BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah Tindak pidana pemalsuan uang tidak hanya terjadi pada saat sekarang akan tetapi sudah terjadi sejak masa lampau, sejak zaman Romawi kuno. Hal-hal yang menjadi motivasi seseorang untuk melakukan tindak pidana juga memerlukan penelitian yang mendalam. Tetapi yang jelas mereka hanya ingin mendapatkan keuntungan pribadi tanpa mempertimbangkan resiko yang akan dihadapi. Penelitian tentang tindak pidana pemalsuan uang dalam skripsi ini merupakan suatu penelitian yang didasarkan pada permasalahan yang bersifat aktual, sebab perkara tindak pemalsuan uang pada akhir-akhir ini sering terjadi. Dari situlah maka penulis ingin membahas secara tuntas tentang tindak pidana tersebut. Berbekal dengan temuan perkara tindak pidana pemalsuan uang pada Pengadilan Negeri Tangerang maka penulis mendapatkan inspirasi untuk meneliti permasalahan yang menyangkut faktor-faktor terjadinya tindak pidana pemalsuan uang. Setiap negara memiliki peraturan sebagai pedoman kepada setiap warga negaranya demi tercipta ketertiban dan ketentraman dalam masyarakat. Dengan terbentuknya peraturan diharapkan kepada setiap warga negara taat sehingga ada rasa takut untuk melakukan suatu kejahatan.
1
Bangsa Indonesia merupakan bangsa yang terkenal dengan adat istiadat dan kepribadiannya yang luhur. Pada zaman dahulu Bangsa Indonesia sangat disegani oleh bangsa lain karena kepribadiannya dan kesantunannya. Seiring dengan perkembangan IPTEK ( Ilmu Pengetahuan dan Teknologi) banyak orang pandai, akan tetapi kepandaian tersebut tidak diikuti dengan etika dan moral yang baik sehingga banyak orang yang memanfaatkan kepandaian tersebut untuk berbuat yang melanggar aturan negara. Maraknya berbagai macan jenis kejahatan suatu bukti bahwa tingkat moralitas dan akhlak masyarakat sudah mulai berkurang. Sebagai contoh akhirakhir ini banyak terjadi aksi-aksi penipuan salah satunya yaitu maraknya peredaran uang palsu. Peredaran uang palsu ini tidak hanya melanda pada warga kota bahkan sudah mencapai ke seluruh pelosok tanah air. Tindak pidana pemalsuan uang merupakan delik formil yaitu delik yang dianggap telah terlaksana apabila telah dilakukan suatu tindakan yang terlarang. Dalam delik formil hubungan kausal mungkin diperlukan pula tetapi berbeda dengan yang diperlukan dalam delik materiil, dengan demikian dikatakan bahwa delik materiil tidak dirumuskan secara jelas, lain dengan formil yang dilarang dengan dengan tegas adalah perbuatannya. Dalam delik formil yaitu apabila perbuatan dan akibatnya terpisah menurut waktu, jadi timbulnya akibat yang tertentu itu baru kemudian terjadi. Pengaturan ancaman terhadap tindak pidana pemalsuan uang secara spesifik diatur dalam KUHP pada pasal 244 dan pasal 245. Perbedaan kedua pasal tersebut
2
adalah hanya perbedaan unsur saja, jika pada pasal 245 mengancam pelaku yang dengan sengaja mengedarkan atau menyimpan uang palsu. Sedangkan pada pasal 244 dijelaskan terhadap ancaman pidana terhadap orang yang dengan sengaja meniru atau membuat uang palsu. Penelitian ini akan difokuskan pada No perkara 1425/PID.B/2005/PN.TNG dengan nama terdakwa Muktar als. Tar bin Muhamad Latif yang telah tertangkap oleh pihak kepolisian yang dengan sengaja mengedarkan uang palsu pecahan Rp. 100.000,- (Seratus ribu rupiah) pada tanggal 17 Agustus 2005 di Pasar Cikokol Tangerang. Oleh karena penelitian didalam buku ini difokuskan pada perkara di atas maka pembahasan hal yang bersifat Yuridis terhadap perkara yang kemudian akan menghasilkan suatu bahan analisa yang dapat dipergunakan untuk memperkaya ilmu pengetahuan khususnya dalam Ilmu Hukum Pidana. Pada umumnya ada 6 macam unsur obyektif1 yang terdapat dalam rumusan tindak pidana yaitu: 1. Tingkah laku seseorang (handeling) 2. Akibat yang menjadi syarat mutlak delik 3. Unsur sifat melawan hukum yang dirumuskan secara formil 4. Unsur yang menentukan sifat perbuatan (voorwaarden die de straf barheid bepalen) 5. Unsur melawan hukum yang memberatkan pidana 1
Suharto, Hukum Pidana Materiil. Jakarta. Penerbit Sinar Grafika.2002
3
6. Unsur tambahan dari suatu tindak pidana (big komande voorwaarden van het straf barheid) Bahan unsur-unsur dari angka 1 sampai dengan angka 6 adalah rumusan perbuatan pidana yang mempunyai ciri-ciri khusus dalam unsur-unsur yang berupa perbedaan materiil harus dimasukkan dalam uraian surat dakwaan untuk dibuktikan di muka sidang pengadilan. Pada pokoknya kejahatan uang palsu terdiri dari 4 unsur kegiatan pokok yaitu: 1. Meniru 2. Memalsukan 3. Mengedarkan 4. Menyimpan Perbuatan meniru pada umumnya merupakan perbuatan membuat sesuatu yang mirip dengan sesuatu yang lain dan yang memberikan sifat asli. Dalam hal meniru merupakan perbuatan membuat mata uang atau uang kertas bank yang memperlihatkan sifat asli. Penghukuman terhadap pembuat perbuatan peniruan mata uang kertas atau uang kertas bank, tidak tergantung pada kurangnya banyaknya kesamaaan dengan yang asli, hanya melakukan pembuatan mata uang. Memahami enam macam unsur obyektif tersebut perlu untuk menyiapkan Berita Acara Pemeriksaan (B.A.P) yang akan digunakan sebagai dasar membuat surat dakwaan.
4
Dalam hal ini persamaan persepsi atas suatu perkara antara penyidik dan penuntut umum harus sama, utnuk itu masing-masing diperlukan sikap yang transparan demi tercipta suatu tujuan hukum yaitu kebenaran dan keadilan. Diharapkan dengan penelitian dapat membantu pekerjaan dari beberapa instansi yang terkait sehingga dapat terselesaikan dengan baik. Sebaik-baiknya undang-undang tergantung dari pelaksanaannya, untuk itu mari bersama-sama menempatkan diri, apapun profesinya baik yang bergerak baik di bidang penegak hukum, pejabat yang bergerak di bidang jasa pengabdian masyarakat yang menjadi pelengkap kesempurnaan negara dan bangsa, tidak akan mengkhianati hati nurani. Hati nurani hanya dapat dibina melalui penghayatan, pemahaman dan pengenalan Ketuhanan Yang Maha Esa. Berpedoman pada sila pertama pancasila kelakuan yang amoral dihilangkan dengan mendengarkan pesan suci yang telah diamanatkan oleh rasul agar dijalankan semua umat manusia. Atas dasar uraian di atas maka Penulis berkeinginan untuk melakukan penelitian lebih jauh tentang “ANALISIS KRIMINOLOGIS TERHADAP KEJAHATAN PEMALSUAN UANG” dengan melakukan studi kasus pada perkara No.1425/PID.B/2005/PN.TNG.
B. Pokok Permasalahan Di dalam kehidupan banyak sekali masalah-masalah yang dapat diteliti, baik untuk kepentingan pengembangan ilmu maupun untuk kebutuhan praktek. Di
5
dalam bidang hukum, banyak masalah-masalah hukum yang ditemukan untuk kemudian di lakukan suatu penelitian. Adapun pokok permasalahan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut : 1. Bagaimanakah peredaran mata uang palsu di Indonesia serta siapa saja pihak-pihak yang terlibat dan apa factor-faktor yang menyebabkan terjadinya tindak pidana pemalsuan uang ? 2. Apa yang menjadi unsur pidana dan bagaimana ancaman pidana dari perbuatan tindak pidana pemalsuan uang ?
C. Tujuan dan Kegunaan Penelitian 1. Tujuan Penelitian a) Untuk mengetahui peredaran mata uang palsu dan faktor-faktor yang menyebabkan terjadinya pemalsuan uang. b) Untuk mengetahui unsur-unsur pidana yang terdapat dalam tindak pidana pemalsuan uang. c) Untuk mengetahui ancaman pidana terhadap tindak pidana pemalsuan uang berdasarkan perkara No.1425/PID.B/2005/PN.TNG sesuai dengan ketentuan yang terdapat dalam KUHP. d) Untuk mengetahui sejauh mana upaya pemerintah dalam menanggulangi atau memberantas terhadap pelaku tindak pidana pemalsuan uang. 2. Kegunaan Penelitian
6
a) Mewujudkan efektifitas peraturan perundang-undangan dalam upaya mengurangi kejahatan dan meningkatkan kedisiplinan agar tercipta suatu keadilan, ketertiban dan ketentraman di dalam masyarakat. b) Dari segi teoritis : 1) Menghasilkan pemikiran-pemikiran yang bersifat praktis yang mampu memberikan wacana kepada para Mahasiswa khususnya dan masyarakat pada umumnya tentang bahaya pemalsuan dan peredaran uang palsu. 2) Efektifitas KUHP dalam upaya penanggulangan tindak pidana pemalsuan uang. 3) Memberikan analisa yuridis khususnya dalam membantu aparat penegak hukum dan masyarakat terhadap bahaya peredaran uang palsu. c) Dari segi praktis Mensosialisasikan pada masyarakat agar lebih protektif terhadap peredaran mata uang palsu, membantu aparat penegak hukum dalam menanggulangi peredaran mata uang palsu bersama-sama dengan masyarakat agar melaporkan setiap kegiatan yang dianggap dapat membahayakan keselamatan atau mengganggu ketertiban, meningkatkan kedisiplinan hukum terhadap para aparat penegak hukum dan masyarakat agar tercipta kedisiplinan.
7
D. Metode Penelitian Dalam pengertiannya metode penelitian di sini merupakan suatu cara untuk mempelajari masalah, menganalisis, menyelidiki atau meneliti suatu bidang ilmu pengetahuan yang dijalankan untuk memperoleh fakta dengan maksud bahwa informasi yang telah dikumpulkan akan releven dengan masalah yang diselidiki dalam hal ini adalah masalah tindak pidana pemalsuan uang khususnya dalam perkara No.1425/PID/.B/2005/PN.TNG sehingga keterangan-keterangan tersebut melalui pemikiran-pemikiran dengan mengkaitkan literature-literature yang ada dapat diperoleh suatu kesimpulan yang dapat dipercaya kebenarannya dan dapat dipertanggungjawabkan hasilnya. Dalam penelitian ada beberapa unsur kegiatan yang merupakan bagian dari kegiatan itu masing-masing unsur bagian kegiatan itu mempunyai metode dan cara tersendiri yang dilakukan untuk berhasilnya penelitian. Dalam penelitian ini digunakan metode sebagai berikut: 1. Tipe Penelitian a) Penelitian hukum normative atau lebih di kenal dengan (Library Research atau penelitian pustaka) yaitu: Sebagai landasan ilmiah yang dikemukakan teori-teori yang berhubungan dengan pokok permasalahan dari referensi dan dokumen lainnya seperti makalah, hasil seminar, Undang-undang serta karya ilmiah yang ada kaitannya dengan permasalahan penelitian. Penelitian normative bertujuan untuk meneliti tentang perbandingan hukum, sejarah hukum dan
8
sinkronisasi hukum, sistematika hukum, serta penemuan-penemuan asasasas hukum positif. b) Penelitian hukum empiris (Field Research/penelitian lapangan) adalah penelitian tentang hukum di dalam pelaksanaannya, baik terhadap efektifitas hukum dalam masyarakat maupun identifikasi di lapangan penelitian ini di lakukan dengan: 1) Wawancara dengan informan dalam hal ini dengan Panitra, Jaksa, Hakim yang mengadili perkara No.1425/PID.B/2005/PN.TNG guna memperoleh keterangan nyata/konkrit tentang data yang diperlukan. 2) Melakukan observasi (pengamatan) terhadap responden. 2. Sumber Data Sumber data dalam penelitian ini terbagi atas dua jenis data yaitu: a) Data Sekunder yang terbagi atas: 1) Peraturan perundang-undangan yang terkait dengan tindak pidana pemalsuan uang yaitu KUHP (Kitab Undang-Undang Hukum Pidana) 2) Buku-buku yang ada kaitannya tindak pidana yang dijadikan sebagai bahan analisa dalam penelitian ini adalah Buku Hukum Pidana Materiil, Hukum Pidana Bagian Khusus (KUHP Bagian II), Pengantar Penelitian Hukum, Bungan Rampai Hukum Pidana, Asas-asas Hukum Pidana, Hukum Pidana Ekonomi. 3) Bahan Hukum Tersier yang terdiri dari kamus hukum, Kamus Bahasa Belanda, Kamus Bahasa Indonesia dan Kamus Bahasa Inggris.
9
b) Data Primer merupakan data yang diperoleh langsung di lapangan melalui wawancara dengan responden untuk memperoleh data dan fakta yang terjadi di lapangan. 4. Cara dan Alat Pengumpulan Data Cara dan alat pengumpulan data dalam penelitian ini adalah sebagai berikut: a) Membuat konsep secara tertulis dari bahan-bahan yang diperoleh dari studi pustaka dengan cara meringkas atau mengambil intisari dari buku yang ada kaitannya dengan masalah penelitian kemudian disimpan dalam bentuk dokumentasi untuk kemudian dipergunakan dalam pembahasan masalah penelitian. b) Melakukan wawancara dengan para aparat penegak hukum yang menangani perkara No.1425/PID.B/2005/PN.TNG khususnya kepada Panitra, Jaksa Penuntut Umum dan Hakim yang mengadili perkara tersebut. c) Mengikuti atau mengamati proses persidangan untuk mengetahui bagaimana prosedur peradilan terhadap suatu perkara pidana. 5) Analisis Data Di dalam suatu penelitian digunakan teknik analisa data, teknik analisa data ini terbagi atas dua bagian yaitu Teknik Analisa Kuantitatif dan Teknik Analisa Kualitatif. Dalam penelitian hukum khususnya digunakan teknik analisa data kualitatif disebabkan penelitian hukum bersifat deskriptif di mana
10
dari data yang ada, baik data primer atau data sekunder yang sudah terkumpul dan dibahas, kemudian akan menghasilkan suatu kesimpulan.
E. Landasan Teori Penelitian tentang tindak pidana pemalsuan uang dalam skripsi ini merupakan suatu penelitian yang didasarkan pada permasalahan yang bersifat aktual, sebab perkara tindak pidana pemalsuan uang pada akhir-akhir ini sering terjadi. Dari situlah penulis ingin membahas secara tuntas tindak pidana tersebut. Adapun Landasan landasan teori dalam penelitian ini adalah: 1. Pasal 244 KUHP “Barangsiapa meniru atau memalsukan mata uang atau uang kertas negara atau uang kertas bank, dengan maksud untuk menjalankan atau menyuruh menjalankan mata uang atau uang kertas negara atau uang kertas bank itu sebagai yang asli dan tidak dipalsukan, dipidana dengan pidana penjara selama-lamanya lima belas tahun”. 2. Pasal 245 KUHP “Barangsiapa dengan sengaja mengeluarkan mata uang atau uang kertas negara atau uang kertas bank yang ditirunya atau dipalsukannya sendiri atau yang ada waktu diterimanya diketahui akan palsu atau dipalsukan itu, sebagai mata uang atau uang kertas negara atau uang kertas bank asli dan yang tidak dipalsukan ataupun yang menyimpan atau memasukkan ke daerah Republik Indonesia mata uang dan uang kertas negara atau uang kertas bank yang demikian, dengan maksud untuk mengeluarkan atau menyuruh mengeluarkan sebagai yang asli dan tidak dipalsukan, dipidana dengan pidana penjara selamalamanya lima belas tahun”. F. Definisi Operasional
11
Ada beberapa definisi yang perlu dijelaskan dalam penelitian ini agar tidak terjadi salah penafsiran. Istilah tersebut antara lain: 1. Hukum Pidana adalah semua perintah-perintah atau larangan-larangan yang diadakan oleh negara dan yang diancam dengan suatu pidana atau nestapa (led) bagi siapa yang tidak mentaatinya. (definisi menurut Prof. Simons) 2. Delik Formil adalah delik yang dianggap telah terlaksana apabila telah dilakukan suatu tindakan yang terlarang. 3. Meniru adalah membuat yang menyerupai uang dengan bahan logam yang lebih murah atau lebih mahal atau semula tidak terdapat sesuatu mata uang, kemudian orang membuat suatu mata uang seolah-olah mata uang asli dan tidak dipalsukan. 4. Mengedarkan adalah perbuatan penggunaan uang palsu di dalam peredaran atau penggunaan uang palsu itu sebagai alat pembayaran dalam lalu lintas pembayaran. 5. Menyimpan adalah suatu perbuatan dalam arti mempunyai persediaan uang palsu serta barang itu dalam kekuasaannya.
