Laporan_hidrologi_kelompok_6.docx

  • Uploaded by: suci
  • 0
  • 0
  • July 2020
  • PDF

This document was uploaded by user and they confirmed that they have the permission to share it. If you are author or own the copyright of this book, please report to us by using this DMCA report form. Report DMCA


Overview

Download & View Laporan_hidrologi_kelompok_6.docx as PDF for free.

More details

  • Words: 3,548
  • Pages: 24
PENGUKURAN CURAH HUJAN

MAKALAH

Hidrologi Dr. Rony Riduan, S.T., M.T.

Oleh : Elsa Nadia Pratiwi

(H1E113014)

Dewi Puspita Sari

(H1E113226)

Desty Triana Wulandari

(1610815120005)

Alfinah

(1610815120001)

PROGRAM STUDI S-1 TEKNIK LINGKUNGAN FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS LAMBUNG MANGKURAT BANJARBARU 2017

KATA PENGANTAR

Puji syukur ke hadirat Allah Subhanahu wata’ala, karena berkat rahmatNya kami bisa menyelesaikan makalah ini. Kami mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu sehingga makalah ini dapat diselesaikan tepat pada waktunya. Makalah ini masih jauh dari sempurna, oleh karena itu, kritik dan saran yang bersifat membangun sangat kami harapkan demi sempurnanya makalah ini. Semoga makalah ini memberikan informasi bagi masyarakat dan bermanfaat untuk pengembangan wawasan dan peningkatan ilmu pengetahuan bagi kita semua.

Banjarbaru, 13 Maret 2017

Penyusun

ii

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR …....…………………………………………………...… ii DAFTAR ISI …………………………………………………………………… iii DAFTAR TABEL ……………………………………………………………… iv DAFTAR GAMBAR ……………………………………………………………. v BAB I PENDAHULUAN ……………………………………………………...... 1 1.1 1.2 1.3

Latar Belakang ……………………………………………………… 1 Rumusan masalah …………………………………………………….. 1 Tujuan …………………...…………………………………………….. 2

BAB II TINJAUAN PUSTAKA ……………..………………………………… 3 2.1 Curah Hujan ………………………………………………………...… 3 2.2. Faktor Yang Mempengaruhi Curah Hujan ………………………….. 4 2.3. Jenis Alat Pengukur Curah Hujan……………………………………. 5 2.3.1. Alat Pengukur Curah Hujan Manual ………………………...… 5 2.3.2. Alat Pengukur Curah Hujan Otomatis …………………………. 7 2.3.2.1. Cara Kerja Alat ………………………………………….… 8 BAB III HASIL DAN PEMBAHASAN ……………………………………….. 9 3.1. Proses Pembuatan Alat Pengukur Cirah Hujan Sederhana …………9 3.2. Penggunaan Alat Ukur Curah Hujan Sederhana ……………….… 12 3.3. Cara Pengkalibrasian Alat Pengukur Curah Hujan Sederhana ….. 14 3.4. Hasil Pengukuran Alat Ukur Curah Hujan Sederhana …………… 17 BAB IV PENUTUP ……………………………………………………………. 18 4.1 Kesimpulan ……………………………………………………………. 18 4.2 Saran ………………………………………………………………… 18 DAFTAR PUSTAKA …………..……………………………………………… 19

iii

DAFTAR TABEL

Tabel 2.1 Tingkatan Hujan Berdasarkan Intensitasnya ………………………4 Tabel 3.1 Alat yang digunakan ………………………………………………… 9 Tabel 3.2 Perhitungan Kalibrasi Alat Ukur Curah Hujan Sederhana …….. 14

