BAB I PENDAHULUAN
1.1. LATAR BELAKANG Masa nifas ( puepurium ) adalah masa pulih kembali, mulai dari persalinan selesai sampai alat – alat kandungan kembali seperti pra – hamil. Lama masa nifas ini yaitu 6 – 8 minggu. ( Askeb Ibu Masa Nifas, 2011 ) Masa nifas dimulai beberapa jam sesudah lahirnya plasenta sampai dengan 6 minggu berikutnya. ( JHPEIGO, 2002 ) Masa nifas tidak kurang dari 10 hari dan tidak lebih dari 8 hari setelah akhir persalinan, dengan pemantauan bidan sesuai kebutuhan ibu dan bayi. ( Bennet dan Brown, 1999, P : 590 ) Pada masa nifas , ibu akan mengalami perubahan perasaan , dimana keadaan ini disebut Post Partum Blues. Post Partum Blues termasuk depresi ringan yang terjadi pada ibu-ibu setelah melahirkan. Sekitar 70% dari semua ibu yang melahirkan pernah mengalami Post Partum Blues (The NFC Foundation, 2000). Asuhan masa nifas sangat diperlukan dalam periode ini karena merupakan masa kritis. Diperkirakan bahwa 60 % kematian ibu akibat kehamilan terjadi setelah persalinan, dan 50 % kematian masa nifas terjadi dalam 24 jam pertama ( Prawirohardjo, 2006 : 122 ).
1.2. Rumusan Masalah 2.1.Bagaimana Anatomi Fisiologi ReproduksinWanita? 2.2.Bagaimana Pengertian dari Post partum (Masa Nifas)? 2.3.Bagaimana Pengertian HPP? 2.4.Bagaimana Etiologi Post Partum? 2.5.Bagaimana Manifestasi Klinis post Partum? 2.6.Bagaimana Patofisiologi pos Partum? 2.7. Bagaimana Komplikasi Post Partum? 2.8. Bagaimana Penatalaksanaan Post Partum? 2.9.Bagaimana Pemeriksaan Penunjang Post Partum ?
1
1.3. Tujuan 1.Untuk Mengetahui Anatomi Fisiologi Reproduksin Wanita 2.Untuk Mengetahui Pengertian dari Post partum (Masa Nifas) 3. Untuk Mengetahui Pengertian HPP 4. Untuk Mengetahui Etiologi Post Partum 5. Untuk Mengetahui Manifestasi Klinis post Partum 6. Untuk Mengetahui Patofisiologi pos Partum 7. Untuk Mengetahui Komplikasi Post Partum 8. Untuk Mengetahui Penatalaksanaan Post Partum 9. Untuk Mengetahui Pemeriksaan Penunjang Post Partum
2
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Anatomi Dan Fisiologi Sistem reproduksi wanita terdiri dari organ interna, yang terletak di dalam rongga pelvis dan ditopang oleh lantai pelvis, dan genetalia eksterna, yang terletak di perineum. Struktur reproduksi interna dan eksterna berkembang menjadi matur akibat rangsang hormon estrogen dan progesteron (Bobak, 2005). a. Stuktur eksterna
1) Vulva Vulva adalah nama yang diberikan untuk struktur genetalia externa.Kata ini berarti penutup atau pembungkus yang berbentuk lonjong,berukuran panjang, mulai klitoris, kanan kiri dibatasi bibir kecil sampai ke belakang dibatasi perineum. 2) Mons pubis Mons pubis atau mons veneris adalah jaringan lemak subkutan berbentuk bulat yang lunak dan padat serta merupakan jaringan ikat jarang di atas simfisis pubis. Mons pubis mengandung banyak kelenjar sebasea dan ditumbuhi rambut berwarna hitam, kasar, dan ikal pada masa pubertas, mons berperan dalam sensualitas dan melindungisimfisis pubis selama koitus. 3) Labia mayora
3
Labia mayora adalah dua lipatan kulit panjang melengkung yang menutupi lemak dan jaringan kulit yang menyatu dengan mons pubis. Keduanya memanjang dari mons pubis ke arah bawah mengililingi labia minora, berakhir di perineum pada garis tengah. Labia mayora melindungi labia minora, meatus urinarius, dan introitus vagina. Pada wanita yang belum pernah melahirkan anak pervaginam, kedua labia mayora terletak berdekatan di garis tengah, menutupi stuktur-struktur di bawahnya. Setelah melahirkan anak dan mengalami cedera pada vagina atau pada perineum, labia sedikit terpisah dan bahkan introitus vagina terbuka. Penurunan produksi hormon menyebapkan atrofi labia mayora. Pada permukaan arah lateral kulit labia tebal, biasanya memiliki pigmen lebih gelap daripada jaringam sekitarnya dan ditutupi rambut yang kasar dan semakin menipis ke arah luar perineum. Permukaan medial labia mayora licin, tebal, dan tidak tumbuhi rambut. Sensitivitas labia mayora terhadap sentuhan, nyeri, dan suhu tinggi. Hal ini diakibatkan adanya jaringan saraf yang menyebar luas, yang juga berfungsi selama rangsangan seksual.
4) Labia minora Labia minora terletak di antara dua labia mayora, merupakan lipatan kulit yang panjang, sempit, dan tidak berambut yang , memanjang ke arah bawah dari bawah klitoris dan dan menyatu dengan fourchett. Sementara bagian lateral dan anterior labia biasanya mengandung pigmen, permukaan medial labia minora sama dengan mukosa vagina. Pembuluh darah yang sangat banyak membuat labia berwarna merah kemerahan dan memungkankan labia minora membengkak, bila ada stimulus emosional atau stimulus fisik. Kelenjar-kelenjar di labia minora juga melumasi vulva. Suplai saraf yang sangat banyak membuat labia minora sensitif, sehingga meningkatkan fungsi erotiknya. 5) Klitoris Klitoris adalah organ pendek berbentuk silinder dan yang terletak tepat di bawah arkus pubis. Dalam keadaan tidak terangsang, bagian yang
4
terlihat adalah sekitar 6x6 mm atau kurang. Ujung badan klitoris dinamai glans dan lebih sensitif dari pada badannya. Saat wanita secara seksual terangsang, glans dan badan klitoris membesar. Kelenjar sebasea klitoris menyekresi smegma, suatu substansi lemak seperti keju yang memiliki aroma khas dan berfungsi sebagai feromon. Istilah klitoris berasal dari kata dalam bahasa yunani, yang berarti ‘’kunci’’ karena klitoris dianggap sebagai kunci seksualitas wanita. Jumlah pembuluh darah dan persarafan yang banyak membuat klitoris sangat sensitif terhadap suhu, sentuhan dan sensasi tekanan. 6) Vestibulum Vestibulum ialah suatu daerah yang berbentuk seperti perahu atau lojong, terletak di antara labia minora, klitoris dan fourchette. Vestibulum terdiri dari muara uretra, kelenjar parauretra, vagina dan kelenjar paravagina. Permukaan vestibulum yang tipis dan agak berlendir mudah teriritasi oleh bahan kimia. Kelenjar vestibulum mayora adalah gabungan dua kelenjar di dasar labia mayora, masingmasing satu pada setiap sisi orifisium vagina. 7) Fourchette Fourchette adalah lipatan jaringan transversal yang pipih dan tipis, dan terletak pada pertemuan ujung bawah labia mayora dan minora di garis tengah di bawah orifisium vagina. Suatu cekungan dan fosa navikularis terletak di antara fourchette dan himen 8) Perineum Perineum adalah daerah muskular yang ditutupi kulit Antara introitus vagina dan anus. Perineum membentuk dasar badan perineum. b. Struktur interna 1) Ovarium Sebuah ovarium terletak di setiap sisi uterus, di bawah dan di belakang tuba falopi. Dua lagamen mengikat ovarium pada tempatnya, yakni bagian mesovarium ligamen lebar uterus, yang memisahkan ovarium dari
sisi
dinding
pelvis
lateral
kira-kira
setinggi
krista
iliaka
anterosuperior, dan ligamentum ovaryii proprium, yang mengikat ovarium
5
ke uterus. Dua fungsi ovarium adalah menyelenggarakan ovulasi dan memproduksi hormon. Saat lahir, ovarium wanita normal mengandung banyak ovum primordial. Di antara interval selama masa usia subur ovarium juga merupakan tempat utama produksi hormon seks steroid dalam jumlah yang dibutuhkan untuk pertumbuhan,perkembangan, dan fungsi wanita normal.
