PROPOSAL KEGIATAN PKL
GAMBARAN PELAKSANAAN PELAYANAN KLINIK GRIYA LENTERA DI PKBI DAERAH ISTIMEWA JOGJAKARTA
oleh: Suci Febridiyanti I1A015081
KEMENTERIAN RISET TEKNOLOGI DAN PENDIDIKAN TINGGI UNIVERSITAS JENDERAL SOEDIRMAN FAKULTAS ILMU-ILMU KESEHATAN JURUSAN KESEHATAN MASYARAKAT PURWOKERTO 2018
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Infeksi menular seksual (IMS) merupakan salah satu penyebab permasalahan kesehatan, sosial dan ekonomi di banyak negara. Hampir 500 juta kasus baru IMS terjadi setiap tahun di seluruh dunia. Infeksi Menular Seksual (IMS) adalah infeksi yang ditularkan melalui hubungan seksual baik secara vaginal, anal dan oral. IMS disebabkan oleh lebih dari tiga puluh bakteri, virus, parasit, jamur, yang berbeda dimana dapat disebarkan melalui kontak seksual dan kebanyakan infeksi ini bersifat asimtomatik atau tidak menunjukkan gejalanya sama sekali (WHO, 2013). Urada et al., (2012) menyebutkan bahwa wanita usia muda merupakan kelompok paling beresiko tertular IMS karena para wanita remaja dan dewasa muda lebih mudah terpengaruh secara tidak proporsional dan anatomi organ reproduksi dari kelompok usia ini belum berkembang secara sempurna sehingga rentan terhadap IMS. Remaja dan dewasa muda usia (15-24 tahun) mewakili hampir 50% kasus baru IMS. Konsekuensi akibat IMS cukup banyak, misalnya infertilitas akibat gonore, angka kelahiran mati meningkat, bayi lahir cacat akibat sifilis serta infeksi human papillomavirus sebagai pencetus kanker mulut rahim yang juga menjadi penyebab kematian yang cukup besar saat ini. IMS merupakan pintu masuk infeksi HIV, terutama sifilis yang sudah menjadi permasalahan global.
Sifilis dapat meningkatkan risiko tertular HIV sampai 300 kali lipat (Depkes, 2016). Dinas Kesehatan DIY (2015), mencatat sejak tahun 2004 telah ditemukan kasus HIV di Kota Yogakarta sebanyak 554 penderita, dengan rata-rata penemuan per tahun sebanyak 50 penderita. Berdasarkan kelompok umurnya, kelompok umur terbanyak adalah kelompok usia 25 - 49 tahun, disusul usia 20 - 24 tahun dan usia ≥ 50. Bila dilihat distribusi kasus HIV/AIDS berdasarkan jenis kelamin, diketahui bahwa kelompok laki-laki (72,92 %) masih lebih tinggi bila dibandingkan dengan kelompok perempuan (27,08%). Jika tidak ditangani dengan baik, HIV/AIDS ini akan berujung pada kematian si penderita. Tercatat kematian akibat kasus AIDS di DIY pada tahun 2014 tercatat sebanyak 8 orang dengan distribusi terbanyak pada penderita laki-laki (75%), tidak ada kematian pada penderita perempuan dan 2 orang (25%) tidak diketahui jenis kelaminnya (Dinkes, 2015). Oleh karena itu, diperlukan upaya pencegahan IMS dan HIV dengan melakukan deteksi dini bagi kelompok berisiko agar penyakit tersebut dapat ditangani dan diobati tepat pada waktunya. Lebih lanjut, Depkes RI menyatakan bahwa program pengendalian IMS dan HIV perlu dilaksanakan mulai dari fasilitas kesehatan tingkat pertama hingga fasililtas kesehatan tingkat lanjut. Di Yogyakarta sendiri, fasilitas kesehatan yang melayani Infeksi Menular Seksual (IMS) berjumlah 35, salah satunya Klinik Griya Lentera PKBI DIY. Klinik yang berdiri pada tahun 1995 ini adalah wujud dari kekhawatiran PKBI DIY terhadap tingginya angka IMS alias infeksi menular seksual di wilayah Sosrowijayan. PKBI membuka
layanan klinik yang mendekatkan diri dengan mitra strategis, seperti pekerja seks, LGBT, anak jalanan, dan juga umum. Berdasarkan latar belakang tersebut, pada kegiatan PKL ini mahasiswa tertarik untuk mempelajari proses pelayanan konseling dan tes IMS dan HIV di klinik PKBI DIY dengan mengambil judul “Gambaran Pelaksanaan Pelayanan Klinik Griya Lentera di PKBI Daerah Istimewa Yogyakarta”. B. Rumusan Masalah Berdasarkan uraian latar belakang masalah diatas, maka dapat diambil perumusan masalah yaitu ”Bagaimana Gambaran Pelaksanaan Pelayanan Klinik Griya Lentera di PKBI Daerah Istimewa Yogyakarta?” C. Tujuan 1. Tujuan Umum Mengetahui Gambaran Bagaimana Gambaran Pelaksanaan Pelayanan Klinik Griya Lentera di PKBI Daerah Istimewa Yogyakarta. 2. Tujuan Khusus a. Mengetahui struktur organisasi, tugas, dan fungsi PKBI DIY Daerah Istimewa Yogyakarta. b. Mengetahui proses dan alur Pelayanan konseling dan tes IMS Klinik Griya Lentera di PKBI Daerah Istimewa Yogyakarta. c. Mengetahui proses dan alur Pelayanan konseling dan tes HIV/AIDS Klinik Griya Lentera di PKBI Daerah Istimewa Yogyakarta.
