas kiri: sela iga 5, kira-kira 2 cm diatas garis axilaris anterior
Auskultasi
BJ I-II normal, reguler, murmur (-), gallop S3 (-), keempat katup terdengar normal reguler saat membuka dan menutup
Perut Inspeksi
: Datar, Vena kolateral ( - ), caput medusa (-),
Palpasi Dinding perut
: Nyeri tekan epigastrium ( - ), nyeri tekan suprapubik (-), nyeri tekan regio lumbar (-), benjolan ( - )
Hati
: Tidak dapat diraba
Limpa
: Tidak dapat diraba
Ginjal
: Ballotement ( - ), bimanual ( - )
Lain-lain
: -
Perkusi
: Timpani, nyeri ketok CVA ( - ), shifting dullness ( - ) 12
Auskultasi
: Bising usus normoperistaltik
Pembuluh Darah Arteri Temporalis
: Teraba pulsasi
Arteri Karotis
: Teraba pulsasi
Arteri Brakhialis
: Teraba pulsasi
Arteri Radialis
: Teraba pulsasi
Arteri Femoralis
: Teraba pulsasi
Arteri Poplitea
: Teraba pulsasi
Arteri Tibialis Posterior
: Teraba pulsasi
Arteri Dorsalis Pedis
: Teraba pulsasi
Alat Kelamin (atas indikasi) Tidak dilakukan pemeriksaan
Anggota Gerak Lengan
Kanan
Kiri
Otot Tonus
:
Normotonus
Normotonus
Massa
:
Tidak ada
Tidak ada
Sendi
:
Tidak nyeri,Aktif
Tidak nyeri, Aktif
Gerakan
:
Aktif
Aktif
Kekuatan
:
+++++
+++++
Edema
:
Tidak ada
Tidak ada
Lain-lain
:
-
-
Kanan
Kiri
Tungkai dan Kaki Luka
:
Tidak ada
Ada
Varises
:
Tidak ada
Tidak ada
Tonus
:
Normotonus
Normotonus
Massa
:
Tidak ada
Tidak ada
Sendi
:
Tidak nyeri, Aktif
Tidak nyeri, Aktif
Gerakan
:
Aktif
Aktif
Otot
13
Kekuatan
:
+++++
+++++
Edema
:
tidak ada
tidak ada
Lain-lain
:
-
Refleks Kanan
Kiri
Refleks Tendon
Tidak dilakukan
Tidak dilakukan
Bisep
Tidak dilakukan
Tidak dilakukan
Trisep
Tidak dilakukan
Tidak dilakukan
Patela
Tidak dilakukan
Tidak dilakukan
Achiles
Tidak dilakukan
Tidak dilakukan
Kremaster
Tidak dilakukan
Tidak dilakukan
Refleks kulit
Tidak dilakukan
Tidak dilakukan
Refleks patologis
Tidak dilakukan
Tidak dilakukan
Colok Dubur: tidak dilakukan
14
IV. PEMERIKSAAN PENUNJANG 1. LABORATORIUM
Laboratorium Darah (Tanggal pemeriksaan: 16 Oktober 2018)
Pemerikasaan
Hasil
Satuan
Nilai Rujukan
Hemoglobin
10.0
g/dL
9.0 - 14.0
Hematokrit
31
%
28-42%
Eritrosit
3,6
juta/uL
2,7-4,9 juta/uL
Leukosit
14530
/µL
5.00 - 19.50
HEMATOLOGI Darah Rutin
Hitung Jenis
Basophil
0
%
0-1%
Eosinophil
0
%
1-3%
Neutrophil
33
%
50-70%
Limfosit
58
%
20-40%
Monosit
9
%
2-8%
Trombosit
495000
µL
150000 – 400000
MCV
136
fl
77-155 fl
MCH
2,8
pg
26-34 pg
MCHC
104
mg/dl
29-37 mg/dl
RDW
14.60
%
11.5 -14.5 %
Urinalisa (Tanggal pemeriksaan: 18 Oktober 2018)
Pemerikasaan
Hasil
Satuan
Nilai Rujukan
URINALISA Urin Lengkap Warna
Kuning
kuning
Kejernihan
Jernih
Jernih
PH
6.0
5.0 - 8.0
Berat jenis
1025
1000 - 1030
Protein
Negative
Negatif
Glukosa
Negatif
Negatif 15
Darah
Negatif
Negatif
Bilirubin
Negatif
Negatif
Urobilinogen
0,1
0,1-1.0 mg/dl
Nitrit
Negatif
Negatif
Keton
Negatif
Negatif
Leukosit Esterase
Positif ++ (dua)
Negatif
Sedimen Urine Leukosit
8-10-8
/LPB
1-5 /LPB
Eritrosit
1-0-1
/LPB
0-1 /LPB
Silinder
Negatif
Negatif
Epitel
Positif + (satu)
Positif
Kristal
Negatif
Negatif
Lain-lain
Negatif
Negatif
Tinja (Tanggal pemeriksaan: 18 Oktober 2018)
Pemerikasaan
Hasil
Satuan
Nilai Rujukan
TINJA Faeces Rutin
Makroskopik
lunak
lunak
Darah
Negatif
Negatif
Lendir
Positif/+
Negatif
Eritrosit
1-0-1
Negatif
Leukosit
2-2-3
Negatif
Amoeba
Negatif
Negatif
Telur Cacing
Negatif
Negatif
Serat
Positif/+
Positif
16
V. RINGKASAN (RESUME) Pasien datang ke IGD RSPAD dengan keluhan mencret cair sejak 2 minggu SMRS. BAB 5 kali dalam sehari, frekuensi ¼ gelas beling (200cc) dalam 1 kali BAB. Terdapat ampas dan warna kuning. Demam dirasakan setalah mencret 3 jam kemudian. Demam dirasakan terus menerus dengan suhu teritinggi 40,4oC, dan Demam pernah turun pada suhu normal 37,1. Pasien juga sudah minum obat paracetamol sirup ½ sendok teh 3- 4 kali sehari, ada perbaikan namun demam muncul kembali. Pasien juga rewel. Ibu pasien juga mengatakan terdapat batuk pada pasien, namum tidak keluar dahak, maupun darah. Ada pilek namun tidak ada keluar cairan ingus dari hidung.Ibu pasien mengatakan sehari psaien bisa minum asi lebih dari 10 kali dalam waktu 1 sampai 2 jam. BAK dalam batas normal. sudah berobat puskesmas dan Rumah Sakit Swasta sebelumnya, dan mendapat pengobatan berupa oralit, dan paracetamol sirup, Zinc, Probiotik, cefixime dan obat racikan tetapi tidak ada perbaikan sehingga pasien berobat lagi ke Rumah Sakit Gatot Soebroto Pada pemeriksaan laboratorium didapatkan leukosit 14.530 mm3/L, hitung jenis neutrophil 33%, limfosit 58%, monosit 9%, leukosit esterase positif 2, mikroskopis urin berupa leukosit 8-10-8/LPB, eritrosit 1-0-1 /LPB, epitel + (positif satu). VI. MASALAH 1. Diare dehidrasi ringan dan sedang 2. Infeksi Saluran Kemih Bawah VII. PENGKAJIAN DAN RENCANA TATALAKSANA 1. Diare ringan sedang dengan perbaikan
Dasar diagnostik : pasien datang dengan keluhan diare, diare sejak 2 minggu, sehari bisa 5 kali. Ada ampas, darah tidak ada, lendir tidak ada.
