Bab V Niar.docx

  • Uploaded by: Ninda Lsw
  • 0
  • 0
  • November 2019
  • PDF

This document was uploaded by user and they confirmed that they have the permission to share it. If you are author or own the copyright of this book, please report to us by using this DMCA report form. Report DMCA


Overview

Download & View Bab V Niar.docx as PDF for free.

More details

  • Words: 3,760
  • Pages: 21
BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Hasil Penelitian 1. Gambaran Umum Lokasi Penelitian a. Letak Geografis Rumah Sakit Umum Daerah Kabupaten Bombana didirikan pada tahun 2005 dengan luas lahan : 23.796 M², dan luas bagunan : 4.769 M². Mulai beroperasi pada bulan Juni tahun 2006 dan diresmikan pada tanggal 9 Februari tahun 2007 oleh Drs. H. Yusran A. Silondae, MSi. sebagai PLT Gubernur Sulawesi Tenggara saat itu. Adapun batas-batas wilayah dari Puskesmas Ranomeeto antara lain : 1. Sebelah Utara berbatasan dengan Kabupaten Kolaka. 2. Sebelah Timur berbatasan dengan Kabupaten Buton. 3. Sebelah Selatan berbatasan dengan Laut Flores 4. Sebelah Barat berbatasan dengan Teluk Bone b. Visi, Misi Fungsi dan Upaya 1. Visi Terwujudnya RSUD Kabupaten Bombana sebagai Rumah Sakit unggulan di wilayah Bombana dan sekitarnya yang mengutamakan kualitas pelayanan yang prima dan terjangkau oleh masyarakat.

44

2. Misi a) Menyelenggarakan

pelayanan

kesehatan

yang

prima

dan

terjangkau oleh masyarakat b) Meningkatkan kualitas sumber daya dan profesionalisme petugas rumah sakit melalui pendidikan dan pelatihan c) Mengupayakan peningkatan pembangunan fisik RSUD Kabupaten Bombana secara terus menerus sesuai kebutuhan masyarakat. d) Menyelenggarakan sistem pelayanan RSUD Kabupaten Bombana yang berdaya guna serta berhasil guna bagi pengembangan pelayanan dan petugasnya c. Sarana Penunjang Dalam

menunjang

pelaksanaan

kegiatan,

RSUD

Kabupaten

Bombana dilengkapi dengan beberapa unit : 1. Mobil Ambulance

: 2 Unit

2. Motor

: 16 Unit

a. Milik RSUD

: 14 Unit

(12 Kondisi baik dan 2 Kondisi

rusak berat) b. Pinjam pakai dari Dinkes 3. Mobil operasional

: 2 Unit kondisi baik : 5 Unit

a. Dokter Spesialis : 4 Unit b. Direktur

: 1 Unit

4. Komputer

: 31 Unit (25 Unit baik dan 6 Unit rusak berat)

5. Laptop

: 15 Unit ( 12 Unit baik dan 3 Unit rusak berat).

45

2. Karakteristik Responden a. Umur Responden Distribusi Responden menurut umur dapat terlihat pada tabel 1 berikut: Tabel 1. Distribusi Responden Berdasarkan Kelompok Umur Di Poli Anak RSUD Kabupaten Bombana Kelompok Umur n (bulan) 1. 6-16 2 2. 17-27 2 3. 28-38 12 4. 39-49 9 5. 50-60 6 Total 31 Sumber : Data primer diolah Agustus 2017 No.

% 6,45 6,45 38,7 29,0 19,3 100

Tabel 1, menunjukkan bahwa dari 31 responden kelompok umur terbanyak yaitu terdapat pada umur 28-38 bulan yang berjumlah 12 orang (38,7%) dan paling sedikit berada pada kelompok 6-16bulan dengan jumlah 2 orang (6,45%). b. Jenis Kelamin Distribusi Responden menurut jenis kelamin dapat terlihat pada tabel 2 berikut: Tabel 2. Distribusi Responden Menurut Kelompok Jenis Kelamin Di Poli Anak RSUD Kabupaten Bombana No. 1. 2.

