Bab I.docx

  • Uploaded by: Ninda Lsw
  • 0
  • 0
  • November 2019
  • PDF

This document was uploaded by user and they confirmed that they have the permission to share it. If you are author or own the copyright of this book, please report to us by using this DMCA report form. Report DMCA


Overview

Download & View Bab I.docx as PDF for free.

More details

  • Words: 3,671
  • Pages: 21
BAB I PENDAHULUAN 1.1

Latar Belakang Influenza, yang lebih dikenal dengan sebutan flu, merupakan penyakit menular yang disebabkan oleh virus RNA dari famili Orthomyxoviridae (virus influenza), yang menyerang unggas dan mamalia. Gejala yang paling umum dari penyakit ini adalah menggigil, demam, nyeri tenggorok, nyeri otot, nyeri kepala berat, batuk, kelemahan, dan rasa tidak nyaman secara umum Walaupun sering tertukar dengan penyakit mirip influenza lainnya, terutama selesma, influenza merupakan penyakit yang lebih berat dibandingkan dengan selesma dan disebabkan oleh jenis virus yang berbeda Influenza dapat menimbulkan mual, dan muntah, terutama pada anak-anak,[1]namun gejala tersebut lebih sering terdapat pada penyakit gastroenteritis, yang sama sekali tidak berhubungan, yang juga kadangkala secara tidak tepat disebut sebagai "flu perut." Flu kadangkala dapat menimbulkan pneumonia viral secara langsung maupun menimbulkan pneumonia bakterial sekunder. Biasanya, influenza ditularkan melalui udara lewat batuk atau bersin, yang akan menimbulkan aerosol yang mengandung virus. Influenza juga dapat ditularkan melalui kontak langsung dengan tinja burung atau ingus, atau melalui kontak dengan permukaan yang telah terkontaminasi. Aerosol yang terbawa oleh udara (airborne aerosols) diduga menimbulkan sebagian besar infeksi, walaupun jalur penularan mana yang paling berperan dalam penyakin ini belum jelas betul. [5]Virus influenza dapat diinaktivasi oleh sinar matahari, disinfektan, dan deterjen. Sering mencuci tangan akan mengurangi risiko infeksi karena virus dapat diinaktivasi dengan sabun. Influenza menyebar ke seluruh dunia dalam epidemi musiman, yang menimbulkan kematian 250.000 dan 500.000 orang setiap tahunnya,bahkan sampai jutaan orang pada beberapa tahun pandemik. Rata-rata 41.400 orang meninggal tiap tahunnya di Amerika Serikat dalam kurun waktu antara tahun 1979 sampai 2001 karena influenza. Pada tahun 2010 Pusat Pengendalian dan Pencegahan Penyakit di Amerika Serikat mengubah cara mereka melaporkan

perkiraan kematian karena influenza dalam 30 tahun. Saat ini mereka melaporkan bahwa terdapat kisaran angka kematian mulai dari 3.300 sampai 49.000 kematian per tahunnya. Tiga pandemi influenza terjadi pada abad keduapuluh dan telah menewaskan puluhan juta orang. Tiap pandemi tersebut disebabkan oleh munculnya galur baru virus ini pada manusia. Seringkali, galur baru ini muncul saat virus flu yang sudah ada menyebar pada manusia dari spesies binatang yang lain, atau saat galur virus influenza manusia yang telah ada mengambil gen baru dari virus yang biasanya menginfeksi unggas atau babi. Galur unggas yang disebut H5N1 telah menimbulkan kekhawatiran munculnya pandemi influenza baru, setelah kemunculannya di Asia pada tahun 1990-an, namun virus tersebut belum berevolusi menjadi bentuk yang menyebar dengan mudah dari manusia-ke-manusia. Pada April 2009 sebuah galur virus flu baru berevolusi yang mengandung campuran gen dari flu manusia, babi, dan unggas, yang pada awalnya disebut "flu babi" dan juga dikenal sebagai influenza A/H1N1, yang muncul di Meksiko, Amerika Serikat, dan beberapa negara lain. Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) secara resmi mendeklarasikan wabah ini sebagai pandemi pada 11 Juni 2009 (lihat pandemi flu 2009). Deklarasi WHO mengenai pandemi tingkat 6 merupakan indikasi penyebaran virus, bukan berat-ringannya penyakit, galur ini sebetulnya memiliki tingkat mortalitas yang lebih rendah dibandingkan dengan wabah virus flu biasa. Vaksinasi

