LAPORAN HASIL PRAKTIKUM
“PEMBUATAN SILASE. “ OLEH: ANGGELINA MORANGTRI BILI, S.Pd DARSONO, S.Pd MARGARITJE E. SASELAH, S.Pd MARNIATI KUMAMBONG, S.Pd
PROGRAM KEAHLIAN GANDA BIDANG AGRIBISNIS PERIKANAN PUSAT BELAJAR SMK NEGERI 2 TUREN MALANG JAWA TIMUR 2017
BAB I PENDAHULUAN 1.1
Latar Belakang Pakan ikan merupakan salah satu faktor yang dapat menunjang dalam perkembangan budidaya ikan secara intensif, baik ikan air tawar, ikan air payau, maupun ikan air laut. Sedangkan pakan itu dibutuhkan oleh ikan sejak larva ikan mulai kehabisan cadangan makanannya yang berupa kuning telur (yolk sack) sampai berukuran dewasa, sampai induk dan selama ikan tersebut masih hidup. Fungsi utama pakan adalah untuk kelangsungan hidup dan pertumbuhan. Alokasi yang utama dari pakan yang dimakan oleh ikan ialah untuk mempertahankan kelangsungan hidupnya dan apabila terdapat kelebihan (surplus), kelebihan tersebut akan digunakan oleh ikan untuk pertumbuhannya. Ketersediaan pakan kualitas dan kuantitas yang memenuhi syarat merupakan faktor yang sangat penting dalam usaha budidaya ikan. Penyediaan pakan yang tidak sesuai dengan jumlah ikan yang dipelihara menyebabkan laju pertumbuhan ikan menjadi terhambat. Presentasi biaya operasional dalam budidaya yaitu 50-70 %, pakan di butuhkan dalam usaha budidaya ikan dapat berasal dari pakan alami,terutama Pembesaran ikan intensif yaitu pembesaran ikan yang dalam proses pemeliharaannya mengandalkan pakan buatan dalam pemberian pakannya serta dilakukan pada wadah yang terbatas dengan kepadatan maksimal. Seperti diketahui bahwa pakan buatan harus mengandung energi lebih dari 3000 kilokalori agar dapat memberikan pertumbuhan yang baik bagi ikan budidaya (gusrina 2003). Selain pakan yang harus menggandung 3000 kkal ikan juga harus mencukupi nutrisinya dan pakan juga harus berbahan baku yang tidak di pakai pakanan pokok oleh manusia atau bisa menggunkan paka alternatif. Pakan alternatife merupakan pakan pengganti dalam pakan utama seperti yang diketahui bahan baku pakan sangat mahal dan penggunaannya sangat berbenturan dengan makanan yang digunakan manusia seperti tepung kedelai, jagung dan lain lain. Untuk memperoleh pakan yang protein yang tinggi dan bahan baku mudah bisa dengan menggunkaan limbah perikanan dengan fermentasi pencampuran bakteri kedalam limbah itu berupa selase. Dari limbah ikan yang terbung dan hasil industry perikanan bisa di buat selase. Pembuatan selase sangatlah mudah , menguntungkan dan berprotein tinggi. Pembuatan selase merupakan permentasi merupakan perubahan bahan bahan organik yang kompleks menjadi bahan – bahan yang lebih sederhana. Oleh adanya kegiatan enzim yang menghambat mikroorganisme pembusuk dan dapat meninggkatkan nilai gizi pada bahan tersebut.
1.2. Tujuan Adapun tujuan kegiatan praktek ini adalah :
Mengetahaui cara dan langkah-langkap pembuatan silase
Mengetahui hasil fermentasi bakteri terhadap ikan.