Jenis Kelamin

n

Laki-Laki 13 Perempuan 18 Total 31 Sumber : Data primer diolah Agustus 2017

% 41,9 58,1 100

46

Tabel 2, menunjukkan bahwa dari 31 responden jumlah terbanyak pada responden dengan jenis kelamin perempuan yakni 18 responden (58,1%) sedangkan laki-laki berjumlah 13 responden (41,9%). c. Pendidikan Ibu Responden Distribusi Pendidikan Ibu Responden dapat terlihat pada tabel berikut: Tabel 3. Distribusi Berdasarkan Pendidikan Ibu Balita di Di Poli Anak RSUD Kabupaten Bombana No. 1. 2. 3. 4.

Pendidikan n SD 2 SMP 6 SMA 14 PT 9 Total 31 Sumber : Data primer diolah Agustus 2017

% 6,5 19,3 45,2 29,0 100

Tabel 3, menunjukkan bahwa dari 31 responden yang tamat pendidikan SD berjumlah 2 responden (6,5%), tamat pendidikan SMP berjumlah 6 orang (19,3%), tamat pendidikan SMA berjumlah 14 orang (45,2%), dan tamat perguruan tinggi berjumlah 9 orang (29,0%). 3. Univariat a. Kelengkapan Imunisasi Distribusi Kelengkapan Imunisasi pada Responden di Di Poli Anak RSUD Kabupaten Bombana dapat terlihat pada tabel 4 berikut. Tabel 4. Distribusi Kelengkapan Imunisasi di Di Poli Anak RSUD Kabupaten Bombana No. Kelengkapan Imunisasi 1. 2.

n

Lengkap 18 Tidak Lengkap 13 Total 31 Sumber : Data primer diolah Agustus 2017

% 58,1 41,9 100 47

Berdasarkan tabel di atas, diperoleh bahwa dari 31 responden yang memiliki status imunisasi lengkap berjumlah 18 responden (58,1%) dan yang responden dengan status imunisasi yang tidak lengkap berjumlah 13 responden (41,9%). b. Status Gizi Distribusi Status Gizi responden di Poli Anak RSUD Kabupaten Bombana dapat terlihat pada tabel 5 berikut. Tabel 5. Distribusi Responden Berdasarkan Status Gizi di Poli Anak RSUD Kabupaten Bombana No. 1. 2.

Status Gizi n Baik 16 Kurang 15 Total 31 Sumber : Data primer diolah Agustus 2017

% 51,6 48,4 100

Berdasarkan tabel di atas, diperoleh bahwa dari 31 responden memiliki status gizi baik berjumlah 16 responden (51,6%) dan yang memiliki status gizi kurang berjumlah 15 responden (48,4%). c. Anggota keluarga yang merokok Distribusi anggota keluarga yang merokok berdasarkan pernyataan responden di Poli Anak RSUD Kabupaten Bombana dapat terlihat pada tabel 6 berikut. Tabel 6. Distribusi Responden Berdasarkan Keberadaan Anggota Keluarga yang Merokok di Poli Anak RSUD Kabupaten Bombana No. 1. 2.

Anggota Keluarga yang merokok Tidak ada Ada Total Sumber : Data primer diolah Agustus 2017

n 16 15 31

% 48,4 51,6 100

48

Berdasarkan tabel di atas, diperoleh bahwa dari 31 responden yang memiliki atau terdapat anggota keluarga yang merokok didalam rumah berjumlah 16 responden (48,4%) sedangkan responden yang megatakan tidak memiliki anggota keluarga yang merokok berjumlah 15 responden (51,6%). d. Kejadian ISPA Distribusi kejadiaan ISPA pada balita

di Poli Anak RSUD Kabupaten

Bombana dapat terlihat pada tabel 7 berikut. Tabel 7. Distribusi Kejadian ISPA pada Balita di Poli Anak RSUD Kabupaten Bombana No.

Kejadian ISPA

n

1. 2.

