Laporan Kasus Dr.ferri Pkm Tempino.docx

  • Uploaded by: ferri
  • 0
  • 0
  • October 2019
  • PDF

This document was uploaded by user and they confirmed that they have the permission to share it. If you are author or own the copyright of this book, please report to us by using this DMCA report form. Report DMCA


Overview

Download & View Laporan Kasus Dr.ferri Pkm Tempino.docx as PDF for free.

More details

  • Words: 5,135
  • Pages: 32
BAB I PENDAHULUAN

I.1. Latar Belakang Hemoroid adalah keluhan yang sering dikeluhkan selama kehamilan, dan lebih sering dikeluhkan saat periode post partum. Hemoroid yang simptomatik bermanifestasi sebagai pruritus, nyeri dan perdarahan, yang terjadi pada 1/3 wanita yang hamil. Peningkatan tekanan abdomen yang disebabkan karena pembesaran uterus gravid menyebabkan aliran darah terganggu dan stasis vena. 1 Biasanya, kontraksi saat defekasi pada pasien dengan konstipasi dan tekanan saat “mengejan” bisa menyebabkan hemoroid. Hemoroid yang simptomatik pada individu yang sedang hamil biasanya dilakukan tatalaksana konservatif dengan peningkatan asupan serat dan air agar feses menjadi lunak. Suppositoria hidrokortison dapat mengurangi bengkak dan pruritus.1 Jika terapi konservatif tidak berhasil, tindakan bedah dan endoskopi mungkin diindikasikan. Hemoroid interna aman bila dilakukan terapi dengan endoskopi band ligation, sclerotherapy, dan koagulasi infrared. Hemoroidektomi pilihan yang aman dilakukan saat kehamilan bila terapi medikamentosa gagal. 1

~1~

BAB II STATUS PASIEN

A. IDENTITAS PASIEN Nama

: Ny. Arpan

Jenis Kelamin : Laki-Laki Umur

: 58 thn

Status

: Menikah

Agama

: Islam

Pekerjaan

: Wiraswasta

Alamat

: Nagasari

B. ANAMNESIS Autoanamnesa, Rabu, tanggal 20 juni 2018 Pukul 10.00 WIB Keluhan Utama

: terdapat benjolan yang keluar dari anus

Keluhan Tambahan

:-

Riwayat Penyakit Sekarang : Pasien datang ke poli lansia puskesmas tempino, Rabu, 20 Juni 2018, dengan keluhan terdapat benjolan yang keluar dari anus saat buang air besar, sebesar 0,5 – 1 cm dan terasa menggaggu. Setiap ingin buang air besar, benjolan tersebut keluar dari anus. Benjolan tidak dapat masuk sendiri setelah buang air besar selesai, namun dapat masuk dengan bantuan jari. Buang air besar kadang disertai darah, berwarna merah segar, menetes saat feses keluar, darah tidak bercampur dengan feses. Sejak ± 3 tahun yang lalu, dirasakan seperti ada benjolan yang mau keluar dari anus sebesar ± 0,5-1 cm saat buang air besar, kadang disertai darah. Darah tidak bercampur feses, berwarna merah segar, menetes di akhir setelah feses keluar, banyaknya ± 1 cc. Pasien jarang mengkonsumsi makanan yang berserat, suka mengkonsumsi makanan pedas, dan minum kurang dari 8 gelas per hari. Pasien sudah berobat sebelumnya, dan mendapatkan obat dalam bentuk suppositoria untuk melunakkan feses.

~2~

Riwayat Penyakit Dahulu

:

 Riwayat hipertensi disangkal  Riwayat keganasan disangkal  Riwayat penyakit jantung disangkal  Riwayat diabetes melitus disangkal  Riwayat sakit kuning disangkal  Riwayat hemorrhoid

Riwayat Penyakit Keluarga :  Riwayat hemorrhoid disangkal  Riwayat hipertensi disangkal  Riwayat keganasan disangkal  Riwayat penyakit jantung disangkal  Riwayat diabetes melitus disangkal  Riwayat sakit kuning disangkal

Riwayat Alergi Obat

: disangkal

Riwayat Kebiasaan

:



Makanan

: Pasien mengaku jarang mengkonsumi makanan

berserat, suka makanan pedas, dan sedikit minum air putih (<8 Gelas per hari) 

Aktivitas

: Pasien menyangkal sering melakukan aktifitas yang

berat, duduk atau berdiri yang lama. 

Pola defekasi : Rutin, 1 kali/hari (BAB posisi jongkok) namun BAB terasa keras sehingga pasien harus mengedan untuk mengeluarkan feses.

C. PEMERIKSAAN FISIK Status Generalis Keadaan Umum

: Baik

Kesadaran

: Compos Mentis

Tanda-tanda Vital Tekanan Darah

: 160/100 mmHg

~3~

Nadi

: 80x/menit

RR

: 20x/menit

Suhu

: 37, 3 ‘C

Kepala

:

Normocephal

Mata

:

Conjungtiva anemis -/-, sklera ikterik -/-

Telinga

:

Bentuk normal, serumen -/-

Hidung

:

Deviasi septum (-), sekret (-)

Mulut

:

Bibir sianosis (-), mukosa basah Gusi berdarah (-), lidah kotor (-) Tonsil tidak membesar (T1-T2) tenang

Tenggorokan

:

Faring tidak hiperemis

Leher

:

Kelenjar tyroid tidak teraba membesar Kelenjar getah bening tidak teraba membesar

Thorax Pulmo

:

Simetris saat statis dan dinamis

:

I= normochest, retraksi -/-, sela iga tidak melebar P= fremitus taktil vokal hemithorak kanan = kiri P= sonor pada seluruh lapang paru A= suara nafas vesikuler, rhonki -/-, wheezing -/-