G. Sistematika Pembahasan Agar mendapat hasil yang maksimal maka dalam penyusunan laporan inipun perlu diperhatikan sistematika dalam pembahasan masalahnya. Adapun sistematika atau urutan dalam penyusunan laporan skripsi ini adalah sebagai berikut:
12
BAB I
PENDAHULUAN Pada Bab I ini akan membahas mengenai Latar Belakang Masalah, Pokok Permasalahan yang akan diteliti, Tujuan dan Kegunaan Penelitian, Metode Penelitian,
Landasan
Teori/Kerangka
Teori,
Definisi
Operasional,
Sistematika Pembahasan dan Kepustakaan. BAB II TINJAUAN
UMUM
TERHADAP
TINDAK
KEJAHATAN
PEMALSUAN UANG Pada Bab II ini akan membahas mengenai Politik Kriminal dalam Rangka Penanggulangan Tindak Pidana Perbankan dalam Kerangka Tindak Pidana Perekonomian, Faktor Kriminogen, Peranan Sistem Peradilan Pidana, Karakteristik dan Jenis Tindak Pidana Ekonomi, Pemalsuan Mata Uang, Uang Kertas Negara dan Uang Kertas Bank dan beberapa sebab timbulnya kejahatan. BAB III PENELITIAN ATAS PERKARA No.1425/PID.B/2005/PN.TNG DI PENGADILAN NEGERI TANGERANG Pada Bab III ini akan membahas mengenai Kejahatan Pemalsuan Uang, Asas-asas Hukum Pidana yang diberlakukan dalam Tindak Pidana Pemalsuan uang, Unsur-unsur Tindak Pidana Pemalsuan Uang. BAB IV ANALISA YURIDIS TINDAK KEJAHATAN PEMALSUAN UANG Pada Bab IV ini akan membahas mengenai Identitas Terdakwa, Uraian Kejadian, Keterangan Saksi, Alat Bukti, Barang Bukti, Tuntutan dan Putusan serta Analisa Kriminologis.
13
BAB V PENUTUP Pada Bab V ini membahas tentang Keimpulan dan Saran-saran atau Intisari dari Penelitian. DAFTAR PUSTAKA
14
BAB II TINAJUAAN UMUM TERHADAP FAKTOR TERJADINYA TINDAK PIDANA PEMALSUAN UANG
A. Politik
Kriminal
Dalam
Rangka
Penganggulangan
Tindak
Pidana
Perbankan Dalam Kerangka Tindak Pidana Perkonomian2 Sebuah tehnologi komputer sudah merupakan suatu alat Bantu yang amat bermanfat bagi masyarakat dan digunakan pada berbagai aktifitas manusia dalam kehidupannya, seperti rumah tangga, sekolah, perdagangan dan pemerintahan. Namun dengan penggunaan komputer yang semakin meningkat tersebut akhirnya disadari bahwa, berbagai kemungkinan yang buruk dapat atau telah terjadi, baik yang diakibatkan oleh keteledoran dan kekurangan kemampuan maupun kesengajaan yang dilandasi sikap batin yang tidak terpuji. Kejahatan komputer semakin menjadi persoalan internasional dan membutuhkan kerjasama internasional, sehubungan dengan meningkatnya transnational/transborder data flow melalui jaringan komunikasi internasional, dari sini jelas bahwa menanggulangi kejahatan komputer bukan lagi masalah suatu negara, akan tetapi membutuhkan kerjasama internasional yang erat, khsusunya dalam penelitian kriminologis, perubahan rumusan Undang-undang, pengembangan strategis pengamanan dan penuntutan, sebagaimana yang telah
2
Prof. Dr. Muladi, SH, Kerjasama Hukum Indonesia-Belanda di Purwokerto tanggal 18 dan 19 Agustus 1990, Disampaikan pada Penataran Hukum Pidana Nasional Angkatan IV
15
dilakukan oleh Council of Europa, studi perbandingan internasional terhadap kejahatan computer sangat penting. Salah satunya yaitu dengan Politik Kriminal (criminal politic) adalah usaha rasional untuk menanggulangi kejahatan. Politik kriminal ini merupakan bagian dari politik penegakkan hukum dalam arti luas (law enforcement policy). Semuanya merupakan bagian dari politik sosial (social policy), yakni usaha dari masyarakat atau negara untuk meningkatkan kesejahteraan warganya. Politik criminal yang menyangkut tundak pidana perbankan, mempunyai karakteristik yang khusus, mengingat karakteristik khusus yang melekat pada tindak pidana perbankan. Selain sebagai tindak pidana perbankan juga sebagai tindak pidana dalam bidang perekonomian. Untuk memahami karakteristik yang bersifat khusus ini perlu dikaji secara mendasar hakikat tindak pidana dalam bidang perekonomian (economic crimes). Pada mulanya perkembangan hakikat dapat diamati sejak Tahun 1939, pada saat seorang kriminologi bernama Edwin H Sutherland menyebut istilah white collar crime dalam pidatonya di depan American Sosiological Society pada Tahun 1939 yang kemudian oleh beliau dijabarkan lebih lanjut dalam bukunya principles of criminology. Sutherland merumuskan White collar crime sebagai kejahatan yang dilakukan oleh orang-orang yang memiliki kedudukan social yang tinggi dan terhormat dalam pekerjaannya (crime committed by persons of respectability and high social status in the course of their occupation). Perumusan ini sebenarnya
16
merupakan suatu usaha untuk merombak teori tentang perilaku kriminal yang secara tradisional adalah orang-orang yang berasal Sari kelaskelas dan ekonomi yang rendah. Kejahatan-kejahatan tersebut antara lain adalah perampokan, pencurian, dan kejahatan-kejahatan kekerasan. Dengan perumusan tersebut Sutherland ingin menunjukkan bahwa kejahatan merupakan phenomenon yang dapat diketemukan juga dalam kelaskelas masyarakat yang lebih tinggi yang penyebabnya tidak dapat dijelaskan secara tradisional seperti kemiskinan (proverty) atau factor-faktor patologik yang bersifat individual. Pesan pesan moral dan politik dalam istilah white collar crime mengandung dua elemen, pertama status pelaku tindak pidana (status of the 1)f fMIM) !an kedua kejahaian tersebut berkaitan dengan karakter pekerjaan atau jabatan tertentu (the occupation of the offence). Dua elemen inilah yang membedakannya dengan blue collar crime. Di sini Sutherland ingin mengatakan tuntutannya berupa keadilan yang sama dengan sederajat (equal justice) dalam system penyelenggaraan hukum pidana. Dalam bukunya yang lain berjudul White Collar Crime Sutherland menjelaskan bahwa, istilah ini digunakan terutama untuk menunjuk kejahatankejahatan yang dilakukan oleh para pengusaha dan pejabat-pejabat eksekutif yang merugikan kepentingan umum. Dalam pertumbuhannya kemudian, istilah White Collar Crime mengalami perkembangan menuju cakrawala yang lebih luas. Demikian pula dalam
17
pertemuan-pertemuan ilmiah, baik yang bersifat nasional, regional dan internasional maka di samping mereka yang ingin tetap mempertahankan pendekatan moral dan politik di atas, terdapat pulamereka yang ingin menggunkan pendekatan teknis (technical approach) yang mengutamakan aspek teknis dalm meningkatkan teknis proses peradilan pidana dalam masyarakat modern. Contohnya adalah pengaturan organisasi peradilan di Jerman Barat (Gerichtsvervesuungssgesetz) yang memungkinkan di bentuknya peradilan khusus yang menangani kejahatn ekonomi (Wirtscaftsstrafsachen).
B. Faktor Kriminogen Perubahan-perubahan organisasi sosial ekonomi mendorong terjadinya tipetipe kejahatan baru. Perubahan-perubahan tersebut anatara lain mencakup: 1. Mobilitas social (mobility of society) dari suatu masyarakat kemasyarakat lain yang semakin kompleks, sehingga memperlemah system keamanan. 2. Kompleksitas masyarakat (complexity of society) dalam pemasaran dan distribusi, yang mengharuskan transaksi dilaksanakan melalui berbagai instrumen kredit. 3. Kemakmuran masyarakat yang makin melimpah (the affluencef society) materi yang melimpah, bagi sebagaian orang justru menimbulkan dorongan melindungi harta tersebut dengan melanggar hukum misalnya penggelapan pajak dan lain-lainnya.
18
4. Kemajuan technologi masyarakat (Technological advance of society) seringkali membawa dampak sampingan antara lain kejahatan di bidang IT. 5. Pengaturan dalam masyarakat (the regulation of society) yang semakin kompleks dan birokratis, sehingga mengundang perbuatan kriminal.
C. Peranan Sistem Peradilan Pidana Kejahatan dalam bidang perbankan khususnya dan ekonomi pada umumnya seringkali sangatlah rumit. Disamping pelakunya seringkali cukup lihai dan poses terjadinya yang cukup lama, maka antar hubungan yang terkait cukup lama. Antar hubungan disini mencakupsector-sector pemerintahan, lembaga-lembaga swasta dan masyarakat luas. Dengan demikian jelas bahwa system peradilan pidana sebenarnya hanya merupakan salah satu sarang penanggulangan kejahatan. Semua sektor yang terkait dalam antar hubungan diatas harus mengambil langkah-langkah preventif, yaitu dengan car: 1. Pemerintah harus meningkatkan moral dan kemampuan aparaturnya untuk menghindarkan diri dari perbuatan krminal 2. Lembaga swasta harus selalu bekerjasama dengan pengusaha untuk memerangi kejahatan kejaatan dengan cara melaporkan tindak kejahatan yang terjadi. 3. Masyarakat luar harus peka terhadap perbuatan-perbuatan yang dapat meruikan Negara dan mereka sendiri.
19
Seandainya hukum pidana digunakan sehingga sangsi pidana diterapkan, maka tujuan pemidanaan utama yang harus dipertimbangkan bukannya rehabilitasi dan resosialisasi terpidana, melainkan justru efek moral dan pencegahan dari sanksi pidana. Dalam hal ini pelaku tindak pidana telah mengkhianati kepercayan masyarakat yang paling besar, sehingga pidana harus mencerminkan beratnya kejahatan yang dicela masyarakat.
D. Karakteristikdn Jenis TIndak Pidana Ekonomi Dengan tidak mengakibatkan kemungkinan adanya berbagai tindak pidana atas dasar perbedaan karakter, setatus dan motip pelaku, maka dapat diidentifikasikan beberapa sipat kejahatan ekonomi, yang sedikit banyak akan bermanfaat bagi para penyidik dan penuntut umum. a. Penyamararan atau sifat tersembunyi maksud dan tujuan kejahatan (disquiseof purpose of intent) Berbeda denga kejahatan biasa yang perbuatannya nampak bersifat terbuka dan mudah diintepretasikan, maka pada kejahatan ekonomi implementasinya seringkali terselubung. Contohnya adalah suap menyuap, peredaran uang palsu, pembuatan uang pals,pembuatan uang palsu yang bisa berupa berbagai fasilitas dan kesempatan bagi si penerima dan bagi si pemberi yang juga dapat sebagai badan hukum, suapan tersebut dapat disamararkan dalam bentuk biaya adpertensi, promsi dan sebagainya.
20
b. Keyakinan si pelaku terhadap kebodohan dan kesembronoan si korban (reliance upon the ignorance or carelessness of the victim ) Dalam hal ini kurangnya keahlian, pengetahuan dan keteledoran si korban akan dimanfaatkan oleh si pelaku. c. Penyembunyian pelanggaran (concealment of the violation) Dalam tindak pidana biasa, yang jadi masalah adalah menemukan si pelaku sedangkan perbuatannya terlihat dengan nyata.pada kejahatan ekonomi. Pada kejahatan ekonom, seringkali si korban merasakan bahwa dia merupakan korban viktimisasi selang beberapa lama. Sebagai contoh adalah penggelapan yang nerupakan perbuatan berlanjut. Selanjutnya sepanjang menyangkut tipe-tipe kejahatan sosio ekonomi, hal ini dapat didentifikasikan sebagai berikut: 1. Kejahatan yang dilakukan dalam kerangka kepentingan individual (crime by persons operating on an individual basis) sebagai contoh adalah apa yang dinamakan credit card frauds dan pemalsuan uang. 2. Kejahatan yang dilakukan dalam kerangka perdagangan, pemerintah atau kelembagan lain, dalam kerangka menjalankan pekejaan, tetapi dengan cara melanggar kepercayaan. (in breach of their duty of trust with their employer). Contohnya adalah banking violations by bank
officers and employees
(embezzlement and misapplication of funds). 3. Kejahatan yang berhubungan atau merupakan lanjutan oprasionalisasi perdagangan, tetapi bukan merupakan tujuan
21
perdagangan tersebut.
Contohnya adalah suap menyuap, mengedarkan uang palsu dan memberikan informasi yang salah untuk memperoleh kredit. 4. Kejahatan sosio ekonomi sebagai usaha business atau sebagai aktivitas utama (economics crimes a business or as the central activity). Sebagai contoh pembuatan uang palsu dan penyalahgunaan kredit bank.
E. Pemalsuan Mata Uang Uang Kertas Negara dan Uang Kertas Bank Dalam Pasal 244 KUHP yang berbunyi: “Barangsiapa meniru atau memalsukan mata uang atau uang kertas mata negara atau uang kertas bank, dengan maksud untuk menjalankan atau menyuruh menjalankan mata uang atau uang kertas Negara atau mata uang bank itu sebagai yang asli dan tidak dipalsukan, dipidana dengan pidana penjara selama-lamanya lima belas tahun” Dari bunyi pasal diatas maka yang diancam dengan hukuman adalah sebagai berikut: 1. Meniru berarti membuat sedemikian sehingga menyerupai yang asli. 2. Mata uang Negara ialah alat pembayaran sah dari negara yang dibuat dari logam. 3. Uang kertas Negara adalah alat pembayaran sah dari Negara yang dibuat dari kertas. 4. Uang Kertas Bank adalah alat pembayaran sah yang dibuat oleh bank yang ditunjuk oleh pemerintah yang terbuat dari kertas.
22
5. Dalam pemalsuan alat pembayaran ini, tidak saja meliputi uang Indonesia, tetapi termasuk juga uang negara asing. Seseorang yang melukis uang kertas negara demikian rapi sehingga sama dengan yang aslinya, tetapi tidak disertai untuk mnjalankanya sebagai uang kertas yang sah, tidak dapat dituntut dengan pasal 244 KUHP ini. Sesuai dengan ketentuan pasal 519 KUHP yang berbunyi: (1) Barangsiapa membuat, mejual atau menyarkan atau menyediakan untuk dijual atau disiarkan ataupun memasukan ke Indonesia: Barang cetakan, potongan logam atau benda lain, yang rupanya mirip dengan uang kertas negara atau uang ketas bank atau mata uang, barang mas atau prak yang memakai
cap
Negara
atau
materai
pos,dipidana
dengan
pidana
dendasebanyak-banyaknya empat ribu lima ratus rupiah. (2) Benda yang menjadi sebab pelanggaranitu boleh dirampas Pelanggaran ini biasanya dilakukan oleh percetakan atau tokoh-tokoh yang mencetak atau menyebarkan barang-barang cetakan yang menyerupai uang kertas negara, uang kertas bank, mata uang, uang atau prangko sebagai reklame atau tukang emas yang menjual perhiasan seperti tusuk konde, kancing baju dan sebagainya yang menyerupai mata uang. Dalam pengertian “mata uang” temasuk juga mata uang asing. Termasuk meniru uang mengurangi logam mata uang yang asli, kemudian menambal dengan lgam yang yang lain, mencetak uang kertas serupa dengan uang asliatau resmi.