Menderita 13 Tidak Menderita 18 Total 31 Sumber : Data primer diolah Agustus 2017

% 51,6 48,4 100

Berdasarkan tabel di atas, diperoleh bahwa dari 31 responden yang menderita ISPA berjumlah 13 responden (51,6%) sedangkan responden yang tidak menderita ISPA berjumlah 18 responden (48,4%). 4. Analisis Bivariat a. Hubungan Kelengkapan Imunisasi dengan Kejadian ISPA pada Balita Hubungan Kelengkapan Imunisasi dengan Kejadian ISPA pada Balita di Poli Anak RSUD Kabupaten Bombana, terlihat pada tabel 8 berikut.

49

Tabel 8. Analisis Hubungan Kelengkapan Imunisasi dengan Kejadian ISPA pada Balita di Poli Anak RSUD Kabupaten Bombana Kejadian ISPA Jumlah X2 X2 Tidak Menderita tabel hitung n % n % n % 1. Lengkap 14 77,8 4 22,2 18 100 2. Tidak 4 30,8 9 69,2 13 100 3,841 5,056 Total 18 58,1 13 41,9 31 100 Sumber : Data primer diolah Agustus 2017 Kelengkapan No Imunisasi

phi

0,47

Tabel 8, menunjukkan bahwa dari 31 responden, terdapat 18 responden dengan status imunisasi yang lengkap dan 13 responden dengan status imunisasi yang tidak lengkap. Dari 18 responden dengan status imunisasi yang lengkap, terdapat 14 responden yang tidak menderita ISPA (77,8%) dan 4 responden yang menderita ISPA. Selanjutnya dari 13 responden dengan status imunisasi yang tidak lengkap, terdapat 4 responden (30,8%) yang tidak menderita ISPA dan 9 responden (69,2%) yang menderita ISPA. Hasil uji statistik Chi-square yang dilakukan diperoleh nilai X2 hitung > X2 tabel (5,056 > 3,841), jadi Ho ditolak. Berdasarkan kriteria penilaian analisis bivariat, Ho ditolak Ha diterima. Ini berarti ada hubungan antara kelengkapan imunisasi dengan kejadian ISPA pada Balita di ruang Poli Anak RSUD Kabupaten Bombana. Hasil uji koefisien phi menunjukkan kekuatan hubungan status gizi terhadap kejadian ISPA sebesar 0,47. Hal ini menunjukan bahwa ada hubungan sedang antara kelengkapan imunisasi dengan kejadian ISPA padna Balita di ruang Poli Anak RSUD Kabupaten Bombana. 50

b. Hubungan Status Gizi dengan Kejadian ISPA pada Balita Hubungan Status Gizi dengan Kejadian ISPA pada Balita di Poli Anak RSUD Kabupaten Bombana, terlihat pada tabel 9 berikut. Tabel 9. Analisis Hubungan Status Gizi dengan Kejadian ISPA pada Balita di Poli Anak RSUD Kabupaten Bombana Kejadian ISPA Jumlah X2 X2 Tidak Menderita tabel hitung n % n % n % 1. Baik 13 81,2 3 18,8 16 100 2. Kurang 5 33,3 10 66,7 15 100 3,841 5,465 Total 18 58,1 13 41,9 31 100 Sumber : Data primer diolah Agustus 2017 No Status Gizi

phi

0,48

Tabel 9, menunjukkan bahwa dari 31 responden, terdapat 16 responden dengan status gizi yang baik dan 15 responden dengan status gizi yang kurang. Dari 16 responden dengan status gizi yang baik, terdapat 13 responden (81,2%) yang tidak menderita ISPA

dan 3 responden

(18,8%) yang menderita ISPA. Selanjutnya dari 15 responden dengan status gizi yang kurang, terdapat 5 responden (33,3%) yang tidak menderita ISPA dan 10 responden (66,7%) yang menderita ISPA. Hasil uji statistik Chi-square yang dilakukan diperoleh nilai X2 hitung > X2 tabel (5,465 > 3,841), jadi Ho ditolak. Berdasarkan kriteria penilaian analisis bivariat, Ho ditolak Ha diterima. Ini berarti ada hubungan antara status gizi dengan kejadian ISPA pada Balita di ruang Poli Anak RSUD Kabupaten Bombana. Hasil uji koefisien phi menunjukkan kekuatan hubungan status gizi terhadap kejadian ISPA sebesar 0,48. Hal ini menunjukan bahwa ada