DD/ : Disentri amuba,
Rencana Diagnostik -
Pemeriksaan Tinja
-
Darah Rutin
-
Cairan elektrolit (NA, K, HCO3)
-
Analisa gas darah
17
Rencana Pengobatan -
Oralit 75 ml ketika pasien mencret
-
Infus IVFD D5/NS 700 cc/24 jam
-
Zinc syrup 1x10 mg 6-10 hari
-
Paracetamol 3 x 100 mg (PO)
-
ASI dilanjutkan
Rencana Edukasi -
Menjaga kebersihan tubuh ibu dan anaknya
-
Minum air putih dimasak
-
Asi tetap diberikan
2. Infeksi Saluran Kemih Bawah
Dasar diagnostik : pasien datang dengan keluhan diare, diare sejak 2 minggu yang lalu, demam tinggi yang terus menerus.
DD/ : urtheritis
Rencana diagnostik
-
Darah rutin
-
Kultur urine
-
Urinalisa
Rencana pengobatan -
Inj Gentamisn 1 x40 mg (3)
-
Cefixime Pulv 2x 50 mg PO
-
Paracetamol 3 x 100 mg (PO)
Rencana edukasi -
Perbanyak intake cairan
-
Menjaga higienitas ibu dan bayinya
VIII. KESIMPULAN DAN PROGNOSIS Berdasarkan hasil anamnesis, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang, bayi 6 bulan tahun didiagnosis infeksi saluran kemih Ad vitam
: bonam
Ad functionam
: bonam
Ad sanationam
: bonam 18
Follow Up Tanggal 19 oktober 2018
Subjective : Demam (-), Menggigil (-), Lemas (-), Nyeri perut (-), Mual (-), Muntah (-), Sakit kepala (-), Makan baik, Minum meningkat, BAB normal, BAK sering, disuria (-), hematuria (-), kencing berpasir (-).
Objective : Pemeriksaan Fisik KU:TSS , Keasadaran:CM , TD Tidak dilakukan, Nadi:115 kali/mnt, Suhu:37 C, nafas 28 x/menit, ubun ubun cekung
Asessment : diare cair akut ringan sedang dan Infeksi Saluran Kemih Bawah
Planning : Diagnostik : Darah rutin, ureum creatinin, urinalisis,
Terapi : -
Oralit 75 ml
-
Infus IVFD D5/NS 700 cc/24 jam
-
Zinc syrup 1x10 mg 6-10 hari
-
Paracetamol 3 x 100 mg (PO)
-
Inj Gentamisn 1 x40 mg (3)
-
Cefixime Pulv 2x 50 mg PO
-
ASI dilanjutkan
Tanggal 20 oktober 2018
Subjective : Demam (-), Menggigil (-), Lemas (-), Nyeri perut (-), Mual (-), Muntah (-), Sakit kepala (-), Makan baik, Minum baik, BAB normal, disuria (+), hematuria (-), kencing berpasir (-)
Objective : Pemeriksaan Fisik KU: TSS , Keasadaran : CM , TD : tidak dilakukan, Nadi : 132 kali/mnt, Suhu : 36,7 oC, nafas 27x/menit ubun ubun cekung
Assesment :diare cair ringan sedang Infeksi Saluran Kemih Bawah
Planning : -
Oralit 75 ml
-
Infus IVFD D5/NS 700 cc/24 jam
-
Zinc syrup 1x10 mg 6-10 hari
19
-
Paracetamol 3 x 100 mg (PO)
-
Inj Gentamisn 1 x40 mg (3)
-
Cefixime Pulv 2x 50 mg PO
-
ASI
Tanggal 21 oktober 2018
Subjective : Demam (-), Menggigil (-), Lemas (-), Nyeri perut (-), Mual (-), Muntah (-), Sakit kepala (-), Makan baik, Minum baik, BAB normal, disuria (+), hematuria (-), kencing berpasir (-)
Objective : Pemeriksaan Fisik: KU : TSS , Keasadaran : CM , TD : Tidak dilakukan, Nadi : 132 kali/mnt, nafas 28x/menit Suhu : 36,6 C, nafas, ubun ubun kecung
Assesment : diare cair akut ringan sedang Infeksi Saluran Kemih Bawah
Planning : -
Oralit 75 ml
-
Zinc syrup 1x10 mg 6-10 hari
-
Paracetamol 3 x 100 mg (PO)
-
Inj Gentamisn 1 x40 mg (3)
-
Cefixime Pulv 2x 50 mg PO
-
ASI
20
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 1.1 Diare Diare adalah buang air besar yang frekuesinya lebih sering dan konsistensi tinja lebih encer dari biasanya. Selama terjadi diare, tubuh akan kehilangan cairan dan elektrolit secara cepat. Pada saat yang bersamaan, usus kehilangan kemampuannya untuk menyerap cairan dan elektrolit yang diberikan kepadanya. Pada kasus yang ringan dimana proses penyerapan belum terganggu, berbagai cairan yang diberikan kepadanya dapat mencegah dehidrasi. Lebih kurang 10% episode diare disertai dehidrasi /kekurangan cairan secara berlebihan. Bayi dan anak yang lebih kecil lebih mudah mengalami dehidrasi dibanding anak yang lebih besar dan dewasa. Oleh karena itu, mencegah atau mengatasi dehidrasi merupakan hal penting dalam penanganan diare pada anak.1 1.1.1 Etiologi Infeksi baik itu oleh virus, bakteri, dan parasite merupakan penyebab diare tersering. Virus terutama Rotavisrus merupakan penyebab utama 60-70%. Diare infeksi pada anak, sedangkan sekitar 10-20% adalah baktri dan kurang dari 10 % adalah parasit. 1.1.2 Epidemiologi Epidemiologi Diare masih menjadi masalah kesehatan masyarakat di negara berkembang termasuk di Indonesia dan merupakan salah satu penyebab kematian dan kesakitan pada anak, terutama usia di bawah 5 tahun. Di dunia, sebanyak 6 juta anak meninggal setiap tahunnya karena diare dan sebagian besar kejadian tersebut 10 terjadi di negara berkembang. 1.1.3 Faktor malabsorpsi
Faktor malabsorpsi dibagi menjadi dua yaitu malabsorpsi karbohidrat dan lemak. Pada bayi malabsorbsi karbohidrat dapat terjadi karena kepekaan terhadap lactoglobulis dalam susu formula dapat menyebabkan diare. Sedangkan malabsorbsi lemak terjadi bila dalam makanan terdapat lemak yang 21
disebut trigliserida. Jika tidak ada lipase dan terjadi kerusakan mukosa usus, diare dapat muncul karena lemak tidak terserap dengan baik.
Faktor makanan Makanan yang menyebabkan diare adalah makanan yang tercemar, basi, beracun, terlalu banyak lemak, mentah, dan kurang matang. Makanan yang terkontaminasi jauh lebih mudah mengakibatkan diare pada anak.
Faktor psikologis Rasa takut, cemas, dan tegang, jika terjadi pada anak dapat menyebabkan diare kronis. Tetapi jarang terjadi pada anak balita umumnya terjadi pada anak yang lebih besar.