iv

DAFTAR GAMBAR

Gambar 3.1 Proses Pelubangan Tutup Derigen dengan Gunting………….. 10 Gambar 3.2 Proses Pemasangan Corong Ke Tutup Derigen …………….… 10 Gambar 3.3 Pemasangan Corong Ke Derigen Proses …………..………...… 11 Gambar 3.4 Rangkai Alat Ukur Hujan Sederhana …………………………. 11 Gambar 3.5 Rangkaian Alat Diletakkan Ditanah Lapang Yang Rata ..…… 12 Gambar 3.6 Pengaplikasian di Lapangan Pada Hari Jum’at …………….… 13 Gambar 3.7 Pengaplikasian di Lapangan Pada Hari Sabtu ..……………… 13 Gambar 3.8 Pengamatan di Lapangan ………………………………………. 13 Gambar 3.9 Hasil Pengukuran Curah Hujan Hari Jum’at ………………… 14 Gambar 3.10 Hasil Pengukuran Curah Hujan Hari Sabtu …..…………….. 14

v

BAB I PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Hidrologi adalah suatu ilmu yang menjelaskan tentang kehadiran dan gerakan air di alam kita ini.Meliputi berbagai bentuk air, yang menyangkut perubahan – perubahannya antara keadaan cair, padat, dan gas dalam atmosfir, diatas dan di bawah tanah.Di dalamnya tercakup pula air laut yang merupakan sumber dan penyimpanan air yang mengaktifkan penghidupan di planet bumi ini (Soemarto, 1987). Dalam Hidrologi terdapat daur atau siklus hidrologi yang mana adalah gerakan air laut ke udara, yang kemudian jatuh ke permukaan tanah lagi sebagai hujan atau bentuk presiptasi lain, dan akhirnya mengalir ke laut kembali (Soemarto, 1987).Presipitasi sebagai bagian dari proses siklus hidrologi memang sangatlah penting. Salah satu bentuk umum dari presipitasi adalah hujan.Untuk kebutuhan hidrologi maupun perencanaan bangunan air, terkadang kita memerlukan data hujan.Oleh sebab itulah kita perlu untuk mencatat intensitas hujan itu sendiri.Sehingga data yang ada bisa digunakan untuk keperluan yang lebih lanjut. Keperluan – keperluan hidrologi dan pentingnya masalah pencatatan hujan sangat perlu dipelajari, sehingga dengan makalah ini akan kami bahas tentang alat penakar hujan sederhana dan langsung mempraktekannya dilapangan untuk mengetahui cara mengukur curah hujan secara sederhana.

1.2. Rumusan Masalah Rumusan masalah dari laporan ini adalah : 1. Bagaimana cara membuat alat pengukur curah hujan sederhana? 2. Bagaimana cara menggunakan alat pengukur curah hujan sederhana? 3. Bagaimana cara teknik kalibrasi alat pengukurcurah hujan sederhana? 4. Bagaimana hasil pengukuran curah hujan dengan menggunakan alat pengukur sederhana?

1

1.3. Tujuan 1. Untuk mengetahui cara pembuatan alat pengukur sederhana. 2. Untuk mengetahui penggunaan alat pengukur hujan sederhana. 3. Untuk mngetahui teknik kalibrasi alat pengukur hujan sederhana. 4. Untuk mengetahui hasil pengukuran curah hujan menggunakan alat ukur curah hujan sederhana.

2

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Curah Hujan Hujan merupakan gejala meteorologi dan juga unsur klimatologi.Hujan adalah hydrometeor yang jatuh berupa partikel-partikel air yang mempunyai diameter 0.5 mm atau lebih.Hydrometeor yang jatuh ke tanah disebut hujan sedangkan yang tidak sampai tanah disebut Virga (Tjasyono, 2006).Hujan yang sampai ke permukaan tanah dapat diukur dengan jalan mengukur tinggi air hujan tersebut dengan berdasarkan volume air hujan per satuan luas.Hasil dari pengukuran tersebut dinamakan dengan curah hujan. Curah hujan merupakan salah satu unsur cuaca yang datanya diperoleh dengan cara mengukurnya dengan menggunakan alat penakar hujan, sehingga dapat diketahui jumlahnya dalam satuan millimeter (mm). Curah hujan 1 mm adalah jumlah air hujan yang jatuh di permukaan per satuan luas ( m2) dengan catatan tidak ada yang menguap, meresap atau mengalir. Jadi, curah hujan sebesar 1 mm setara dengan 1 liter/ m2(Aldrian, E. dkk, 2011). Curah hujan dibatasi sebagai tinggi air hujan yang diterima di permukaan sebelum mengalami aliran permukaan, evaporasi dan peresapan ke dalam tanah. Berdasarkan ukuran butiran, hujan dapat dibedakan menjadi: a. Hujan gerimis / drizzle, dengan diameter butirannya kurang dari 0,5 mm. b. Hujan salju / snow, adalah kristal-kristal es yang temperatur udaranya berada di bawah titik beku (00C). c.