terhadap

influenza

biasanya

tersedia

bagi

orang-orang

di

negara

berkembang. Ternak unggas sering divaksinasi untuk mencegah musnahnya seluruh ternak. Vaksin pada manusia yang paling sering digunakan adalah vaksin influenza trivalen (trivalent influenza vaccine [TIV]) yang mengandung antigen yang telah dimurnikan dan diinaktivasi terhadap tiga galur virus. Biasanya, vaksin jenis ini mengandung material dari dua galur virus influenza subtipe A dan satu galur influenza subtipe B. TIV tidak memiliki risiko menularkan penyakit, dan memiliki reaktivitas yang sangat rendah. Vaksin yang diformulasikan untuk satu tahun mungkin menjadi tidak efektif untuk tahun berikutnya, karena virus influenza berevolusi dengan cepat, dan galur baru akan segera benggantikan galur yang lama. Obat-obatan antivirus dapat dipergunakan untuk mengobati influenza, neuraminidase inhibitor (seperti Tamiflu atau Relenza). yang terutama efektif.

1.2

Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang diatas dimana influenza merupakan suatu penyakit yang terjadi pada semua tempat di dunia , maka kami merumuskan permasalahan sebagai berikut : Bagaimana konsep penyakit influenza tersebut? dan Bagamana asuhan keperawatan pada penyakit influenza tersebut ?

1.3

Tujuan

1. Mahasiswa mengetahui anatomi sistem influenza 2. Mahasiswa mengetahui patofisiologi Influenza 3. Mahasiswa mengetahui asuhan keperawatan dari influenza 4. Mahasiswa mengetahui cara menghindari Influenza

BAB II PEMBAHASAAN 2.1 Definisi Influenza merupakan anonim dari flue atau common cold . influenza merupakan infeksi saluran nafas atas yang disebabkan oleh virus yang menjangkiti pasien pada semua tinggkat usia. Istilah common cold lebih menjelaskan suatu kompleks gejala pada suatu peyakit tertentu , yang memiliki ciri seperti hidung tersumbat( nasal congestion ) , suara serak ( sore throat) dan batuk. ( buku askep sistem pernafasan, irman sumantri penerbit erlangga tahun2008) Influenza, yang lebih dikenal dengan sebutan flu, merupakan penyakit menular yang disebabkan oleh virus RNA dari famili Orthomyxoviridae (virus influenza), yang menyerang unggas dan mamalia. Gejala yang paling umum dari penyakit ini adalah menggigil, demam, nyeri tenggorok, nyeri otot, nyeri kepala berat, batuk, kelemahan, dan rasa tidak nyaman secara umum. Influenza adalah infeksi virus yang menyerang sistem pernapasan, termasuk hidung, tenggorokan, cabang tenggorokan dan paru-paru.

2.2 Anatomi fisiologi a. Nares Anterior Nares anterior adalah saluran – saluran di dalam lubang hidung. Saluran-saluran itu bermuara ke dalam bagian yang dikenal sebagai vestibulum (rongga) Hidung. Vestibulum ini dilapisi epitelium bergaris yang bersambung dengan kulit. Lapisan nares anterior memuat sejumlah kelenjar sebaseus yang ditutupi bulu kasar. Kelenjar-kelenjar itu bermuara ke dalam rongga hidung.