2) Tuba fallopi Sepasang tuba fallopi melekat pada fundus uterus. Tuba ini memanjang ke arah lateral, mencapai ujung bebas legamen lebar dan berlekuk-lekuk mengelilingi setiap ovarium. Panjang tuba ini kira-kira 10 cm dengan berdiameter 0,6 cm. Tuba fallopi merupakan jalan bagi ovum. Ovum didorong di sepanjang tuba, sebagian oleh silia, tetapi terutama oleh gerakan
peristaltis
lapisan
otot.
Esterogen
dan
prostaglandin
mempengaruhi gerakan peristaltis. Aktevites peristaltis tuba fallopi dan fungsi sekresi lapisan mukosa yang terbesar ialah pada saat ovulasi.
3) Uterus Uterus adalah organ berdinding tebal, muskular, pipih, cekung yang tampak mirip buah pir yang terbalik. Uterus normal memiliki bentuk simetris, nyeri bila di tekan, licin dan teraba padat. Uterus terdiri dari tiga bagian, fudus yang merupakan tonjolan bulat di bagian atas dan insersituba fallopi, korpus yang merupakan bagian utama yang mengelilingi cavum uteri, dan istmus, yakni bagian sedikit konstriksi yang menghubungkan korpus dengan serviks dan dikenal sebagai sekmen uterus bagian bawah pada masa hamil. Tiga fungsi uterus adalah siklus menstruasi dengan peremajaan endometrium, kehamilan dan persalinan. Dinding uterus terdiri dari tiga lapisan : a) Endometrium yang mengandung banyak pembuluh darah ialah suatu lapisan membran mukosa yang terdiri dari tiga lapisan : lapisan permukaan padat, lapisan tengah jaringan ikat yang berongga, dan
6
lapisan dalam padat yang menghubungkan indometrium dengan miometrium. b) Miometrum yang tebal tersusun atas lapisan – lapisan serabut otot polos yang membentang ke tiga arah. Serabut longitudinal membentuk lapisan luar miometrium, paling benyak ditemukan di daerah fundus, membuat lapisan ini sangat cocok untuk mendorong bayi pada persalinan. c) Peritonium perietalis Suatu membran serosa, melapisi seluruh korpus uteri, kecuali seperempat permukaan anterior bagian bawah, di mana terdapat kandung kemih dan serviks. Tes diagnostik dan bedah pada uterus dapat dilakukan tanpa perlu membuka rongga abdomen karena peritonium perietalis tidak menutupi seluruh korpus uteri. d) Vagina Vagina adalah suatu tuba berdinding tipis yang dapat melipat dan mampu meregang secara luas. Mukosa vagina berespon dengan cepat terhadap stimulai esterogen dan progesteron. sel-sel mukosa tanggal terutama selama siklus menstruasi dan selama masa hamil. Sel-sel yang di ambil dari mukosa vagina dapat digunakan untuk mengukur kadar hormone seks steroid. Cairan vagina berasal dari traktus genetalis atas atau bawah. Cairan sedikit asam. Interaksi antara laktobasilus vagina dan glikogen mempertahankan keasaman. Apabila pH nik diatas lima, insiden infeksi vagina meningkat. Cairan yang terus mengalir dari vagina mempertahankan kebersihan relatif vagina tahunan.
2.2. PENGERTIAN POSTPARTUM POSTPARTUM (MASA NIFAS) Postpartum Postpartum (Masa Nifas) dimulai setelah kelahiran plasenta dan berakhir ketika alat-alat kandungan kembali seperti keadaan sebelum hamil. Masa Nifas atau puerp-erium dimulai sejak 2 jam setelah lahirnya plasenta sampai dengan 6 minggu atau 42 hari setelah itu. Puerperium adalah masa pulih kembali, mulai dari persalinan selesai sampai alat-alat kandungan kembali seperti prahamil (Sunarsih dkk, 2011; h. 1).
7
Masa nifas disebut juga masa postpartum atau purperium, adalah masa setelah persalinan, masa, perubahan, pemulihan, penyembuhan, dan pengembalian alat-alat kandungan/reproduksi seperti sebelum hamil yang lamanya 6 minggu atau 40 hari pasca persalinan (Jannah, 2011; h. 13). Postpartum atau purpurium dimulai sejak 1 jam setelah lahir plasenta sampai dengan 6 minggu (42hari) (Prawirohardjo, 2010; h. 356).
2.3. HPP (HEMORAGIC POST PARTUM) Perdarahan post partum adalah perdarahan lebih dari 500 cc yag terjadi setelah bayi lahir pervaginam atau lenih dari 1000 ml. setelah persalinan abnormal. Jumlah perdarahan yang terjadi maka batasan jumlah perdarahan disebutkan sebagai perdarahan yang lebih dari normal yang telah menyebabkan perubahan
tanda vital, antara lain
pasien
mengeluh
lemah,berkeringat
dingin,menggigil,tekanan darah sistolik < 90 mmHg, denyut nadi >100x/m,kadar hb < 8 gr% Perdarahan post partum dibagi menjadi dua 1.Perdarahan post partum dini/perdarahan post partum primer (early postpartum hemorrhage): perdarahan post partum dini adalah perdarahn yang terjadi dalam 24 jam pertama setelah kala III. 2.Perdarahan
pada
masa
nifas/perdarahan
postpartum
sekunder(late
postpartum hemorrhage) : perdarah pada masa nifas adalah perdarahan yang terjadi pada masa nifas (puerperium) tidak termasuk 24 jam pertama setelah kala III
2.4. ETIOLOGI 1. Penurunan kadar progesterone. Progesteron menimbulkan relaksasi otot-otot rahim, sebaliknya estrogen meninggikan ketentraman otot rahim. 2. Penurunan kadar progesterone. Pada akhir kehamilan kadar oksitosin bertambah, oleh karena itu timbul kontraksi otot rahim.