Hujan batu es, curahan batu es yang turun didalam cuaca panas awan yang temperaturnya dibawah titik beku (00C).

d. Hujan deras / rain, dengan curah hujan yang turun dari awan dengan nilai temperatur diatas titik beku berdiameter butiran ± 7 mm. Jenis-jenis hujan berdasarkan besarnya curah hujan menurut BMKG dibagi manjadi tiga, yaitu : a. Hujan sedang, 20 - 50 mm per hari. b. Hujan lebat, 50-100 mm per hari. c.

Hujan sangat lebat, di atas 100 mm per hari. 3

Intensitas curah hujan merupakan ukuran jumlah hujan per satuan waktu tertentu selama hujan berlangsung. Hujan umumnya dibedakan menjadi 5 tingkatan sesuai intensitasnya seperti yang disajikan pada Tabel 2.1 berikut ini. Tabel 2.1 Tingkatan Hujan Berdasarkan Intensitasnya Tingkatan

Intensitas (mm/menit)

Sangat lemah < 0.02 Lemah 0.02 – 0.05 Sedang 0.05 – 0.25 Deras 0.25 – 1 Sangat deras >1 Sangat lemah < 0.02 (Sumber : Mori et. Al,1997 ) Data hujan mempunyai variasi yang sangat besar dibandingkan unsur iklim lainnya, baik variasi menurut tempat maupun waktu.Data hujan biasanya disimpan dalam satu hari dan berkelanjutan.Dengan mengetahui data curah hujan kita dapat melakukan pengamatan di suatu daerah untuk pengembangan dalam bidang pertanian dan perkebunan.Selain itu dapat juga digunakan untuk mengetahui potensi suatu daerah terhadap bencana alam yang disebabkan oleh faktor hujan (Anonim2, 2017). 2.2. Faktor Yang Mempengaruhi Curah Hujan Indonesia merupakan salah satu kawasan tropis yang unik dinamika atmosfernya dimana banyak dipengaruhi oleh kehadiran angin pasat, angin monsunal, iklim maritim dan pengaruh berbagai kondisi lokal, maka cuaca dan iklim di Indonesia diduga memiliki karakteristik khusus yang hingga kini mekanisme proses pembentukannya belum diketahui banyak orang. Secara umum curah hujan di wilayah Indonesia didominasi oleh adanya pengaruh beberapa fenomena, antara lain sistem Monsun Asia-Australia, El-Nino, sirkulasi TimurBarat (Walker Circulation) dan sirkulasi Utara-Selatan (Hadley Circulation) serta beberapa sirkulasi karena pengaruh lokal (McBride, 2002 dalam Hermawan, E.2007). Variabilitas curah hujan di Indonesia sangatlah kompleks dan merupakan suatu bagian chaotic dari variabilitas monsun (Ferranti 1997 dalam Aldrian 2003).Monsun dan pergerakan ITCZ (Intertropical Convergence Zone) berkaitan