Cor

:

I= tidak tampak iktus cordis P= iktus cordis teraba P= batas pinggang jantung ICS III LPSS batas kiri jantung ICS V LMCS batas kanan jantung ICS IV linea sternalis dextra A= BJ I dan II reguler, gallop (-), murmur (-)

Abdomen

: I = datar, jaringan parut (-) A = bising usus (+) normal P = timpani P = supel, defans muskuler (-), nyeri tekan (-) hepar dan lien tidak teraba membesar

Ekstremitas

: akral hangat, uedem -/-

~4~

Status Lokalis Pemeriksaan colok dubur : Inspeksi

: Fisure (-), Abses (-), hematom perianal (-), skin tag (+), tak tampak benjolan keluar dari anus

Palpasi

: Tonus sphincter ani baik; ampulla recti tidak kolaps; mukosa rektum licin; teraba massa di jam 3, 7 dan 11; nyeri tekan (+) pada jam 3,7 dan 11; pada sarung tangan tidak didapatkan darah, lendir (+), feses (-).

Anoskopi

: tidak dilakukan.

D. RESUME 

Pasien datang dengan keluhan terdapat benjolan yang keluar dari anus saat buang air besar, sebesar 0,5 – 1 cm, tidak dapat masuk kembali, harus menggunakan bantuan jari untuk memasukkan kembali.



Buang air besar kadang disertai darah, berwarna merah segar, menetes saat feses keluar, darah tidak bercampur dengan feses, banyaknya ± 1 cc.



Riwayat keluhan serupa (+) sejak 3 tahun lalu.

~5~



Pasien jarang mengkonsumsi makanan yang berserat, suka mengkonsumsi makanan pedas, dan minum kurang dari 8 gelas per hari. Pasien sudah berobat sebelumnya, dan mendapatkan obat dalam bentuk suppositoria untuk melunakkan feses.

E. DIAGNOSIS KERJA Hemorrhoid interna grade III

F. DIAGNOSIS BANDING Polip anal Fistula anal

G. PENATALAKSANAAN Non farmakologi: 

Perubahan Pola hidup : Makan-makanan berserat setiap hari, minum air putih minum 8 gelas sehari, banyak bergerak, banyak berjalan.



Perubahan pola defekasi : Hindari mengedan yang berlebih dan lama.

Farmakologi dan Bedah: Ardium 3 x 1 tab Skleroterapi H. PROGNOSIS Quo ad vitam

: Bonam

Quo ad fungsionam

: Bonam

Quo ad sanactionam : Bonam

~6~

BAB III TINJAUAN PUSTAKA

II.1.

ANATOMI TRIGONUM ANALIS2 Trigonum analis dibatasi oleh (Gambar 1 dan 2): 1. Bagian belakang: ujung os coccygis 2. Sisi-sisinya: tuberositas ischiadicum dan ligamentum sacrotuberale yang bertumpang tindih dengan musculus gluteus maximus.

Gambar 1. Trigonum analis laki-laki dilihat dari bawah (Netter, 2010)

Gambar 2. Trigonum analis dan trigonum urogenital pada perempuan dilihat dari bawah (Netter, 2010)

~7~

Anus atau lubang bawah canalis analis terletak di garis tengah, dan di samping kanan dan kiri terdapat fossa ischionalis. Kulit disekitar anus dipersarafi oleh nervus rectalis (haemorrhoidalis) inferior (Gambar 3). Pembuluh limfe kulit mengalirkan cairan limfe ke kelompok medial nodi inguinales superficiales (Gambar 4).

Gambar 3. Innervasi trigonum analis (Netter, 2010)

~8~

Gambar 4. Aliran limfe canalis analis (Gray’s Anatomy, 2005)

CANALIS ANALIS2

Gambar 5. Canalis analis (Netter, 2010)

~9~

Lokasi dan Deskripsi Panjang canalis analis kurang lebih 1 ½ inci (4 cm), berjalan ke bawah dan belakang dari ampulla recti sampai anus (Gambar 5). Dinding lateral canalis analis dipertahankan saling berdekatan oleh m. levator ani dan m. sphincter ani, kecuali saat defekasi (Gambar 7).

Hubungan: 

Ke posterior: Di posterior berhubungan dengan corpus anococcygeum, massa jaringan fibrosa yang terletak diantara canalis analis dan os coccygis (Gambar 6)



Ke lateral: Di lateral berhubungan dengan fossa ischioanalis yang berisi lemak.



Ke anterior: Pada laki-laki di anterior berbatasan dengan corpus perineale, diaphragma urogenitale, urethra pars membranacea, dan bulbus penis (Gambar 6) Pada perempuan, di anterior berhubungan dengan corpus perineale, diaphragm urogenitale, dan bagian bawah vagina (Gambar 6)

Gambar 6. Potongan sagital pelvis perempuan dan laki-laki (Netter, 2010)

~ 10 ~

Gambar 7. Tunika muskularis canalis analis (Schwartz, 2010) 1

Struktur a. Tunika Mukosa Tunika mukosa di canalis analis terbagi menjadi 2 bagian, yaitu tunika mukosa setengah bagian atas canalis analis dan tunika mukosa setengah bagian bawah canalis analis.

