Tugas Kebijakan Doni.docx

  • Uploaded by: Husein Siregar
  • 0
  • 0
  • December 2019
  • PDF

This document was uploaded by user and they confirmed that they have the permission to share it. If you are author or own the copyright of this book, please report to us by using this DMCA report form. Report DMCA


Overview

Download & View Tugas Kebijakan Doni.docx as PDF for free.

More details

  • Words: 6,797
  • Pages: 26
TUGAS KEBIJAKAN “KESELAMATAN DAN KESEHATAN KERJA (K3)”

Dosen Pengampuh: Ir. H. Abuamat Hak, M.Sc.

Dibuat Sebagai Tugas Mata Kuliah Kebijakan Pada Jurusan Teknik Pertambangan

OLEH:

NAMA

: Doni Ardiansyah Siregar

NIM

: 03021281621034

KELAS

:B

JURUSAN TEKNIK PERTAMBANGAN FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS SRIWIJAYA 2018

BAB I PENDAHULUAN

1.1

Latar Belakang Pertambangan memiliki peran yang sangat penting dalam pembangunan nasional.

Pertambangan memberikan peran yang sangat signifikan dalam perekonomian nasional, baik dalam sektor fiscal, moneter, maupun sektor riil. Peran pertambangan terlihat jelas dimana pertambangan menjadi salah satu sumber penerimaan negara; berkontribusi dalam pembangaunan daerah, baik dalam bentuk dana bagi hasil maupun program community development atau coorporate social responsibility; memberikan nilai surplus dalam neraca perdagangan; meningkatkan investasi; memberikan efek berantai yang positif terhadap ketenagakerjaan; menjadi salah satu faktor dominan dalam menentukan Indeks Harga Saham Gabungan; dan menjadi salah satu sumber energy dan bahan baku domestik. Salah satu karakteristik industri pertambangan adalah padat modal, padat teknologi dan memiliki risiko yang besar. Oleh karena itu, dalam rangka menjamin kelancaran operasi, menghindari terjadinya kecelakaan kerja, kejadian berbahaya dan penyakit akibat kerja maka diperlukan implementasi Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3) pada kegiatan pertambangan. Upaya pencegahan dan pengendalian bahaya kerja yang dapat menyebabkan terjadinya kecelakaan dan penyakit akibat kerja dapat dilakukan dengan penerapan Keselamatan dan Kesehatan Kerja di tempat kerja.Secara keilmuan K3, didefinisikan sebagai ilmu dan penerapan teknologi tentang pencegahan kecelakaan kerja dan penyakit akibat kerja. Dari aspek hukum K3 merupakan kumpulan peraturan perundang-undangan yang mengatur tentang perlindungan keselamatan dan kesehatan kerja. Melalui peraturan yang jelas dan sanksi yang tegas, perlindungan K3 dapat ditegakkan, untuk itu diperlukan peraturan perundang-undangan yang mengatur tentang K3. Bahkan ditingkat internasionalpun telah disepakati adanya konvensi-konvensi yang mengatur tentang K3 secara universal sesuai dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi, baik yang dikeluarkan oleh organisasi dunia seperti ILO, WHO, maupun tingkat regional. Ditinjau dari aspek ekonomis, dengan menerapkan K3, maka tingkat kecelakaan akan menurun, sehingga kompensasi terhadap kecelakaan juga menurun, dan biaya tenaga kerja dapat berkurang. Sejalan dengan itu, K3 yang efektif akan dapat meningkatkan produktivitas kerja sehingga dapat meningkatkan hasil produksi. Hal ini pada gilirannya kemudian dapat mendorong semua tempat kerja/industri maupun tempat-tempat umum merasakan perlunya

dan memiliki budaya K3 untuk diterapkan disetiap tempat dan waktu, sehingga K3 menjadi salah satu budaya industrial. Dengan melaksanakan K3 akan terwujud perlindungan terhadap tenaga kerja dari risiko kecelakaan kerja dan penyakit akibat kerja yang dapat terjadi pada waktu melakukan pekerjaan di tempat kerja. Dengan dilaksanakannya perlindungan K3, diharapkan akan tercipta tempat kerja yang aman, nyaman, sehat dan tenaga kerja yang produktif, sehingga akan meningkatkan produktivitas kerja dan produktivitas perusahaan. Dengan demikian K3 sangat besar peranannya dalam upaya meningkatkan produktivitas perusahaan, terutama dapat mencegah korban manusia.. Ditahap pengontrolan risiko, peran manajemen sangat penting karena pengontrolan risiko membutuhkan ketersediaan semua sumber daya yang dimiliki oleh perusahaan, karena pihak manajemen yang sanggup memenuhi ketersediaan ini. Semua konsep-konsep utama tersebut semakin menyadarkan akan pentingnya kebutuhan pengelolaan K3 dalam bentuk manajemen yang sistematis dan mendasar agar dapat terintegrasi dengan manajemen perusahaan yang lain. Integrasi ini diawali dengan kebijakan dari perusahaan untuk mengelola K3 menerapkan suatu Sistem Manajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja. 1.1. Rumusan Masalah: 1. Apa saja Undang-Undang atau Peraturan yang mengatur tentang K3? 2. Apa saja peralatan yang diperlukan untuk K3?

1.2. Tujuan Tujuan dari pembuatan makalah ini adalah untuk mengetahui lebih dalam mengenai K3 baik dari segi hukum, peralatan dan keguanaanya.

BAB II PEMBAHASAN

2.1

Pengertian Kesehatan dan Keselamtan Kerja Filosofi dasar Keselamatan dan Kesehatan Kerja atau disingkat K3 adalah melindungi

keselamatan dan kesehatan para pekerja dalam menjalankan pekerjaannya, melalui upayaupaya pengendalian semua bentuk potensi bahaya yang ada di lingkungan tempat kerjanya. Bila semua potensi bahaya telah dikendalikan dan memenuhi batas standar aman, maka akan memberikan kontribusi terciptanya kondisi lingkungan kerja yang aman, sehat, dan proses produksi menjadi lancar, yang pada akhirnya akan dapat menekan risiko kerugian dan berdampak terhadap peningkatan produktivitas. K3 (Keselamatan dan Kesehatan Kerja) “Occupational Health and Safety”, disingkat OHS. K3 adalah kondisi yang harus diwujudkan di tempat kerja dengan segala daya upaya berdasarkan ilmu pengetahuan dan pemikiran mendalam guna melindungi tenaga kerja, manusia serta karya dan budayanya melalui penerapan teknologi pencegahan kecelakaan yang dilaksanakan secara konsisten sesuai dengan peraturan perundangan dan standar yang berlaku. Beberapa pendapat mengenai pengertian keselamatan dan kesehatan kerja antara lain: a.

Menurut Mangkunegara (2002) Keselamatan dan kesehatan kerja adalah suatu pemikiran dan upaya untuk menjamin keutuhan dan kesempurnaan baik jasmaniah maupun rohaniah tenaga kerja pada khususnya, dan manusia pada umumnya, hasil karya dan budaya untuk menuju masyarakat adil dan makmur.

b.

Menurut Suma’mur (2001), keselamatan kerja merupakan rangkaian usaha untuk menciptakan suasana kerja yang aman dan tentram bagi para karyawan yang bekerja di perusahaan yang bersangkutan.

c.

Menurut Simanjuntak (1994), Keselamatan kerja adalah kondisi keselamatan yang bebas dari resiko kecelakaan dan kerusakan dimana kita bekerja yang mencakup tentang kondisi bangunan, kondisi mesin, peralatan keselamatan, dan kondisi pekerja.

d.