4

dengan variasi curah hujan tahunan dan semi tahunan di Indonesia (Aldrian, 2003), sedangkan fenomena El-Nino dan Dipole Mode berkaitan dengan variasi curah hujan antartahunan di Indonesia. Indonesia dikenal sebagai satu kawasan benua maritim karena sebagian besar wilayahnya didominasi oleh lautan dan diapit oleh dua Samudera yaitu Samudera Hindia dan Samudera Pasifik.Oleh karena itu elemen (unsur) iklimnya terutama curah hujan memungkinkan dipengaruhi oleh keadaan suhu permukaan laut (SPL) di sekitarnya. Salah satu fenomena yang dicirikan oleh adanya suatu perubahan SPL yang kemudian mempengaruhi curah hujan di Indonesia adalah fenomena yang terjadi di Samudera Hindia yang dikenal dengan istilah Dipole Mode (DM) yang tidak lain merupakan fenomena couple antara atmosfer dan laut yang ditandai dengan perbedaan anomali dua kutub Suhu Permukaan Laut ( SPL) di Samudera Hindia tropis bagian timur (perairan Indonesia di sekitar Sumatera dan Jawa) dan Samudera Hindia tropis bagian tengah sampai barat (perairan pantai timur Benua Afrika) (Anonim2, 2017). 2.3. Jenis Alat Pengukur Curah Hujan Hingga saat ini terdapat beberapa cara untuk mengukur curah hujan, mulai dari cara yang sederhana hingga cara yang kompleks. Masing-masing cara memiliki kelebihan dan kekurangan sesuai dengan tingkat kesulitan dan ketelitian yang dihasilkan cara tersebut.Pengukuran curah hujan harian sedapat mungkin dibaca/dilaporkan

dalam

skala

ukur

0.2

mm

(apabila

memungkinkan

menggunakan resolusi 0.1 mm). Prinsip kerja alat pengukur curah hujan antara lain : pengukur curah hujan biasa (observariaum) curah hujan yang jatuh diukur tiap hari dalam kurun waktu 24 jam yang dilaksanakan setiap pukul 00.00 GMT, pengukur curah hujan otomatis melakukan pengukuran curah hujan selama 24 jam dengan merekam jejak (Anonim1, 2017). 2.3.1. Alat Pengukur Curah Hujan Manual Alat ini lebih dikenal dengan dengan nama Penakar Hujan OBS atau Penakar Hujan Manual, sedang di kalangan pertanian dan pengairan biasa disebut ombrometer. Sebuah alat yang digunakan untuk menakar atau mengukur hujan harian.Penakar Hujan Obs ini merupakan jejaring alat ukur cuaca terbanyak di 5

Indonesia. Penempatannya 1 PH Obs mewakili luasan area 50 km2 atau sampai radius 5 km. Fungsinya yang vital terhadap deteksi awal musim (Hujan/kemarau) menjadikannya sebagai barang yang dicari dan sangat diperlukan oleh penyuluh, P3A dan kelompok tani yang tersebar keberadaannya dan lain-lain. Bahan yang digunakan adalah semurah dan semudah

mendapatkannya.Tujuan akhir

pengukuran curah hujan adalah tinggi air yang tertampung, bukan volumenya. Hujan yang turun jika diasumsikan menyebar merata, homogen dan menjatuhi wadah (kaleng) dengan penampang yang berbeda akan memiliki tinggi yang sama dengan catatan faktor menguap, mengalir dan meresap tidak ada (Anonim1, 2017). Spesifikasi : a. Type : Observasi (OBS) b. Bahan : 1. Ring corong, ring pipa dan kran terbuat dari kuningan. 2. Badan terbuat dari seng kualitas baik dengan ketebalan 3. 0.8 mm atau stainless steel (DOP) ketebalan 0.5 mm. 4. Seluruh badan (kecuali ring corong) dicat luar dalam dengan cat anti karat warna bronce-metallic. 5. Dilengkapi dengan water pass. 6. Luas corong : 100 cm2 7. Diameter badan terlebar : 21.5 cm 8. Tinggi badan : 60 cm Menggunakan prinsip pembagian antara volume air hujan yang ditampung lalu dibagi luas penampang/mulut penakar.Pengukuran curah hujan harian (dalam satuan milimeter) biasanya dilakukan 1 kali pada pagi hari.Alat yang digunakan yaitu Observatorium / ombrometer dengan tinggi 120 cm, luas mulut penakar 100 cm2.Setelah dilakukan pengukuran maka didapatkan (Anonim1, 2017). 1