b. Rongga Hidung

Rongga hidung dilapisi selaput lendir yang sangat kaya akan pembuluh darah, bersambung dengan lapisan faring dan selaput lendir semua sinus yang mempunyai lubang yang masuk ke dalam rongga hidung. Hidung Berfungsi: penyaring, pelembab, dan penghangat udara yang dihirup. Septum nasi memisahkan kedua cavum nasi. Struktur ini tipis terdiri dari tulang dan tulang rawan, sering membengkok kesatu sisi atau sisi yang lain, dan dilapisi oleh kedua sisinya dengan membran mukosa. Dinding lateral cavum nasi dibentuk oleh sebagian maxilla, palatinus, dan os. Sphenoidale. Tulang lengkung yang halus dan melekat pada dinding lateral dan menonjol ke cavum nasi adalah : conchae superior, media, dan inferior. Tulang-tulang ini dilapisi oleh membrane mukosa. Dasar cavum nasi dibentuk oleh os frontale dan os palatinus sedangkan atap cavum nasi adalah celah sempit yang dibentuk oleh os frontale dan os sphenoidale. Membrana mukosa olfaktorius, pada bagian atap dan bagian cavum nasi yang berdekatan, mengandung sel saraf khusus yang mendeteksi bau. Dari sel-sel ini serat saraf melewati lamina cribriformis os frontale dan kedalam bulbus olfaktorius nervus cranialis I olfaktorius. Sinus paranasalis adalah ruang dalam tengkorak yang berhubungan melalui lubang kedalam cavum nasi, sinus ini berfungsi : memperingan tulang tengkorak, memproduksi mukosa serosa dan memberikan resonansi suara. Sinus ini juga dilapisi oleh membrana mukosa yang bersambungan dengan cavum nasi. Lubang yang membuka kedalam cavum nasi :

1. Lubang hidung 2. Sinus Sphenoidalis, diatas concha superior 3. Sinus ethmoidalis, oleh beberapa lubang diantara concha superior dan media dan diantara concha media dan inferior 4. Sinus frontalis, diantara concha media dan superior 5. Ductus nasolacrimalis, dibawah concha inferior. Pada bagian belakang, cavum nasi membuka kedalam nasofaring melalui appertura nasalis posterior.

c. Faring

Faring adalah pipa berotot yang berjalan dari dasar tengkorak sampai persambungannya dengan oesopagus pada ketinggian tulang rawan krikoid. Maka letaknya dibelakang hidung (nasofaring) dibelakang mulut (orofaring) dan dibelakang laring (faring-laringeal)

d. Laring Laring (tenggorokan) terletak didepan bagian terendah faring yang memisahkannya dari kolumna vertebra. Berjalan dari faring sampai ketinggian vertebrae servikalis dan masuk ke dalam trakea dibawahnya. Laring terdiri atas kepingan tulang rawan yang diikat bersama oleh ligamen dan membran. Yang terbesar diantaranya ialah tulang rawan tiroid, dan disebelah depannya terdapat benjolan subkutaneas yang dikenal sebagai jakun, yaitu disebelah depan leher. Laring terdiri atas dua lempeng atau lamina yang bersambung di garis tengah. Di tepi atas terdapat lekukan berupa V. Tulang rawan krikoid terletak dibawah tiroid, berbentuk seperti cincin mohor dengan mohor cincinnya disebelah belakang ( ini adalah tulang rawan satu-satunya yang berbentuk lingkaran lengkap). Tulang rawan lainnya ialah kedua tulang rawan aritenoid yang menjulang disebelah belakang krikoid., kanan dan kiri tulang rawan kuneiform, dan tulang rawan kornikulata yang sangat kecil. Terkait di puncak tulang rawan tiroid terdapat epiglotis, yang berupa katup tulang rawan dan membantu menutup laring sewaktu menelan. Laring dilapisi jenis selaput lendir yang sama dengan yang di trakea, kecuali pita suara dan bagian epiglotis yang dilapisi sel epitelium berlapis. Pita Suara terletak disebelah dalam laring, berjakan dari tulang rawan tiroid di sebelah depan sampai dikedua tulang rawan aritenoid. Dengan gerakan dari tulang rawan aritenoid yang ditimbulkan oleh berbagai otot laringeal, pita suara ditegangkan atau dikendurkan. Dengan demikian lebar sela-sela anatara pita-pita atau rima glotis berubah-ubah sewaktu bernapas dan berbicara. Suara dihasilkan karena getaran pita yang disebabkan udara yang melalui glotis. Berbagai otot yang terkait pada laring mengendalikan suara, dan juga menutup lubang atas laring sewaktu menelan.