D. Manfaat 1. Bagi Institusi PKL a. Institusi PKL mendapatkan alternatif calon karyawan yang telah dikenal mutu, dedikasi dan kredibilitasnya. b. Laporan PKL dapat dimanfaatkan sebagai salah satu sumber informasi mengenai situasi umum dan rekomendasi bagi PKBI DIY. c. Institusi memperoleh bantuan pemikiran, tenaga dan ilmu dari mahasiswa sesuai dengan kebutuhannya. 2. Bagi Jurusan Kesehatan Masyarakat a. Memperoleh umpan balik dari tempat PKL (stakeholder) dalam rangka pengembangan kurikulum agar lebih sesuai dengan kebutuhan di lapangan untuk meningkatkan kualitas lulusan Jurusan Kesmas b. Menjalin kerja sama dengan institusi atau instansi atau perusahaan tempat PKL mahasiswa sehingga dapat mendukung pelaksanaan Tri Dharma Perguruan Tinggi lainnya. c. Memperoleh kasus berharga yang dapat digunakan sebagai contoh dalam pemberian materi perkuliahan. 3. Bagi Mahasiswa a. Mendapatkan pengalaman nyata yang terkait dengan aplikasi ilmu kesehatan masyarakat di dunia kerja sesuai bidang peminatan di tempat PKL. b. Mendapatkan kesempatan pengalamanan nyata untuk mengaplikasikan teori yang telah diperoleh dari proses perkuliahan ke dalam dunia kerja sesuai bidang peminatan di tempat PKL.
c. Mendapatkan gambaran permasalahan yang ada di tempat PKL yang dapat digunakan sebagai bahan penelitian dalam penyusunan tugas akhir sesuai bidang peminatan di tempat PKL.
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
A. Infeksi Menular Seksual Penyakit Kelamin (veneral disease) sudah lama dikenal di Indonesia. Dengan semakin majunya ilmu pengetahuan istilah tersebut sudah tidak digunakan lagi dan dirubah menjadi Sexually Transmitted Disease (STD) atau Penyakit Menular Seksual (PMS). Sejak tahun 1998, istilah STD berubah menjadi Sexually Transmitted Infection (STI) agar dapat menjangkau penderita asimptomatik (Daili et al., 2011). Infeksi menular seksual adalah infeksi yang ditularkan dari satu orang ke orang lainnya melalui hubungan seksual (Gross & Tyring, 2011). Meskipun demikian tidak berarti bahwa semuanya harus melalui hubungan kelamin, tetapi beberapa ada juga yang ditularkan melalui kontak langsung dengan alat-alat, handuk termometer dan sebagainya. Selain itu penyakit ini juga dapat ditularkan kepada bayi dalam kandungan (Djuanda, 2011). Beberapa infeksi menular seksual, diantaranya Gonorrhea yang disebabkan oleh Neisseria gonorrhoeae; Infeksi Chlamidia disebabkan oleh Chlamydia trachomatis; Sifilis yang disebabkan oleh spirokaeta Treponema pallidum; Kandidiasis (infeksi yeast) yang disebabkan oleh jamur Candida albicans; Ulkus Mole atau yang sering disebut chancroid (chancre lunak) disebabkan oleh kuman batang gram negatif Haemophilus ducreyi; Kondiloma akuminata (KA) atau disebut juga venerel warts atau Genital Warts disebabkan oleh Human Papiloma Virus (HPV); Herpes genitalis adalah