Klasifikasi diare Menurut WHO (2005), diare dapat diklasifikasikan sebagai berikut: a. Diare akut, yaitu diare yang berlangsung kurang dari 14 hari. Akibat adanya dehidrasi, sedangkan dehidrasi adalah penyebab utama kematian bagi penderita diare. b. Disentri, yaitu diare yang disertai dengan darah dalam tinjanya. Akibat disentri adalah anoreksia, penurunan berat badan secara cepat, dan adanya kerusakan pada mukosa. 12 c. Diare persisten, yaitu diare yang berlangsung lebih dari 14 hari secara terus menerus. d. Diare yang disertai dengan malnutrisi berat. 1.1.4 Patofisiologi Diare Sebagai akibat diare akut maupun kronik akan terjadi: Kehilangan air dan elektrolit (dehidrasi) yang mengakibatkan terjadinya gangguan keseimbangan asam – basa (asidosis metabolik, hipokalemia, dsb) Gangguan gizi Hipoglikemia Gangguan sirkulasi darah. 1.1.5 Gejala klinis Gejala diare Diare akut karena infeksi dapat disertai keadaan muntah-muntah dan/atau demam, hematochezia, nyeri perut atau kejang perut.2 Diare yang berlangsung beberapa waktu tanpa penanggulangan medis yang adekuat dapat menyebabkan kematian karena kekurangan cairan di badan yang mengakibatkan 22
renjatan hipovolemik atau karena gangguan biokimiawi berupa asidosis metabolik yang lanjut. Karena kehilangan cairan seseorang merasa haus, berat badan berkurang, mata menjadi cekung, lidah kering, tulang pipi menonjol, turgor kulit menurun serta suara menjadi serak. Keluhan dan gejala ini disebabkan deplesi air yang isotonik. Selain itu, gejala bisa berupa tinja bayi encer, berlendir atau berdarah, warna tinja kehijauan akibat bercampur dengan cairan empedu, dan lecet pada anus. 1.1.6 Tatalaksana Terapi Prinsip pengobatan diare adalah menggantikan cairan yang hilang melalui tinja dengan atau tanpa muntah, dengan cairan yang mengandung elektrolit dan glukosa atau karbohidrat lain. Dasar pengobatan diare adalah pemberian cairan (rehidrasi), dietetik, dan obat-obatan. Cara penanganan diare menurut Depkes adalah: Lima langkah tuntaskan diare (LINTAS DIARE): a. Berikan oralit b. Berikan tablet Zinc selama 10 hari berturutturut c. Teruskan ASI – makan d. Berikan antibiotik secara selektif e. Berikan nasehat pada ibu dan keluarga. 1 Pencegahan diare Cara pencegahan penyakit diare adalah promosi kesehatan, antara lain: a. Menggunakan air bersih (tidak berwarna, tidak berbau, tidak berasa) b. Memasak air sampai mendidih sebelum diminum, agar mematikan sebagian besar kuman penyakit c. Mencuci tangan dengan sabun pada saat sebelum dan sesudah makan, serta pada waktu sesudah buang air besar d. Memberikan Air Susu Ibu (ASI) pada anak sampai usia 2 tahun e. Menggunakan jamban yang sehat f. Membuang tinja bayi dan anak dengan benar 1.2 Anatomi dan Fisiologi1 Sistem urinarius terdiri dari 2 ginjal (ren), 2 ureter, vesika urinaria dan uretra. Sistem urinarius berfungsi sebagai system ekskresi dari cairan tubuh. Ginjal berfungsi untuk membentuk atau menghasilkan urin dan saluran kemih lainnya berfungsi untuk mengekskresikan atau mengeliminasi urin. Sel-sel tubuh memproduksi zat-zat sisa seperti urea, kreatinin dan ammonia yang harus diekskresikan dari tubuh sebelum terakumulasi dan menyebabkan toksik bagi tubuh. Selain itu, ginjal juga berfungsi untuk regulasi volume darah tubuh, 23
regulasi elekterolit yang terkandung dalam darah, regulasi keseimbangan asam basa, dan regulasi seluruh cairan jaringan tubuh. Saluran kemih bagian atas adalah ginjal, sedangkan ureter, kandung kemih (vesika urinaria) dan uretra merupakan saluran kemih bagian bawah.
Gambar 1. Struktur Saluran Kemih Manusia Sumber: www.kidney.org
Ginjal memiliki tiga bagian penting yaitu korteks, medulla dan pelvis renal. Bagian paling superfisial adalah korteks renal, yang tampak bergranula. Di sebelah dalamnya terdapat bagian lebih gelap, yaitu medulla renal. Ujung ureter yang berpangkal di ginjal, berbentuk corong lebar disebut pelvis renal. Pelvis renal bercabang dua atau tiga, disebut kaliks mayor yang masing-masing bercabang membentuk beberapa kaliks minor. Dari kaliks minor, urin masuk ke kaliks mayor, ke pelvis renal kemudian ke ureter, sampai akhirnya ditampung di dalam kandung kemih. Ureter
terdiri
dari
dua
saluran
pipa
yang
masing-masing
menyambung dari ginjal ke kandung kemih (vesika urinaria). Panjangnya kirakira 25-30 cm, dengan penampang ± 0,5 cm. Ureter sebagian terletak dalam rongga abdomen dan sebagian terletak dalam rongga pelvis. Kandung kemih adalah kantong yang terbentuk dari otot tempat urin mengalir dari ureter. Dinding kandung kemih terdiri dari lapisan sebelah luar (peritonium).
24
Gambar 2. Struktur Anatomi Ginjal Sumber: Essential of Anatomy and Physiology 5th edition, 2007, Hal. 422.
Bagian akhir saluran keluar yang menghubungkan kandung kemih denganluar tubuh ialah uretra. Uretra pria sangat berbeda dari uretra wanita. Pada laki-laki, sperma berjalan melalui uretra waktu ejakulasi. Uretra pada lakilaki merupakan tuba dengan panjang kira-kira 17-20 cm dan memanjang dari kandung kemih ke ujung penis. Uretra pada laki-laki mempunyai tiga bagian yaitu : uretra prostatika, uretra membranosa dan uretra spongiosa. Uretra wanita jauh lebih pendek daripada pria, karena hanya 2,5-4 cm panjangnya dan memanjang dari kandung kemih ke arah ostium diantara labia minora kira-kira 2,5 cm di sebelah belakang klitoris.
Gambar 3. Vesika Urinaria dan Uretra pada perempuan & laki – laki Sumber: Essential of Anatomy and Physiology 5th edition,2007, Hal. 432
25
1.2.2
Definisi
Beberapa istilah yang perlu dipahami:
Bakteriuria
bermakna
(significant
backteriuri)
adalah
keberadaan
mikroorganisme murni (tidak terkontaminasi flora normal dari uretra) lebih dari 105 colony forming units per mL (cfu/ml) biakan urin dan tanpa lekosituria2,3
Bakteriuria simtomatik adalah bakteriuria bermakna dengan manifestasi klinik2,3
Bakteriuria asimtomatik (covert bacteriuria) adalah bakteriuria bermakna tanpa manifestasi klinik2,3. Infeksi saluran kemih (ISK) merupakan istilah yang digunakan untuk
menunjukkan bakteriuria patogen dengan colony forming units per mL CFU/ ml urin > 105, dan lekositouria >10 per lapangan pandang besar, disertai manifestasi klinik3. ISK akhir-akhir ini juga didefinisikan sebagai suatu respon inflamasi tubuh terhadap invasi mikroorganisme pada urothelium4,5. 1.2.3
Epidemilogi Infeksi saluran kemih merupakan salah satu penyakit yang paling sering
ditemukan di praktik umum. Kejadian ISK dipengaruhi oleh berbagai faktor seperti usia, gender, prevalensi bakteriuria, dan faktor predisposisi yang mengakibatkan perubahan struktur saluran kemih termasuk ginjal. ISK cenderung terjadi pada perempuan dibandingkan laki-laki. ISK berulang pada laki-laki jarang dilaporkan, kecuali disertai factor predisposisi2. Menurut penelitian, hampir 25-35% perempuan dewasa pernah mengalami ISK selama hidupnya. Prevalensi bakteriuria asimtomatik lebih sering ditemukan pada perempuan. Prevalensi selama periode sekolah (School girls) 1% meningkat menjadi 5 % selama periode aktif secara seksual. Prevalensi infeksi asimtomatik meningkat mencapai 30% pada laki-laki dan perempuan jika disertai faktor predisposisi2. Di Amerika Serikat, terdapat >7 juta kunjungan pasien dengan ISK di tempat praktik umum. Sebagian besar kasus ISK terjadi pada perempuan muda yang masih aktif secara seksual dan jarang pada laki-laki <50 tahun5. Insiden 26
ISK pada laki-laki yang belum disirkumsisi lebih tinggi (1,12%) dibandingkan pada laki-laki yang sudah disirkumsisi (0,11%)4.