Mathis dan Jackson (2002), menyatakan bahwa Keselamatan adalah merujuk pada perlindungan terhadap kesejahteraan fisik seseorang terhadap cedera yang terkait dengan pekerjaan. Kesehatan adalah merujuk pada kondisi umum fisik, mental dan stabilitas emosi secara umum.

e.

Menurut Ridley, John (1983) yang dikutip oleh Boby Shiantosia (2000), mengartikan Kesehatan dan Keselamatan Kerja adalah suatu kondisi dalam pekerjaan yang sehat dan

aman baik itu bagi pekerjaannya, perusahaan maupun bagi masyarakat dan lingkungan sekitar pabrik atau tempat kerja tersebut. f.

Jackson (1999), menjelaskan bahwa Kesehatan dan Keselamatan Kerja menunjukkan kepada kondisi-kondisi fisiologis-fisikal dan psikologis tenaga kerja yang diakibatkan oleh lingkungan kerja yang disediakan oleh perusahaan.

2.1.1 Sebab-sebab Kecelakaan Kecelakaan tidak terjadi begitu saja, kecelakaan terjadi karena tindakan yang salah atau kondisi yang tidak aman. Kelalaian sebagai sebab kecelakaan merupakan nilai tersendiri dari teknik keselamatan. Ada pepatah yang mengungkapkan tindakan yang lalai seperti kegagalan dalam melihat atau berjalan mencapai suatu yang jauh diatas sebuah tangga. Hal tersebut menunjukkan cara yang lebih baik selamat untuk menghilangkan kondisi kelalaian dan memperbaiki kesadaran mengenai keselamatan setiap karyawan pabrik. Penyebab dasar kecelakaan kerja : 1. Faktor Personil a. Kelemahan Pengetahuan dan Skill b. Kurang Motivasi c. Problem Fisik d. Faktor Pekerjaan 

Standar kerja tidak cukup Memadai



Pemeliharaan tidak memadai



Pemakaian alat tidak benar



Kontrol pembelian tidak ketat

Penyebab Langsung kecelakaan kerja 1. Tindakan Tidak Aman a. Mengoperasikan alat bukan wewenangnya b. Mengoperasikan alat dg kecepatan tinggi c. Posisi kerja yang salah d. Perbaikan alat, pada saat alat beroperasi e. Kondisi Tidak Aman



Tidak cukup pengaman alat



Tidak cukup tanda peringatan bahaya



Kebisingan/debu/gas di atas NAB



Housekeeping tidak baik Penyebab Kecelakaan Kerja (Heinrich Mathematical Ratio) dibagi atas 3 bagian

Berdasarkan Prosentasenya: 1.

Tindakan tidak aman oleh pekerja (88%)

2.

Kondisi tidak aman dalam areal kerja (10%)

3.

Diluar kemampuan manusia (2%)

2.1.2 Masalah Kesehatan Dan Keselamatan Kerja Kinerja (performen) setiap petugas kesehatan dan non kesehatan merupakan resultante dari tiga komponen kesehatan kerja yaitu kapasitas kerja, beban kerja dan lingkungan kerja yang dapat merupakan beban tambahan pada pekerja. Bila ketiga komponen tersebut serasi maka bisa dicapai suatu derajat kesehatan kerja yang optimal dan peningkatan produktivitas. Sebaliknya bila terdapat ketidak serasian dapat menimbulkan masalah kesehatan kerja berupa penyakit ataupun kecelakaan akibat kerja yang pada akhirnya akan menurunkan produktivitas kerja 1.

Kapasitas Kerja Status kesehatan masyarakat pekerja di Indonesia pada umumnya belum memuaskan.

Dari beberapa hasil penelitian didapat gambaran bahwa 30-40% masyarakat pekerja kurang kalori protein, 30% menderita anemia gizi dan 35% kekurangan zat besi tanpa anemia. Kondisi kesehatan seperti ini tidak memungkinkan bagi para pekerja untuk bekerja dengan produktivitas yang optimal. Hal ini diperberat lagi dengan kenyataan bahwa angkatan kerja yang ada sebagian besar masih di isi oleh petugas kesehatan dan non kesehatan yang mempunyai banyak keterbatasan, sehingga untuk dalam melakukan tugasnya mungkin sering mendapat kendala terutama menyangkut masalah PAHK dan kecelakaan kerja. 2.

Beban Kerja Sebagai pemberi jasa pelayanan kesehatan maupun yang bersifat teknis beroperasi 8 –

24 jam sehari, dengan demikian kegiatan pelayanan kesehatan pada laboratorium menuntut adanya pola kerja bergilirdan tugas/jaga malam. Pola kerja yang berubah-ubah dapat

menyebabkan kelelahan yang meningkat, akibat terjadinya perubahan pada bioritmik (irama tubuh). Faktor lain yang turut memperberat beban kerja antara lain tingkat gaji dan jaminan sosial bagi pekerja yang masih relatif rendah, yang berdampak pekerja terpaksa melakukan kerja tambahan secara berlebihan. Beban psikis ini dalam jangka waktu lama dapat menimbulkan stres. 3.

Lingkungan Kerja Lingkungan kerja bila tidak memenuhi persyaratan dapat mempengaruhi kesehatan kerja

dapat menimbulkan Kecelakaan Kerja (Occupational Accident), Penyakit Akibat Kerja dan Penyakit Akibat Hubungan Kerja (Occupational Disease & Work Related Diseases).

2.2 Kecelakaan Kerja Tambang 2.2.1 Pengertian Kerja Tambang Pengertian adalah Setiap tempat pekerjaan yang bertujuan atau berhubungan langsung dengan pekerjaan penyelidikan umum, eksplorasi, study kelayakan, konstruksi, operasi produksi, pengolahan/ pemurnian dan pengangkutan bahan galian golongan a, b, c, termasuk sarana dan fasilitas penunjang yang ada di atas atau di bawah tanah/air, baik berada dalam satu wilayah atau tempat yang terpisah atau wilayah proyek. Yang dimaksud kecelakaan tambang yaitu : 1. Kecelakaan Benar Terjadi 2. Membuat Cidera Pekerja Tambang atau orang yang diizinkan ditambang oleh KTT 3. Akibat Kegiatan Pertambangan 4. Pada Jam Kerja Tambang 5. Pada Wilayah Pertambangan a.

Penggolongan Kecelakaan tambang

1. Cidera Ringan (Kecelakaan Ringan) Korban tidak mampu melakukan tugas semula lebih dari 1 hari dan kurang dari 3 minggu. 2. Cidera Berat (Kecelakaan Berat) Korban tidak mampu melakukan tugas semula lebih dari 3 minggu. b. Berdasarkan cedera korban, yaitu : 1. Retak Tengkorak kepala, tulang punggung pinggul, lengan bawah/atas, paha/kaki 2. Pendarahan di dalam atau pingsan kurang oksigen 3. Luka berat, terkoyak

4. Persendian lepas Berdasarkan penelitian heinrich,Perbuatan membahayakan oleh pekerja mencapai 96% antara lain berasal dari: a. Alat pelindung diri (12%) b. Posisi kerja (30%) c. Perbuatan seseorang (14%) d. Perkakas (equipment) (20%) e. Alat-alat berat (8%) f. Tata cara kerja (11%) g. Ketertiban kerja (1%) Sumberlainnya diluar kemampuan dan kendali manusia.