8
3. Keregangan otot-otot. Dengan majunya kehamilan makin regang otot-otot dan otot-otot rahim makin rentan. 4. Pengaruh janin. Hypofisis dan kelenjar suprarenal janin rupa-rupanya juga memegang peranan oleh karena itu pada enencephalus kehamilan sering lebih lama dan biasa. 5. Teori prostaglandin. Teori prostaglandin yang dihasilkan dan decidua, disangka menjadi salah satu sebab permulaan persalinan. ( Rustma Muchtar, 1998 )
2.5. MANIFESTASI KLINIS 1. Perubahan Sistem Reproduksi. a. Involusi Uterus. Adalah kembalinya uterus ke keadaan sebelum hamil baik dalam bentuk maupun posisi. ( AsKeb Ibu Masa Nifas, 2011 ) Proses involusi berlangsung sekitar 6 minggu. Selama proses involusi, uterus menipis dan mengeluarkan lochea yang digantikan dengan endometrium baru. Setelah kelahiran bayi dan placenta terlepas, otot uterus berkontraksi sehingga sirkulasi darah yang menuju uterus berhenti dan kejadian ini disebut iskemia. Mengenai tinggi fundeus uterus dan berat uterus menurut masa involusi sebagai berikut : 1) Autoliysis Autoliysis merupakan proses penghancuran diri sendiri yang terjadi di dalam otot uterine. Enzim proteolitik akan memendekkan jaringan otot yang telah sempat mengendur hingga 10 kali panjangnya dari semula dan 5 kali lebar dari semula selama kehamilan, atau dapat juga dikatakan sebagai pengrusakan secara langsung jaringan hipertropi yang berlebihan hal ini disebabkan karena penuruna hormone estrogen dan progesterone. Sitoplasma sel yang berlebih akan tercerna sendiri
9
sehingga tertinggal jaringan fibroelastic dalam jumlah renik sebagai bukti kehamilan. 2) Atrofi jaringan Jaringan yang berpoliferasi dengan adanya estrogen dalam jumlah besar, kemudian mengalami atrofi sebagai reaksi terhadap penghentian produksi estrogen yang menyertai pelepasan placenta. Selain perubahan atrofi pada otot – otot uterus, lapisan deciduas akan mengalami atrofi dan terlepas dengan meninggalkan lapisan basal yang akan beregenerasi menjadi endometrium yang baru. 3) Efek Oksitosin ( kontraksi ) Intensitas kontraksi uterus meningkat secara bermakna segera setelah bayi lahir, diduga terjadi sebagai respon terhadap penurunan volume intrauterine yang sangat besar. Hormone oksitosin yang terlepas dari kelenjar hipofisis memperkuat dan mengatur kontraksi uterus, mengompresi pembuluh darah dan membantu proses hemostasis. Kontraksi dan retraksi otot uterin akan mengurangi suplai darah ke uterus. Proses ini akan membantu mengurangi bekas luka tempat implantasi plasenta serta mengurangi perdarahan. Luka bekas perlekatan plasenta memerlukan waktu 8 minggu untuk sembuh total. Selama 1 – 2 jam pertama post partum intensitas kontraksi uterus bisa berkurang dan menjadi teratur. Karena itu penting sekali menjaga dan mempertahankan kontraksi uterus pada masa ini. Suntikan oksitosin biasanya diberikan secara intravena atau intramuscular segera setelah kepala bayi lahir. Pemberian ASI segera setelah bayi lahir akan merangsang pelepasan oksitosin karena isapan bayi pada payudara. Bila uterus tidak mengalami atau terjadi kegagalan dalam proses involusi disebut dengan subinvolusi. Subinvolusi dapat disebabkan oleh infeksi dan tertinggalnya sisa plasenta / perdarahan lanjut ( post partum haemorrhage )
b. Lochea
10
Lochea adalah ekskresi cairan rahim selama masa nifas. Lochea mengandung darah dan sisa jaringan decidua yang nekrotik dari dalam uterus. Lochea mempunyai reaksi basa / alkalis yang dapat membuat organism berkembang lebih cepat daripada kondisi asam yang ada pada vagina normal. Lochea mempunyai bau amis / anyir seperti darah menstruasi. Lochea yang berbau tidak sedap menandakan adanya infeksi. Lochea terdiri dari 4 jenis, yaitu :
Lochea Rubra / Merah ( cruentra ) Lochea ini muncul pada hari ke 1 – 4 masa postpartum. Cairan yang keluar berwarna merah, karena berisi darah segar, jaringan sisa – sisa plasenta, dinding rahim, lemak bayi, lanugo ( rambut bayi ) dan mekonium.
Lochea Sanguinolenta Cairan yang keluar berwarna merah kecoklatan dan berlendir. Berlangsung dari hari ke 4 – 7.
Lochea Serosa Lochea ini berwarna kuning kecoklatan karena mengandung serum, leukosit, dan robekan / laserasi plasenta. Muncul pada hari ke 7 – 14 postpartum.
Lochea Alba / Putih Mengandung leukosit, sel decidua, sel epitel, selaput lender serviks dan serabut jaringan yang mati, bisa berlangsung selama 2 – 6 minggu postpartum.
Lochea purulenta Apabila terjadi infeksi, keluar cairan seperti nanah berbau busuk.
Locheostasis Lochea yang tidak lancar. Lochea serosa / alba yang berlanjut bisa menandakan adanya endometriosis, terutama jika disertai demam, rasa sakit atau nyeri tekan pada abdomen. Total jumlah rata – rata pembuangan Lochea kira – kira 8 – 9 oz atau sekitar 240 – 270 ml. ( Varney’s Midwifery )
11
c. Cervix Warna serviks sendiri merah kehitam – hitaman karena penuh pembuluh darah. Konsistensinya lunak, kadang – kadang terdapat laserasi / perlukaan kecil. Karena robekan kecil yang terjadi selama diatasi, serviks tidak pernah kembali pada keadaan sebelum hamil. Bentuknya seperti corong karena disebabkan oleh corpus uteri yang mengadakan kontraksi, sedangkan serviks tidak berkontraksi sehingga pada perbatasan antara corpus uteri dan serviks terbentuk cincin. Muara serviks yang berdilatasi 10 cm pada waktu persalinan, menutup secara bertahap. Setelah bayi lahir, tangan masih bisa masuk ke rongga rahim, setelah 2 jam dapat dimasuki 2 – 3 jari, pada minggu ke 6 post partum serviks menutup. d. Ovarium dan tuba fallopi Setelah kelahiran plasenta, produksi estrogen dan progesterone menurun, sehingga menimbulkan mekanisme timbale balik dari sirklus menstruasi. Dimana dimulainya kembali proses ovulasi sehingga wanita bisa hamil kembali. e. Vulva, vagina dan perineum. Vulva dan vagina mengalami penekanan serta peregangan yang sangat besar selama proses persalinan dan akan kembali secara bertahap dalam 6 – 8 minggu post partum. Penurunan hormone estrogen pada masa post partum berperan dalam penipisan mukosa vagina dan hilangnya rugae. Rugae akan terlihat kembali pada sekitar minggu ke – 4. Segera
setelah
melahirkan,
perineum
menjadi
kendur
karena
sebelumnya teregang oleh tekanan kepala bayi yang bergerak maju. Pada post natal hari ke 5, perineum sudah mendapatkan kembali sebagian besar tonusnya sekalipun tetap lebih kendur dari pada keadaan sebelum melahirkan.
12
2. Perubahan Sistem Pencernaan : Setelah kelahiran plasenta, maka terjadi pula penurunan produksi progesterone. Sehingga hal ini dapat menyebabkan heartburn dan konstipasi terutama dalam beberapa hari pertama. Kemungkinan terjadi hal demikian karena inaktifitas motilitas usus karena kurangnya keseimbangan cairan selama persalinan dan adanya reflek hambatan defekasi dikarenakan adanya rasa nyeri pada perineum karena adanya luka episiotomy, pengeluaran cairan yang berlebihan waktu persalinan ( dehidrasi ), kurang makan, haemorrhoid. Supaya buang air besar kembali teratur dapat diberikan diit atau makanan yang mengandung serat dan pemberian cairan yang cukup. Bila usaha ini tidak berhasil dalam waktu 2 atau 3 hari dapat ditolong dengan pemberian huknah atau gliserin spuit atau diberikan obat laksan yang lain.
