`PERATURAN DAERAH TENTANG KAMPUNG ADAT DI KABUPATEN JAYAPURA
KARYA TULIS
diajukan untuk memenuhi salah satu tugas mata kuliah pembangunan kapasitas publik dosen pengampu Lukman Munawar Fauzi, S.IP.,M.,Si
disusun oleh: Nama
: Reni Ratih Rahmawati
NIM
: 6112161003
Kelas
: Ekstensi
Semester
: III
PROGRAM STUDI ILMU PEMERINTAHAN FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK UNIVERSITAS JENDERAL ACHMAD YANI 2017
PERATURAN DAERAH TENTANG KAMPUNG ADAT DI PAPUA A. LATAR BELAKANG Penyelenggaraan Pemerintah yang tertib merupakan syarat utama terwujudnya tujuan negara. Pemerintah Daerah sebagai penyelenggara Pemerintah Daerah tidak terlepas dari tugas membina ketentraman dan ketertiban masyarakat di daerahnya. Peraturan Daerah harus sesuai dengan keadaan masyarakat dimana peraturan daerah tersebut diberlakukan. Peraturan Daerah adalah Peraturan Perundang-undangan yang dibentuk oleh Dewan Perwakilan Rakyat Daerah dengan persetujuan bersama Kepala Daerah (Gubernur atau Bupati/Walikota). Peraturan Daerah terdiri diri atas : 1. Peraturan Provinsi yang berlaku di provinsi. Peraturan Daerah Provinsi dibentuk oleh DPRD Provinsi dengan persetujuan bersama Gubernur. 2. Peraturan Daerah Kabupaten/Kota yang berlaku di Kabupaten/Kota. Peraturan Daerah Kabupaten/Kota dibentuk oleh DPRD Kabupaten/Kota, dengan persetujuan bersama Bupati/Walikota. Peraturan Daerah Kabupaten/Kota tidak subordinat terhadap Peraturan Daerah Provinsi. Setiap daerah tentunya memiliki sebuah kebijakan atau juga peraturan untuk mengatut ketertiban setiap warganya dan tentunya peraturan tersebut harus dipatuhi oleh warganya. Namun dari sekian banyak peraturan tentunya ada saja peraturan yang sifatnya tergolong unik dan juga sangat aneh. Peraturan unik tersebut bisa membuat daerah tersebut menjadi terkenal karena dengan peraturan-peraturan uniknya, sehingga membuat orang menjadi penasaran ingin mengetahui hal tersebut, seperti halnya Peraturan Daerah No. 8 Tahun 2016 Tentang Kampung Adat Kabupaten Jayapura tidak bisa disamakan dengan daerah lainnya meski prinsipnya sama. Kesenjangan pembangunan dan pelaksanaan pembangunan tanpa melibatkan masyarakat adat merupakan salah satu akar permasalahan di Papua. Penyelenggaraan pembangunan umumnya dilakukan tanpa melibatkan dan berkonsultasi dengan masyarakat luas, utamanya masyarakat adat pemilik hak ulayat tanah adat yang hidup sangat tergantung pada sumber daya alam. Berbagai kebijakan dalam penyelenggaraan pemerintahan dan pembangunan yang sentralistik belum sepenuhnya memenuhi rasa keadilan, belum sepenuhnya memungkinkan tercapainya kesejahteraan rakyat, belum sepenuhnya mendukung terwujudnya penegakan hukum, dan belum sepenuhnya menampakkan penghormatan terhadap Hak Asasi Manusia (HAM) masyarakat Papua.