51

hubungan sedang antara status gizi dengan kejadian ISPA pada Balita di ruang Poli Anak RSUD Kabupaten Bombana. c. Hubungan Keluarga yang merokok dengan Kejadian ISPA pada Balita Hubungan Anggota Keluarga yang merokok dengan Kejadian ISPA pada Balita di Poli Anak RSUD Kabupaten Bombana, terlihat pada tabel 10 berikut. Tabel 10. Analisis Hubungan Anggota Keluarga yang Merokok dengan Kejadian ISPA pada Balita di Poli Anak RSUD Kabupaten Bombana Kejadian ISPA Jumlah X2 X2 Tidak Menderita tabel hitung n % n % n % 1. Tidak Ada 13 86,7 2 13,3 15 100 2. Ya 5 31,2 11 68,8 16 100 3,841 7,621 Total 18 58,1 13 41,9 31 100 Sumber : Data Primer diolah Agustus 2017 No

Keluarga yang Merokok

phi

0,56

Tabel 10 menunjukkan bahwa dari 31 responden, terdapat 15 responden yang mengatakan tidak ada anggota keluarga yang merokok dirumah dan 16 responden mengatakan bahwa terdapat anggota keluarga yang merokok didalam rumah. Dari 15 responden yang mengatakan tidak ada anggota keluarga yang merokok dirumah, terdapat 13 responden (86,7%) yang tidak menderita ISPA

dan 2 responden (13,3%) yang

menderita ISPA. Selanjutnya dari 16 responden mengatakan bahwa terdapat anggota keluarga yang merokok didalam rumah, terdapat 5 responden (31,2%) yang tidak menderita ISPA dan 11 responden (68,8%) yang menderita ISPA.

52

Hasil uji statistik Chi-square yang dilakukan diperoleh nilai X2 hitung > X2 tabel (7,621 > 3,841), jadi Ho ditolak. Berdasarkan kriteria penilaian analisis bivariat, Ho ditolak Ha diterima. Ini berarti ada hubungan antara anggota keluarga yang merokok dengan kejadian ISPA pada Balita di ruang Poli Anak RSUD Kabupaten Bombana. Hasil uji koefisien phi menunjukkan kekuatan hubungan status gizi terhadap kejadian ISPA sebesar 0,56. Hal ini menunjukan bahwa ada hubungan kuat antara anggota keluarga yang merokok dengan kejadian ISPA pada Balita di ruang Poli Anak RSUD Kabupaten Bombana. B. Pembahasan 1. Hubungan Kelengkapan Imunisasi dengan Kejadian ISPA pada Balita Imunisasi adalah pemberian imunitas (kekebalan) tubuh terhadap suatu penyakit dengan memsakukkan sesuatu ke dalam tubuh agar tubuh tahan terhadap penyakit yang sedang mewabah atau berbahaya bagi manusia. Bayi dan balita yang mempunyai status imunisasi lengkap bila menderita ISPA dapat diharapkan perkembangan penyakitnya tidak akan menjadi berat. Ketidakpatuhan imunisasi berhubungan dengan peningkatan penderita ISPA, hal ini sesuai dengan peneliti lain yang mendapatkan bahwa imunisasi yang lengkap dapat memberikan peranan yang cukup berarti dalam mencegah kejadian ISPA (Maryunani, 2010). Hasil penelitian menunjukkan bahwa dari 31 responden, terdapat 18 responden dengan status imunisasi yang lengkap dan 13 responden dengan status imunisasi yang tidak lengkap. Dari 18 responden dengan status 53

