Hubungan Gaya Hidup Terhadap Kejadian Gastroeshophageal Refluks Disease (GERD) Di RSUD Koja Jakarta Utara Ivan Prayoga Fakultas Kedokteran Universitas Universitas Kristen Krida Wacana E-mail:
[email protected] ABSTRAK Latar Belakang: Gastroesophageal refluks merupakan keadaan dimana melemahnya lower esophageal sphincter (LES) yang mengakibatkan terjadinya refluks cairan asam lambung ke dalam esofagus. Keadaan Gastroesophageal refluks desease ( GERD ) adalah keadaan fisiologis yang terjadi pada kebanyakan orang biasanya pada waktu setelah makan. Faktor berisiko pada GERD berupa obat – obatan, makanan, hormon, struktural dan indeks massa tubuh (IMT) dan faktor gaya hidup lainnya berupa stress, alkohol dan gaya hidup negatif lainnya. Dalam kehidupan sehari – hari praktik hidup sehat merupakan salah satu faktor penting dalam kesembuhan, begitu juga dengan modifikasi gaya hidup dan diet pada penderita GERD yang sangat berpengaruh terhadap gaya hidup yang tepat. Pencegahan refluks cairan lambung pada penderita GERD merupakan kunci pengobatan pada refluks laryngopharyngeal. Tujuan: Untuk mengetahui hubungan antara gaya hidup dengan kejadian GERD pada pasien GERD di RSUD Koja. Metode Penelitian: Penelitian ini adalah penelitian survey analitik yang bertujuan untuk menilai hubungan antara gaya hidup dengan kejadian GERD. Uji statistik yang digunakan adalah logistic regression. Data yang diperoleh secara langsung menggunakan kuesioner GERD Q yang di kombinasi dari kuesioner divalidasi digunakan dalam studi DIAMOND. Tehnik pengambilan sample menggunakan consecutive sampling. Penelitian ini menggunakan metode korelasi Gamma untuk mengetahui hubungan antara dua variabel, hal ini dikarenakan variabel penelitian yang digunakan memiliki skala ukur ordinal. Data penelitian dianalisis secara deskriptif dengan bantuan Microsoft Excel 2010 dan analisis korelasional dengan bantuan SPSS Statistics 17.0. Hasil: Berdasarkan hasil pengujian statistik analisis korelasi Gamma menunjukkan bahwa hanya variabel konsumsi pedas yang memiliki nilai p-value (0.020) lebih kecil dari alpha (0.05). Artinya terdapat hubungan yang signifikan antara konsumsi pedas dengan kejadian GERD pada pasien di RSUD Koja Jakarta Utara. Simpulan: Terdapat hubungan yang signifikan antara konsumsi makanan pedas dengan kejadian GERD pada pasien di RSUD Koja Jakarta Utara, sedangkan enam indikator gaya hidup lainnya menunjukkan tidak adanya hubungan dengan GERD. Saran : Kata kunci: Gastroeshophageal Refluks Disease (GERD), Gaya Hidup, Makanan.
Pendahuluan Gastroesophageal refluks merupakan keadaan dimana melemahnya lower esophageal sphincter (LES) yang mengakibatkan terjadinya refluks cairan asam lambung ke dalam esofagus. Keadaan Gastroesophageal refluks desease ( GERD ) adalah keadaan fisiologis yang terjadi pada kebanyakan orang biasanya pada waktu setelah makan. Namun bila terjadi keadaan refluks berulang dan dalam waktu yang lama sehingga menimbulkan keluhan atau kerusakan mukosa esophagus maka keadaan ini dapat dikatakan patologis. GERD merupakan proses multifaktorial dan salah satu penyakit paling umum, biasanya GERD dimulai sejak usia pertengahan, dan menunjukan bahwa faktor lingkungan dan gaya hidup dapat berkontribusi pada patofisiologinya. Faktor berisiko pada GERD berupa obat – obatan, makanan, hormon, struktural dan indeks massa tubuh (IMT) dan faktor gaya hidup lainnya berupa stress, alkohol dan gaya hidup negatif lainnya. Prevalensi GERD secara epidemiologis didasarkan terutama pada gejala heartburn dan regurgitasi. Gerd terjadi pada semua kelompok umur, prevalensi GERD meningkat pada usia 40 tahun ke atas Prevalensi GERD dan komplikasi pada negara – negara asia, termasuk Indonesia umumnya lebih rendah dari negara barat. Namun, baru – baru