2.2.2

Sistem manajemen k3 di pertambangan

Manajemen Resiko Pertambangan adalah suatu proses interaksi yang digunakan oleh perusahaan pertambangan untuk mengidentifikasi, mengevaluasi, dan menanggulangi bahaya di tempat kerja guna mengurangi resiko bahaya seperti kebakaran, ledakan, tertimbun longsoran tanah, gas beracun, suhu yang ekstrem,dll. Jadi, manajemen resiko merupakan suatu alat yang bila digunakan secara benar akan menghasilkan lingkungan kerja yang aman,bebas dari ancaman bahaya di tempat kerja. Adapun Faktor Resiko yang sering dijumpai pada Perusahaan Pertambangan adalah sebagai berikut : 1. Ledakan Ledakan dapat menimbulkan tekanan udara yang sangat tinggi disertai dengan nyala api. Setelah itu akan diikuti dengan kepulan asap yang berwarna hitam. Ledakan merambat pada lobang turbulensi udara akan semakin dahsyat dan dapat menimbulkan kerusakan yang fatal 2. Longsor Longsor di pertambangan biasanya berasal dari gempa bumi, ledakan yang terjadi di dalam tambang,serta kondisi tanah yang rentan mengalami longsor. Hal ini bisa juga disebabkan oleh tidak adanya pengaturan pembuatan terowongan untuk tambang. 3. Kebakaran Bila akumulasi gas-gas yang tertahan dalam terowongan tambang bawah tanah mengalami suatu getaran hebat, yang diakibatkan oleh berbagai hal, seperti gerakan roda-roda mesin, tiupan angin dari kompresor dan sejenisnya, sehingga gas itu terangkat ke udara

(beterbangan) dan kemudian membentuk awan gas dalam kondisi batas ledak (explosive limit) dan ketika itu ada sulutan api, maka akan terjadi ledakan yang diiringi oleh kebakaran. Pengelolaan Risiko menempati peran penting dalam organisasi kami karena fungsi ini mendorong budaya risiko yang disiplin dan menciptakan transparansi dengan menyediakan dasar manajemen yang baik untuk menetapkan profil risiko yang sesuai. Manajemen Risiko bersifat instrumental dalam memastikan pendekatan yang bijaksana dan cerdas terhadap pengambilan risiko yang dengan demikian akan menyeimbangkan risiko dan hasil serta mengoptimalkan alokasi modal di seluruh korporat. Selain itu, melalui budaya manajemen risiko proaktif dan penggunaan sarana kuantitatif dan kualitatif yang modern, kami berupaya meminimalkan potensi terhadap kemungkinan risiko yang tidak diharapkan dalam operasional. Pengendalian risiko diperlukan untuk mengamankan pekerja dari bahaya yang ada di tempat kerja sesuai dengan persyaratan kerja Peran penilaian risiko dalam kegiatan pengelolaan diterima dengan baik di banyak industri. Pendekatan ini ditandai dengan empat tahap proses pengelolaan risiko manajemen risiko adalah sebagai berikut : a.

Identifikasi risiko adalah mengidentifikasi bahaya dan situasi yang berpotensi menimbulkan bahaya atau kerugian (kadang-kadang disebut ‘kejadian yang tidak diinginkan’).

b.

Analisis resiko adalah menganalisis besarnya risiko yang mungkin timbul dari peristiwa yang tidak diinginkan.

c.

Pengendalian risiko ialah memutuskan langkah yang tepat untuk mengurangi atau mengendalikan risiko yang tidak dapat diterima.

d.

Menerapkan dan memelihara kontrol tindakan adalah menerapkan kontrol dan memastikan mereka efektif. Manajemen resiko pertambangan dimulai dengan melaksanakan identifikasi bahaya

untuk mengetahui faktor dan potensi bahaya yang ada yang hasilnya nanti sebagai bahan untuk dianalisa, pelaksanaan identifikasi bahaya dimulai dengan membuat Standart Operational Procedure (SOP). Kemudian sebagai langkah analisa dilakukanlah observasi dan inspeksi. Setelah dianalisa,tindakan selanjutnya yang perlu dilakukan adalah evaluasi resiko untuk menilai seberapa besar tingkat resikonya yang selanjutnya untuk dilakukan kontrol atau pengendalian resiko. Kegiatan pengendalian resiko ini ditandai dengan menyediakan alat deteksi, penyediaan APD, pemasangan rambu-rambu dan penunjukan personel yang bertanggung jawab sebagai pengawas. Setelah dilakukan pengendalian resiko untuk tindakan pengawasan adalah dengan melakukan monitoring dan peninjauan ulang bahaya atau resiko.

Secara umum manfaat Manajemen Resiko pada perusahaan pertambangan adalah sebagai berikut : 1. Menimalkan kerugian yang lebih besar 2. Meningkatkan kepercayaan pelanggan dan pemerintah kepada perusahaan 3. Meningkatkan kepercayaan karyawan kepada perusahaan Guna menghindari berbagai kecelakaan kerja pada tambang bawah tanah, terutama dalam bentuk ledakan gas perlu dilakukan tindakan pencegahan. Tindakan pencegahan ledakan ini harus dilakukan oleh segenap pihak yang terkait dengan pekerjaan pada tambang bawah tanah tersebut. Beberapa hal yang perlu dipelajari dalam rangka pencegahan ledakan adalah : 1.

Pengetahuan dasar-dasar terjadinya ledakan, membahas:

a. Gas-gas yang mudah terbakar/meledak b. Karakteristik gas c. Sumber pemicu kebakaran/ledakan d. Metoda eliminasi penyebab ledakan, antara lain: 

Pengukuran konsentrasi gas



Pengontrolan sistem ventilasi tambang



Pengaliran gas (gas drainage)



Penggunaan alat ukur gas



Penyiraman air (sprinkling water)



Pengontrolan sumber-sumber api penyebab kebakaran dan ledakan



Teknik pencegahan ledakan tambang



Penyiraman air (water sprinkling)



Penaburan debu batu (rock dusting)



Pemakaian alat-alat pencegahan standar.



Fasilitas pencegahan penyebaran kebakaran dan ledakan, antara lain:



Lokalisasi penambangan dengan penebaran debu batuan



Pengaliran air ke lokasi potensi kebakaran atau ledakan



Penebaran debu batuan agak lebih tebal pada lokasi rawan



Tindakan pencegahan kerusakan akibat kebakaran dan ledakan:



Pemisahan rute (jalur) ventilasi



Evakuasi, proteksi diri, sistemperingatandini, dan penyelamatansecara tim.

Sesungguhnya kebakaran tambang dan ledakan gas tidak akan terjadi jika sistem ventilasi tambang batubara bawah tanah itu cukup baik.

2.3 Alat-Alat Yang Diperlukan Dalam K3 Kecelakaan kerja tentu saja merupakan masalah yang besar bagi kelangsungan suatu operasional pertambangan. Kerugian yang akan diderita tidak hanya berupa kerugian materi, namun lebih dari itu adalah timbulnya korban jiwa. Kehilangan sumber daya manusia merupakan kerugian yang sangat besar karena manusia adalah satu-satunya sumberdaya yang tidak dapat digantikan oleh teknologi apapun. Menyikapi hal tersebut diatas, maka perusahaan-perusahaan di bidang Pertambangan/ Perminyakan berusaha menjaga keselamatan para pekerjanya beserta segala asset yang ada, agar terhindar dari hal-hal yang tidak diinginkan. Salah satu caranya dengan melengkapi para pekerjanya dengan beberapa alat keselamatan yang memadai. Di Perusahaan tambang, alat keselamatan kerja ini biasanya dikenal dengan sebutan APD (Alat Pelindung Diri). APD di perusahaan pertambangan merupakan kelengkapan yang wajib digunakan saat bekerja. APD dipakai sesuai dengan tingkat bahaya dan risiko pekerjaaan, demi menjaga keselamatan pekerja dan orang di sekelilingnya. Kewajiban itu sudah disepakati oleh pemerintah melalui Departemen Tenaga Kerja RI. Semua jenis APD harus digunakan sebagaimana mestinya berdasarkan pedoman yang benar-benar sesuai dengan standar keselamatan kerja (K3L 'Kesehatan, Keselamatan Kerja dan Lingkungan'). Alat-alat keselamatan kerja (APD) yang sering dipakai di sebuah perusahaan pertambangan dan migas adalah seperti dibawah ini

Gambar. 2.1 Alat-alat pada K3

a.

