SEJARAH KEHUTANAN PAPUA
BAB-V PERIODISASI PENDIDIKAN KEHUTANAN 5.1. Sekolah Kehutanan Menengah Atas (SKMA) DI Indonesia, pada awalnya SKMA yang didirikan oleh Departemen Kehutanan ada di dua tempat, yaitu di Kadipaten Jawa Barat dan di Samarinda Kalimantan Timur. SKMA Samarinda didirikan sejak tahun 1980, ditujukan untuk memenuhi kebutuhan akan tenaga teknis kehutanan tingkat menengah, dan akan ditempatkan di seluruh wilayah Indonesia. SKMA saat ini berjumlah 5 unit, yaitu di Samarinda untuk wilayah Kalimantantan, di Pekanbaru untuk wilayah Sumatera, di Kadipaten untuk wilayah Jawa dan Bali, di Makasar untuk Wilayah Sulawesi, NTT dan NTB, serta di Manokwari untuk wilayah Maluku, Papua dan Irjabar. Setiap tahun meluluskan 70-80 siswa di setiap SKMA, kecuali SKMA Manokwari hanya 35-40 orang setiap tahun. Sejak tahun 1969/70 sampai dengan tahun 1989/90 telah dihasilkan lulusan SKMA sebanyak 804 orang tenaga menengah bidang kehutanan. Hanya SKMA Manokwari yang sampai sekarang masih menerima siswa baru, sedangkan 4 SKMA lainnya yaitu Samarinda, Makassar, Kadipaten, dan Pekanbaru telah terlekuidasi. Yang masih tetap tersisa adalah Badan Diklat Kehutanan, yang awalnya bertindak sebagai lembaga sebagai pembina SKMA tersebut. Saat ini terdapat 6 orang pejabat fungsional guru di SKMA Manokwari, terdiri dari 2 (dua) orang guru dengan jabatan dewasa, 3 (tiga) orang guru madya dan 1 (satu) orang dengan jabatan Guru Muda. Departemen Kehutanan pada tanggal 2 Nopember 2006 mendapatkan tambahan formasi pegawai baru berasal dari lulusan SKMA sebanyak 475 orang. Formasi tersebut ditujukan untuk jabatan Fungsional Polisi Kehutanan dan Fungsional Pengendali Ekosistem Hutan serta jabatan teknis lainnya pada UPT Dephut di seluruh Indonesia. Sekolah Kehutanan Menengah Atas (SKMA) adalah unit pelaksana teknis di bidang pendidikan kejuruan formal di lingkungan Departemen kehutanan yang berada di bawah dan bertanggung jawab langsung kepada Kepala DIKLAT Kehutanan. PERIODISASI PENDIDIKAN KEHUTANAN
V-1
SEJARAH KEHUTANAN PAPUA
SKMA dipimpin oleh seorang kepala sekolah. SKMA mempuyai tugas melaksanakan pendidikan kejuruan formal kehutanan 3 (tiga) tahun untuk memenuhi kebutuhan tenaga pelaksana lapangan di bidang pembanguna kehutanan. Alamat SKMA Manokwari di Jl. Serma Suwandi, Kompleks BLK - SKMA Sanggeng Telp ( 0986 ) 212107 Fax . 212740 Manokwari, Papua (saat ini: Irian Jaya Barat). Terdapat 4 unit kelas, seluas sekolah 240 m2, kapasitas 160 orang. Untuk menunjang kegiatan belajar mengajar terdapat pula asrama siswa terdiri dari 2 unit, seluas 2.000 m2 dengan kapasitas 120 orang. Didirikannya SKMA memiliki fungsi sebagai berikut: (a) Melaksanakan pendidikan dan pengajaran berupa teori dan praktek sesuai dengan kurikulum yang berlaku (b) Melakukan bimbingan siswa di bidang pembinaan fisik, mental dan disiplin secara terpimpin dan intensif di dalam dan di luar sekolah; (c) Melakukan hubungan kerjasama dengan dunia usaha dan masyarakat dalam rangka praktek kerja nyata
Jesaja Ronny Iwanggin (kanan), Siswa Sentral Pengukuran Penggambaran Peta Jurusan Kehutanan (SP3K) –Bogor, 25-6-1965
(d) Melakukan urusan tata waktu, rumah tangga dan perlengkapan pendidikan. PERIODISASI PENDIDIKAN KEHUTANAN
V-2
SEJARAH KEHUTANAN PAPUA
Secara organisasi SKMA terdiri dari : (a) Kepala Sekolah; mempunyai tugas memimpin dan melaksanakan pendidikan dan latihan praktek siswa (b) Urusan Tata Usaha; mempunyai tugas melakukan urusan kepegawaian, keuangan, perlengkapan, tata usaha rumah tangga sekolah (c) Kelompok Guru/Instruktur; mempunyai tugas memberikan pendidikan dan pengajaran serta latihan teori dan praktek kepada siswa, dan melaksanakan teknis kependidikan lainnya sesuai dengan tugas yang dibebankan oleh Kepala Sekolah dengan memperhatikan pedoman dari Departemen Pendidikan Nasional. Sejak tahun 1983 sesuai dengan Keputusan Menteri Kehutanan Nomor 83/Kpts-II/1983 tenang Organisasi dan Tata Kerja Sekolah Kehutanan Menengah Atas, pada pasal 15 ditetapkan, bahwa kepala sekolah SKMA secara teknis fungsional dan organisatoris bertanggung jawab kepada
Siswa Sentral Pengukuran Penggambaran Peta Jurusan Kehutanan (SP3K) di Asrama Bogor, Juni 1965 –tampak JR Iwanggin duduk kedua dari kiri
Kepala Pusat Diklat Kehutanan dan secara administratif operasional bertanggung jawab kepada Kepala Kantor Wilayah Departemen Kehutanan yang bekerja sama dengan Kepala Kantor Wilayah (Kanwil) – saat ini telah dilikuidasi - Departemen Pendidikan dan Kebudayaan (Sekarang Depdiknas).
PERIODISASI PENDIDIKAN KEHUTANAN
V-3
SEJARAH KEHUTANAN PAPUA
Selanjutnya dalam Pasal 16 disebutkan, jika di kemudian hari kebutuhan akan tenaga pelaksana lapangan bidang pembangunan kehutanan telah terpenuhi, maka kebijakan mengenai kelangsungan pendidikan di SKMA diserahkan kepada Menteri Pendidikan dan Kebudayaan. Selanjutnya pada tahun 1990, Menteri Kehutanan mengeluarkan SK Menhut Nomor 195/Kpts-II/1990 tentang Perubahan Bab I Pasal I Ayat (1) Bab III Pasal 8 dan Bab IV Pasal 15 Keputusan Menteri Kehutanan Nomor 68/Kpts-II/1983, tentang Organisasi dan Tata Kerja Sekolah Kehutanan Menengah Atas, pada pokoknya disebutkan beberapa hal sebagai berikut: (1)
Bahwa SKMA berada di bawah dan bertanggung jawab kepada Kepala Pusat Pembinaan Pendidikan dan Latihan Kehutanan
(2) Sejak berlakunya keputusan ini, SKMA terdapat di empat lokasi yang berkedudukan di : (i) Kadipaten, Jawa Barat (ii) Samarinda, Kalimantan Timur, (iii) Pekanbaru, Riau dan (iv) Ujung Pandang, Sulawesi Selatan. (3)
Kepala sekolah secara teknis fungsional dan organisasatoris bertanggung jawab kepada Kepala Pusat Pembinaan Pendidikan dan Latihan Kehutanan dan secara administrative operasional bertanggung jawab kepada Kepala Kantor Wilayah Departemen kehutanan yang bekerjasama dengan Kepala Kantor Wilayah Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, diman SKMA yang bersangkutan berkedudukan.
Namun saat ini Kanwil Kehutanan dan Kanwil Pendidikan dan Kebudayaan telah dilikuidasi sejak tahun 2002 seiring dengan iklim otonomi daerah. Perjalanan SKMA Manokwari (1963-1973) sebelum dikelola oleh Dephut a. Nama sekolah dan Perkembangannya Kegiatan kehutanan di Irian Barat (saat ini Papua) pada awal 1963 mengalami kekurangan tenaga sehubungan peralihan kekuasaan dari pemerintah kerajaan Belanda kepada Pemerintah Republik Indonesia melalui Pemerintahan sementara UNTEA. Dengan salah satu pertimbangan, bahwa banyak kendala dalam mengirimkan tamatan SMP dari Irian Barat ke SKMA Bogor, maka para pejabat kehutanan yang berada di Manokwari pada waktu itu antara lain, Ir. Lukito Daryadi dan Hardjono, Bst pada tahun 1963 memprakarsai pembentukan Jurusan Kehutanan pada SPMA (Sekolah Pertanian Menengah Atas) Manokwari. PERIODISASI PENDIDIKAN KEHUTANAN
V-4
SEJARAH KEHUTANAN PAPUA
Gd. Lama SKMA Manokwari di Kp. Arfai Km 18 Manokwari
SPMA Manokwari berjalan secara operasional sejak tahun 1963 dengan menerima 20 orang siswa (16 orang jurusan pertanian, 4 orang jurusan kehutanan). Sekolah ini diresmikan dengan Surat Keputusan Menteri Pertanian Nomor 21/MP/65, tanggal 30 Januari 1965, yang berlaku surut sejak tanggal 30 Januari 1963 dengan Jurusan Kehutanan tergabung di dalamnya. Pada tahun 1967 SKMA Manokwari berdiri sendiri dan berada di bawah Lembaga Penelitian dan Pendidikan Pertanian Manokwari (LP3M) pada Dinas Pertanian Propinsi Irian Barat. Perkembangan berikutnya, pada tahun 1970 dengan keputusan Gubernur Irian Barat Nomor 125/GIB/1970, tanggal 25 Juli 1970, SKMA Manokwari dan Bagian Penelitian Kehutanan dipisahkan dari LP3M dan diserahkan kepada Dinas Kehutanan Propinsi Irian Barat. Serah terima dilakukan dari Kepala Dinas Pertanian Propinsi Irian Barat pada waktu itu (Barnabas Jouwe) kepada Kepala Dinas Kehutanan Propinsi Irian Barat (R. Soekahar) disaksikan Gubernur Irian Barat waktu itu (Frans Kaisiepo). Kemudian pada tanggal 1 April 1973 Dinas Kehutanan Propinsi Irian Barat menyerahkan Bagian Penelitian Kehutanan (SP3K) melalui serah terima dari Direktur LP3M (Soejono Hadikusoemo) kepada Kepala SP3K (Soehoed Sosrodihardjo). b. Sistem Pendidikan Secara resmi SKMA Manokwari bukanlah sekolah kedinasan, namun setiap lulusannya diangkat menjadi PNS pada Instansi Pertanian dan Instansi Kehutanan di Irian Jaya pada waktu itu. Meskipun demikian, sebagian besar biaya pendidikan dibiayai oleh Pemerintah termasuk penyelenggaraan asrama siswa. PERIODISASI PENDIDIKAN KEHUTANAN
V-5
SEJARAH KEHUTANAN PAPUA
Mata pelajaran teori berjumlah sekitar 55 % dan praktek 45 % dari seluruh jumlah jam pelajaran. Tempat praktek adalah hutan di sekitar Manokwari. c. Persyaratan dan Rekruitmen Peserta Persyaratan bagi siswa baru adalah tamatan SMP dan yang sederajat, laki-laki, belum menikah, sehat jasmani dan rohani, tinggi badan minimal 160 cm. Rekruitmen siswa baru melalui Instansi Kehutanan dan atau langsung oleh SPMA/SKMA Manokwari. d. Penyelenggaraan, Pengajar Sesuai kurikulim yang diberlakukan waktu itu, lama pendidikan adalah 3 (tiga ) tahun termasuk praktek lapangan pada setiap kelas (tahun ajaran). Jumlah guru tetap terbatas, sehingga sebagian besar pengajar berstatus guru tidak tetap yang merupakan para pejabat Pertanian/ Kehutanan dan berbagai instansi pemerintah lainnya yang ada di Manokwari. Yang pernah menjabat Ketua Jurusan Kehutanan pada SPMA Manokwari adalah berturuturut Loekito Daryadi dan Z.P Simanjuntak (alm). Setelah Halaman Bekas Gd. Lama SKMA Manokwari diresmikan, (Tidak Terawat) kepala SPMA Manokwari dijabat oleh Trito dan kemudian Nuzyrwan Zein. Kepala SKMA Manokwari berturut-turut dijabat oleh R. Moch. Ismail, Agus Sunyoto, Pradjadisastra (merangkap Direktur SPMA Manokwari) dan Mikdar Achmad Sapari. e. Lulusan Dari 47 orang siswa Kehutanan pada SPMA/SKMA Manokwari antara tahun 1963 sampai dengan 1973, dihasilkan lulusan sebanyak 29 orang (sekitar 60 % dari jumlah siswa yang diterima waktu di kelas 1) dengan rincian, sebagai berikut : PERIODISASI PENDIDIKAN KEHUTANAN
V-6
SEJARAH KEHUTANAN PAPUA
Angkatan I (1963-1966)
: 4 orang
Angkatan II (1964-1967)
: 1 orang (alm. Nasendi, MSc)
Dr.
Ir.
Benyamin
Angkatan III (1965-1968) : Nihil Angkatan IV (1966-1969) : 8 orang Angkatan V (1967-1970)
: 5 orang
Angkatan VI (1968-1971) : 7 orang Angkatan VII (1969-1973) : 5 orang f.
Catatan Ringan Karena jumlah siswa kehutanan sedikit dan berasal dari berbagai daerah di Irian Jaya, serta jurusan/ pendidikan kehutanan merupakan hal baru di Irian Jaya pada waktu itu, maka Jalan Menuju bekas SKMA Manokwari suasana yang menonjol di Kp. Arfai- Manokwari yang dirasakan oleh para siswa adalah kekeluargaan yang erat dan saling membantu sejak di sekolah sampai bertugas sebagai pejabat di Instansi Kehutanan di Irian Jaya. Salah satu dari 30 orang alumninya yang berhasil melanjutkan pendidikan ke jenjang S3 adalah Dr. Ir. Benyamin Nasendi, MSc (Alm). Yang bersangkutan pernah menjabat sebagai Kepala Dinas Kehutanan tahun 1990 s.d. 1993 dan selanjutnya sebagai peneliti pada Badan Litbang Kehutanan di Bogor.
g. Penutupan SKMA Manokwari Sehubungan sejak tahun 1963 komunikasi dan transparansi ke Pusat (Jakarta) sudah lancar dan lulusan SMP di Irian Jaya relatif sederajat dan tidak jauh ketinggalan dari daerah lain di Indonesia, maka sejak tahun 1969 SKMA Manokwari tidak menerima siswa baru lagi. Peminat SKMA Manokwari disalurkan ke SKMA Bogor. Bahkan sejak tahun 1963 telah ada yang lulus seleksi dan diterima sebagai siswa SKMA Bogor. PERIODISASI PENDIDIKAN KEHUTANAN
V-7
SEJARAH KEHUTANAN PAPUA
Lulusan pertama SKMA Bogor asal Irian Jaya pada tahun 1965 antara lain, adalah Samber, Sembor, Makabori (Alm), Abner Komboy (Alm) Mantan Kepala Dinas Kehutanan Propinsi Irian Jaya (1980-1989), Worabai (Alm) dan Dr (HC) Ir. Hugo Julian Rajaar, Mantan Kepala Dinas Kehutanan Provinsi Papua (2000-2004). Yang terakhir meraih gelar S1 dari Fakultas Pertanian Jurusan Kehutanan Universitas Cendrawasih, Manokwari. Lulusan 1973 merupakan lulusan terakhir. Sementara para peminat sekolah ke SKMA Manokwari kemudian disalurkan ke SKMA Bogor. Kelak SKMA Manokwari dibuka kembali oleh Departemen Kehutanan pada tahun 1991/1992, seperti dipaparkan dalam uraian berikut. SKMA Departemen Kehutanan Sejak diterbitkannya PP No. 1 Tahun 1970 tentang HPH dan HPHH, kemudian disempurnakan melalui PP No. 18 Tahun 1975, intensitas kegiatan pengusahaan hutan, terutama di luar Jawa terus meningkat. Pemerintah melihat pada waktu itu, kiprah para alumni SKMA dengan pengetahuan serta keterampilan yang mereka miliki, telah memberikan andil yang sangat besar bagi kemajuan kehutanan di Indonesia. Sehingga pada SKMA Manokwari di bawah Seminar Persaki tahun 1979 Departemen Kehutanan di Surabaya, salah satu butir penting yang dicetuskan oleh berbagai pihak adalah merekomondasikan untuk menyelenggarakan/mengaktifkan kembali kegiatan SKMA yang sempat dihentikan aktivitasnya. Pemerintah menyambut positif dan dapat memahami rekomendasi tersebut. Melalui Departemen Pertanian serta dengan persetujuan Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, berturut-turut pemerintah menyelenggarakan dan mendirikan SKMA di 2 (dua) kota, yaitu SKMA Kadipaten dan SKMA Samarinda (1979/1980), sambil menjajagi kemungkinan pembangunan SKMA Pekanbaru (1986/1987), SKMA Ujung Pandang (1987/1988), serta melanjutkan kegiatan SKMA Manokwari (1991/1992). PERIODISASI PENDIDIKAN KEHUTANAN
V-8
SEJARAH KEHUTANAN PAPUA
Pertimbangan dasar pendirian ke lima SKMA tersebut diatas adalah wilayah pelayanan yaitu wilayah dari mana para siswa dan calon siswa SKMA berasal. Dengan adanya pembagian wilayah pelayanan ini diharapkan, bahwa biaya penyelenggaraan SKMA khususnya biaya perjalanan para siswa akan lebih efisien.
Siswa SKMA Manokwari, tinggal satu SKMA di Indonesia
Pada tahun 1983, Departemen Kehutanan terbentuk. Melalui keputusan Menteri
Kehutanan
No.
68/Kpts-II/1983,
Kadipaten dan SKMA Samarinda koordinasi Pusat
Diklat
penyelenggaraaan
selanjutnya
berada
SKMA dibawah
Kehutanan, Sekretariat Jenderal Departemen
Kehutanan. Artinya kedua sekolah tersebut resmi menjadi SKMA Departemen Kehutanan. Menyusul selanjutnya SKMA Pekanbaru dan SKMA Ujung Pandang melalui Keputusan Menteri Kehutanan No. 195/Kpts-II/1990. Kemudian berdasarkan Keputusan Menteri Kehutanan No. 630/Kpts-II/1992, SKMA di Manokwari yang telah lama berhenti, diaktifkan kembali untuk melayani kebutuhan tenaga teknis menengah kehutanan di wilayah Irian Jaya dan sekitarnya. Program pendidikan yang diselenggarakan pada kelima SKMA tersebut, seluruhnya menerapkan sistem kedinasan.
PERIODISASI PENDIDIKAN KEHUTANAN
V-9
SEJARAH KEHUTANAN PAPUA
Pada tahun 1983, SKMA Kadipaten dan SKMA Samarinda pertama kali menghasilkan lulusan masing-masing sebanyak 62 dan 30 orang. Disusul kemudian oleh SKMA Pekanbaru pada tahun 1991 sebanyak 70 orang, dan SKMA Ujung Pandang pada tahun 1992 sebanyak 34 orang, sementara SKMA Manokwari pada tahun 1994 menghasilkan lulusan sebanyak 39 orang. Setelah itu kelima SKMA di Indonesia tersebut setiap tahun menghasilkan lulusan antara 30 sampai 40 orang per kelasnya. Tabel 5-1 Garis-garis besar program kurikulum SKMA Departemen Kehutanan (SK Menhut No. 272/Kpts-II/1991, tanggal 21 Mei 1991) Program Inti, Mata Pelajaran Dasar Umum sebanyak 58 kredit
Program Inti, Mata Pelajaran Dasar Kejuruan, sebanyak 86 kredit
Program Pilihan, Mata Pelajaran Kejuruan sebanyak 96 kredit
Pendidikan Agama
Matematika
Silvikultur
Pendidikan Moral Pancasila
Fisika
Perlindungan Hutan
Pendidikan Sejarah Perjuangan Bangsa
Kimia
Konservasi Sumberdaya Alam Hayati
Sejarah Nasional Indonesia dan Sejarah Dunia
Biologi
Penyuluhan Kehutanan
Bahasa dan Sastra Indonesia
Bahasa Inggris
Pengelolaan Daerah Aliran Sungai
Pendidikan Jasmani
Klimatologi
Pemungutan Hasil Hutan
Kewiraan
Teknologi Hasil Hutan
Kependudukan dan Lingkungan Hidup
Pengukuran dan Pengujian Kayu
Peraturan Perundang –undangan
Pengantar Ekonomi Kehutanan
Pengantar Ilmu Kehutanan
Manajemen Kehutanan
Ilmu Tanah Hutan
Pengukuran dan Perpetaan
Dendrologi
Inventarisasi Hutan
Praktek Kerja Lapangan (PKL)
Kelas I dilaksanakan pada semester 2 selama 4 minggu Kelas II dilaksanakan pada semester 4 selama 8 minggu
Kelas III dilaksanakan pada semester 6 selama 8 minggu. (SKMA di P. Jawa praktek ke luar Jawa, SKMA di luar Jawa praktek di P. Jawa)
Perencanaan Hutan
Lulusan SKMA terbaik di seluruh SKMA oleh pemerintah/Departemen Kehutanan diberikan kesempatan (rata-rata 10 orang) untuk melanjutkan pendidikan ke jenjang S1 di UGM, Yogyakarta. Kemudian untuk menyeimbangkan perbandingan jumlah tenaga teknis kehutanan dengan tenaga administrasi, pada tahun 1993 dan 1994 Departemen Kehutanan memberi kesempatan kepada pegawai tamatan SLTA untuk mengikuti program D3 Kehutanan di IPB dan UGM melalui penyaringan administrasi dan testing yang dilaksanakan Biro Kepegawaian bekerjasama dengan Pusat Diklat Pegawai dan Pengembangan SDM Kehutanan. PERIODISASI PENDIDIKAN KEHUTANAN
V - 10
SEJARAH KEHUTANAN PAPUA
SKMA di lima kota (Pakanbaru, Kadipaten, Samarinda, Ujung Pandang, dan Manokwari) sejak berdirinya telah menghasilkan sejumlah lulusan yang telah bekerja pada sektor kehutanan dan tersebar di seluruh wilayah Indonesia. Pada umumnya para lulusan tersebut bekerja sebagai pegawai negeri dan pegawai BUMN maupun sebagai pegawai swasta yang bekerja di HPH-HPH dan industri kehutanan. Tidak diperoleh data mengenai penyerapan tenaga lulusan SKMA oleh instansi kehutanan daerah dalam era otonomi daerah. Selama masa krisis moneter, tidak kurang dari 600 lulusan SKMA sebagai PNS/pegawai BUMN belum memperoleh pekerjaan (data Biro Kepegawaian, 2000). Penyebabnya adalah situasi ekonomi nasional yang sangat memprihatinkan, telah melumpuhkan kegiatan swasta sektor kehutanan (HPH-HPH dan industri kehutanan). Kondisi ini menyebabkan penyerapan lulusan SKMA ke sektor swasta kehutanan, secara perlahan mulai dihentikan. Hal ini kemudian diperparah oleh adanya peraturan, bahwa Pusat tidak dapat mengangkat pegawai negeri golongan II/a (pangkat lulusan SKMA yang baru diangkat) dan terbatasnya formasi PNS golongan II, khususnya di Departemen Kehutanan. Keadaan tersebut mendorong timbulnya kebijakan dari pimpinan Departemen Kehutanan untuk menutup sementara kegiatan SKMA. Kebijakan untuk menutup SKMA akhirnya terjadi, yang ditandai dengan adanya surat edaran dari Kepala Pusat Diklat Kehutanan No. 673/IIDIK/B/2001 tanggal 6 Juni 2001 yang ditujukan kepada semua Kepala SKMA di lima kota yang isinya berupa perintah untuk tidak menerima siswa baru SKMA mulai tahun ajaran 2001 dan untuk menyelesaikan pendidikan siswa SKMA yang ada, sesuai dengan ketentuan yang berlaku. Pada bulan Juli 2003 semua siswa SKMA yang masih ada telah menyelesaikan pendidikannya, yang berarti bahwa setelah itu SKMA tidak mempunyai kegiatan lagi. Hingga saat ini, status SKMA di lima kota masih mengambang dan belum ada kepastian/keputusan resmi dari pemerintah. Beberapa alumni berharap, bahwa penutupan SKMA oleh pemerintah sifatnya hanya sementara, selama krisis ekonomi, sosial dan politik dalam negeri belum pulih. Dan apabila krisis multidemensi ini sudah kembali stabil, dapat dipastikan bahwa kegiatan sektor kehutanan akan meningkat jauh lebih tinggi dari era sebelumnya. Jika pada era sebelumnya kegiatan kehutanan lebih menitikberatkan pada pemanfaatan hutan, maka pada era ke depan sektor kehutanan akan mengalami fase yang panjang pada kegiatan pembangunan kembali, penataan dan pemanfaatan. Sudah jelas, apabila fase itu terjadi, sektor kehutanan akan membutuhkan SDM kehutanan dalam jumlah banyak, baik di pusat maupun di daerah. PERIODISASI PENDIDIKAN KEHUTANAN
V - 11
SEJARAH KEHUTANAN PAPUA
Profesionalisme, bermental kuat, jujur, bersih dan memiliki loyalitas tinggi pada kelestarian hutan, nampaknya akan menjadi prasyarat/ciri SDM kehutanan ke depan. Konsekwensi dari semua ini, tentu saja lembagalembaga pendidikan menengah kehutanan (formal/informal) harus didukung dan didorong oleh kebijakan untuk dapat dikembangkan di berbagai tempat, baik oleh pemerintah maupun swasta. Beberapa penyesuaian kurikulum, harus dilakukan menurut kondisi, keadaan dan tujuan, dengan tetap tidak mengabaikan tujuan akhir dari pengelolaan hutan, yakni lestari fungsi ekologis, lestari fungsi sosial dan lestari fungsi ekonomi untuk generasi kini maupun generasi mendatang. Kurikulum SKMA (Departemen Kehutanan) Di muka telah diuraikan bahwa tenaga teknis menengah kehutanan di seluruh Indonesia, hampir 90% lebih dihasilkan dari para lulusan pendidikan formal SKMA pada berbagai periodisasi. SKMA Bogor (19491969), SKMA Manokwari (1963-1973 dan dilanjutkan kembali pada tahun 1991/1992) dan SKMA Kadipaten (1966–1973), SKMA Pakanbaru (1986/1987), SKMA Ujungpandang (1987/1988), hingga dihentikan pemerintah pada tahun 2001, kecuali SKMA Manokwari. Ribuan lulusan SKMA telah banyak yang mengabdikan dirinya untuk bekerja pada sektor-sektor kehutanan di berbagai tempat di seluruh Indonesia. Pengetahuan kemampuan dan dedikasi para lulusan SKMA ini tidak diragukan lagi. Sisi keberhasilan pendidikan SKMA, salah satunya KEP. SEKOLAH
WAKIL KEPSEK I
II
KEP. URUSAN TATA USAHA
III
IV
URPEG
URRT
URUM
URTU
URPEG
WAKIL: I : Pengajar/ Kurikulum II : Sarpras Pendidikan III : Kesiswaan IV : Humas/PKL
Kelompok GURU
Struktur Organisasi SKMA PERIODISASI PENDIDIKAN KEHUTANAN
V - 12
SEJARAH KEHUTANAN PAPUA
karena sistem pendidikan yang dilaksanakan, mengharuskan setiap siswa untuk tinggal di asrama selama masa pendidikan berlangsung. Kelebihan sistem ini menurut pengelola adalah dapat membangun keseragaman dalam hal rasa kebersamaan, kemandirian, tanpa membeda-bedakan dari mana siswa berasal, yang selanjutnya dapat membentuk jiwa korps rimbawan yang tinggi. Mereka akan dapat saling mendukung, membantu dan mengisi kekurangan satu dengan lainnya. Pada sisi lain kurikulum yang dirancang dan diberikan kepada peserta didik, juga memiliki banyak kelebihan dibandingkan dengan program kurikulum yang dibuka oleh Departemen Pendidikan dan Kebudayaan (untuk program studi lain). Dapat dikatakan kurikulum yang ada dianggap sangat cocok dengan kondisi dan perkembangan kehutanan waktu itu. Tabel 5-2. Fasilitas Sarana Prasarana SKMA Manokwari Papua No
Uraian
1
Kelas
2
Asrama
3 4 5
Ruang Makan Laboratorium Perpustakaan
Satuan (unit/m2) 4 Unit 10.441 m2 2 unit 2.000 m2 240 m2 240 m2 80 m2
Kapasitas (orang) 160 120 -
Pada tahun 1990-an, program kurikulum SKMA yang dirancang 3 tahun masa pendidikan, ditetapkan berdasarkan Keputusan Menteri Kehutanan No. 272/Kpts-II/1991, tanggal 21 Mei 1991. Program kurikulum yang dikembangkan SKMA Departemen Kehutanan, relatif seragam dan tidak mengalami perubahan secara mendasar sejak SKMA berdiri hingga berakhirnya masa aktif SKMA. Program kurikulum SKMA yang dirancang untuk Kurikulum ini memiliki banyak kelebihan, terutama karena kelengkapan materi yang cukup memadai pada program-program mata pelajaran kejuruan (dasar Ruang Kelas SKMA Manokwari dan pilihan), serta adanya program praktek lapang PERIODISASI PENDIDIKAN KEHUTANAN
V - 13
SEJARAH KEHUTANAN PAPUA
pada setiap tingkatan, dengan waktu dan tempat yang berbeda-beda. Program Inti, Mata Pelajaran Dasar Umum sebanyak 6 mata pelajaran dengan bobot 58 kredit, Program Inti, Mata Pelajaran Dasar Kejuruan, sebanyak 12 mata pelajaran dengan bobot 86 kredit, Program Pilihan, Mata Pelajaran Kejuruan sebanyak 13 mata pelajaran dengan bobot 96 kredit, serta Praktek Kerja Lapangan (PKL) pada setiap angkatan dengan lokasi yang berbeda-beda. SKMA Manokwari Setelah Tahun 1991 Pada Edisi Kedua SKMA Manokwari (satu-satunya yang masih berdiri di Indonesia hingga sekarang) yaitu sejak Tahun 1991 dipimpin oleh Kepala Sekolah berturut-turut sebabagai berikut: Ir. AEP Rohandi
: 1991 -1992
Ir. Hermes Kudik
: 1992 -1993
Ir. Adet Sumama
: 1993 -1996
Ir. Elim Kalua
: 1996–sekarang
SKMA Manokwari, sebelum tahun 2001 berada di bawah Pusdiklat Kehutanan Ir. Elim Kalua Bogor, namun setelah tahun 2001 sistem Kep. SKMA Manokwari (1996 –sekarang) penggajian berada di bawah Badan Kepegawaian Daerah Kabupaten Manokwari di bawah Bupati, namun teknis operasional tetap berada di bawah Pusdiklat Kehutanan Bogor. Alamat SKMA di Jl. Serma Suwandi Sanggeng, Manokwari. Kurikulum berpatokan pada teory 40 % dan praktek 60 % jenjang pendidikan selama 6 smester, murid dari lulusan SLTP atau sederajat. Riwayat Hidup
Kegiatan
Praktek
Nama
: Ir. Elim Kalua
Tempat tgl Lahir
: Rante Pao, 5-02-1958
Kerja Lapang (PKL)
Pendidikan
: S1Kehutanan Univ. Hasanudin, Makasar
untuk
Riwayat Pekerjaan
:
kelas
dilakukan
1
selama
- Kepala SKMA Manokwari 1997 –sekarang
satu bulan, tentang
- Kepala Seksi Penyelenggaraan BLK Pekanbaru 1994-1997
pengenalan tipe-tipe
- Kep. Seksi Penyelenggaraan Lal. BLK Manokwari 1990-1994 - Staf BLK Manokwari
1986-1990
- Staf Pusdiklat Bogor
1984-1985
PERIODISASI PENDIDIKAN KEHUTANAN
hutan
dan kawasan
konservasi.
Saat V - 14
SEJARAH KEHUTANAN PAPUA
kelas dua PKL dilaksanakan selama 2 bulan dilakukan di unit-unit HPH tentang praktek pengelolaan hutan produksi. Pada akhir kelas III kegiatan praktek dilakukan di hutan tanaman dan praktek pengelolaan kawasan konservasi dilaksanakan dalam waktu 2 bulan di Perum Perhutani, Jawa Timur; sedangkan kawasan konservasi di Alas Purwo, Meru Betiri dan Bromo Tengger Jawa Timur. Kegiatan wisuda, biasanya pada Bulan Juni dilaksanakan oleh Kepala Pusat Diklat Kehutanan, Bogor. Lulusan SKMA, selama ini diserap di instansi-instansi
pemerintah,
antara
lain:
Perum
Perhutani,
Dinas
Kehutanan Kaltim, Kalteng, NTT, Sulawesi, Maluku, Maluku Utara, Papua Barat, Papua dan Inhutani Kalimantan; pada instansi swasta, unit HPH/IUPHHK di Papua dan Maluku. Tabel 5-2a. Perkembangan Jumlah Siswa SKMA Manokwari dan Lulusan Per Tahun Sejak Berdiri tahun 1991/1992 No
Tahun
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16
1991/1992 1992/1993 1993/1994 1994/1995 1995/1996 1996/1997 1997/1998 1998/1999 1999/2000 2000/2001 2001/2002 2002/2003 2003/2004 2004/2005 2005/2006 2006/2007
I 43 42 41 40 40 40 40 40 40 40 36 40 40 30 42 40
Kelas II 40 42 40 38 40 41 34 35 40 39 40 37 37 39 40
III 39 36 35 36 41 40 31 35 40 33 31 33 33 34
Jumlah
Lulusan
43 82 122 116 113 116 122 114 106 115 115 113 108 100 114 114
39 34 32 34 41 34 31 32 40 32 38 32 33 -
Kegiatan Akademik Kegiatan belajar setiap hari senin sampai dengan hari sabtu, masuk kelas dimulai jam 7.30 hingga 17.30. Istirahat dua tiga kali, yaitu pada jam 09.45 –10.00; jam 13.15 –14.45 dan jam 15.30-16.00.
PERIODISASI PENDIDIKAN KEHUTANAN
V - 15
SEJARAH KEHUTANAN PAPUA
Mata Pelajaran yang diberikan pada Kelas Satu meliputi : 1. Pendidikan Agama Islam 10. Kimia 2. Pendidikan Kristen Protestan 11. Biologi 3. Pendidikan Kristen Katolik 12. Bahasa Inggris 4. PPKn 13. Klimatologi 5. Sejarah dunia 14. Kewiraan 6. Bahasa Indonesia 15. Peraturan Perundangan Kehutanan 7. Pendidikan Jasmani 16. Pengantar Ilmu Kehutanan 8. Matematika 17. Ilmu Tanah Hutan 9. Fisika 18. Silvikultur 19. Perlindungan Hutan Selain itu dilakukan pula pembinaan bakat, meliputi kegiatan : -
Bola Volley/sepak bola
-
Band
-
Softball
-
Takrauw
Dilakukan pula pelaksanaan UKS dan Bimbingan Penyuluhan (BP) disesuaikan dengan kebutuhan. Mata Pelajaran Kelas Dua, terdiri dari : 1. Pendidikan Agama Islam 2. Pendidikan Kristen Protestan 3. Pendidikan Kristen Katolik 4. PPKN 5. Sejarah dunia 6. Bahasa Indonesia 7. Pendidikan Jasmani 8. Matematika 9. Biologi 10. Bahasa Inggris 11. Kewiraan
12. KLH 13. Dendrologi 14. Silvikultur 15. KSDA 16. Pemanenan Hasil Hutan 17. Pengantar Ekonomi Kehutanan 18. Manajemen Kehutanan 19. Pengukuran dan Perpetaan 20. Inventarisasi Hutan 21. Perencanaan Hutan
Kegiatan pembinaan bakat, yaitu : - Bola Volley/ Takraw - Band - Sepak Bola Dilakukan pula pelaksanaan UKS dan Bimbingan Penyuluhan (BP) disesuaikan dengan kebutuhan. PERIODISASI PENDIDIKAN KEHUTANAN
V - 16
SEJARAH KEHUTANAN PAPUA
Mata Pelajaran Kelas Tiga, terdiri dari : 1. Pendidikan Agama Islam 2. Pendidikan Kristen Protestan 3. Pendidikan Kristen Katolik 4. PPKn 5. Sejarah dunia 6. Bahasa Indonesia 7. Pendidikan Jasmani 8. Matematika 9. Bahasa Inggris 10. Silvikultur
11. KSDA 12. Penyuluhan Kehutanan 13. Pengelolaan DAS 14. Pemanenan Hasil Hutan 15. Teknologi Hasil Hutan 16. Pengukuran dan Pengujian Kayu 17. Manajemen Kehutanan 18. Pengukuran dan Perpetaan 19. Inventarisasi Hutan 20. Perencanaan Hutan
Pembinaan bakat, meliputi : -
Bola Volley/ Takraw Band Sepak Bola Bimbingan Karya Tulis Pelaksanaan Kegiatan UKS dan Bimbingan Penyuluhan (BP) disesuaikan dengan kebutuhan.
5.2. Pendidikan dan Latihan (Diklat) Kehutanan Sampai dengan saat ini telah terdapat 9 (sembilan) tempat Pendidikan dan Latihan Kehutanan di Indonesia, yaitu : (1) Pusat Diklat, (2) BDK (Balai Diklat Kehutanan) Bogor, Hutan Diklat Jampang, (3) BDK Kadipaten (4) BDK Pematang Siantar, Hutan Diklat Pondok Buluh (5) BDK Pekanbaru, Hutan Diklat Bukit Suligi (6) BDK Samarinda, Hutan Diklat Loa Haur (7) BDK Makasar, Hutan Diklat Tabo-tabo (8) BDKKupang,Hut anDi kl atSo’ e (9) BLK Manokwari, Hutan Diklat Tuwan Wouwi Balai Latihan Kehutanan adalah unit pelaksana teknis Pusat Pendidikan dan Latihan Kehutanan di bidang latihan kehutanan yang berada yang berada di bawah dan bertanggung jawab langsung kepada Kepala Pusat Pendidikan dan Latihan Kehutanan. Balai Latihan Kehutanan (BLK) dipegang oleh seorang Kepala Balai. PERIODISASI PENDIDIKAN KEHUTANAN
V - 17
SEJARAH KEHUTANAN PAPUA
BLK bertugas melaksanakan kursus dan latihan pegawai dan non pegawai di bidang kehutanan sesuai dengan peraturan yang berlaku. Fungsi dari BLK
adalah,
(1)
mempersiapkan,
mengatur
dan
mengevaluasi
pelaksanaan kursus dan latihan, serta mengelola sarana latihan, (2) melakukan pengajaran teori dan praktek, (3) melakukan urusan tata usaha. Secara organisatoris Kepala BLK membawahi, (1) Sub Bagian Tata Usaha, yang bertugas melakukan urusan kepegawaian, keuangan, suratmenyurat, perlengkapan dan rumah tangga; (2) Seksi Penyelenggaraan Latihan;
bertugas
mempersiapkan,
mengatur
danmengevaluasi
pelaksanaan kursus dan latihan, dan mengelola sarana latihan; dan (3) Kelompok Pelatih/Instruktur; bertugas menyiapkan bahan pelajaran dan melakukan pengajaran teori dan praktek. Balai Latihan Kehutanan pertama kali diatur melalui Keputusan Menteri Kehutanan Nomor 094/Kpts-II/1984, tentang Organisasi dan Tata Kerja Balai Latihan Kehutanan. 5.2.1. Kurikulum/ Modul yang diprogramkan oleh Balai Latihan Kehutanan Diklat Kepemimpinan Tingkat III Latar Belakang; PNS sebagai unsur utama SDM Aparatur Negara mempunyai
peranan
yang
menentukan
dalam
penyelenggaraan
pemerintahan dan pembangunan. Untuk itu diperlukan sosok PNS yang kompeten dari sikap dan perilakunya, setia dan taat kepada negara, bermoral
dan
bermental
baik,
profesional
dan
sadar
akan
tanggungjawabnya sebagai pelayan publik menurut PP No.101 tahun 2000. Untuk membentuk PNS seperti salah satunya melalui diklat pembentukan kompetensi PNS untuk jabatan struktural seperti yaitu Diklat Kepemimpinan Tingkat III. Tujuan; Meningkatkan pengetahuan, keterampilan/keahlian dan sikap untuk melaksanakan tugas jabatan struktural eselon III, menciptakan aparatur yang mampu berperan sebagai pembaharu dan memantapkan sikap dan semangat pengabdian yang berorientasi pada pelayanan masyarakat.
PERIODISASI PENDIDIKAN KEHUTANAN
V - 18
SEJARAH KEHUTANAN PAPUA
Materi Pokok : Analisis Kebijakan Publik
Hukum Administrasi Negara (HAN)
Membangun Pemerintah yang baik
Kepemimpinan dalam Keragaman Budaya
Negoisasi, Kolaborasi dan Jejaring Kerja
Teknik Analisis Manajemen
Pemberdayaan SDM
AKIP dan Pengukuran Kinerja
Teknologi Informasi dalam Pemerintah
Telaahan Staf Paripurna
Pengembangan Pelaksanaan Pelayanan Prima
Peserta
PNS yang memiliki kompetensi sesuai dengan persyaratan jabatan Eselon III
Gedung Balai Latihan Kehutanan di Manokwari
Kulifikasi Sarjana (S-1)
Pengajar Widayaiswara Pusat/BDK Kehutanan, instansi terkait Durasi : 50 hari, 360 JPL Diklat Kepemimpinan Tingkat IV Latar Belakang; PNS sebagai unsur utama SDM Aparatur Negara mempunyai
peranan
yang
menentukan
dalam
penyelenggaraan
pemerintahan dan pembangunan. Untuk itu diperlukan sosok PNS yang kompeten dari sikap dan perilakunya, setia dan taat kepada negara, PERIODISASI PENDIDIKAN KEHUTANAN
V - 19
SEJARAH KEHUTANAN PAPUA
bermoral
dan
bermental
baik,
profesional
dan
sadar
akan
tanggungjawabnya sebagai pelayan publik. Menurut PP No.101 Tahun 2000 tentang Pendidikan dan Pelatihan Jabatan PNS, antara lain ditetapkan jenis-jenis Diklat PNS. Salah satu jenis diklat yang diperlukan dalam pembentukan kompetensi PNS untuk jabatan struktural Eselon IV adalah Diklat Kepemimpinan Tingkat IV. Tujuan; Meningkatkan pengetahuan, keterampilan/keahlian dan sikap untuk melaksanakan tugas jabatan struktural eselon IV, menciptakan aparatur yang mampu berperan sebagai pembaharu dan memantapkan sikap dan semangat pengabdian yang berorientasi pada pelayanan masyarakat. Materi Pokok
SANRI
Dasar-Dasar Administrasi Publik
Dasar-Dasar Kepemerintahan yang baik
Manajemen SDM, Keuangan, Materiil
Kombinasi dan Hubungan Kerja
Teknik Komunikasi & Presentasi yang Efektif
Operasional Pelayanan Prima
Pemecahan Masalah & Pengambilan Keputusan (PMPK)
Pola Kerja Terpadu
Pengelolaan Informasi & Teknik Pelaporan
Peserta
PNS yang memiliki kompetensi sesuai dengan persyaratan jabatan Eselon IV
Kualifikasi SLTA, Sarjana (S-1)
Pengajar : Widyaiswara Pusat/ BDK Kehutanan, instansi terkait Durasi : 37 hari, 285 JPL, Teori 40%, Praktek 60% PERIODISASI PENDIDIKAN KEHUTANAN
V - 20
SEJARAH KEHUTANAN PAPUA
Diklat Pengukuran dan Perpetaan Tingkat Dasar Latar Belakang; Dalam kegiatan pembangunan kehutanan, diawali dengan perencanaan dan kegiatan yang berhubungan dengan penyiapan prakondisi
pengelolaan
kawasan
hutan.
Salah
satu
pelaksanaan
kegiatannya adalah pengukuran dan pemetaan kawasan hutan, dimana diperlukan tenaga pelaksana yang mempunyai keterampilan teknis yang memadai. Pada saat ini tenaga teknis pengukuran dan perpetaan kawasan hutan di daerah sangat terbatas, baik jumlah maupun kualitasnya. Oleh karena itu perlu diselenggarakan pelatihan pengukuran dan perpetaan tingkat dasar. Tujuan; Setelah mengikuti pelatihan ini peserta diharapkan mampu melaksanakan pengukuran terestris dengan alat theodolite kompas (TO) dan pemetaan dengan cara koordinat. Materi Pokok
Kecerdasan Spritual
Kebijakan Dephut dalam Pengukuran dan Pemetaan
Pengetahuan Alat Ukur Tanah
Teknik Pengukuran Terestris
Koreksi Boussole
Dasar-dasar Perpetaan
Dasar-Dasar Pengetahuan GPS
Dasar-Dasar Pengukuhan Hutan
Peserta
PNS Pusat, Staf BP DAS, BPKH dan Dishut Prop/Kabupaten
Kualifikasi Pendidikan Minimal SLTA
Usia Maksimal 35 tahun
Pengajar : Widyaiswara Pusat Diklat Kehutanan, BDK Kehutanan & instansi lain terkait yang menguasai materi diklat Durasi : 30 hari, 200 JPL, Teori 40%, Praktek 60% PERIODISASI PENDIDIKAN KEHUTANAN
V - 21
SEJARAH KEHUTANAN PAPUA
Diklat Pengukuran dan Perpetaan Tingkat Lanjutan Latar Belakang; Adanya kepastian batas kawasan dan batas blok/petak, merupakan syarat utama bagi terwujudnya pengelolaan hutan lestari, namun demikian sampai dengan saat ini belum semua kawasan hutan diselesaikan penataan batas dan pengukuhan serta pembagian hutan ke dalam petak/ blok. Kondisi tersebut sangat rawan bagi keamanan hutan. Mengingat perkembangan saat ini menunjukkan adanya sinergisme upaya pelestarian hutan. Dari data dan informasi yang diperoleh dari laporan perkembangan pengukuhan dan penataan hutan, diperoleh gambaran bahwa kelambatan kegiatan ini antara lain disebabkan oleh karena terbatasnya tenaga teknis kehutanan yang memiliki pengetahuan, keterampilan dan sikap yang memadai dibidang pengukuran dan perpetaan Tujuan; Setelah mengikuti pelatihan ini diharapkan mampu melaksanakan pengukuran dengan alat-alat TO dan T1 dan pemetaan dengan cara koordinat lokal pada areal hutan sesuai kaidah perpetaan kehutanan. Materi pokok
Kebijakan Pengukuhan dan Penatagunaan Lahan
Matematikan Terapan
Pengetahuan Alat Ukur
Dasar-Dasar Kartografi/Perpetaan
Dasar-Dasar Perencanaan Jalan Hutan
Pengetahuan GPS
Ilmu Ukur Tanah
Peserta
Sasaran PNS yang akan ditunjuk atau sudah bertugas di bidang pengukuran dan pemetaan pada instansi kehutanan khususnya di daerah
Kualifikasi Pendidikan SLTA-eksakta D1, D2, D3 kehutanan
Umur maksimal 35 tahun
Pengajar;
Widayaiswara, pejabat yang menguasai materi diklat dan instansi lain yang terkait dan memiliki kemampuan menilai hasil belajar
Durasi : 60 hari, 400 JPL, Teori 40%, Praktek 60% PERIODISASI PENDIDIKAN KEHUTANAN
V - 22
SEJARAH KEHUTANAN PAPUA
Diklat Standard Audit Kehutanan No. I
MATA PELAJARAN Teori
JPL (42)
1.
Binas Suasana Pelatihan
2
2.
Arah Pembangunan Kehutanan
4
3.
Kebijakan Standar Audit Kehutanan (SAK)
4
4.
Audit Perencanaan Kehutanan
6
5.
Audit Pemanfaatan Hutan
8
6.
Audit Rehabilitasi Lahan dan Perhutanan Sosial (RLPS)
10
7.
Audit Perlindungan Hutan dan Konservasi Alam (PHKA)
6
8.
Audit Penyuluhan Kehutanan
2
II
Praktek
1.
Audit Perencanaan Kehutanan
10
2.
Audit Pemanfaatan Hutan
12
3.
Audit Rehabilitasi Lahan dan Perhutanan Sosial (RLPS)
14
4.
Audit Perlindungan Hutan dan Konservasi Alam (PHKA)
10
5.
Audit Penyuluhan Kehutanan
4
6.
Pelaporan dan Presentasi Hasil Praktek
8
(58)
JUMLAH
100
Pengelolaan Data Permanen Sampel Plot Latar Belakang; Dalam rangka inventarisasi Hutan Nasional telah dibangun suatu kerangka system penaksiran sumber daya hutan guna menghasilkan informasi yang statis maupun dinamis untuk seluruh Indonesia. Pengumpulan data di lapangan dilakukan dengan membuat plot-plot berupa klaster pada grid 20 Km x 20 Km yang didalamnya terdapat plot contoh sementara (Temporary Sample Plot-TSP) dan plot contoh permanen (Permanent Sample Plot-PSP). Sampai saat ini telah selesai pengukuran TSP/ PSP sebanyak 2735 klaster dan telah menghasilkan laporan statistik sumber daya hutan Indonesia (kecuali Pulau Jawa). Laporan statistik tersebut merupakan hasil pengolahan data pengukuran plot TSP.
PERIODISASI PENDIDIKAN KEHUTANAN
V - 23
SEJARAH KEHUTANAN PAPUA
Petak contoh permanen (PSP) digunakan untuk riap tegakan. Selama ini pengolahan data PSP dilakukan di Pusat dan direncanakan untuk masa yang akan datang dilakukan di daerah. Untuk itu perlu diadakan suatu pelatihan guna memasyarakatkan dan mentransfer proses pengolahan yang ada di Pusat. Tujuan; Setelah mengikuti pelatihan ini, peserta diharapkan mampu melakukan pengolahan data TSP/PSP sampai dengan tahap validasi. Materi Pokok
Konsep Dasar dan metodologi IHN
Pengumpulan data lapangan dan pengisian tallysheet
Pengenalan jenis pohon dan pembuatan herbarium
Pengukuran pohon
Pengambilan sampel tanah
Penggunaan GPS
Entry data dan konsistensi PSP
Validasi data PSP
Pemanfaatan data TSP/PSP (Analisa data)
Peserta; Sasaran : Badan Planologi & UPTnya serta instansi terkait; Kualifikasi : PNS/CPNS yang bertugas menangani TSP/PSP, menguasai komputer (excel & dbase), pendidikan minimal SLTA, umur maksimal 45 tahun, masa kerja minimal 2 tahun. Pengajar : Widyaiswara Dephut, instansi kehutanan setempat, instansi lain (swasta, LSM) Durasi : 10 hari, 80 jpl, Teori 40% dan Praktek 60% Checking Cruising Latar Belakang; Pengelolaan hutan bertujuan agar dapat memberikan manfaat optimal dan secara tangible maupun intangible dan secara signifikan berdampak luas terhadap performansi ekonomi, sosial dan ekologi. Sebagai dasar untuk menuju pengelolaan hutan yang baik perlu informasi karakteristik yang lengkap dan akurat yang diperoleh dari hasil kegiatan risalah hutan (cruising). Perum Perhutani sebagai BUMN yang diberi wewenang mengelola hutan produksi di Pulau jawa melakukan kegiatan cruising sebagai salah satu kegiatan perencanaan hutan.Dengan terbitnya Keputusan Menhut No.126/Kpts-II/2003 tentang penataan hasil PERIODISASI PENDIDIKAN KEHUTANAN
V - 24
SEJARAH KEHUTANAN PAPUA
hutan dan No. 127/Kpts-II/2003 tentang penatausahaan hasil hutan yang berasal dari wilayah kerja Perum Perhutani untuk wilayah Jawa, maka terhadap kegiatan cruising yang dilaksanakan oleh Perum Perhutani tersebut perlu dilakukan pengecekan oleh Pemerintah Provinsi atau Kabupaten, dalam hal ini Dinas yang menangani masalah kehutanan sebagai pihak yang mempunyai tanggung jawab untuk mengontrol kelestarian sumberdaya hutan sesuai jiwa otonomi daerah. Guna mempersiapkan aparat pemerintah daerah dalam melaksanakan pemantauan kegiatan cruising yang dilaksanakan oleh Perum Perhutani terhadap hutan produksi di Pulau Jawa, maka dipandang perlu menyelenggarakan pelatihan checking cruising. Tujuan; Peserta diharapkan dapat melakukan checking cruising terhadap laporan hasil Cruising (LHC) pada hutan produksi di Pulau Jawa. Materi Pokok
Kebijakan Pemerintah Daerah
Kebijakan Pengelolaan Hutan
Kebijakan Pemerintah di Bidang Checking Cruising
Teknik Pengukuran dan Perpetaan
Teknik Pengukuran Dimensi Pohon
Teknik Ckecking Cruising
Kinerja Petugas Checking Cruising
Peserta; Sasaran : PNS Dinas Kehutanan Kab/Kota/Propinsi; Kualifikasi : Pendidikan minimal SLTA, Usia maksimal 45 tahun Pengajar : Widyaiswara Pusdiklat/BDK, Baplan, Dinas Kehutanan Propinsi/Kab dan instansi lain yang terkait. Durasi : 15 hari, 100 JPL, Teori 40%, Praktek 60% Lokalatih Analisa Ekonomi Sumber Daya Hutan (SDH) Latar Belakang; Kurangnya pemahaman terhadap nilai-nilai ekonomi SDH berupa jasa lingkungan telah mengakibatkan rendahnya penghargaan terhadap SDH yang selanjutnya akan berimplikasi terhadap upaya pelestarian hutan itu sendiri. Kegiatan pengusahaan hutan secara jangka pendek mungkin akan meningkatkan perekonomian suatu negara, namun secara jangka panjang nilai kerusakan dan bencana akan lebih tinggi dari pendapatan yang diraih. Hingga saat ini tidak sedikit proyek/kegiatan PERIODISASI PENDIDIKAN KEHUTANAN
V - 25
SEJARAH KEHUTANAN PAPUA
pembangunan yang menyebabkan kerusakan pada hutan. Keberhasilan pembangunan kehutanan sangat tergantung pada kemampuan sumberdaya alam hutan dalam menyediakan barang dan jasa baik manfaat langsung maupun tidak langsung terhadap kondisi sosial ekonomi masyarakat.Oleh karena itu dipandang perlu diselenggarakan "Lokalatih Analisa Ekonomi Sumber Daya Hutan" sehingga dalam pembangunan kehutanan, nilai jasa lingkungan mendapat perhatian yang lebih serius. Tujuan; Diharapkan dapat menjelaskan pentingnya nilai ekonomi SDH berupa jasa lingkungan dan menjelaskan pentingnya melakukan analisa ekonomi SDH sesuai kondisi masyarakat, lapangan dan ketentuan yang ada. Materi Pokok
Kecerdasan Spiritual
Fungsi dan manfaat hutan
Analisa Ekonomi SDH
Tekanan penduduk terhadap SDH
Teknik dan Metoda Penilaian Ekonomi SDH
Peserta : Sasaran : Pejabat Eselon III & IV pada Dinas Propinsi/Kota?kabupaten yang menangani bidang kehutanan dan instansi terkait lainnya. Pengajar : Balai Diklat Kehutanan dan instansi terkait lainnnya Durasi : 5 hari, 40 JPL, Teori 100% Penafsiran Citra Satelit Tingkat Dasar Latar Belakang; Pembangunan kehutanan pada saat ini dan di masa mendatang menghadapi tantangan yang semakin berat, luas dan kompleks. Untuk itu dituntut cepat dan cekatan dalam mengumpulkan, mengolah dan menyajikan data sumber daya hutan. Salah satu teknologi untuk menyediakan data dan informasi sumber daya hutan yang cepat dan akurat saat ini yang digunakan adalah penginderaan jauh dengan citra satelit. Tenaga yang terampil dalam bidang penafsiran citra satelit masih kurang dan sangat dibutuhkan. Untuk memenuhi kebutuhan tersebut antara lain dilakukan melalui pelatihan. PERIODISASI PENDIDIKAN KEHUTANAN
V - 26
SEJARAH KEHUTANAN PAPUA
Tujuan; Mencetak tenaga teknis kehutanan yang mampu menafsirkan citra satelit dan mengolah, menyajikan data dan informasi geografis hasil penafsiran. Materi Pokok
Kecerdasan Spiritual
Program Pembangunan Dephut di Bidang Perencanaan Kehutanan
Pengantar Pemetaan
Pengenalan Komputer dan Program
Dasar-Dasar Indraja dan SIG
Penafsiran Citra Satelit
Penyajian Data, Peta dan Laporan
Peserta; Sasaran : Staf BPKH, BTN, BPDAS yang ditugasi di bidang penginderaan jauh; Kualifikasi : Pendidikan minimal SLTA, Biasa bekerja dengan komputer Pengajar : Wisyaiswara BDK, BPKH dan instansi lain terkait Durasi : 21 hari, 150 JPL, teori 40% dan Praktek 60% -
Teknik Penyusunan Rencana Pengelolaan Hutan
Latar Belakang; Perencanaan kehutanan disusun secara konsepsional dan terpadu dalam satu kesatuan yang utuh dengan perencanaan kegiatan pengelolaan sumber daya lainnya. Perencanaan kehutanan memegang peranan penting, karena merupakan fungsi pertama dalam pengurusan hutan yang menentukan keberhasilan pencapaian tujuan. Perencanaan kehutanan dimaksudkan untuk memberi pedoman dan arah yang menjamin tercapainya tujuan penyelenggaraan kehutanan berupa kemakmuran rakyat yang berkelanjutan, berkeadilan, efektif, efisien dengan menjamin keberadaan hutan yang mantap dengan luasan yang cukup, mengoptimalkan aneka fungsi hutan, meningkatkan daya dukung daerah aliran sungai, meningkatkan kemampuan untuk mengembangkan kapasitas dan keberdayaan masyarakat serta menjamin distribusi manfaat yang berkeadilan dan berkelanjutan. Tujuan; Meningkatkan pengetahuan, keterampilan dan sikap sebagai petugas dalam penyusunan rencana pengelolaan hutan serta dapat menganalisis hasil inventarisasi hutan, melakukan delinasi peta untuk penatagunaan hutan melakukan pembangian hutan dan menyusun perencanaan kehutanan. PERIODISASI PENDIDIKAN KEHUTANAN
V - 27
SEJARAH KEHUTANAN PAPUA
Materi Pokok
Kecerdasan Spiritual
Kebijaksanaan Perencanaan Kehutanan
Kriteria & Indikator Pengelolaan Hutan Lestari
Batas Hutan dan Inventarisasi Hutan
Pembagian Hutan, Pembentukan Unit Wilayah Pengelolaan Hutan & Pembukaan Wilayah Hutan bernuansa lingkungan
Teknik Penyusunan Rencana Pengelolaan Hutan
Peserta ; Sasaran : Dinas Kabupaten/Propinsi yang menangani kehutanan; Kulifikasi : Pejabat Eselon IV yang membidangi perencanaan Kehutanan, Pendidikan Sarjana Pengajar : Widyaiswara Pusat Diklat/BDK dan instansi kehutanan lainnya yang menguasai materi baik teori maupun praktek Durasi : 15 hari, 100 JPL, Teori 40 %, Praktek 60 % Pengawas Penguji Kayu Bulat Rimba Indonesia (PKBRI) Latar Belakang; Salah satu sasaran tata usaha kayu adalah pengamanan berbagai kepentingan negara seperti kelestarian hutan, pendapatan negara dan pemanfaatan hasil hutan secara lestari. Untuk memenuhi sasaran tersebut dilakukan pengukuran dan pengujian hasil hutan, khususnya kayu bulat untuk mengetahui dan menetapkan volume dan kualitas kayu bulat tersebut. Pelaksanaan pengukuran & Pengujian dilakukan karyawan IUPHHK, IPHHK maupun ILS. Untuk mengetahui kebenaran pelaksanaannya, baik fisiknya maupun administratif dilakukan pengawasan
oleh
petugas
instansi
kehutanan
yang
berkualifikasi
Pengawas Penguji Kayu Bulat Rimba Indonesia. Tujuan; Meningkatkan pengetahuan, keterampilan dan sikap kerja pegawai yang akan ditugaskan menjadi tenaga Pengawas Penguji Kayu Bulat Rimba Indonesia (PPKBRI) PERIODISASI PENDIDIKAN KEHUTANAN
V - 28
SEJARAH KEHUTANAN PAPUA
Materi Pokok
Organisasi dan Tata Kerja (Dephut, Instansi Kehutanan di Daerah) dalam hubungannya dengan Pengujian HH
Pengelolaan Hutan Lestari
Pengenalan Jenis Kayu
pengenalan Cacat Kayu
Pengukuran KBRI
Pengujian KBRI
Pengawas Pengujian KBRI
Tata Usaha Kayu dan Pungutan
Pengenalan Mutu Terpadu dan Pelayanan Prima
Pengenalan Industri Primer HH
Efisiensi Pembalakan
Kapita Selekta
Peserta; Sasaran : Dinas Kehutanan Propinsi, Dinas Kehutanan Kabupaten/Kota, BSPHH; Kualifikasi : PNS, pendidikan minimal SLTA, umur maksimal 45 tahun Pengajar : Diutamakan yang sudah pernah menjadi pengawas PKBRI, Pusdiklat Kehutanan/Balai Diklat Kehutanan, BSPHH Durasi : 45 hari, 300 JPL, Teori 40%, Praktek 60%
Pengelolaan Hutan Lestari
Latar belakang; Untuk mencapai pengelolaan hutan secara lestari diperlukan kesamaan persepsi tentang pemanfaatan SDH dari seluruh stake holder kehutanan baik sektor pemerintah, sawasta maupun masyarakat. Dalam era globalisasi konsep hutan lestari harus mampu mengakomodasikan tiga macam fungsi kelestarian yaitu ekologi, produksi serta
sosial.
Pada
kenyataannya
belum
semua
pengelola
hutan
memahami tentang pengelolaan hutan secara lestari, untuk menunjang hal tersebut perlu penyelenggaraan pelatihan pengelolaan hutan lestari. PERIODISASI PENDIDIKAN KEHUTANAN
V - 29
SEJARAH KEHUTANAN PAPUA
Tujuan; Diharapkan dapat meningkatkan kemampuan dan keterampilannya dalam pengelolaan hutan dengan menerapkan sistem pengelolaan hutan lestari. Materi Pokok
Kecerdasan Spiritual
Kebijakan Pemerintah di Bidang Pengelolaan Hutan Lestari (PHL)
Sistem Pengelolaan Hutan Lestari
Kriteria dan Indikator PHL
Penilaian Kinerja PHL dan Pembuatan Laporan
Penilaian Kinerja PHL berdasarkan Kriteria dan Indikator Fungsi Produksi
Penilaian Kinerja PHL berdasarkan Kriteria dan Indikator Fungsi Ekologi
Penilaian Kinerja PHL berdasarkan Kriteria dan Indikator Fungsi Sosial
Pembuatan Laporan
Peserta; Sasaran : UPT Pusat dan Daerah yang membidangi Pengelolaan Hutan; Kualifikasi : Pendidikan Minal SLTA, Umur Maksimal 45 tahun Pengajar : Widyaiswara Deohut (Pusat dan BDK), instansi lain yang terkait Durasi : 15 hari, 100 JPL, Teori 40 % dan Praktek 60 % Pengawas Penguji Rotan Latar Belakang; Salah satu sasaran pelaksanaan penatausahaan hasil hutan bukan kayu adalah pengamanan terhadap berbagai kepentingan negara seperti kelestarian hutan, pendapatan negara dan pemanfaatan hasil hutan bukan kayu secara lestari. Untuk dapat memenuhi sasaran tersebut perlu dilakukan pengukuran dan pengujian hasil hutan bukan kayu khususnya rotan untuk mengetahui dan menetapkan volume (kuantitas) dan kualitas hasil hutan bukan kayu tersebut. Pelaksanaan pengukuran dan pengujian dilaksanakan oleh pemegang IUPHHBK dan pengawasannya dilaksanakan oleh petugas kehutanan. Pengecekan kebenaran pelaksanaan pengujian baik fisik maupun admnistrasi dilakukan oleh petugas dari instansi kehutanan yang ditunjuk Petugas Pengesah LHPBK (P2LHPBK) dan Petugas Penerima Hasil Hutan Bukan Kayu (P3HHBK) harus petugas kehutanan yang berkualifikasi Pengawas Penguji Rotan Indonesia. Untuk dapat melaksanakan tugas tersebut lebih intensif, maka perlu dilakukan Pelatihan Pengawas penguji Rotan. PERIODISASI PENDIDIKAN KEHUTANAN
V - 30
SEJARAH KEHUTANAN PAPUA
Tujuan; Untuk meningkatkan pengetahuan, keteranpilan dan sikap kerja pegawai yang akan ditugaskan menjadi Pengawas Penguji Rotan (PPRI) yang mempunyai tugas pokok, fungsi dan wewenang sebagai Pengesah LHPHHBK dan tenaga P3HHBK maupun Penerbit Dokumen SKSHHBK Materi Pokok
Kebijakan pengukuran dan pengujian hasil hutan
Organisasi dan Tata Kerja dalam hubungannya dengan pengujian Hasil Hutan
Pengenalan cacat rotan
Pengujian rotan
Pengolahan dan pengepakan rotan
Pengawasan dan Pelayanan Prima
Kapita Selekta
Pengenalan Jenis Rotan
Pengenalan Sortimen Rotan
Peserta; Sasaran : Dinas Kehutanan, BSPHH, Dephut;Kualifikasi : PNS, Pendidikan minimal SLTA, umur maksimal 40 tahun Pengajar : Pusdiklat Dephut/BDK, Dishut Prop/Kab/Kota, BSPHH, instansi terkait Durasi : 20 hari, 160 JPL, Teori 40%, Praktek 60% Pengawas Penguji Kayu Bulat dan Gergajian Jati Indonesia (PPKBGJI) Latar Belakang; Salah satu sasaran pelaksanaan penatausahaan hasil hutan bukan kayu adalah pengamanan terhadap kepentingan negara, seperti kelestarian hutan, pendapatan negara dan pemanfaatan hasil hutan bukan kayu secara lestari. Untuk dapat memenuhi sasaran tersebut dilakukan pengukuran dan pengujian hasil hutan khususnya kayu bulat untuk mengetahu dan menetapkan jenis, volume dan kualitas kayu bulat tersebut. Pelaksanaan pengukuran dan pengujian ini dilakukan oleh karyawan IUPHHK, IPHHK maupun ILS untuk mengetahui kebenaran dari pelaksanaannya baik fisik maupun administratif dilakukan pengawasan oleh petugas dari instansi kehutanan yang berkualifikasi PPKBGJI. Untuk dapat melaksanakan tugas tersebut lebih intensif, maka perlu diadakan Pelatihan Pengawas Penguji Kayu Bulat dan Gergajian Jati Indonesia. PERIODISASI PENDIDIKAN KEHUTANAN
V - 31
SEJARAH KEHUTANAN PAPUA
Tujuan; Meningkatkan pengetahuan, keterampilan dan sikap kerja pegawai yang akan ditugaskan menjadi tenaga PPKBGJI Materi Pokok;
Kebijakan pengukuran dan Pengujian Hasil Hutan
Pengendalian mutu terpadu dan pelayanan prima
Penatausahaan hasil hutan dan pungutan
Pengukuran dan pengenalan sortimen KBJI
Pengukuran dan Pengenalan Sortimen KGJI
Pengenalan jenis kayu jati
Pengenalan cacat KBJI
Pengujian KBJI
Pengujian KGJI
Teknik Pengawasan Pengujian
Penatausahaan HH dan Pungutan
Pengenalan Industri Primer HH
Kapita Selekta
Organisasi dan Tata Kerja dalam Hubungan dengan Pengujian HH
Peserta; Sasaran : Dishut Prop/Kab/Kota, BSPHH; Kualifikasi : PNS, umur maksimal 45 tahun pendidikan minimal SLTA Pengajar : Pernah menjadi Pengawas PKBRI/berpengalaman mengajar pada Diklat PPKBRI, telah mengikuti TOT. Pengajar berasal dari Pusdiklat Dephut/BDK, Dishut Prop/Kab/Kota, BSPHH, instansi terkait. Durasi : 45 hari, 324 JPL, Teori 40%, Praktek 60% Pengelolaan Hutan Lestari Bagi Aparat Kecamatan/Desa Latar Belakang; Di era otonomi daerah saat ini, Pemerintah Daerah diberi kewenangan untuk mengelola daerahnya termasuk di dalamnya adalah kegiatan di bidang kehutanan. Kenyataan yang dihadapi saat ini banyak aparat di daerah yang belum memahami dan mengerti akan program pembangunan kehutanan, sehingga timbul permasalahan serta penyimpangan dalam pengelolaan hutan. Untuk mengatasi hal tersebut serta dalam rangka mengupayakan agar kebijakan Pemerintah bisa sejalan dengan Pemerintah Daerah, maka perlu didukung dengan adanya pemahaman dan persepsi yang sama tentang pengelolaan hutan. Oleh karena itu perlu diselenggarakan pelatihan bagi aparat Kecamatan/Desa yang pada wilayah administrasinya terhadap kawasan hutan untuk dapat mengembangkan pengetahuan dan keterampilan di bidang pengelolaan hutan lestari. PERIODISASI PENDIDIKAN KEHUTANAN
V - 32
SEJARAH KEHUTANAN PAPUA
Tujuan; Setelah mengikuti pelatihan ini peserta diharapkan mampu memfasilitasi masyarakat dalam pengelolaan hutan secara lestari dan mampu menerapkan aspek-aspek kelestarian hutan dalam pelaksanaan tugasnya sebagai aparat di Kecamatan atau Desa. Materi Pokok
Kecerdasan Spiritual
Pengantar Ilmu Kehutanan
Peraturan Perundang-Undangan dalam Pengelolaan Hutan Lestari
Organisasi dan Tata Laksana
Kebijaksanaan Kehutanan Bidang Planologi Kehutanan
Kebijaksanaan Kehutanan Bidang Pengendalian Pemanfaatan hasil Hutan
Kebijaksanaan Kehutanan Bidang RHL dan Perhutanan Sosial
Kebijaksanaan Konservasi
Perhutanan Sosial/Pengelolaan Hutan Bersama Masyarakat
Kehutanan
Bidang
Perlindungan
Hutan
dan
Peserta; Sasaran : Aparat Kecamatan/Desa yang dalam wilayah administrasinya terdapat kawasan hutan; Kualifikasi : Pendidikan minimal SLTA, Pengalaman kerja minimal 2 tahun Pengajar : Widyaiswara BDK dan instansi lain terkait Durasi : 7 hari, 50 JPL, Teori 40 % dan Praktek 60% Kriteria dan Indikator Pengelolaan Hutan Lestari Aspek Kelola Produksi Latar Belakang; Untuk mencapai pengelolaan hutan secara lestari diperlukan kesamaan persepsi tentang manfaat dan kepentingan sumber daya hutan dari seluruh pemangku kepentingan (stakeholder) kehutanan, baik sektor pemerintah, swasta maupun masyarakat. Diantara ketiga pelaku di atas peran sektor pemerintah dipandang strategis dalam pelaksanaan pengelolaan hutan secara lestari mengingat, pertama sebagian besar hutan adalah dikuasi oleh negara dan dipergunakan untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat, kedua, di era otonomi ini sektor pemerintah, khususnya di Kabupaten memegang peran strategis sebagai fasilitator, regulator dan supervisor pengurusan hutan yang dilakukan oleh seluruh pelaku ekonomi di daerah disamping tugas-tugas lainnya. PERIODISASI PENDIDIKAN KEHUTANAN
V - 33
SEJARAH KEHUTANAN PAPUA
Di era otonomi, bahwa sebagian besar kewenangan pengurusan hutan lindung dan produksi berada pada Pemerintah Kabupaten. Sebagian besar data dan informasi tentang kehutanan ada di Pusat atau ibukota Propinsi, demikian pula sebagian besar tenaga profesionalnya berada di kota Propinsi/Pusat. Salah satu upaya untuk menyiapkan tenaga pengelolaan hutan lestari adalah melalui pelatihan kriteria dan indikator (K & I) Pengelolaan Hutan Lestari Aspek Kelola Produksi. Tujuan; Peserta diharapkan mampu memahami K & I Pengelolaan Hutan Lestari yang dikembangkan oleh ITTO (1998) dapat mengumpulkan data baik primer maupun sekunder serta mampu berperan sebagai erifikator kesahihan data yang dikumpulkan dengan penekanan khusus untuk K & I Kelola Produksi. Materi Pokok
Kriteria dan Indikator PHPL (Kriteria 1-7)
Kondisi Pemungkin Pengelolaan Hutan Lestari (Kriteria 1)
Keamanan Sumberdaya Hutan (Kriteria 2)
Kondisi dan Kesehatan Ekosistem Hutan (Kriteria 3)
Aliran Hasil Hutan (Kriteria 4)
Ekonomi (Kriteria 7)
Sertifikasi Manajemen Lingkungan dan PHPL
Manajemen DAS dan Dampak Lingkungan Deforestasi
Penyusunan Neraca Sumberdaya Hutan untuk Aspek Produksi pada UM/HPH
Peserta; Sasaran : Pejabat Eselon IV yang mengurusi kelola produksi di tingkat Kabupaten; Pengajar : Widyaiswara Pusat Diklat Kehutanan, BDK dan instansi lain terkait Durasi : 30 hari, 200 JPL, teori 50% dan Praktek 50%
PERIODISASI PENDIDIKAN KEHUTANAN
V - 34
SEJARAH KEHUTANAN PAPUA
Lacak Balak (Chain of Custody/CoC) Latar Belakang; Lacak balak didefinisikan sebagai pelacakan yang runtut dan bertanggung jawab yang menjamin kebenaran fisik contoh uji, data dan catatan arsip mengenai hasil hutan. Lacak balak merupakan komponen sistem serifikasi yang kritis karena menjadi penghubung antara unit manajemen hutan sebagai produsen dan masyarakat sebagai konsumen hasil hutan. Untuk menjamin tingkat validitas informasi pada pergerakan kayu tersebut diperlukan keterlibatan dari pihak ketiga (assesors) yang akan melaksanakan penilaian secara langsung proses lacak balak pada lokasi yang mengalami mutasi (perubahan bentuk, ukuran, jumlah, kualitas, tanda, penampilan) yang disebut dengan simpul pergerakan. Berdasarkan gambaran tersebut, tugas penilai lapangan lacak balak menjadi sangat komplek dan memerlukan keahlian khusus. Selain pendidikan dan pengalaman tertentu, seorang penilai lapangan harus mengikuti pelatihan penilai lapangan lacak balak dan harus teruji kemampuannya. Tujuan; Meningkatkan pengetahuan, keterampilan dan sikap kerja menjadi penilai lapangan lacak balak. Materi Pokok
Pembinaan sikap dan mental ESQ
Kebijakan kehutanan di Indonesia
Sistem Sertifikasi Lacak Balak
Prosedur Penilaian Lacak Balak
Alur Proses Tata Dokumennya
Persayaratan umum Penilai Lapangan Lacak Balak
Panduan Penilaian Lapangan
Pengenalan Industri Kehutanan
Panduan Penyusunan Laporan Penilai Lapangan Sertifikasi Lacak Balak
Pedoman pelaksanaan Penilikan dan Perpanjangan Sertifikasi dalam program Sertifikasi Lacak Balak
Analisis Hasil Penilaian
Pelaporan
Usaha
PERIODISASI PENDIDIKAN KEHUTANAN
Kayu
dan Penjelasan
Dokumen-
V - 35
SEJARAH KEHUTANAN PAPUA
Peserta : Sasaran : pegawai yang akan ditunjuk sebagai penilai lapangan lacak balak; Kualifikasi : Pendidikan minimal S1 Pengajar : Departemen Kehutanan (BSPHH) Durasi : 5 hari, 50 JPL, teori 60 % dan Praktek 40 % Penyuluhan Kehutanan Tingkat Dasar Latar Belakang; Peranan penyuluh sangat penting dalam menyadarkan masyarakat sehingga mampu melaksanakan permintaan SDH yang lestari bagi kehidupan manusia, terutama pendapatannya melalui pelaksanaan kegiatan program pembangunan kehutanan. Adanya perubahan paradigma penyuluhan yang konvensional ke penyuluh partisipatif yang mengarah pada pemberdayaan ekonomi kerakyatan dan tuntutan otonomi daerah, menuntut perubahan sikap dan peran penyuluh di tingkat kabupaten, menyesuaikan materi penyuluhan dengan kebutuhan lokal. Disamping memiliki kemampuan pengusaan materi penyuluhan dengan metode dan teknik pendekatan partisipatif, diharapkan mampu berperan sebagai fasilitator dan motivator untuk menumbuhkan kelompok masyarakat yang mandiri dalam pemanfaatan SDH yang lestari. Tujuan; Melatih calon penyuluh kehutanan yang siap melaksanakan penyuluhan kehutanan kepada masyarakat agar mau dan mampu berpartisipasi dalam pembangunan kehutanan. Materi Pokok
Kebijakan Penyuluhan Kehutanan
Pengetahuan Dasar Penyuluhan
Teknik Komunikasi
Pengenalan Wilayah dan Sasaran Penyuluhan
Pengantar PRA
Penyusunan Rencana Penyuluhan
Jaringan Informasi Penyuluhan
Angka Kredit bagi Penyuluh
Pendidikan Orang Dewasa
Penumbuhan dan Pembinaan Kelompok
Metodologi dan Alat Bantu Penyuluhan
PERIODISASI PENDIDIKAN KEHUTANAN
V - 36
SEJARAH KEHUTANAN PAPUA
Peserta; Sasaran : Dishut Kabupaten, UPT Pusat di Daerah, Dishut Propinsi ; Kualifikasi : CPNS/PNS yang akan diangkat sebagai tenaga fungsional penyuluh kehutanan, umur maksimal 45 tahun, pendidikan minimal SLTA Pengajar : Widyaiswara Pusat/BDK, Pusat Bina Penyuluhan Kehutanan & instansi lain yang terkait Durasi : 30 hari, 200 JPL, Teori 40%, Praktek 60% Pembinaan Pengelolaan Hutan Rakyat Latar Belakang; Salah satu upaya rehabilitasi lahan kritis di luar kawasan hutan (tanah milik) yang dapat meningkatkan pendapatan petani, antara lain dilakukan dengan pengelolaan hutan rakyat. Saat ini produksi kayu dan non kayu dari hutan rakyat sedang berkembang dan telah mendorong bertambahnya industri. Untuk dapat mengelola hutan rakyat yang baik, petugas kehutanan harus dibekali keterampilan dan pengetahuan yang memadai dalam upaya mengambangkan pengelolaan hutan rakyat. Untuk menunjang kegiatan tersebut, maka langkah pertama yang perlu ditempuh adalah melatih para petugas kehutanan di Propinsi/Kabupaten agar dapat membina petani untuk membangun hutan rakyat. Tujuan; Peserta diharapkan memiliki pengetahuan, keterampilan dan sikap dalam pengelolaan hutan rakyat. Materi Pokok
Kebijakan Dephut dan pemda Bidang Hutan Rakyat Pemilihan Jenis Tanaman, Teknik Pembibitan, Penanaman dan Pemeliharaan Hutan Rakyat Pemanenan Hasil Hutan Rakyat (Kayu dan Non Kayu) Pembinaan Kelompok Tani Koperasi dan Pemasaran Hasil Hutan Penyusunan Rencana Kerja Kelompok Adm. Pengelolaan Hutan Rakyat
Peserta; Sasaran : Dishut/Dinas yang menangani bidang kehutanan; Kualifikasi : Pendidikan minimal SLTA Pengajar : Widyaiswara BDK, Dishut Prop/Kab, instansi kehutanan dan instansi lain yang terkait. Durasi : 15 hari, 100 JPL, Teori 40%, Praktek 60% PERIODISASI PENDIDIKAN KEHUTANAN
V - 37
SEJARAH KEHUTANAN PAPUA
Pembuatan Alat Bantu Penyuluhan Latar Belakang; Departemen Kehutanan telah menetapkan kebijakan penyuluhan sebagai salah satu kebijakan pembangunan jangka panjang dalam pengelolaan hutan bersama masyarakat. Kegiatan penyuluhan merupakan pendidikan non formal yang ditujukan kepada masyarakat sasaran suluh dalam upaya merubah perilakunya sehingga menjadi masyarakat yang mendiri dan sejahtera. Pengelolaan hutan yang melibatkan partisipasi masyarakat di dalam kawasan hutan telah lama dilakukan oleh pemerintah yang mana kegiatan ini disebut hutan kermasyarakatan. Untuk mengatasi tantangan yang lebih berat dan dalam menghadapi tantangan yang ada maka mutlak dibutuhkan petugas pelaksana kegiatan penyuluhan yang mempunyai wawasan, pengetahuan dan keterampilan yang memadai. Salah satu upaya yang dilakukan adalah dengan melakukan diklat pembuatan alat bantu penyuluhan baik melalui on the job training maupun off the job training. Tujuan; Menghasilkan tenaga yang mampu merancang dan membuat alat bantu penyuluhan agar penyelenggaraan kegiatan penyuluhan sesuai dengan
kebutuhan
masyarakat
sasaran
suluh
dengan
tetap
memperhatikan agroekosistem dalam rangka melestarikan hutan. Materi Pokok
Pengenalan wilayah dan sasaran penyuluhan
Pengenalan komputer
Metoda & Teknik Penyuluhan partisipatif
Media dan Alat Bantu Penyuluhan
Peserta; Sasaran : UPT Dephut, Dishut Propinsi, Kabupaten/Kota; Kualifikasi : Pendidikan minimal SLTA dan Usia maksimal 45 tahun Pengajar : Widyaiswara pusat/daerah, instansi kehutanan & instansi lain yang terkait yang kompeten di bidangnya dan mampu mengajar dan menilai hasil belajar peserta. Durasi : 15 hari, 100 JPL, Teori 40 %, Praktek 60 %
PERIODISASI PENDIDIKAN KEHUTANAN
V - 38
SEJARAH KEHUTANAN PAPUA
Pengujian Mutu Benih Latar Belakang; Program penanaman hutan diperlukan benih yang berkualitas karena faktor yang mempengaruhi mutu bibit yang ditanam adalah mutu benih yang digunakan. saat ini belum seluruhnya benih yang beredar di pasaran mempunyai mutu yang baik, sehingga kualitas bibit yang digunakan untuk penanaman menjadi belum baik pula. Sementara itu, untuk mendukung kegiatan penanaman pohon-pohon dan kegiatan GNRHL di daerah, tenaga yang mampu melakukan pengujian benih belum memadai dari segi jumlah maupun keterampilannya. Guna mengatasi masalah tersebut, maka dibentuklah diklat pengujian mutu benih baik tenaga lapangan di Kabupaten/Kota. Tujuan; Diharapkan mampu melakukan pengujian benih dan menentukan mutu benih Materi Pokok
Bina Suasana Pelatihan dan Pembinaan Kepribadian PNS
Perpu Bidang Perbenihan
Pengadaan Benih Bermutu
Pengenalan Benih Tanaman Penghijauan Reboisasi
Organisasi dan Lalu Lintas Benih
Pengambilan Contoh
Analisa Kemurnian & Berat 1000 butir benih
Pengujian Daya Kecambah
Pengujian Kadar Air
Program RHL & Perbenihan Dephut
Penyimpanan Benih
Dokumentasi & Sertifikasi Benih
Peserta; Sasaran : Dinas Kehutanan Kab/Kota; Kulifikasi : SLTA Pengajar : Widyaiswara Pusat/Daerah Durasi : 15 Hari, 100 JPL, Teori 40%, Praktek 60% PERIODISASI PENDIDIKAN KEHUTANAN
V - 39
SEJARAH KEHUTANAN PAPUA
ToT Substansi Social Forestry Latar Belakang; Subtansi pokok social forestry adalah dalam rangka pemberdayaan masyarakat yang ada di dalam dan sekitar hutan sehingga mereka mampu mengelola dan memanfaatkan hutan dan sumber daya hutan secara tertib, terpadu, produktif dan bertanggung jawab dengan tetap mempertahankan fungsi kawasan hutan secara lestari. Pemberdayaan masyarakat bertujuan untuk mewujudkan masyarakat yang mandiri dan secara umum membentuk pemberdayaan yang dilakukan melalui pemberian kewenangan hak/akses dan peningkatan kemampuan kelompok. Dalam pelaksanaan pemberdayaan masyarakat tersebut, pemerintah melakukan pembinaan dan fasilitasi yang diwujudkan dalam pembangunan infrastuktur, baik fisik maupun sosial (kelembagaan masyarakat). Salah satu kegiatan dalam rangka pelaksanaan SF di lokasilokasi yang akan diajidakan Areal Kerja Social Forestry (AKSF) adalah pelatihan-pelatihan mengenai social forestry antara lain pelatihan bagi calon-calon fasilitator (Meta fasilitator Social Forestry, Fasilitator Social Forestry, Fasilitator Social Forestry Lapangan), pelatihan penyusunan RTSF dan pelatihan pendampingan/fasilitasi masyarakat. Tujuan; Peserta diharapkan memiliki wawasan dalam pemberdayaan masyarakat melalui berbagai kegiatan SF dan mampu melakukan pendampingan dan fasilitasi melalui proses belajar dan berbuat bersama masyarakat untuk membimbing dan membina masyarakat. Materi Pokok
Kebijakan Social Forestry
Konsepsi SF
Pengelolaan Social Forestry
Pemberdayaan Masyarakat
Teknik Pendampingan dan Fasilitasi
Peserta; Sasaran : Dishut Propinsi/Kabupaten/Kota, BP DAS seluruh Indonesia; Kualifikasi : Pendidikam minimal SLTA Pengajar; Widyaiswara Pusat/daerah, instansi kehutanan & instansi lain yang terkait yang mampu menerapkan metodologi belajar orang dewasa, membuat bahan pembinaan dan menilai hasil belajar peserta. Durasi : 4 hari, 40 JPL, Teori 75% Praktek 25% PERIODISASI PENDIDIKAN KEHUTANAN
V - 40
SEJARAH KEHUTANAN PAPUA
Fasilitator Social Forestry Latar Belakang; Sosial forestry adalah salah satu konsep pembangunan kehutanan yang menempatkan partisipasi masyarakat secara langsung dalam proses pengelolaan hutan. Keterlibatan masyarakat dalam kegiatan kehutanan diharapkan dapat mendatangkan manfaat ganda. Diharapkan ketergantungan masyarakat terhadap kawasan hutan akan berkurang sehingga aspek kelestarian hutan dapat dijaga, disisi lain kebijakan sosial forestry membuka akses masyarakat di dalam dan di sekitar hutan dalam bentuk hak pengelolaan dengan tidak mengubah status dan fungsi hutan. Oleh karena itu, masyarakat perlu diberdayakan dengan meningkatkan pengetahuan, keterampilan dan sikap agar mampu mengelola hutan secara lestari dan meningkatkan kesejahteraan memulai uaha-usaha dalam
menumbuhkembangkan
keswadayaan
dan
kewirausahaan
bekerjasama dengan pemerintah dan mitra lainnya. 5.3. Pendidikan Tinggi Kehutanan di Indonesia Sampai dengan tahun 2003, jumlah perguruan tinggi negeri dan swasta yang sedang operasional menyelenggarakan pendidikan tinggi secara formal seluruhnya 2.267 PTN/PTS. Dari data yang tercatat, jumlah perguruan tinggi negeri hanya 82 (3,36%), sedangkan sisanya (96,64%) adalah perguruan tinggi swasta. Bentuk penyelenggaraan pendidikan tinggi ini bermacam-macam. Ada yang berupa universitas, institut, sekolah tinggi, akademi, maupun politeknik. Untuk melaksanakan pelayanan bidang administrasi dan akademik, PTSPTS di seluruh Indonesia membentuk wadah koordinasi yang disebut dengan Kopertis, yang dibangun berdasarkan pada wilayah pelayanan. Kopertis ini dalam kedudukannya merupakan mitra sejajar Departemen Pendidikan Nasional (Dikti). Sampai dengan tahun 2004 di seluruh wilayah Indonesia sudah terbentuk sebanyak 12 koordinator wilayah (Tabel 5-3).
PERIODISASI PENDIDIKAN KEHUTANAN
V - 41
SEJARAH KEHUTANAN PAPUA
Tabel 5-3. Data Perguruan Tinggi (Negeri/Swasta) di Indonesia No.
PTN/ KOPERTIS
UNIV. INST.
S.T. AKAD. POLTEK TOTAL
1
PT. NEGERI (PTN)
46
6
4
0
26
82
2
KPTS. I, Medan
29
4
110
63
5
211
3
KPTS. II, Palembang
19
0
88
80
7
194
4
KPTS. III, Jakarta
44
6
139
121
6
316
5
KPTS. IV, Bandung
37
5
193
89
18
342
6
KPTS V, Yogyakarta
17
5
28
46
6
102
7
KPTS VI, Semarang
31
2
46
82
14
175
8
KPTS VII, Surabaya
69
13
119
42
6
249
9
KPTS VIII, Denpasar
24
3
29
21
1
78
10 KPTS IX, Makassar
36
2
124
52
1
215
11 KPTS X, Padang
12
2
62
64
5
145
12 KPTS XI, Banjarmasin
15
1
46
44
2
108
13 KPTS XII, Ambon
5
1
33
9
2
50
384
50
1021
713
99
2.267
JUMLAH
Sumber : Homepage PTN/PTS, Dikti, Depdiknas, 21 April 2003 Dari data yang dapat dihimpun dari beberapa sumber, SDM kehutanan pada jenjang pendidikan tinggi hanya dihasilkan oleh 14 perguruan tinggi atau hanya 1% dari seluruh perguruan tinggi yang beroperasional di Indonesia, yaitu 5 PTN dan 8 PTS. Kelima PTN tersebut masing-masing 1 (satu) berbentuk institut dan 4 (empat) lainnya berupa universitas. Mereka adalah (1) Institut Pertanian Bogor (IPB), di Bogor-Jawa Barat; (2) Universitas Gadjah Mada (UGM) di Yogyakarta-Jawa Tengah; (3) Universitas Mulawarman, di SamarindaKalimantan Timur; (4) Universitas Tanjung Pura, di Pontianak -Kalimantan Barat; (5) Universitas Hassanudin, di Makassar-Sulawesi Selatan serta (6) Universitas Negeri Papua (UNIPA) di Manokwari Propinsi Irian Jaya Barat. Sementara
8
(delapan)
perguruan
tinggi
swasta/PTS
yang
menyelenggarakan pendidikan serupa, terdiri atas 2 PTS dalam bentuk institut dan 6 PTS berbentuk universitas.
PERIODISASI PENDIDIKAN KEHUTANAN
V - 42
SEJARAH KEHUTANAN PAPUA
Kedelapan PTS tersebut masing-masing adalah (1) Institut PertanianYogyakarta; (2) Institut Pertanian Stiper, Yogyakarta; (3) Universitas Muhammadiyah, Palembang-Sumatera Selatan; (4) Universitas Winaya Mukti, di Jatinangor, Sumedang-Jawa Barat; (5) Universitas Nusa Bangsa, di Bogor-Jawa Barat; (6) Universitas 45 Mataram, di Nusa Tenggara Barat; (7) Universitas PGRI Palangkaraya, di Kalimantan Tengah; dan (8) Universitas 17 Agustus 1945, Samarinda, Kalimantan Timur. Program pendidikan tinggi kehutanan yang diselenggarakan oleh para PTN/PTS di Indonesia, diselenggarakan pada Program Diploma, Program Sarjana dan Program Pascasarjana. Ruang lingkup program studi yang dibuka ini, meliputi (a) Manajemen Hutan/MNH, (b) Teknologi Hasil Hutan/THH, dan (c) Konservasi Sumberdaya Hutan/KSDH. Namun pada beberapa PTN/PTS, MNH kemudian dikembangkan lagi menjadi 2 program/bidang keahlian, yaitu MNH dan Budidaya Hutan (BDH). Sementara THH menjadi THH, Ilmu Kayu/IK dan Teknologi Industri Kayu/TIK. Pada beberapa PTS, program studi kehutanan ini tidak berdiri sebagai fakultas tersendiri, namum ada yang digabungkan menjadi jurusan/bidang keahlian pada fakultas pertanian dan kehutanan, atau menjadi salah satu program pilihan pada fakultas kehutanan. Sebagai gambaran, data dan informasi PTN/PTS berikut program studi kehutanan yang dibuka pada berbagai program (Diploma, Sarjana dan Pascasarjana), selengkapnya terlihat pada Tabel 5-4. Tabel 5-4. Program Pendidikan Tinggi Kehutanan yang Diselenggarakan Beberapa Perguruan Tinggi Negeri/ Swasta) di Indonesia No
1
Nama PTN/ PTS
IPB (Institut Pertanian Bogor)
Program Studi Diploma
Sarjana
BDH Tanaman
MNH
MNH Alam dan Produksi
THH
Perlindungan Hutan
KSDH
Pasca Sarjana
Ilmu Pengetahuan Kehutanan
Tekonogi Industri Kayu KSDH
-
Ekowisata PERIODISASI PENDIDIKAN KEHUTANAN
V - 43
SEJARAH KEHUTANAN PAPUA
Tabel 5-4. Lanjutan No
Nama PTN/ PTS
2
Program Studi Diploma
Sarjana
Pasca Sarjana
UGM (Universitas Gadjah Mada)
MNH, BDH, THH, KSDH
MNH, BDH, THH, KSDH
-
3
UNHAS (Universitas Hasanudin)
Pertanian dan Kehutanan
-
-
4
UNMUL (Universitas Mulawarman)
-
THH & Ilmu Kayu, dan MNH
-
5
UNTAN (Universitas Tanjungpura)
-
THH dan MNH
-
7
UNIPA (Universitas Negeri Manajemen Hutan Papua) Alam Produksi
8
UNV. MUHAMMADIYAH
9
UNWIM (Universitas Winayamukti)
9 10
MNH
MNH dan THH
-
-
-
MNH
-
THH
-
-
UNB (Universitas Nusa Bangsa) INTAN (Institut Pertanian)
11
STIPER (Sekolah Tinggi Ilmu Pertanian)
-
MNH dan THH
-
12
UNV. MATARAM
KSDH
-
-
13
UNV. PGRI
-
BDH
-
14
UNV. 17 Ags. 1945
-
MNH
-
Dari berbagai Perguruan Tinggi yang mengembangkan fakultas/ jurusan/ program studi kehutanan mengembangkan berbagai kurikulum yang sesuai dengan kompetensi yang dikembangkannya. Guna mengetahui lebih detail mengenai kurikulum kehutanan pada pendidikan tinggi di Indonesia, dibawah ini akan dikemukakan kurikulum kehutanan di salah satu Perguruan Tinggi di Indonesia, yaitu IPB. Institut Pertanian Bogor atau terkenal dengan sebutan IPB adalah kelanjutan
dari Lembaga
Pendidikan
Tinggi Pertanian
(Landbouw
Hogeschool) yang didirikan Pemerintah Belanda pada tahun 1940. Pada tahun 1947, pendidikan tinggi tersebut berada dibawah Universiteit van Indonesie. Faculteit voor Landbouw-wetenschappen sebagai kelanjutan PERIODISASI PENDIDIKAN KEHUTANAN
V - 44
SEJARAH KEHUTANAN PAPUA
Landbouw Hogeschool, yang mempunyai jurusan Pertanian dan Kehutanan. Bersamaan dengan itu dibentuk Faculteit der Diergeneskunde yang sebelumnya adalah Perguruan Tinggi Kedokteran Hewan (PTKH). Secara organik kedua faculteit yang ada di Bogor tersebut bernaung di bawah Universiteit van Indonesie yang kemudian berubah nama menjadi Universitas Indonesia. Tabel 4-5. Kurikulum Program Sarjana, Program Studi Manajemen Hutan IPB No A
NAMA MATA KULIAH MATA KULIAH UMUM (MKU) : 6 MK
SKS 11
Pendidikan Agama, PPKn, Olahraga dan Seni, Bahasa Indonesia, dan Sosilogi Umum B
MATA KULIAH DASAR KEAHLIAN (MKDK) : 11 MK
26
Bahasa Inggris I, Ekonomi Umum, Fisika Umum (I), Kimia Dasar I, Biologi (A), Pengantar Matematika (A), Kalkulus (A), Pengantar lmu Pertanian, Metoda Statistika, Dasar-dasar Manajemen, serta Metodologi Penelitian dan Penulisan Ilmiah C
MATA KULIAH KEAHLIAN UMUM (MKKU) : 18 MK
51
Ilmu Tanah Hutan, Dendrologi, Ekologi Hutan, Silvikultur, Perlindungan Hutan, Manajamen Hutan, Pengantar Ilmu Kehutanan & Etika Lingkungan, Penyuluhan kehutanan, Inventarisasi Sumberdaya Hutan, Ekonomi Sumberdaya Hutan, Konservasi Sumberdaya alam Hayati, Kebijaksanaan dan PPUK, Pertumbuhan dan Struktur Kayu, Ilmu Ukur Hutan, Pengantar Ilmu Lingkungan, Dasar-dasar Pengelohan Hasil Hutan, Dasar-dasar Pemananen Hasil Hutan, dan Ilmu Ukur Tanah dan Pemetaan wilayah D
MATA KULIAH KEBUTUHAN LINGKUNGAN (MKKL) WAJIB : MK 4
13
Praktek Pengenalan dan Pengelolaan Hutan, Praktek Kerja Kehutanan/KKN, Praktek khusus/Skripsi, Seminar Praktek Khusus E
MATA KULIAH CIRI KHUSUS (MKCK) WAJIB : 8 MK
22
Analisa Statistika, Dasar-dasar Penginderaan Jarak Jauh, Perencanaan Hutan Ekonomi Perusahaan Kehutanan Kehutanan Masyarakat Sosiologi Kehutanan Penataan Hutan Penilaian Hutan F
MATA KULIAH KEBUTUHAN LINGKUNGAN (MKKL) PILIHAN
39
Ilmu Informatika, Teknik Penarikan Contoh, Analisis Proyek Kehutanan, Perancangan Percobaan, Penginderaan Jarak Jauh, Analisis Sistem, Sistem Informasi Geografis Kehutanan, Ekonomi Sumberdaya Alam, Pemasaran Hasil Hutan, Akuntansi Kehutanan, Pengantar Kewirausahaan, Metodologi Penelitian Sosial, Agroforestry dan Riset Operasi Jumlah SKS PERIODISASI PENDIDIKAN KEHUTANAN
162 V - 45
SEJARAH KEHUTANAN PAPUA
Pada tahun 1950 Faculteit voor Landbouw-wetenschappen berubah nama menjadi Fakultas Pertanian Universitas Indonesia dengan tiga jurusan yaitu Sosial Ekonomi, Pengetahuan Alam dan Kehutanan. Pada tanggal 1 September 1963, berdasarkan Keputusan Menteri Pendidikan Tinggi dan Ilmu Pengetahuan (PTIP) Nomor 92 tahun 1963, dan
disahkan
oleh
Presiden RI dengan Keputusan No. 279 tahun 1965, IPB secara resmi terpisah dari UI. Pada saat itu, IPB memiliki 5 fakultas, yaitu Fakultas Pertanian, Fakultas Kedokteran Hewan, Fakultas Perikanan, Fakultas Peternakan, dan Fakultas Kehutanan. Pada tahun 1964, Fakltas Teknologi Pertanian didirikan dan pda tahun 1975 IPB membuka program pasca sarjana, dan pada tahun 1979 membuka program diploma. Pada tahun 1981 membuka Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, serta pada tahun 2000 membuka Fakultas Ekonomi dan Manajemen. Pada tanggal 26 Desember 2000 IPB resmi menjadi Badan Hukum Milik Negara (BHMN). Dengan resmi menjadi BHMN, maka IPB menjadi perguruan tinggi otonom yang berhak untuk mengatur dan mengurus rumah tangganya
sendiri,
termasuk
dalam
hal
pembiayaan
pelaksanaan
pendidikan dan pengajaran. Hal inilah yang menjadi salah satu pemicu bagi IPB untuk mulai giat menggali sumber-sumber pendanaan baru bagi kelangsungan proses pendidikan di IPB. Fakultas Kehutanan membuka 3 program studi, yaitu diploma, sarjana dan pasca sarjana. Pada program diploma dibuka 6 program studi, sementara program sarjana membuka 3 program studi, dan program pasca sarjana hanya membuka 1 program studi. Masing-masing program studi ini memiliki ciri dan kompetensi yang spesifik pada kurikulumnya, khususnya kurikulum bidang keahlian khusus. Untuk program Sarjana, terdapat 2 pilihan bidang keahlian pada program studi MNH, yaitu Manajemen Hutan dan Budidaya Hutan. Sementara program studi THH, bidang keahlian yang dapat dipilih adalah Pengolahan Hasil Hutan dan Pemananen Hasil Hutan. Sedangkan program studi KSDH hanya menyediakan 1 bidang keahlian saja, yakni KSDH. Pada Program Diploma, program studi MNH dipecah menjadi 3 bidang keahlian (Budidaya Hutan Tanaman, Manajemen Hutan Alam Produksi, dan Perlindungan Hutan). PERIODISASI PENDIDIKAN KEHUTANAN
V - 46
SEJARAH KEHUTANAN PAPUA
Sementara THH hanya mengembangkan 1 bidang keahlian (Teknologi Industri Kayu), serta KSDH mengembangkan 2 pilihan bidang keahlian (KSDH dan Ekowisata). Program pascasarjana, yakni program terakhir yang dibuka Fakultas Kehutanan IPB, memulai dengan 1 bidang keahlian, yaitu Ilmu Pengetahuan Kehutanan. Sampai dengan saat ini, ribuan sarjana-sarjana Kehutanan (Diploma dan S1) telah banyak dihasilkan dari Fakultas Kehutanan IPB. Mereka kemudian bekerja sebagai pegawai pemerintah, namun banyak juga yang mengembangkan karier pada berbagai
pekerjaan
sektor
swasta,
baik
kehutanan
maupun
non
kehutanan. Banyak diantaranya yang sudah berhasil dan menduduki jabatan penting di pemerintahan (Departemen Kehutanan). Ratusan lulusan produksi fakultas kehutanan ini, terus meningkat dari tahun ke tahun, seiring dengan diberlakukannya otonomi pengembangan program pendidikan pada berbagai jenjang. Pada saat krisis multidimensi masih berimbas pada sektor kehutanan, sejumlah lulusan yang dihasilkan dari berbagai PTN/PTS ini malah berpotensi menjadi pengangguran terdidik. Disatu sisi sektor-sektor swasta kehutanan, masih ragu untuk berinvestasi pada sektor ini, selama situasi politik dan ekonomi negeri ini belum berjalan secara stabil. Sementara disisi lain formasi yang tersedia sebagai calon pegawai negeri pada Departemen Kehutanan, dapat dikatakan sangat kecil. Pada akhirnya IPB, dan perguruan tinggi lainnya memberikan andil dan kontribusi yang cukup signifikan terhadap meningkatnya angka laju pengangguran di Indonesia. 4.4. Universitas Negeri Papua Universitas Negeri Papua atau disingkat UNIPA, disahkan pada tanggal 03 November 2000, sesuai Keputusan Presiden Republik Indonesia Nomor 153 Tahun 2000, dan diresmikan berdirinya pada hari Sabtu tanggal 28 Juli 2001. Berdirinya UNIPA ini sebagai wujud kemandirian Fakultas Pertanian Universitas Cenderawasih (Faperta Uncen), yang sudah dicita-citakan sejak tahun 1982. Upaya menuju kemandirian ini terus diperjuangkan baik secara formal maupun non formal pada berbagai kesempatan. Pada awal PERIODISASI PENDIDIKAN KEHUTANAN
V - 47
SEJARAH KEHUTANAN PAPUA
abad ke-21 tahun 2000, dibentuk suatu tim yang ditugaskan untuk menyusun Usulan Pendirian UNIPA dan Usulan Rencana Pengembangan UNIPA. Usulan-usulan ini mendapatkan suatu tanggapan positif dari pihak legislatif, eksekutif dan rakyat Papua serta dukungan dari Senat Universitas Cenderawasih. Pada akhirnya, usulan ini memperoleh restu dari Presiden Republik Indonesia dan Wakil Presiden Republik Indonesia serta Kabinet Persatuan, yakni dengan diterbitkan Keputusan Presiden Republik Indonesia Nomor 153 Tahun 2000.
Dikeluarkannya keputusan tersebut, menuntut dilakukannya berbagai persiapan baik dalam bidang akademik maupun administrasi. Persiapan akademik antara lain pengusulan berbagai program studi dan jurusan sesuai kekuatan dan peluang yang dimiliki serta memperhatikan pula kelemahan dan hambatan atau ancamannya. Persiapan administrasi antara lain menyusun dan membahas berbagai perangkat dan aturan yang dibutuhkan guna kelancaran tugas-tugas di masa datang. Gedung Universitas Negeri Papua (UNIPA) di Manokwari
PERIODISASI PENDIDIKAN KEHUTANAN
V - 48
SEJARAH KEHUTANAN PAPUA
Pada hari ini Sabtu, tanggal 28 Juli 2001, merupakan hari yang bersejarah pula bagi UNIPA karena mul ai diresmikan secara operasional berbagai kegiatan, dan pengaturannya dilakukan secara bertahap bersama-sama dengan mantan induknya yaitu UNCEN. Berbagai aset yang dimiliki oleh Faperta Uncen, kini menjadi aset UNIPA baik sumberdaya manusia, lahan, tanaman, ternak maupun bangunan fisik dan penunjang lainnya. Struktur Organisasi Organisasi UNIPA terdiri dari unsur pimpinan (Rektor dan Pembantu Rektor), unsur pelaksana akademik (Fakultas dan Lembaga), unsur pelaksana administrasi (Biro) dan unsur penunjang (Unit Pelaksana Teknis). Untuk mempersiapkan segala sesuatu yang berhubungan dengan kehadiran
UNIPA
maka
ini
Menteri
Pendidikan
Nasional
mengangkat
seorang
Pejabar Rektor, yang selanjutnya membentuk Senat Universitas Antar Waktu. Personalia organisasi
struktur ini
dilengkapi bertahap
akan secara
baik
Arboretrum, tempat praktek mahasiswa Fahutan UNIPA
pada
tingkat universitas maupun tingkat fakultas. Unsur Pelaksana Akademik Fakultas yang akan dibuka pada awal pendirian UNIPA yakni Fakultasfakultas: Pertanian, Peternakan, Kehutanan, Perikanan dan Ilmu Kelautan, Teknologi Pertanian, Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Ekonomi dan Sastra. Fakultas lainnya akan dibuka di kemudian hari dengan memperhatikan kebutuhan daerah dan sumberdaya yang tersedia.
PERIODISASI PENDIDIKAN KEHUTANAN
V - 49
SEJARAH KEHUTANAN PAPUA
Lembaga terdiri dari Lembaga Penelitian dan Lembaga Pengabdian kepada Masyarakat. Lembaga Penelitian akan membawahi beberapa pusat kajian ilmu yakni : Pusat Penelitian Lingkungan, Pusat Ruang Kuliah Fakultas Kehutanan UNIPA Penelitian Ubi-ubian dan Sagu, Pusat Penelitian Keanekaragaman Hayati, Pusat Studi Wanita, Pusat Penelitian Pesisir dan Kelautan, dan Pusat Penelitian Pengembangan Kawasan Pedesaan. Unsur Pelaksana Administrasi Unsur pelaksana administrasi terdiri dari biro, dan biro yang diusulkan untuk dibuka saat sekarang yaitu Biro Administrasi Akademik dan Kemahasiswaan (BAAK), Biro Administrasi Umum dan Keuangan (BAUK), serta Biro Perencanaan dan Sistem Informasi (BAPERENSI). Unsur Penunjang Unsur penunjang berupa Unit Pelaksana Teknis (UPT). UPT yang di rencanakan untuk di kembangkan yaitu UPT Perpustakaan, UPT Kebun Percobaan, UPT Pusat Komputer, UPT Bahasa, serta UPT Percetakan dan Penerbitan.
Universitas Cendarawasih di Jayapura, Gedung Induk sebelum terbentuk UNIPA
Jenis dan Jenjang Pendidikan Jenis pendidikan yang dibuka saat ini adalah pendidikan akademik dengan jenjang strata satu (S1) dan pendidikan profesional pada jenjang diploma tiga (D3). Di masa mendatang, akan dibuka pula jenjang pendidikan strata dua (S2) dan strata tiga (S3). PERIODISASI PENDIDIKAN KEHUTANAN
V - 50
SEJARAH KEHUTANAN PAPUA
Program Studi Program pendidikan S1 dan S0 yang saat ini sedang diselenggarakan masing-masing sebanyak 4 program studi jalur akademik dan 3 program studi jalur profesional. Pada UNIPA telah diusulkan sebanyak 26 program studi baru (Tabel 5-6). Tabel 5-6. Program Studi pada UNIPA Fakultas
Jurusan
Keterangan
S1
Lama
Pemuliaan
S1
Usulan Baru
Hortikultura
S1
Usulan Baru
Budidaya Perkebunan
D3
Lama
Budidaya Tan. Pangan
D3
Usulan Baru
Tanah
Ilmu Tanah
S1
Usulan Baru
Hama dan Penyakit
Ilmu Hama dan Penyakit Tanaman
S1
Usulan Baru
Sosial Ekonomi Pertanian/Agrobisnis
S1
Lama
Penyuluhan dan Komunikasi Pertanian
S1
Usulan Baru
Produksi Ternak
Produksi Ternak
S1
Lama
Nutrisi dan Makanan Ternak
Nutrisi dan Makanan Ternak
S1
Usulan Baru
-
Kesehatan Hewan
D3
Usulan Baru
Manajemen Hutan
S1
Usulan Baru
Manajemen Hutan Alam Produksi
D3
Usulan Baru
Pertanian
Sosial Ekonomi Pertanian
Kehutanan
Strata
Agronomi
Budidaya Pertanian
Peternakan
Program Studi
Manajemen Hutan
PERIODISASI PENDIDIKAN KEHUTANAN
V - 51
SEJARAH KEHUTANAN PAPUA
Tabel 5-7. Profil Sejarah Universitas Negeri Papua (UNIPA) Tanggal 17 Juli 1964
Kegiatan (Peristiwa) SK Menteri PTIP No. 77/PTIP/ tentang Pendirian FPPK Uncen di Manokwari. Prof. Ir. Soekisno Hadikoemoro ditetapkan sebagai Dekan pertama pada FPPK Uncen
Tahun 1964-1978
Penyelenggaraan program pendidikan Sarjana Muda
Tahun 1978-1982
Penyelenggaraan Program Pendidikan Sarjana (6 tahun)
Tahun 1982-sekarang
Penyelenggaraan Program Pendidikan S1 (4 tahun) dan S0
Tahun 1982-1999
Cita-cita kemandirian dikumandangkan secara non formal pada berbagai kesempatan, misalnya pada saat Dies Natalis Faperta Uncen dan Wisuda
Tahun 1991
Penyusunan Rencana Induk Pengembangan Faperta Uncen Tahun 1992-1994
Tahun 1993
Penyusunan Master Plan Kampus Faperta Uncen sampai dengan tahun 2010
Tahun 1996
Penyusunan Rencana Strategis Faperta Uncen sampai dengan tahun 2010
5 November 1999
Rapat penetapan tim penyusunan usulan Pengembangan Faperta Uncen menjadi Univertisa Negeri di Manokwari (SK Dekan No. SP-36/J20.1.23./OT/1999 tanggal 11 November 1999)
18-20 Januari 2000
Lokakarya Usulan Pengembangan Faperta Uncen menjadi Universitas di Laboratorium Bahasa, dan tanggal 20 Januari 2000 jam 21.57 WIT disepakati untuk memberi nama Universitas Papua (UNIPA)
20 Januari 2000
Pembentukan
Tim
Penyusunan
Usulan
Pendirian
Universitas Papua di Manokwari Irian Jaya, diketuai oleh Ir. Max J. Tokede, MS (SK Dekan No. SP001/J20.1.23/OT/2000, 20 Januari 2000 11 Maret 2000
Persentase Usulan UNIPA di depan anggota Senat Universitas Cendrawasih, di kampus Waena, Jayapura, Jam 09.00-13.20 WIB
28 April 2000
Persentase usulan UNIPA di depan anggota DPRD Manokwari, masyarakat dan tokoh adapt, di gedung olah raga Manokwari
29 April 2000
Persetujuan dan Dukungan senat Uncen atas Pendirian UNIPA dengan SK Senat No. 1085/J20/KP/2000
PERIODISASI PENDIDIKAN KEHUTANAN
V - 52
SEJARAH KEHUTANAN PAPUA
Tabel 5-7. Lanjutan Tanggal
Kegiatan (Peristiwa)
15 Juli 2000
Rekomendasi Gubernur Irian Jaya atas Pendirian UNIPA dengan surat No. 421.4/2305/SET
3 November 2000
Penerbitan Keputusan Presiden RI No. 153 Tahun 2000 tentang Pendirian Universitas Negeri Papua
8 November 2000
Penyerahan salinan Keppres No. 153 tahun 2000 dari Dirjen Pendidikan Tinggi kepada Dekan Faperta Uncen di Jakarta
29 Desember 2000
Penerbitan SK Mendiknas No. 153/MPN.A4/KP/2000 tentang Penunjukan Pejabat Rektor Universitas Negeri Papua
5 Januari 2001
Penyerahan SK Mendiknas No. 153/MPN.A4/KP/2000 kepada Prof. Dr. Ir. Frans Wanggai sebagai pejabat Rektor Universitas Negeri Papua
15 januari 2001
Penetapan keanggotaan Senat Universitas Negeri Papua (SK Rektor UNIPA No. SP-01/J20.1.23/KP/2001), sebanyak 33 orang
10 Maret 2001
Rapat Senat UNIPA dengan agenda pembentukan komisi serta Satgas Statuta dan OTK
10-24 Maret 2001
Rapat-rapat Komisi dan Satgas
24 Maret 2001
Pengangkatan Tim Penyusun Usulan pembukaan Fakultas, Jurusan dan Program Studi pada masingmasing bakal Fakultas
27 April 2001
Persetujuan Senat UNIPA tentang Statuta dan OTK
27 April 2001
Sayembara Logo/Logo UNIPA
30 April 2001
Penyerahan
rancangan
Statuta
dan
OTK
kepada
Mendiknas melalui Dirjen Dikti 01 Mei 2001
Penyerahan Dokumen-dokumen Usulan Pembukaan Fakultas, Jurusan, Program Studi pada UNIPA kepada Dirjen Dikti
15 Juli 2001
Pengumuman Pemenang Logo/Logo UNIPA
28 Juli 2001
Peresmian UNIPA
PERIODISASI PENDIDIKAN KEHUTANAN
V - 53
SEJARAH KEHUTANAN PAPUA
Periodisasi Dekan Fakultas Kehutanan Sejak tahun 1976 hingga saat ini telah enam orang yang memimpin Jurusana/ Fakultas Kehutanan Uncen/ Unipa. Nama-nama para pejabat tersebut seperti disajikan di dalam Tabel 5-7. Tabel 5-7. Periodisasi Dekan Fakultas Kehutanan Uncen-Unipa No. Nama Institusi Jurusan Nama Ketua Jurusan 1. Fakultas Pertanian Kehutanan Ir R.P. Lalenoh Peternakan dan Kehutanan Universitas Cenderawasih (FPPK UNCEN) 2. Fakultas Pertanian Kehutanan Ir. A. R. Wasaraka Universitas Negeri Cenderawasih (Faperta UNCEN) 3. Fakultas Pertanian Kehutanan Ir. R. P. Lalenoh Universitas Negeri Cenderawasih (Faperta UNCEN) 4. Fakultas Pertanian Kehutanan Ir. Max J. Tokede, MS Universitas Negeri Cenderawasih (Faperta UNCEN) Budidaya 5. Fakultas Pertanian Ir. Leo Maturbongs, M. Sc. F Universitas Negeri Hutan Cenderawasih (Faperta UNCEN) 6. Fakultas Kehutanan Dekan Ir.C. Y. Hans Arwam, M.P. Universitas Negeri Papua (Fahutan Manajemen Dr. Ir. Bambang Nugroho, M.Sc Hutan Teknologi Ir. Yosias Gandhi, M.Sc Hasil Hutan Budidaya Ir. Patria Hadi, M.P. Hutan Ket: *) Sedang dalam proses pergantian (Januari 2007).
PERIODISASI PENDIDIKAN KEHUTANAN
Periode 1976 - 1980
1980 - 1984
1985 - 1990
1991 - 1995
1996 - 2002
2002sekarang *) 2003sekarang *) 2003sekarang *) 2003sekarang *)
V - 54