Tabel 1. Epidemiologi ISK berdasarkan Umur & Jenis Kelamin
Sumber: Smith’s General urology 17th edition, 2008, halaman 194
1.2.4
Etiologi
Pada umumnya ISK disebabkan oleh mikroorganisme (MO) tunggal seperti:2
Eschericia coli merupakan MO yang paling sering diisolasi dari pasien dengan ISK simtomatik maupun asimtomatik
Mikroorganisme lainnya yang sering ditemukan seperti Proteus spp (33% ISK anak laki-laki berusia 5 tahun), Klebsiella spp dan Stafilokokus dengan koagulase negatif
Pseudomonas spp dan MO lainnya seperti Stafilokokus jarang dijumpai, kecuali pasca kateterisasi
Gambar 4. Bakteri E.Coli, berbentuk basil dan ada fimbrae
27
Tabel 2. Bakteri Penyebab ISK
Sumber: Nefrologi Klinik, edisi III. 2006, hal.33
1.2.5
Patogenesis Patogenesis bakteriuri asimtomatik menjadi bakteriuri simtomatik
tergantung dari patogenitas bakteri sebagai agent, status pasien sebagai host dan cara bakteri masuk ke saluran kemih (bacterial entry) 2,4. Peranan Patogenisitas Bakteri (agent) Tidak semua bakteri dapat menginfeksi dan melekat pada jaringan saluran kemih. Bakteri tersering yang menginfeksi saluran kemih adalah E.coli yang bersifat uropathogen.2,4,6,7. Strain bakteri E. coli hidup atau berkoloni di usus besar atau kolon manusia. Beberapa strain bakteri E. coli dapat berkoloni di daerah periuretra dan masuk ke vesika urinaria. Strain E. coli yang masuk ke saluran kemih dan tidak memberikan gejala klinis memiliki strain yang sama dengan strain E. coli pada usus (fecal E.coli), sedangkan strain E. coli yang masuk ke saluran kemih 28
manusia dan mengakibatkan timbulnya manifestasi klinis adalah beberapa strain bakteri E. coli yang bersifat uropatogenik dan berbeda dari sebagian besar E.coli di usus manusia (fecal E.coli). Strain bakteri E.coli ini merupakan uropatogenik E.coli (UPEC) yang memiliki faktor virulensi7. Penelitian intensif berhasil menentukan faktor virulensi E.coli dikenal sebagai virulence determinalis2.
Gambar 5. Penampang permukaan E.Coli Sumber: Nefrologi Klinik Edisi III, 2006, hal. 86
29
Tabel 3. Faktor virulensi E. coli
Penentu virulensi Fimbriae
Alur Adhesi Pembentuk jaringan ikat (scarring)
Resistensi terhadap pertahanan tubuh Kapsul antigen K
Perlengketan (attachment)
Resistensi terhadap fagositosis Lipopolysaccharide side chains (O antigen) Inhibisi peristalsis ureter Proinflamatori Lipid A (endotoksin) Kelasi besi Antibiotika resisten Membran protein lainnya
Kemungkinan perlengketan
Inhibisi fungsi fagosit Sekuestrasi besi
Hemolysin Sumber: Sumber: Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid II Edisi V, 2009, hal.1010
Bakteri patogen dari urin dapat menyebabkan manifestasi klinis bergantung pada perlengketan mukosa oleh bakteri, faktor virulensi, dan variasi faktor virulensi2. 30
Peranan Perlengketan Mukosa oleh Bakteri (Bacterial attachment of mucosa) Menurut penelitian, fimbriae (proteinaceous hair-like projection from bacterial surface) merupakan salah satu pelengkap patogenesitas yang mempunyai kemampuan untuk melekat pada permukaan mukosa saluran kemih2. Fimbriae atau pili memiliki ligand di permukaannya yang berfungsi untuk berikatan dengan reseptor glikoprotein dan glikolipid pada permukaan membran sel uroepithelial. Fimbriae atau pili dibagi berdasarkan kemampuan hemaaglutinasi dan tipe sugar yang berada pada permukaan sel. Pada umumnya P fimbriae yang dapat menaglutinasi darah, berikatan dengan reseptor glikolipid antigen pada sel uroepithelial, eritrosit (antigen terhadap P blood group) dan sel-sel tubulus renalis. Sedangkan fimbriae tipe 1 berikatan dengan sisa mannoside pada sel uroepithelial4. Berdasarkan penelitian P fimbriae terdapat pada 90% bakteri E.coli yang menyebabkan pyelonefritis dan hanya < 20% strain E.coli yang menyebabkan ISK bawah. Sedangkan fimbriae tipe 1 lebih berperan dalam membantu bakteri untuk melekat pada mukosa vesika urinaria4.
Peranan Faktor Virulensi Setelah fimbrae atau pili berhasil melekat pada sel uroepithelial (sel epitel saluran kemih), maka proses selanjutnya dilakukan oleh faktor virulensi lainnya. Sebagian besar uropatogenik E.coli (UPEC) menghasilkan hemolysin yang befungsi untuk menginisiasi invasi UPEC pada jaringan dan mengaktivasi ion besi bagi kuman patogen (sekuestrasi besi). Keberadaan kaspsul K antigen dan O antigen pada bakteri yang menginvasi jaringan saluran kemih melindungi bakteri dari proses fagositosis oleh neutrofil. Keadaan ini mengakibatkan UPEC dapat lolos dari berbagai mekanisme pertahanan tubuh host. Beberapa penelitian terakhir juga mengatakan bahwa banyak bakteri seperti E.coli memiliki kemampuan untuk menginvasi sel host sebagai patogen oportunistik intraseluler2,4,5. Sifat patogenitas lain dari strain E.coli yaitu toksin, dikenal beberapa toksin seperti α-haemolysin, cytotoxic necrotizing factor-1 (CNF-1) dan iron uptake system (aerobactin dan enterobactin). Hampr 95% sifat α-haemolysin ini
31
terikat pada kromosom dan berhubungan dengan phatogenicity island (PAIS) dan hanya 5 % terikat pada gen plasmid5.
Peranan Variasi Fase Faktor Virulensi Virulensi bakteri ditandai dengan kemampuan untuk mengalami perubahan bergantung dari respon faktor luar. Konsep variasi MO ini menunjukkan peranan beberapa penentu virulensi yang bervariasi di antara individu dan lokasi saluran kemih. Oleh karena itu ketahanan hidup bakteri berbeda dalam vesika urinaria dan ginjal2.
