Dita.docx

  • Uploaded by: dita
  • 0
  • 0
  • December 2019
  • PDF

This document was uploaded by user and they confirmed that they have the permission to share it. If you are author or own the copyright of this book, please report to us by using this DMCA report form. Report DMCA


Overview

Download & View Dita.docx as PDF for free.

More details

  • Words: 2,005
  • Pages: 9
Learning Issue & Analisis Masalah Pramadita Widya Garini 04011181621059 BETA 2016

SINDROMA DOWN

Etiologi Penyebab langsung terjadinya sindroma Down adalah adanya kelebihan kromosom 21. Penyebab tidak langsung adanya kelebihan kromosom belum dapat diidentifikasi. Namun, sindroma Down tidak diakibatkan oleh aktivitas ibu selama hamil. Trisomi 21 dapat terjadi dalam satu dari tiga bentuk: a. Kegagalan berpisah pada meiosis. Sebuah kesalahan terjadi pada pemisahan sepasang kromosom 21 selama pembelahan sel pada proses pembentukan sperma atau sel telur. Seorang anak dengan sindroma Down mempunyai 47 kromosom yang berbeda pada setiap sel (bandingankan dengan keadaan biasa dimana terdapat 46 kromosom). Ini adalah tipe yang paling sering. Terhitung rata-rata 95% terjadi sindroma Down. b. Translokasi. Sekitar 3 % terjadi sindroma Down. Hal ini terjadi jika salah satu kromosom 21 yang berlebih menempel (translokasi) pada kromosom lain. Kromosom lain itu kemungkinan adalah kromosom 13, 14, 15, atau 22. Dengan terjadinya translokasi, terdapat 46 kromosom dalam setiap sel ditambah kelebihan kromosom 21 yang menempel pada kromosom lain. c. Mosaik. Sekitar 2 % terjadi sindroma Down. Mosaik sindroma down (46, XX/47, XX, 21) terjadi ketika beberapa sel dalam tubuh normal dan sel-sel lain trisomi 21. Faktor risiko 1. Genetik: adanya peningkatan risiko berulang bila dalam keluarga terdapat anak dengan sindroma down. 2. Adanya virus/infeksi 3. Radiasi: menurut penilitian, 30% ibu yang melahirkan anak dengan sindroma down pernah mengalami radiasi sebelum tejadinya konsepsi. 4. Penuaan sel telur. Peningkatan usia ibu berpengaruh terhadap kualitas sel telur. Sel telur akan menjadi kurang baik dan pada saat terjadi pembuahan oleh spermatozoa, sel telur akan mengalami kesalahan dalam pembelahan. 5. Gangguan fungsi tiroid. Dibeberapa penelitian ditemukan adanya hipotiroid pada anak dengan sindrom Down termasuk hipotiroid primer dan transien, pituitary-hypothalamic hypothyroidism, defisiensi thyroxin