23
Ancaman terhadap perbuatan ini adalah diatur dalam pasal 246 KUHP yang berbunyi: “Barang siapa mengurangi harga matang uang , maksd untuk mengeluarkan, atau menyuruh mengeluarkan uang yang sudah kurang harganya itu, dipidana karna merusak uang,dengan pidana penjara selama-lamanya dua belas tahun” Penjelasan yang dipeoleh dari bunyi pasal diatas adalah bahwa yng diancam dengan hukuman pidana adalah orang yang mengurangi mata uang, dengan maksud untuk mengeluarkan mata uang yang sudah berkurang itu sebagai mata uang yang masih utuh. Sedangkan yang dapat dikurangi harganya adalah mata uang yang erbuat dari logam., uang kertas tidak dapat dikurangi. Dan yang bisa dikurangi ialah mata uang yang terbuat dari emas atau perak. Adapun cara menguranginya yaitu dengan cara mengikir mata uang terebut sehingga berat timbanganya berkurang. Sedangkan orang yang membuat atau yang menyediakan perkakas-perkakas atau bahan-bahan seperti cap cetakan, kertas, logam, mesin percetakan, klise, obat-obat kimia, potret dan sebagainya yang diketahui bahwa prkakas-perkakas atau bahan-bahan tersebut akan digunakan untuk meniru, memalsu,mngurangi harga mata uang diancam dengan hukum pidana sesuai dengan keteantuan pasal 250 KUHP yang berbunyi: “Barangsiapa membuat atau menyediakan bahan atau barang yan diketahui bahwa itu disediakan untuk meniru atau memalsukan uang kertas negara atau
24
uang kertas bank, pidana penjara selama-lamanya enam tahun atau denda sebanyak-banyaknya empat ribu lima ratus ribu rupiah” Sedangkan barang-barang yang boleh dirampas sesuai dengan ketentuan pasal 39 KUH Pidana adalah a. Yang diperoleh dengan kejahatan misalnya, uang palsu yang diperoleh dengan melakukan kejahatan memalsukan uang, yang didapat dengan kejahatan suap dan lain-lain. Apabila diperoleh dengan pelanggaran, barang-barang itu hanya dapat dirampas dalam pasal-pasl 549 (2), 519 (2), 502 (2) KUH Pidana b. Yang dengan sengaja dipakai untuk melakukan kejahatan misalny: senjata tajam atau senjata api yang dipakai untuk melakukan pembunuhan dengan sengaja, alat-alat yang dipakai untuk menggugurkan kandugan dan sebagainya. Barang-barang ini dapat dirampas juga, akan tetapi harus memenuhi persyaratan bahwa barang-barang itu kepunyaan terhukum dan digunakan untuk meakukan kejahatan-kejahatan dengan sengaja. Dalam hal kejahatan-kejahatan tidak dengan sengaja dan pelanggaran, maka barangbarang itu hanya dapat dirampas apabila ditentukan dengan khusu, misalnya pasal 205 (3), 502 (2), 519 (2), dan 549 (2) KUH Pidana c. Lazimnya barang-barang yang boleh dirampas itu adalah milik terhukum jadi bila bukan milik terhukum tidak boleti dirampas dan tindak pidana subversi yang menerangkan bahwa barang-barang yang dimaksudkan tersebut tidak perlu kepunyaan terhukum. Mengenai status barang-barang yang dipakai dapat dikategorikan sebagai milik terhukum terdiri dari dua macam, yakni:
25
pada waktu peristiwa pidana dilakukan atau pada waktu perkara itu diputus. Menilik arti kata ”"terhukum” maka barang barang milik terhukum yang boleti dirampas ialah barang-barang yang dimiliki terhukum pada waktu perkara itu diputus. d. Pada umumnya ketentuan perampasan barang itu bersifat fakultatif (boleh dirampas), akan tetapi kadang-kadang sifatnya imperatif (harus dirampas), misalnya dalam pasal 250 Bis, 261 dan 275 KUH Pidana. e. Penyitaan atas barang-barang yang boleti dirampas oleh Hakim sebagai hukuman tambahan ini, senantiasa boleh dilakukan oleh Polisi.
F. Beberapa Sebab Timbulnya Kejahatan Tindak pidana (pemalsuan uang yang selama ini sering terjadi merupakan suatu hal yang sangat meresahkan masyarakat sehingga perlu penanganan yang intensif dari kita semua baik dari aparat penegak hukum, pemerintah, dan masyarakat, untuk berkesinambungan melawan atau memberantas tindak pidana pemalsuan Hang. Factor-faktor yang mendasari atau melatarbelakangi terhadap upaya tindak pidana pemalsuan uang juga belum ditemukan secara jelas. Namun dalam penelitian ini akan dijelaskan factor-faktor yang mendorong terjadinya tindak pidana pemalsuan uang. Tindak pidana pemalsuan uang dalam buku 11 KUH Pidana digolongkan sebagai tindak kejahatan. Secara umum factor-factor yang mendasari timbulnya
26
kejahatan. Dalam kesempatan ini Penulis akan menguraikan sebab-sebab yang menimbulkan kejahatan. Usaha dan upaya untuk mempelajari serta meneliti sebab-sebab timbulnya kejahatan, selalu dihadapkan dengan suatu kenyataan bahwa dari sifat dan hakekat kejahatan sukar sekali untuk dapat dijumpai sebab yang pasti dari timbulnya suatu kejahatan. Hasil-hasil penelitian dari para ahli, mernunculkan teori yang berbeda, bahkan masalah yang satu berlawanan dengan masalah yang lain. Dalam masalah atau aliran antropologi mendefinisikan bahwa, sebab kejahatan bersumber di dalam diri manusia itu sendiri sebagai bakamya, bertentangan dengan mazhab lingkungan yang menganggap bahwa awalnya gejala kejahatan terletak dalam lingkungan (milliu) pergaulan hidup manusia dan bukan pada bakatnya seseorang. Di dalam membahas sebab-sebab yang menimbulkan kejahatan, banyak para ahli yang mengernukakan pendapatnya sesuai dengan bidangnya masingmasing. Timbulnya kejahatan disebabkan karena berbagai factor, yang untuk satu factor tertentu dapat menimbulkan kejahatan lainnya. Sebab-sebab terjadinya suatu tindak kejahatan sangat kompleks dan terlihat adanya factor-faktor yang saling mempengaruhi. melihat factor penyebab timbulnya kejahatan3, adalah sebagai berikut:
3
Ninik Wdan Yulius W, Kejahatan Dalam Masyarakat Dan Pencegahannya, 1987 Hal 116
27
1. Faktor Endogen, yang merupakan factor yang terdapat pada din individu itu sendiri yang mempengaruhi tingkah lakunya tentang factor kepribadian pada diri individu ini dapat dilihat antara lain: -
Usia: Usia 15 sampai dengan 25 tahun lebih banyak melakukan kejahatan dari pada unsur selebihnya.
-
Pendidikan: Baik formal maupun non formal sangat membentuk kepribadian seseorang. Orang tua yang kurang memperhatikan pendidikan anaknya, serta selalu memberikan contoh yang kurang baik, akan mengarahkan sifat-sifat yang jahat di dalam diri si anak tersebut. Orang yang berpendidikan tinggi pun belum menjamin tidak terjadinya suatu kejahatan
-
Agama: mempunyai peranan yang sangat penting bagi kehidupan manusia, merupakan landasan pokok bagi manusia bersikap tindak. Norma-norma yang terdapat di dalamnya mempunyai nilai yang tinggi dalam hidup manusia, sebab selaku membimbing manusia ke jalan yang baik dan yang benar. Dengan demikian, kemunduran dan kemerosotan kepercayaan seseorang terhadap ajaran agama, sering dipandang sebagai sebab yang potensial dari timbulnya kejahatan, sekalipun pandangan tersebut mungkin belum dapat dibuktikan, namun tidak dapat diabaikan begitu saja. Unsur lain dalam kepribadian, yang terpenting guna menjelaskan
tentang kejahatan, misalnya: keadaan jiwa dan individu, dititik beratkan pada
28
segi psikologi. Kejahatan sebagai salah sate perilaku manusia dalam penampilannya, berhubungan pula dengan struktur kepribadian individu yang bersangkuta.
Sebagai
salah
sate
bentuk
penyaluran
perilaku
yang
menyimpang, yang merupakan akibat dari gangguan atas system-sistem dalam struktur kepribadian. Misalnya, kejahatan dapat di lakukan oleh individu yang mengalami gangguan dalam struktur kepribadiannya yang dapat terjadi karena kondisinya sejak lahir ataupun karena gangguan yang timbul karena kesulitan yang di hadapi dalam pergaulan. 2. Faktor Eksogen, merupakan factor yang berada diluar din individu tersebut, berpokok pangkal pada lingkungan. Baik lingkungan keluarga maupun lingkungan pergaulan dengan masyarakat luas. Untuk mencari hal-hal yang mempunyai korelasi dengan kejahatan, factor inilah yang menarut para ahli merupakan factor yang menetukan atau mendominisir perbuatan individu kearah kejahatan. Factor lingkungan merupakan salah satu factor yang di dalamnya hidup manusia lain yang beraneka ragam tingkat kehidupannya. Lingkungan ternpat tinggal merupakan salah satu sarana untuk merubah sifat seseorang didalam pergaulannya sehari-hari. Pada kenyataannya dapat diduga, bahwa apabila lingkungan kurang baik pasti akan menciptakan hal-hal yang tidak baik yang menjurus pada suatu tindakan kejahatan. Sejak kecil hingga dewasa, orang tersebut bergaul dengan orang-orang yang memiliki perangai kurang baik, katakanlah pencuri atau
29
penjahat dan semacarnnya, maka tentu yang akan diwarnai dengan perangai yang demikian. Untuk lebih jelasnya lagi, hal ini perlu dikaji lebih jauh secara khusus. Oleh karena itu berkaitan dengan pennasalahan ini, maka akan dibatasi pembahasannya pada factor lingkungannya dalam arti sempit, yakni keluarga yang mengakibatkan timbulnya kejahatan. Apabila dimulai dari keluarga, maka dapat dikatakan bahwa keluarga itu merupakan lingkungan kelompok yang terkecil dibandingkan dengan lingkungan lainnya. Namun demikian, keluarga merupakan lingkungan yang terkuat dalam membesarkan anaknya, sejak bayi sampai anak-anak dan menjadi dewasa. Dengan demikian keluarga merupakan satu-satunya lingkungan dimana anakanak memperoleh pengalaman yamg dapat membentuk kepribadiannya nanti. Pembentukan kepribadian seorang anak atau individu dalam lingkungan keluarga, pertama-tama si anak belajar untuk bekerja sama, saling bantu membantu dan seterusnya. Didalam interaksinya, si anak tersebut akan menemukan pengalaman-pengalaman yang menentukan cara-cara bertingkah laku terhadap orang lain. Jadi bila interaksi dalam lingkungan masyarakat pun terjadi demikian. Berdasarkan uraian diatas, kita dapat melihat masalah-masalah di dalam keluarga yang kiranya dapat men jadi pendorong kearah tindak kejahatan.
30
Tidak seorangpun pada saat dilahirkan tetap pada tabiatnya sebagai seorang yang nakal ataupun seorang yang patuh. Keluarga merupakan sumber pertama yang akan mempengaruhi arah perkembangan anak. Menurut
Kriminologi
Soedjono
Dirdjosisworo,
“ruang
lingkup
Kriminologi", (1984 :85), memberikan perician tentang kondisi rumah tangga yang menghasilkan anak-anak yang mempunyai penyimpangan perilaku bahwa: 1. Anggota-anggota lainnya dalam rumah tangga itu penjahat, amoral dan sebagainya. 2. Ketidak adanya salah satu orang tua atau keduanya karena kematian, perceraian dan pelarian diri. 3. Kurangnya pengawasan orang tua karena bersikap masa bodoh, cacat inderanya atau sakit, baik rohani maupun jasmaninya. 4. Ketidak serasian karena ada yang main kuasa sendiri, iri hati, cemburu, terlalu padatnya anggota keluarga, pihak lain yang turut campur. 5. Perbedaan usia, suku, agama, adat istiadat, rumah piatu dan panti asuhan. 6. Tekanan ekonomi yang terjadi, sepert: pengangguran, kurangnya penghasilan, ibu yang bekerja di luar dan sebagainya. Keadaan-keadaan yang demikian ini akan menimbulkan perilaku yang jahat. Namun pada sisi lain, ada yang berpendapat bahwa pengaruh keluarga, misalnya orang tua yang tidak mau memperhatikan pendidikan anak-anaknya, baik itu secara formal maupun non formal, orang tua yang suing melakukan penjudian, mabuk-mabukan
atau
perbuatan
yang
31
tidak
senonoh,
cenderung
akan
menghasilkan individu-individu yang memiliki perilaku jahat. Ataupun orang tua yang menerapkan syslem otoriter dalam rnendidik, awalnya orang tua yang mendominasi kontak social tanpa mengutamakan dialog dari anaknya, yang memudahkan terjadinya suatu perilaku jahat. Tapi pada zaman dahulu, sifat otoriter sangat dibutuhkan untuk membentuk kepribadian seseorang, karena situasi dan kondisi saat itu meningkat dan memang diperlukan sehingga banyak yang berhasil walaupun sekarang ini, anak-anak tidak dapat dididik dengan tindak kekerasan. Bila demikian halnya, maka jalan yang akan di tempuh oleh anak tersebut dengan mengarahkan dirinya ke dunia luar (masyarakat
luas),
disana
ia
akan
melakukan
suatu
kejahatan
untuk
menghilangkan rasa kecewanya yang di bawah dari lingkungan keluarga. Hal lain yang dapat dijumpai misalnya, keadaan ekonomi keluarga. Oleh karena jumlah anggota keluarga besar, apabila bagi keluarga yang kurang atau tidak mampu, lalu ditambah lagi dengan banyaknya anak, sudah tentu akan berakibat sulitnya melakukan pengawasan terhadap anak-anak itu. Pertumbuhan jasmani dan rohani anak-anak tersebut tertekan clan tidak dapat berkembang sebagaimana mestinya, sehingga timbul kenakalan-kenakalan yang akan berkembang menjadi kejahatan. Kita semua mungkin dapat memahami dan menerima, bahwa untuk seorang individu, suasana yang buruk, ketidak beresan yang terjadi di rumah merupakan hal yang besar sekali pengaruhnya dalam mengarah kepada suatu perilaku yang tidak baik. Demikian pula dalam rumah tangga, sepatutnya merupakan tempat
32
pengglembengan
utama
bagi
seseorang
untuk
menjadi
manusia
yang
berkepribadian yang luhur, beriman dan berperikemanusiaan. Ibu Pramono kerapkali menegaskan bahwa lingkungan keluarga yang buruk (broken home) dan lingkungan-lingkungan lainnya, merupakan factor-faktor utama yang menyebabkan timbulnya kenakalan anak, serta kejahatankejahatan lain pads umunmya. Untuk menentukan factor-faktor penyebab timbulnya kejahatan, maka harus dicari sebab musabab terjadinya kejahatan, sehingga dapat dilihat terjadinya kejahatan yang diperoleh dari suatu proses yang tidak berujung pangkal.