Gambar 8. Tunika mukosa canalis analis (Snell, 2006)

~ 11 ~

Tunika mukosa setengah bagian atas canalis analis mempunyai struktur anatomi sebagai berikut: 1. Dibatasi oleh epitel selapis kolumnar. 2. Mempunyai lipatan vertikal yang dinamakan columnae anales atau columnae morgagni dan dihubungkan oleh plicae semilunares yang dinamakan valvulae anales (sisa membran proctodeum) 3. Persarafannya sama seperti persarafan mukosa rektum berasal dari saraf otonom plexus hypogastricus (Gambar 3). Mukosanya hanya peka terhadap regangan. 4. Vaskularisasi berasal dari arteri yang memperdarahi usus belakang yaitu a. rectalis superior, cabang dari a. mesenterica inferior. Aliran darah vena terutama oleh v. rectalis superior, cabang dari v. mesenterica inferior dan v. porta (Gambar 10). 5. Sistem limfatik terutama ke atas, di sepanjang a. rectalis superior menuju nodi rectalis superior dan akhirnya ke nodi mesenterici inferior (Gambar 4). Tunika mukosa setengah bagian bawah canalis analis mempunyai struktur anatomi sebagai berikut: 1. Dibatasi oleh epitel berlapis gepeng yang secara bertahap bergabung dengan epidermis perianal di anus (Gambar 8). 2. Tidak mempunyai columna anales (Gambar 8). 3. Persarafan berasal dari saraf somatik nervus rectalis inferior, sehingga peka terhadap rasa nyeri, suhu, raba, dan tekan (Gambar 3). 4. Suplai arteri berasal dari a. rectalis inferior, cabang dari a. pudenda interna (Gambar 9). Aliran darah vena oleh v. rectalis inferior, cabang v. pudenda interna yang mengalirkan darahnya ke v. iliaca interna (Gambar 10). 5. Aliran limfe berjalan ke bawah menuju ke nodi superomediales dari nodi inguinales superficiales (Gambar 4). Pecten ossis pubis menunjukkan tempat pertemuan setengah bagian atas dengan setengah bagian bawah canalis analis (Gambar 8). b. Tunika Muskularis Seperti pada bagian atas tractus intestinal, tunika muskularis terbagi atas stratum longitudinal di bagian luar dan stratum sirkular di bagian dalam (Gambar 7 dan 8).

~ 12 ~

Musculus Sphincter Ani Canalis analis mempunyai m. sphincter ani internus yang bekerja secara involunter dan m. sphincter ani externus yang bekerja secara volunter. M. sphincter ani internus dibentuk oleh penebalan otot polos stratum sirkular pada ujung atas canalis analis. M. sphincter ani internus diliputi oleh lapisan otot lurik yang membentuk m. sphincter ani externus volunter (Gambar 8). M. sphincter ani externus dibagi menjadi 3 bagian, yaitu:  Pars subcutanea, mengelilingi ujung bawah canalis analis dan tidak melekat pada tulang.  Pars superficialis, bagian belakang melekat pada os coccygis dan bagian depan pada corpus perineale.  Pars profunda, mengelilingi ujung atas canalis analis dan tidak melekat pada tulang. Kedua pars puborectalis musculus levator ani bergabung dengan pars profunda m. sphincter ani externus. Serabut m. puborectalis pada kedua sisi membentuk sebuah lengkung, yang di depan melekat pada kedua os pubis dan berjalan di sekeliling junction anorectalis, menarik junction ke depan sehingga canalis analis dan rectum membentuk sudut yang tajam. Stratum longitudinal tunika muskularis canalis analis melanjutkan diri ke atas sebagai stratum longitudinal tunika muskularis rectum. Otot tersebut membentuk selubung utuh di sekitar canalis analis dan turun ke bawah pada batas di antara m. sphincter ani internus dan externus. Sebagian stratum longitudinal melekat pada tunika mukosa canalis analis, sedangkan lainnya berjalan ke lateral ke dalam fossa ischioanalis atau melekat pada kulit perianalis. Pada perbatasan di antar rectum dan canalis analis (junction anorektalis), m. sphincter ani internus, m. sphincter ani externus pars profunda dan m. puborectalis membentuk cincin yang disebut cincin anorectalis dan dapat diraba pada pemeriksaan rectal. 2

Vaskularisasi Arteriae Arteria rectalis superior memperdarahi setengah bagian atas canalis analis, sedangkan arteria rectalis inferior memperdarahi setengah bagian bawahnya (Gambar 9).

~ 13 ~

Gambar 9. Aliran arteri canalis analis (Schwartz, 2010)

Venae Setengah bagian atas dialirkan oleh v. rectalis superior ke v. mesenterica inferior, sedangkan setengah bagian bawah dialirkan oleh v. rectalis inferior ke v. pudenda interna. Anastomosis v. rectalis membentuk anastomosis portal sistemik yang penting  plexus hemorrhoidales (Gambar 10). Pada tela submucosa canalis analis terdapat plexus venosus yang mengalirkan darahnya ke atas melalui v. rectalis superior. Cabang-cabang kecil v. rectalis media dan v. rectalis inferior berhubungan satu dengan yang lain dan dengan v. rectalis superior melalui plexus ini. Oleh sebab itu plexus venosus rectalis membentuk anastomosis portal sistemik yang penting karena v. rectalis superior mengalirkan darahnya ke v. porta dan v. rectalis media serta v. rectalis inferior ke sistem sistemik.

~ 14 ~

Gambar 10. Aliran vena canalis analis (Netter, 2010) 3

Sistem Limfatik Cairan limfe dari setengah bagian atas canalis analis dialirkan ke nodi rectalis superior dan nodi mesenterici inferior. Cairan limfe dari setengah bagian bawah canalis analis dialirkan ke nodi superomediales nodi inguinales superficial (Gambar 4).

4

Innervasi Tunika mukosa setengah atas bagian canalis analis peka terhadap regangan dan dipersarafi oleh serabut-serabut sensorik yang berjalan ke atas melalui plexus hypogatricus. Setengah bagian bawah canalis analis peka terhadap nyeri, suhu, dan raba serta dipersarafi oleh nervus rectalis inferior. Musculus sphincter ani internus involunter dipersarafi oleh serabut simpatis dari plexus hypogastricus inferior Musculus sphinter ani externus volunter dipersarafi oleh n. rectalis inferior, cabang n. pudendus (Gambar 3), dan ramus perinealis n. sacralis keempat.