Peranan Faktor Tuan Rumah (host)
Faktor Predisposisi Pencetus ISK Menurut penelitian, status saluran kemih merupakan faktor risiko pencetus ISK. faktor bakteri dan status saluran kemih pasien mempunyai peranan penting untuk kolonisasi bakteri pada saluran kemih. Kolonisasi bakteri sering mengalami kambuh (eksaserbasi) bila sudah terdapat kelainan struktur anatomi saluran kemih. Dilatasi saluran kemih termasuk pelvis ginjal tanpa obstruksi saluran kemih dapat menyebabkan gangguan proses klirens normal dan sangat peka terhadap infeksi2. Selain itu urin juga memiliki karakter spesifik (osmolalitas urin, konsentrasi urin, konsentrasi asam organik dan pH) yang dapat menghambat pertumbuhan dan kolonisasi bakteri pada mukosa saluran kemih. Menurut penelitian urin juga mengandung faktor penghambat perlekatan bakteri yakni Tamm-Horsfall glycoprotein, dikatakan bahwa bakteriuria dan tingkat inflamasi di saluran kemih meningkat pada defisit THG. THG membantu mengeliminasi infeksi bakteri pada saluran kemih dan berperan sebagai salah satu mekanisme pertahanan tubuh4. Retensi urin, stasis, dan refluks urin ke saluran cerna bagian atas juga dapat meningkatkan pertumbuhan bakteri dan infeksi. Selain itu, abnormalitas anatomi dan fungsional saluran kemih yang dapat menganggu aliran urin dapat meningkatkan kerentanan host terhadap ISK2,4. Keberadaan benda asing seperti adanya batu, kateter, stent dapat membantu bakteri untuk bersembunyi dari mekanisme pertahanan host4,8
32
Tabel 4. Faktor Predisposisi (pencetus) ISK
Faktor predisposisi (pencetus) ISK Litiasis Obstruksi saluran kemih Penyakit ginjal polikistik Nekrosis papilar DM pasca transplantasi ginjal Nefropati analgesik Penyakit Sickle-cell Senggama Kehamilan dan peserta KB dengan tablet progesteron Kateterisasi Sumber: Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid II Edisi V, 2009, halaman 1009
Status Imunologi Pasien Lapisan epitel pada dinding saluran kemih mengandung membran yang melindungi jaringan dari infeksi dan berkapasitas untuk mengenali bakteri dan mengaktivasi mekanisme pertahanan tubuh. Sel uroepithelial mengekspresikan toll-like receptors (TLRs) yang dapat mengikat komponen spesifik dari bakteri sehingga
menghasilkan
mediator
inflamasi.
Respon
tubuh
dengan
mengsekresikan kemotraktan seperti interleukin-8 untuk merekrut neutrofil ke area jaringan yang terinvasi. Selain itu, ginjal juga memproduksi antibodi untuk opsonisasi dan fagositosis bakteri serta untuk mencegah perlekatan bakteri. Mekanisme imunitas seluler dan humoral ini berperan dalam pencegahan ISK, oleh karena itu imunitas host berperan penting dalam kejadian ISK4,5 Penelitian laboratorium mengungkapkan bahwa golongan darah dan status secretor mempunyai kontribusi untuk kepekaan terhadap ISK. Prevalensi ISK juga meningkat terkait dengan golongan darah AB, B dan PI (antigen terhadap tipe fimbriae bakteri) dan dengan fenotipe golongan darah lewis2.
Cara Bakteri Menginvasi Saluran Kemih (bacterial entry) Terdapat beberapa rute masuk bakteri ke saluran kemih. Pada umumnya, bakteri di area periuretra naik atau secara ascending masuk ke saluran genitourinaria dan menyebabkan ISK2,,3 Sebagian besar kasus pielonefritis 33
disebabkan oleh naiknya bakteri dari kandung kemih, melalui ureter dan masuk ke parenkim ginjal. Kejadian ISK oleh karena invasi MO secara ascending juga dipermudah oleh refluks vesikoureter. Pendeknya uretra wanita dikombinasikan dengan kedekatannya dengan ruang depan vagina dan rektum merupakan predisposisi yang menyebabkan perempuan lebih sering terkena ISK dibandingkan laki-laki3,4 Penyebaran secara hematogen umumnya jarang, namun dapat terjadi pada pasien dengan immunocompromised dan neonatus. Staphylococcus aureus, Spesies Candida, dan Mycobacterium tuberculosis adalah kuman patogen yang melakukan perjalanan melalui darah untuk menginfeksi saluran kemih2,3,4,9. Penyebaran limfatogenous melalui dubur, limfatik usus, dan periuterine juga dapat menyebabkan invasi MO ke saluran kemih dan mengakibatkan ISK. Selain itu, invasi langsung bakteri dari organ yang berdekatan ke dalam saluran kemih seperti pada abses intraperitoneal, atau fistula vesicointestinal atau vesikovaginal dapat menyebabkan ISK3.
1.2.6
Klasifikasi
Berdasarkan letak anatomi, ISK digolongkan menjadi:
Infeksi Saluran Kemih Atas Infeksi saluran kemih atas terdiri dari pielonefritis dan pielitis. Pielonefritis terbagi menjadi pielonefritis akut (PNA) dan pielonefritis kronik (PNK). Istilah pielonefritis lebih sering dipakai dari pada pielitis, karena infeksi pielum (pielitis) yang berdiri sendiri tidak pernah ditemukan di klinik5. Pielonefritis akut (PNA) adalah radang akut dari ginjal, ditandai primer oleh radang jaringan interstitial sekunder mengenai tubulus dan akhirnya dapat mengenai kapiler glomerulus, disertai manifestasi klinik dan bakteriuria tanpa ditemukan kelainan radiologik4,5. PNA ditemukan pada semua umur dan jenis kelamin walaupun lebih sering ditemukan pada wanita dan anak-anak. Pada laki-laki usia lanjut, PNA biasanya disertai hipertrofi prostat5. Pielonefritis Kronik (PNK) adalah kelainan jaringan interstitial (primer) dan sekunder mengenai tubulus dan glomerulus, mempunyai hubungan 34
dengan infeksi bakteri (immediate atau late effect) dengan atau tanpa bakteriuria dan selalu disertai kelainan-kelainan radiologi. PNK yang tidak disertai bakteriuria disebut PNK fase inaktif. Bakteriuria yang ditemukan pada seorang penderita mungkin berasal dari pielonefritis kronik fase aktif atau bakteriuria tersebut bukan penyebab dari pielonefritis tetapi berasal dari saluran kemih bagian bawah yang sebenarnya tidak memberikan keluhan atau bakteriuria asimtomatik. Jadi diagnosis PNK harus mempunyai dua kriteria yakni telah terbukti mempunyai kelainan-kelainan faal dan anatomi serta kelainan-kelainan tersebut mempunyai hubungan dengan infeksi bakteri. Dari semua faktor predisposisi ISK, nefrolithiasis dan refluks vesiko ureter lebih memegang peranan penting dalam patogenesis PNK4. Pielonefritis kronik mungkin akibat lanjut dari infeksi bakteri berkepanjangan atau infeksi sejak masa kecil. Pada PNK juga sering ditemukan pembentukan jaringan ikat parenkim2.