ini data menunjukan bahwa adanya peningkatan prevalensi. Gaya hidup menurut kamus besar bahasa Indonesia (KBBI) adalah pola tingkah laku sehari – hari segolongan manusia dalam masyarakat. Gaya hidup merupakan suatu ciri khas maupun identitas dari suatu orang maupun bagi sekelompok orang apabila terjadi perubahan gaya hidup pada orang tertentu maka akan ada dampak luas bagi orang tersebut maupun lingkungannya. Menurut Standford Research Institute ( SRI ) International, gaya hidup adalah salah satu contoh segmentasi psikografis adalah VALS 2, yakni Values & life style dimana terdapat dua dimensi yang menjadi titik beratnya, yaitu self orientation dan resources. Resources dalam artian luas mencakup psikologis, fisik dan demografis dan bukan hanya mengenai materi saja. Bagi yang bertumpu pada tindakan, keputusan dalam berkonsumsi didasari oleh keinginannya untuk beraktivitas sosial maupun fisik mendapatkan selingan atau menghadapi resiko. Beberapa faktor – faktor penting yang mempengaruhi gaya hidup seseorang dalam aktivitas sehari – harinya adalah faktor internal dan eskternal. Faktor internal (dari dalam diri orang tersebut) yakni, sikap, pengalaman dan pengamatan, kepribadian, konsep diri, motif dan persepsi. Sedangkan faktor eskternal yakni, kelompok referensi, keluarga, kelas sosial dan kebudayaan. Dalam kehidupan sehari – hari praktik hidup sehat merupakan salah satu faktor penting dalam faktor kesembuhan suatu penyakit, begitu juga dengan modifikasi gaya hidup dan diet pada penderita GERD yang mana sangat berpengaruh terhadap modifikasi gaya hidup yang tepat. Penting untuk perlu diketahui penderita GERD pada pencegahan refluks cairan lambung merupakan kunci pengobatan pada refluks laryngopharyngeal. Berdasarkan latar belakang tersebut, peneliti merasa tertarik untuk melakukan penelitian untuk mengetahui apakah terdapat hubungan gaya hidup ( life style ) dengan kejadian GERD serta mengetahui gaya hidup seperti bagaimana yang dapat menjadi faktor terhadap kejadian GERD. Alasan dilakukannya penelitian di RSUD Koja Jakarta Utara yaitu karena banyaknya jumlah
populasi yang dapat diambil menjadi responden, sehingga memudahkan peneliti dalam mengambil suatu populasi penelitian. Metode Penelitian ini adalah jenis penelitian survey analitik yang bertujuan untuk menilai hubungan antara gaya hidup dengan kejadian GERD. Uji statistik yang digunakan adalah logistic regression yang dikaji dengan bantuan program komputer SPSS. Subjek penelitian yang diambil adalah semua pasien yang datang ke Poliklinik Penyakit Dalam RSUD Koja dan yang sudah terdiagnosis GERD oleh dokter. Pasien yang diambil sesuai dengan kriteria inklusi dan eksklusi dari peniliti. Tehnik pengambilan sample yang digunakan consecutive sampling diambil semua pasien yang datang ke poliklinik penyakit dalam dan telah didiganosis GERD oleh dokter dalam jangka waktu tertentu yang ditentukan oleh peneliti. Semua responden yang datang kepoliklinik penyakit dalam RSUD Koja dan telah terdiagnosis GERD oleh dokter dipilih melalui penetapan kriteria inklusi maupun eksklusi oleh peneliti. Penetapan jumlah sample dihitung berdasarkan rumus logistic regression. Alat yang diperlukan dalam penelitian adalah Kuesioner GERD Q adalah kombinasi dari kuesioner divalidasi digunakan dalam studi DIAMOND. Sampel pada penelitian ini yaitu sebanyak 102 pasien. Data pada penelitian ini merupakan data primer yang diperoleh dari wawacara mengenai beberapa pertanyaan yang merupakan pertanyaan yang disesuaikan dengan masalah yang diteliti meliputi usia, jenis kelamin GERD dan gaya hidup. Penelitian ini menggunakan metode korelasi Gamma untuk mengetahui hubungan antara dua variabel, hal ini dikarenakan variabel penelitian yang digunakan memiliki skala ukur ordinal. Data penelitian