infeksi pada genital yang disebabkan oleh herpes simplex virus atau herpes virus hominis; Acquired Immunodeficiency Syndrome (AIDS) karena infeksi Human Immunodefiency Virus (HIV) baik tipe 1 ataupun tipe 2 (Daili et al., 2011). 1. Penatalaksanaan pasien IMS Penatalaksanaan pasien IMS yang efektif, tidak terbatas untuk memperoleh kesembuhan dan menurunkan tingkat penularan namun juga memberikan pelayanan paripurna yang dibutuhkan untuk mencapai derajat kesehatan reproduksi yang baik. Komponen penatalaksanaan IMS meliputi: a. Anamnesis tentang riwayat infeksi/ penyakit, b. Pemeriksaan fisik dan pengambilan spesimen/bahan pemeriksaan, c. Diagnosis yang tepat, d. Pengobatan yang efektif, e. Nasehat yang berkaitan dengan perilaku seksual, f. Penyediaan kondom dan anjuran pemakaiannya, g. Penatalaksanaan mitra seksual, h. Pencatatan dan pelaporan kasus, dan i. Tindak lanjut klinis secara tepat. 2. Konseling Pada Pasien Infeksi Menular Seksual Edukasi tentang IMS penting dilakukan, mengingat salah satu tujuan program penanggulangan HIV/AIDS ialah perubahan perilaku yang berhubungan erat dengan penyebaran IMS. Kegiatan ini memerlukan satu ruangan khusus yang dapat merahasiakan pembicaraan antara pasien dan penyuluh atau konselor. Tujuan konseling adalah untuk membantu pasien
mengatasi masalah yang dihadapi pasien sehubungan dengan IMS yang dideritanya, sedangkan edukasi bertujuan agar pasien mau mengubah perilaku seksual berisiko menjadi perilaku seksual aman. Konseling IMS merupakan peluang penting untuk memberikan edukasi tentang pencegahan infeksi HIV pada seseorang yang berisiko terhadap penyakit tersebut. Kelompok remaja merupakan kelompok sasaran khusus dan penting dalam upaya pencegahan primer karena kehidupan seksual dan reproduktif mereka yang berisiko. Umumnya mereka tidak menyadari risiko yang mereka hadapi untuk tertular IMS. Penilaian perilaku merupakan bagian integral dari riwayat IMS dan pasien sebaiknya diberikan penyuluhan untuk mengurangi risikonya terhadap penularan HIV dan IMS, termasuk abstinensia hubungan seksual, berhati-hati memilih pasangan seksual, serta penggunaan kondom. Dalam memberikan penyuluhan, petugas kesehatan sebaiknya menggunakan bahasa yang mudah dipahami dan dimengerti oleh pasien, dan bila dianggap perlu dapat digunakan istilah-istilah setempat. Beberapa pesan edukasi IMS yang perlu disampaikan: a. Mengobati sendiri cukup berbahaya b. IMS umumnya ditularkan melalui hubungan seksual. c. IMS adalah ko-faktor atau faktor risiko dalam penularan HIV. d. IMS harus diobati secara paripurna dan tuntas. e. Kondom dapat melindungi diri dari infeksi IMS dan HIV. f. Tidak dikenal adanya pencegahan primer terhadap IMS dengan obat. g. Komplikasi IMS dapat membahayakan pasien.