Tinggi Curah Hujan = Volume Luas mulut penakar =A = 4 𝜋𝐷2 … … … … … (2.1)

6

2.3.2. Alat Pengukur Curah Hujan Otomatis Penakar hujan jenis Hellman merupakan suatu instrument/alat untuk mengukur curah hujan. Penakar hujan jenis hellman ini merupakan suatu alat penakar hujan berjenis recording atau dapat mencatat sendiri.Alat ini dipakai di stasiun-stasiun pengamatan udara permukaan.Pengamatan dengan menggunakan alat ini dilakukan setiap hari pada jam-jam tertentu mekipun cuaca dalam keadaan baik/hari sedang cerah.Alat ini mencatat jumlah curah hujan yang terkumpul dalam bentuk garis vertikal yang tercatat pada kertas pias. Alat ini memerlukan perawatan yang cukup intensif untuk menghindari kerusakan-kerusakan yang sering terjadi pada alat ini (Anonim1, 2017). Curah hujan merupakan salah satu parameter cuaca yang mana datanya sangat penting diperoleh untuk kepentingan BMG dan masyarakat yang memerlukan data curah hujan tersebut.Hujan memiliki pengaruh yang sangat besar bagi kehidupan manusia,karena dapat memperlancar atau malah menghambat kegiatan manusia. Oleh karena itu, kualitas data curah hujan yang didapat haruslah bermutu;memiliki keakuratan yang tinggi.Maka seorang observer / pengamat haruslah mengetahui tentang alat penakar hujan yang dipakai di stasiun pengamat secara baik. Salah satu alat penakar hujan yang sering dipakai ialah Penakar hujan jenis hellman (Anonim1, 2017). Penakar hujan jenis hellman beserta bagian-bagiannya : a.

Bibir atau mulut corong

b.

Lebar corong

c.

Tempat kunci atau gembok

d.

Tangki pelampung

e.

Silinder jam tempat meletakkan pias

f.

Tangki pena

g.

Tabung tempat pelampung

h.

Pelampung

i.

Pintu penakar hujan

j.

Alat penyimpan data

k.

Alat pengatur tinggi rendah selang gelas (siphon)

l.

Selang gelas

7

m. Tempat kunci atau gembok n.

Panci pengumpul air hujan bervolume Menggunakan prinsip pelampung, timbangan dan jungkitan.Contoh alat

pengukur yang terdapat saat ini yaitu Hellman dan Tipping-bucket gauge. Alat ukur otomatis memiliki beberapa keuntungan diantaranya hasil yang didapat memiliki tingkat ketelitian yang cukup tinggi, juga dapat mengetahui waktu kejadian dan integritas hujan dengan periode pencatatan dapat lebih dari sehari karena menggunakan kertas pias.(Haryoko, Urip. 2011). 2.3.2.1. Cara Kerja Alat Jika hujan turun, air hujan masuk melalui corong, kemudian terkumpul dalam tabung tempat pelampung.Air hujan ini menyebabkan pelampung serta tangkainya terangkat atau naik keatas. Pada tangkai pelampung terdapat tongkat pena yang gerakkannya selalu mengikuti tangkai pelampung Gerakkan pena dicatat pada pias yang ditakkan/digulung pada silinder jam yang dapat berputar dengan bantuan tenaga per (Anonim1, 2017). Jika air dalam tabung hampir penuh (dapat dilihat pada lengkungan selang gelas), pena akan mencapai tempat teratas pada pias.Setelah air mencapai atau melewati puncak lengkungan selang gelas,maka berdasarkan sistem siphon otomatis (sistem selang air),air dalam tabung akan keluar sampai ketinggian ujung selang dalam tabung.Bersamaan dengan keluarnya air,tangki pelampung dan pena turun dan pencatatannya pada pias merupakan garis lurus vertikal.Jika hujan masih terus-menerus turun,maka pelampung akan naik kembali seperti diatas, dengan demikian jumlah curah hujan dapat dihitung atau ditentukan dengan menghitung garis-garis vertical (Anonim1, 2017).