Safety Helmet (Helm Pengaman): Fungsi helm pengaman yang paling utama adalah untuk melindungi kepala dari jatuhan dan benturan benda secara langsung. Perlengkapan keselamatan ini merupakan perlengkapan yang cukup vital bagi para pekerja didunia Pertambangan dan Perminyakan. Safety Helmet sangat menolong pekerja karena sifatnya yang melindungi kepala dari bahaya terbentur benda keras seperti pipa besi ataupun batu yang jatuh selama para pekerja berada diarea kerja. Safety Helmet memiliki berbagai desain yang memiliki bentuk berbeda sesuai dengan fungsinya masing-masing. Selain itu, warna helmet yang digunakan menunjukkan jenis pekerjaannya.

b.

Safety Vest (Rompi Reflektor): Rompi ini diengkapi dengan iluminator, yaitu sebuah bahan yang dapat berpendar jika terkena cahaya. Bahan berpendar ini akan memudahkan dalam mengenali posisi pekerja ketika berada di kegelapan. Umumnya didunia Pertambangan, operasional berlangsung selama 24 jam dimana kecenderungan kecelakaan kerja terjadi dimalam hari. Hal ini biasanya disebabkan penerangan di area tambang tidak begitu baik, sehingga seringkali pekerja yang berada didalam area tambang tidak terlihat. Rompi reflektor ini menjadi penting untuk mencegah hal yang tidak diinginkan seperti tertabrak/terlindas oleh kendaraan alat berat.

c.

Safety Shoes (Sepatu Pengaman): Safety Shoes bentuknya seperti sepatu biasa, tetapi terbuat dari bahan kulit yang dilapisi metal dengan sol dari karet tebal dan kuat. Safety Shoes berfungsi untuk mencegah kecelakaan fatal yang menimpa kaki seperti tertimpa benda tajam atau benda berat, benda panas, cairan kimia, dsb.

d.

Safety Goggles/Glasses (Kacamata Pengaman): Kacamata pengaman ini berbeda dari kacamata pada umumnya. Perbedaanya terletak pada lensa/kaca yang menutupi mata secara menyeluruh, termasuk bagian samping yang tidak terlindungi oleh kacamata biasa. Dengan menggunakan safety Goggles/Glasses ini, pekerja terhindar dari terpaan debu diarea Pertambangan ataupun cipratan dari minyak saat proses drilling. Kacamata ini memiliki bermacam jenis tergantung keperluan dan jenis pekerjaannya. Untuk orang berkacamata minus atau plus, disediakan lensa khusus sesuai dengan kebutuhan yang bersangkutan. Yang pasti, lensa ini tidak boleh terbuat dari kaca, karena jika terjadi benturan dan lensa pecah, serpihan kaca malah akan membahayakan penggunanya.

e.

Safety Masker/masker respirator (Penyaring Udara): Safety Masker berfungsi sebagai penyaring udara yang dihirup saat bekerja di tempat dengan kualitas udara buruk (misal berdebu, beracun, dsb). Di berbagai area pertambangan banyak bertaburan debu, yang dapat mengakibatkan gangguan kesehatan pada pernafasan dalam jangka waktu yang

panjang. Ada berbagai jenis masker yang tersedia, mulai dari masker debu hingga masker khusus dalam menghadapi bahan kimia yang mudah menguap. f.

Safety Gloves (Sarung Tangan Pengaman): Berfungsi sebagai alat pelindung tangan pada saat bekerja di tempat atau situasi yang dapat mengakibatkan cedera tangan. Penggunaan Safety Gloves menjadi hal yang wajib digunakan didunia pertambangan. Hal ini dikarenakan para pekerja banyak berinteraksi (menyentuh) benda2 yang panas, tajam, ataupun yang beresiko terluka tergores saat melakukan pekerjaannya. Penggunaan safety gloves pun beragam sesuai dengan jenis pekerjaannya. Ada safety gloves khusus pekerjaan seperti mekanik/montir, ada yang khusus untuk pekerjaan yang berhubungan dengan bahan kimia, ataupun pekerjaan seperti pengelasan.

g.

Ear Plugs (Pengaman Telinga): Ear Plugs berfungsi sebagai alat pelindung yang dilekatkan di telinga pada saat bekerja di tempat yang bising. Ear plugs merupakan alat pelindung pendengaran dari kebisingan. Penggunaan earplug ini mencegah pekerja mengalami gangguan pendengaran seperti penurunan pendengaran akibat terpapar kebisingan sewaktu bekerja di area kerja yang memiliki tingkat kebisingan yang tinggi atau bekerja dengan peralatan yang mengeluarkan kebisingan tinggi. Umumnya alat pendengaran kita hanya mampu menahan besaran kebisingan sampai dengan 80-85 dB. Ear plugs pun memiliki berbagai ragam bentuk dan jenis sesuai dengan peruntukkannya dalam pekerjaan.

h.

Lampu Kepala: Alat keselamatan ini biasanya khusus digunakan pada penambangan bawah tanah (underground). Malam dan siang hari di terowongan tak ada bedanya, samasama gelap. Itulah sebabnya, lampu kepala wajib dikenakan. Lampu ini bisa bertenaga aki (elemen basah) atau baterai (elemen kering) yang digantung di pinggang. Dibandingkan dengan baterai, aki memiliki beberapa kelemahan, selain ukuran dan bobot aki yang lebih berat, cairan asam sulfat yang bocor dapat merusak pakaian.

i.

Self Rescuer: Dalam kondisi darurat akibat kebakaran atau ditemukannya gas beracun, alat inilah yang dapat mennjadi penyelamat bagi para pekerja. Alat ini dirancang dapat memasok oksigen secara mandiri kepada pekerja. Tidak lama memang, tapi ini diharapkan memberikan cukup waktu bagi pekerja untuk mencari jalan keluar atau mencapai tempat pengungsian yang lebih permanen.

j.

Safety Boot (Sepatu Boot): Pada kondisi area pertambangan yang umumnya licin dan berlumpur, sepatu boot menjadi kebutuhan pokok. Sepatu pendek hanya akan menyebabkan kaki terbenam dalam lumpur. Sepatu boot juga harus dilengkapi dengan sol berlapis logam untuk melindungi jari kaki.

k.

Safety Harness (Tali Pengaman): Alat ini berfungsi sebagai pengaman saat bekerja di ketinggian. Alat ini wajib digunakan apabila bekerja pada ketinggian lebih dari 1,8 meter.

l.

Safety Belt (Sabuk Pengaman): Berfungsi sebagai alat pengaman ketika menggunakan alat transportasi ataupun peralatan lainnya yang serupa (mobil, alat berat, pesawat, helikopter, dsb).

m. Raincoat (Jas Hujan): Berfungsi untuk melindungi pekerja dari percikan air saat bekerja (misal bekerja pada waktu hujan atau sedang mencuci alat). Terpapar air secara langsung dan terus menerus dapat mengakibatkan timbulnya penyakit seperti infulensa dan demam, yang pada akhirnya akan mengganggu optimalisasi pekerjaan dari pekerja tersebut. n.

Face Shield (Pelindung Wajah): Alat ini berfungsi sebagai pelindung wajah dari percikan benda asing saat bekerja (misal pekerjaan menggurinda dan las). Di dunia tambang, alat ini biasanya banyak digunakan oleh para mekanik dan welder.

o.

Lifevest (Pelampung): Alat ini wajib digunakan saat kita beraktivitas di wilayah perairan/di atas air. Biasanya untuk menjangkau suatu lokasi tambang harus melewati perairan dengan menggunakan alat transportasi. Alat ini harus selalu dikenakan untuk mengantisipasi hal-hal yang tidak diinginkan selama perjalanan (alat transportasinya karam/terbalik). Lifevest harus selalu rutin di periksa untuk mengecek daya ambang atau daya apungnya.

