428220_19874_aldo-anmal Dan Li Skenario A.docx

  • Uploaded by: dita
  • 0
  • 0
  • December 2019
  • PDF

This document was uploaded by user and they confirmed that they have the permission to share it. If you are author or own the copyright of this book, please report to us by using this DMCA report form. Report DMCA


Overview

Download & View 428220_19874_aldo-anmal Dan Li Skenario A.docx as PDF for free.

More details

  • Words: 1,650
  • Pages: 7
Nama NIM Kelompok

: Aldo Aulia Rahman : 04011281621157 : B3

Analisis Masalah 1. Apa saja fungsi luhur yang terganggu pada Ny.Y? Berdasarkan informasi yang tertera pada scenario yakni: “Dia sering tidak mengenali orang-orang terdekat dengannya. Seringkali dia tersesat bila mau pulang ke rumah. Penderita juga sering lupa waktu makan dan mandi. Menurut anak dan suaminya, makanan yang beliau masak sekarang terasa tidak enak padahal sebelumnya Ny. Y sangat pandai memasak. Kejadian ini sudah berlangsung selama 6 bulan.” Dapat ditemukan penurunan fungsi memori yang apabila dikelompokkan dalam jenis ingatan berdasarkan jangka waktu meliputi gangguan memori jangka pendek (sering tersesat saat pulang, sering lupa membawa belanjaan) dan gangguan memori jangka panjang (tidak mengenali orang-orang terdekat, rasa masakan yang menjadi tidak enak). Sedangkan apabila berdasarkan jenis bentuk ingatan ditemukan gangguan pada ingatan deklaratif (sering tersesat saat pulang, lupa membawa serta belanjaan saat pulang, dan lupa dengan orang-orang terdekat) dan gangguan ingatan procedural (rasa masakan yang tidak seenak biasanya). 2. Apa interpretasi dari hasil MMSE di atas? (Pemeriksaan kognitif: MMSE 17/30) Nilai normal untuk MMSE adalah 24-30. Gejala awal demensia apabila didapatkan nilainya kurang dari 27 terutama pada berpendidikan tinggi. Berikut ini rentang nilai MMSE berikut interpretasinya,

  

0-17 : Kelainan kognitif berat 18-23 : Kelainan kognitif ringan 24-30 : Tidak ada kelainan kognitif

3. Bagaimana mekanisme terjadinya abnormalitas pada hasil MMSE di atas? GDS 260 mg/dl, kolestrol total 230 mg%, TG 190 mg%, LDL 210 mg%. -> terjadi perforasi dan oklusi arteriole pada otak-> rupture arteriole-> Terbentuk infark lakunar di lobus temporalis kiri-> tubuh lemah sebelah kanan dan mulai mengalami penurunan fungsi memori.

Learning Issues Fungsi luhur dan pemeriksaan fungsi luhur a. Memori Memori terbagi menjadi beberapa jenis berdasarkan jangka waktu dan bentuk ingatan. Berdasarkan jangka waktu, ingatan terbagi sebagai berkut,

1. Immediate memory adalah memori segera merta merupakan pemanggilan setelah rentang-waktu beberapa detik, seperti pada pengulangan deretan angka. 2. Short-term memory adalah memori jangka pendek. Memori baru mengacu pada kemampuan pasien untuk mengingat kejadian yang baru terjadi, kejadian sehari-hari dalam interval beberapa menit, jam atau hari. 3. Long-term memory adalah memori jangka panjang yaitu kemampuan mengumpulkan fakta atau kejadian yang terjadi bertahun-tahun sebelumnya. 4. Gangguan memori disebut amnesia yaitu deficit memori yang relative terbatas (terisolasi). Amnesia anterograde yaitu ketidakmampuan mempelajari materi baru setelah jejas otak sedangkan amnesia retrograde berarti amnesia terhadap kejadian sebelum terjadinya jejas atau insult otak. Berdasarkan bentuk, ingatan terbagai menjadi, 1. Ingatan deklaratif adalah ingatan yang kita munculkan kembali ke kesadaran untuk digunakan dengan sengaja, artinya ketika berusaha mengingat sesuatu kita melakukannya dengan sadar.Contoh ingatan deklaratif seperti alamat rumah, nama orang, nama benda, dll. Wilayah dari otak dimana ingatan deklaratif disimpan adalah lobus temporal. 2. Ingatan procedural adalah ingatan yang memungkinkan kita mengerjakan sesuatu tanpa harus berpikir. Contohnya saat kita berjalan, berbicara, memasak, membersihkan rumah, mandi, dll. Dalam aktivitas ini kita tidak lagi direpotkan bagaimana kita me-recall ingatan jangka panjang kita tentang kata-kata, cara merangkai kata, arti kata, cara melangkah, dan lain sebagainya, hal ini berjalan secara otomatis tanpa harus menghadirkan kesadaran Kemampuan menyimpan ingatan diatur oleh Korteks. Asosiasi limbic otak dan hemisfer kiri dan kanan. Korteks. Asosiasi limbic otak bertanggungjawab mengendalikan motivasi, aspek emosional-afektif dan perilaku. kerusakan lobus limbik memberikan efek halusinasi olfaktori seperti pada bangkitan parsia komplek. Agresif / kelakuan antisosisal, tidak mampu untuk menjaga memori baru. Hemisfer kiri dan kanan lobus temporalis kiri dan kanan adalah pusat untuk memori. Lesi pada Lobus non - dominan akan menyebabkan anosognosia (denies), dressing apraksia, geografikal agnosia, konstruksional apraksia sedangkan lesi pada lobus dominan : Gerstsman sindroma : left & right disorientation, finger agnosia, akalkuli dan agrafia.