8

BAB III HASIL DAN PEMBAHASAN

3.1. Proses Pembuatan Alat Pengukur Cirah Hujan Sederhana Alat pengukur curah hujan yang digunakan untuk pengukuran curah hujan yang ada di daerah Banjarbaru adalah alat pengukur curah hujan sederhana yang dibuat dengan alat-alat yang dijelaskan pada Tabel 3.1. Tabel 3.1 Alat yang digunakan

No Alat 1. Corong Diameter 15 cm

2.

Gelas Ukur

3.

Derigen

4.

Gunting

Gambar

9

5.

Meja

Cara Membuat : 1. Membuat alat penampung curah hujan dengan corong berdiameter 15 cm, standar alat penampung minimal diameternya 14 cm (standar minimal yang disarankan BMKG). Penampung curah hujan ini dibuat dari derigen bekas (5 Liter). 2. Memberi lubang pada tutup derigen dengan gunting agar corong tidak mudah bergeser apabila terkena air hujan.

Gambar 3.1 Proses Pelubangan Tutup Derigen dengan Gunting

Gambar 3.2 Proses Pemasangan Corong Ke Tutup Derigen

10

Gambar 3.3 Proses Pemasangan Corong Ke Derigen

Gambar 3.4 Rangkai Alat Ukur Hujan Sederhana 3. Penggunaan gelas ukur sebagai alat tetra untuk mempermudah membaca 4. Alat ini dipasang di daerah yang terbuka dengan jarak minimal ke pohon/naungan adalah + 10 meter 5. Pastikan alat penampung curah hujan dipasang pada ketinggian minimal 1,2 meter dari permukaan tanah. Hal ini untuk menghindari percikan air dari tanah masuk ke alat penampung. 6. Pasang alat penampung curah hujan diletakkan ditempat dengan permukaan yang rata/ datar dan tidak terjatuh/ miring ketika angin berhembus.

11

Gambar 3.5 Rangkaian Alat Diletakkan Ditanah Lapang Yang Rata 7. Membuat daftar kalibrasi. Daftar ini dilakukan dengan memakai dasar prinsip pengukuran curah hujan, dimana volume dibagi dengan luas penampang alat penampung curah hujan. Karena alat penampung curah hujan berbentuk silinder dengan penampang bulat, maka saya memakai rumus luas penampang L (cm2) =

1 4

𝜋𝑑 2 .

3.2. Penggunaan Alat Ukur Curah Hujan Sederhana Proses pemakaian alat pengukur curah hujan sederhana sangat mudah. Setelah rangkaian alat selesai dibuat, letakkan rangkaian alat pengukur curah hujan di tempat dengan ketinggian minimal 120 cm ditanah lapang dengan permukaan yang rata dan jauh dari pepohonan dan bangunan dengan jarak ± 10 meter. Pada pengamatan ini, kami menggunakan meja dengan ketinggian 150 cm ditanah lapang yang jauh dari pohon dan bangunan. Proses pengamatan pertama dilakukan pada hari Jum’at, 10 maret 2017 pukul 10.39 – 10.55 Wita atau sekitar 16 menit. Intensitas waktu 16 menit saja karena waktu terjadinya hujan hanya berlangsung hanya 16 menit saja. Proses pengamatan kedua dilakukan pada hari Sabtu, 11 Maret 2017 pada pukul 14.55 – 15.55 Wita sekitar 1 jam. Intensitas waktu 60 menit karena waktu terjadinya hujan hanya berlangsung hanya 60 menit.