3. Perubahan Sistem Perkemihan Diuresis dapat terjadi setelah 2 – 3 hari post partum. Hal ini merupakan salah satu pengaruh selama kehamilan dimana saluran urinaria mengalami dilatasi. Kondisi ini akan kembali normal setelah 4 minggu post partum. Pada awal post partum kandung kemih mengalami oedema, kongesti dan hipotonik, hal ini disebabkan karena adanya overdistensi pada saat kala II persalinan dan pengeluaran urine yang tertahan selama proses persalinan. Sumbatan pada uretra disebabkan karena adanya trauma saat persalinan berlangsung dan truma ini dapat berkurang setelah 24 jam post partum. Kadang – kadang oedema dari trigonium menimbulkan obstruksi dari uretra sehingga sering dan terjadi retensio urine. Kandung kemih dalam puerpurium sangat kurang sensitive dan kapasitasnya bertambah, sehingga kandung kemih penuh atau sesudah buang air kecil masih tertinggal urineresidual ( normal 15 cc ). Sisa urine dan trauma pada kandung kencing waktu persalinan memudahkan terjadinya infeksi. Dilatasi ureter dan pyelum normal kembali dalam waktu 2 minggu. Urine biasanya berlebihan ( poliurie ) antara hari ke 2 dan ke 5, hal ini
13
disebabkan karena kelebihan cairan sebagai akibat retensi air dalam kehamilan dan sekarang dikeluarkan. Kadang – kadang hematuri akibat proses katalik involusi. Acetonurie terutama setelah partus yang sulit dan lama yang disebabkan pemecahan karbohidrat yang banyak, karena kegiatan otot – otot rahim dan karena kelaparan. Proteinurie akibat dari autolysis sel – sel otot.
4. Perubahan Sistem Endokrin a. Hormon Plasenta Hormon plasenta menurun dengan cepat setelah persalinan. Human Chorionoc Gonadotropin ( HCG ) menurun dengan cepat dan menetap sampai 10 % dalam 3 jam hingga hari ke 7 post partum dan sebagai onset pemenuhan mamae pada hari ke 3 post partum. Penurunan Hormon Human Placental Lactogen ( HPL ), estrogen dan progesterone
serta plasental
enzyme
insulinase membalik
efek
diabetogenik kehamilan, sehingga kadar gula darah menurun secara bermakna pada nifas. Ibu diabetic biasanya membutuhkan insulin dalam jumlah yang jauh lebih kecil selama beberapa hari. b. Hormon Pituitary Prolaktin darah meningkat dengan cepat, pada wanita tidak menyusui menurun dalam waktu 2 minggu. FSH dan LH meningkat pada fase konsentrasi folikuler pada minggu ke 3, dan LH tetap rendah hingga ovulasi terjadi. c. Hormon Oksitosin Oksitosin dikeluarkan dari kelenjar bawah otak bagian belakang ( posterior ), bekerja terhadap oto uterus dan jaringan payudara. Selama tahap ketiga persalinan, oksitosi menyebabkan pemisahan plasenta. Kemudian seterusnya bertindak atas otot yang menahan kontraksi, mengurangi tempat plasenta dan mencegah perdarahan. Pada wanita yang memilih menyusui bayinya, isapan sang bayi merangsang keluarnya oksitosim lagi dan ini membantu uterus kembali ke bentuk normal dan pengeluaran air susu.
14
d. Hormone Pituitary Ovarium Untuk wanita yang menyusui dan tidak menyusui akan mempengaruhi lamanya ia mendapatkan menstruasi. Seringkali menstruasi pertama itu bersifat anovulasiyang dikarenakan rendahnya kadar estrogen dan progesterone. Diantara wanita laktasi sekitar 15 % memperoleh menstruasi selama 6 minggu dan 45 % setelah 12 minggu. Diantara wanita yang tidak laktasi 40 % menstruasi setelah 6 minggu, 65 % setelah 12 minggu dan 90 % setelah 24 minggu. Untuk wanita laktasi 80 % menstruasi pertama anovulasi dan untuk wanita yang tidak laktasi 50 % siklus pertama anovulasi.
5. Perubahan Sistem Musculoskeletal a. Dinding perut dan peritoneum. Setelah persalinan, dinding perut longgar karena diregang begitu lama, tetapi biasanya pulih kembali dalam 6 minggu. Kadang – kadang pada wanita yang asthesis terjadi diastesis dari otot – otot rectus abdominis sehingga sebagian dari dinding perut di garis tengah hanya terdiri dari peritoneum, fascia tipis dan kulit. Tempat yang lemah ini menonjol jika berdiri atau mengejan. b. Kulit abdomen. Kulit abdomen yang melebar selama masa kehamilan tampak melonggar dan mengendur sampai berminggu – minggu atau bahkan berbulan – bulan yang dinamakan striae. Melalui latihan postnatal, otot – otot dari dinding abdomen seharusnya dapat normal kembali dalam beberapa minggu. c. Striae Striae pada dinding abdomen tidak dapat menghilang sempurna melainkan membentuk garis lurus yang samar. Ibu postpartum memiliki tingkat
diastasis
sehingga
terjadi
pemisahan
musculus
rectus
abdominishal tersebut dapat dilihat dari pengkajian keadaan umum, aktivitas, paritas, jarak kehamilan yang dapat menentukan berapa lama tonus otot kembali normal.
15
d. Perubahan Ligament Ligamen – ligament dan diafragma pelvis serta fasia yang meregang sewaktu kehamilan dan partus, setelah janin lahir, berangsur – angsur menciut kembali seperti sediakala. Tidak jarang ligamentum rotundum menjadi kendor yang mengakibatkan letak uterus menjadi retroflexi. Tidak jarang pula wanita mengeluh “kandungannya turun” setelah melahirkan oleh karena ligament, fasia, jaringan penunjang alat genetalia menjadi agak kendor. e. Simpisis pubis Meskipun relative jarang, tetapi simpisis pubis yang terpisah ini merupakan penyebab utama morbiditas maternal dan kadang – kadang penyebab ketidakmampuan jangka panjang. Hal ini biasanya ditandai oleh nyeri tekan signifikan pada pubis disertai peningkatan nyeri saat bergerak ditempat tidur atau saat berjalan. Pemisahan simpisis dapat dipalpasi. Seringkali klien tidak mampu berjalan tanpa bantuan. Sebagian wanita gejala tersebut menghilang dalam beberapa minggu atau bulan dan sebagian gejala dapat menetap sehingga diperlukan kursi roda.