2.4 Studi Kasus 2.4.1 Contoh Studi Kasus Di dalam dunia pertambangan tentu ada berbagai masalah-masalah yang timbul pada saat proses penambangan, sehimgga terjadi berbagai kecelakaan yang dapat menyebabkan berbagai kerugian. Berikut beberapa contoh studi kasus permasalahan tambang. 1. Terowongan PT Arutmin Runtuh Terowongan penggalian tambang batu bara milik PT Arutmin Indonesia (AI) Satui, Kamis (24/11) dinihari runtuh. Akibat kecelakaan kerja itu dua pekerja tambang tertimbun dan hingga tadi malam masih dalam pencarian. Kedua pekerja yang tertimbun adalah karyawan PT TMA Underground, sub-kotraktor PT AI. Kedua korban tewas diketahui bernama Ahmad Yani (22), warga Jalan Perintis RT 27 No 2 Sungai Danau dan Zulelfatah Arie (38) warga Gang Sepakat RT 39 No 1, Sungai Danau.

Saat kejadian di dalam terowongan terdapat dua pekerja selain korban yakni Muhammad Nasir, miner PT TMA Underground dan Arif, miner operator perusahaan itu. Namun Nasir yang terluka parah berhasil menyelamatkan diri, sedangkan Arif berhasil keluar saat mengetahui terowongan runtuh. Seperti diketahui, PT Arutmin Indonesia, satu dari dua perusahaan tambang besar batu bara di Kalimantan Selatan. Sebagian saham PT AI yang beroperasi di Kabupaten Tanah Bumbu dan Kabupaten Tanah Laut, ini dimiliki Aburizal Bakrie melalui PT Bumi Resources. Hingga tadi malam, tim penolong masih terus berupaya mencari dua korban, Ahmad Yani dan Zulelpatah. Berbagai upaya dilakukan, di antaranya melalui penggalian secara manual “menghindari runtuhnya terowongan lainnya” namun hasilnya nihil. Karena sudah larut malam penggalian terpaksa dihentikan dan akan kembali dilanjutkan pagi ini. "Untuk mencari kedua korban terpaksa kita peralatan manual. Kalau alat canggih dikhawatirkan menimbulkan rerentuhan lanjutan," tutur satu pekerja. Dari pantauan BPost, para pekerja kesulitan melakukan penggalian, karena lokasi reruntuhan cukup besar panjang sekitar sembilan meter, lebar meter dan tinggi sekitar tiga meter. Jarak reruntuhan dari mulut terowongan sekitar 400 meter. Sementara tinggi terowongan sekitar 5,5 meter. Beberapa pekerja mengaku tak mengetahui penyebab runtuhnya terowongan yang terjadi sekitar pukul 01.30 Wita itu. Yang pasti peristiwa itu menyebabkan penggalian bawah tahan terhenti untuk sementara. 2. Karyawan Aneka Tambang Tbk Tertimbun Saat Gali Tanah Peristiwa kecelakaan kerja terjadi di Unit Pertambangan Emas (UPE) PT Aneka Tambang (Antam) Pongkor, Desa Bantar Karet, Kec. Nanggung, Kab. Bogor, Selasa (6/9) sekira pukul 17.10 WIB. Akibatnya, seorang karyawan PT Antam tewas tertimbun, sedangkan dua orang lainnya luka parah, karena terkena reruntuhan tanah bekas ledakan. Menurut keterangan yang berhasil diperoleh "PR", di kantor PT Antam Pongkor, Rabu (7/9) menyebutkan, peristiwa naas yang dialami tiga orang karyawan penambangan emas tersebut terjadi ketika karyawan PT Antam Tbk .sedang menggali tanah untuk memperluas galian di Level 500, Blok II, Selasa (6/9) sore. Saat itu, di dalam terowongan terdapat 5 orang karyawan yang sedang menggali. Undan dipercayakan untuk memasang bahan peledak di satu lokasi. Setelah dipasang bahan peledak mereka kemudian berlindung di tempat aman. Tapi begitu ada ledakan tiba-tiba terjadi ambrukan batu dari roof atau atap lubang. Bongkahan batu dari ambrukan pun kontan menimpa ketiga pekerja tersebut.

Undang sendiri, yang saat itu berada di bagian yang terdalam, kepalanya langsung tertimpa dan tewas di tempat kejadian, sedangkan Firman dan Jaji, hanya bagian kaki dan punggung yang tertimpa longsoran. Akibat reruntuhan itu, tidak lama kemudian alarm tanda bahaya pun berbunyi. Selidiki runtuhnya lubang petugas penyelamat yang telah disiagakan langsung tiba di lokasi kejadian, dan menyelamatkan sebagian karyawan yang masih berada di lokasi Blok II. Jaji dan Firman yang mengalami luka parah langsung dilarikan ke RSU PMI Bogor untuk mendapatkan pertolongan. Sedangkan,Undan terkubur hidup-hidup. Setelah melakukan penggalian, akhirnya tubuh Undan berhasil dikeluarkan oleh tim penyelamat dalam keadaan sudah meninggal dunia. Kemudian, dibawa ke klinik milik PT Antam. Setelah dilakukan pemeriksaan luar atau visum et repertum oleh tim medis, jasadnya kemudian dikebumikan di kampung halamannya. Kedua pekerja yang selamat segera dilarikan ke RSU PMI Kota Bogor. Firman, warga Kp. Sibanteng, Leuwisadeng, Kab. Bogor, dan Jaji, warga Kp. Pasir Angin, Cemplang, Cibungbulang, Kab. Bogor. "Kini masih berada dalam perawatan intensif rumah sakit," ujar Humas PT Antam, Musafar Ahmad. Menurutnya pekerjaan itu rutin dikerjakan oleh ketiga karyawannya. Dijelaskan, pascaperistiwa tersebut kini lubang di Level 500 ditutup. Inspeksi tambang pun, sambungnya, digelar untuk menelaah keselamatan kerja karyawan PT Antam. "Upaya itu juga sekaligus untuk menyelidiki sebab runtuhnya atap lubang," ujarnya. Dikatakan, penggalian emas di Pongkor ini memiliki empat Level. Yang dimaksud dengan level 500 berarti memiliki ketinggian lima ratus meter di atas permukaan laut (dpl). Sedangkan level tertinggi di Pongkor adalah Level 700. "Level 500 termasuk yang rendah," imbaunya. 3. Kecelakaan Kerja Terjadi di Tambang PT ABK Kecelakaan kerja terjadi di kawasan tambang batu bara PT Anugerah Bara Kaltim (ABK), di wilayah Bakungan, Loa Janan, Kukar, Sabtu (3/11) sekitar pukul 19.30 Wita. Lima orang karyawan PT Nusa Perdana Indah (NPI), perusahaan salah satu sub kontraktor menjadi korban dalam kecelakaan itu. Salah seorang di antaranya mengalami cedera sangat serius sehingga harus menjalani perawatan intensif di ruang Intensif Care Unit (ICU) di RSUD AW Sjahranie Samarinda. Anehnya, kasus kecelakaan itu tidak dilaporkan pihak perusahaan ke aparat kepolisian. Kelima korban luka itu adalah Idris (25) warga Loa Duri, Yuliansyah (40) warga Loa Duri, Laurensius (32) warga Palaran, Jaying (32) warga Sei Keledang Samarinda Seberang