b. Kognitif Fungsi kognitif merupakan bagian dari fungsi kortikal luhur, dimana pengetahuan fungsi kognitif luhur mengaitkan tingkah laku manusia dengan sistem saraf. Fungsi kognitif terdiri dari kemampuan atensi, bahasa, memori, visuospasial dan fungsi eksekutif. Gangguan fungsi kognitif terjadi ketika salah satu atau lebih fungsi kognitif mengalami kerusakan. c. Bahasa

Bahasa merupakan perangkat dasar komunikasi dan modalitas dasar yang membangun kemampuan fungsi kognitif. Jika terdapat gangguan bahasa, pemeriksaan kognitif seperti memori verbal dan fungsi eksekutif akan mengalami kesulitan atau tidak dapat dilakukan. Fungsi bahasa meliputi 4 parameter, yaitu : Kelancaran Kelancaran mengacu pada kemampuan untuk menghasilkan kalimat dengan panjang, ritme dan melodi yang normal. Metode yang dapat membantu menilai kelancaran pasien adalah dengan meminta pasien menulis atau berbicara secara spontan. Pemahaman Pemahaman mengacu pada kemampuan untuk memahami suatu perkataan atau perintah, dibuktikan dengan kemampuan seseorang untuk melakukan perintah tersebut. Pengulangan Kemampuan seseorang untuk mengulangi suatu pernyataan atau kalimat yang diucapkan seseorang. Penamaan Merujuk pada kemampuan seseorang untuk menamai suatu objek beserta bagianbagiannya. Gangguan bahasa sering terlihat pada lesi otak fokal maupun difus, sehingga merupakan gejala patognomonik disfungsi otak. Penting bagi klinikus untuk mengenal gangguan bahasa karena hubungan yang spesifik antara sindroma afasia dengan lesi neuroanatomi. d. Visuospasial Kemampuan visuospasial merupakan kemampuan konstruksional seperti menggambar atau meniru berbagai macam gambar (misal : lingkaran, kubus) dan menyusun balok-balok. Semua lobus berperan dalam kemampuan konstruksi dan lobus parietal terutama hemisfer kanan berperan paling dominan. Menggambar jam sering digunakan untuk skrining kemampuan visuospasial dan fungsi eksekutif dimana berkaitan dengan gangguan di lobus frontal dan parietal. e. Emosi Teori James Lange Emosi adalah persepsi tentang perubahan tuubuh. James menyatakan bahwa emosi adalah ketika kita merasa sedih, ketika menangis, marah, ketakutan. James dan carl mengusulkan gagasan mengenai rangkaian kejadian pada emosi. Individu menerima situasi dan menghasilkan emosi. Individu bereaksi pada situasi dan memperhatikannya.

Persepsi terhadap reaksi menjadi dasar untuk emosi yang dirasakan. Pengalaman emosi dirasa terjadi setelah perubahan tubuh yang dilakukan oleh sistem saraf otonom. Teori Cannon Bard Emosi yang dirasakan dan respon dari tubu hmerupakan keadaan yang berdiri sendiri. Cannon mengajukan pendekatan untuk melihat adanya hubungan antara keadaan tubuh dan emosi yang dirasakan melalui riset. Cannon kemudian menyatakan bahwa emosi merupakan apa yang dirasakan dan reaksi tubuh dalam emosi saling bergantung. Menurut teori ini, emosi dihasilkan dari stimulus luar kemudian mengaktifkan hipotalamus. Hipotalamus mengirim output ke dua arah, yaitu (1) organ dalam tubuh dan otot otot eksternal untuk tubuh berekspresi. (2) ke korteks serebral dimana pola diterima sebagai emosi yang dirasakan. Berbeda dengan teori sebelumnya, teori ini menyatakan bahwa perasaan dan reaksi tubuh berdiri sendiri sendiri. Teori Kognitif tentang Emosi Teori ini memandang emosi sebagai hasil interpretasi kognitif dari rangsangan luar atau dalam tubuh. Proses interpretasi kognitif dalam teori ini dibagi menjadi dua, yaitu (1) Interpretasi stimuli dari lingkungan. Informasi dari stumulus pertama kali menuju ke korteks untuk diinterpretasikan berdasarkan pengalaman masa lampau dan masa kini. Kemudian pesan tersebut disampaikan pada sistem limbik dan sistem saraf otonom yang menghasilkan respon fisiologis. Contohnya apabila seseorang yang kamu anggap buruk datang padamu, maka perasaan cemas atau takut sudah dirasakan. Namun apabila sahabat baik Anda datang maka perasaan bahagia muncul. (2) Teori ini menekankan pada strimuli internal dalam tubuh. Namun hal ini berlanjut pada interpretasi kognitif dari stimuli, dimana lebih penting daripada stimuli internal itu sendiri. Teori Emosi dan Motivasi Emosi dan motivas berjalan beriringan atau bersamaan. Emosi ditempatkan sebagai suatu rangkaian dari emosi. Emosi merupakan bagian dari motif motif atu dorongan. Tomkins mengungkapkan bahwa emosi merupakan energi bagi dorongan dorongan yang selalu muncul bersama. Menurut Leeper garis pemisahnya sangat tipis yaitu seperti ketakutan. Ketakutan merupakan emosi tetapi juga motif pendorong perilaku. Orang merasa takut dan terdorong melakukan perilaku yang memiliki tujuan tertentu.