e. Trakea

Trakea atau batang teggorokan kira-kira 9 cm panjangnya. Trakea berjalan dari laring sampai kira-kira ketinggian vertebra torakalis kelima dan ditempat ini bercabanf menjadi dua bronkus (bronki). Trakea tersusun atas 16 sampai 20 lingkaran tak sempurna lengkap berupa cincin tulang rawan yang diikat bersama oleh jaringan fibrosa dan yang melengkapi lingkaran di sebelah belakang trakea; selain itu juga memuat beberapa jaringan otot. Trakea dilapisi selaput lendir yang terdiri atas epitelium bersilia dan sel cangkir. Silia ini bergerak menuju keatas ke arah laring, maka dengan gerakan ini debu dan butir-butir halus lainnya yang turut masuk bersama dengan pernapasan dapat dikeluarkan. Tulang rawan berfungsi mempertahankan agar trakea tetap terbuka; karena itu, disebelah belakngnya tidak bersambung, yyaitu di tempat trakea menempel pada esofagus, yang memisahkannya dari tulang belakang. Trakea servikalis yang berjalan melalui leher disilang oleh istmus kelenjar tiroid, yaitu belahan kelenjar yang melingkari sisi-sisi trakea. Trakea torasika berjalan melintasi mediastenum (lihat gambar 5), di belakang sternum, menyentuh arteri inominata dan arkus aorta. Usofagus terletak dibelakang trakea.

2.3 Etiologi Penyebab dari influenza adalah virus influenza. Ada tiga tipe yakni tipe A, B dan C. Ketiga tipe ini dapat dibedakan dengan complement fixation test.

Jenis-jenis influenza a.

Virus Tipe A Genus ini memiliki satu spesies, virus influenza A. Unggas akuatik liar merupakan inang

alamiah untuk sejumlah besar varietas influenza A. Kadangkala, virus dapat ditularkan pada spesies lain dan dapat menimbulkan wabah yang berdampak besar pada peternakan unggas domestik atau menimbulkan suatu pandemi influenza manusia. Virus tipe A merupakan patogen manusia paling virulen di antara ketiga tipe influenza dan menimbulkan penyakit yang paling berat. Virus influenza A dapat dibagi lagi menjadi

subdivisi berupa serotipe-serotipe yang berbeda berdasarkan tanggapan antibodi terhadap virus ini. Serotipe yang telah dikonfirmasi pada manusia, diurutkan berdasarkan jumlah kematian pandemi pada manusia, adalah:

4.

1.

H1N1, yang menimbulkan Flu Spanyol pada tahun 1918, dan Flu Babi pada tahun 2009

2.

H2N2, yang menimbulkan Flu Asia pada tahun 1957

3.

H3N2, yang menimbulkan Flu Hongkong pada tahun 1968

H5N1, yang menimbulkan Flu Burung pada tahun 2004H7N7, yang memiliki potensi zoonotik yang tidak biasa b.

Virus Tipe B Genus ini memiliki satu spesies, yaitu virus influenza B. influenza B hampir secara

eksklusif hanya menyerang manusia dan lebih jarang dibandingkan dengan influenza A. Hewan lain yang diketahui dapat terinfeksi oleh infeksi influenza B adalah anjing laut dan musang. Jenis influenza ini mengalami mutasi 2-3 kali lebih lambat dibandingkan tipe A dan oleh karenanya keragaman genetiknya lebih sedikit, hanya terdapat satu serotipe influenza B. Karena tidak terdapat keragaman antigenik, beberapa tingkat kekebalan terhadap influenza B biasanya diperoleh pada usia muda. Namun, mutasi yang terjadi pada virus influenza B cukup untuk membuat kekebalan permanen menjadi tidak mungkin. Perubahan antigen yang lambat, dikombinasikan dengan jumlah inang yang terbatas (tidak memungkinkan perpindahan antigen antarspesies), membuat pandemi influenza B tidak terjadi.

c.

Virus Tipe C Genus ini memiliki satu spesies, virus influenza C, yang menginfeksi manusia, anjing,

dan babi, kadangkala menimbulkan penyakit yang berat dan epidemi lokal. Namun, influenza C lebih jarang terjadi dibandingkan dengan jenis lain dan biasanya hanya menimbulkan penyakit ringan pada anak-anak.