B. HIV Acquired Immune Deficiendy Syndrome (AIDS) adalah penyakit yang disebabkan oleh Human Immunodeficiency virus (HIV). Penyakit AIDS ini merupakan suatu kumpulan dari gejala penyakit akibat kerusakan sistem kekebalan tubuh tetapi bukan penyakit bawaan melainkan hasil penularan (Widoyono, 2008). 1. Penularan HIV Penularan HIV merupakan proses masuknya HIV yang terdapat dalam cairan tubuh dari seseorang yang terinfeksi ke dalam tubuh orang lain. HIV dapat ditularkan melalui berbagai cara. Cara penularan yang paling umum ditemui adalah melalui hubungan seks tanpa kondom, penggunaan jarum suntik yang tidak disucihamakan secara bergantian yang biasa terjadi di pada pengguna narkoba, serta kepada bayi melalui ASI dari ibu yang terinfeksi HIV. Selain itu, HIV bisa juga ditularkan melalui luka yang terkena cipratan darah dari penderita HIV. Namun, kasus ini jarang sekali terjadi dan hanya mungkin terjadi karena kelalaian dan ketidaktahuan (Komisi Penanggulangan AIDS Provinsi Jawa Barat, dkk., 2006). 2. Gejala dan Tanda Klinis yang Patut Diduga Infeksi HIV Kemenkes RI (2011) menyebutkan bahwa terdapat beberapa gejala dan tanda klinis yang patut diduga infeksi HIV, yaitu: a. Keadaan umum yang biasa terjadi pada ODHA diantaranya: berat badan turun >10% dari berat badan sebelumnya, mengalami diare dan demam dengan temperatur oral >37,50C secara terus menerus atau
intermiten selama lebih dari satu bulan, serta limfadenopati yang meluas. b. HIV dapat diketahui dari kondisi kulit, seperti PPE dan kulit kering yang luas merupakan dugaan kuat infeksi HIV. Beberapa kelainan lain seperti kutil genital (genital warts), folikulitis dan psoriasis sering terjadi pada ODHA tetapi tidak selalu terkait dengan HIV. c. Infeksi terjadi berupa infeksi jamur dan infeksi viral. Infeksi jamur meliputi dermatitis seboroik, kandidiasis oral, dan kandidiasis vagina berulang. Sedangkan infeksi viral meliputi herpes zoster (berulang atau melibatkan lebih dari satu dermatom), herpes genital (berulang), moluskum kontagiosum, dan kondiloma. d. Gangguan pernafasan yang biasa terjadi pada ODHA yaitu batuk lebih dari satu bulan, sesak nafas, tuberkulosis, pneumonia berulang, sinusitis kronis atau berulang. e. Gejala neurologis yang dialami ODHA dapat berupa nyeri kepala yang semakin parah (terus menerus dan tidak jelas penyebabnya), kejang demam, maupun menurunnya fungsi kognitif. 3. Konseling dan Tes HIV Terdapat dua macam pendekatan yang tertera pada pedoman nasonal yang dikeluarkan Kemeskes RI (2011) untuk tes HIV, yaitu: a. Konseling dan tes HIV sukarela (KTS-VCT = Voluntary Counseling & Testing) b. Tes HIV dan konseling atas inisiatif petugas kesehatan (KTIP – PITC = Provider-Initiated Testing and Counseling)
4. Pemeriksaan Laboratorium Untuk Tes HIV Menurut panduan nasional yang berlaku saat ini, prosedur pemeriksaan laboratorium untuk HIV dilakukan dengan menggunakan strategi yang selalu didahului oleh konseling pra tes atau informasi singkat. Tes HIV menggunakan reagen tes cepat atau ELISA. Pada pemeriksaan pertama (A1) harus menggunakan tes dengan sensitifitas yang tinggi (>99%), sedangkan pada pemeriksaan selanjutnya (A2 dan A3) digunakan tes dengan spesifisitas yang tinggi (>99%) (Kemeskes RI, 2011). Tabel 2.1 Interpretasi dan tindak lanjut hasil tes A1 Hasil
Interpretasi
Tindak Lanjut Bila yakin tidak ada faktor risiko dan atau perilaku berisiko dilakukan LEBIH DARI tiga bulan sebelumnya maka pasien diberi konseling A1 (-) cara menjaga tetap negatif. atau Non-reaktif Bila belum yakin ada tidaknya A1 (-) A2 (-) A3 (-) faktor risiko dan atau perilaku berisiko dilakukan dalam tiga bulan terakhir maka dianjurkan untuk TES ULANG dalam 1 bulan. A1 (+) A2 (+) A3 (-) Ulang tes dalam 1 bulan atau Indeterminate Konseling cara menjaga agar A1 (+) A2 (-) A3 (-) tetap negatif ke depannya Lakukan konseling hasil tes Reaktif atau positif dan rujuk untuk A1 (+) A2 (+) A3 (+) Positif mendapatkan paket layanan PDP Sumber: Kemenkes RI, 2011