12

Gambar 3.6 Pengaplikasian di Lapangan Pada Hari Jum’at

Gambar 3.7 Pengaplikasian di Lapangan Pada Hari Sabtu

Gambar 3.8 Pengamatan di Lapangan

13

Gambar 3.9 Hasil Pengukuran Curah Hujan Hari Jum’at

Gambar 3.10 Hasil Pengukuran Curah Hujan Hari Sabtu 3.3. Cara Pengkalibrasian Alat Pengukur Curah Hujan Sederhana Pengukuran curah hujan pada prinsibnya mengukur ketinggian air hujan yang jatuh pada satu bidang luasan tertentu. Ketinggian air hujan dapat dihitung jika kita mengetahui volume air hujan yang masuk pada bidang dengan luasan yang sudah diketahui luasnya. Menghitung ketinggian air hujan yang jatuh 𝑉

𝐻 = 𝐿 ……………………………………….……………………………….(3.1) Keterangan : H = Ketinggian Curah Hujan (mm) V = Volume (ml3) L = Luas Bidang (cm2) Menghitung luas corong 𝐿 =

1 4

𝜋𝑑2 ……………………………………………………………….…(3.2)

14

Keterangan : 𝜋 = 3,14 d = Diameter Corong (cm)  Perhitungan Luas Bidang Corong Diketahui diameter corong 15 cm

𝐿 = 𝐿 =

1 4 1 4

𝜋𝑑 2 𝑥 3.14 𝑥 (15)2

𝐿 = 176.625 𝑐𝑚2 𝐿 = 17662.5 𝑚𝑚2 Setelah diketahui luas corong, dapat kita hitung kalibrasi alat pengukur curah hujan sederhana yang dijelaskan sebagai berikut : Jika diketahui volume curah hujan 10 ml atau 10.000 mm3 dan luas corong 17662,5 mm2 maka tinggi curah hujannya adalah 𝐻 = H=

𝑉 𝐿 10.000 1766,2

H = 0,6 mm Untuk volume curah hujan yang lain dapat dilihat pada Tabel 3.2 berikut ini.

15

Tabel 3.2 Perhitungan Kalibrasi Alat Ukur Curah Hujan Sederhana No 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20

Volume (ml) 10 20 30 40 50 60 70 80 90 100 110 120 130 140 150 160 170 180 190 200

CH (mm) 0.6 1.1 1.7 2.3 2.8 3.4 4.0 4.5 5.1 5.7 6.2 6.8 7.4 7.9 8.5 9.1 9.6 10.2 10.8 11.3

No 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30 31 32 33 34 35 36 37 38 39 40

Volume (ml) 210 220 230 240 250 260 270 280 290 300 310 320 330 340 350 360 370 380 390 400

CH (mm) 11.9 12.5 13.0 13.6 14.2 14.7 15.3 15.9 16.4 17.0 17.6 18.1 18.7 19.2 19.8 20.4 20.9 21.5 22.1 22.6

16

No 41 42 43 44 45 46 47 48 49 50 51 52 53 54 55 56 57 58 59 60

Volume (ml) 410 420 430 440 450 460 470 480 490 500 510 520 530 540 550 560 570 580 590 600

CH (mm) 23.2 23.8 24.3 24.9 25.5 26.0 26.6 27.2 27.7 28.3 28.9 29.4 30.0 30.6 31.1 31.7 32.3 32.8 33.4 34.0

3.4. Hasil Pengukuran Alat Ukur Curah Hujan Sederhana Pengamatan menggunakan alat ukur curah hujan sederhana dilakukan ditanah lapang di pinggir jalan Intan Sari II. Pengamatan dilakukan pada hari Jum’at, 10 maret 2017 pada pukul 10.39 – 10.55 Wita dan hari Sabtu, 11 Maret 2017 pada pukul 14.55 – 15.55 Wita. Pengamatan pada hari Jum’at dilakukan selama 16 menit saja karena intensitas waktu hujan cuma berlangsung selama 16 menit saja. Hasil dari pengamatan tersebut didapat kapasitas curah hujan 10 ml saja. Jika perhitungan tinggi curah hujan jika didapat volume curah hujan 10 ml atau 10.000 mm3 dan luas corong 17662,5 mm2 adalah H=