serta M Akbar (27) warga Dusun Jahuq RT 19 Kampung Bakungan Kecamatan Loa Janan Kutai Kartanegara. Dari kelima korban, M Akbar mengalami cedera paling serius. Dari data medis yang dihimpun Sapos, tujuh tulang rusuk kanannya patah. Selain itu, tulang bahu kanannya juga patah. Yang paling parah, tulang pinggang belakangnya pecah. Dari pantauan Sapos, kondisi Akbar sudah sedikit lebih baik dibanding saat ia masuk rumah sakit. Ia sudah melewati masa kritis. Akbar sudah sadar dan bisa berkomunikasi dengan keluarganya. Sementara keempat kawannya, meski mengalami beberapa luka lecet dan cedera persendian, mereka tidak perlu menjalani rawat inap. Pasalnya, oleh rumah sakit mereka diizinkan melakukan rawat jalan karena cedera yang mereka derita tidak begitu serius. Idris hanya mengalami lecet di lutut kiri dan mata kiri, Yuliansyah mengalami luka lecet dibetis kiri dan sudut mata kiri, Laurensius mengalami lecet di kaki kiri serta nyeri di dada dan kedua kaki. Sedangkan Jaying hanya mengalami lecet di sudut mata kanan. Informasi yang berhasil dihimpun berdasarkan penuturan beberapa keluarga Akbar yang diwawancarai Sapos di rumah sakit menyebutkan, kecelakaan kerja itu terjadi masih di wilayah tambang ketika kelimanya sedang dalam perjalanan pulang. Dengan menumpangi mobil pikup L300 yang memang digunakan sebagai pengangkut karyawan, kelimanya duduk pada bak mobil. Saat itu, kondisi jalan sedang licin karena seharian hujan mengguyur daerah tersebut. Sekitar 500 meter di belakang kendaraan mereka, truk bermuatan 16 ton batu bara melaju kearah yang sama. Ketika melalui lintasan turunan yang dikenal dengan sebutan Turunan Aren, mobil yang mereka tumpangi tancap gas. Ini selalu dilakukan para sopir agar kendaraan mereka bisa menaiki tanjakan kedua yang lebih tinggi. Melihat ada truk besar di belakangnya, sopir pikup itupun perlahan menepi untuk memberikan jalan agar bisa didahului. Namun, karena terkonsetrasi memperhatikan kendaraan di belakangnya, sopir pikup tidak menyadari kendaraannya semakin mendekati dinding tanggul yang ada di tepi jalan. Hingga akhirnya, ban depan pikup berpenumpang enam orang termasuk sopir itu naik membentur pembatas tanggul. Karena kondisi jalan sangat licin dan jenis ban yang digunakan adalah standar, pikup itupun terputar ke kanan. Tanpa bisa menghindar, truk batu bara dengan berat total 23 ton yang melaju di belakangnya itu langsung menabrak dan menyeret pikup yang ditumpangi Akbar CS itu hingga terbalik.

2.4.2 Analisa Studi Kasus Kedua kasus di atas merupakan kecelakaan yang terjadi pada tambang bawah tanah yang disebabkan oleh runtuhnya terowongan tambang bawah tanah. Kedua kejadian tersebut

berawal dari kegiatan rutin yang dilakukan oleh pekerja tambang untuk menggali tanah yang bertujuan untuk memperluas lubang bukaan tambang. Pada studi kasus 1 belum jelas kepastian penyebab dari kecelakaan yang terjadi. Apakah akibat human error atau karena faktor teknis di lapangan. Karena ditambahkan pula pada saat kecelakaan tersebut lokasi tambang tersebut sedang dalam musim hujan. Kondisi lingkungan dan material juga sangat berpengaruh, mungkin saja atap terowongan tersebut amblas karena ada rembesan air yang masuk kedalamnya. Oleh karena itu di dalam terowongan bawah tanah sangat diperlukan system penyanggaan yang baik Pada studi kasus 2 disebutkan bahwa kecelakaan tersebut berawal kegiatan peledakan yang dilakukan untuk memperluas stope pada blok II. Setelah memasang bahan peledak para pekerja tersebut berlindung di tempat yang aman untuk menghindari reruntuhan batuan yang diakibatkan karena proses peledakan tersebut. Tapi, tiba – tiba terjadi ambrukan dari atap lubang yang mengakibatkan para pekerja tersebut tertimpa ambrukan batuan tersebut. Dalam proses peledakan jarak aman untuk manusia adalah 500 m dan untuk alat adalah 300 m. Di sini kita tidak mengetahui apakah para pekerja tersebut berlindung pada jarak aman yang telah ditentukan. Atau bisa jadi para pekerja tersebut berlindung pada jarak yang tidak aman atau kurang dari 500m. Kalau ini yang terjadi berarti para pekerja tersebut telah melanggar SOP ( Standard Operating Procedure ). Dalam proses peledakan juga pekerja yang bertanggung jawab dalam proses peledakan harus mempunyai sertifikasi. Kemungkinan lainnya kondisi lingkungan dan material batuan sekitar peledakan tersebut. Pada kasus 3 kecelakaan terjadi akibat kelalaian pengemudi mobil pick up L300. Perhatian pengemudi mobil pick up tersebut hanya tertuju pada mobil truck yang bermuatan batubara yang berada dibelakangnya tanpa memperhatikan jalan yang dilaluinya. Ditambah lagi pada saat kejadian terjadi hujan deras mengguyur yang membuat jalan menjadi licin, namun ban mobil pick up tersebut tetap menggunakan ban standar. Tetapi tidak dapat dipungkiri bahwa kendaraan yang dipakai untuk mengangkut karyawan tersebut tidak sesuai dengan prosedur karena mobil yang dipakai melewati daerah tambang seharusnya double gardan, menggunakan ban yang sesuai dengan medan tempuh serta dilengkapi dengan peralatan keamanan. System transportasi lokasi penambangan juga tidak baik karena jalan untuk keluar daerah tambang hanya satu, semua kendaraan baik yang mengangkut batubara maupun mobil karyawan semuanya melewati jalan tersebut.

2.5 Undang-Undang Atau Peraturan Mengenai K3 2.5.1 Peraturan Mengenai K3 Secara Umum Dalam pasal 86 UU No.13 tahun 2003, dinyatakan bahwa setiap pekerja atau buruh mempunyai hak untuk memperoleh perlindungan atas keselamatan dan kesehatan kerja, moral dan kesusilaan dan perlakuan yang sesuai dengan harkat dan martabat serta nilai-nilai agama. Untuk mengantisipasi permasalahan tersebut, maka dikeluarkanlah peraturan perundangan-undangan di bidang keselamatan dan kesehatan kerja sebagai pengganti peraturan sebelumnya yaitu Veiligheids Reglement, STBl No.406 tahun 1910 yang dinilai sudah tidak memadai menghadapi kemajuan dan perkembangan yang ada. Peraturan tersebut adalah Undang-undang No.1 tahun 1970 tentang keselamatan kerja yang ruang lingkupnya meliputi segala lingkungan kerja, baik di darat, didalam tanah, permukaan air, di dalam air maupun udara, yang berada di dalam wilayah kekuasaan hukum Republik Indonesia. Undang-undang tersebut juga mengatur syarat-syarat keselamatan kerja dimulai dari perencanaan, pembuatan, pengangkutan, peredaran, perdagangan, pemasangan, pemakaian, penggunaan, pemeliharaan dan penyimpanan bahan, barang produk tekhnis dan aparat produksi yang mengandung dan dapat menimbulkan bahaya kecelakaan. 2.5.2 Peraturan Mengenai K3 di sektor mineral dan batubara Dalam sektor pertambangan mineral dan batubara, K3 merupakan kunci bisnis yang menjadi prioritas. Seperti yang tercantum dalam Pasal 5, Ayat 1, Keputusan Menteri Pertambangan dan Energi No. 555.K/26/M.PE/1995 tentang K3 Pertambangan Umum, dinyatakan bahwa kegiatan pertambangan, baik eksplorasi maupun eksploitasi baru dapat dimulai setelah pemegang Kuasa Pertambangan (sekarang Pemegang Izin Usaha Pertambangan) memiliki Kepala Teknik Tambang (KTT), yaitu seseorang yang memimpin dan bertanggung jawab atas terlaksananya serta ditaatinya peraturan perundang-undangan K3 pada suatu kegiatan usaha pertambangan. Kemudian, ketika kegiatan pertambangan telah berlangsung, pengusaha harus menghentikan pekerjaan apabila KTT atau petugas yang ditunjuk tidak berada pada pekerjaan usaha tersebut, seperti yang tercantum dalam Pasal 4, Ayat 7, Keputusan Menteri Pertambangan dan Energi No. 555.K/26/M.PE/1995. K3 juga merupakan kewajiban yang melekat bagi pemegang Izin Usaha Pertambangan (IUP) dan Izin Usaha Pertambangan Khusus (IUPK), sebagaiman tercantum dalam Pasal 96, Huruf a, UU No. 4 Tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara. Selanjutnya, pelaksanaan K3 pada kegiatan usaha pertambangan yang dilakukan oleh pemegang IUP, IPR,