DEFEKASI2 Waktu, tempat, dan frekuensi defekasi merupakan suatu kebiasaan. Beberapa orang defekasi sekali sehari, beberapa orang beberapa kali sehari, dan beberapa orang normal juga beberapa hari sekali.

~ 15 ~

Keinginan untuk defekasi dimulai dari perangsangan reseptor regangan di dalam dinding rectum oleh adanya feces di dalam lumen rectum. Kegiatan defekasi melibatkan reflex koordinasi yang mengakibatkan pengosongan colon descendens, colon sigmoid, rectum dan canalis analis. Kegiatan ini dibantu oleh peningkatan tekanan intraabdominal dengan kontraksi otot dinding anterior abdomen. Selanjutnya, kontraksi tonik m. sphincter ani internus, m. sphincter ani externus, dan m. puborectalis dihambat secara volunter, dan feces dikeluarkan melalui canalis analis. Tergantung pada kelemasan tela submukosa, tunika mukosa bagian bawah canalis analis menonjol melalui anus mendahului massa feces. Pada akhir defekasi, tunika mukosa kembali ke canalis analis akibat tonus serabut-serabut longitudinal dinding canalis analis serta kontraksi dan penarikan keatas oleh m. puborectalis. Kemudian lumen canalis analis yang kosong ditutup oleh kontraksi tonik m. sphincter ani.

II.2.

HEMOROID Hemoroid adalah pelebaran pleksus hemorrhoidalis dan tidak merupakan keadaan

patologik. Tindakan hanya dilakukan bila hemoroid menimbulkan keluhan atau penyulit. Kata hemoroid berasal dari kata haemorrhoides (Yunani) yang berarti aliran darah (haem=darah, rhoos=aliran) jadi dapat diartikan sebagai darah yang mengalir keluar.5 Bantalan hemoroid adalah hal yang normal sebagai bagian dari canalis anal. Struktur bantalan hemoroid terdiri dari pembuluh darah, otot halus, jaringan elastin dan penyambung dengan this tissue aid in continence untuk mencegah kerusakan dari otot sfingter. Tiga kompleks hemoroid utama adalah canalis anal transvers lateral kiri, kanan depan, dan kanan belakang. Halangan aliran darah disekitar canalis anal dan peregangan memicu prolaps jaringan di canalis analis. Seiring berjalannya waktu, sistem anatomi yang menunjang kompleks hemoroid menjadi lemah, paparan jaringan ini kemudian keluar dari canalis anal dan menyebabkankan cedera. Hemoroid diklasifikasikan menjadi hemoroid interna dan eksterna.6 Hemoroid dapat menimbulkan gejala karena banyak hal. Faktor yang memegang peranan ialah mengedan pada waktu defekasi, konstipasi menahun, kehamilan, dan obesitas.5 Kebiasaan mengedan lama dan berlangsung kronik merupakan salah satu risiko untuk terjadinya hemoroid. Peninggian tekanan saluran anus sewaktu beristirahat akan menurunkan aliran balik vena, sehingga vena membesar dan merusak jaringan ikat penunjang. Kejadian hemoroid diduga berhubungan dengan faktor endokrin dan usia. Hubungan terjadinya

~ 16 ~

hemoroid dengan seringnya seseorang mengalami konstipasi, feses yang keras, multipara, riwayat hipertensi dan kondisi yang menyebabkan vena-vena dilatasi hubungannya dengan kejadian hemoroid masih belum jelas hubungannya.6 Hemoroid interna yang merupakan pelebaran cabang-cabang v. rectalis superior (v. hemoroidalis) dan diliputi oleh mukosa. Cabang vena yang terletak pada collum anales posisi jam 3,7, dan 11 bila dilihat saat paien dalam posisi litotomi mudah sekali menjadi varises. Penyebab hemoroid interna diduga kelemahan kongenital dinding vena karena sering ditemukan pada anggota keluarga yang sama. Vena rectalis superior merupakan bagian paling bergantung pada sirkulasi portal dan tidak berkatup. Jadi berat kolom darah vena paling besar pada vena yang terletak pada paruh atas canalis analis. Disini jaringan ikat longgar submukosa sedikit memberi penyokong pada dinding vena. Selanjutnya aliran balik darah vena dihambat oleh kontraksi lapisan otot dinding rectum selama defekasi. Konstipasi kronik yang dikaitkan dengan mengedan yang lama merupakan faktor predisposisi. Hemoroid kehamilan sering terjadi akibat penekanan vena rectalis superior oleh uterus gravid. Hipertensi portal akibat sirosis hati juga dapat menyebabkan hemoroid. Kemungkinan kanker rectum juga menghambat vena rectalis superior.6 Hemoroid eksterna adalah pelebaran cabang-cabang vena rectalis (hemorrhoidalis) inferior waktu vena ini berjalan ke lateral dari pinggir anus. Hemoroid ini diliputi kulit dan sering dikaitkan dengan hemoroid interna yang sudah ada. Keadaan klinik yang lebih penting adalah ruptura cabang-cabang v. rectalis inferior sebagai akibat batuk atau mengedan, disertai adanya bekuan darah kecil pada jaringan submukosa dekat anus. Pembengkakan kecil berwarna biru ini dinamakan hematoma perianal.6 Kedua pleksus hemoroid, internus dan eksternus, saling berhubungan secara longgar dan merupakan awal dari aliran vena yang kembali bermula dari rectum sebelah bawah dan anus. Pleksus hemoroid interna mengalirkan darah ke v. hemoroid superior dan selanjutnya ke vena porta. Pleksus hemoroid eksternus mengalirkan darah ke peredaran sistemik melalui daerah perineum dan lipat paha ke daerah v. Iliaka.2

~ 17 ~

a. Tipe Hemoroid Hemoroid dibedakan atas hemoroid interna dan eksterna. 1

Gambar 11. Perbedaan hemoroid interna dan eksterna (Netter, 2010).

b. Gejala Klinis2 Banyak kasus anorektal, termasuk fissura, fistula, abses, atau iritasi dan gatal (pruritus ani), memiliki

gejala yang minimal dan akan menimbulkan kearah diagnosa

hemoroid yang keliru. Hemoroid biasanya tidak berbahaya. Tetapi pada kenyataanya pasien dapat megalami perdarahan yang terus menerus sehingga dapat menimbulkan anemia bahkan kematian. 