dianalisis secara deskriptif dengan bantuan Microsoft Excel 2010 dan analisis korelasional dengan bantuan SPSS Statistics 17.0 untuk mengetahui seberapa besar hubungan gaya hidup terhadap kejadian GERD. Hasil Pada penelitian ini, sampel yang digunakan adalah sebanyak 102 pasien. Berdasarkan penelitian yang dilakukan, dapat dikelompokkan tanggapan responden berdasarkan jenis kelamin dengan hasil sebagai berikut: Tabel 1. Jenis Kelamin Responden Jenis Kelamin Frekuensi % Laki-laki 33 32% Perempuan 69 68% Jumlah 102 100% Sumber: Data primer yang diolah, 2019 Berdasarkan pada tabel di atas dari sampel yang diperoleh, terdapat sebanyak 33 responden atau sebesar 32% yang berjenis kelamin laki-laki. Sedangkan untuk yang berjenis kelamin
perempuan sebanyak 69 responden atau sebesar 68%. Hal ini menunjukan bahwa pasien yang menjadi sampel penelitian didominasi oleh pasien dengan jenis kelamin perempuan. Berdasarkan penelitian yang dilakukan, dapat dikelompokkan tanggapan responden berdasarkan usia dengan hasil sebagai berikut: Tabel 2. Berdasarkan Usia Responden Usia Frekuensi % 21 – 30 Tahun 8 8% 31 – 40 Tahun 24 24% 41 – 50 Tahun 22 22% > 50 Tahun 48 47% Jumlah 102 100% Sumber: Data primer yang diolah, 2019 Berdasarkan pada tabel di atas dari sampel yang diperoleh, terdapat sebanyak 8 responden atau sebesar 8% yang berusia 21 hingga 30 tahun. Kemudian responden yang memiliki usia 31 sampai dengan 40 tahun terdapat sebanyak 24 responden atau sebesar 24%. Sementara responden yang memiliki usia 41 sampai dengan 50 tahun sebanyak 22 responden atau sebesar 22% dan responden yang memiliki usia lebih dari 50 tahun sebanyak 48 responden atau sebesar 47%. Hal ini menunjukkan bahwa pasien dalam penelitian ini didominasi oleh pasien dengan usia lebih dari 50 tahun. Berdasarkan 102 sampel pada penelitian ini maka, dapat dikategorikan bahwa seseorang menderita GERD jika poin penlaian GERD lebih besar dari 7. Hasil penelitian ini mengenai penderita GERD didapatkan hasil sebagai berikut: Tabel 3. Pasien Penderita GERD GERD Frekuensi % Ya 80 78% Tidak 22 22% Jumlah 102 100% Sumber: Data primer yang diolah, 2019 Berdasarkan pada tabel di atas dari sampel yang diperoleh, terdapat sebanyak 80 responden atau sebesar 78% pasien yang menderita GERD. Sedangkan untuk yang bukan penderita GERD terdapat sebanyak 22 responden atau sebesar 22%. Hal ini menunjukan bahwa pasien yang menjadi sampel penelitian didominasi oleh pasien penderita GERD. Hubungan Gaya Hidup dengan Kejadian GERD Gaya hidup merupakan ciri khas, karakteristik, dan tata cara seseorang dalam kehidupan masyarakat. Gaya hidup pada dasarnya sangat berpengaruh terhadap kondisi fisik maupun psikis seseorang. Pada penelitian ini, untuk gaya hidup diukur oleh tujuh indikator nya meliputi gaya hidup merokok, indeks massa tubuh, konsumsi alkohol, posisi tidur, kebiasaan waktu makan, konsumsi kopi dan konsumsi sambal. Tujuh indikator ini akan dilihat hubungan nya satu per satu dengan
kejadian GERD. Pada penelitian ini, untuk melihat hubungan gaya hidup dengan kejadian GERD digunakan analisis korelasi Gamma. Hipotesis yang akan diuji adalah sebagai berikut: H0 : ρ = 0 (Tidak terdapat hubungan antara gaya hidup dengan kejadian GERD) H1 : ρ = 0 (Terdapat hubungan antara gaya hidup dengan kejadian GERD) α : 5% Berdasarkan data penelitian didapatkan hasil penelitian seperti pada tabel berikut ini: Tabel 4. Hubungan Gaya Hidup dengan Penderita GERD GERD Indikator Jumlah P-Value P-Value Ya Tidak Ya 21 7 0.616 Merokok Tidak 59 15 74 -0.135 0.616 Jumlah 80 22 102 Kurus 9 1 0.101 Normal 37 7 44 IMT Overweight 26 12 38 0.304 0.101 Obesitas 8 2 10 Jumlah 80 22 102 Ya 7 1 0.443 Alkohol Tidak 73 21 94 0.336 0.443 Jumlah 80 22 102 Ya 22 5 0.642 Tidur Tanpa Bantal Tidak 58 17 75 0.127 