binding globulin (TBG) dan kronik limfositik tiroiditis. Selain itu, ditemukan pula adanya autoimun tiroid pada anak dengan usia lebih dari 8 tahun yang menderita sindrom Down. 6. Umur ibu Wanita dengan usia lebih dari 35 tahun lebih berisiko melahirkan bayi dengan sindrom Down dibandingkan dengan ibu usia muda (kurang dari 35 tahun). Angka kejadian sindrom Down dengan usia ibu 35 tahun, sebesar 1 dalam 400 kelahiran. Sedangkan ibu dengan umur kurang dari 30 tahun, sebesar kurang dari 1 dalam 1000 kelahiran. Perubahan endokrin, seperti meningkatnya sekresi androgen, menurunnya kadar hidroepiandrosteron, menurunnya konsentrasi estradiol sistemik, perubahan konsentrasi reseptor hormon, dan hormon LH (Luteinizing Hormone) dan FSH (Follicular Stimulating Hormone) yang secara tiba-tiba meningkat pada saat sebelum dan selama menopause, dapat meningkatkan kemungkinan terjadinya nondisjunction. Patogenesis Kromosom adalah struktur seperti benang yang terdiri dari DNA dan protein lain. Kromosomkromosom itu ada di setiap sel tubuh dan membawa informasi genetik yang diperlukan oleh sel untuk berkembang. Gen adalah unit informasi yang dikodekan dalam DNA. Sel manusia normal memiliki 46 kromosom yang dapat disusun dalam 23 pasang. Dari 23 pasang, 22 sama untuk pria maupun wanita yang disebut dengan autosom. Pasangan kromosom ke-23 adalah kromosom kelamin (X dan Y). Setiap anggota dari sepasang kromosom membawa informasi yang sama, yang berarti bahwa gen yang sama berada di daerah yang sama pada kromosom. Namun, variasi gen (alel) mungkin terjadi. Contoh: informasi genetik untuk warna mata disebut gen, dan variasi untuk biru, hijau, dan lain-lain disebut alel. Ada dua cara pembelahan sel manusia. Yang pertama adalah pembelahan sel biasa (mitosis). Dengan cara ini, satu sel membelah menjadi dua sel yang memiliki jumlah dan tipe kromosom yang sama persis dengan kromosom sel induk. Yang kedua adalah pembelahan sel yang terjadi dalam ovarium dan testis (meiosis) dan terdiri dari satu sel yang membelah menjadi dua, dengan jumlah kromosom setengah dari jumlah kromosom sel induk. Jadi, normalnya sel telur dan sel sperma hanya memiliki 23 kromosom bukan 46. Ada banyak kesalahan yang dapat terjadi selama proses pembelahan sel. Pada meiosis, beberapa pasang kromosom membelah diri dan berpisah ke tempat yang berbeda, peristiwa ini disebut disjungsi. Namun, kadang-kadang salah satu pasang kromosom tidak membelah, dan seluruhnya pergi ke satu daerah. Ini berarti bahwa dalam sel-sel yang dihasilkan, seseorang akan memiliki 24 kromosom dan yang lain akan memiliki 22 kromosom. Peristiwa ini disebut dengan nondisjunction dan dapat terjadi pada meiosis I atau II (lebih sering terjadi pada meiosis I). Jika sperma atau sel telur dengan jumlah kromosom yang abnormal menyatu dengan pasangan normal, sel telur yang dibuahi akan memiliki jumlah kromosom yang abnormal. Pada sindroma Down, 95% dari semua kasus disebabkan oleh peristiwa ini, satu sel mempunyai dua kromosom 21, bukan satu sehingga sel telur yang dibuahi akan memiliki tiga kromosom 21. Oleh karena itu sering disebut dengan nama ilmiah,

trisomi 21. Penelitian terbaru telah menunjukkan bahwa dalam kasus ini, sekitar 90% dari sel-sel yang abnormal adalah sel telur. Penyebab kesalahan nondisjunction tidak diketahui, tetapi pastinya memiliki kaitan dengan usia ibu. Penelitian saat ini bertujuan untuk mencoba menentukan penyebab dan waktu terjadinya peristiwa nondisjunction.

Gambar : Proses meiosis (a) Proses meiosis normal, (b) Terjadi kesalahan pada meiosis I, (c) Terjadi kesalahan pada meiosis II. Sumber : Girirajan S. Parental-age effects in sindroma Down. USA: Journal of Genetiks 2009 Apr;88(1):1-7. 3-4% dari semua kasus trisomi 21 adalah karena Translokasi Robersonian. Dalam kasus ini, dua pembelahan terjadi di kromosom yang terpisah, biasanya pada kromosom 14 dan 21. Ada penataan ulang materi genetik sehingga beberapa dari kromosom 14 digantikan oleh kromosom 21 tambahan (ekstra). Jadi pada saat jumlah kromosom normal, terjadi triplikasi dari kromosom 21. Beberapa anak mungkin hanya terjadi triplikasi pada kromosom 21 bukan pada keseluruhan kromosom, yang biasa disebut dengan trisomi 21 parsial. Translokasi yang hasilkan dari trisomi 21 mungkin dapat diwariskan, jadi penting untuk memriksa kromosom orang tua dalam kasus ini untuk melihat apakah anak mungkin memiliki sifat pembawa (carrier). Sisa kasus trisomi 21 adalah karena kejadian mosaik. Orang-orang ini memiliki campuran garis sel, beberapa diantaranya memiliki sejumlah kromosom normal dan lainnya memiliki trisomi 21. Dalam mosaik sel, campuran ini terlihat berbeda dari jenis yang sama. Dalam mosaik jaringan, satu set sel, seperti semua sel darah mungkin memiliki kromosom normal dan juga tipe yang lain, seperti semua sel-sel kulit, mungkin memiliki trisomi 21. Kromosom adalah pemegang gen, dimana sejumlah kecil DNA diarahkan dalam hal produksi beragam materi yang dibutuhkan oleh tubuh. Pengarahan oleh gen ini disebut ekspresi gen. Pada trisomi 21, kehadiran sebuah gen tambahan menyebabkan overekspresi dari gen yang terlibat, sehingga meningkatkan produksi produk tertentu. Untuk sebagaian besar gen, overekspresi memiliki