5. Jenis Pelayanan VCT a. VCT Mandiri. VCT mandiri merupakan VCT yang tidak berintregrasi dengan pelayanan kesehatan tetapi mempunyai hubungan dengan pelayanan perawatan dan dukungan lain. Pelayanan mandiri biasanya dikelola oleh LSM lokal dimana VCT merupakan kegiatan utamanya. Keberhasilan pelayanan didukung oleh publikasi, mobile VCT, pemahaman masyarakat akan VCT, dan upaya untuk mengurangi stigma terhadap HIV. Selain itu, keberhasilan pelayanan juga didukung oleh kerja jejaring dengan penyedia layanan kesehatan, rehabilitasi, atau LSM. b. VCT yang terintegrasi pada pelayanan kesehatan Pelayanan VCT dapat terintegrasi pada pelayanan kesehatan yang telah ada seperti infeksi menular seksual, terapi tuberkulosa, pelayanan kesehatan masyarakat, dan rumah sakit. c. VCT yang terintegrasi pada pelayanan penjangkauan lapangan atau program BCI (BCC- Seksual & HR Program)
C. Profil Institusi 1. Sejarah Singkat PKBI didirikan pada tanggal 23 Desember 1957 di Jakarta, sebagai Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM). Perkumpulan ini berdiri dilandasi kepedulian terhadap keselamatan ibu dan anak. Gagasan ini muncul, karena para pendiri perkumpulan yaitu Dr. R Soeharto (dokter pribadi
Bung Karno) bersama kawan-kawannya pada saat itu (1957) melihat angka kematian ibu dan anak sangat tinggi. Kematian ibu cukup tinggi, pada umumnya karena pendarahan akibat seringnya melahirkan dan kematian anak juga tinggi antara lain karena proses kelahiran bayi yang kurang sehat dari akibat kehamilan yang tidak sehat, kekurangan gizi dan kurangnya perawatan pada masa kehamilan. Untuk merealisasikan citacita yang luhur itu maka para pendiri perkumpulan sepakat mendirikan suatu Lembaga Swadaya Masyarakat dengan nama Perkumpulan Keluarga Berencana Indonesia (PKBI). Kemudian pada tahun 1959 PKBI menjadi anggota
Federasi
Keluarga
Berencana
Internasional
yaitu
IPPF
(International Planned Parenthood Federation) yang berkantor pusat di London. PKBI DIY berdiri 10 tahun setelah PKBI ada yairub pada tahun 1967. Awalnya PKBI DIY hanya sebagai tempat pelatihan dari PKBI pusat tetapi dalam perkembangannya PKBI DIY mampu mengembangkan program untuk remaja maupun para suami/istri, dan perempuan yang belum menikah. Setelah itu berkembang lagi dengan menjangkau komunitas seperti waria, gay, pekerja rumah tangga, pekerja seks dan buruh gendong. 2. Visi dan Misi a. Visi Pusat Unggulan (Center of Excellence) Pengembangan Program dan Advokasi Kesehatan Seksual dan Reproduksi yang mandiri pada tahun 2020.
b. Misi 1) Mengembangkan pusat informasi, edukasi dan konseling serta pelayanan kesehatan seksual dan reproduksi ditekankan pada pelayanan Keluarga Berencana yang berkualitas, berbasis hak dan berperspektif jender, melalui peningkatan peran PKBI yang profesional, kredibel, mandiri dan berkelanjutan. 2) Memberdayakan masyarakat, agar mampu mengambil keputusan terbaik bagi dirinya dan berperilaku bertanggungjawab dalam hal Kesehatan Seksual dan Reproduksi. 3) Mempengaruhi para pengambil kebijakan untuk memberikan dukungan dan komitmen atas terjaminnya pemenuhan hak-hak seksual dan reproduksi 3. Strategi a. Strategi I: Mengembangkan model-model dan standar pelayanan kesehatan seksual dan reproduksi yang berkualitas untuk memenuhi kebutuhan masyarakat. b. Strategi II: Memberdayakan masyarakat untuk memperjuangkan hak seksual dan reproduksi bagi dirinya dan orang lain. c. Strategi III: Mengembangkan Upaya Pencegahan dan Penanggulangan IMS dan HIV dan AIDS. d. Strategi IV: Melakukan advokasi di semua tingkatan organisasi kepada parapengambil kebijakan untuk menjamin pemenuhan hak-hak dan kesehatan seksual dan reproduksi.