imunisasi yang lengkap, terdapat 14 responden yang tidak menderita ISPA (77,8%) dan 4 responden yang menderita ISPA. Selanjutnya dari 13 responden dengan status imunisasi yang tidak lengkap, terdapat 4 responden (30,8%) yang tidak menderita ISPA dan 9 responden (69,2%) yang menderita ISPA. Rentannya penularan penyakit pada balita akan mempengaruhi kekebalan tubuh balita itu sendiri. Hasil penelitian yang berhubungan dengan status imunisasi menunjukan bahwa ada kaitan antara penderita ISPA yang mendapatkan imunisasi lengkap dan tidak lengkap. Imunisasi dasar lengkap untuk pencegahan ISPA yaitu melakukan imunisasi lengkap (Campak dan DPT), sedangkan yang tidak lengkap apabila dalam imunisasi wajib tidak melakukan imunisasi salah satu imunisasi Campak dan DPT (DepKes RI, 2002). Hasil uji statistik Chi-square yang dilakukan diperoleh nilai X2 hitung > X2 tabel (5,056 > 3,841), jadi Ho ditolak. Berdasarkan kriteria penilaian analisis bivariat, Ho ditolak Ha diterima. Ini berarti ada hubungan antara kelengkapan imunisasi dengan kejadian ISPA pada Balita di ruang Poli Anak RSUD Kabupaten Bombana. Hasil uji koefisien phi menunjukkan kekuatan hubungan status gizi terhadap kejadian ISPA sebesar 0,47. Hal ini menunjukan bahwa ada hubungan sedang antara kelengkapan imunisasi dengan kejadian ISPA pada Balita di ruang Poli Anak RSUD Kabupaten Bombana. Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Oktaviani (2014) yang 54

menemukan bahwa ada hubungan antara imunisasi dengan kejadian ISPA pada balita (p=0,005 < 0,05) di Puskesmas Garuda Kota Bandung. Pemberian imunisasi dapat mencegah berbagai jenis penyakit infeksi termasuk ISPA. Untuk mengurangi faktor yang meningkatkan mortalitas ISPA, diupayakan imunisasi lengkap terutama DPT dan Campak. Bayi dan balita yang mempunyai status imunisasi lengkap bila menderita ISPA dapat diharapkan perkembangan penyakitnya tidak akan menjadi berat. Ketidakpatuhan imunisasi berhubungan dengan peningkatan penderita ISPA, hal ini sesuai dengan peneliti lain yang mendapatkan bahwa imunisasi yang lengkap dapat memberikan peranan yang cukup berarti dalam mencegah kejadian ISPA ( Maryunani, 2010 ). Imunisasi DPT dan campak merupakan imunisasi yang berkontribusi dengan penyakit ISPA. DPT (difteri, anti infeksi saluran pernafasan), pertusis (untuk batuk rejan dan etanus), merupakan penyakit yang bersifat toxinmediated, toksin yang dihasilkan kuman (melekat pada bulu getar saluran nafas atas) akan melumpuhkan bulu getar tersebut, sehingga menyebabkan gangguan aliran sekret pernafasan, dan berpotensi menyebabkan ISPA. Sehingga pemberian imunisasi DPT cukup essensial untukmenyiapkan balita menghadapi lingkungan yang tidak selalu bisa dijamin kebersihan udaranya. Selain

DPT,

imunisasi

campak

juga

merupakan

salah

satu

pencegahan ISPA. Karena virus campak masuk melalui saluran pernafasan dan selanjutnya masuk ke kelenjar getah bening yang berada di bawah mukosa. Pada saat 5-6 hari setelah infeksi awal kemudian menyebar ke 55

permukaan epitel saluran pernafasan dan berpotensi menyebabkan ISPA. Dan dengan pemberian vaksin campak dapat mencegah adanya infeksi yang mengganggu saluran pernafasan, khususnya ISPA. 2. Hubungan Status Gizi dengan Kejadian ISPA pada Balita Gizi merupakan proses organisme menggunakan makanan yang dikonsumsi secara langsung melalui proses digesti, absorpsi, transportasi, penyimpanan, metabolisme, pertumbuhan, dan fungsi normal dari organ– organ serta menghasilkan kehidupan, pertumbuhan, dan fungsi normal dari organ – organ serta menghasilkan energi. Seorang anak yang kekurangan gizi akan mengakibatkan terjadinya defisiensi gizi yang merupakan awalan dari gangguan sistem kekebalan tubuh (Hardiana, 2014) Hasil penelitian menunjukkan bahwa dari 31 responden, terdapat 16 responden dengan status gizi yang baik dan 15 responden dengan status gizi yang kurang. Dari 16 responden dengan status gizi yang baik, terdapat 13 responden (81,2%) yang tidak menderita ISPA dan 3 responden (18,8%) yang menderita ISPA. Selanjutnya dari 15 responden dengan status gizi yang kurang, terdapat 5 responden (33,3%) yang tidak menderita ISPA dan 10 responden (66,7%) yang menderita ISPA. Balita yang mendapatkan asupan gizi seimbang baik kualitas maupun kuantitasnya meliputi air, karbohidrat, lemak, protein, vitamin, mineral, akan memperoleh