pengaruh yang kecil karena adanya mekanisme tubuh yang mengatur gen dan produknya. Akan tetapi, gen yang menyebabkan sindroma Down tampaknya merupakan suatu pengecualian. Ada teori terkenal menyebutkan bahwa hanya sedikit bagian dari kromosom 21 yang sebenarnya benar-benar perlu ditriplikasi untuk membuat efek pada sindroma Down, yang disebut sebagai Down’s Syndrome Critical Region. Namun, region ini bukan merupakan satu daerah yang kecil, tetapi beberapa daerah yang kemungkinan besar tidak selalu berdampingan. Kromosom 21 mungkin benar-benar memegang 200-250 gen (menjadi kromosom yang terkecil dalam hal jumlah gen), tetapi diperkirakan bahwa hanya beberapa persen saja yang mengakibatkan ciri-ciri pada sindroma Down. Adanya Down’s Syndrome Critical Region (DSCR), sebuah segmen kecil pada kromosom 21 yang mengandung gen-gen yang bertanggung jawab pada ciri-ciri utama sindroma Down, telah mendominasi penelitian sindroma Down pada tiga dekade terakhir. Gen-gen yang terdapat pada daerah 5,4 Mb ini dikelompokkan menjadi DSCR1 dan DSCR2. Menurut Davies ae al. (2007) dalam Sommer dan Henrique-Silva (2008), DSCR1, yang sekarang diberi nama RCAN1 (Regulator of Calcineurin 1) di overekspresikan dalam otak fetus sindroma Down dan berinteraksi secara fisik dan fungsional dengan kalsineurin A, sebuah katalitik sub unit dari kalsium/calmodulin-dependent protein phosphatase. Menurut Fuentes et al. (1995) dalam Sommer dan Henrique-Silva (2008), RCAN1 yang banyak diekspresikan di otak dan jantung menunjukkan overekspresi itu berhubungan pada patogenesis sindroma Down, terutama retardasi mental dan / atau kelainan jantung. Sedangkan menurut Vidal-Taboada et al. (2000) dalam Sommer dan Henrique-Silva (2008), DSCR2 lebih banyak diekspresikan pada semua jaringan dan sel yang berproliferasi, seperti jaringan fetus, testis, dan sel kanker. Gen yang mungkin terlibat dalam terjadinya sindroma Down meliputi : a.

Superoxide Dismustase (SOD1) – overekspresi yang menyebabkan penuaan dini dan menurunnya fungsi sitem imun. Gen ini berperan dalam demensia tipe Alzheimer.

b.

COL6A1 – overekspresi yang menyebabkan cacat jantung.

c.

ETS2 – overekspresi yang menyebabkan kelainan tulang (abnormalitas skeletal).

d.

CAF1A – overekspresi yang dapat merusak sintesis DNA.

e.

Cystathione Beta Synthase (CBS) – overekspresi yang menyebabkan gangguan metabolisme dan perbaikan DNA.

f.

DYRK – overekspresi yang menyebabkan retardasi mental.

g.

CRYA1 – overekspresi yang menyebabkan katarak.

h.

GART – overekspresi yang menyebabkan gangguan sintesis dan perbaikan DNA.

i.

IFNAR – gen yang mengekspresikan interferon, overekspresi yang dapat mengganggu sistem kekebalan tubuh dan sistem organ lainnya.

Gen lainnya yang mungkin juga terlibat, diantaranya APP, GLUR5, S100B, TAM, PFKL, dan beberapa gen lainnya. Sekali lagi, penting untuk diketahui bahwa belum ada gen yang sepenuhnya terkait dengan setiap karakteristik yang berhubungan dengan sindroma Down. Manifestasi klinis Gambaran klinis penderita sindrom Down, yaitu mata sipit dengan sudut bagian tengah membentuk lipatan (epicanthal folds), mulut yang mengecil dengan lidah besar sehingga tampak menonjol keluar (macroglossia), bentuk kepala yang relatif lebih kecil dibandingkan dengan orang normal (microchephaly), rajah telapak tangan yang melintang lurus/horizontal (simian crease), penurunan tonus otot (hypotonia), jembatan hidung datar (depressed nasal bridge), bertubuh pendek, gangguan pendengaran, dagu yang lebih kecil (micrognatia), gigi lebih kecil dari normal (microdontia), jarak antara jari pertama dan kedua lebar.