6. Perubahan Sistem Neurologi. Rasa tidak nyaman neurologis yang diinduksi kehamilan akan menghilang setelah wanita melahirkan. 7. Perubahan Sistem Integument. Hiperpigmentasi diareola dan linea nigra tidak menghilang seluruhnya setelah bayi lahir. 8. Perubahan Sistem Kekebalan. Kebutuhan ibu untukmendapat vaksinasi rubella atau untuk mencegah isoimunisasi Rh ditetapkan. ( Bobak, 2005: 496 – 502 ). 9. Perubahan tanda – tanda vital a. Suhu badan. 24 jam post partum suhu badan akan naik sedikit ( 37,5o C – 38o C ) sebagai akibat kerja keras waktu melahirkan, kehilangan cairan dan
16
kelelahan. Pada hari ketiga suhu badan akan naik lagi karena ada pembentukan ASI, buah dada menjadi bengkak, berwarna merah karena banyaknya ASI bila suhu tidak turun kemungkinan adanya infeksi pada endometrium, mastitis, traktus urogenitalis atau system lain. b. Nadi. Pasca melahirkan bisa terjadi bradicardia perperial ( denyut nadinya mencapai 40 – 50 kali/menit). Bradycardia semacam itu bukan suatu indikasi adanya penyakit, akan tetapi sebagai suatu tanda keadaan kesehatan. Denyut nadi yang melebihi 100 kali/menit adalah abnormal kemungkinan mengindikasikan adanya infeksi yang disebabkan adanya proses persalinan sulit atau perdarahan. c. Tekanan darah. Biasanya tidak berubah, kemungkinan tekanan darah akan rendah setelah ibu melahirkan karena ada perdarahan. Tekanan darah tinggi pada postpartum dapat menandakan terjadinya preeklampsi postpartum. d. Pernafasan. Keadaan pernafasan selalu berhubungan dengan keadaan suhu dan denyut nadi. Bila suhu nadi tidak normal, pernafasan juga akan mengikutiny, kecuali apabila ada gangguan khusus pada saluran nafas.
10. Perubahan Sistem Cardiovasculer. Cardiac output meningkat selama persalinan dan berlangsung sampai kala III ketika volume darah uterus dikeluarkan. Penurunan terjadi pada beberapa hari pertama postpartum dan akan kembali normal pada akhir minggu ke 3 postpartum. Pada persalinan pervaginam kehilangan darah sekitar 300 – 400 cc. Bila kelahiran seksio caesaria, maka kehilangan darah dapat dua kali lipat. Perubahan terdiri dari volume darah ( blood volume ) dan hematokrit
( haemoconcentration ).
Bila
persalinan
pervaginam,
hematokrit akan naik dan pada seksio caesaria, cenderung stabil dan kembali normal setelah 4 – 6 minggu.
17
Setelah persalinan, shunt akan hilang dengan tiba – tiba. Volume darah ibu relative akan bertambah. Keadaan ini akan menimbulkan beban pada jantung,
dapat
menimbulkan decompensation
cordial pada
penderita vitum cordial. Keadaan ini dapat diatasi dengan mekanisme kompensasi dengan timbulnya hemokonsentrasi sehingga volume darah kembali normal, umumnya hal ini terjadi pada hari ke 3 – 5 postpartum.
11. Perubahan Sistem Hematologi. Pada hari pertama postpartum, kadar fibrinogen dan plasma akan menurun
tetapi
darah
lebih
mengental
dengan
peningkatan viscositas sehingga meningkatkan factor pembekuan darah. Leukositosis mungkin terjadi selama persalinan, eritrosit berkisar 15.000 selama persalinan. Peningkatan leukosit berkisar antara 25.000 – 30.000 merupakan manifestasi adanya infeksi pada persalinan lama, dapat meningkat pada awal nifas yang terjadi bersamaan dengan peningkatan tekanan darah, volume plasma dan volume eritrosit. Pada 2 – 3 hari postpartum konsentrasi hematokrit menurun sekitar 2 % atau lebih. Total kehilangan darah pada saat persalinan dan nifas berkisar antara 1500 ml. 200 – 500 ml hilang pada saat persalinan; 500 – 800 ml hilang pada minggu pertama postpartum dan 500 ml hilang pada saat masa nifas.
2.6. PATOFISIOLOGI Dalam masa post partum, alat-alat genetalia interna maupun eksterna akan berangsur – angsur pulih kembali seperti keadaan sebelum hamil. Perubahan – perubahan alat genetal ini dalam keseluruhannya disebut “involusi”. Disamping involusi terjadi perubahan – perubahan penting lain yakni memokonsentrasi dan timbulnya laktasi yang terakhir ini karena pengaruh lactogenik hormon dari kelenjar hipofisis terhadap kelenjar-kelenjar mama. Otot – otot uterus berkontraksi segera post psrtum, pembuluh – pembuluh darah yang ada antara nyaman otot-otot uretus akan terjepit. Proses ini akan menghentikan pendarahan setelah plasenta lahir. Perubahan – perubahan yang
18
terdapat pada serviks ialah segera post partum bentuk serviks agak menganga seperticorong, bentuk ini disebabkan oleh korpus uteri terbentuk semacam cincin. Peruabahan – perubahan yang terdapat pada endometrium ialah timbulnya trombosis, degenerasi dan nekrosis ditempat implantasi plasenta pada hari pertama endometrium yang kira – kira setebal 2 – 5 mm itu mempunyai permukaan yang kasar akibat pelepasan desidua dan selaput janin regenerasi endometrium terjadi dari sisa – sisa sel desidua basalis yang memakai waktu 2 sampai 3 minggu. Ligamen – ligament dan diafragma palvis serta fasia yang merenggang sewaktu kehamilan dan pertu setelah janin lahir berangsur – angsur kembali seperti sedia kala.
2.7. KOMPLIKASI 1. Klien postpartum komplikasi perdarahan. Perdarahan masa nifas didefinisikan sebagai kehilangan darah lebih dari 500 ml pada saat kelahiran lewat vagina. Perdarahan Post partum diklasifikasikan menjadi 2, yaitu: 1) Early Postpartum : Terjadi 24 jam pertama setelah bayi lahir 2) Late Postpartum : Terjadi lebih dari 24 jam pertama setelah bayi lahir Tiga hal yang harus diperhatikan dalam menolong persalinan dengan komplikasi perdarahan post partum : 1) Menghentikan perdarahan. 2) Mencegah timbulnya syok. 3) Mengganti darah yang hilang. Penyebab umum perdarahan postpartum yang terjadi setelah bayi lahir dan dalam 24 jam pertama persalinan, adalah : 1. Atonia uteri, yaitu uterus gagal berkontraksi dengan baik setelah persalinan. Penanganan : Teruskan
pemijatan uterus.
Oksitosin
dapat diberikan bersamaan atau berurutan.
2. Robekan jalan lahir. 3. Retensio plasenta, tertinggalnya sebagian plasenta.
19
Penanganan : Jika
plasenta terlihat dalam vagina, minta ibu untuk mengedan.
Pastikan
kandung kemih sudah kosong, jika perlu lakukan kateterisasi
kandung kemih. Jika
plasenta belum lahir, berikan oksitosin 10 unit IM, jika belum
dilakukan pada penanganan aktif kala III. Jika
perdarahan terus berlangsung, lakukan uji beku darah sederhana.
Jika
terdapat tanda – tanda infeksi, berikan antibiotika untuk metritis.
4. Inversio uteri 5. Ruptur uteri. Penyebab umum perdarahan postpartum yang terjadi setelah 24 jam pertama persalinan, adalah : 1. Subinvolusi rahim. 2. Keropeng tempat plasenta. 3. Retensi fragmen plasenta. 2. Klien postpartum komplikasi infeksi.
2. Klien postpartum dengan komplikasi infeksi. Infeksi kala nifas adalah infeksi peradangan pada semua alat genetalia pada masa nifas oleh sebab apapun dengan ketentuan meningkatnya suhu badan > 38o C tanpa mengitung hari pertama dan berturut – turut selama dua hari pada 10 hari pertama postpartum. Kuman – kuman yang sering mengakibatkan infeksi, yaitu : a. enterrococcus b. streptococcus haemoliticus dan nonhaemoliticus c. streptococcus anaerob d. basil enteric e. bakteri pseudodifteria f. Spesies Niesseria selain Niesseria Gonore g. Escherichia coli
20
3. Sakit kepala, nyeri epigastrik, penglihatan kabur. Ibu dalam 48 jam sesudah persalinan yang mengeluh nyeri kepala hebat, penglihatan kabur dan nyeri epigastrik perlu dicurigai adanya preeklampsi berat atau eklampsi pasca persalinan.