0.642 Jumlah 80 22 102 Ya 30 9 0.804 Makan Larut Malam Tidak 49 13 62 -0.061 0.804 Jumlah 80 22 102 Ya 37 9 0.653 Konsumsi Kopi Tidak 43 13 56 0.108 0.653 Jumlah 80 22 102 Ya 72 14 0.020 Konsumsi Pedas Tidak 8 8 16 0.674 0.020 Jumlah 80 22 102 Sumber: Data primer yang diolah, 2019 Kriteria pengujian akan terima H1 apabila p-value < α, dan terima H0 jika p-value > α. Berdasarkan uji statistik Korelasi Gamma pada tabel di atas didapatkan bahwa nilai p-value dari konsumsi makanan pedas yang hanya memiliki nilai p value (0,020) yang bernilai lebih kecil dari alpha (α =0,05), sementara enam indikator lainnya memiliki nilai p value lebih besar dari alpha. Hal ini menunjukkan bahwa terdapat hubungan yang bermakna antara konsumsi makanan pedas
dengan kejadian GERD pada pasien di RSUD Koja Jakarta Utara. Berdasarkan tabel di atas pula didapatkan nilai korelasi Gamma untuk hubungan antara konsumsi pedas dengan kejadian GERD sebesar 0.674 yang menunjukkan bahwa adanya hubungan positif antara konsumsi pedas dengan kejadian GERD. Pembahasan Hubungan Gaya Hidup terhadap Kejadian GERD Untuk menganalisis hubungan antara gaya hidup terhadap kejadian GERD digunakan korelasi Gamma. Berdasarkan uji statistik korelasi Gamma untuk tujuh indikator gaya hidup, berdasarkan uraian sebelumnya didapatkan bahwa hanya variabel konsumsi pedas yang memiliki nilai p-value (0.020) lebih kecil dari alpha (0.05). Hal ini menunjukkan bahwa terdapat hubungan yang signifikan antara konsumsi pedas dengan kejadian GERD pada pasien di RSUD Koja Jakarta Utara, sementara enam indikator gaya hidup lainnya menunjukkan tidak adanya hubungan dengan GERD. Hasil penelitian ini menunjukkan pula bahwa terdapat hubungan yang positif antara konsumsi pedas dengan kejadian GERD, artinya bahwa seseorang yang mengkonsumsi pedas maka akan terjadi GERD. Sehingga dengan kata lain semakin sering seseorang mengkonsumsi pedas maka akan semakin besar peluangnya akan mengalami penyakit GERD, dan sebaliknya bahwa semakin jarang seseorang mengkonsumsi pedas maka akan semakin kecil peluang mengalami penyakit GERD. Gaya Hidup dalam Menyebabkan Timbulnya GERD Gaya hidup seseorang pada dasarnya akan berdampak kepada keadaan fisik ataupun psikisnya. Sehingga gaya hidup menjadi hal penting yang harus diperhatikan. Gaya hidup yang kurang baik akan berdampak terjadinya GERD. GERD dapat dikatakan suatu penyakit karena sudah mempengaruhi kualitas hidup pasien dengan adanya gangguan yang menyebabkan refluks cairan isi lambung ke kerongkongan dan menyebabkan gejala khas seperti sensasi terbakar di dada (heartburn) dan gejala lainnya seperti regurgitasi ( asam dan pahit rasa dimulut), nyeri epigastrium, disfagia ( kesulitan menelan) dan odynophagia ( rasa sakit saat menelan makanan ). Pada penelitian ini, untuk melihat pengaruh gaya hidup maka digunakan tujuh indikator meliputi gaya hidup merokok, indeks massa tubuh, konsumsi alkohol, posisi tidur, kebiasaan waktu makan, konsumsi kopi dan konsumsi pedas Berdasarkan hasil pengujian pada tujuh indikator gaya hidup terhadap kejadian GERD menunjukkan hasil bahwa hanya gaya hidup yang mengkonsumsi pedas memiliki hubungan yang signifikan terhadap terjadinya GERD pada pasien di RSUD Koja Jakarta Utara. Pencegahan terjadinya GERD dapat dilakukan dengan cara memodifikasi gaya hidup atau pengaturan pola hidup agar menghindari faktor risikonya, salah satunya dengan menghindari makanan yang dapat merangsang GERD seperti cokelat, minuman mengandung kafein, alkohol, dan makanan berlemak, asam, dan pedas. Konsumsi makanan pedas secara rutin akan