𝑉 𝐿

H=

10.000 1766,2

H = 0,6 mm Dapat disimpulkan bahwa tinggi curah hujan pada hari Jum’at sebesar 0.6 mm yang artinya intensitas hujan deras. Sedangkan pengamatan pada hari Sabtu dilakukan selama 60 menit karena intensitas waktu hujan berlangsung selama 60 menit. Hasil dari pengamatan tersebut didapat kapasitas curah hujan 60 ml. Jika perhitungan tinggi curah hujan jika didapat volume curah hujan 60 ml atau 60.000 mm3 dan luas corong 17662,5 mm2 adalah 𝐻 = H=

𝑉 𝐿 60.000 1766,2

H = 3,4 mm Dari hasil pengamatan dapat disimpulkan bahwa tinggi curah hujan pada hari Sabtu sebesar 3,4 mm yang artinya intensitas hujan sangat deras.

17

BAB IV PENUTUP 4.1. Kesimpulan Kesimpulan dari laporan ini adalah : 1. Pembuatan alat ukur curah sederhana sangat mudah karena hanya memerlukan corong dengan diameter rminimal 14 cm, dirigen 5 liter, gunting dan gelas ukur 1 liter saja. 2. Rangkai alat ukur curah hujan sederhana harus diletakkan pada tempat dengan ketinggian minimal 120 cm dan jaraknya 10 meter dari pohon dan bangunan ditanah yang datar pada saat penggunaannya. 3. Teknik kalibrasi alat ukur curah hujan tergantung luas corong yang digunakan dan kapasitas gelas ukur. 4. Dari hasil pengamatan didapat tinggi curah hujan pada hari Jum’at, 10 Maret 2017 adalah 0.6 mm yang artinya intensitas hujan deras. Sedangkan dari hasil pengamatan didapat tinggi curah hujan pada hari Sabtu, 11 Maret 2017 adalah 3.4 mm yang artinya intensitas hujan sangat deras 4.2.

Saran Saran dari laporan ini adalah sebaiknya proses pengamatan dilakukan pada musim hujan sehingga didapat data tinggi curah hujan yang akurat.

18

DAFTAR PUSTAKA

Anonim1,.http://jenis-jenismakalahsemester3b.blogspot.co.id/2014/05/makalahcurah-hujan_18.html. Diakses Pada Tanggal 10 Maret 2017. Anonim2.,http://anadventureinmylife.blogspot.co.id/2016/03/makalah-alatpengukur-curah-hujan.html. Diakses Pada Tanggal 10 Maret 2017. Aldrian, E, Budiman, dan Mimin Karmini. 2011. Adaptasi dan Mitigasi Perubahan Iklim di Indonesia. Pusat Perubahan Iklim dan Kualitas Udara Kedeputian Bidang Klimatologi, Badan Meteorologi, Klimatologi dan Geofisika. Jakarta. Aldrian dan Susanto. 2003. Identification of three dominant rainfall regions within indonesia and their relationship to sea surface temperature. International journal of climatology. Haryoko, Urip., 2011. Pewilayah Hujan untu Menentukan Pola Hujan (Contoh Kasus Kabupaten Indramayu).Indramayu. Hermawan, E. 2007.Pengaruh Kejadian Dipole Mode Terhadap Variabilitas Curah Hujan di Sumatera Barat dan Selatan. Makalah di seminarkan pada acara joint CEOP/IGWCO Planning Meeting 12-17 Maret 2007 di Natonal Academy of Science, Wasingthon, DC, USA Mori et al., 1997.Development of large static var generator using selfcommutated inverters for improving power system stability. IEEE Trans. Power Delivery, Vol 8, No. 1. Soemarto, C.D., 1987. Hidrologi Teknik. Usaha Nasional, Surabaya. Tjasyono, Bayong HK. 2006. Klimatologi, Penerbit ITB, Bandung

More Documents from "suci"