4. Pembengkakan diwajah atau ekstremitas. Ibu postpartum yang mengalami bengkak pada ekstremitas bawah / kaki perlu diperiksa adanya varices, kemungkinan trombophlebitis dan perhatikan adanya edema pitting. Jika terdapat pembengkakan diwajah atau ekstremitas atas / tangan perlu diwaspadai gejala lain yang mengarah preeclampsia berat atau eklampsia pasca bersalin.
5. Demam, muntah, rasa sakit saar berkemih. Ibu postpartum yang mengalami gejala disuria, sering kencing, nyeri supra pubic, nyeri perut kadang sampai muntah dan demam perlu dicurigau adanya infeksi saluran kemih. Pencegahannya dengan minum banyak minimal 3 liter / hari, jangan menahan BAK dan menjaga kebersihan genetalia. Sistitis adalah infeksi kandung kencing dengan gejala disuria, sering kencing, nyeri supra / retro pubik dan nyeri perut. Pemberian antibiotic perlu dipertimbangkan dengan amoksisilin 500 mg/oral 3 kali sehari selama 3 hari atau trimetroprim/sulfamektasol ( 160/800 mg ) /oral 2 kali sehari selama 3 hari. Jika klien kambuhan diberikan profilaksis antibiotika peroral sekali sehari selama 2 minggu pascapersalinan dengan trimetroprim/sulfamektasol ( 160/800 mg ) atau amoksisilin 250 mg. Pielonefritis adalah infeksi akut saluran kemih atas, dengan gejala disuria, sering kencing, nyeri supra/retro pubik, nyeri perut, nyeri pinggang, demam tinggi/menggigil, sakit didada, anoreksia dan mual muntah. Kadang ibu bisa sampai syok. Penanganannya : Jika
terjadi syok → penanganan syok.
21
Pemeriksaan
kultur dan resistensi kuman dan pemberian antibiotika yang
sesuai sampai bebas demam 2 hari. Jika
kultur tidak dapat dilakukan berikan antibiotika ampisilin 2 gr IV
tiap 6 jam ditambah gentamisin 5 mg/kgBB IV setiap 24 jam. Jika
telah bebas demam 2 hari berikan amoksilin 1 gr/oral 3 kali sehari
selama 14 hari. Sebagai
profilaksis antibiotika peroral sekali sehari selama 2 minggu
pascapersalinan dengan trimetriprim/sulfamektasol ( 160/800 mg ) atau amoksisilin 250 mg. Pemberian
infuse dan paracetamol 500 mg/oral ( k/p )
2.8. PENATALAKSAAN MEDIS a.Observasi ketat 2 jam post partum ( adanya komplikasi perdarahan ) b.6 – 8 jam pasca persalinan : istirahat dan tidur tenang, usahakan miring kanan kiri c.Hari ke 1 – 2 : memberikan KIE kebersihan diri, cara menyusui yang benar dan perawatan payudara, perubahan-perubahan yang terjadi pada masa nifas, pemberian informasi tentang senam nifas. d.Hari ke – 2 : mulai latihan duduk e.Hari ke – 3 : diperkenankan latihan berdiri dan berjalan
2.9. PEMERIKSAAN PENUNJANG. ( Siswosudarmo, 2008 ) -
Pemerikasaan umum: tensi, nadi, keluhan dan sebagainya.
-
Keadaan umum: TTV, selera makan, dll.
-
Payudara: air susu, putting.
-
Dinding perut, perineum, kandung kemih, rectum.
-
Sekres yang keluar atau lochea.
-
Keadaan alat kandungan.
Pemeriksaan penunjang post partum. ( Manjoer arif dkk, 2001 ) -
Hemoglobin, hematokrit, leukosit, ureum
-
Ultra sosografi untuk melihat sisa plasenta.
22
BAB III ANALISA KASUS 3.1 Kasus Ny.J ,35 th,datang ke R peristu ,RSUD Sidoarjo dengan diagnosa medis : Post Partum H-2 + HPP. Ketika dilakukan pengkajian keluhan utama yang di rasakan : Px mengatakan lemas, pusing , sejak setelah melahirkan . Klien juga mengatakan pingin kencing tapi tidak bisa . Riwayat menstruasi menarche usia 12 th ,teratur ,28 hari sejumlah 1-2 kotek/hari selama 7 hari. Diketahui HPHT : 13-8-2017 Riwayat Kehamilan ,persalinan ,nifas yang lalu ,klien mengatakan ini pengalaman pertama melhirkan anak laki laki dengan BB lahir 3500 d dan PB 49 cm . klien mengatakan melahirkan secara normal di bidan . Rencana perawatan bayi di lakukan sendiri dan di bantu orang tua ,Px belum mengetahui cara perawatan payudara ,Px tidak mengetahui cara perawatan perineum yang benar ,Px berencana mengikuti KB pil ,Px mengatakan akan memberikan ASI eksklusif pada anaknya tapi Px belum tahu cara menyusui yang benar . Riwayat KB, Px mengatakan sebelumnya tidak KB. Pemeriksaan Fisik : Keadaan umum cukup bersih ,kesadaran composmentis Pola kesehatan : Klien selama di RS masih makan minum biasa,klien baru datang jadi belum mandi , di rumah biasa mandi 3X sehri, belum gosok gigi, rambut pendek di gerai . BAK sejak tadi pagi belum BAK ,sekarang ingin tapi tidak bisa. belum BAB dan hanya berbaring di ats tempat tidur . Tanda tanda Vital : TD 100/50 mmHg, Sugu : 37,2 0C , Nadi : 92x/ menit, RR 20x/menit ,muka pucat, konjungtiva anemis ,pupil isokor . Mamae membesar ,puting susu menonjol ,tidak ada benjolan , hiperpigmentasi pada aerola .Kolustrum sudah keluar + /+ .Abdomen membesar ,terdapat terdapat linea & strie gravidarum , TFU setinggi pusat jari di bawah pusat ,kontraksi uterus lemah,peristaltic usus 14x/menit ,teraba distensi kandung kemih ,tidak ada meteorismus . Genetalia : Ekskresi per vagina lochea rubra ,bau khas ,jumlah 2 kotek/hari. Pergerakan sendi
23
ekstermitas bebas, warna kulit anemis, akral dingin ,CRT > 3 detik ,terpasang infus RL14 tpm di tangan kiri,. Terapi yang di dapat : Asam Mefenamat 3 x 500 mg/ IV ,Amoxillin 3x 500 mg .Rencana transfusi s.d Hb 10 gr% .Hasil Lab : Hb : 7,5 gr % Tugas : 1. Buat analisa data dari kasus diatas ! 2. Tentukan diagnosa keperawatanya 3. Buat Intervensinya sesuai diagnosa keperawatan !