G. Bentrokan Nilai Sosial Budaya Merupakan Dasar Kriminogen Masalah kejahatan, merupakan kenyataan social yang tidak dapat dihindari, baik di daerah perkotaan dengan struktur masyarakat modem, maupun daerah pedesaan yang struktur masyarakamya masih bersifat tradisional. Kejahatan bisa saja terjadi baik dilakukan oleh orang atau kelompok yang tingkat ekonominya lemah, bahkan dilakukan pula oleh mereka yang memiliki status social yang tinggi, di mana dapat tersembunyi oleh statusnya yang besar. Sangatlah wajar dan logis jika hal ini menimbulkan keresahan karena kejahatan dianggap sebagai suatu gangguan terhadap ketertiban dan keamanan serta kesejahteraan masyarakat baik di kota atau di Desa. Masalah sebagai suatu kenyataan yang erat kaitannya dengan masyarakat yang sementara mengalami perubahan. Perubahan social itu sendiri merupakan
33
ciri khusus masyarakat modern. Di dalam masyarakat modern perubahan itu berlangsung sangat cepat sedangkan dalam masyarakat tradisional, perubahan itu sangat lambat/lemah. Adanya perubahan-perubahan social4, menurut Ninik W dan Yulius, diakibatkan oleh proses-proses social di kota, yang timbul karena berbagai masalah seperti: urbanisasi, perkembangan disektor ekonomi, kemajuan teknologi, yang mengakibatkan adanya mobilitas horizontal dan mobilitas vertical yang tinggi. Kesemuanya
itu
akan
mempertemukan
manusia
dari
berbagai
masyarakat, suku, dan adat istiadat. Mereka akan membentuk ikatan norma dan nilai-nilai yang hidup dan Baling berbeda ataupun bertentangan satu sama lain. Suasana ini selain menimbulkan konflik budaya, juga dapat menimbulkan suasana samar-samar. Keadaan semacam ini memberi peluang untuk berbagai norma dan nilai hidup, sekaligus berlokasi di suatu tempat. Akibatnya kehidupan suatu masyarakat akan menjadi tidak menentu, karena norma dan nilai hidupnya samar-samar serta tidak jelas yang kian kehidupannya tidak menentu. Hal ini dapat pula diakibatkan oleh adanya pertentangan norma itu sendiri. Pertentangan norma ini timbul, karena masingmasing individu merasa asing terhadap norma-norma dari individu yang lain atau norma-norma barn Dengan demikian, mengakibatkan individu sering bertindak trial dan error (berbenturan). Norma lama dibuang, sedangkan norma baru belum ada. Nilai-nilai 4
Ninik W dan Yulius. Kejahatan Masyarakat dan Pencegahannya, 1987. Hal. 117
34
hidup bergeser tanpa diiringi nilai-nilai baru yang tetap, seakan-akan terjadi kekosongan nilai. Kebudayaan sebagai sumber nilai tidak memberi pegangan, karena norma yang lama tidak lagi mempunyai kekuatan sedang norma baru belum ada, maka tidak mengherankan jika kemudian timbul bentrokan satu sama lain, bagaikan orang yang berjalan dalam gelap gulita tanpa lampu penerang. Bentrokanbentrokan ini yang mengakibatkan timbulnya kejahatan. Perubahan social dapat menimbulkan problema social, di mana di dalanwya terjadi interaksi dan interrelasi dua manusia atau iebih. arena kondisi social melatar-belakangi problema social ini, maka perlu diteliti kembali kondisi social masyarakat, sebelum mempelajari problema social. Problema social5, menurut Soeijono Soekanto, diartikan sebagai suatu ketidak sesuaian antara unsur-unsur di dalam masyarakat, yang membahayakan kehidupan kelompok sosialnya atau menghambat terpenuhinya keinginankeinginan pokok dari warga kelompok social tersebut, sehingga menyebabkan rusaknya ikatan social. Sedang interaksi social adalah merupakan hubungan antara orang perorangan, antara kelompok-kelompok manusia, maupun hubungan antara orang perorangan dengan kelompok manusia. Kondisi social dapat dilihat sebagai situasi atau keadaan tertentu, dari suatu masyarakat yang berinteraksi. Kondisi social timbul sebagai akibat dari perkembangan kondisi social dan cultural, yaitu akibat dari deferensasi dan multiplikasi kepentingan dan fungsi 5
Sorjono Soekanto, Sosiologi sebagai Suapu Pengantar Edisi Ketiga. 1987. Hal 342
35
masyarakat, gangguan alam sekitar phisik dan sebagainya. Di samping itu terjadi perubahan social yang menyebabkan terjadinya disorganisasi, yang merupakan proses melemahnya norma-norma dalam masyarakat. Dapat dikatakan, bahwa problema social sebagai akibat dari penyimpangan terhadap norma-norma kemasyarakatan, yang akan menjadi beban masyarakat. Orang yang mengalami hal ini menimbulkan perasaan tidak aman dalam dirinya, perasaan kurang mampu, perasaan bersalah, perasaan bermusuhan dan konflik, keadaan ini melahirkan perbuatan anti social atau kejahatan. Dalam
kaitannya
dengan
keadaan-keadaan
di
atas,
Sutherland
mengemukakan hipotesa sebagai hasil penelitiannya bahwa terdapat empat gejala dalam proses social yang mempunyai hubungan dengan timbulnya kejahatan di dalam masyarakat dan merupakan beberapa factor yang berkolerasi dengan timbulnya kriminalitas yakni sebagai berikut: 1. Differential Social Organization Mengetengahkan tentang kehidupan masyarakat yang berbeda, di mana dalam masyarakat yang primitif, pengaruh keluarga sangat besar. Hubungan antara individu dengan kelompok sangat jelas, sehingga selalu menjaga norma keseimbangan di dalam masyarakat. Tindakan yang menyimpang dari norma dapat terlihat dengan jelas, sehingga dengan cepat pula mendapat respon/teguran dari masyarakat sekelilingnya. Dengan demikian, dapat membawa kestatisan keadaan pola tingkah laku seseorang dalam kemajuan masyarakat. Hal ini akan memperkecil timbulnya pelanggaran-pelanggaran
36
norma yang lebih luas lagi. Tidak demikian halnya dengan masyarakat yang mengalami suatu perubahan. Organisasi masyarakat, dewasa ini terpengaruh oleh arus kemajuan, sebagai akibat terlibatnya dengan dunia luar, akan memberi perubahan terhadap lingkungan di mana individu itu berada. 2. Individualisme Politik dan Ekonomi Melihat kemajuan ekonomi dan politikdi lapangan, tehnik mendorong perubahan pemikiran ideology, politik dan ekonomi. Kemajuan ekonomi menimbulkan sikap individualisme. Ideologny individualisme membawa prinsip dalam lapangan ekonomi, agar inisiatif perorangan dalam kegiatan ekonomi diberi kelonggran untuk berkembang, sebaliknya pengawasan pemerintah semakin renggang. Perubahan struktur menunjukkan adanya penggeseran norma, yang menjurus kepada pelanggran maupun kejahatan 3. Mobilitas Sosial Memandang kejahatan mudah sekali terjadi, hal ini diakibatkan karena dengan terjadinya revolusi industri dan revolusi demokrasi, maka terjadi mobilitas baik
yang
bersifat
horisantal
maupun
vertical.
Revolusi
industri
memungkinkan orang unutk mobilitas horizontal, karena orang di desa berpindah ke kota. Sedangkan revolusi demokrasi merangsang mobilitas vertical, karena seseorang dapat memperoleh status. Misalnya seorang petani yang menjadi anggota DPR, akibat mobilitas ini dapat menimbulkan merenggangnya hubungan keluarga dengan hubungan lingkungan. 4. Konflik Kebudayaan
37
Dari keempat gejala di atas cukup mempunyai peranan bagi timbulnya kejahatan. Namun yang paling dominan dalam hal ini adalah gejala yang kedua, khususnya dengan adanya kemajuan ekonomi. Dikatakan demikian, karena masalah ekonomi mendominasi kehidupan manusia, hingga masalah ekonomi ini Bering menyebabkan timbulnya sikap individualisme atau mementingkan diri sendiri, tanpa mengindahkan norma-norma yagg berlaku di dalam masyarakat, bahkan dapat menghalalkan segala cara. Orang dapat melakukan perampokan disertai dengan penganiayaan, bahkan sampai pada tmgkat pembunuhan sekahpun, hanya untuk mendapat kepuasan dan harta, guna merubah kehidupan ekonominya dan batinnya.
38
BAB III PENELITIAN TINDAK PIDANA PEMALSUAN UANG PADA PENGADILAN NEGERI TANGERANG (Perkara No. 1425/PID.B/PN.TNG)
A. Kejahatan Pemalsuan Uang Kejahatan pemalsuan uang merupakan suatu kejahatan yang dilakukan oleh mafia secara terorganisir. Merupakan satu kesempatan kata Rackles, hahwa para antropolog, kriminolog, sosiolog dan insinyur, ekonom, ahli mana jemen, biolog, ahli ilmu matematika, sarjana hukum pada badan-badan hukum dan para ahli lainnya dalam menganalisa organisasi terjun ke dalam dunia usaha untuk memperinci apa yang luar biasa itu, apa yang bersifat professional tentang kejahatan professional, apa yang bersifat terorganisir, apa yang bersifat direncanakan dalan/ kejahatan berencana yang dilaksanakan hingga bebas dari tuntutan hukuman. Sebagian besar kejahatan, dapat dikatakan dengan satu dan lain cara hingga tingkat tertentu terorganisir. Apa yang diperlukan adalah penjelasan mengenai tingkat dan macamnya organisasi kejahatan serta macamnya pola perilaku yang rnenentukan ciri-ciri para penjahat yang berpartisipasi di dalamnya. John Lambert telah menyarankan dengan istilah umum bahwa persiapan untuk memahami dan mengawasi kejahatan yang terorganisasi adalah ”dengan menyajikan statistik kejahatan sedernikian rupa untuk membedakan perampasan
39
oleh sekelompok minoritas kriminal dari pencurian kecil secara besar-besaran oleh para delinkwen setempat.6 Namun persiapan bagi pengumpulan statistik serupa itu merupakan cara menentukan apa yang diartikan dengan istilah seperti: ”terorganisir” dan ”profesional”. Harus terdapat kritik secara terus menerus dan penafsiran kernbali penggolonganpenggolongan ke dalam mana statistik tadi dihimpun. Penggolongan-penggolongan serupa itu lebih banyak jasanya daripada apa yang dilaporkan Polisi, aparat pengadilan dan mereka yang melakukan riset. Mula pertama, diperlukan definisi yang tepat dan teliti untuk riset yang diteliti dan dengan demikian, untuk memudahkan pengertian mengingat, bahwa definisi yang terlalu panjang dan samar-samar mengenai penggolongan kejahatan yang sedang diselidiki tidak memungkinkan bagi seorang yang melakukan riset mengembangkan riset orang lain. Nama-nama kejahatan yang terorganisir dan kejahatan profesional seperti yang akhir-akhir ini digunakan sama sekali tidak dapat dikatakan telah memberikan arah bagi riset secara kumulatif. Nama tadi apabila diberikan pada suatu tindak kejahatan, menimbulkan kesulitan yang serius bagi pengabdi peradilan pidana. Misalnya, istilah hukum ”Pemalsuan uang” tidak sendirinya membedakan perilaku seseorang yang membuat mata uang palsu, seseorang yang menyimpan mata uang palsu dan seseorang yang mengedarkan mata uang palsu.
6
John R Lambert; Kejahatan Polisi dan Hubungan Ras (London, Oxford University Press; 1970) Hal 137
40
Penyamaran nama-nama seperti itu memerlukan Polisi dan Aparat Pengadilan Pidana secara non-formal dan berlainan dalam mengambil keputusan serta suatu pertanyaan apakah kiranya perbuatan yang sangat tidak adil, karena memperlakukan tiga macam perilaku dengan cara yang samna kemudian melaksanakan keputusan. Undang-undang memang memisahkan secara samar mengenai perbedaan tiga macam perilaku di atas sehingga para pelaku membagi tugas secara jelas sesuai dengan tugasnya masing masing untuk kelancaran kejahatan yang dilakukannya. Penggolongan seperti itu berguna untnk menentukan hukuman dan kesalahan, tetapi mengakibatkan Jaksa, Hakim, dan rnereka yang mengawasi masa percobaan atau pembebasan bersyarat, serta pejabat penjara, membuat keputusan-keputusan yang bersifat informal dan berdasarkan kebijaksanaan sendiri tentang ”kejahatan” yang sesungguhnya dari seseorang, misalnya menyuruh seorang anak kecil membelikan sesuatu dengan uang palsu kesebuah warung. Karena kejahatan yang ”diorganisir”, ”Kejahatan Profesional”. ”Kejahatan yang luar bisa”, dan "kejahatan yang direncanakan tidak merupakan label yuridis seperti yang terjadi di Kalifornia dan tempat lainnya, sehingga tidak dapat, seperti yang akan kita lihat nanti, digunakan secara resmi dalam administras peradilan pidana. Nama yang dikenakan kepada seorang pelaku tindak pidana atau tindak pidana sebagian besar menentukan bagaimana orang atau perilaku tadi akan
41
ditangani oleh pihak yang memiliki kekuasaan untuk menyediakan uang dan orang untuk berbuat demikian. Seorang ”Penjahat Pemalsuan uang” ditangani secara beda dengan seorang ”Remaja Nakal” kendati perilaku dari keduanya hampir sama. Dan sebaliknya usaha untuk menanggulangi misalnya Mafia Pemalsuan uang yang beaksi dengan direncanakan dengan mantap dan terlatih baik akan sangat berbeda dengan menanggulangi suatu organisasi Pemalsuan uang yang anggota-anggotanya dapat diganti setiap scat. Adanya penggolongan-penggolongan secara hukum tadi membuat kita tidak peka pada pelbagai ragam kejahatan yang diorganisir, organisasi kejahatan, dan jaringan-jaringan komplotan kejahatan. Apabila nama-nama menurut hukum bagi ”kejahatan yang diorganisir” dan ”kejahatan professional” dikembangkan, tindak pidana dalam penggolonganpenggolongan ini akan ditangani dengan metoda yang berbeda dengan yang belakangan digunakan untuk mencegah dan memberantas corak dan variasi kejahatan lain. Seperti apa yang diucapkan oleh Hakim Agung Frankfurter beberapa tahun yang lalu sebagai ”perjalanan menuju hukum”, di mana orang yang keluar negeri dari suatu kasus itu tergantung pada yang masuk ke dalam kasus itu.7 Kita tidak boleh beranggapan bahwa Polisi akan mampu memecahkan masalah kejahatan yang diorganisasi apabila pelbagai bentuk dari fenomena telah menarik perhatian mereka dari kita yang ingin berusaha membuat definisi, mengenali dan menjelaskan. Kemungkinan juga, bahwa masyarakat demokratis 7
U.S.V Robinovity; 339 US 56, 69 (1950)
42
sekedar tidak mampu untuk menemukan teknologi, penegakan hukum serta metoda-metoda
yang
diperlukan
untuk
menanggulangi
kejahatan
yang
terorganisir untuk hal tersebut, dengan adanya para penjahat yang cerdas. Marc Mc. Intosh yang penyelidikannya tentang apa yang ia namakan ”kejahatan professional” merupakan penyelidikan yang paling cerdas dan berhasil, dan telah menempatkan masalah tadi secara tepat dan ringkas. Apabila kita menyesali meningkatnya penggunaan teknologi yang canggih serta kemampuannya IT-nya sehingga dapat membuat sedemikian rupa mata uang hingga sulit dibedakan antara yang asli dengan yang palsu, kemampuan melobi aparat untuk menjadi pelindung, kemampuan merencanakan perbuatan dengan serapi mungkin sehingga sulit dicurigai, maka perlu diingat bahwa perubahanperubahan ini tidak merupakan akibat dari merendahkan secara umum standarstandar moral yang dapat diperbaiki dengan pendidikan yang lebih ketat, atau hukuman yang lebih berat. Dengan keadaan demikian maka kita akan lebih berhati hati dalam menilai mata uang yang kita miliki sehingga kita selalu dihantui rasa takut bila uang yang kita pegang ternyata palsu dan apabila kita belanjakan di luar maka bila diketahui oleh Aparat Kepolisian maka kita akan ditangkap. Kita harus mencegah adanya intensifikasi atau pemusatan terhadap mata uang yang kita miliki dengan memiliki sebuah alat untuk mengetahui bahwa uang tersebut asli atau palsu. Hal ini sesuai dengan perkembangan teknologi yang
43
mutakhir. Dengan berbuat demikian maka kita telah menciptakan suatu kondisi bagi meningkatnya teknologi dalam bentuk kejahatan dan organisasinya. Kendatipun penelitian mengenai organisasi pada akhir-akhir ini berkembang menjadi ilmu pengetahuan rumit sesuai anggapannya yang benar, sedikit raja perbedaan-perbedaan dasar sudah cukup memperoleh pengertian mengenai konteks system kajahatan yang diorganisir, mula pertama, terdapat perbedaan antara "organisasi informal'' dan "organisasi formal" yang disebut pertama merrn ipakan pola interaksi yang telah stabil didasarkan pada persama kepentingan dan sikap, terkadang dengan saling mambantu. Dalam organisasi informal pola-pola interaksi telah menjadi biasa dan teratur sehingga suatu tingkat yang sedemikian rupa dapat dikatakan, bahwa terdapat suatu kelompok hubungan peranan masingmasing yang terdiri dari hak-hak dal kewajiban secara timbal balik namun orangorang yang memainkan peranan tidak harus merasa, bahwa struktur ini melayanai tujuan-tujuan kolektif, seperti halnya dengan organisasi-organisasi formal. Dalam segala hal posisi-posisi yang terdiri dari struktur organisasi terdapat secara bebas, tidak tergantung pada orang-orang yang menduduki posisi tadi pada saat tertentu, akan tetapi dalam organisasi-organisasi informal struktur tadi tidak dibuat secara rasional. Adanya hubungan social tidak secara rasional ditujukan dengan
maksud
memperoleh
keuntungan,
memenangkan
pertarungan,
mempertahankan diri terhadap musuh, melakukan upacara agama, melakukan kejahatan, memberikan status atau lainnya.