PERKEMBANGAN NORMAL ANAK 0-12 BULAN

Milestone

Rentang usia anak dengan Rentang usia anak normal SD

Motorik kasar Duduk sendiri

6-30 bulan

5-9 bulan

Merangkak

8-22 bulan

6-12 bulan

Berdiri

12-39 bulan

8-17 bulan

Berjalan sendiri

12-48 bulan

9-18 bulan

Kata pertama

12-48 bulan

1-3 tahun

Dua frasa kata

2-7.5 tahun

15-32 bulan

Senyum responsif

1.5-5 bulan

1-3 bulan

Menggigit jari

10-24 bulan

7-14 bulan

Meminum dari cangkir tanpa

12-32 bulan

9-17 bulan

13-39 bulan

12-20 bulan

2-7 tahun

16-42 bulan

3.5-8.5 tahun

3.25-5 tahun

Bahasa

Personal-Sosial

bantuan Menggunakan sendok Bowel control Memakai baju sendiri

Analisis Masalah 1. Bagaimana perkembangan normal anak usia 12 bulan? Motorik kasar: berdiri tanpa berpegangan, berjalan beberapa langkah secara bebas Motorik halus: memasukkan benda ke dalam wadah yang berlubang besar Bahasa: menggunakan kata-kata “mama”, atau “dada”, berespon terhadap perintah sederhana, misalnya “kemarilah” Personal-sosial: bermain dengan orang lain 2. Apa makna klinis “Selama hamil ibu tidak ada keluhan dan periksan kehamilan ke bidan 3 kali”? (deteksi dini Sindrom Down) Makna klinis dari “Selama hamil ibu tidak ada keluhan dan periksa kehamilan ke bidan 3 kali” adalah tidak terdeteksinya kelainan kromosom (Sindroma Down) pada masa kehamilan. Diagnosis prenatal menggunakan amniosentesis dan biopsi vili korialis harus ditawarkan pada semua perempuan yang akan berusia 35 tahun atau lebih saat melahirkan. Pada perempuan berusia kurang dari 35 tahun, identifikasi kelompok berisiko dapat menggunakan pendekatan perempuan berusia 35 tahun, namun harus ditawarkan juga untuk melakukan skrining serum ibu untuk alpha-fetoprotein, unconjugated estriol, inhibin A, dan human chorionic gonadotropin;

sedangkan untuk kelompok perempuan yang dinilai memiliki risiko setinggi perempuan berusia 35 tahun harus ditawarkan amniosentesis.

3. Apa makna klinis dari kalimat diatas? Amri mengalami keterlambatan dalam tahap perkembangan. 4. Bagaimana karakteristik kuning fisiologis dan patologis? Fisiologis Mulai onset

Timbul setelah hari kedua atau Ikterus terjadi dalam 24 jam ketiga setelah bayi lahir

Bilirubin

Patologis

pertama setelah bayi lahir

 Kadar bilirubin direk tidak  Kadar bilirubin direk lebih lebih dari 1 mg%

dari 1 mg%

 Kadar bilirubin indirek tidak  >10 mg% pada neonatus lebih dari 10 mg% pada

cukup bulan atau >12,5

neonates cukup bulan dan

mg% pada neonates kurang

12,5 mg% pada neonatus

bulan.

kurang bulan

 Peningkatan

 Peningkatan bilirubin tidak

bilirubin

melebihi 5 mg% per hari.

melebihi 5 mg% per hari. Kernicterus

Jarang

Perbaikan

Mulai hilang setelah usia 7 Ikterus dapat menetap setelah hari

Sering

2 minggu pertama

5. Apa hubungan gangguan pendengaran dan Sindroma Down? Pada pasien dengan sindroma down, prevalensi terjadinya gangguan pendengaran adalah 38-78%. Sindroma down memiliki risiko lebih tinggi untuk mengalami gangguan pendengaran tipe konduktif (sifat sementara) akibat infeksi telinga tengah, dan gangguan sensorineural (sifat gangguan permanen) akibat kelainan pada koklea. Pada anak, gangguan pendengaran tipe konduktif sering terjadi karena adanya penumpukan cairan di ruang belakang gendang telinga/telinga tengah (OME/glue ear). Hal ini juga dapat terjadi karena penumpukan ear wax ataupun infeksi telinga yang berulang.

Daftar Pustaka Kliegman RM, Behrman RE, Jenson HB. 2018. Kelainan Kromosom, dalam Nelson Ilmu Kesehatan Anak Esensial Edisi Update Keenam. Indonesia: Elsevier.

More Documents from "dita"