3.2 Analisis Kasus 1. Pengkajian Kumpulan data : a. Identitas -
Nama
: Ny.J
-
Jenis Kelamain
: perempuan
-
Umur
: 35 tahun
-
Alamat
:-
-
Pekerjaan
: Ibu Rumah Tangga
-
Status
: Menikah
-
Agama
:-
-
Suku
:-
-
Pendidikan
:-
-
MRS
:-
-
No RM
:-
-
Diagnosa Medik
: Post partum H-2 HPP
b. Identitas Penanggung Jawab : Nama
:-
Umur
:-
Jenis Kelamin
:-
Agama
:-
Suku
:-
Pendidikan
:-
24
Pekerjaan
:-
2. Riwayat Keshatan : a. Keluhan Utama
: pasien mengatakan lemah, pusing, sejah
setelah melahirkan. Pasien juga mengatakan ingin BAK tapi tidak bisa. b. Riwayat Kesehatan Sekarang :
pasien
mengatakan
ini
pengalaman
melahirkan pertama ( Primigravida ). c. Riwayat Kesehatan Dahulu
:-
d. Riwayat Kesehatan Keluarga :3. Riwayat Ginekologi : Klien menarche pada usia 12 tahun, dengan siklus 28 hari, dan selama 7 hari secara teratur, volume 1-2 kotex per hari. Tidak aada keluhan selama haid 4. Riwayat KB Belum menggunakan alat kontrasepsi namun pasien berencana mengikuti Kb jenis Pil. 5. Riwayat Persalinan dan Kehamilan
:-
6. Riwayat Kehamilan Saat ini
:-
7. Riwayat Persalinan -
Jenis persalinan
: spontan
-
Jenis Kelamin
: laki-laki
-
Berat Bayi
: 3500 kg
-
Panjang Bayi
: 49 cm
-
Perdarahan
:-
-
Masalah dalam Persalinan
: tidak ada masalah pada
waktu persalinan 8. Pola Fungsional Menurut Gordon a. Pola Presepsi management kesehatan
:-
b. Pola Nutrisi-Metabolik
:-
c. Pola Eliminasi
: BAK tidak bisa
d. Pola Latihan Aktivitas
: pasien hanya bisa berbaring
di atas tempat tidur e. Pola kognitiv
: -
25
f. Pola istirahat tidur
:-
g. Pola konsep diri- persepsi diri
: pasien mengatakan akan
memberika ASI ekslusif pada anakanya tapi pasien belum tau cara menyusui yang benar. h. Pola peran dan hubungan
:-
i. Pola reproduksi seksual
:-
j. Pola pertahanan diri (coping-toleransi setress) : rencana perawatan bayi dilakukan sendiri dan di bantu orang tua k. Pola kenyakinan dan nilai
:-
9. Pemeriksaan Fisik a. Status Obtertik
:-
b. Keadaan Umum
: cukup bersih
c. Kesadaran
: composmentis
d. Berat Badan Ibu
:-
e. Tinggi Badan Ibu
:-
f. TTV
g.
:
-
TD
: 100/50 mmHg
-
Nadi
: 80x per menit
-
Suhu :37,2 C
-
RR
: 20x/menit
Kepala Leher : a. Rambut
: Bersih, rambut pendek di gerai
b. Wajah
: Pucat
c. Mata
: konjungtiva anemis, pupil isokor
d. Hidung
:-
e. Telinga
:-
f. Leher
:-
h. Dada : 1. Jantung
:-
2. Paru- paru
:-
3. Payudara
:
Inspeksi
: Mamae membesar, Hiper pigmentasi pada areola
26
Palpasi 4. Puting susu
: Tidak ada benjolan : Puting susu menonjol tidak ada benjolan
5. Pengeluaran ASI
: Sudah Keluar
6. Masalah khusus
:-
i. Abdomen 1. Involusi uterus o TFU
: : setinggi pusat jari dibawah pusat, kontraksi =
uterus lemah, peristaltik usus14 kali permenit, , tidak ada meteoriskus, 2. Kandung kemih -
-
: Teraba distensi kandung kemih
Perineum dan genetalia o Vagina
: ekskresi per vagina, bau khas,
o Integritas kulit
:-
o Perineum
:-
o Lochea
: Lochea Rubra
o Hemoroid
:-
Ekstremitas
: pergerakan sendi ekstremitas bebas
10. Keadan mental
:-
11. Obat-obatan
: ibu belum mengkonsumsi obat obatan lain
selain diberikan pihak RS 12. Hasil pemeriksaaan penunjang 13. Progam terapi
: HB= 7,5 gr% : terapi yang didapat adalah asam mefenamat
3x 500 mg / IV, amoxilin 3x500 mg, terpaasang infus RL 14 tmp ditangan kiri 14. Analisa data No
Data focus
: Problem
Etiologi
27
1
DS : ibu megatakan mau BAK Gangguan
Retensi
tapi tidak bisa
distensi
emliminasi urine
DO : teraba distensi kandung
urin
(teraba kandung
kemih)
kemih
DS
2.
DS
:
Ibu
lemas,pusing
mengatakan Syok sejak
setelah Hipovolemik
Perdarahan mengakibatkan
Hb
melahirkan
pasien rendah yaitu 7,5
DO :
gr%
-
TD : 100/50 mmHg
-
Suhu 37,2 C
-
Nadi 92X/ menit
-
RR 20 X/ menit
Muka pucat ,,warna kulit anemis ,akral dingin CRT > 3 detik Cek Hb : 7,5 gr %
D 3
DS : -
Intoleransi
Mobilitas fisik
DO : Pasien hanya berbaring di aktivitas tempat tidur 4
DS : ibu mengatakan belum Potensial infeksi
Personal hygiene yang
mengetahui
kurang
cara
perawatan
payudara , ibu mengetakan tidak
mengetahui
perawatan
perinium DO : pasien belum mandi,
28
belum gosok gigi dikarenakan baru masuk MRS 5.
1.1
DS : Pasien mengatakan akan Kurangnya
Pasien belum tahu cara
memberikan ASI eksklusif pada pengetahuan
menyusui yang benar
anaknya,tetapi
dikarenakan
pasien
belum
tahu cara menyusui yang benar
pengalaman
pertama
DO : -
pasien melahirkan
Diagnosa keperawatan 1) Gangguan eliminasi urine berhubungan dengan distensi kandung kemih 2) Resiko Syok Hipovolemik berhubungan dengan Perdarahan 3) Gangguan intoleransi aktivitas berhubungan dengan mobilitas fisik 4) Potensial infeksi berhubungan dengan personal hygiene yang kurang 5) Kurang pengetahuan tentang menyusui berhubungan dengan tingkat pengetahuan, tingkat dukungan serta struktur atau karakteristik payudara
1.2
Rencana Tindakan (Intervensi)
Dx 1 1) Gangguan eliminasi urine berhubungan dengan distensi kandung kemih Tujuan: Setelah dilakukan tindakan keperawatan 3x24 jam masalah retensi urin dapat teratasi Kriteria hasil:
Berkemih dengan jumlah yang cukup
Tidak teraba distensi kandung kemih
Intervensi No 1
Rencana
Rasional
Anjurkan pasien berkemih tiap Meminimalkan retensi urin dan distensi 2-4 jam
berlebihan pada kandung kemih
29
2
3
Awasi dan catat waktu dan
Retensi urin meningkatkan tekanan dalam
jumlah tiap berkemih
saluran perkemihan atas
Perkusi atau palpasi area
Distensi kandung kemih dapat dirasakan di
suprapubik
area suprapubik
Dx 2 2) Resiko Syok Hipovolemik b.d Perdarahan Tujuan :
Setelah diberikan asuhan keperawatan selama 3x24 jam diharapkan keadaan ibu sehat dan perdarahan dapat teratasi.
Kriteria Hasil :
Keadaan umum baik
Tanda – tanda vital dalam batas normal yaitu :
TD
Nadi : 80 – 100x/menit
Suhu : 36,5 – 37,5 º C
RR
contraksi uterus baik ( keras )
Keadaan umum baik, turgor kulit baik, akral hangat.