Virus penyebab influenza merupakan suatu orthomyxovirus golongan RNA. Struktur antigenik virus influenza meliputi antara lain 3 bagian utama yaitu : Antigen S (soluble Antigen), hemaglutinin dan Neuramidase. Antigen S merupakan suatu inti partikel virus yang terdiri atas ribonuldeoprotein. Antigen ini spesifik untuk masing-masing tipe. Hemaglutinin dan neuramidase berbentuk seperti duri dan tampak menonjol pada permukaan virus. Hemaglutinin diperlukan untuk lekatnya virus pada membran sel penjamu sedangkan neuromidase diperlukan untuk pelepasan virus dari sel yang terinfeksi.

2.4 fatofisiologi Virus influenza A, B dan C masing-masing dengan banyak sifat mutagenik yang mana virus tersebut dihirup lewat droplet mukus yang terarolisis dari orang-orang yang terinfeksi. Virus ini menumpuk dan menembus permukaan mukosa sel pada saluran napas bagian atas, menghasilkan sel lisis dan kerusakan epithelium silia. Neuramidase mengurangi sifat kental mukosa sehingga memudahkan penyebaran eksudat yang mengandung virus pada saluran napas bagian bawah. Di suatu peradangan dan nekrosis bronchiolar dan epithelium alveolar mengisi alveoli dan exudat yang berisi leukosit, erithrosit dan membran hyaline. Hal ini sulit untuk mengontrol influenza sebab permukaan sel antigen virus memiliki kemampuan untuk berubah. Imunitas terhadap virus influenza A dimediasi oleh tipe spesifik immunoglobin A (lg A) dalam sekresi nasal. Sirkulasi lg G juga secara efektif untuk menetralkan virus. Stimulus lg G adalah dasar imunisasi dengan vaksin influenza A yang tidak aktif. Setelah nekrosis dan desquamasi terjadi regenerasi epithelium secara perlahan mulai setelah sakit hari kelima. Regenerasi mencapai suatu maximum kedalam 9 sampai 15 hari, pada saat produksi mukus dan celia mulai tamapk. Sebelum regenerasi lengkap epithelium cenderung terhadap invasi bakterial sekunder yang berakibat pada pneumonia bakterial yang disebabkan oleh staphiloccocus Aureus. Penyakit pada umumnya sembuh sendiri. Gejala akut biasanya 2 sampai 7 hari diikuti oleh periode penyembuhan kira-kira seminggu. Penyakit ini penting karena sifatnya epidemik

dan pandemik dan karena angka kematian tinggi bersama sekunder. Resiko tinggi pada orang tua dan orang yang berpenyakit kronik.

2.5 pathway Virus influenza Di hirup melalu dioplet mukus Inflamasi (peradangan)

Produksi mukid

nikrosis bronchilar dan epitelium alviolar

hipotalamus Secret menumpuk

obtruksi bronkial

saraf

simpatik Inefektif kalan nafas Menghalangi jalan nafas

pembulih

darah pirefer Dipnea vasokontraksi Gangguan pola nafas Demam Suhu tubuh

: Hipertermi

2.6 Manifestasi klinis Gejala influenza dapat dimulai dengan cepat, satu sampai dua hari setelah infeksi. Biasanya gejala pertama adalah menggigil atau perasaan dingin, namun demam juga sering terjadi pada awal infeksi, dengan temperatur tubuh berkisar 38-39 °C (kurang lebih 100-103 °F). Banyak orang merasa begitu sakit sehingga mereka tidak dapat bangun dari tempati tidur selama beberapa hari, dengan rasa sakit dan nyeri sekujur tubuh, yang terasa lebih berat pada daerah punggung dan kaki. Gejala influenza dapat meliputi: 1. Demam dan perasaan dingin yang ekstrem (menggigil, gemetar). 2.