Hemoroid Eksterna2 Pada fase akut, hemoroid eksterna dapat menyebabkan nyeri, biasanya berhubungan

dengan adanya udem dan terjadi saat mobilisasi. Hal ini muncul sebagai akibat dari trombosis dari v. hemorrhoid dan terjadinya perdarahan ke jaringan sekitarnya. Beberapa hari setelah timbul nyeri, kulit dapat mengalami nekrosis dan berkembang menjadi ulkus, akibatnya dapat timbul perdarahan.

~ 18 ~

Pada beberapa minggu selanjutnya area yang mengalami trombus tadi dapat mengalami perbaikan dan meninggalkan kulit berlebih yang dikenal sebagai skin tag. Akibatnya dapat timbul rasa mengganjal, gatal dan iritasi. 

Hemoroid Interna2 Gejala yang biasa adalah protrusio, pendarahan, nyeri tumpul dan pruritus. Trombosis

atau prolapsus akut yang disertai edema atau ulserasi luar biasa nyerinya. Hemoroid interna bersifat asimtomatik, kecuali bila prolaps dan menjadi stangulata. Tanda satu-satunya yang disebabkan oleh hemoroid interna adalah pendarahan darah segar tanpa nyeri per rektum selama atau setelah defekasi. Gejala yang muncul pada hemoroid interna dapat berupa: 1. Perdarahan Merupakan gejala yang paling sering muncul dan biasanya merupakan awal dari penyakit ini. Perdarahan berupa darah segar dan biasanya tampak setelah defekasi apalagi jika fesesnya keras. Selanjutnya perdarahan dapat berlangsung lebih hebat, hal ini disebabkan karena prolaps bantalan pembuluh darah dan mengalami kongesti oleh sphincter ani. 2. Prolaps Dapat dilihat adanya tonjolan keluar dari anus. Tonjolan ini dapat masuk kembali secara spontan ataupun harus dimasukan kembali oleh tangan. 3. Nyeri dan rasa tidak nyaman Nyeri biasanya ditimbulkan oleh komplikasi yang terjadi (seperti fisura, abses dll) hemoroid interna sendiri biasanya sedikit saja yang menimbulkan nyeri. Kondisi ini dapat pula terjadi karena terjepitnya tonjolan hemoroid yang terjepit oleh sphincter ani (strangulasi). 4. Keluarnya Sekret Walaupun tidak selalu disertai keluarnya darah, sekret yang menjadi lembab sehingga rawan untuk terjadinya infeksi ditimbulkan akan menganggu kenyamanan penderita dan menjadikan suasana di daerah anus.

~ 19 ~

Gambar 12. Stadium hemoroid interna (Skandalakis, 1999) HEMOROID DALAM KEHAMILAN (PERUBAHAN FISIOLOGIS SAAT HAMIL)5 Progesteron dan estrogen, adalah dua dari hormon yang penting saat kehamilan, memperantai banyak perubahan fisiologis dalam kehamilan. Nilai normal laboratorium pada

~ 20 ~

wanita hamil harus dibedakan dengan yang tidak. Diafragma saat kehamilan dapat meningkat sampai 4 cm, dan dinding dada bawah dapat melebar hingga 7 cm. Perubahan ini juga terjadi pada keadaan patologis pada individu yang tidak hamil yang memiliki penyakit jantung atau hati. Peningkatan progesteron, diikuti dengan penurunan serum motilin, yang dapat dilihat dari adanya relaksasi otot halus dan dapat terlihat efek multiple dari produksi di beberapa sistem organ. Dalam abdomen, terjadi penurunan irama otot halus terlihat dari motilitas dan irama gaster. Sfingter esophagus bawah juga ikut menurun, dan bila dikombinasikan dengan tekanan intra-abdominal yang meningkat, menyebabkan peningkatan angka kejadian refluks gastro-esofageal. Motilitas usus halus juga ikut berkurang, menyebabkan waktu transit feses di dalam usus halus bertambah lama. Absorpsi nutrisi juga ikut berubah. Kehamilan juga biasanya menyebabkan perubahan dengan manifestasi konstipasi, disebabkan adanya peningkatan absorpsi natrium dan air di dalam kolon, penurunan motilitas, dan adanya obstruksi mekanik dari uterus gravid. Peningkatan tekanan di vena porta, yang akhirnya menyebabkan peningkatan tekanan di sirkulasi kolateral vena, mengakibatkan dilatasi dari vena di gastroesofageal junction. Hal ini penting hanya bila pasien memiliki varises esophagus dari sebelum hamil. Hasil tersering dari peningkatan tekanan vena porta adalah dilatasi dari vena hemoroid yang sering disebut “hemoroid” oleh pasien.

c. Diagnosa 

Inspeksi Dilihat kulit di sekitar perineum dan dilihat secara teliti adakah jaringan/tonjolan yang

muncul. 

Palpasi Diraba akan memberikan gambaran yang berat dan lokasi nyeri dalam canalis analis.