e. Strategi V: Meningkatkan kapasitas kelembagaan dan Sumber Daya organisasi. 4. Prinsip Perkumpulan a. Kerelawanan b. Kepeloporan c. Proseionalisme d. Kemandirian e. Gerakan Masyarakat 5. Ideologi PKBI DIY
Gambar 2.1 Ideologi PKBI DIY 6. Struktur Organisasi PKBI DIY Struktur organisasi PKBI berbentuk vertikal dari tingkat pusat, daerah/propinsi dan cabang/kabupaten. PKBI DIY merupakan salah satu struktur organisasi PKBI tingkat daerah/provinsi. PKBI DIY memiliki seorang pelaksana, yaitu perangkat organisasi yang direkrut secara profesional untuk mengoperasionalkan dan menjalankan kebijakan PKBI. Pelaksana
tingkat
Daerah
disebut
Direktur
Eksekutif
Daerah.
Kepengurusan di tingkat daerah disebut pengurus Daerah dengan masa bakti 4 tahun yang terdiri dari:
a. Ketua b. Beberapa Wakil ketua c. Sekretaris dan beberapa Wakil Sekretaris d. Bendahara dan beberapa Wakil Bendahara PKBI Daerah juga memiliki Forum Remaja Daerah dengan masa bakti Pengurus Forum Remaja selama 2 tahun yang terdiri dari: a. Ketua b. Seorang Wakil Ketua c. Koordinator-koordinator Bidang 7. Program PKBI DIY Secara manajerial, PKBI DIY terdiri dari dua unit program, yaitu Klink dan Youth Center (PKBI DIY, 2008): a. Klinik Kesehatan Reproduksi Adhiwarga PKBI DIY PKBI DIY memiliki mandat untuk mengupayakan pemenuhan Hak Kesehatan Seksual dan Reproduksi (HKSR) bagi remaja, perempuan dan mitra strategis ragam identitas. PKBI DIY mengembangkan Pusat Layanan Kesehatan Seksual dan Reproduksi ramah remaja untuk memberikan pelayanan pada remaja dan perempuan yang tidak terlayani oleh layanan Negara. Advokasi pemenuhan HKSR dilakukan dengan mengembangkan klinik kesehatan seksual dan reproduksi, untuk memberikan contoh kepada layanan Negara dalam melayani klien, khususnya remaja dan perempuan. ADHIWARGA mengembangkan layanan In Clinic, Drop
In Clinic dan Mobile Clinic untuk meningkatkan kualitas layanan bagi klien yang tidak mampu mengakses layanan di Klinik ADHIWARGA. Jenis layanan yang diberikan yaitu: 1) Konseling Kesehatan Reproduksi dan Seksual 2) Konseling KB (Keluarga Berencana) 3) Konseling Pasutri 4) Konseling KTD 5) Periksa IVA/ Pap’smear 6) Periksa Obstetri, Ginekologi 7) Periksa Umum 8) Pemasangan dan Pelepasan Alkon (Alat Kontrasepsi) 9) Rumah Aman Bagi Perempuan KTD b. Klinik Griya Lentera Klinik Griya Lentera berlokasi di Gedung Klinik Adhiwarga PKBI DIY namun melayani pasien dengan jadwal yang berbeda dari Klinik Kesehatan Reproduksi Adhiwarga. Jenis layanan yang diberikan yaitu: 1) Konseling Infeksi menular Seksual (IMS) 2) Konseling HIV & AIDS 3) Tes IMS dan HIV c. Youth Center Youth Center merupakan salah satu program dari PKBI DIY. Youth Center adalah sekelompok orang dari berbagai kalangan yang peduli terhadap HIV/AIDS, IMS, KTD (Kehamilan Tidak Diinginkan), dan Kesehatan Reproduksi/Seksual yang melakukan berbagai kegiatan
secara sukarela dalam rangka pencegahan dan perlindungan HIV/AIDS, IMS, dan KTD terutama untuk remaja. Sasaran utama program ini adalah remaja berusia 10 – 24 tahun, yang minim pengetahuannya tentang kesehatan reproduksi / seksual karena rendahnya akses informasi, rentan perilaku seksual beresiko, tersubordinasi karena status gender, orientasi seksual, dan sosial ekonomi. Kegiatan yang dilakukan sekarang ini dibagi menjadi 4 (empat) divisi yaitu: 1) Divisi Konseling 2) Divisi Pendampingan Remaja Jalanan 3) Divisi Pendampingan Gay 4) Divisi Pendampingan Sekolah Youth Center mengembangkan beberapa program, antara lain: (1) Pusat Studi Seksualitas atau PSS, (2) Pengembangan Media dan Pelatihan atau PMP, (3) pengorganisasian komunitas gay, waria, pekerja seks dan remaja jalanan, (4) Lentera Sahaja yaitu program pencegahan dan perlindungan HIV dan AIDS, IMS dan KTD untuk remaja sekolah, kota dan desa.