Batuk

3. Sumbatan hidung 4. Nyeri tubuh, terutama sendi dan tenggorok 5. Kelelahan 6. Nyeri kepala 7. Iritasi mata, mata berair 8. Mata merah, kulit merah (terutama wajah), serta kemerahan pada mulut, tenggorok, dan hidung 9. Ruam petechiae Pada anak, gejala gastrointestinal seperti diare dan nyeri abdomen (dapat menjadi parah pada anak dengan influenza B)

2.7 Penatalaksanaan Untuk influensa yang belum berkomplikasi, harap beristirahat dengan cukup di rumah agar tidak menjadi bertambah parah. Mungkin dibutuhkan waktu sekitar 2 hari setelah demam berlalu. Bisa menggunakan obat flu yang dibeli bebas. Kalau flu sudah terkomplikasi dengan infeksi bakteri, dokter akan meresepkan antibiotika.

2.8 Pemeriksaan diagnostik

Diagnosis influenza secara klinis tidak mudah ditegakkan karena gejala klinis influenza mirip dengan gejala klinis infeksi virus lain pada saluran pernafasan.(Monto AS,2000) Diagnosis dini dan pengobatan yang tepat dapat mempercepat penyembuhan penyakit. Baku emas diagnostik influenza adalah kultur virus atau RT-PCR, yang memerlukan waktu yang lama (kultur virus influenza membutuhkan waktu 3-10 hari, sedangkan RT-PCR 6-8 jam) serta biaya yang cukup mahal.(CDC 2009, Grijalva CG,2007) Alat diagnostik influenza yang sederhana, cepat dan mudah dikerjakan sangat dibutuhkan. Terapi antivirus yang spesifik lebih efektif bila diberikan pada awal perjalanan penyakit influenza. Rapid test merupakan alat diagnostik yang sederhana , cepat dan mudah dikerjakan, memberikan hasil dalam waktu 15-30 menit Pemeriksaan ini secara luas digunakan untuk diagnosis influenza di rumah sakit pendidikan, praktek dokter dan laboratorium.(Kelly H,2004, CDC 2009, Watts C,2003) Ada 3 tipe rapid test untuk influenza: 1. Point-of-care test, 15-30 menit, sensitivitas : 59-93% dan spesifisitas : 76-100%, 2. Influenza immunofluorescence assays, 2-4 jam, sensitivitas 70-90% dan spesifisitas :

>90%,

3. Nucleic acid test, 2-4 jam, sensitivitas dan spesifisitas hampir 100%.Rapid test yang digunakan adalah menggunakan Point-of-care test , dapat mendeteksi nukleoprotein influenza tipe A dan B menggunakan antibodi monoklonal anti nukleoprotein virus Influenza tipe A dan B.(Foo H,2009, CDC,2009)

2.9 Komplikasi Secara umum, komplikasi yang sering ditimbulkan dari influenza adalah infeksi saluran nafas (bronkitis) dapat terjadi karana adanya virus dan paru-paru (pneumonia) oleh bakteri.

BAB III

ASUHAN KEPERAWATAN 3.1 Pengkajian 1.Kepala dan Leher Observasi : a.

Memungkinkan adanya konjungtivitis.

b.

Wajah memerah.

c.

Kemungkinan adanya lymphadenopathy cervival anterior.

d.

Sakit kepala, photophobia dan sakit retrobulbar

2.Pernafasan Observasi : a. b.

Mulanya ringan : sakit tenggorokan; substernal panas; batuk nonproduktif;

coryza.

Kemudian : batuk keras dan produktif; erythema pada langit-langit yang lunak,langit-

langit yang keras bagian belakang, hulu kerongkongan/tekak bagian belakang, peningkatkan RR, rhonchi dan crackles. 3.Abdominal Observasi : Anorexia dan malaise (rasa tidak enal badan). 4.Neurologi Observasi : Myalgia khususnya pada punggung dan kaki. e. Suhu tubuh Observasi : Tiba-tiba serangan demam (380 hingga 390C <>0 hingga 1030F) yang secara bertahap turun dan naik lagi pada hari ketiga 3.2 Diagnosa 1. Inefektif perubahan jalan napas b.d obstruksi brhonchial.

2. Gangguan pola nafas b.d adanya secret yang menumpuk. 3. Hipertermi b.d proses inflamatory.

3.3 Intervensi Dx 1: Inefektif perubahan jalan napas b.d obstruksi brhonchial. Tujuan : Jalan udara pasien akan menjadi tetap dengan bunyi napas jelas. Kriteria hasil : Jalan napas bersih dan pernapasan berlangsung tanpa hambatan. Tidak ada batuk. Bunyi napas jelas. Intervensi 1.