atau IUPK tersebut diawasi oleh pemerintah melalui Inspektur Tambang seperti yang tercantum dalam Pasal 141, Ayat 1 dan Ayat 2, UU No. 4 Tahun 2009. Dari penjelasan tersebut, sangat jelas bahwa sektor pertambangan mineral dan batubara memiliki komitmen yang sangat tinggi terhadap K3 yang pengelolaannya diarahkan untuk mendukung kebijakan dalam menciptakan kegiatan pertambangan yang aman, bebas dari kecelakaan kerja, kejadian berbahaya dan penyakit akibat kerja. Berdasarkan Pasal 140 Ayat 3, UU No. 4 Tahun 2009, Menteri, Gubernur dan Bupati/Walikota sesuai dengan kewenangannya melakukan pengawasan atas pelaksanaan kegiatan usaha pertambangan yang dilakukan oleh pemegang IUP, IPR atau IUPK. Berdasarkan Pasal 141 Ayat 1, hal yang menjadi aspek pengawasan adalah: a.

Teknis pertambangan,

b.

Pemasaran,

c.

Keuangan,

d.

Pengelolaan data mineral dan batubara,

e.

Konservasi sumber daya mineral dan batubara,

f.

Keselamatan dan kesehatan kerja pertambangan,

g.

Keselamatan operasi pertambangan,

h.

Pengelolaan lingkungan hidup, reklamasi dan pasca tambang,

i.

Pemanfaatan barang, jasa, teknologi dan kemampuan rekayasa dan rancang bangun dalam negeri,

j.

Pengembangan tenaga kerja teknis pertambangan,

k.

Pengembangan dan pemberdayaan masyarakat setempat,

l.

Penguasaan, pengembangan, dan penerapan teknologi pertambangan,

m. Kegiatan-kegiatan lain di bidang kegiatan usaha pertambangan yang menyangkut kepentingan umum, n.

Pengelolaan IUP atau IUPK, dan

o.

Jumlah, jenis, dan mutu hasil usaha pertambangan. Pengawasan terhadap teknis pertambangan; konservasi sumber daya mineral dan

batubara; keselamatan dan kesehatan kerja pertambangan; keselamatan operasi pertambangan; pengelolaan lingkungan hidup, reklamasi dan pasca tambang; penguasaan, pengembangan, dan penerapan teknologi pertambangan, dilakukan oleh Inspektur Tambang sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan (Pasal 141 Ayat 2). Khusus untuk K3, pengawasan K3 pertambangan dilaksanakan dengan tujuan menghindari kecelakaan dan penyakit akibat kerja. Ruang lingkup K3 pertambangan meliputi:

a.

Keselamatan kerja, Yang dimaksud keselamatan kerja antara lain berupa:

 Manajemen risiko,  Program keselamatan kerja,  Pelatihan dan pendidikan keselamatan kerja,  Administrasi keselamatan kerja,  Manajemen keadaan darurat,  Inspeksi dan Audit keselamatan kerja,  Pencegahan dan penyelidikan kecelakaan. b.

Kesehatan kerja, Yang dimaksud kesehatan kerja antara lain berupa:

 Program kesehatan kerja  Pemeriksaan kesehatan pekerja,  Pencegahan penyakit akibat kerja,  Diagnosis dan pemeriksaan penyakit akibat kerja  Hiegiene dan sanitasi,  Pengelolaan makanan, minuman dan gizi kerja,  Ergonomis. c.

Lingkungan Kerja, Yang dimaksud lingkungan kerja antara lain berupa:

 Pengendalian debu,  Pengendalian kebisingan,  Pengendalian getaran,  Pencahayaan,  Kualitas udara kerja (kuantitas dan kualitas)  Pengendalian radiasi  House keeping. d.

Sistem Manajemen K3. Selain K3, dalam pertambangan mineral dan batubara dikenal pula “Keselamatan

Operasi Pertambangan”. Pengawasan Keselamatan Operasi Pertambangan dilaksanakan dengan tujuan menciptakan kegiatan operasi pertambangan yang aman dan selamat. Ruang lingkup Keselamatan Operasi Pertambangan meliputi:  Evaluasi laporan hasil kajian,

 Pemenuhan standardisasi instalasi,  Pengamanan instalasi,  Kelayakan sarana, prasarana dan instalasi peralatan pertambangan  Kompetensi tenaga teknik. Pelaksanaan pengawasan K3 dan keselamatan operasi pertambangan oleh Direktorat Jenderal Mineral, Batubara dan Panas Bumi dilaksanakan dalam bentuk: a.

Pengawasan Administratif Pengawasan administratif meliputi:

 Bahan peledak (Format IVi / Rekomendasi)  Laporan kecelakaan (Format IIIi; Vi; VIi; VIIi; VIIIi; IXi)  Peralatan (dokumen untuk perijinan)  Persetujuan (hasil kajian tinggi jenjang, ventilasi, penyanggaan, dan lain-lain)  Laporan pelaksanaan program K3 (Triwulan)  Rencana Kerja Tahunan Teknis dan Lingkungan (RKTTL) b.

Pengawasan Operasional / Lapangan Inspeksi K3, Inspeksi dilaksanakan oleh PIT/IT yang berkordinasi dengan pengawas

daerah. Contoh objek yang diinspeksi antara lain area penambangan, haul road, perbengkelan, pabrik, pengolahan, pelabuhan, fasilitas dan instalasi lainnya. Pengawasan operasional / lapangan meliputi:  Pemeriksaan / Penyelidikan Kecelakaan  Pemeriksaan / Penyelidikan Kejadian Berbahaya  Pengujian Kelayakan Sarana, Peralatan dan Instalasi c.

Pengujian sarana, peralatan dan instalasi meliputi:

 Sistem Ventilasi,  Sistem Penyanggaan,  Kestabilan Lereng,  Gudang Bahan Peledak  Penimbunan Bahan Bakar Cair  Kapal Keruk  Kapal Isap  Alat Angkut Orang, Barang, dan Material  Alat Angkat  Bejana Bertekanan

 Instalasi Pipa  Pressure Safety Valve  Peralatan Listrik  Pengujian Kondisi Lingkungan Kerja  Pengujian/penilaian kompetensi d.