energi

yang

cukup

untuk

pertumbuhan

yang

akan

mempengaruhi peningkatan pada berat badannya secara normal. Namun sebaliknya apabila balita mendapatkan asupan yang tidak simbang maka 56

akan mengakibatkan balita mengalami malnutrisi atau kelainan nutrisi dalam hal ini adalah gizi kurang maupun gizi lebih. Kejadian malnutrisi akan mempengaruhi saluran pernafasan dalam melindungi dari agen penyakit. Saluran nafas yang normal secara fi siologis dapat menghalau agen penyakit yang masuk ke dalam tubuh melalui berbagai mekanisme, misalnya batuk dan meningkatnya jumlah cairan mukosa, namun pada anak yang mengalami malnutrisi/status gizi kurang baik proses fi siologis itu tidak dapat berjalan dengan baik, sehingga agen penyakit yang masuk tidak dapat dihalau keluar dan akan terakumulasi dalam saluran nafas dan di paru-paru (Febrianto, 2014). Hasil uji statistik Chi-square yang dilakukan diperoleh nilai X2 hitung > X2 tabel (5,465 > 3,841), jadi Ho ditolak. Berdasarkan kriteria penilaian analisis bivariat, Ho ditolak Ha diterima. Ini berarti ada hubungan antara status gizi dengan kejadian ISPA pada Balita di ruang Poli Anak RSUD Kabupaten Bombana. Hasil uji koefisien phi menunjukkan kekuatan hubungan status gizi terhadap kejadian ISPA sebesar 0,48. Hal ini menunjukan bahwa ada hubungan sedang antara status gizi dengan kejadian ISPA pada Balita di ruang Poli Anak RSUD Kabupaten Bombana. Zat gizi yang sangat dibutuhkan untuk pembentukan zat-zat kekebalan tubuh seperti antibodi. Semakin baik zat gizi yang dikonsumsi berarti semakin baik status gizinya sehingga semakin baik juga kekebalan tubuhnya. Infeksi saluran pernafasan akut merupakan penyakit yang sebagian besar disebabkan oleh virus. 57

Penyakit yang disebabkan virus sangat dipengaruhi oleh sistem kekebalan tubuh. Sistem kekebalan tubuh yang baik menyebabkan tubuh kebal terhadap penyakit ini. Selain itu kesembuhan penyakit juga akan menjadi lebih cepat dan lebih sempurna Penelitian ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Febrianto (2014) dengan judul status gizi berhubungan kejadian ISPA pada balita di Wilayah Kerja Puskesmas Wonosari I Kabupaten Gunungkidul. Hasil penelitian yang ditemukan bahwa Sebanyak 1 balita (2,4%) mengalami gizi buruk dan 7 balita (16,7%) dengan gizi kurang. Sebanyak 10 balita (23,8%) mengalami ISPA. Hasil analisis chi-square menunjukkan adanya hubungan antara status gizi dengan kejadian ISPA (r=22,241, p=0,000). Penelitian yang juga dilakukan Putri (2013) menemukan hasil bahwa Hasil analisis statistik dengan uji Chi Square diperoleh nilai ρ=0,045 (ρ<0,05) menunjukkan bahwa ada hubungan yang bermakna antara status gizi anak usia 12-24 bulan dengan kejadian ISPA. Selain itu, melalui perhitungan OR, diperoleh OR=3,333 yang menunjukkan bahwa anak usia 12-24 bulan yang menderita ISPA kemungkinan besar 3,3 kali status gizinya tidak baik dibandingkan anak usia 12-24 bulan yang tidak menderita ISPA pada tingkat kepercayaan 95% diyakini nilai OR berada pada interval 0,998 -11,139 Keadaan gizi yang tidak baik muncul sebagai faktor yang penting untuk terjadinya penyakit infeksi. Anak dengan gizi tidak baik akan lebih mudah terserang ISPA dibandingkan anak dengan gizi baik karena faktor daya tahan tubuh yang kurang. Penyakit infeksi akan menyebabkan anak 58