Conjungtiva tidak anemis
HB kembali normal ( 10 – 11 gr % )
: 110/70 – 130/80 mmHg
: 16 – 20x/menit
NO.
Rencana
Rasional
1.Lakukan pendekatan terapeutik pada klien, Rasional suami dan keluarga
2
:
Dengan
pendekatan
terapeutik
akan
kerjasama
terjalin
yang baik antara ibu dan petugas kesehatan
2.Lakukan observasi TTV, TFU, kontraksi Untuk mengetahui status uterus & perdarahan.
kesehatan ibu saat ini
30
3.Jel jelaskan pada ibu dan keluarga tentang Dengan kondisi ibu saat ini
kondisi
menjelaskan ibu
mempermudah
dapat asuhan
yang diberikan dan ibu lebih kooperatif terhadap tindakan
yang
akan
dilakukan
4.
5.
Lakukan kolaborasi dengan dokter Kolaborasi
dapat
SPOG dalam pemberian terapi
mempermudah tindakan
Berikan rehidrasi cairan
mencega terjadinya shock hipovolemic
6.
Lakukan massage pada uterus
Untuk mengganti cairan yang hilang dan mencegah dehidrasi
karena
perdarahan.
7.
Pemberian Transfusi darah sampai Untuk dengan HB 10 gr%
menggantikan
Volume darah yang hilang akibat perdarahan
8.Ba bantu semua kebutuhan dasar klien dan memebantu anjurkan klien bedrest.
proses
penyembuhan
Dx 3 3) Gangguan intoleransi aktivitas berhubungan dengan mobilitas fisik Tujuan:
Mencapai tingkat mobilitas fisik yang optimal
Kriteria hasil:
31
Meningkatkan klien dalam aktivitas fisik
Klien mengerti tujuan dari peningkatan aktivitas
No 1
Rencana Ajarkan merubah
pasien
Rasional bagaimana Meningkatkan
posisi
dan
pengetahuan
pasien
berikan dalam merubah posisi
bantuan jika diperlukan 2
Dampingi dan Bantu pasien saat Membantu mobilisasi
dan
bantu
dalam
meningkatkan
penuhi aktivitas pasien dalam mobilisasi
kebutuhan ADL 3
Ajarkan pada pasien bagaimana Melatih pasien dalam penggunaan alat untuk memakai kursi roda dan bantu untuk menunjang aktivitas alat bantu lainnya dengan tepat
Dx4 4) Potensial infeksi berhubungan dengan personal hygiene yang kurang Tujuan: Infeksi tidak terjadi Kriteria hasil:
Bebas tanda-tanda infeksi
TTV dalam batas normal
Tidak adanya PUS pada perineum
Intervensi: No 1
Rencana Observasi TTV
Rasional Untuk mengetahui tanda-tanda adanya infeksi
2
Lakukan personal hygine tiap kali Meminimalkan terjadinya infeksi selesai BAK dan BAB
3
Berikan penjelasan pada klien Melatih personal hygiene tentang cara melakukan vulva hygiene dengan benar
32
Dx 5 5.) Kurangnya pengetahuan b.d kurangnya informasi cara menyusui yang benar Tujuan : Klien mengetahui manfaat dan cara menyusui yang benar. Kriteria hasil : -
Mengungkapkan pemahaman tentang proses situasi menyusui.
-
Mendemonstrasikan teknik efektif dari menyusui.
No.
Intervensi 1.
Rasional
Kaji pengetahuan dan pengalaman klien tentang Membantu dalam menyusui sebelumnya.
mengidentifikasi kebutuhan saat ini dan mengembangkan rencana perawatan.
2.
Tentukan system pendukung yang tersedia pada Mempunyai dukungan
yang cukup meningkatkan kesempatan untuk pengalaman menyusui dengan berhasil.
klien, dan sikap pasangan atau keluarga.
3.
Berikan
informasi
mengenai
keuntungan Membantu
menyusui, perawatan puting dan payudara dan faktor-faktor
yang
memudahkan
suplai
menjamin
susu
adekuat,
atau mencegah putting luka atau
mengganggu keberhasilan menyusui.
pecah,
memberikan
kenyamanan dan membuat peran ibu menyusui.
4.
Demonstrasikan dan tinjau ulang teknik-teknik Posisi yang tepat biasanya menyusui.
Perhatikan
posisi
bayi
selama
menyusu dan lama menyusu.
mencegah tanpa
luka
putting
memperhatikan
lamanya menyusu.
5.
Kaji putting klien, anjurkan klien untuk melihat
Identifikasi dan intervensi
33
putting susu setiap habis menyusui.
dini dapat mencegah atau membatasi terjadinya luka atau pecah putting tanpa memperhatikan
lamanya
menyusu.
6.
Identifikasi dan intervensi dini dapat mencegah
Mangkuk laktasi/pelindung
atau membatasi terjadinya luka atau pecah
payudara, latihan kompres
putting
es
menyusui.
tanpa
memperhatikan
lamanya
membantu
membuat
putting lebih ereksi, teknik Hoffman perlengketan menyebabkan
melepaskan yang inversi
putting.
34
BAB IV PENUTUP
3.1. Kesimpulan Postpartum Postpartum (Masa Nifas) dimulai setelah kelahiran plasenta dan berakhir ketika alat-alat kandungan kembali seperti keadaan sebelum hamil. Masa Nifas atau puerp-erium dimulai sejak 2 jam setelah lahirnya plasenta sampai dengan 6 minggu atau 42 hari setelah itu. Puerperium adalah masa pulih kembali, mulai dari persalinan selesai sampai alat-alat kandungan kembali seperti prahamil (Sunarsih dkk, 2011; h. 1). Masa nifas disebut juga masa postpartum atau purperium, adalah masa setelah persalinan, masa, perubahan, pemulihan, penyembuhan, dan pengembalian alat-alat kandungan/reproduksi seperti sebelum hamil yang lamanya 6 minggu atau 40 hari pasca persalinan (Jannah, 2011; h. 13). Postpartum atau purpurium dimulai sejak 1 jam setelah lahir plasenta sampai dengan 6 minggu (42hari) (Prawirohardjo, 2010; h. 356).
3.2. Saran Dengan adanya makalah ini yang berisikan tentang pengertian, klasifikasi, penyebab,
patofisiologi,
gambaran
klinik,
pemeriksaan
penunjang,
dan
penanganan. Penulis sadar bahwa pembuatan makalah ini jauh dari kesempurnaan, jadi penulis pemakalah sangat membutuhkan saran dan kritik dari pembaca guna untuk pembuatan makalah selanjutnya.
35
DAFTAR PUSTAKA Huda Nuratif Amin.DKK.2015.Asuha Keperawatan Berdasarkan Diagnosa Medis dan NANDA NIC-NOC.Jogjakarta : Mediaction Jogja Drs. H. Syaifuddin, AMK.2013.Anatomi Fisiologi Kurikulum Berbasis Kompetensi untuk Keperawatan dan Kebidanan.Jakarta : EGC,2011 Smeltzer,Suzanne.dan bare,Brenda G.2002. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah Brunner dan Sudart (Ed.8, Vol. 1,2) .Alih Bahasa oleh Agung Waluyo....(dkk).EGC.Jakarta Febyana Dwi.2016.ASKEP STRICTURE URETRA.Surabaya dalam websitenya : http://klikfebyanadwi.blogspot.co.id/2016/05/askep-strictureuretra.html?m=1. Diakses pada tanggal 18 Mei 2018.
36