Dinilai juga tonus dari sphincter ani. Bisanya hemoroid sulit untuk diraba, kecuali jika ukurannya besar. Pemeriksaan colok dubur diperlukan menyingkirkan adanya karsinoma rectum. Jika sering terjadi prolaps, maka selaput lendir akan menebal, bila sudah terjadi jejas akan timbul nyeri yang hebat pada perabaan.

~ 21 ~



Anoskopi Pada anoskopi dicari bentuk dan lokasi hemoroid, dengan memasukan alat untuk

membuka lapang pandang. Telusuri dari dalam keluar di seluruh lingkaran anus. Tentukan ukuran, warna dan lokasinya. 

Proktosigmoidoskopi Dilakukan untuk memastikan bahwa keluhan bukan disebabkan oleh proses radang atau

keganasan di tingkat yang lebih tinggi, karena hemoroid merupakan keadaan yang fisiologis saja ataukah ada tanda yang menyertai. 

Pemeriksaan Feses Dilakukan untuk mengetahui adanya darah samar.

d. Diagnosa Banding Jika terjadi rasa nyeri akut di daerah anus, harus dipikirkan adanya fisura ani, rasa nyeri pada hemoroid jarang terjadi kecuali sudah timbul trombosis atau prolaps. Fisura ani dapat dilihat di daerah anterior atau posterior dan abses perianal tampak sebagai masa lunak yang berfluktuasi.

e. Terapi 1. Hemoroid externa Trombosis akut pada hemoroid eksterna merupakan penyebab nyeri yang konstan pada anus. Penderita umumnya berobat ke dokter pada fase akut (2- 3 hari pertama). Jika keluhan belum teratasi, dapat dilakukan eksisi dengan anestesi lokal. Kemudian dilanjutkan dengan pengobatan non operatif. Eksisi dianjurkan karena trombosis biasanya meliputi satu pleksus pembuluh darah. Insisi mungkin tidak sepenuhnya mengevakuasi bekuan darah dan mungkin menimbulkan pembengkakan lebih lanjut dan perdarahan dari laserasi pembuluh darah subkutan. Incisi tampaknya lebih sering menimbulkan skin tag daripada eksisi.4

~ 22 ~

2. Hemorrhoid Interna Tabel I. Klasifikasi Hemorrhoid Interna6

Classification

Treatment Options

1st Degree – No rectal prolapse

2nd

Degree



Rectal

prolapse

is

spontaneously reducible



Diet



Local & general drugs



Sclerotherapy



Infrared coagulation



Sclerotherapy



Infrared coagulation



Banding

[recurring

banding

may

require Procedure for Prolapse and Hemorrhoids (PPH)]

3rd Degree – Rectal prolapse is manually



Banding

reducible



Hemorrhoidectomy



Procedure

for

Prolapse

and

Prolapse

and

Hemorrhoids (PPH)

4th Degree – Rectal prolapse irreducible



Hemorrhoidectomy



Procedure

for

Hemorrhoids (PPH)

Dikutip dari : Harrison's™ PRINCIPLES OF INTERNAL MEDICINE

- Non Invasive Treatment6 Diperuntukan bagi penderita dengan keluhan minimal. Yang disampaikan meliputi: a. Nasehat -

Jangan mengedan terlalu lama

~ 23 ~

-

Mengkonsumsi makanan yang berserat tinggi

-

Membiasakan selalu defekasi, jangan ditunda

-

Minum kira-kira 8 gelas sehari

b. Obat-obatan vasostopik Kombinasi Diosmin dan Hesperidin (ardium) yang bekerja pada vascular dan mikro sirkulasi dikatakan dapat menurunkan desensibilitas dan stasis pada vena dan memperbaiki permeabilitas kapiler.6

Untuk terapi hemoroid interna biasanya

diberikan dosis Diosmin 1350 mg dan Hesperidin 150 mg 2x dalam sehari selama 4 hari dilanjutkan Diosmin 900 mg dan Hesperidin 100 mg 2x sehari selama 3 hari. Beberapa peneliti juga mencoba Diosmin 600 mg 3 x sehari selama 4 hari, dilanjutkan dengan 300 mg 2 x sehari selama 10 hari dalam kombinasi Psyllium 11 gram sehari.

- Ambulatory Treatment 

Skleroterapi Adalah penyuntikan larutan kimia yang merangsang, misalnya Fenol 5 % dalam minyak

nabati, atau larutan quinine dan urea 5% yang disuntikan ke submukosa dalam jaringan areolar longgar di bawah jaringan hemoroid. sclerotheraphy dilakukan untuk menimbulkan peradangan steril yang kemudian menjadi fibrotic dan meninggalkan parut pada hemoroid. Secara teoritis, teknik ini bekerja dengan cara mengoblitersi pembuluh darah dan memfiksasinya ke lapisan mukosa anorektal untuk mencegah prolaps. Terapi ini cocok untuk hemoroid interna grade I yang disertai perdarahan. Kontraindikasi teknik ini adalah pada keadaan inflammatory bowel disease, hipertensi portal, kondisi immunocomprommise, infeksi anorektal, atau trombosis hemoroid yang prolaps. Komplikasi skleroterapi biasanya akibat penyuntikan cairan yang tidak tepat atau kelebihan dosis pada satu tempat. Komplikasi yang paling sering adalah pengelupasan mukosa, kadang bisa menimbulkan abses.6

~ 24 ~

Gambar 13. Skleroterapi (diambil dari: www.hcd2.bupa.co.uk/ fact_sheet/html/haemorrhoids.html) 