44
Ada di kalangan peserta yang telah ditetapkan memikul bersama secara bahu membahu terhadap bahaya penangkapan atau getirnya hukuman penjara. Namun kelompok dan himpunan serupa itu, seperti halnya kelompok persahabatan, belum berhasil menemukan struktur untuk mencapai tujuan secara kolektif. Struktur organisasi formal adalah rasional8, dengan ciri-ciri sebagai berikut: a. Terdapat dimana pembagian tugas-tugas tertentu bagi para anggotanya b. Membatasi penerimaan anggota baru c. kelanjutan hidup/kelompok mereka. Organisasi-organisai formal, baik kriminal atau sebaliknya, memiliki tiga sifat utama dan kesemuanya menganjurkan kriminalitas. Ketiga sifat tersebut9 adalah sebagai berikut: a. Adanya pembagian kerja Terdapat spesialisasi jabatan dan masing-masing keahlian tadi cocok bagi suatu kelompok b. Kegiatan masing-masing orang yang menduduki salah sebuah posisi spesialisasi tadi, dikoordinir dengan kegiatan-kegiatan ahli lainnya melalui peraturan, permufakatan, pengertian serta kode-kode yang mendukung pembagian kerja tadi.
8 9
Samidjo SH. Perbandingan Hukum Pidana. Hal. 46 Ibid, Hal. 11
45
c. Seluruh usaha tadi disengaja ditujukan untuk mencapai tujuan-tujuan yang telah ditetapkan. Apabila struktur dari organisasi kriminal yang tidak formal harus memiliki rasionalitas yang perlu untuk menciptakan pembagian kerja dalam kejahatankejahatan yang dalam hukum pidana disebut persekongkolan kejahatan secara tents menerus, maka akan menjad.i organisasi formal. Betapapun, kita harus mencatat adanya empat butir logis10, yaitu sebagai berikut; a. Garis pembagi antara dua macam organisasi menjadi samar-samar, tidak terdapat cara yang tegas dan tetap untuk membedakan diantaranya. b. Kira tidak boleh beranggapan, bahwa setiap usaha kejahatan non-formal tertentu hams berjalan menuju status organisasi formal c. Kendatipun ketiga ciri yang disebutkan di atas mengenai organisasi formal tadi sekedar merupakan masalah tingkatan, dan janganlah dianggap, bahwa suatu organisasi formal sederhana hams berjalan terns menuju bentuknya yang rumit d. Struktur oganisasi formal tidak usah bersifat struktur hirarki suatu kewibawaan maupun kekuasaan; gambarannya sering berupa suatu peta ialanan dan dengan kota-kota yang merupakan kedudukan jabatan serta kemudian berbentuk gambar sebuah tangga piramida.
10
Ibid. Hal. 63
46
Mengingat bahwa untuk mengenal cirri-ciri organisasi kesatuan tertentu lebih merupakan rnasalah karena harus mernperinci deretannya secara_ berkesinambungan dan bukannya menentukan type-tipenya, maka tepatlah apabila dikatakan, bahwa ada kalanya organisasi kriminal lebih teratur dibandingkan dengan lain. Karena organisasi dalam konteks ini adalah sama dengan "rasionalitas", maka sama benarnya jugalah kiranya, bahwa beberapa kelompok yang melakukan kejahatan lebih bersifat rasional daripada yang lainnya. Rasionalitas akan mempengaruhi sifat daripada kejahatan yang dilakukan. Selanjutnya dalam rangkaian kesatuan adalah konfiderasi kelompok kriminal di mana kepentingan untuk menjamin kekebalan dari proses penghukuman dan untuk disiplin organisasi kedua-duanya sangat dibesarbesarkan. Organisasi tersebut berkenaan dengan rasionalitas tidak serupa dengan sebuah organisasi yang berkaitan dengan diferensiasi rasional berkenaan dengan bagian dan fungsi. Di setiap kota besar, biasanya terdapat organisasi dikalangan penjahat, walaupun bekerja dalam suatu organisasi atau tidak, rnempraktekkan kejahatan sebagai lapangan pekerjaannya, namun dunia penjahat ini sendiri hanya merupakan organisasi dalam pengertian istilah secara luas dan Samar. Sewaktu mambahas masyarakat yang legal, Moreno sudah semenjak dahulu mengarnati,
bahwa
"jaringan-jaringan"
membentuk
semacam
"struktur
permanen", suatu wadah, suatu dasar yang mengikat kelompok individu bersamasama tanpa menghiraukan geografis.
47
Demikian pula Spaulding sudah bertahun-tahun yang lalu mendefinisikan jaringan tadi sebagai "sepasang ikatan emosional yang relatif stabil antara orangorang yang berakibat adanya saluran komunikasi yang bisa disiplin melalui mana informasi dan emosi dapat dengan lebih bebas disalurkan kepada anggota masyarakat yang terikat seperti itu”11 Nilai-nilai norma-norma, sikap, motif (daya pendorong), rasionalisasi dan kepercayaan yang dijalin bersama jaringan di antara penjahat, membentuk suatu "kultur kriminal" yang sekarang sudah menjadi biasa untuk menamakannya "sub kultur kriminal" atau kebudayaan khusus kriminal. Istilah atau yang digunakan oleh klik penjahat secara tersendiri merupakan bukti adanya kebudayaan khusus. Memang sesungguhnya seorang pengamat yang amat cerdik telah menegaskan bahwa bahasa khusus atau dialek " dunia penjahat dibuat untuk mendefinisikan dan menyalurkan dari orang yang satu ke orang yang lainnya, segala kegiatan, peranan, alat, dan buah pikiran yang terdapat dalam kejahatan "yang ahli" orang memerlukan bahasanya untuk membuat konsepsi kegiatan-kegiatan dan seterusnya di kalangan mereka sendiri. Walaupun bagaimana bayangan perilaku yang dihasilkan oleh konsepsi ini secara tidak realistis dan tidak tepat menunjukkan beribu-ribu penjahat terjalin menjadi satu dalam ikatan yang tersebar diseluruh negeri dan bahkan meluas hingga menjadi aliansi internasional. Lebih jauh lagi konsep "dunia penjahat"
11
Charles B Spaulding; cliques, Gangs and Networks” (klik, Gang, dan jaringan), Sosiology and social search (sosiologi dan Riset Sosial. 32 (1948) hal. 928-937 pada halaman 929
48
secara tidak teliti menyarankan, bahwa aktor-aktor dunia ini dapat dengan mudah dibedakan dengan orang-orang baik disebelah atas atau ”orang-orang buruk” di sebelah bawah. Adanya suatu jaringan organisasi kriminal yang secara cepat dinyatakan sebagai konfederasi kriminal yang dengan demikian, seperti halnya organisasi itu sendiri. Namun demikian organisasi-organisasi ini tidak meluas sampai keseluruh masyarakat seperti konsep dunia penjahat. Setiap organisasi tertentu merupakan system kedudukan secara bebas, tidak tergantung kepada atasan mereka yang sekarang, apakah posisi tadi diatur secara hirarki atau susunan lainnya. Karena itu setiap organisasi kriminal layak seperti nama yang dimilikinya, ditujukan sedemikian rupa agar terus dapat memperkosa hukum atau berusaha untuk berbuat demikian walaupun apabila terjadi pergeseran dalam personalia yang menduduki jabatan dalam pembagian kerjanya.
B. Asas-alas hukum pidana yang diberlakukan dalam tindak pidana pemalsuan uang Pada prinsipnya asas-asas hukum pidana yang dapat digunakan dalam membahas anlisa kejahatan pemalsuan uang dapat digolongkan sebagai berikut: a. Asas yang dirumuskan di dalam KUHP atau perundang-undangan lainnya -
Asas berlakunya undang-undang hukum pidana menurut tempat, yang mempunyai arti penting bagi penentuan tentang sampai di mana
49
berlakunya Undang-undang hukum pidana sesuatu negara itu berlaku apabila terjadi perbuatan pidana. -
Asas berlakunya undang-undang hukum pidana menurut waktu, yang mempunyai arti penting bagi penentuan saat kapan terjadinya perbuatan pidana.
-
Asas berlakunya undang undang hukum pidana menurut orang sebagai pembuat atau peserta, yang mempunyai arti penting untuk terjadinya perbuatan pidana. dari penuntutannya terhadap seseorang dalam suatu negara maupun yang berada di luar wilayah negara. Ketiga pembagian tersebut didasarkan pada ajaran pembagian wilayah berlakunya sesuatu perbuatan hukum.
b. Asas yang tidak dirumuskan dan menjadi asas hukum pidana yang tidak tertulis dan dianut dalam Yurisprudensi Para ahli sebenarnya mengakui berlakunya asas tidak tertulis dalam hukum pidana, yaitu asas "geen straf zonder schuld" yang artinya (tiada pidana tanpa kesalahan ) Disamping itu juga dikenal beberapa asas yang berlaku sangat luas dalam ilmu pengetahuan hukum pidana, tetapi dalam beberapa hal telah ada yang dirumuskan terbatas dalam undang-undang: -
Alasan pembenar (rechtsvaaigingsgronden) yaitu menghapuskan sifat melawan hukumnya perbuatan, sehingga menjadi perbuatan yang benar
50
-
Alasan pemaaf (schould uitsluitings gronden) yaitu menghapuskan sifat kesalahan dari terdakwa meskipun perbuatannya bersifat melawan hukum tetapi tidak dipidana (tidak dihukum)
-
Alasan penghapusan penuntutan (onverbolgbaarheid), yaitu pernyataantidak menuntut karena tidak dapat diterima oleh badan penuntut umum yang disebabkan konflik kepentingan dengan lebih mengutamakan kernanfataannya tidak dituntut (Mr. J.E. Jonkers)
C. Unsur-unsur Tindak Pidana Pemalsuan Uang 1. Unsur Melawan hukum Pengertian melawan hukum yang tercantum di dalam pasal-pasal Undang undang Hukum Pidana, ada tiga pengertian yang berbeda yaitu sebagai berikut: a. Menurut Simons, "melawan hukum" artinya "bertentangan dengan hukum" bukan saja dengan hak orang lain (hukum subyektif), melainkan juga dengan hukum obyektif, seperti dengan hukum perdata, dan hukum tata usaha negara. Menurut Pompe, memberikan taksiran yang lebih luas, bahwa "bertentangan dengan hukum" itu ialah tidak saja dengan hukum tertulis, melainkan juga dengan hukum yang tidak tertulis. b. Noyon mengatakan, bahwa "melawan hukum" artinya "bertentangan dengan hak orang lain"
51
c. Hoge raad (Hakim tertinggi) di Negeri Belanda, artinya "melawan hukum itu ialah tanpa wewenang atau tanpa hak" (arrest 18-12 1911 W.9263) Dengan demikian timbul dua penafsiran yang berbeda dalam hal apakah unsur "melawan hukum itu harus diartikan bertentangan dengan hukum tertulis (hukum positif) saja, atau haruS diartikan bertentangan lebih luas lagi, yaitu bertentangan dengan hukum tidak tertulis. Dalam hal ini menimbulkan 2 penafsiran yang berbeda yaitu sebagai berikut: a) Ajaran melawan hukum meteriil Yang disebut melawan hukum itu bukanlah hanya sekedar bertentangan dengan hukum tertulis saja, tetapi juga apabila bertentangan dengan hukum yang tidak tertulis. Golongan ini berpendapat bahwa unsur "melawan hukum" itu adalah merupakan unsur yang berdiri sendiri, tidak perduli lagi apakah unsur itu secara tegas disebut di dalam pasalnya atau tidak. Golongan ini berpendirian bahwa diluar ketegasan di dalam Undangundang unsur "melawan hukum" itu tidak dapat dilepaskan sama sekali. Sebab, barulah perbuatan yang merupakan peristiwa pidana itu dapat dikenakan hukuman, apabila ternyata bahwa secara obyektif perbuatan itu merupakan suatu hal yang tidak dapat dibenarkan, bail( dilihat dari sudut kepentingan masyarakat maupun dilihat dari sudut kepentingan yang dilindungi oleh hukum.
52
Van Harrel berpendirian apabila Hakim merasa ragu-ragu apakah tidak ada hal-hal
yang
dapat
membuktikan,
bahwa
perbuatan
terdakwa
sesungguhnya tidak melawan hukum, maka Hakim berkewajiban menyelidiki hal itu. Dan apabila ia setelah mengadakan penyelidikan itu tetap tidak mempunyai keyakinan bahwa terdakwa dalam perbuatan melawan hukum menurut -Van Hamel, Hakim tidak boleh menjatuhkan hukuman. b) Ajaran melawan hukum yang formel Ajaran ini berpendapat bahwa yang disebut malawan hukum itu adalah yang bertentangan dengan hukum tertulis. Menurut Simons "Untuk dapat dipidana, perbuatan harus mencocoki rumusan delik yang tersebut dalam Undang-undang. Jika biasanya tidak perlu lagi menyelidiki, apakah perbuatan itu melawan hukum ataukah tidak" Simons berpendirian suatu tindak pidana hanyalah dapat dianggap tidak berlawanan dengan hukum dan dapat dilepaskan dari hukuman apabila di dalam Undang-undang tersedia dasar-dasarnya yang dapat melepaskan yang berbuat itu dari sanksi atas perbuatan itu. Jika tidak terdapat pengecualian-pengecualian di dalam Undang-undang terhadap berlakunya sanksi atas tindak pidana itu, maka menurut Simons Hakim tidak boleh tidak harus menghukum orang itu. Ia tidak menyetujui bahwa ketentuan
53
yang telah ditetapkan oleh Pembuat Undang-undang dapat diletakkan di bawah kontrol keyakinan hukum dari Hakim. Golongan yang menganut paham ini berpei dapat bahwa unsur "melawan hukum" itu. Meskipun betul merupakan unsur peristiwa pidana tetapi tidak merupakan suatu unsur yang berdiri sendiri. Bagaimana sikap kita terhadap pertentangan pendapat formeel dan materiil mengenai sifat melawan hukum itu? Kita bangsa Indonesia mengikuti ajaran materiil, bagi bangsa Indonesia belum pernah ada saat bahwa hukum dan Undang-undang adalah sama. Bahkan sebaliknya sebagian besar dari hukum adat terdiri dari aturan-aturan tidak tertulis. Benar bahwa Hakim adalah terikat kepada sistem hukum yang berlaku, tetapi Hakim Indonesia adalah "bebas" untuk rneninjau secara mendalam apakah penetapan-penetapan yang diambil pada waktu yang lampau, masih dapat dan hams dipertahankan berhubung dengan adanya perubahan-perubahan di dalam masyarakat, berhubung dengan adanya pertumbuhan perasaan-perasaan keadilan ham. Dan kita telah sama-sama ketahui, bahwa pembentukan Undang-undang selalu terbelakang dari pertumbuhan dan perkembangan hukum. Bagaimana dapat mernpertahankan pendapat pula bahwa pengecualian atas sifat-sifat melawan hukumnya perbuatan harus dicantumkan dulu dalam Undang-undang, baru dapat digunakan oleh Hakim.