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Ikan Nila Klasifikasi ilmiah Kerajaan:
Animalia
Filum:
Chordata
Kelas:
Osteichtyes
Ordo:
Perciformes
Famili:
Cichlidae
Genus:
Oreochromis
Spesies:
Oreochromis niloticus
Ikan nila adalah sejenis ikan konsumsi air tawar. Ikan ini diintroduksi dari Afrika, tepatnya Afrika bagian timur, pada tahun 1969, dan kini menjadi ikan peliharaan yang populer di kolam-kolam air tawar di Indonesia sekaligus hama di setiap sungai dan danau Indonesia. Nama ilmiahnya adalah Oreochromis niloticus, dan dalam bahasa Inggris dikenal sebagai Nile Tilapia. Kandungan Nutrisi nila (128 kcal) Protein
26 gram
Karbohidrat
0 gram
Lemak jenuh
1 gram
Lemak tak jenuh
2 gram
2.2. Pengawetan Ikan Pengawetan ikan yang umum adalah dengan penggaraman lalu dikeringkan dengan penjemuran sebagai ikan asin yang nantinya digunakanuntuk kebutuhan konsumsi manusia dimana produk ini sangat digemari oleh masyarakat pedesaan pada umumnya . Cara pengawetan yang lain adalah dengan pemberian bahan pengawet lalu dikemas dalam kaleng dan dilakukan proses sterilisasi pada industry pengalengan ikan. Untuk industri pakan ternak cukup dikeringkan dengan cara penjemuran, tetapi dapat juga dikeringkan dengan menggunakan oven dan perolehan hasil pengeringan akan lebih baik, hanya biaya produksi menjadi lebih mahal. Setelah kering kemudian digiling dan dikemas untuk dipasarkan pada Perusahaan Pakan Ternak. Teknologi lain yang dapat dimanfaatkan adalah dengan dibuat silase . Apabila proses pembuatan silase ikan ini dilakukan dengan baik dan benar, serta tidak ada gangguan yang berarti, maka tidak akan ada kendala yang serius yang bakal dihadapi . Yang mungkin timbul dari proses pembuatan silase ikan ini adalah bau
busuk, dan yang Iainnya adalah banyak atau sedikitnya bahan baku ikan bisa tergantung dari musim. Kendala lain yang mungkin terjadi adalah cara transportasi apabila diangkat masih dalam bentuk cair. 2.3 Silase Silase adalah pakan berkadar air tinggi hasil fermentasi yang diberikan kepada hewan ternak ruminansia atau dijadikan biofuel melalui digesti anaerobik. Silase umumnya dibuat dari tanaman rerumputan (dari suku Gramineae), termasuk juga jagung, sorghum, dan serealia lainnya dengan memanfaatkan seluruh bagian tanaman, tidak hanya biji-bijiannya. Silase juga bisa dibuat dari hijauan kelapa sawit, singkong, padi, rami, dan limbah pasar. Silase dapat dibuat dengan menempatkan potongan hijauan di dalam silo, menumpuknya dengan ditutup plastik, atau dengan membungkusnya membentuk gulungan besar (bale). Silase ikan adalah suatu produk cair yang dibuat dari ikan-ikan utuh atau sisa-sisa industry pengolahan ikan yang dicairkan menyerupai bubur oleh enzym-enzym yang terdapat pada ikan-ikan itu sendiri dengan bantuan asam atau mikroba yang sengaja ditambahkan. Ada dua macam proses pembuatannya yaitu dengan cara kimiawi dan cara biologis. Pembuatan silase ikan dengan cara kimiawi adalah dengan cara menambahkan bahan kimia ke dalam ikan dan atau sisa-sisa ikan yang telah digiling seperti HCI, H 2SO4, Asam Propionat, Asam Formiat atau campuran keduanya . Sedangkan, silase ikan secara biologis dibuat dengan cara memanfaatkan mikroba yang ada yaitu mengaktifkan mikroba tersebut melalu penambahan bahan yang mengandung karbohidrat yang tinggi, seperti dedak padi, jagung dan molases. Silase dapat digunakan sebagai penambah atau sumber protein yang utama dalam pembuatan pakan unggas, babi dan ikan budidaya. Menurut hasil penelitian yang dilakukan oleh Sub Balai Penelitian Perikanan Laut Slipi, 4 kg silase ikan dapat menggantikan 1 kg tepung ikan . Sedangkan hasil analisa laboratorium dari silase ikan menunjukkan kandungan air 70 – 75%, protein 18 – 20%, lemak 1 – 2%, dan abu 4 – 6% . Pembuatan silase ikan secara kimiawi, hasil yang terbaik adalah dengan mengunakan campuran asam propionat dan asam formiat dengan perbandingan 1 : 1 . Menurut J . Hertrampf (1987), asam propionat dapat mencegah pembentukan aflatoksin, sedangkan kelebihan asam propionat yang lainnya adalah meningkatkan daya cema bahan pakan, meningkatkan nilai gizi bahan pakan, mencegah terjadinya penggumpalan . 2.3.1 Sejarah Silase dibuat dengan teknik yang sama dalam pembuatan sauerkraut; pakan hijauan telah diawetkan untuk pakan hewan di sebagian Jerman sejak permulaan abad ke 19, dan pembuatan silase jagung telah dilakukan di Maryland pada tahun 1876 dengan menggunakan lubang yang digali di tanah. Hasil yang sesuai harapan telah memicu perluasan sistem ini di Inggris.