tidak nafsu makan dan mengakibatkan kekurangan gizi. Anak yang menderita ISPA jika diberikan perawatan yang baik seperti vitamin dan perawatan waktu sakit yang baik dapat meningkatkan daya tahan tubuh anak sehingga penyakit ISPA yang diderita tidak terlalu mempengaruhi status gizi anak (Moehji, 1988 dalam Febrianto, 2014). 3. Hubungan Anggota Keluarga yang Merokok dengan Kejadian ISPA Rokok merupakan benda beracun yang memberi efek yang sangat membahayakan pada perokok ataupun perokok pasif, terutama pada balita yang tidak sengaja terkontak asap rokok. Nikotin dengan ribuan bahaya beracun asap rokok lainnya masuk ke saluran pernapasan bayi yang dapat menyebabkan Infeksi pada saluran pernapasan (Hidayat, 2005). Nikotin dengan ribuan bahaya beracun asap rokok lainnya masuk ke saluran pernapasan bayi. Nikotin yang terhirup melalui saluran pernapasan dan masuk ke tubuh melalui ASI ibunya akan berakumulas i di tubuh bayi dan membahayakan kesehatan si kecil. Hasil penelitian menunjukkan bahwa dari 31 responden, terdapat 16 responden dengan status gizi yang baik dan 15 responden dengan status gizi yang kurang. Dari 16 responden dengan status gizi yang baik, terdapat 13 responden (81,2%) yang tidak menderita ISPA dan 3 responden (18,8%) yang menderita ISPA. Selanjutnya dari 15 responden dengan status gizi yang kurang, terdapat 5 responden (33,3%) yang tidak menderita ISPA dan 10 responden (66,7%) yang menderita ISPA.

59

Asap rokok dari penghuni rumah yang tinggal satu atap dengan balita merupakan bahan pencemaran dalam ruang tempat tinggal yang serius serta akan menambah risiko kesakitan pada balita. Paparan yang terus-menerus akan menimbulkan gangguan pernapasan terutama memperberat timbulnya ISPA. Semakin banyak rokok yang dihisap oleh keluarga maka semakin besar memberikan risiko terhadap kejadian ISPA (Depkes RI, 2002). Hasil uji statistik Chi-square yang dilakukan diperoleh nilai X2 hitung > X2 tabel (5,465 > 3,841), jadi Ho ditolak. Berdasarkan kriteria penilaian analisis bivariat, Ho ditolak Ha diterima. Ini berarti ada hubungan antara status gizi dengan kejadian ISPA pada Balita di ruang Poli Anak RSUD Kabupaten Bombana. Hasil uji koefisien phi menunjukkan kekuatan hubungan status gizi terhadap kejadian ISPA sebesar 0,48. Hal ini menunjukan bahwa ada hubungan sedang antara status gizi dengan kejadian ISPA pada Balita di ruang Poli Anak RSUD Kabupaten Bombana. Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Yulli (2012) dengan judul hubungan perilaku merokok orang tua dengan kejadian ISPA pada Balita di Wilayah Kerja Puskesmas Rembang Kabupaten Purbalingga. Adapun hasil penelitian yang ditemukan bahwa Ada hubungan perilaku merokok orang tua dengan kejadian ISPA pada balita di Wilayah Kerja Puskesmas Rembang Kabupaten Purbalingga Tahun 2012 (p=0.000 OR=13.3 95%CI 5.17-34.345)