Infeksi Saluran Kemih Bawah Infeksi saluran kemih bawah terdiri dari sistitis, prostatitis dan epidimitis, uretritis, serta sindrom uretra. Presentasi klinis ISKB tergantung dari gender. Pada perempuan biasanya berupa sistitis dan sindrom uretra akut, sedangkan pada laki-laki berupa sistitis, prostatitis, epidimitis, dan uretritis2. Sistitis terbagi menjadi sistitis akut dan sistitis kronik. Sistitis akut adalah radang selaput mukosa kandung kemih (vesika urinaria) yang timbulnya mendadak, biasanya ringan dan sembuh spontan (self-limited disease) atau berat disertai penyulit ISKA (pielonefritis akut). Sistitis akut termasuk ISK tipe sederhana (uncomplicated type). Sebaliknya sistitis akut yang sering kambuh (recurrent urinary tract infection) termasuk ISK tipe berkomplikasi (complicated type), ISK jenis ini perlu perhatian khusus dalam pengelolaannya5. Sistitis kronik adalah radang kandung kemih yang menyerang berulangulang (recurrent attact of cystitis) dan dapat menyebabkan kelainan-kelainan atau penyulit dari saluran kemih bagian atas dan ginjal. Sistitis kronik merupakan ISKB tipe berkomplikas, dan memerlukan pemeriksaan lanjutan untuk mencari faktor predisposisi5. Sindrom uretra akut (SUA) adalah presentasi klinis sistitis tanpa ditemukan mikroorganisme (steril), sering dinamakan sistitis abakterialis
35
karena tidak dapat diisolasi mikroorganisme penyebabnya. Penelitian terkini menunjukkan bahwa SUA disebabkan oleh MO anaerobik2,5.
1.2.7
Manifestasi Klinis Manifestasi klinis ISK (simtomatologi ISK) dibagi menjagi gejala-
gejala lokal, sistemik dan perubahan urinalisis. Dalam praktik sehari-hari gejala cardinal seperti disuria, polakisuria, dan urgensi sering ditemukan pada hampir 90% pasien rawat jalan dengan ISK akut5. Tabel 5. Simtomatologi ISK
Lokal
Sistemik
Disuria
Panas badan sampai menggigil
Polakisuria
Septicemia dan syok
Stranguria Tenesmus Nokturia Enuresis nocturnal
Perubahan urinalisis
Prostatismus
Hematuria
Inkontinesia
Piuria
Nyeri uretra
Chylusuria
Nyeri kandung kemih
Pneumaturia
Nyeri kolik Nyeri ginjal
36
Manifestasi klinik pada infeksi saluran kemih atas dan infeksi saluran kemih bawah pada pasien dewasa dapat dilihat pada gambar berikut:
Gambar 6. Hubungan antara lokasi ISK dan keluhan Sumber: Nefrologi Klinik Edisi III, 2006, hal. 85
Pada pielonefritis akut (PNA), sering ditemukan panas tinggi (39.5°C40,5°C), disertai menggigil dan sakit pinggang2. Pada pemeriksaan fisik diagnostik tampak sakit berat, panas intermiten disertai menggigil dan takikardia. Frekuensi nadi pada infeksi E.coli biasanya 90 kali per menit, sedangkan infeksi oleh kuman staphylococcus dan streptococcus dapat menyebabkan takikardia lebih dari 140 kali per menit. Ginjal sulit teraba karena spasme otot-otot. Distensi abdomen sangat nyata dan rebound tenderness mungkin juga ditemukan, hal ini menunjukkan adanya proses dalam perut, intra peritoneal. Pada PNA tipe sederhana (uncomplicated) lebih sering pada wanita usia subur dengan riwayat ISKB kronik disertai nyeri pinggang (flank pain), panas menggigil, mual, dan muntah. Pada ISKA akut (PNA akut) tipe complicated seperti obastruksi, refluks vesiko ureter, sisa urin banyak sering disertai komplikasi bakteriemia dan syok, kesadaran menurun, gelisah, hipotensi hiperventilasi oleh karena alkalosis respiratorik kadang-kadang asidosis metabolik5. Pada pielonefritis kronik (PNK), manifestasi kliniknya bervariasi dari keluhan-keluhan ringan atau tanpa keluhan dan ditemukan kebetulan pada pemeriksaan urin rutin. Presentasi klinik PNK dapat berupa proteinuria asimtomatik, infeksi eksaserbasi akut, hipertensi, dan gagal ginjal kronik (GGK)5. 37
Manifestasi klinik pada sistitis akut dapat berupa keluhan-keluhan klasik seperti polakisuria, nokturia, disuria, nyeri suprapubik, stranguria dan tidak jarang dengan hematuria. Keluhan sistemik seperti panas menggigil jarang ditemukan, kecuali bila disertai penyulit PNA. Pada wanita, keluhan biasanya terjadi 36-48 jam setelah melakukan senggama, dinamakan honeymoon cystitis. Pada laki-laki, prostatitis yang terselubung setelah senggama atau minum alkohol dapat menyebabkan sistitis sekunder2,5. Pada sistitis kronik, biasanya tanpa keluhan atau keluhan ringan karena rangsangan yang berulang-ulang dan menetap. Pada pemeriksaan fisik mungkin ditemukan nyeri tekan di daerah pinggang, atau teraba suatu massa tumor dari hidronefrosis dan distensi vesika urinaria5. Manifestasi klinis sindrom uretra akut (SUA) sulit dibedakan dengan sistitis. Gejalanya sangat miskin, biasanya hanya disuri dan sering kencing2.
1.2.8
Pemeriksaan Penunjang Diagnosis
Analisis urin rutin5 Pemeriksaan analisa urin rutin terdiri dari pH urin, proteinuria (albuminuria), dan pemeriksaan mikroskopik urin. Urin normal mempunyai pH bervariasi antara 4,3-8,0. Bila bahan urin masih segar dan pH >8 (alkalis) selalu menunjukkan adanya infeksi saluran kemih yang berhubungan dengan mikroorganisme pemecah urea (ureasplitting organism). Albuminuria hanya ditemukan ISK. Sifatnya ringan dan kurang dari 1 gram per 24 jam. Pemeriksaan mikroskopik urin terdiri dari sedimen urin tanpa putar (100 x) dan sedimen urin dengan putar 2500 x/menit selama 5 menit. Pemeriksaan mikroskopik dengan pembesaran 400x ditemukan bakteriuria >105 CFU per ml. Lekosituria (piuria) 10/LPB hanya ditemukan pada 60-85% dari pasien-pasien dengan bakteriuria bermakna (CFU per ml >105). Kadang-kadang masih ditemukan 25% pasien tanpa bakteriuria. Hanya 40% pasien-pasien dengan piuria mempunyai bakteriuria dengan CFU per ml >101. Analisa ini menunjukkan bahwa piuria mempunyai nilai lemah untuk prediksi ISK. Tes dipstick pada piuria untuk deteksi sel darah putih. Sensitivitas 100% untuk >50 leukosit per HPF, 90% untuk 21-50 38
leukosit, 60% untuk 12-20 leukosit, 44 % untuk 6-12 leukosit. Selain itu pada pemeriksaan urin yang tidak disentrifuge dapat dilakukan pemeriksaan mikroskopik secara langsung untuk melihat bakteri gram negatif dan gram positif. Sensitivitas sebesar 85 % dan spesifisitas sebesar 60 % untuk 1 PMN atau mikroorganisme per HPF. Namun pemeriksaan ini juga dapat mendapatkan hasil positif palsu sebesar 10%11.
Uji Biokimia5 Uji biokimia didasari oleh pemakaian glukosa dan reduksi nitrat menjadi nitrit dari bakteriuria terutama golongan Enterobacteriaceae. Uji biokimia ini hanya sebagai uji saring (skrinning) karena tidak sensitif, tidak spesifik dan tidak dapat menentukan tipe bakteriuria.