meningkatkan risiko terjadinya Precancerous Lesion of Gastric Cancer (PLGC) yakni timbulnya luka pada lambung yang dapat mengarah pada terjadinya kanker. Secara medis timbulnya luka tersebut dikarenakan iritasi akibat produksi asam lambung berlebih yang distimulasi oleh makanan pedas. Adanya produksi asam lambung yang berlebih akan mengakibatkan cairan asam lambung mengalami refluks sehingga masuk ke dalam esofagus dan menyebabkan gejala terjadinya GERD. Kesimpulan Berdasarkan hasil pembahasan yang telah diuraikan mengenai hubungan gaya hidup terhadap kejadian GERD pada pasien di RSUD Koja Jakarta Utara, dapat disimpulkan bahwa: 1. Berdasarkan hasil pengujian statistik analisis korelasi Gamma menunjukkan bahwa hanya variabel konsumsi pedas yang memiliki nilai p-value (0.020) lebih kecil dari alpha (0.05). Hal ini menunjukkan bahwa terdapat hubungan yang signifikan antara konsumsi pedas dengan kejadian GERD pada pasien di RSUD Koja Jakarta Utara, sementara enam indikator gaya hidup lainnya menunjukkan tidak adanya hubungan dengan GERD. 2. Pencegahan terjadinya GERD dapat dilakukan dengan cara memodifikasi gaya hidup atau pengaturan pola hidup agar menghindari faktor risikonya, salah satunya dengan menghindari makanan yang dapat merangsang GERD salah satunya adalah mengkonsumsi makanan pedas. Konsumsi makanan pedas secara rutin akan meningkatkan risiko terjadinya Precancerous Lesion of Gastric Cancer (PLGC) yakni timbulnya luka pada lambung yang dapat mengarah pada terjadinya kanker. Saran Berdasarkan pengalaman saat melakukan penelitian dan analisa terhadap hasil penelitian, peneliti memberikan saran sebagai berikut;
Daftar Pustaka Saputera MD, Budianto W. Diagnosis dan tatalaksana GERD dipusat pelayanan primer. Jurnal Continuing Medical Education (CMD). 2017. 44 (5) h. 329-331 Marco G Patti, MD Professor of Surgery, Director, Center for Esophageal Diseases. Gastroesophageal Reflux Disease. University of Chicago Pritzker School of Medicine. 2017. Diunduh dari : https://emedicine.medscape.com. Pada tanggal 15 oktober 2018. Ndraha S, Oktavius D, Fransisca, Sumampouw JL, Juli NN, Marcel R. Faktor – faktor yang berhubungan dengan keberhasilan terapi GERD. Jurnal Kedokteran Meditek. 2016. 22 (60) h.8 Wibawa IDN. Current Trend In Gastroentero-Hepatology. Denpasar : Udayana University Press;2018. h.58-60 Department of Internal Medicine, Faculty of Medicine, Universitas Indonesia - Cipto Mangunkusumo Hospital, Jakarta, Indonesia. Jurnal Akta Medica Indonesiana. 2014. 46 (3) h.2645
Sembiring J, Sitorus HM. Infeksi Helicobacter pylori Divisi Gastroenterology-HepatologyDepartemen Ilmu Penyakit dalam USU. Diunduh dari : pdf http://repository.usu.ac.id. Pada tanggal 16 oktober 2018. Katz PO, Gerson LB, Vela MF, Corrigendam. Guidenlines for the diagnosis and management of gastroesophageal reflux disease. AM J Gastroenterol. 2013; 108:308-28. Devault KR, Castell DO. Update guidenlines for the diagnosis and treatment of gastroesophageal reflux disease. AM J Gastroenterol. 2005;100: 190-200. Nisson M, Johnson R, YE W, Hvem K. Lifestyle Related Risk Factors In etiology Of Gastroesophageal Reflux. 2004. 53 (12) Parachand VN, Alvredy SC. Gastroesophageal reflux disease and severe obesity. World J Gastroenterol. 2006; 41: 887-91 Hervella FA, Patti MG. Gastroesophageal Reflux Disease: from pathopysiology to treatment. World J Gastroenterol. 2010; 16:3745-9 Ibrahim MM. Subcutaneous and Viceral adipose tissue: structural and functional differences. Obes. Rev. 2010; 11:4 Sara E, Maria PR, Michele PLG, Michele C. Gastroesophageal reflux disease and obesity. World J Gastroenterol. 2013; 21:19 (39): 6536-9 S. irawati. Penatalaksanaan Gastroesophageal Reflux Disease (GERD). Journal buletin rasional. 2013. 11 (1) h.6-8 Arikah. Departemen gizi kesehatan, fakultas kesehatan masyarakat Universitas Airlangga, Surabaya. Riwayat makan yang meningkatkan asam lambung sebagai faktor resiko gastritis. Journal Gizi Indon. 2013. 38 (1) h.9-20