BAB III METODE PELAKSANAAN KEGIATAN
A. Rencana Kegiatan Tabel 3.1 Kegiatan Pelaksanaan Praktik Kerja Lapangan Januari – Februari 2019 No
Kegiatan
(minggu ke-) 1
1
Orientasi Tempat Kerja, untuk mengetahui struktur organisasi, tugas pokok, serta fungsi PKBI DIY.
2
Mengikuti
semua
yang
di
ada
khususnya
PKBI
terkait
berdasarkan
kegiatan DIY,
program
arahan
dan
bimbingan dari pembimbing lapangan. 3
Melakukan pengumpulan data primer
maupun
sekunder
terkait program. a. Data primer yang diperoleh dengan wawancara pada pelaksanaan kegiatan b. Data sekunder berupa datadata yang diperlukan untuk laporan kegiatan magang 5
Evaluasi pelaksanaan kegiatan
6
Rekap
hasil
kegiatan
dan
konsultasi persiapan laporan
2
3
4
hasil PKL dengan pembimbing lapangan 8
Pembuatan
laporan
PKL
sementara
B. Lokasi Kegiatan Lokasi
: Perkumpulan Keluarga Berencana Indonesia (PKBI) DIY
Alamat
: JT I, Jl. Tentara Rakyat Mataram No.705, Bumijo, Jetis, Kota Yogyakarta, Daerah Istimewa Yogyakarta 55231
C. Waktu Kegiatan Waktu Pelaksanaan magang di Perkumpulan Keluarga Berencana Indonesia (PKBI) DIY dilakukan selama satu bulan, dimulai pada tanggal 21 Januari – 25 Februari 2019.
DAFTAR PUSTAKA
Daili, S. F., Makes, W. I. B., & Zubier, F. 2011. Infeksi Menular Seksual. Badan Penerbit FKUI, Jakarta. Departemen Kesehatan RI. 2016. Pedoman Nasional Penanganan Infeksi Menular Seksual. Kementerian Kesehatan Republik Indonesia, Jakarta. Dinas Kesehatan DIY. 2015. Profil Kesehatan Tahun 2015 Kota Yogyakarta (Data Tahun 2014). Dinas Kesehatan, Yogyakarta. Djuanda, A. 2011. Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin (6th ed.). Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, Jakarta. Gross, G., & Tyring, S. K. 2011. Sexually Transmitted Infection and Sexually Transmitted Disease. Springer, Berlin. Kementerian Kesehatan Republik Indonesia. 2011. Pedoman Nasional Tatalaksana Klinis Infeksi HIV dan Terapi Antiretroviral Pada Orang Dewasa. Direktorat Jenderal Pengendalian Penyakit dan Penyehatan Lingkungan, Jakarta. Komisi Penanggulangan AIDS Provinsi Jawa Barat, Departemen Kesehatan RI, dan IHPCP-AusAID. 2006. Memahami HIV/AIDS dan Pengurangan Dampak Buruk Napza Suntik.: Penerbit Komisi Penanggulangan AIDS Propinsi Jawa Barat, Bandung. PKBI DIY. 2008. Clearing House: Kesehatan Seksual dan Reproduksi, HIV dan AIDS, serta Gender”. Dokumen Internal PKBI DIY, Yogyakarta Urada, L. a., Malow, R. M., Santos, N. C., & Morisky, D. E. (2012) Age differences among female sex workers in the Philippines: Sexual risk negotiations and perceived manager advice. AIDS Research and Treatment 1–7. http://doi.org/10.1155/2012/812635 Widoyono. 2008. Penyakit Tropis Epidemiologi, Penularan, Pencegahan dan Pemberantasannya. Erlangga, Semarang.