60

Asap rokok dari orang tua atau penghuni rumah yang satu atap dengan balita merupakan bahan pencemaran dalam ruang tempat tinggal yang serius serta akan menambah resiko kesakitan dari bahan toksik pada anak-anak. Paparan yang terus-menerus akan menimbulkan gangguan pernapasan terutama memperberat timbulnya infeksi saluran pernafasan akut dan gangguan paru-paru pada saat dewasa. Semakin banyak rokok yang dihisap oleh keluarga semakin besar memberikan resiko terhadap kejadian ISPA, khususnya apabila merokok dilakukan oleh ibu bayi (Depkes RI, 2002). Analisis WHO, menunjukkan bahwa efek buruk asap rokok lebih besar bagi perokok pasif dibandingkan perokok aktif. Ketika perokok membakar sebatang rokok dan menghisapnya, asap yang diisap oleh perokok disebut asap utama (mainstream), dan asap yang keluar dari ujung rokok (bagian yang terbakar) dinamakan sidestream smoke atau asap samping. Asap samping ini terbukti mengandung lebih banyak hasil pembakaran tembakau dibanding asap utama. Asap ini mengandung karbon monoksida 5 kali lebih besar, tar dan nikotin 3 kali lipat, amonia 46 kali lipat, nikel 3 kali lipat, nitrosamine sebagai penyebab kanker kadarnya mencapai 50 kali lebih besar pada asap sampingan dibanding dengan kadar asap utama (WHO, 2008). Fungsi paru adalah untuk bernafas yaitu, dengan memasukan udara bersih dan mengeluarkan udara kotor dari dalam tubuh. Bahan kimia yang berasal dari asap rokok merangsang permukaan sel saluran pernafasan sehingga mengakibatkan keluarnya lendir atau dahak. Mirip dengan rangsangan debu, virus atau bakteri pada saat flu. Bedanya adalah bahwa 61

dahak yang ditimbulkan karena virus flu akan didorong keluar oleh bulu getar disepanjang saluran napas dengan menstimulasi reflek batuk. Lendir yang lama tertahan di saluran nafas, dapat menjadi tempat berkembangnya bakteri yang akan menyebabkan pneumonia . Asap rokok dapat mengganggu saluran pernafasan bahkan meningkatkan penyakit infeksi pernafasan termasuk ISPA, terutama pada kelompok umur balita yang memiliki daya tahan tubuh masih lemah, sehingga bila ada paparan asap, maka balita lebih cepat terganggu sistem pernafasannya seperti ISPA (Syahrani, 2008).

62

BAB VI PENUTUP

A. Kesimpulan Kesimpulan dari penelitian yang dilakukan di ruang Poli Anak RSUD Kabupaten Bombana adalah sebagai berikut: 1. Ada hubungan sedang antara kelengkapan imunisasi dengan kejadian ISPA pada Balita di ruang Poli Anak RSUD Kabupaten Bombana. 2. Ada hubungan sedang antara Status Gizi dengan kejadian ISPA pada Balita di ruang Poli Anak RSUD Kabupaten Bombana. 3. Ada hubungan kuat antara anggota keluarga yang merokok dengan kejadian ISPA pada Balita di ruang Poli Anak RSUD Kabupaten Bombana. B. Saran 1. Bagi Dinas Kesehatan Kabupaten Bombana untuk menjadikan hasil penelitian ini sebagai tambahan referensi dalam mengambil kebjikan terkait untuk penanggulangan ISPA pada balita. 2. Bagi RSUD Kabupataen Bombana khususnya kepada tenaga kesehatan di Poli Anak untuk melakukan sosialisasi untuk pembenahan perilaku orang tua untuk memberikan pengertian untuk tidak merokok didalam rumah ataupun berhenti merokok. 3. Kepada orang tua diharapkan untuk tidak merokok didalam rumah ataupun didekat balita.

63

4. Bagi peneliti selanjutnya untuk melakukan penelitian selanjutnya dengan meneliti variabel-variabel lain yang berhubungan dengan kejadian penyakit ISPA.

64

Related Documents

Bab V
May 2020 46
Bab V
June 2020 45
Bab V
June 2020 48
Bab V
August 2019 78
Bab-v
April 2020 37
Bab V
June 2020 44

More Documents from "Al"

Makalah Kesling.docx
November 2019 15
Bab V Niar.docx
November 2019 21
Lampiran 2.docx
November 2019 15
Master Tabel Hasil-1.xls
November 2019 21
Bab I.docx
November 2019 7