Sistem Pemerintahan Negara Kesatuan Republik Indonesia menurut Undang-Undang Dasar 1945 mengakui dan menghormati satuan-satuan pemerintahan daerah yang bersifat khusus atau bersifat istimewa yang diatur dalam undang-undang, sebagaimana melalui penetapan Undang-Undang Nomor 2001 tentang “Otonomi Khusus Bagi Provinsi Papua”. Pemberlakuan sistem pemerintahan adat di daerah disesuaikan dengan orientasi berlakunya Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2001 Tentang Proteksi dan Keberpihakan dan Pemberdayaan Masyarakat asli Papua. Hal ini merupakan suatu langkah awal yang positif dalam rangka membangun kepercayaan rakyat kepada Pemerintah. Kehidupan masyarakat adat di papua secara umum dan secara khusus di kota Jayapura yang secara nyata masih berlangsungnya lembaga-lembaga adat karena masih terus memberlakukan, mempertahankan dan tunduk pada peradilan adatnya masing-masing terutama dalam penyelesaian perkara adat yang terjadi diantara sesama warga masyarakat hukum adat. Bagi suku-suku di Papua, setiap jengkal tanah harus dijaga karena tanah ibarat “mama” yang memberikan kehidupan. Wilayah dan lahannya berstatus tanah ulayat, sebuah hak yang terikat oleh hukum adat yang terus dipegang teguh hingga saat ini. Apabila pihak luar yang ingin berinvestasi di sebuah kampung di kabupaten Jayapura karena sumber daya alamnya menjanjikan, maka pihak ketiga langsung berurusan dengan pemerintah kampung yang ada, Pemerintah hanya sebagai mediasi. B. PIHAK-PIHAK YANG TERLIBAT DALAM MENENTUKAN KEBIJAKAN Dalam melaksanakan agenda dari suatu pemerintahan maka diperlukan sebuah program yang mampu diterapkan dan dilaksanakan dalam kehidupan bernegara. Agenda tersebut dapat menghasilkan sebuah gagasan yang kemudian menjadi sebuah program yang dapat dilaksanakan oleh para stakeholder. Pada akhirnya program itu dapat meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Kebijakan publik, tidak serta merta dapat diimplementasikan langsung. Tentu harus ada rumusan-rumusan gagasan yang kemudian diformulasikan ke dalam suatu tindakan (program), di dalam perumusan tersebut setiap orang atau sekelompok orang yang ada di dalam pemerintahan memiliki pandangan dan pemahaman yang berbeda mengenai kebijakan publik. Hakikat dari kebijakan publik sendiri tidak lain adalah tindakan yang saling berkaitan dan memiliki pola untuk mencapai tujuan tertentu, dibuat serta dilaksanakan oleh pemerintah dalam upaya menyelesaikan persoalan yang terjadi di masyarakat. Kebijakan pada dasarnya adalah isi yang menjadi komitmen dari kebijakan, sedangkan pelaku kebijakan yang disebut pula sebagai stakeholder.
Seperti halnya proses pembuatan Peraturan Daerah no 8 Tahun 2016 tentang Kampung Adat Kab.Jayapura harus dilakukan pengkajian dalam pengkajikan tersebut dihasilkan pemikiran-pemikiran masyarakat adat, stakeholder, akademisi, LSM dan pemerintah sebagai penguat pembentukan Perda. Dalam Peraturan Daerah No. 8 Tahun 2016 Tentang Kampung Adat pihak-pihak keterlibatan dalam menentukan kebijakan tersebut adalah : 1. Pemerintah Daerah adalah Bupati sebagai Unsur Penyelenggara Pemerintahan Daerah yang memimpin Pelaksanaan urusan pemerintahan yang menjadi kewenangan daerah otonom 2. Organisasi Perangkat Daerah adalah Sekretaris Daerah, Dinas, Badan, Kantor, Distrik, dan Kelurahan di Lingkungan Pemerintah Kabupaten Jayapura. 