Rasional

Auskultasi paru-paru untuk rhonchi dan1. crackles.

Menentukan kecukupan pertukaran gas dan luasan jalan napas terhalangi oleh sekret.

2. Kaji karakteristik sekret : kuantitas, warna,2. Adanya infeksi yang dicurigai ketika konsistensi, bau.

sekret tebal, kuning atau berbau busuk. 3. Menentukan kebutuhan cairan. Cairan

3.

Kaji status hidrasi pasien: turgor kulit, dibutuhkan jika turgor kulit jelek. mukosa membran, lidah, intake dan output Mukosa membran output, hematocrit selama 24 jam, hematocrit.

tinggi.lidah dan kering, intake.

4. Membatuk mengeluarkan sekret.

5. Sekresi bergerak oleh gravitasi selagi 4. Bantu pasien dengan membatuk bila perlu. posisi berubah. Meninggikan kepala 5. Posisi pasien berada pada body aligment tempat tidur menggerakan isi yang benar untuk pola napas optimal abdominal menjauhi diaphragma (kepala tempat tidur 450, jika ditoleransi untuk meningkatkan kontraksi 900). diaphragmatis.

6. Sekresi bergerak oleh gravitasi selagi posisi berubah. Meninggikan kepala 6. Menjaga lingkungan bebas allergen (misal tempat debu,

bulu

unggas,

asap)

menurut abdominal

kebutuhan individu.

untuk

tidur

menggerakan

menjauhi meningkatkan

isi

diaphragma kontraksi

diaphragmatis.

7.

Tingkatkan kelembaban ruangan dengan 7. Melembabkan dan menipiskan sekret dingin ringan. guna memudahkan pengeluarannya. 8.

8.

Berikan decongestans (NeoSynephrine)

hidung

dan

cegah

9.

Mencairkan sekret sehingga lebih

Mendorong meningkatkan intake cairan mudah dikeluarkan. dari

1

½

sampai

kekeringan

membran mukosa oral.

seperti pesanan.

9.

Memudahkan pernapasan melalui

2

l/hari

kecuali

kontradiksi.

Dx 2 : Gangguan pola nafas b.d adanya secret yang menumpuk. Tujuan : Jalan nafas efektif setelah sekret dikeluarkan Kriteria Hasil : 1. Klien tidak bernafas lagi melalui mulut 2. Jalan nafas kembali normal terutama hidung

Intervensi

Rasional

1. Kaji penumpukan secret yang ada.

1.

Mengetahui dan

2.

Observasi

tanda-tanda

vital. 2.

tingkat

keparahan

tindakan selanjutnya.

Mengetahui

perkembangan

klien

sebelum dilakukan operasi. 3. Kolaborasi dengan tim medis

3. Kerjasama untuk menghilangkan obat yang dikonsumsi

Dx 3: hipertermi b.d inflamatory. Tujuan: suhu tubuh pasien akan berada dalam batas normal Kriteria Hasil : Suhu tubuh normal 380C (98,60F). Intervensi 1. Ukur temperatur tubuh.

Rasional 1. Menunjukkan adanya demam dan luasannya. 2. Hangat, kering, kulit memerah

2. Kaji temperatur kulit dan warna.

menunjukkan suatu demam. 3. Indikasi leukopenia dibutuhkan untuk

3. Monitor jumlah WBC.

melindungi pasien dari infeksi tambahan. Leukocytosis menujukkan suatu inflamatory atau adanya proses infeksi. 4. Tentukan keseimbangan cairan dan

4. Ukur intake dan output.

5. Berikan antipiyretic seperti dipesan.

perlu meningkatkan intake.

5. Kurangi demam melalui tindakan

pada hypothalmus.