2.3.2 Kegunaan silase ikan 1 . Silase ikan dapat diberikan langsung dalam bentuk cair terutama untuk pakan babi atau itik 2. Dengan mencampurkan silase cair dengan jagung atau dedak padi . Pembuatan silase ikan ini adalah bukan bermaksud memperbaiki / menaikkan kadar protein dari ikan, akan tetapi adalah untuk memanfaatkan sisa ikan hasil tangkapan agar tidak busuk atau dibuang lagi ke laut yang dapat menambah pendapatan nelayan atau membuka peluang usaha baru dan lapangan kerja baru 2.3.3 Manfaat Manfaat silase adalah sebagai berikut:
Selama fermentasi, bakteri yang berperan di dalamnya bekerja pada kandungan selulosa dan karbohidrat pada pakan untuk menghasilkan asam lemak volatil seperti asam asetat, propionat, laktat, dan butirat. Keberadaan asam lemak menurunkan pH sehingga menciptakan lingkungan di mana bakteri perusak tidak bisa hidup. Sehingga asam lemak volatil berperan sebagai pengawet alami. Pengawetan ini merupakan hal yang penting dilakukan ketika pakan hijauan tidak tersedia di musim dingin.
Ketika melalui proses fermentasi, selulosa dari hijauan pecah sehingga ketika dimakan oleh hewan ternak, jalur pencernaan pada perut ruminansia menjadi lebih singkat sehingga mempercepat penyerapan nutrisi.
Beberapa organisme pelaku fermentasi memproduksi vitamin, seperti lactobacillus yang menghasilkan asam folat dan vitamin B12.
Silase dapat ditambah dengan berbagai bahan seperti bekatul selama proses pembuatannya, untuk menambah nutrisi dan memperbaiki karakteristik fisik dan kimiawi silase. [13]
Fermentasi menghasilkan panas, karena energi kimia dari pakan hijauan digunakan oleh bakteri untuk melakukan fermentasi. Sehingga kandungan energi silase umumnya lebih rendah daripada hijauan. Namun kekurangan ini dapat diabaikan mengingat begitu banyaknya manfaat silase. Selain itu, dengan pecahnya selulosa, energi yang digunakan hewan ruminansia untuk mencerna silase menjadi lebih sedikit. Silase yang tidak terkonsumsi karena berlebih atau rusak, dapati dijadikan stok untuk pembuatan biogas melalui digesti anaerobik. Gas yang dihasilkan dapat digunakan untuk menghasilkan listrik, pemanas ruangan, dan penerangan.
2.3.4 Keamanan Silase sendiri tidak membahayakan. Faktor keamanan yang harus diperhatikan adalah pada proses pembuatan dan keamanan fasilitas pembuatan silase. Silo, fasilitas yang digunakan dalam pembuatan silase, merupakan struktur yang dapat runtuh dan menyebabkan kematian,
terutama jika silo kelebihan muatan.[15] Pengisian dan pengeluaran muatan perlu diperhatikan. Ketika silo diisi, partikulat dari bahan dapat terbakar dengan mudah dan menimbulkan reaksi berantai hingga menyebabkan ledakan, karena luas permukaan partikulat yang tinggi sehingga memudahkan reaksi oksidasi. Proses fermentasi juga dapat menimbulkan bahaya bagi pernafasan. Gas NO yang dihasilkan pada tahap awal fermentasi mampu bereaksi dengan oksigen menghasilkan NO2 yang bersifat racun. 2.3.5 Peresyaratan pembuatan silase Menurut Irani (1992) untuk mendapatkan silase yang baik harus memenuhi persyaratan sebagai berikut: 1. Memiliki pH di bawah 5. 2. Kandungan amonia rendah. Menurut Afrianto dan Liviawaty (1989) silase yang bermutu baik mempunyai kandungan amonia sekitar 2% dari jumlah total protein yang dikandungnya. 1. Tidak terdapat bakteri patogen seperti Salmonella sp atau Staphylococcus sp 2. Jumlah spora anaerob dan E. coli rendah. 3. Tetap stabil untuk waktu lebih dari 6 bulan dalam keadaan basah dan lebih dari 1 tahun dalam keadaan kering. Menurut Afrianto dan Liviawaty (1989) komposisi kimia silase yang berasal dari ikan utuh mengandung 70-75% air, 18-20% protein, 4-6% abu, 1-2% lemak, 1-3% Ca, dan 0,3-0,9% P.