Mikrobiologi5 Pemeriksaan mikrobiologi yaitu dengan Colony Forming Unit (CFU) ml urin. Indikasi CFU per ml antara lain pasien-pasien dengan gejala ISK, tindak lanjut selama pemberian antimikroba untuk ISK, pasca kateterisasi, uji saring bakteriuria asimtomatik selama kehamilan, dan instrumentasi. Bahan contoh urin harus dibiakan lurang dari 2 jam pada suhu kamar atau disimpan pada lemari pendingin. Bahan contoh urin dapat berupa urin tengah kencing (UTK), aspirasi suprapubik selektif. Interpretasi sesuai dengan kriteria bakteriura patogen yakni CFU per ml >105 (2x) berturut-turut dari UTK, CFU per ml >105 (1x) dari UTK disertai lekositouria > 10 per ml tanpa putar, CFU per ml >105 (1x) dari UTK disertai gejala klinis ISK, atau CFU per ml >105 dari aspirasi supra pubik. Menurut kriteria Kunin yakni CFU per ml >105 (3x) berturut-turut dari UTK
Renal Imaging Procedures2 Renal imaging procedures digunakan untuk mengidentifikasi faktor predisposisi ISK, yang biasa digunakan adalah USG, foto polos abdomen, pielografi intravena, micturating cystogram dan isotop scanning. Investigasi lanjutan tidak boleh rutin tetapi harus sesuai indikasi antara lain ISK kambuh, pasien laki-laki, gejala urologik (kolik
39
ginjal, piuria, hematuria), hematuria persisten, mikroorganisme jarang (Pseudomonas spp dan Proteus spp), serta ISK berulang dengan interval ≤6 minggu. 1.2.9
Terapi
Infeksi saluran kemih atas (ISKA) 2 Pada umumnya pasien dengan pielonefritis akut (PNA) memerlukan rawat inap untuk memelihara status hidrasi dan terapi antibiotik parenteral minimal 48 jam. Indikasi rawat inap pada PNA antara lain kegagalan dalam mempertahankan hidrasi normal atau toleransi terhadap antibiotik oral, pasien sakit berat, kegagalan terapi antibiotik saat rawat jalan, diperlukan investigasi lanjutan, faktor predisposisi ISK berkomplikasi, serta komorbiditas seperti kehamilan, diabetes mellitus dan usia lanjut. The Infectious Disease Society of America menganjurkan satu dari tiga alternative terapi antibiotic IV sebagai terapi awal selama 4872 jam, sebelum adanya hasil kepekaan biakan yakni fluorokuinolon, amiglikosida dengan atau tanpa ampisilin dan sefalosporin spektrum luas dengan atau tanpa aminoglikosida.
Infeksi saluran kemih bawah (ISKB) Prinsip manajemen ISKB adalah dengan meningkatkan intake cairan, pemberian antibiotik yang adekuat, dan kalau perlu terapi simtomatik untuk alkanisasi urin dengan natrium bikarbonat 16-20 gram per hari2,5 Pada sistitis akut, antibiotika pilihan pertama antara lain nitrofurantoin, ampisilin, penisilin G, asam nalidiksik dan tetrasiklin. Golongan sulfonamid cukup efektif tetapi tidak ekspansif. Pada sistitis kronik dapat diberikan nitrofurantoin dan sulfonamid sebagai pengobatan permulaan sebelum diketahui hasil bakteriogram5.
40
Tabel 7. Pilihanmikroba oral pada infeksi saluran kemih Jumlah antibiotik
dosis per hari
Amoksisilin
20-40mg/kgbb/hari dibagi dalam 3 dosis
Sefiksim
8 mg/kgbb/hari dibagi dalam 2 dosis
Sefodiksim
10 mg/kgbb/hari dibagi dalam 2 dosis
Seprozil
30 mg/kgbb/hari dibagi dalam 2 dosis
Tabel 8. Pilihan antimikroba paraentral pada infeksi salurah kemih Jumlah antibiotik
dosis perhari
Seftriakson
75 mg/kgbb/hari
Sefotaksim
150 mg/kgbb/hari dibagi setiap 6 jam
Seftazidim
150 mg/kgbb/hari dibagi setiap 6 jam
Gentamisin
7,5 mg/kgbb/hari dibagi setiap 6 jam
Ampisilin
100 mg/kgbb/hari diabgi setiap 6 jam
1.2.10 Komplikasi2 Komplikasi ISK bergantung dari tipe yaitu ISK tipe sederhana (uncomplicated) dan ISK tipe berkomplikasi (complicated).
ISK sederhana (uncomplicated) ISK akut tipe sederhana yaitu non-obstruksi dan bukan pada perempuan hamil pada umumnya merupakan penyakit ringan (self limited disease) dan tidak menyebablan akibat lanjut jangka lama.
ISK tipe berkomplikasi (complicated) ISK tipe berkomplikasi biasanya terjadi pada perempuan hamil dan pasien dengan diabetes mellitus. Selain itu basiluria asimtomatik (BAS) merupakan risiko untuk pielonefritis diikuti penurun laju filtrasi glomerulus (LFG).
Komplikasi emphysematous cystitis, pielonefritis yang terkait spesies kandida dan infeksi gram negatif lainnya dapat dijumpai pada pasien DM. Pielonefritis emfisematosa disebabkan oleh MO pembentuk gas seperti E.coli, Candida spp, dan klostridium tidak jarang dijumpai pada pasien DM. Pembentukan gas 41
sangant intensif pada parenkim ginjal dan jaringan nekrosis disertai hematom yang luas. Pielonefritis emfisematosa sering disertai syok septik dan nefropati akut vasomotor. Abses perinefritik merupakan komplikasi ISK pada pasien DM (47%), nefrolitiasis (41%), dan obstruksi ureter (20%). Tabel 6. Morbiditas ISK selama kehamilan
Kondisi BAS tidak diobati
Risiko Potensial Pielonefritis Bayi prematur Anemia Pregnancy-induced hypertension
Bayi mengalami retardasi mental Pertumbuhan bayi lambat Cerebral palsy ISK trimester III
Fetal death
Sumber: Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid II, 2009, hal. 1012
1.2.11 Prognosis5 Prognosis pasien dengan pielonefritis akut, pada umumnya baik dengan penyembuhan 100% secara klinik maupun bakteriologi bila terapi antibiotika yang diberikan sesuai. Bila terdapat faktor predisposisi yang tidak diketahui atau sulit dikoreksi maka 40% pasien PNA dapat menjadi kronik atau PNK. Pada pasien Pielonefritis kronik (PNK) yang didiagnosis terlambat dan kedua ginjal telah mengisut, pengobatan konservatif hanya semata-mata untuk mempertahankan faal jaringan ginjal yang masih utuh. Dialisis dan transplantasi dapat merupakan pilihan utama. Prognosis sistitis akut pada umumnya baik dan dapat sembuh sempurna, kecuali bila terdapat faktor-faktor predisposisi yang lolos dari pengamatan. Bila terdapat infeksi yang sering kambuh, harus dicari faktor-faktor predisposisi. Prognosis sistitis kronik baik bila diberikan antibiotik yang intensif dan tepat serta faktor predisposisi mudah dikenal dan diberantas.
