Surat Untuk Guru 24 Kampanye Pendidikan Budi Pekerti

  • Uploaded by: Leo Sutrisno
  • 0
  • 0
  • May 2020
  • PDF

This document was uploaded by user and they confirmed that they have the permission to share it. If you are author or own the copyright of this book, please report to us by using this DMCA report form. Report DMCA


Overview

Download & View Surat Untuk Guru 24 Kampanye Pendidikan Budi Pekerti as PDF for free.

More details

  • Words: 611
  • Pages: 2
Hati-hati dengan pendidikan budi pekerti Leo Sutrisno Anakku Setia Nugraha, Dalam es-em-es-mu, engkau setuju dengan pernyataan salah satu capres yang akan menerapkan pendidikan budi pekerti di semua sekolah dan semua jenjang pendidikan untuk membangun karakter bangsa. Karena, kini banyak anak muda (juga sebagaian orang tua, bukan?), yang tidak mengenal ’tata krama’ dan sopan santun ketimuran. Misalnya saja, sembari berbicara dengan orang tua berkacak pinggang dsb. Selain itu, memang sudah ada pendidikan agama dan pendidikan kewarganegaraan. Betul, ada pendidikan agama. Tetapi agama itu kan yang mengatur hubungan dengan ’Yang Atas’. Juga pendidikan Kewarganegaraan itu mengatur cara bertindak sebagai bangsa, bangsa Indonesia. Pendidikan budi pekerti berkaitan dengan tata cara berhubungan dengan sesama. Pendidikan budi pekerti berhubungan dengan etika estetika. Karena itu memang layak diselenggarakan di sekolah. Baik anakku, pendidikan budi pekerti memang mengajarkan hal-hal yang berhubungan dengan tata cara berelasi dengan yang lain. Pendidikan budi pekerti berhubungan dengan perilaku dalam berinteraksi dengan yang lain. Orang mengatakan, budi pekerti berhubungan dengan sopan santun yang mengatur bagaimana bertutur dan bertindak. Budi perkerti berhubungan dengan nilai, norma dan kaidah yang mengatur hubungan interaksi sosial antar anggota masyarakat. Budi pekerti berbicara tentang yang baik dan yang tidak baik. Budi pekerti bebicara antara yang sopan dan yang tidak sopan. Budi pekerti berbicara antara yang santun dan yang tidak santun, menurut adat-istiadat masyarakat tertentu. Misalnya, pada suatu waktu dulu, 37 tahun yang lalu di Pontianak, Bapak bertanya kepada seorang mahasiswa bagaimana cara saya agar dapat pergi ke pasar Seroja. Mahasiswa itu berkata, ”Naik oplet itu!” sambil memoncongkan mulutnya ke depan dengan muka diarahkan ke oplet. Saat itu, dalam hati Bapak berguman, ”Alangkah tidak sopannya orang ini”. Kenapa?! Karena, di Yogya kita tidak pernah melihat hal seperti itu dilakukan orang. Di Yogya, jika ngin menunjukkan arah ke pada orang lain menggunakan ibu jari yang ditegakkan dan di arahkan sesuai dengan yang dimaksud, bahkan sering juga dikuatkan dengan sikap tubuh yang sedikit membungkuk. Yang seperti ini Bapak anggap sopan. Tetapi, apa yang terjadi. Tindakan menunjukkan arah dengan mulut dimoncongkan ke depan itu hingga kini masih terjadi di Pontianak dan tetap diterima oleh banyak orang. Meraka yang melakukan dan lawan bicaranya tidak ada yang merasa tersinggung. Nah, apakah kita dapat mengatakan tidak sopan? Sopan dan santun memang terikat pada adat dan tata cara masyarakat tertentu. Orang bilang ’lain lubuk lain ikannya, lain ladang lain belalangnya’. Kita menyebutnya, ’désa mawa cara, kutha mawa tata’.

Karena itu, kelak jika engkau akan mengajarkan budi pekerti sebaiknya engkau mengajarkan budi pekerti yang berlaku di dalam masyarakat banyak yang baerada di sekitar sekolahmu. Engkau jangan begitu saja menggunakan buku ajar budi pekerti yang engkau beli di Yogya. Buku-buku itu berisi ajaran budi pekerti Jawa. Sopan dan santunnya diukur di dalam etika Jawa. Engkau harus menyusun etika yang berlaku di dalam masyarakat setempat. Kalau tidak maka engkau akan melakukan jawanisasi masyarakat di tempat engkau bekerja. Itu tidak baik dilakukan. Tetapi, apa yang harus dilakukan kalau ada siswa-siswi yang akan pergi ke tempat lain? Bagi mereka ini, bimbinglah agar tahu adat-istiadat mesyarakat yang akan di datangi sebelum berangkat. Orang-orang mancanegara yang akan datang ke negara kita juga melkukan hal seperti itu. Jauh hari sebelum meninggalkan negaranya menuju Indonesia mereka mempalajari hal-hal yang sering dilakukan orang Indonesia. Bahkan, mereka juga mempeljari kata-kata ’kasar’, ’makian’, ’cemoohan’ serta kata-kata yang lain yang tidak baik diucapkan. Sehingga, apa yang engkau lihat, mereka tampak jauh lebih sopan daripada kita, bukan?! Yang penting, dengan pendidikan budi pekerti, engkau jangan sampai mengubah identitas siswa-siswi-mu. Biarkan mereka tumbuh dan berkembang dengan identitasnya sendiri. Tugasmu, sebagai guru membantu mereka mengembangkan pribadi dan kemampuannya sendiri. Jangan sampai mereka kau jadikan epigonmu. Mereka tetap mereka negkau tetap engkau. Saya kira hingga di sini surat Bapak. Doa Bapak dan Ibu menyertaimu.

Related Documents


More Documents from "Leo Sutrisno"