BAB III METODOLOGI 3.1. Waktu dan tempat Kegiatan praktikum Pembuatan Silase Ikan, praktikum dilaksanakan pada hari Jumat, tanggal 12 Mei 2017. Dan praktikum ini bertempat di Laboratorium Kering SMKN 2 Turen Malang. 3.2. Alat dan Bahan 3.2.1. Alat No
Alat
Spesifikasi
Jumlah
Kegunaan
1.
Pisau
15 cm dan tajam
2
Untuk memotong ikan
2.
Toples
Diameter 20 cm dan tinggi 20
1
Untuk menyimpan silase
3.
Pengaduk kayu Panjan 30 cm
1
Untuk mengaduk silase
4.
Gilingan daging
1
Untuk mengancurkan daging
5.
Tissue
–
Untuk membersihkan tangan
3.2.2. Bahan No
Bahan
Spesifikasi
Jumlah
Kegunaan
1.
Ikan nila
Ukuran kosumsi
1 Kg
Bahan silase
2.
Bakteri
–
350 gram Campuran silase
3.3. Prosedur Kerja 1. Siapkan alat dan bahan yang akan digunakeran tersebut. 2. Lakukan pembersihan ikan dengan air bersih untuk menghilangkan kotoran maupun benda keras. 3. Ikan yang telah dibersihkan dicincang dan digiling dengan penggiling daging sampai benar-benar lumat. 4. Masukan ikan yang telah digiling halus tersebut kedalam toples yang bersih. 5. Tambahkan asam formiat 85% kedalam wadah 2-3%. 6. Aduk secara merata bahan baku yang telah dicampur dengan asm formiat dan asam tersebut tercampur secara merata. 7. Lakukan pengadukan sebanyak 3-4 kali sehari selama empat hari pertama. 8. Biasanya pada hari ke-5 ikan sudah mulai mencair dan ikan tersebut sudah menjadi silase.
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Hasil
TABEL 1. Pengamatan silase ikan secara kimiawi Hari
Pengamatan Aroma : Bau ikan (bau amis) menyengat
1
Bentuk : Daging ikan cincang masih menggumpal bekum hanya hancur sedikit. Warna : Warna dari silase ikan berwarna abu-abu keputihan Aroma daging ikan masih menyengat (bau amis) namun tidak setajam hari pertama
2
Bentuk : Daging sudah mulai hancur karena pencampuran tersebut Warna : Warna dari silase ikan adalah berwarna keabu-abuan Aroma : Sudah mulai tidak menyengat
3
Bentuk : Silase ikan sudah mulai hancur halus Warna : Warna silase sudah mulai berubah menjadi kecoklatan Aroma : masih sama dengan hari ke 3
4
Bentuk : masih sama seperti hari ke 4 dan tetapi kadungan air meningkat Warna : Warna silase ikan sudah mulai kecoklatan
5
Aroma : mulai tidak menyengat Bentuk : sudah mulai hancur.
Warna : Warna silase ikan sudahmulai kecoklatan Aroma : seperti hari ke 5 6.
Bentuk : sudah mulai hancur. Warna : Warna silase ikan sudah mulai kecoklatan Aroma : sedikit mulai beraroma sedap
7.