3. DPRD Jayapura sebagai pembuat, menetapkan dan disahkan oleh DPRD Jayapura serta mengawasi implementasi peraturan daerah tersebut. C. IMPLEMENTASI KEBIJAKAN Implementasi kebijakan publik merupakan tahapan yang sangat penting dalam pelaksanaan dari suatu kebijakan yang telah dibuat oleh pemerintah. Kebijakan yang diimplementasikan oleh pemerintah biasanya berbentuk sebuah program, yang kemudian program tersebut dapat dirasakan dan bermanfaat bagi masyarakat. Tahapan implementasi kebijakan dapat diartikan pula sebagai tindakan nyata dan konkrit yang dilakukan oleh pemerintah hasil dari rumusan yang telah dibuat dalam tahapan formulasi, sehingga dapat memberikan dampak yang positif bagi masyarakat terutama menyangkut masalah kesejahteraan. Menurut Jones (1996:296), dalam melaksanakan suatu implementasi kebijakan publik diperlukan tiga pilar penilaian agar implementasi dapat berjalan dengan baik, yaitu : 1. Organisasi 2. Interpretasi 3. Penerapan Organisasi berkenaan dengan struktur organisasi, adanya sumber daya manusia yang berkualitas sebagai tenaga pelaksana dan perlengkapan atau alat-alat kerja serta didukung dengan perangkat hukum yang jelas. Interpretasi berkenaan dengan orang-orang yang di dalam organisasi yang bertanggung jawab dapat melaksanakan tugasnya sesuai dengan peraturan atau ketentuan yang berlaku, harus dilihat apakah pelaksanaannya telah sesuai dengan peraturan atau ketentuan yang berlaku. Begitu pula dengan pelaksanaannya, apakah telah sesuai dengan petunjuk pelaksana dan petunjuk teknis yang dikeluarkan oleh pejabat yang berwenang. Penerapan berkenaan dengan peraturan/kebijakan berupa petunjuk
pelaksana dan petunjuk teknis telah berjalan sesuai dengan ketentuan, untuk dapat melihat ini harus pula dilengkapi dengan adanya prosedur kerja yang jelas, program kerja serta jadwal kegiatan. Dalam implementasi Peraturan Daerah No. 8 Tahun 2016 tentang kampung adat kab.jayapura melakukan penataan ulang terhadap eksistensi kampung di kab.jayapura yang keberadaannya semakin lemah karena berlakunya peraturan Nomor 72 Tahun 2005 tentang Desa. Peraturan Daerah ini memberi sedikit perbedaan antara kampung dan kampung adat. Hal ini dimaksukan agar eksistensi orang papua beserta hak-hak tradisionalnya tetap diakui dan dihormati dalam penyelenggaraan pemerintahan daerah. Kampung-Kampung yang telah dibentuk dan telah ada diwilayah perlu untuk dilakukan klasifikasi dan diberi status yang jelas yakni diberi penamaan sebagai kampung dan kampung adat, agar tidak menimbulkan kerancuan dalam pemahaman serta target pencapaian bagi pembangunan daerah. Pembentukan kampung adat yang akan diatur dengan peraturan Bupati, kampung adat tidak terdapat struktur seperti pada kampung yakni BAMUSKAM dikarenakan pada kampung adat menganut sistem kepemimpinan adat yakni keondoafian. Pemilihan Kepala Kampung Adat dilakukan melalui musyawarah oleh anggota masyarakat kampung adat yang terdiri dari suku dan klen. Berbeda dengan Kepala Kampung yang dipilih melalui pemungutan suara. D. HASIL KEBIJAKAN TENTANG KAMPUNG ADAT YANG DIKELUARKAN OLEH KAB.JAYAPURA Kabupaten Jayapura adalah kabupaten induk di Papua, setiap kebijakan berdampak positif pada masyarakat yang diambil oleh pemerintah kabupaten setempat, dengan adanya Peraturan Daerah No. 8 Tahun 2016 tentang kampung adat masyarakat Jayapura menyambut baik kebijakan tersebut, hak-hak masyarakat adat bisa lebih diproteksi, masyarakat adat memiliki kewenangan yang lebih luas menata kampungnya dalam penyelenggaraan pemerintahan dan pembangunan daerah, pelayanan kepada masyarakat, memperjuangkan hak-haknya, pelestarian dan perlindungan terhadap adat istiadat yang hidup dipelihara didalam masyarakat secara turun temurun. Dengan ditetapkannya peraturan daerah tersebut seluruh masyarakat Adat di Kabupaten Jayapura merasa senang dan menjadi perwujudan kebangkitan masyarakat adat secara umum serta mandiri, karena identitas dan harga diri daerahnya sudah dikembalikan, yaitu untuk mengurus diri sendiri, mengurus tanah sendiri, hutan sendiri di daerah sendiri.