Pengujian/penilaian kompetensi meliputi;

 Penilaian kompetensi calon Kepala Teknik Tambang  Pengujian kompetensi Juru Ledak  Pengujian Kompetensi Juru Ukur  Pengujian Kompetensi Pengawas Operasional (POP; POM; POU)  Pengujian Kompetensi Juru Las (bekerja sama dengan pihak ke-3)  Pengujian Kompetensi Operator alat angkat (bekerja sama dengan pihak ke-3)  Peraturan / Undang-undang di Sektor Mineral dan Batubara yang Mengatur K3

Beberapa peraturan yang menjadi dasar pengelolaan K3 di pertambangan mineral dan batubara adalah sebagai berikut: a.

UU No.4 Tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara

b.

UU No.32 Tahun 2004 tentang Otonomi Daerah

c.

UU No. 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan Undang-Undang ini mengatur mengenai segala hal yang berhubungan dengan ketenagakerjaan mulai dari upah kerja, jam kerja, hak maternal, cuti sampi dengan keselamatan dan kesehatan kerja.

d.

UU No. 1 Tahun 1970 tentang Keselamatan Kerja Ruang lingkup Undang-Undang ini meliputi segala lingkungan kerja, baik di darat, didalam tanah, permukaan air, di dalam air maupun udara, yang berada di dalam wilayah kekuasaan hukum Republik Indonesia.

e.

Undang-undang nomor 23 tahun 1992 tentang Kesehatan. Undang-Undang ini menyatakan bahwa secara khusus perusahaan berkewajiban memeriksakan kesehatan badan, kondisi mental dan kemampuan fisik pekerja yang baru maupun yang akan dipindahkan ke tempat kerja baru, sesuai dengan sifat-sifat pekerjaan yang diberikan kepada pekerja, serta pemeriksaan kesehatan secara berkala. Sebaliknya para pekerja juga berkewajiban memakai alat pelindung diri (APD) dengan tepat dan benar serta mematuhi semua syarat keselamatan dan kesehatan kerja yang

diwajibkan. Undang-undang nomor 23 tahun 1992, pasal 23 Tentang Kesehatan Kerja juga menekankan pentingnya kesehatan kerja agar setiap pekerja dapat bekerja secara sehat tanpa membahayakan diri sendiri dan masyarakat sekelilingnya hingga diperoleh produktifitas kerja yang optimal. Karena itu, kesehatan kerja meliputi pelayanan kesehatan kerja, pencegahan penyakit akibat kerja dan syarat kesehatan kerja. f.

PP No.38 Tahun 2007 tentang Pembagian Urusan Pemerintahan antara Pemerintah, Pemprov dan Pemkab/Kota

g.

PP No.19 Tahun 1973 tentang Pengaturan dan Pengawasan K3 di Bidang Pertambangan

h.

Kepmen No.555.K Tahun 1995 tentang K3 Pertambangan Umum

i.

Kepmen.No.2555.K Tahun 1993 tentang PIT Pertambangan Umum.

j.

Keputusan Bersama Menteri ESDM dan Kepala Badan Kepegawaian Negara No. 1247.K/70/MEM/2002 dan No. 17 Tahun 2002 tentang Petunjuk Pelaksanaan Jabatan Fungsional Inspektur Tambang dan Angka Kreditnya

2.5.3 Landasan Hukum Kriteria Kecalakaan Tambang Mengenai kriteria kecelakaan tambang (referensi keputusan mentamben no 555.K/26/M.PE/1995 tentang K3 pertambangan umum. Kecelakaan tambang harus memenuhi 5 unsur yaitu : 1. Benar-benar terjadi 2. Mengakibatkan cidera pekerja tambang atau orang yang diberi izin oleh kepala tehnik tambang 3. Akibat kegiatan usaha pertambangan 4. Terjadi pada jam kerja tambang yang mendapat cidera atau setiap orang yang diberi izin dana 5. Terjadi di dalam wilayah kegiatan usaha pertambangan atau wilayah proyek

BAB III PENUTUP

3.1

Kesimpulan Manajemen Resiko Pertambangan adalah suatu proses interaksi yang digunakan oleh

perusahaan pertambangan untuk mengidentifikasi,mengevaluasi,dan menanggulangi bahaya di tempat kerja guna mengurangi resiko bahaya seperti kebakaran, ledakan, tertimbun longsoran tanah, gas beracun, suhu yang ekstrem,dll.Jadi, manajemen resiko merupakan suatu alat yang bila digunakan secara benar akan menghasilkan lingkungan kerja yang aman,bebas dari ancaman bahaya di tempat kerja.Terjadinya kecelakaan kerja tentu saja menjadikan masalah yang besar bagi kelangsungan suatu usaha. Kerugian yang diderita tidak hanya berupa kerugian materi yang cukup besar namun lebih dari itu adalah timbulnya korban jiwa yang tidak sedikit jumlahnya. Kehilangan sumber daya manusia ini merupakan kerugian yang sangat besar karena manusia adalah satu-satunya sumber daya yang tidak dapat digantikan oleh teknologi apapun. Peraturan perundang-undangan tentang K3 pertambangan dibuat untuk memenuhi kebutuhan keselamatan kerja di lingkup wilayah pertambangan. Sehingga dapat meminimalisir berbagai resiko kecelakaan yang dapat membahayakan keselamatan pekerja, karena kita ketahui bersama wilayah kerja pertambangan memiliki resiko kecelakaan yang tinggi. Sehingga dengan berbagai peraturan dapat dilaksanakan pada perusahaan pertambangan. 3.2

Solusi Studi Kasus Dalam setiap kegiatan penambangan terutama kegiatan penambangan bawah tanah yang

memiliki resiko kecelakaan yang lebih besar sangat perlu diperhatikan Standard Operating Procedure (SOP) yang telah ditetapkan oleh tiap-tiap perusahaan. Kedisiplinan dari pekerja terhadap peraturan yang telah ditetapkan juga merupakan faktor penting untuk mengurangi potensi kecelakaan yang terjadi dalam pekerjaan. Peningkatan keamanan kerja juga sangat penting dilakukan agar pekerja dapat bekerja dalam lingkungan kerja yang aman. Juga sangat perlu diperhatikan metode peledakan yang dilakukan dan juga kekuatan bahan peledak yang digunakan. Apabila kekuatan bahan peledak terlalu kuat, ini sangat berbahaya untuk pekerja yang berada di dalam tambang, karena getarannya akan berpengaruh terhadap kekuata batuan di sekitarnya. Dan bisa terjadi ambrukan batuan dari atap terowongan yang bisa menimbun peralatan dan pekerja yang ada di bawahnya.

DAFTAR PUSTAKA Anonim. 2015. “Alat Keselamatan Kerja Tambang Wajib Tambang Bawah Tanah”. http://safetynet.asia/alat-keselamatan-kerja-tambang-wajib-bagi-pekerja-tambangbawah-tanah/. (diakses tanggal 24 November 2018) Anonim. 2016. “Pengertian, Maksud, dan Tujuan K3 dalam Lingkungan Kerja”. http://sepatusafetyonline.com/ . (diakses tanggal 24 November 2018) Kurniawan,

Eka.

2017.

”K3

pada

Perusahaan

PT.

Adaro

Indonesia”.

http://ekakurniawan45.blogspot.co.id/ . (diakses tanggal 24 November 2018) Mar'ati,

S.

2008.

“Program

K3

dan

Produktivitas

Kerja”

[pdf].

http://repository.unhas.ac.id/bitstream/handle/123456789/4095/Bab%201%20Bab%206.pdf?sequence=2 . (diakses tanggal 24 November 2018) Poerwanto, Helena dan Syaifullah. 2005. Hukum Perburuhan Bidang Kesehatan dan Keselamatan Kerja. Jakarta: Badan Penerbit Fakultas Hukum Universitas Indonesia

Related Documents


More Documents from "purnama siregar"

Tugas Uut 1.doc
December 2019 12
Tabel.docx
December 2019 13
Tugas Kebijakan Doni.docx
December 2019 6
Chart.pdf
May 2020 4