54
Masyarakat adalah hidup, bergerak berhubungan dengan itu rasa keadilan masyarakat rakyat bergerak pula. Lebih-lebih diingat pendapat Van Hatt-um dan Langemeyer bahwa dengan perumusan-perumusan delik tidak akan bisa diadakan gambaran yang sempurna mungkin tentang aneka bentuk daripada hidup ini. Menurut Soepomo dalam bukunya yang berjudul "Bab-bab tentang Hukum Adat" mengatakan sebagai berikut: "Didalarn rangka system hukum adat, Hakim berwenang bahkan berkewajiban jika terhadap suatu soal belum ada peraturan hukum yang positif, memberi putusan yang mencerminkan rasa keadilan rakyat yang bertumbuh baru. Hakim sebagai pemimpin masyarakat wajib memberi concrelisering, wajib mewujudkan secara konkrit di dalam putusannya, apa yang menurut anggapannya sesuai dengan aliran masyarakat" Jiwa dari pada Hakim seperti ini hanya dapat dipenuhi oleh mereka yang mengikuti pandangan yang materiil, tidak oleh yang formil. Dengan demikian fungsi negatif dari ajaran melawan hukum materiil adalah suatu perbuatan yang dilarang oleh Peraturan Undang-undang dapat dikecualikan oleh aturan hukum tidak tertulis, sehingga lalu tidak lagi merupakan perbuatan pidana. 2. Unsur Kesengajaan Di dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana tidak dimuat suatu keterangan, apa yang dimaksudkan dengan "sengaja" itu, tetapi pernah dimuat
55
dalam Crimineel Wetboek, tahun 1809 (pasal 11) bahwa yang dimaksud dengan "sengaja" ialah: "membuat sesuatu atau tidak membuat sesuatu yang dilarang atau diperintahkan oleh undang-undang" Definisi ini juga tidak dimasukkan dalam KUHP Belanda tahun 1881, oleh sebab itu dengan sendirinya juga tidak dimasukkan ke dalam W.v.S.I (KUHP Indonesia tahun 1915) Menurut memori perjalanan tentang rencana Undang-undang tersebut dikatakan, bahwa perbuatan yang dilakukan dengan sengaja itu ialah perbuatan yang bertekad dan dilakukan dengan penuh kesadaran. Dalam membahas kata "dengan sengaja" kita memerlukan sebuah memori Van Toelichting Nederland tentang kata "dengan sengaja" (opzettelijk). Kata "dengan sengaja" (opzetelijk) (Lto ini banyak terdapat dalam pasalpasal KUHP) adalah sama dengan "Willens en wettens" (dikehendaki dan diketahui), menurut R. Tresna dalam bukunya "Asas-asas Hukum Pidana" mempergunakan kata-kata sebagai berikut: kata "dikehendaki" = "tekad". kata "diketahui" = "cita", "dibayangkan" Untuk membahas kata "dikehendaki" dan "diketahui" ada dua aliran (teori). Kedua teori tersebut adalah: 1. Von Hippel dengan teori "kehendak" (wilstheorie) = teori pangkal tekad, yang mengatakan "bahwa: "sengaja" adalah kehendak membuat suatu
56
tindakan dan kehendak menimbulkan suatu akibat karena tindakan itu. Dengan kata lain adalah "sengaja" apabila akibat suatu tindakan dikehendaki; dan boleh dikatakan bahwa "akibat dikehendaki", apabila akibat itu menjadi maksud benar-benar dari tindakan yang dilakukan tersebut. Contoh: A menyediakan sebuah alat teknologi untuk membuat sebuah percetakan ternyata alat tersebut digunakan untuk membuat mata uang palsu" Adalah "sengaja" apabila A benar-benar ingin membuat mata uang palsu. -
Menurut VOS "teori kehendak" ini dianut oleh Memori Van Toeklichting buktinya adalah istilah "willens en wetten" yang terdapat dalam WvT itu.
-
Ada yang berpendirian, bahwa kehendak atau tekad (niat) untuk melakukan sesuatu perbuatan itu tidak juga meliputi akibat-akibat perbuatan itu.
-
Akibat itu hanya dapat dibayangkan atau dicita-citakan (diketahui) saja oleh orang yang melakukan perbuatan itu.
-
Pendapat tersebut malahirkan ajaran (teori, aliran) berpangkal cita atau teori membayangkan (voorstelings theorie).
2. Teori berpangkal cita (membayangkan, dikemukakan oleh Frank dalam `Festschrift
Gieszen,
1907;
karangan
Ueber
den
Autbau
des
Schuldbegriffs) Menurut Frank mendasarkan alasan psychologis, maka
57
tidak mungkinlah hal suatu akibat dapat dikehendaki. Manusia tidak mungkin dapat menghendaki suatu akibat "manusia hanya dapat mengharapkan, membayangkan, mengetahui (kemungkinan) adanya suatu akibat"! Rumus Frank Berbunyi: "adalah sengaja, apabila suatu akibat (yang ditimbulkan karena suatu tindakan) yang dibayangkan sebagai maksud (tindakan itu) clan oleh sebab itu tindakan yang bersangkutan dilakukan sesuai dengan bayangan yang terlebih dahulu telah dibuat tersebut" Dengan kata lain: "menitikberatkan pada apa yang diketahui, apa yang akan terjadi pada waktu akan'berbuat." lni
dinamakan
"teori
pengetahuan"
atau
"teori
membayangkan"
(voorstellings theorie) menurut R Tresna: "teori berpangkal cita" Contoh: A membayangkan keuntungan yang akan diperoleh dan saran-saran yang akan dicapai yaitu terhadap peredaran mata uang palsu, maka A memberi sejumlah uang kepada B agar dapat menjalankan tugas dengan baik. Tidak boleh dikatakan bahwa A menghendaki B untuk melakukan peredaran uang palsu. A hanya mempunyai bayangan (keinginan) tentang Pembuatan dan Pemalsuan uang dengan memperalat B. berdasarkan alasan Psikologis, maka tidak mungkinkah A menghendaki B untuk melakukan Pembuatan dan peredaran uang palsu. Yang hanya dapat dikehendaki ialah suatu tindakan yang mungkin menyebabkan B melakukan peredaran mata uang palsu. Pembuatan dan peredaran mata uang palsu yang dilakukan B.
58
tindakan itu adalah menyuruh melakukan pembuatan dan peredaran uang palsu. Pembuatan dan Peredaran mata uang palsu pada waktu A merencanakan tindakannya berubah suatu bayangan (voorstelling) saja. Sedangkan perbedaan kedua teori tersebut adalah: -
Pada "teori kehendak" (berpangkal tekad): unsur sengaja itu letaknya pada niat (tekad) untuk berbuat semata-mata. A berniat membuat mata uang palsu maka A memberi peralatan mesin cetak yang canggih dan merekrut B untuk mengoperasikannya sebagai tenaga ahli.
-
Pada teori membayangkan (teori berpangkal cita atau teori pengetahuan) maka unsur disengaja itu letaknya pada apa yang dicitacitakan (dibayangkan) dengan perbuatan itu. B berniat memperoleh keuntungan yang besar dan keuntungan itu dapat diperoleh dengan membuat dan mengedarkan uang palsu. Oleh karma itu is sengaja melakukan pembuatan dan peredaran uang palsu dengan niat untuk memperoleh keuntungan yang besar. Ada dua macam opzet yaitu:
a. Formil Opzet Perbuatan disengaja yang ditujukan semata-mata kepada perbuatannya saja b. Materiil Opzet Perbuatan disengaja yang ditujukan kepada akibat dari suatu tindakan perbuatan.
59
Hubungan antara keadaan jasa orang dengan perbuatan yang disengaja, meliputi masalah-masalah sebagai berikut: a) Apakah orang itu hares mengetahui atau setidak-tidaknya harus dapat mengetahui, bahwa perbuatannya itu adalah suatu perbuatan yang dilarang atau yang melawan hukum maupun yang bertentangan dengan kewajibannya ataukah b) Sudah cukup jika perbuatannya itu merupakan sesuatu yang dilarang. -
Menurut hukum pidana yang berlaku, untuk menetapkan adanya unsur " dengan sengaja" itu, sudah cukuplah apabila orang sematamata melakukan perbuatan perbuatan yang dilarang, atau membiarkan apa yang diharuskan dalam undang-undang dengan tidak perlu dibuktikan bahwa orang itu mengetahui atau sadar bahwa perbuatannya itu bertentangan dengan hukum atau undangundang. Di dalam lapangan teori hukum pidana, hal ini dinamakan "kleurloos opzet" atau "kesengajaan yang tidak berwarna" Artinya sengaja berbuat itu tidak perlu mengetahui, bahwa kelakuannya itu dilarang.
-
Sedang "boos opzet" atau "niat jahat semata", di mana yang berbuat itu memang mengetahui bahwa apa yang ia lakukan atau biarkan rnemang diancam hukuman.
60
Dengan di undangkannya sesuatu peraturan hukum menurut caracara yang syah maka setiap orang dianggap mengetahui isinya. 3. Unsur Meniru atau memalsukan Meniru berarti membuat sedemikian rupa sehingga menyerupai yang asli. Sedangkan yang ditiru disini adalah mata uang negara yang merupakan alat pembayaran sah dari negarai yang dibuat dari logam dan kertas. Dalam pemalsuan uang ini tidak saja meliputi mata uang Indonesia tetapi juga mata uang asing. Saeorang yang melukis mata uang kertas negara Seorang yang melukis uang kertas negara demikian rapi sehingga sama dengan aslinya, tetapi tidak disertai maksud untuk menjalankannya sebagai uang kertas yang sah, tidak dapat dituntut dengan pasal 244 KUHP Pelanggaran ini biasanya dilakukan oleh percetakan atau toko-toko yang
mencetak
atau
menyebarkan
barang-barang
cetakan
yang
menyerupai uang kertas negara, uang kertas bank, mata uang atau perangko sebagai reklame atau tukang emas yang menjual perhiasan seperti tusuk konde, kancing baju dan sebagainya yang menyerupai mata uang. Dalam pengertian ":mata uang" termasuk juga mata uang asing. 4. Unsur Menyimpan, mengeluarkan, menerrim dan Mesuk i ke Daerah Republik Indonesia
61
Dalam unsur menyimpan ini terkait beberapa hal yang merupakan suatu rangkaian kegiatan yang dilakukan untuk nmenyimpan mata uang palsu ini. Dalam hal ini banyak pengertian yang hampir sama sehingga memerlukan sebuah analisa yang mendalam terhadap beberapa hal sebagai berikut: a. Orang yang dengan sengaja mengeluarkan mata uang yang telah dikurangi sendiri harganya, dengan maksud untuk mengeluarkan atau menyuruh mengeluarkan sebagai mata uang yang tidak rusak. b. Orang yang pada waktu menerima mata uang atau uang kertas negara ataii uang kertas bank mcngetahui akan kepalsuan atau dipalsukan itu dengan sengaja mengeluarkan mata uang atau uang kertas negara atau uang kertas bank tersebut sebagai mata uang atau uang uang kertas negara atau uang kertas bank asli dan yang tidak dipalsukan c. Orang yang menyimpan atau memasukkan ke daerah Republik Indonesia mata uang dan uang kertas negara atau uang kertas bank yang palsu atau dipalsukan dengan maksud untuk mengeluarkan atau menyuruh mengeluarkan sebagai yang ash dan tidak dipalsukan. Secara singkat yang diancam hukuman dalam pasal ini adalah orang yang dengan sengaja mengeluarkan, menerima, menyimpan, atau memasukkan ke daerah Republik Indonesia mata uang dan uang kertas negara atau uang kertas bank yang palsu atau dipalsukan, dengan maksud untuk diedarkan atau menyuruh mengedarkan sebagai yang asli dan tidak dipalsukan.
62
BAB IV ANALISA YURIDIS 'J ERIIADAP PERKARA No. 1425/PID.B/PN.TNG TENTANG TINDAK PIDANA PEMALSUAN UANG
Dalam
penelitian
skripsi
ini
akan
meneliti
perkara
No
1425/PJD.B/2005/PN.TNG dengan terdakwa Muktar Als. Tar Bin Muhamad Latif tentang perkara tindak pidana mengedarkan uang palsu. A. Identitas Terdakwa Nama lengkap
: Muktar Als. Tar Bin Muharnad Latif
Tempat lahir
: Meulaboh
Umur/tenggal lahir
: 23 tahun/22 April 1982
63
Jenis Kelamin
: Laki-laki
Kebangsaan
: Indonesia
Tempat Tinggal
: J1. Jati Padang Rt. 006/009 Kel. Jati Padang Kec Pasar Minggu, Jakarta Selatan
Agama
: Islam
Pekerjaan
: Swasta (penjual tas sekolah)
Pendidikan
: SMP
B. Susunan Persidangan Maha Nikmah, SH
sebagai Hakim Ketua
Majelis Wahyu Sektianingsih, SH, MH
sebagai Hakim anggota
Suprapto, SH. M.Hum
sebagai Hakim Anggota
Alawi Muharmansyah, SH
sebagai Jaksa Penuntut Umum
H. Abdul Mukti
sebagai Panitera Pengganti
C. Uraian Kejadian Bahwa Muktar Als. Tar bin Muhamad Latif pada hari Rabu tanggal 17 Agustus 2005 sekitar jam 00.30 atau setidak-tidaknya pada suatu waktu tertentu dalam bulan Agustus 2005 bertempat di Pasar Cikokol Kel. Babakan, Kecamatan Tangerang, Kota Tangerang atau setidak tidaknya pada suatu tempat tertentu yang masih termasuk dalam daerah hukum Pengadilan Negeri Tangerang dengan sengaja mengeluarkan mata uang atau uang kertas negara atau uang kertas bank
64
yang ditirunya atau dipalsukannya sendiri atau yang pada waktu diterimanya diketahui akan palsu atau dipalsukan itu, sebagai mata uang atau uang kertas negara atau uang kertas bank asli dan yang tidak dipalsukan ataupun yang menyimpan atau memasukkan ke daerah Republik Indonesia mata uang dan uang kertas negara atau uang kertas bank yang demikian dengan maksud untuk mengeluarkan atau menyuruh mengeluarkan sebagai yang asli dan tidak dipalsukan. Perbuatan tersebut dilakukan terdakwa dengan cars sebagai berikut: -
Pada mulanya hari Rabu tanggal 17 Agustus 2005 sekira jam 00.30 Wib di saat saksi Marjalena sedang menunggu warung kelontong miliknya, di pasar Cikokol Kel. Babakan, Kee. Tangerang, Kota Tangerang kemudian datang terdakwa dan membeli satu (1) bungkus rokok Dji Sam Soe seharga Rp. 7000,- (Tujuh ribu Rupiah) dengan menyerahkan uang Rp. 100.000,- (seratus ribu rupiah) dan saat saksi Marjalena menerima uang tersebut saksi Marjalena merasa curiga atas keaslian uang tersebut karena saat saksi meraba uang tersebut agak licin dan warnanya agak pudar. Tidak sebagaimana Hang pada umumnya. Selanjutnya saksi Marjalena menanyakan kepada terdakwa atas keaslian uang tersebut dan terdakwa berusaha meyakinkan saksi Marjalena dengan mengayakan bahwa Hang tersebut benar-benar asli sehingga saksi Marjalena memberikan uang kembalian sebesar Rp. 93.000,-(Sembilan puluh tiga ribu rupiah) dan selanjutnya terdakwa meninggalkan warung tersebut.
-
Karena masih penasaran dengan keaslian uang tersebut kemudian saksi memeriksa kembali uang tersebut dengan menerawangkan uang tersebut ke
65
arah lampu sehingga saksi merasa yakin kalau uang yang diberikan oleh terdakwa tersebut palsu, lalu saksi mengejar terdakwa yang belum jauh yang akhirnya terdakwa ditangkap oleh petugas keamanan pasar dan saat digeledah dalam tas dan dompet terdakwa di temukan sebanyak 27 (dua puluh tujuh) lembar uang kertas pecahan Rp.100.000,- (seratus ribu rupiah) yang palsu dan saat ditanyakan terdakwa mengaku mendapatkan uang tersebut dari saudara Faisal (dalam pencarian). -
Berdasarkan pemeriksaan laboratorik kriminalistik Polri Nomor: LAB: 4950/DUF/2005 dengan kesimpulan: 27 (dua puluh tujuh) lembar uang rupiah pecahan Rp. 100.000,- (seratus ribu rupiah) serf gambar Proklamator Dr Ir Soekarno dan Dr H. Moh Hatta tahun emisi 2004 dengan nomor serf AAK 228326 sebanyak 8 (delapan) lembar, BAP 330206 sebanyak 8 (delapan) lembar, CAT 123438 sebanyak 1 (satu) lembar, GAO 334005 sebanyak 10 (sepuluh lembar) PALSU.