3.4 Implementasi Dx 1 : Inefektif perubahan jalan napas b.d obstruksi brhonchial. Implementasi : 1. mengauskultasi paru-paru untuk rhonchi dan crackles. 2. mengkaji karakteristik sekret : kuantitas, warna, konsistensi, bau. 3. mengkaji status hidrasi pasien: turgor kulit, mukosa membran, lidah, intake dan output selama 24 jam, hematocrit. 4. membantu pasien dengan membatuk bila perlu. 5. memposisikan pasien berada pada body aligment yang benar untuk pola napas optimal (kepala tempat tidur 450, jika ditoleransi 900). 6.

menjaga lingkungan bebas allergen (misal debu, bulu unggas, asap) menurut kebutuhan individu.

7. meningkatkan kelembaban ruangan dengan dingin ringan. 8. memberikan decongestans (NeoSynephrine) seperti pesanan. 9. mendorong meningkatkan intake cairan dari 1 ½ sampai 2 l/hari kecuali kontradiksi.

Dx 2 : Gangguan pola nafas b.d adanya secret yang menumpuk. Implementasi : 1. mengkaji penumpukan secret yang ada. 2. mengobservasi tanda-tanda vital. 3. Melakukan kolaborasi dengan tim medis.

Dx 3 : Hyperthermia b.d proses inflamatory.

1. Mengukur temperatur tubuh. 2. Mengkaji temperatur kulit dan warna. 3. Memonitor jumlah WBC. 4. Mengukur intake dan output. 5. Memberikan antipiyretic seperti dipesan.

3.5 Evaluasi Dx 1 : S : Klien mengatakan sudah bisa bernafas dengan baik dan tidak batuk lagi. O : Klien tampak bernafas dengan normal, bunyi napas klien sudah tampak jelas. A : Intervensi tercapai. P : Intervensi dipertahankan.

Dx 2 : S : Klien mengatakan tidak lagi bernafas melalui mulut. O : Klien tampak bernafas dengan normal. A: Intervensi tercapai . P:-

Dx 3: S : klien mengatakan demam yang di rasakan telah berkurang

O: klien tidak mengalami demam A: intervensi brhasil P: intervensi di hentikan

BAB IV PENUTUP 4.1 Kesimpulan Influenza merupakan penyakit menular yang disebabkan oleh virus RNA dari famili Orthomyxoviridae (virus influenza), yang menyerang unggas dan mamalia. Gejala yang paling umum dari penyakit ini adalah menggigil, demam, nyeri tenggorok, nyeri otot, nyeri kepala berat, batuk, kelemahan, dan rasa tidak nyaman secara umum. Biasanya, influenza ditularkan melalui udara lewat batuk atau bersin, yang akan menimbulkan aerosol yang mengandung virus. Influenza juga dapat ditularkan melalui kontak langsung dengan tinja burung atau ingus, atau melalui kontak dengan permukaan yang telah terkontaminasi. Aerosol yang terbawa oleh udara (airborne aerosols) diduga menimbulkan sebagian besar infeksi, walaupun jalur penularan mana yang paling berperan dalam penyakin ini

belum jelas betul. Virus influenza dapat diinaktivasi oleh sinar matahari, disinfektan, dan deterjen. Sering mencuci tangan akan mengurangi risiko infeksi karena virus dapat diinaktivasi dengan sabun.

4.2 Saran Hindari kontak langsung dengan orang yang terinveksi influenza. Biasakan mencuci tangan sebelum dan setelah melakukan kegiatan. Jika telah terinfeksi influenza, segeralah periksa kedokter terdekat.

DAFTAR PUSTAKA http://niarahayu9.blogspot.com/2011/12/influenza.html http://keperawatanadil.blogspot.com/2007/11/askep-influenza.html http://priskamaharani86.wordpress.com/2012/12/ http://priskamaharani86.wordpress.com/author/priskamaharani86/ Sumantri, Imam. 2008. Asuhan Keperawatan Sistem Pernafasan. Jakarta: Erlangga.

Related Documents

Bab
April 2020 88
Bab
June 2020 76
Bab
July 2020 76
Bab
May 2020 82
Bab I - Bab Iii.docx
December 2019 87
Bab I - Bab Ii.docx
April 2020 72

More Documents from "Putri Putry"

Makalah Kesling.docx
November 2019 15
Bab V Niar.docx
November 2019 21
Lampiran 2.docx
November 2019 15
Master Tabel Hasil-1.xls
November 2019 21
Bab I.docx
November 2019 7