Infrared Coagulation Teknik ini dilakukan dengan cara memberikan radiasi infra merah dengan lampu

tungsten-halogen yang difokuskan ke jaringan hemoroid dari reflector plate emas melalui tabung polymer khusus. Sinar koagulator infra merah (IRC) menembus jaringan ke submukosa dan dirubah menjadi panas, menimbulkan inflamasi, destruksi jaringan di daerah tersebut. Daerah yang akan dikoagulasi diberi anestesi lokal terlebih dahulu. Komplikasi biasanya jarang terjadi, umumnya berupa koagulasi pada daerah yang tidak tepat.6

Gambar 14. Infrared coagulation (diambil dari: www.hcd2.bupa.co.uk/ fact_sheet/html/haemorrhoids.html)

~ 25 ~



Cryotheraphy Teknik ini didasarkan pada pembekuan dan pencairan jaringan yang secara teori

menimbulkan analgesia dan perusakan jaringan hingga terbentuk jaringan parut.6



Rubber Band Ligation Merupakan pilihan kebanyakan pasien dengan derajat I dan II yang tidak

menunjukkan perbaikan dengan perubahan diet, tetapi dapat juga dilakukan pada hemoroid derajat III. Hemoroid yang besar atau yang mengalami prolaps dapat diatasi dengan ligasi menurut Baron ini.6 Dengan bantuan anoskop, mukosa diatas hemoroid yang menonjol dijepit dan ditarik atau dihisap kedalam lubang ligator khusus. Rubber band didorong dan ligator ditempatkan secara rapat di sekeliling mukosa pleksus hemorrhoidalis. Nekrosis karena iskemia terjadi dalam beberapa hari. Mukosa bersama rubber band akan lepas sendiri. Fibrosis dan parut akan terjadi pada pangkalnya. Komplikasi yang sering terjadi berupa edema dan trombosis.6 Untuk pasien dengan terapi laser dengan prolaps, Rubber Band Ligation adalah cara terpilih di AS untuk terapi hemoroid internal. Dengan prosedur ini, jaringan hemorrhoid ditarik ke dalam double-sleeved cylinder untuk menempatkan karet disekeliling jaringan. Seiring dengan jalannya waktu, jaringan dibawahnya akan mengecil.6

Gambar 15. Rubber Band Ligation (dari www.pph.com )

~ 26 ~

- Surgical Approach6 Hemorrhoidectomy Merupakan metoda pilihan untuk penderita derajat III dan IV atau pada penderita yang mengalami perdarahan yang berulang yang tidak sembuh dengan cara lain. Penderita yang mengalami hemoroid derajat IV yang mengalami trombosis dan nyeri yang hebat dapat segera ditolong dengan teknik ini. Prinsip yang harus diperhatikan pada hemorrhoidectomy adalah eksisi hanya dilakukan pada jaringan yang benar-benar berlebihan, dengan tidak mengganggu sphincter ani. Langkah-langkahnya adalah, pertama, anoderm harus dijaga selama operasi dan hemorrhoidectomy tidak pernah dilakukan sebagai ekstirpasi radikal. Jaringan yang patologis diangkat. Sphincter dengan hati-hati diekspos dan ditinggalkan selama pengangkatan hemoroid. Kepastian hemostasis harus benar-benar diperhatikan. Di Amerika, teknik tertutup yang digambarkan oleh Ferguson dan Heaton lebih dikenal karena: -

Mengambil jaringan patologis

-

Perbaikan jaringan cepat

-

Lebih nyaman

-

Gangguan defekasi minimal

Hemorrhoidectomy terbuka dipopulerkan oleh Milligan-Morgan, tahun1973. Ada 2 variasi daras tindakan bedah hemorrhoidectomy, yaitu: 1. Open hemorrhoidectomy 2. Closed hemorrhoidectomy Perbedaannya tergantung pada apakah mukosa anorectal dan kulit perianal ditutup atau tidak setelah jaringan hemorrhoid dieksisi dan diligasi.

Open Hemorrhoidectomy6 Dikembangkan oleh Milligen-Morgan, dilakukan apabila terdapat hemoroid yang telah mengalami gangrenous atau meliputi seluruh lingkaran ataupun bila terlalu sempit untuk masuk retractor. Teknik Open Hemorrhoidectomy (Miligan-Morgan):

~ 27 ~

1. Posisi lithotomy 2. Infiltrasi kulit perianal dan submukosa dengan larutan adrenalin:saline = 1 : 300.000 3. Kulit diatas tiap jaringan hemorrhoid utama dipegang dengan klem arteri dan ditarik 4. Ujung mukosa setiap jaringan hemorrhoid diperlakukan serupa diatas. 5. Insisi bentuk V pada anoderma dipangkal hemorrhoid kira-kira 1,5–3 cm dari anal verge. 6. Jaringan hemorrhoid dipisahkan dari spincter interna dengan jarak 1,5–2 cm 7. Dilakukan diatermi untuk menjamin hemostasis 8. Dilakukan transfixion dengan chromic/catgut 0 atau 1-0 pada pangkal hemorrhoid. 9. Eksisi jaringan hemorrhoid setelah transfiksi dan ligasi pangkal hemorrhoid

Closed Hemorrhoidectomy6 Dikembangkan oleh Ferguson dan Heaton. Ada 3 prinsip pada teknik ini, yaitu: 1. Mengangkat sebanyak mungkin jaringan vaskuler tanpa mengorbankan anoderm. 2. Memperkecil serous discharge post op dan mempercepat proses penyembuhan dengan cara mendekatkan anal kanal dengan epitel berlapis gepeng (anoderm) 3. Mencegah stenosis sebagai komplikasi akibat komplikasi luka terbuka luas yang diisi jaringan granulasi. Indikasi : 1. Perdarahan berlebihan 2. Tidak terkontrol dengan rubber band ligation. 3. Prolaps hebat disertai nyeri. 4. Adanya penyakit anorectal lain. Teknik-teknik closed hemorrhoidectomy Ferguson Hemorrhoidectomy -

Posisi LLD

-

Jaringan hemorrhoid diidentifikasi dan di klem

-

Kulit diatas anal verge diincisi sampai anal kanal diatas jaringan hemorrhoid

-

Jar hemorrhoid external maupun internal dibebaskan dari bagian subcutan spincter interna maupun eksterna dan dieksisi seluruhnya.