Berikut ini aspek-aspek yang menyusun emosi manusia, Mood : (Suatu emosi yang meresap dan bertahan yang mewarnai persepsi seseorang terhadap dunianya) : Bagaimana pasien menyatakan perasaannya, kedalaman, intensitas, durasi, fluktuasi suasana perasaan–depresi, berputus asa (despairing), mudah tersinggung (irritable), cemas, menakutkan (terrify), marah, meluap-luap (expansived), euforia, hampa, rasa bersalah, perasaan kagum (awed), sia-sia (futile), merendahkan diri sendiri (self– contemptuous), anhedonia, alexithymic Afek : (ekspresi keluar dari pengalaman dunia dalam pasien), Bagaimana pemeriksa menilai afek pasien–luas, terbatas, tumpul atau datar, dangkal (shallow), jumlah dan kisaran dari ekspresi perasaan ; sukar dalam memulai, menahan (sustaining) atau mengakhiri respons emosinal, ekspresi emosi serasi dengan isi pikiran, kebudayaan, Keserasian : keserasian respon emosional pasien dapat dinilai dalam hubungan dengan masalah yang sedang dibahas oleh pasien. Sebagai contoh, pasien paranoid yang melukiskan waham kejarnya harus marah atau takut tentang pengalaman yang sedang terjadi pada mereka. Afek yang tidak serasi, ialah suatu mutu respons yang ditemukan pada beberapa pasien skizofrenia; afeknya inkongruen dengan topik yang sedang mereka bicarakan. (contohnya : mereka mempunyai afek yang datar ketika berbicara tentang impuls membunuh). Ketidak serasian juga mencerminkan tarap hendaya dari pasien untuk mempertimbangkan atau pengendalian dalam hubungan dengan respons emosional. f. Pemeriksaan MMSE Tes Mini Mental State Examination (MMSE) diperkenalkan pertama kali oleh M.F. Folstein (1971). Namun test tersebut di desain ulang dan dipopulerkan ke publik oleh ketiga orang Psikiatris yang bernama Marshal F. Folstein, Susan Folstein, and Paul R. McHugh pada tahun 1975. Dalam pemeriksaan neuropsikologi pasien, penilaian penurunan derajat kognitif harus menggunakan test MMSE (Mini Mental State Exam), dimana test itu memberikan penilaian mental dan perilaku pasien yang meliputi lima bagian pokok yaitu: 1.

Atensi

2.

Bahasa

3.

Memori

4.

Visual ruang

5.

Fungsi eksekutif

Test ini juga bermanfaat dalam memperkirakan tingkat keparahan dan perkembangan kognitif pasien. Test tersebut berlangsung selama 10 menit yang terdiri dari registrasi, atensi, kalkulasi, recall, bahasa dan kemampuan orientasi dan perintah sederhana. MMSE digunakan sebagai alat untuk mendeteksi adanya gangguan kognitif pada seseorang/individu, mengevaluasi perjalanan suatu penyakit yang berhubungan dengan proses penurunan kognitif dan memonitor respon terhadap pengobatan.

Nilai MMSE dipengaruhi dipengaruhi oleh faktor sosio demografi, behavior dan lingkungan. MMSE menilai fungsi-fungsi kognitif secara kuantitatif dengan skor maksimal adalah 30. Berdasarkan skor atau nilai tersebut, status kognitif pasien dapat digolongkan menjadi 3 yaitu: 1. Status kognitif normal (nilai 24-30), 2.

Probable gangguan kognitif (nilai 17-23) dan

3.

Definite gangguan kognitif (nilai 0-16).

Pada test MMSE, gangguan kognitif pasien bisa ditegakkan bila didapatkan nilai MMSE 0-23, yaitu meliputi kriteria probable dan definite gangguan kognitif

Lampiran form tes terpisah

Daftar Pusaka Maslim, R. 2015. Buku Saku Diagnosis Gangguan Jiwa. Rujukan Ringkas Dari PPDGJ-III. Jakarta. Elvira, S.D dan Hadikusanto, D, 2010. Buku Ajar Psikiatri. Jakarta : Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. Maramis, W.F. 2004. Catatan Ilmu Kedokteran jiwa. Surabaya : Airlangga. universitas Press.

Related Documents


More Documents from ""