42
BAB III Analisa Masalah Diare merupakan suatu penyakit yang disebabkan oleh beberapa faktor yang sering kita temukan dimana faktor yang baling sering itu disebabkan oleh virus, dan bakteri biasanya. Dimana diare juga bisa membuat seseorang terkena infeksi saluran kencing pada anak bayi, terutama yang di sebabkan oleh bakteri. Didapatkan pasien datang dengan keluhan keluhan mencret sejak 2 minggu sebelum datang ke Rumah Sakit (SMRS). Buang air besar (BAB) sehari 5 kali dalam sehari, frekuensi ¼ gelas beling (lebih kurang 200cc) dalam 1 kali BAB. dan warna kuning. Terdapat ampas, pasien sehari ganti popok bisa 9-10 kali dalam sehari. Demam dirasakan setalah mencret 3 jam kemudian. Demam dirasakan terus menerus dengan suhu teritinggi 40,4oC, dan Demam pernah turun pada suhu normal 37,1. Pasien juga sudah minum obat paracetamol sirup ½ sendok teh 3- 4 kali sehari, ada perbaikan namun demam muncul kembali. Pasien juga rewel. Ibu pasien juga mengatakan terdapat batuk pada pasien, namum tidak keluar dahak, maupun darah. Ada pilek namun tidak ada keluar cairan ingus dari hidung.Ibu pasien mengatakan sehari psaien bisa minum asi lebih dari 10 kali dalam waktu 1 sampai 2 jam. Ibu pasien mengatakan di lingkungan rumahnya sempit dan jarak toilet selokan Cuma 3 meter. Ibu pasien biasa minum air galon yang isi ulang tetapi tidak tau pasti mereknya. Disekirar lingkungan pasien tidak ada sakit seperti pasien. Dari pemeriksaan fisik didapatkan kesadaran compos mentis, keadaan umum sakit sedang, tanda tanda vitalnya tekanan darah : tidak dilakukan, nadi:108x/menit, nafas: 28x/menit, suhu: 37oC. kepala normalcepali, mata : conjutiva tidak pucat, sklera tidak ikterik, THT: telinga normotia, hidung tidak ada septum deviasi, tenggorokan : tidak dilakukan, leher : tidak ada pembesaran kelenjar getah bening, thorak: simetris, paru: nafas vesikuler kedua lapang paru, jantung : Bunyi jantung I/II murni regular, isi cukup kuat angkat, Abdomen : supel, hati,limpa,masa tidak teraba. Ekstemeritas : capillary refill time <2 detik. Tidak terdapat udema. Kulit sawo matang. Dengan hasil labnya yang bermakana yaitu Pada pemeriksaan laboratorium didapatkan leukosit 14.530 mm3/L, hitung jenis neutrophil 33%, limfosit 58%, monosit 9%, leukosit esterase positif 2, mikroskopis urin berupa leukosit 8-10-8/LPB, eritrosit 1-0-1 /LPB, epitel + (positif satu). Bisa juga kita menambahkan pemeriksaan penunjang lain seperit analisa gas darah, pemriksaan elektrolit supaya kita bisa tau apakah pasien 43
ini terkena gangguan keseimbangan elektrolit dan asisdosis metabobik, serta kita kultur urinenya untuk mengetahui jenis bakteri yang terkena pasien ini supaya tidak terjadi resitensi obat pada pasien. Pasien di tatalaksana sebagai berikiut : 1. IVFD D5/NS 700cc dalam 24 jam D5/NS adalah jenis cairan rumutan atau untuk mempertahankan kebutuhan cairan dan elektrolit. Berdasarkan perhitungan holiday segar di perlukan sebanyak 800 cc. namun pada pasien hanya di kasi 700 via infus, karena sisanya pasien masih mau minum asi. 2. Oralit 50-100 ml Oralit diberikan karena untuk menggatikan cairan yang hilang pada seseorang yang mengeluarkan cairan lebih, pada pasien ini oralit sebanyak 75 ml. 3. Zinc syrup Zinc syrup diberikan unutk memperbaiki metabolisme dan system kekebalan tubuh. Pada pasien ini dapat diberikan dengan zinc syrup ½ sendok teh. 4. Paracetamol drops Merupakan golongan non-opioid dengan onset analgetik dan antipiretik yang cepat. Dengan dosis 10mg atau ½ sendok teh. 5. Inj gentamisis memiliki sensitivitas yang tinggi pada kuman patogenik. Diberikan secara paraentral dengan dosis 7,5 mg/kgbb/hari setiap 6 jam 6. Cefixime Merupakan antibiotik yang digunakan untuk infeksi saluran kemih salah satunya. Biasanya dosis yang diberikan pada cefixime 8 mg/kgbb/hari dibagi dalam 2 dosis 7. Asi Asi merupakan kebutuhan peting pada bayi 0-6 bulan. Sebagai asupan nutrisi dan kekebalan yang didapatkan dari ibu.
44
DAFTAR PUSTAKA 1. Diunduh
dari
IDAI.
http://www.idai.or.id/artikel/klinik/keluhan-
anak/bagaimana-menangani-diare-pada-anak. Pada tanggal 23 oktober 2018 2. Scanlon, V.C & Sanders, T. Essential of Anatomy and Physiology 5th edition. Philadelpia: FA Davis Company. 2007: 420-432 3. Sukandar, E. Infeksi Saluran Kemih. In Sudoyo A.W, et all.ed. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid II Edisi V. Jakarta: Internal Publishing. 2009:1008-1014. 4. Sukandar, E. Infeksi (non spesifik dan spesifik) Saluran Kemih dan Ginjal. In Sukandar E. Nefrologi Klinik Edisi III. Bandung: Pusat Informasi Ilmiah (PII) Bagian Ilmu Penyakit Dalam FK UNPAD. 2006: 29-72 5. Nguyen, H.T. Bacterial Infections of The Genitourinary Tract. In Tanagho E. & McAninch J.W. ed. Smith’s General urology 17th edition. Newyork: Mc Graw Hill Medical Publishing Division. 2008: 193-195 6. Macfarlane, M.T. Urinary Tract Infections. In, Brown B, et all ed. 4th Urology. California: Lippincott Williams & Wilkins. 2006: 83-16 7. Ronald A.R & Nicollé L.E. Infections of the Upper Urinary Tract. In Schrier R.W, ed. Diseases of the Kidney and Urinary Tract 7th edition Vol.1. Newyork: Lippincott Williams & Wilkins Publishers. 2001: 1687 8. Weissman, S.J, et all. Host-Pathogen Interactions and Host Defense Mechanisms. In In Schrier R.W, ed. Diseases of the Kidney and Urinary Tract 8th edition Vol.1. Newyork: Lippincott Williams & Wilkins Publishers. 2007: 817-826 9. Abdelmalak, J.B, et all. Urinary Tract Infections in Adults. In Potts J.M, ed. Essential Urology, A Guide to Clinical Practice. New Jersey: Humana Press. 2004:183-189 10. Anonim. Urinary Tract Infections (Acute Urinary Tract Infection: Urethritis, Cystitis, and Pyelonephritis). In Kasper, et all ed. Harrison’s Manual of Medicine16th Edition. Newyork: Mc Graw Hill Medical Publishing Division. 2005:724 11. Anonim. Pyelonephritis Acute. In Williamson, M.A & Snyder L.M. Wallach’s Interpretation of Diagnostic Test 9th. Philadelphia: Lippincott Williams & Wilkins a Wolters Kluwer Publishers. 2011: 730-731
45
12. Meyrier,
A.
Urinary
Tract
Infection.
Available
from:
http://www.kidneyatlas.org/book2/adk2_07.pdf 13. Diunduh
dari
IDAI
http://pustaka.unpad.ac.id/wp-
content/uploads/2013/12/Pustaka_Unpad_Konsensus_-Infeksi_Saluran.pdf.pdf. Pada tanggal 24 oktober 2018
46