-
Kepalsuan uang rupiah tersebut merupakan basil cetak PRINTER BERWARNA
-
Sebagaimana diatur dan diancam dalam pasal 245 KUH Pidana
D. Keterangan Saksi-Saksi I. Saksi Ina Sutisna Di bawah sumpah pada pokoknya memberikan keterangannya sebagai berikut:
66
-
Bahwa benar terjadinya pada hari Rabu tanggal 17 Agustus 2005 sekira jam 00.30 WIB bertempat di pasar Cikokol Kecamatan Tangerang Kota Tangerang terdakwa telah melakukan mengedarkan uang kertas pecahan Rp. 100.000,- (seratus ribu rupiah) palsu
-
Bahwa benar saat terdakwa membelanjakan uang palsu tersebut saksi sedang berada di pintu masuk pasar Cikokol sedang jaga sebagai keamanan pasar bersama-sama dengan saudara Agus Sopian dan saudara Sanan
-
Bahwa benar terdakwa telah membelanjakan uang kertas pecahan Rp.100.000 yang palsu di waning kelontong yang pemiliknya adalah saksi korban Marjalena
-
Bahwa benar awalnya saksi melihat terdakwa dengan saksi korban Marjalena
dengan
bertengkar
adu
mulut
yang
kemudian
saksi
menghampiri dan menanyakan apa yang terjadi kemudian korban menceritakan bahwa terdakwa telah membeli rokok Dji Samsoe dan mernbayar menggunakan uang Rp.100.000,- yang palsu yang kemudian saksi menangkap terdakwa dan mengamankannya di pos keamanan dan saat saksi melakukan penggeledahan saksi menemukan di dalam dompet terdakwa 27 lembar uang Rp.100.000,- palsu selanjutnya saksi menyerahkannya kepada pihak kepolisian -
Bahwa benar saksi membenarkan barang bukti yang diajukan dalam persidangan dan membenarkannya.
67
-
Atas keterangan saksi tersebut terdakwa membenarkannya
2. Saksi Gufron di bawah sumpah pada pokoknya memberikan keterangan sebagai berikut: -
Bahwa benar terjadinya pada hari Rabu tanggal 17 Agustus 2005 sekira jani 00.30 W1B bertempat di pasar Cikokol Kecamatan Tangerang Kota Tangerang terdakwa telah melakukan mengedarkan uang kertas pecahan Rp. 100.000,- (seratus ribu rupiah) palsu
-
Bahwa benar saksi mengetahui kejadian tersebut sekira jam 01.00 Wib setelah saksi menerima informasi melalui telpon dari pihak keamanan pasar Cikokol
-
Bahwa benar sewaktu kejadian saksi sedang melakukan tugas piket Reskrim di Polsekta Tangerang dan mendapatkan informasi bahwa telah terjadi tindak pidana pengedaran uang palsu kemudian saksi mendatangi tempat kejadian dan disana saksi melihat terdakwa telah diamankan ole'h keamanan Pasar.
-
Bahwa benar selanjutnya saksi mengamankan terdakwa beserta barang buktinya berupa uang kertas Rp. 100.000,- (seratus ribu rupiah) sebanyak 27 (dua puluh tujuh) lembar yang dibawa oleh terdakwa di dalam dompetnya.
-
Bahwa benar saat dilakukan interogasi terdakwa mengakui bahwa uang palsu tersebut terdakwa peroleh dari sdr. Faisal (belum tertangkap) Atas keterangan saksi tersebut terdakwa membenarkannya
68
3. Saksi Marjalena di bawah sumpah pada pokoknya memberikan keterangan sebagai berikut: -
Bahwa benar terjadinya pada hari Rabu tanggal 17 Agustus 2005 sekira jam 00.30 WIB bertempat di pasar Cikokol Kecamatan Tangerang Kota Tangerang terdakwa telah melakukan mengedarkan uang kertas pecahan Rp. 100.000,- (seratus ribu rupiah) palsu
-
Bahwa benar awalnya saksi berada di warung rokok miliknya lalu datang terdakwa membeli sebungkus rokok Dji Sam Soe seharga Rp. 7000,(tujuh ribu rupiah) dengan membayar dengan uang kertas pecahan Rp. 100.000,-
-
Bahwa benar kemudian saksi merasa curiga dengan uang yang diberikan oleh terdakwa karena disaat saksi meraba uang tersebut agak licin dari warnanya agak pudar tidak sebagaimana uang Rp. 100.000,-pada um umnya.
-
Bahwa kemudian saksi menanyakan kepada terdakwa tentang keaslian uang tersebut `Apakah uang ini palsu?' Kemudian dijawab ole~~ terdakwa bahwa uang tersebut tidak palsu.
-
Bahwa benar setelah terdakwa berusaha meyakinkan saksi kemudian saksi mengembalikan uang tersebut Rp. 93.000,- kemudian terdakwa pergi.
-
Bahwa benar setelah terdakwa pergi kemudian saksi melihat kembali uang tersebut ke arah lampu sehingga saksi merasa yakin kalau uang tersebut
69
adalah palsu, kemudian saksi mengejar pelaku dan memulangkan uang yang diberikan oleh terdakwa sehingga terjadi cekcok mulct. -
Bahwa benar tak lama kemudian datang keamanan pasar lalu mengamankan terdakwa dan membawanya ke Pos Keamanan Bahwa benar setelah dilakukan pemeriksaan oleh pihak keamanan di dalam tas dan dompet terdakwa diketemukan 27 (dua pulah tujuh) lembar uang Rp. 100.000,- palsu
-
Atas keterangan saksi tersebut terdakwa membenarkannya
4. Saksi Yopi Ahmad Yani Bin Muhammad Yusuf di bawah sumpah pada pokoknya memberikan keterangan sebagai berikut: -
Bahwa benar terjadinya pada hari Rabu tanggal 17 Agustus 2005 sekira jam 00.30 WIB bertempat di pasar Cikokol Kecamatan Tangerang Kota Tangerang terdakwa telah melakukan mengedarkan uang kertas pecahan Rp. 100.000,- (seratus ribu rupiah) palsu
-
Bahwa benar saat terdakwa membelanjakan uang palsu tersebut saksi sedang berada dipintu masuk pasar Cikokol sedang jaga sebagai keamanan pasar bersama-pasar dengan sdr. Ivan Sutisna dan bahwa benar terdakwa telah membelanjakan uang kertas pecahan Rp. 100.000,-yang palsu diwarung kelontong yang pemiliknya adalah saksi korban Marjalena
-
Bahwa benar awalnya saksi melihat terdakwa dengan saksi korban Marjalena
sedang
bertengkar
adu
mulut
yang
kemudian
saksi
menghampiri dan menanyakan apa yang terjadi kemudian korban
70
menceritakan bahwa terdakwa telah memberi rokok Dji Sam Soe dan membayar menggunakan uang keamanan dan saat saksi melakukan penggeledahan saksi menemukan di dalam dompet terdakwa 27 lembar uang Rp. 100.000,- palsu selanjutnya saksi menyerahkannya kepada pihak kepolisian -
Bahwa benar saksi membenarkan barang bukti yang diajukan dalam persidangan dan membenarkannya
-
Atas keterangan saksi tersebut terdakwa membenarkannya
E. Alat Bukti 1. Bukti Surat Berdasarkan pemeriksaan Laboratorik Krimininalistik Polri Nomor: LAB : 4950/DUF/2005 dengan kesimpulan: 27 (dua puluh tujuh) lembar uang rupiah pecahan Rp. 100.000,- (seratus ribu rupiah) serf gambar Proklamator Dr. Ir.Soekamo dan Dr.H.Mohammad Hatta tahun emisi 2004 dengan nomor serf AAK 228326 sebanyak 8 lembar, BAP 330206 sebanyak 8 lembar, CAT 123438 sebanyak 1 lembar, GAO 344005 sebanyak 10 lembar adalah PALSU Kepalsuan uang rupiah tersebut merupakan basil cetak PRINTER B E RWARNA 2. Keterangan Terdakwa Terdakwa MUKTAR Als TAR BIN MUHAMMAD LATIF di bawah sumpah di depan persidangan pada pokoknya menerangkan sebagai berikut:
71
-
Bahwa benar terdakwa mengerti dan membenarkan Surat Dakwaan yang dibacakan oleh Jaksa Penuntut Umum
-
Bahwa benar terdakwa membenarkan keterangan saksi-saksi
-
Bahwa benar terdakwa membenarkan keterangannya didalam BAP yang dibuat oleh Penyidik.
-
Bahwa benar terjadinya pada hari Rabu tanggal 17 Agustus 2005 sekira jam 00.30 W1B bertempat di pasar Cikokol kecamatan Tangerang kota Tangerang terdakwa telah melakukan mengedarkan uang kertas pecahan Rp. 100.000,- (seratus ribu rupiah)
-
Bahwa benar awalnya terdakwa membeli rokok Dji Sam Soe di waning kelontong/rokok milik saksi korban Marjalena seharga Rp.7000,kemudian terdakwa membayar dengan uang kertas pecahan Rp.100.000,palsu yang kemudian dikembalikan oleh saksi korban sebesar Rp.93.000,selanjutnya terdakwa beranjak pergi.
-
Bahwa benar tak lama kemudian saksi korban mengejar terdakwa dan akan meminta rokok dan uang kembaliannya kembali dikarenakan saksi korban curiga karena uang yang terdakwa berikan palsu
-
Bahwa benar scat terjadi cekcok mulut kemudian datang keamanan pasar lalu menangkap terdakwa
-
Bahwa benar 27 lembar uang Rp. 100.000,- adalah milik terdakwa sirnpan di dalam dompet
72
-
Bahwa benar terdakwa mendapatkan uang palsu tersebut dari saudara Faisal
3. Petunjuk Berdasarkan keterangan saksi-saksi dan barang bukti yang diajukan ke persidangan uang kertas pecahan Rp. 100.000,- nomor serf AAK 228326 sebanyak 8 lembar, BAP 330206 sebanyak 8 lembar, CAT 123438 sebanyak 1 lembar, GAO 344005 sebanyak 10 lembar dan satu buah dompet warna hitam. Bahwa benar pada hari Rabu tanggal 17 Agustus 2005 sekira jam 00.30 Wib bertempat di Pasar Cikokol Kec Tangerang, Kota Tangerang terdakwa telah melakukan tindak pidana pemalsuan mata uang berdasarkan hal-hal tersebut di atas terdapat persesuaian yang merupakan bukti petunjuk.
F. Barang Bukti 27 lembar uang kertas pecahan Rp. 100.000,- palsu dengan reincian sebagai berikut: No serf AAK 228 326 sebanyak 8 lembar, BAP 330206 sebanyak 9 lembar, CAT 1`?34 sebanyak 1 lembar, GAO 144665 sebanyak 10 lembar dan satu buah dompet warna hitam.
G. Tuntutan Jaksa Penuntut Umum mengajukan tuntutan kepada Majelis Hakim dengan tuntutan sebagai berikut:
73
1. Menyatakan terdakwa Muktar Als Tar Bin Muhamad Latif terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana Pemalsuan Mata Uang sebagaimana diatur dan diancam pidana pasal 245 KUHPidana. 2. Menjatuhkan pidana terhadap terdakwa Muktar Als Tar Bin Muhamad Latif dengan pidana penjara selama 3 tahun dikurangi selama terdakwa berada dalam tahanan sementara 3. Menyatakan barang bukti berupa 27 lembar uang kertas pecahan Rp. 100.000,- palsu dengan rincian sebagai berikut: No serf AAK 228326 sebanyak 8 lembar, BAP 330206 sebanyak 8 lembar, CAT 123438 sebanyak 1 lembar, GAO 344005 sebanyak 10 lembar dan satu buah dompet warna hitam dirampas untuk dimusnahkan 4. Menetapkan agar terdakwa dibebani membayar biaya perkara sebesar Rp.1000,- (seribu rupiah)
H. Putusan Setelah mempertimbangkan dakwaan dan tuntutan dari Jaksa Penuntut Umum, Keterangan Saksi, Alat Bukti yang ada, barang bukti, serta keterangan dari terdakwa maka Majelis Hakim memberikan putusan terhadap perkara tindak pidana pemalsuan uang dengan diancam pasal 245 KUH Pidana. Adapun isi putusan dari Majelis Hakim tersebut adalah sebagai berikut: 1. Menyatakan terdakwa: Muktar Als Tar Bin Muhamad Latif terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana: Pemalsuan Uang.
74
2. Menghukum terdakwa oleh karenanya dengan pidana penjara selama 2 tahun 6 bulan 3. Menetapkan masa penahanan yang telah dijalani terdakwa dikurangkan seluruhnya dari pidana yang dijatuhkan 4. Memerintahkan agar barang bukti berupa 27 lembar uang kertas pecahan Rp. 100.000,- palsu dengan rincian sebagai berikut: No serf AAK 228326 sebanyak 8 lembar, BAP 330206 sebanyak 8 lembar, CAT 123438 sebanyak 1 lembar, GAO 344005 sebanyak 10 lembar dan sate buah dompet warna hitam dirampas untuk dimusnahkan 5. Menetapkan terdakwa tetap berada dalam tahanan 6. Menghukum terdakwa untuk membayar biaya perkara ini sebesar Rp. 1.000,(seribu rupiah) Hal hal yang memberatkan terdakwa adalah perbuatan terdakwa telah meresahkan masyarakat, sedangkan hal-hal yang meringankan terdakwa adalah bahwa terdakwa berterus terang dalam persidangan sehingga memperlancar jalannya persidangan dan terdakwa belum pernah dihukum dan berlaku sopan dalam persidangan.
I. Analisa Kasus Berdasarkan uraian di atas terdakwa dinyatakan bersalah oleh majelis hakim karena telah mPmenuhi unsur-unsur yang mengpakan tindak pidana pemalsuan uang.