Bentuk : sudah mulai hancur. Warna : Warna silase ikan sudah mulai kecoklatan
4.2. Pembahasan Dalam pembuatan silase selama 6 hari bahan ikan tidak berubah bentuk menjadi cair hanya berubah seperti pasta dikarenakan masih kurangnya waktu untuk berubah menjadi cair, untuk berubah cair harus membutuhkan beberapa hari lagi dan warnya menjadi sedikit kecoklatan dan dalam pembuatan silase usahakan kotoran ikan atau bekas pakan dilambung ikan tidak terbawa dikarenakan pembuatan harus mempunyai kadar amonia yang rendah. Seperti pendapat Menurut Afrianto dan Liviawaty (1989) silase yang bermutu baik mempunyai kandungan amonia sekitar 2% dari jumlah total protein yang dikandungnya. Pada saat hari pertama pencampuran warna cincangan ikan yang diberi bakteri ternyata berubah warna menjadi keabu -abuan, dan setelah mengalami inkubasi dan pengadukan sebanyak 4 kali sehari perubahan terlihat dari bentuk dam menjadi lebih lembut hancur sedikit demi sedikit dikarenakan dari adukan yang membuat hancur sedikit, warna nya masih berwarna keabu – abuan dan sedikit berair dari kadar air ikan tersebut pada hari pertama dan baunya masih belum tercium masih bau amis dari ikan. Pembuatan silase ditutup rapat agar tidak terjadi kontaminasi dari luar terutama Tidak terdapat bakteri patogen seperti Salmonella sp atau Staphylococcus sp dan penciuman dilakukan 1 hari 1 kali dikarenakan bahaya dari Proses fermentasi juga dapat menimbulkan bahaya bagi pernafasan. Gas NO yang dihasilkan pada tahap awal fermentasi mampu bereaksi dengan oksigen menghasilkan NO2 yang bersifat racun. setelah 2 hari bau amis hilang , warna maih abu – abu dan daging mulai hancur fermentasi penguraian sudah mulai optimal, tulang dari ikan masih belum hancur dan mulai berair sedikit lebih banyak dari sebelumnnya. Hari ketiga dan hari keempat hampir sama bau dari ikan sudah hilang danperubahan terjadi pada daging ikan yang sudah mengalami bentuk hancur halus hanya saja hari keempat perubahan
terjadi pada warna dari ikan tersebut sedikit kecoklat coklatan dan perubahan bentuk hari ke 3 dan 4 tetap sama akan tetapi kandungan air meningkat pada hari keempat suhu pada toples pun sedikit panas. Hari ke 5 dan 6 mulai hancur seperti bubur akan tetapi hari ke 6 sudah mucul wangi dari silase tersebut yang menandakan silase tersebut akan pada proses tahap akhir warna kecoklat – coklatan.
BAB V PENUTUP 5.1. Kesimpulan
Silase merupakan bahan yang bertujuan untuk meningkatkan kandungan protein pada bahan apapun.
Pentutupan yang rapat dan pengadukan mempercepat fermentasi dari selase tersebut.
Silase yang sempurna yaitu berbentuk cair dan beraroma yang wangi.
Silase harus memiliki pH di bawah 5 dan Kandungan amonia rendah.
5.2. Saran Dalam pembuatan selase usaha kan mengikuti prosedur yang sudah dibuat agar mempermudah dan mendapatkan hasil yang maksimal dalam pembuatan silase tersebut, terutama dalam proses menutup dan mengaduk yang harus rutin setiap hari 4 kali sehari.
DAFTAR PUSTAKA Afrianto, E, Liviawaty, E. 1989. Pengawetan dan Pengolahan Ikan. Kasinisius Yogyakarta Gusrina. 2008. Budidaya Ikan untuk SMK. Direktorat Pembinaan Sekolah Menengah Kejuruan, Direktorat Jenderal Manajemen Pendidikan Dasar dan Menengah, Departemen Pendidikan Nasional, Jakarta. Hertrampf JW, Piedad-Pascual F. 2000. Handbook on ingredients for aquaculture feeds. Kluwer Academic Publishers. Dordrecht. Boston, London. http://id.wikipedia.org/wiki/Ikan_nila Irani, A. S. 1992. “Pengaruh Jenis dan Konsentrasi Asam terhadap Stabilitas Silase Jeroan Ikan Pari”. Skripsi. Bogor. Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan.