Tabel 1.1 Uji klinis kontrasepsi hormonal pria Study reference WHO, 1990 WHO, 1996 McLachlan et al. 2000
Drugs Pregnancies/failure rate TE 200 mg/week 0.8 (0.0–45.) TE 200 mg/week 1.4 (0.4–3.7) T implants 800 or 1200 mg/4 0 months Turner et al. 2003 T implants 800 mg/4–6 0 (0–8) months DMPA 300 mg/3 months Gu et al. 2003 TU 1000 mg loading 500 2.3 (0.5–4.2) mg/month Gu et al. 2009 TU 1000 mg loading 500 1.1 (0.4–1.8) mg/month WHO/CONRAD 2015 TU 1000 mg and Net–EN 1.57 (0.59–4.14) 200 mg/8 weeks 2.18 (0.82–5.80) Sumber: Wang, Christina, Mario P. R. Festin, and Ronald S. S. 2016. Male Hormonal Contraception: Where Are We Now. Obstet Gynecol Rep. 5: 38–47. Tabel 1.2 Male hormonal contraceptive efficacy trials
Study
WHO Gu et al. Turner et al. Total
Oligozoosper mic (%)
Failure to suppress (%)
268 (75) 130 (43)
81 (23) 166 (54)
53
49 (93)
715
447 (62)
Number of couples
Azoosper mic (%)
357 305
Pregnancies (%)
Total failures (%)
Overall contraceptive efficacy (95% CI)
8 (2.2) 9 (2.9)
11 (3.1) 1 (0.3)
19 (5.3) 10 (3.3)
94.7 (92–97) 96.7 (95–98)
2 (3.6)
2 (3.6)
0 (0.0)
2 (3.6)
96.4 (91–100)
249 (35)
19 (2.6)
12 (1.7)
31 (4.4)
95.7 (94–97)
Sumber: Amory, John K. 2008. “Progress and Prospects in Male Hormonal Contraception”. Curr Opin Endocrinol Diabetes Obes. 15(3): 255–260. Kontrasepsi hormon pada pria yang paling mendekati ideal dan cukup potensial 1. Androgen Penggunaan androgen sebagai kontrasepsi terutama testosteron bertujuan untuk menurunkan kesuburan pria karena testosteron melalui umpan balik negatif menekan sekresi FSH dan LH. Sehingga testosteron intra testis berkurang bersamaan dengan penurunan produksi sperma. Berbagai penelitian telah dilakukan sejak 1970-a untuk menekan produksi sperma (spermatogenesis) dengan menggunakan testosteron. Namun pemberian testosteron memberikan hasil yang mengecewakan karena hanya sekitar 60% pria Kaukasia yang mencapai azoospermia. Selanjutnya, tahun 1990 WHO mempublikasikan hasil penelitian keampuhan Testosteron Enantat (TE) untuk kontrasepsi hormon pada pria. Penelitian dilakukan di sepuluh pusat andrologi di seluruh dunia dengan cara menyuntikkan 200 mg TE tiap minggu pada 271 pria relawan. Pria fertil yang disuntik TE dan mencapai azoospermia pada 6 bulan dan
selanjutnya tetap disuntik TE selama 1 tahun fase keampuhan. Dari 137 pria azoospermia yang memasuki fase keampuhan ternyata hanya 1 orang (0.8% pasangan mereka yang hamil). Jika konsentrasi sperma < 5 juta/ml fungsi sperma tersebut terganggu. Ini dibuktikan dengan uji fungsi sperma hamster oocyte penetration test ( hop test) (WU dan Aitken, 1989). Pada penelitian multi center jika penyuntikan TE tiap minggu sekali menyebabkan konsentrasi sperma <5 juta/ml. Keampuhan kontrasepsi ini lebih rendah dibandingkan dengan kontrasepsi kondom. Dengan perincian kalau tercapai azoospermia kehamilan 0%, kalau konsentrasi sperma antara 0.1-2.9 juta/ml kehamilan sekitar 8.1% (WHO, 1996). Pada penelitian ini 90% relawan mencapai konsentrasi 3juta/ml. Sayangnya penyuntikan TE tiap minggu tidak praktis. Untuk itu perlu ditemukan testosteron daya kerja jangka panjang yaitu : a. Testosteron busiklat b. Testosteron andecanoate (TU). c. Testosteron implant ( Handelsman, 1992) 2. Kombinasi Androgen dan Progestogen Untuk meningkatkan efektifitas testosteron, menurunkan produksi sperma mencapai azoospermia digunakan kombinasi androgen/testosteron dengan progestogen. Progestogen digunakan pada kontrasepsi pria untuk menekan gonadotropin sehingga akan menekan produksi sperma. Ini jauh lebih efektif dibandingkan testosteron saja. Penelitian pada 20 orang Indonesia selama 3 bulan dengan penyuntikkan kombinasi testosteron (TE) dan progestogen (DMPA) tiap bulan memakai dosis tinggi dan dosis rendah, semua orang tadi mencapai azoospermia. Selain itu, penggunaan 2 macam androgen (TE) dan 19-nor testosteron (19NT) dengan kombinasi DMPA dapat menekan produksi sperma mencapai azoospermia pada hampir 100% pria Indonesia. 3. Progestogen Poten dan Androgen Long Acting Untuk meningkatkan efektif pada pria Kaukasia telah dilakukan penelitian menggunakan kombinasi Desogestrel (DSG) yaitu suatu progestogen poten, dengan penyuntikan TE. Hasil yang diperoleh 8 dari 8 pria Kaukasia (100%) mencapai azoospermia pada bulan ke-5 dan ke-6 dengan dosis 300µg oral DSG tiap hari dan penyuntikkan 50mg TE tiap minggu. Selain itu, Penyuntikan TU 1000 mg tiap 6 minggu dengan kombinasi Levonorgestrel 250 mg tiap hari, 7 dari 14 pria mencapai azoospermia sedangkan penyuntikan TU 1000 mg tiap 6 minggu dengan kombinasi noretisteron enantat (NET-EN), 13 dari 14 pria mencapai azoospermia. 1 orang pria mempunyai konsentrasi sperma 3 juta/ml. Wu, FCW and RJ Aitken. 1989. “Suppression of Sperm Function By Depot Medroxyprogesterone Acetate and Testosterone Enanthate in Steroid Male Contraception”. International Jounal of Gynecology and Obstetrics. Vol 30(2). Handelsman, Conway AJ, Boylan LM. 1992."Suppression of human spermatogenesis by testosterone implants". J Clin Endocrinol Metab. 75(5): 1326-32.