75
Awalnya terdakwa diajukan kemuka persidangan oleh Jaksa Penuntut Umum dengan dakwaan seperti yang tersebut di atas. Dan dituntut dengan pasal 245 KUi Pidana. Untuk menguatkan dakwaannya Penuntut Umum mengajukan barang bukti ke muka persidangan. Adapun mengenai barang bukti yang diajukan oleh Penuntut Umum adalah seperti yang tersebut di atas. Selain mengajukan barang bukti Penuntut umum juga menghadirkan saksisaksi untuk di dengan keterangannya di muka persidangan. Penuntut Umum menghadirkan saksi Ivan Sutisna dan Gufron untuk dimintai keterangannya dimuka persidangan. Sebelum kedua orang saksi tersebut mamberikan kesaksiannya maka diambil sumpah terlebih dahulu oleh petugas pengambil sumpah. Keterangan yang diberikan oleh saksi-saksi pada pokoknya memberatkan Terdakwa dan dipergunakan sebagai bahan pertimbangan oleh Majelis Hakim untuk memberikan/menjatuhkan putusan. Atas keterangan saksi-saksi tersebut, majelis Hakim kemudian bertanya kepada Terdakwa apakah keberatan dengan keterangan yang diberikan oleh para saksi. Ternyata terdakwa tidak keberatan dengan keterangan yang diberikan oleh saksi sehingga keterangan dari para saksi dibenarkan oleh terdakwa. Namun dalam kasus ini ada saksi yang telah dipanggil oleh Jaksa Penuntut Umum akan tetapi tidak hadir walaupun telah dilakukan pemanggilan sesuai dengan prosedur. Dengan demikian Jaksa tidak memanggil lagi saksi tersebut ke muka persidangan tetapi keterangan saksi tersebut dibacakan sesuai dengan
76
keterangan yang telah diberikan di depan Penyidik. Pembacaan keterangan saksi tersebut berdasarkan Berita Acara Pemeriksaan yang dibuat oleh Penyidik. Dengan demikian setelah permohonan Jaksa Penuntut Umum disetujui oleh terdakwa dengan perintah Ketua Majelis Hakim kemudian Jaksa Penuntut Umum membacakan Berita Acara Pemeriksaati saksi-saksi. Dari pembaeaan keterangan saksi tersebut maka terdakwa tidak keberatan dan membenarkannya. Terdakwa di muka persidangan telah memberikan keterangannya yang pada pokoknya terdakwa mengakui perbuatannya yaitu mengedarkan uang palsu dengan cara membelanjakannya di sebuah warung untuk membeli rokok Dji Sam Soe di Pasar Cikokol pada tanggal 17 Agustus 2005. Untuk keterangan selanjutnya dapat dilihat dalam Berita Acara pemeriksaan (BAP) yang dibuat oleh penyidik dan Jaksa penuntut Umum dan dimuat dalam pertimbangan putusan Majelis Hakim. Dari keterangan para saksi dan terdakwa serta barang bukti yang kesemuanya itu merupakan alat bukti sebagaimana diatur dalam KUHAP pasal 184 yang isinya sebagai berikut: 1) Alat bukti yang sah ialah a. Keterangan Saksi b. Keterangan Ahli c. Surat d. Petunjuk e. Keterangan terdakwa
77
2) Hal yang secara umum sudah diketahui tidak perlu dibuktikan Dalam pemeriksaan cepat keyakinan Hakim cukup didukung satu alat bukti yang sah. Dalam perkara yang berat atau perkara biasa maka tidak cukup dengan keyakinan hakim dan satu alat bukti saja melainkan hams didukung minimal 2 (dua) alat bukti yang sah. Dari keterangan di atas maka terdapat dua alat bukti yaitu keterangan saksi dan keterangan terdakwa. Keterangan saksi merupakan keterangan yang diberikan oleh saksi di muka persidangan. Dalam praktek di lapangan ternyata alat bukti im merupakan alat bukti yang paling penting. Selain itu kita harus mengetahui arti dari Kesaksian sehingga Untuk menjawab pertanyaan tersebut maka penulis juga harus memahami apa yang telah ditentukan dalam pasal 185 KUHAP. Kesaksian adalah suatu keterangan dengan lisan di muka Hakim dengan sumpah tentang hal-hal mengenai kejadian tertentu yang didengar, dilihat dan dialami sendiri. Dalam hal ini pada kasus perkara di atas keterangan saksi diberikan oleh dua orang saksi. Sering pula ter jadi keterangan saksi itu tidak lisan melainkan tertulis, akan tetapi tulisan itu harus dibacakan (dengan lisan) di muka Hakim dansetelah itu Surat tersebut diberikan kepada hakim. Bentuk kesaksian yang berupa keterangan yang diucapkan di depan Polisi bukanlah merupakan suatu kesaksian berbeda halnya apabila keterangan itu diberikan dalam pemeriksaan pendahuluan dengan disumpah terlebih dahulu,
78
ditetapkan dalam Berita Acara yang dibacakan di muka sidang disebabkan orangnya meninggal dunia atau tidak datang. Selain itu kesaksian juga dapat diberikan dengan kaset rekaman apabila seorang saksi tersebut berada di luar negeri atau sedang menderita suatu penyakit tertentu. Satu alat bukti yang terdapat dalam perkara di atas adalah keterangan terdakwa. Sedangkan yang dimaksud dengan keterangan terdakwa adalah apa yang terdakwa ucapkan di depan persidangan tentang perbuatan yang ia lakukan, diketahui, atau alami sendiri. Keterangan terdakwa itu bisa juga merupakan apa yang dahulu biasa disebut sebagai pengakuan terdakwa. Terdakwa memberikan keterangan di depan sidang pengadilan apabila setelah ditanya oleh hakim tentang kesehatannya, ia dalam keadaan sehat. Setelah itu terdakwa memberikan keterangan atas pertanyaan Hakim dan Jaksa Penuntut Umum. Yang merupakan alat bukti sah adalah keterangan terdakwa yang diucapkan dalam sidang pengadilan. Adapun apa yang terdakwa (tersangka) terangka.n dalam pemeriksaan pendahuluan bukan merupakan alat bukti yang sah, ia hanya dapat digunakan untuk membantu menerangkan bukti di sidang pengadilan dan hanya dapat digunakan terhadap terdakwa sendiri. Untuk membuktikan bahwa terdakwa bersalah melakukan tindak pidana yang didakwakan kepadanya maka keterangan terdakwa itu harus ditambah lagi
79
dengan satu alat bukti yang lain, misalnya keterangan saksi, keterangan ahli, petunjuk atau surat. Untuk memahami ketentuan mengenai keterangan terdakwa maka penulis terlebih dahulu mempelajari apa yang menjadi ketentuan dalam pasal 189 KUHAP. Dari basil keterangan terdakwa dan keterangan saksi di atas maka dapat diperoleh fakta-fakta yuridis sebagai berikut: a. Bahwa benar pada hari rabu, tanggal 17 Agustus 2005 sekira jam 00.30 Wib di pasar Cikokol. Kec tangerang, Kota Tangerang terdakwa telah mengedarkan uang kertas pecahan Rp. 100.000,- palsu b. Bahwa benar awalnya terdakwa membeli rokok Dji Sam Soe di waning rokok milik saksi korban seharga Rp. 7.000,- terdakwa membayar dengan Rp. 100.000,- palsu dan dikembalikan oleh saksi Rp. 93.000,-setelah itu terdakwa pergi, tak lama kemudian saksi melihat uangnya palsu lalu mengejar terdakwa minta uang kembalian beli rokok diserahkan kembali bersama rokoknya. c. Bahwa benar saat terjadi cekcok mulut kemudian dating kemananmenangkap terdakwa yang kemudian diserahkan ke Polsek Kota Tangerang. d. Bahwa benar terdakwa mengaku mempunyai uang kertas pecahan Rp. 100.000,- palsu yang didapat dari sdr. Faisal dengan membelinya uang palsu tersebut Rp.300.000,e. Bahwa benar barang bukti yang diperlihatkan di persidangan adalah milik terdakwa
80
Berdasarkan uraian di atas maka telah terbukti secara sah dan meyakinkan dan juga pada diri terdakwa terdapat kemampuan untuk bertanggung jawab atas perbuatannya, karena tldak terdapat alasan pemaaf maupun alasan pembenar maupun, alasan penghapus pidana sebagaimana ditentukan dalam KUHP, maka oleh karenanya terdakwa harus dijatuhi hukuman yang sesuai dengan kesalahannya atau perbuatan yang telah ia lakukan. Berdasarkan ketentuan dalam pasal 24, 25, clan 26 KUHAP semua penahanan yang telah dilakukan oleh Penyidik untuk kepentingan penyidikan dan penahanan yang dilakukan oleh jaksa/Penuntut Umum untuk kepentingan penuntutan serta penahanan yang dilakukan oleh Hakim untuk kepentingan pemeriksaan di pengadilan, diperhitungkan seluruhnya dan akan dikurangkan dengan lamanya pidana penjara yang akan dijatuhkan kepadanya. Sebelum putusan mempunyai kekuatan hukum yang tetap maka berdasarkan ketentuan yang diatur dalam pasal 193 ayat 2b KUHAP, status penahanan terdakwa tetap dipertahankan. Berdasarkan pasal 222 ayat (1) KUHAP karena terdakwa dinyatakan bersalah dan dijatuhi hukuman pidana penjara, maka kepada terdakwa dibebankan untuk membayar ongkos perkara yang besarnya ditentukan dalam amar putusan perkara.
J. Analisa kriminologis
81
Tindak pidana pemalsuan uang merupakan suatu bentuk kejahatan yang memerlukan penanganan secara khusus. Hal ini disebabkan kejahatan pemalsuan uang merupakan sindikat yang terorganisir sehingga untuk menanggulanginya juga memerlukan penanganan secara organisir juga. Artinya kita harus menyelidiki terlebih dahulu hal-hal sebagai berikut: a. Bagaimana cara kerja/strategi b. Berapa jumlah anggotanya c. Jaringannya nasional atau internasional d. Para anggota sindikat termasuk dalam stratifikasi masyarakat e. Factor-faktor yang menyebabkan terjadinya kejahatan tesebut Setelah diketahui beberapa hal di atas maka kita harus menyusun strategi sehubungan dengan penanggulangan sebuah masalah kejahatan. Kejahatan yang dilakukan kelompok ini merupakan kategori kejahatan mafia. Kejahatan ini merupakan kejahatan yang terorganisisr dan memang sudah tidak monopoli gejala social di negara-negara kelahirannya seperti Italia dan Amerika, melainkan sudah menyebar atau memiliki jaringan yang sangat luas sampai ke negara-negara di dunia salah satunya negara Indonesia. Walaupun dalam bentuk dan gaya yang berlainan dengan menyesuaikan situasi dan kondisi dari masing-masing negara. Apabila kita meneliti kejahatan yang terorganisasi ini maka kita akan melihat adanya semacam satuan tugas dan keteampilan-keterampilan para penjahat yang menjadi anggotanya. Seperti halnya dalam kejahatan pemalsuan uang maka ada beberapa tugas dari masing-masing anggota sindikat seperti
82
membuat, mengedarkan, menyimpan dan mengedarkan mata uang yang palsu dan mereka ditunjuk untuk melaksanakan tugasnya sesuai dengan keahliannya masing-masing. Satu hal yang harus diketahui pula bahwa kejahatan ini dalam melakukan tindak kejahatan tidak secara terang-terangan. Dalam bangsa demokrasi seperti di Indonesia tidaklah tercermin adanya perbuatan yang berlawanan dengan undangundang bagi individu atau sekelompok individu yang secara rasional merencanakan, mendirikan, mengernbangkan atau mengelola suatu organisasi yang ditujukan untuk melakukan kejahatan. Dengan demikian maka kejahatan pemalsuan uang ini akan menimbulkan masalah kejahatan, sebagai Masalah kejahatan merupakan kenyataan sosial yang tidak dapat dihindari, baik di daerah perkotaan dengan struktur masyarakat modern, maupun daerah pedesaan yang struktur masyarakatnya masih bersifat tradisional. Kejahatan bisa saja terjadi baik dilakukan oleh orang atau kelompok yang tingkat ekonominya lemah, bahkan dilakukan pula oleh mereka yang memiliki status sosial yang tinggi, di mana dapat tersembunyi oleh statusnya yang besar. Sangatlah wajar dan logis jika hal ini menimbulkan keresahan karena kejahatan dianggap sebagai suatu gangguan terhadap ketertiban clan keamanan serta kesejahteraan masyarakat baik dikota atau di Desa. Masalah sebagai suatu kenyataan yang erat kaitannya dengan masyarakat yang sementara mengalami perubahan. Perubahan social itu sendiri merupakan ciri khusus masyarakat modem. Di dalam masyarakat modem perubahan itu
83
berlangsung sangat cepat sedangkan dalam masyarakat tradisional, perubahan itu sangat lambat/lemah. Adanya perubahan-perubahan sosial di dalam masyarakat diakibatkan oleh proses-proses sosial dikota, yang timbul karena berbagai masalah seperti: urbanisasi, perkembangan disektor ekonomi, kemajuan teknologi, yang mengakibatkan adanya mobilitas horizontal dan mobilitas vertical yang tinggi. Kesemuanya itu akan mempertemukan manusia dari berbagai masyarakat, suku, dan adat istiadat. Mereka akan membentuk ikatan norma dan nilai-nilai yang hidup dan saling berbeda ataupun bertentangan satu sama lain. Suasana ini selain menimbulkan konflik budaya, juga dapat menimbulkan suasana samarsamar. Keadaan semacam ini memberi peluang untuk berbagai norma dan nilai hidup, sekaligus berlokasi di suatu tempat. Akibatnya kehidupan suatu masyarakat akan menjadi tidak menentu, karena norma dan nilai hidupnya samar-samar serta tidak jelas yang kian kehidupannya tidak menentu. Hal ini dapat pula diakibatkan oleh adanya pertentangan norma itu sendiri. Pertentangan norma ini timbul, karena masingmasing individu merasa asing terhadap norma-norma dari individu yang lain atau norma-norma barn Dengan demikian, mengakibatkan individu sexing bertindak trial dan error (berbenturan). Norma lama di buang, sedangkan norma baru belum ada. Nilainilai hidup bergeser tanpa diiringi nilai-nilai baru yang tetap, seakanakan terjadi kekosongan nilai.
84
Kebudayaan sebagai sumber nilai tidak memberi pegangan, karena norma yang lama tidak lagi mempunyai kekuatan sedang norma baru belum ada, maka tidak mengherankan jika kemudian timbul bentrokan satu sama lain, bagaikan orang yang berjalan dalam gelap gulita tanpa lampu penerang. Bentrokanbentrokan ini yang mengakibatkan timbulnya kejahatan. Perubahan social dapat menimbulkan problema social, di mana di dalamnya terjadi interaksi dan interrelasi dua manusia atau lebih. Karena kondisi social melatar-belakangi problema social ini, maka perlu diteliti kembali kondisi social masyarakat, sebelum mempelajari problema social. Problema sosial diartikan sebagai suatu ketidak sesuaian antara unsurunsur di dalarn masyarakat, yang membahayakan kehidupan kelompok sosialnya atau menghambat terpenuhinya keinginan-keinginan pokok dari warga kelompok social tersebut, sehingga menyebabkan rusaknya ikatan social. Sedang interaksi social adalah merupakan hubungan antara orang perorangan, antara kelompokkelompok manusia, maupun hubungan antara orang perorangan dengan kelompok manusia. Kondisi social dapat dilihat sebagai situasi atau keadaan tertentu, dari suatu masyarakat yang berinteraksi. Kondisi social timbul sebagai akibat dari perkembangan kondisi social dan cultural, yaitu akibat dari deferensasi dan multiplikasi kepentingan dan fungsi masyarakat, gangguan alam sekitar phisik dan scbagainya. Di samping itu terjadi perubahan social yang menyebabkan terjadinya disorganisasi, yang merupakan proses melemahnya norma-norma dalam masyarakat.
85
Dapat dikatakan, bahwa problema social sebagai akibat dari penyimpangan terhadap norma-norma kemasyarakatan, yang akan menjadi beban masyarakat. Orang yang mengalami hal ini menimbulkan perasaan tidak arnan dalam dirinya, perasaan kurang mampu, perasaan bersalah, perasaan bermusuhan dan konflik, keadaan ini melahirkan perbuatan anti social atau kejahatan.
BAB V PENUTUP
A. Kesimpulan 1. Peredaran mata uang palsu di Indonesia sudah meluas ke seluruh pelosok negeri, pada awalnya memang peredaran uang palsu beredar pada masyarakat kota tetapi pada akhirnya masyarakat desa juga menjadi sasaran. Perbuatan ini dilakukan secara terorganisir dan mempunyai jaringan yang cukup luas atau bahkan internasional, kaum ilmuwan mengenal kejahatan ini sebagai kejahatan mafia. Salah satu hal yang menjadi faktor yang mengakibatkan bisnis ini adalah keuntungan yang diharapkan serta kesulitan ckonomi yang emmaksa orang menjadi nekat sehingga rela berbuat kejahatan. 2. Di dalam ketentuan KUHP menyebutkan khususnya dalam pasal 244 unsurunsur yang terdapat dalam kejahatan pemalsuan uang. unsur-unsur kejahatan pemalsuan uang. di dalam pasal ini terdapat juga ancaman pidana terhadap
86
siapa yang melanar ketentuan pasal ini. Kejahatan pemalsuan uang ini beraneka ragam tipenya tetapi pada dasarnya satu yaitu yang dipalsukan adalah uang baik itu uang kertas atau uang logam. Unsur-unsur yang tidak dapat dipisahkan dari kejahatan pemalsuan uang adalah meniru. membuat, mengedarkan dan menyimpan.
B. Saran 1. Diperlukan kerjasarna yang baik antara aparat Pemerintah, masyarakat serta aparat penegak hukum dalam rangka upaya untuk memberantas kejahatan pemalsuan uang, selain itu masyarakat juga harus tanggap dan bersifat rekatif terhadap segala sesuatu yang mencurigakan. 2. Diperlukan undang-undang yang secara khusus mengatur kejahatan pemalsuan uang sehingga memuat hukuman yang cukup berat bagi pelanggarnya.
87