-

Jaringan hemorrhoid yang tersisa diangkat dengan undermining mukosa.

~ 28 ~

-

Ligasi dengan catgut 2 – 0 atau 3 – 0, bias dengan dexon 4-0 atau 5 – 0 dengan vicril

Gambar 15. Ferguson Hemorrhoidectomy (diambil dari: www.pph.com )

Operasi Hemoroid Tanpa Rasa Sakit Pada saat ini telah banyak kemajuan pada teknik operasi dalam mengurangkan rasa sakit pasca operasi, malahan pada akhir-akhir ini telah dikembangkan cara operasi tanpa rasa sakit. Tenik operasi itu pertama kali dikembangkan oleh Longo, seorang spesialis bedah bangsa Italia.5 Tindakan bedah hemoroid umumnya menyebabkan rasa sakit hebat, apabila mukokutan yakni bagian kulit tipis yang meliputi lubang anus terpaksa dilukai. Bagian yang sangat sensitif Ano-Cutan, mempunyai sensor syaraf rasa raba dan rasa sakit yang sangat rapat sebagaimana perabaan ujung jari tangan yang sangat nyeri apabila terluka pada teknik operasi tanpa rasa sakit, bagian muko-kutan sengaja tidak dilukai, dan pleksus hemoroid yang melipat keluar yang tidak mempunyai sensor rasa sakit, dipotong dan difiksasi kembali kearah proksimal.5

~ 29 ~

Gambar 16. Stapled hemorrhodopexy (diambil dari: www.pph.com)

e. Tatalaksana Hemoroid pada Kehamilan7,8 Penanganan hemoroid pada wanita hamil terdiri dari kombinasi perbaikan pola hidup dan pemberian obat-obatan. Jika diperlukan tindakan operasi untuk hemoroid yang sulit diatasi secara konservatif, sebaiknya ditunda sampai ditunda sampai janin viable (dapat hidup) dan dianjurkan dengan anestesi lokal. 1. Non farmakologis: perbaikan pola hidup, pola makan dan pola defekasi. Perbaikan defekasi disebut bowel management programme (BMP) yang terdiri dari diet cairan, serat tambahan, pelican feses dan perubahan perilaku buang air. Dianjurkan posisi jongkok saat defekasi dan menjaga kebersihan local dengan cara merendam anus dalam air selama 10-15 menit 3x sehari. Edukasi untuk tidak banyak duduk atau tidur, banyak bergerak atau jalan. Minum air 30-40 cc/kgBB/hari, dan mengkonsumsi banyak serat sekitar 30 gram/hari, seperti buah-buahan, sayuran, sereal dan bila perlu suplementasi serat komersial. 2. Farmakologis: a. Laxative: terdiri dari suplemen serat dan pelicin feses. Suplemen serat yang banyak digunakan adalah psyllium atau isphagula Husk, dianjurkan mengkonsumsi banyak air untuk mencegah konstipasi.

~ 30 ~

b. Simtomatik: untuk menghilangkan gatal, nyeri, atau kerusakan kulit di daerah anus. c. Hentikan perdarahan: campuran diosmin (90%) dan hesperidin (10%) 3. Invasif: bila pengobatan farmakologis dan non farmakologis tidak berhasil. Tindakan minimal invasif yang dilakukan diantaranya: skleroterapi, ligasi hemoroid, dan laser. Pembedahan dilakukan hanya pada hemoroid grade III dan IV dengan penyulit prolaps, thrombosis, atau hemoroid yang besar dengan perdarahan berulang. Pilihan pembedahan yang dilakukan adalah hemoroidektomi baik secara terbuka maupun tertutup.

~ 31 ~

DAFTAR PUSTAKA

1. American College of Gastroenterology. Pregnancy in GIT Disorders. Available from: http://d2j7fjepcxuj0a.cloudfront.net/wp-content/uploads/2011/07/institutePregnancyMonograph.pdf 2. Snell, Richard S, .2006. Anatomi Klinik untuk Mahasiswa Kedokteran; alih bahasa Liliana Sugiharto; Ed 6. EGC : Jakarta. 3. Netter, Frank H. 2010. Netter’s Clinical Anatomy. 2nd edition. Saunders Elsevier: Philadelpia

4. F. Charles Brunicardi. 2010. Schwartz's Principles of Surgery. 9th Edition. The McGrawHill Companies, Inc: United States of America 5. Courtney M. Townsend Jr. 2007. Sabiston Textbook of Surgery. 18th edition. Saunders, An Imprint of Elsevier: Philadelpia 6. Longo, et all. 2012. Harrison's™ PRINCIPLES OF INTERNAL MEDICINE. 18th Edition. McGraw-Hill Companies, Inc: United States of America. 7. Arthur Staroselsky, et all. Hemorrhoids in Pregnancy. Canadian Fam Physician. 2008 February; 54(2):

189–190.

Available

from:

http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/PMC2278306/ 8. American College of Gastroenterology. 2013. Pregnancy in Gastrointestinal Disorders.

2013:

4-6.

Available

from:

http://d2j7fjepcxuj0a.cloudfront.net/wp-

content/uploads/2011/07/institute-PregnancyMonograph.pdf

~ 32 ~

Related Documents

Laporan Kasus
June 2020 61
Laporan Kasus
June 2020 56
Laporan Kasus
June 2020 53
Laporan Kasus
June 2020 47
Laporan Kasus
July 2020 55

More Documents from "Himmah Binafsiha"