Menunggu Sinyal Kabinet Yudhoyono Sejak pasangan capres-cawapres Yudhoyono-Boediono dipastikan keluar sebagai pemenang pada pemilu 8 Juli, diskursus dan aksi perebutan kursi kabinet pun menyeruak. Sebagaimana kebiasaan yang berlaku, setelah terpilih menjadi presiden dalam sistem presidensial, presiden terpilih yang memiliki hak prerogatif mengangkat para menteri untuk membentuk kabinet, tanpa terpengaruh oleh pihak mana pun. Karena, para menteri dalam menjalankan tugas kenegaraannya berada di bawah kendali presiden secara penuh. Kini, berbagai rumors tentang kebinet bayangan mulai bermunculan. Itu bertalian dengan rencana presiden terpilih tentang akan dibentuknya “Kabinet Kerja” untuk melanjutkan program kerjanya pada periode kedua kepemimpinannya. Dengan kemenangan mutlak yang diraih oleh pasangan Yudhoyono-Boediono, tentu sang presiden terpilih memiliki keleluasaan yang tinggi dalam menentukan person-person mana yang cocok masuk ke dalam “Kabinet Kerja”. Ini berbeda dengan periode pertama kekuasaan Yudhoyono yang tidak memiliki modal politik yang kuat, jauh dari kebutuhan menguasai suara di parlemen, yang membuatnya cukup “gagap” menyusun kabinetnya, karena banyak sekali kepentingan yang melilit kekuasaan sang presiden. Tentu saja sang presiden juga tidak bisa mengabaikan begitu saja kepentingan parpolparpol yang tergabung dalam barisan koalisi pendukung pemenangan sang presiden. Ini demi terbentuk dan terbangunnya sebuah sosok kabinet yang kuat dan kapabel serta menghindari munculnya ketidakpuasan yang akan berbalik menjadi “gugatan” politik tatkala berbagai kelemahan ditemukan dalam kinerja para menteri nantinya yang berujung pada tergerusnya kredibilitas kekuasaan sang presiden. Problem ke depan Sebelum melihat person dan menyusun kabinet kerja (zaken cabinet), perlu diketahui dan ditelaah lebih dulu segala macam problem keberbangsaan dan kenegaraan yang terbentang di hadapan sang presiden. Pengetahuan terhadap segala macam problem yang ada akan mempermudah presiden menyusun komposisi kabinet dengan mempertimbangkan secara matang tentang “the right ma in the right place, dus menghindari menteri-menteri yang salah posisi di mana pos-pos yang ditempati tidak sesuai dengan bidang keahliannya masing-masing. Secara garis besar dapat dikatakan ada beberapa tantangan yang terbentang di depan mata. Pertama, mempercepat dan meningkatkan perlambatan ekonomi lewat peningkatan investasi infrastruktur dan industri, mendorong penyerapan teknologi dan meningkatkan kekuatan ekonomi di berbagai bidang dengan bertolak dari pembangunan sumber daya manusia yang handal. Semua ini akan menunjang pada penciptaan lapangan pekerjaan demi mengurangi pengangguran dan pengikisan kemiskinan. Karena, keberhasilan Presiden Yudhoyono pada periode kedua kepemimpinannya akan ditakar dari kemampuan pemerintah di bidang ini, yang tentu ditunjang oleh keberhasilan di bidang-bidang lainnya. Kedua, meningkatkan stabilitas politik dan keamanan, khususnya di bidang terorisme yang belakangan cukup mengganggu stabilitas negara. Artinya, stabilitas polkam ini sangat mendesak diupayakan agar dapat menopang pemulihan dan peningkatan ekonomi dan menarik investor asing untuk menanamkan modalnya di Indonesia. Stabilitas polkam akan memberikan kepercayaan pada investor dan pelaku pasar. Ledakan bom di Hotel Marriott dan Carlton belum lama ini jelas sangat berpengaruh terhadap citra keamanan domestik di mata internasional. Belum termasuk Noordin M Top yang masih berkeliaran, jelas sangat membuat investor waswas, sehingga seterusnya akan berpengaruh pada peningkatan pertumbuhan ekonomi.
Ketiga, menyangkut pemberantasan korupsi yang masih merupakan agenda utama program kerja pemerintahan Yudhoyono lewat semboyan “lanjutkan”. Sehingga, pemberantasan korupsi sampai kapan pun akan menjadi sorotan publik. Kegagalan di bidang pemberantasan korupsi akan berpengaruh pada kepercayaan pasar yang menjadi ujung tombak pergerakan perekonomian nasional. Pemberantasan korupsi ini tentu bertalian juga dengan soal komitmen pemerintah di bidang penciptaan pemerintahan yang bersih dan berwibawa. Dan pemberantasan korupsi ini harus dikosentrasikan pula pada pembersihan birokrasi negara yang membingkai kelancaran pembangunan di bidang ekonomi. Birokrasi yang bobrok akan sangat berpengaruh terhadap mandegnya pembangunan dan pengembangan serta peningkatan ekenomi nasional. Keempat, menyangkut pendidikan dan kesehatan masyarakat. Kedua bidang ini tentu berkaitan langsung dengan hajat hidup orang banyak, khususnya rakyat kecil, serta peningkatan sumber daya manusia Indonesia secara keseluruhan. Keberhasilan pembangunan Indonesia selama lebih kurang 50 tahun ke depan sangat ditentukan oleh kegagalan atau keberhasilan negara dalam membangun dan mengelola pendidikan dan kesehatan masyarakat. Jangan heran kalau pembangunan bangsa dan negara pada masa-masa yang akan datang selalu terlambat dibandingkan dengan negara-negara lain di kawasan Asia, misalnya, jika pembangunan di bidang pendidikan dan kesehatan masyarakat tidak mengalami kemajuan. Sosok figur kabinet Dengan melihat persoalan di atas, maka kini perlu dilihat sinyal bagaimana Yudhoyono akan menyusun kabinetnya dengan menempatkan orang-orang pilihan dan kepercayaannya yang pas. Karena yang diperlukan adalah terbangunnya kabinet yang kuat dan solid serta kapabel dengan sosok-sosok figur yang handal, baik demi mengangkat dan meningkatkan citra bangsa yang belakangan ini agak tercoreng oleh aksi terorisme, dan lain-lain, maupun demi meningkatkan pembangunan di bidang ekonomi. Dalam hal ini, dibutuhkan figur-figur yang jujur dan pekerja keras serta profesional di bidang masing-masing. Dan yang perlu diperhatikan juga adalah soal integritas pribadi figur-figur yang dipilih agar seluruh kerja mereka benar-benar hanya untuk kesejahteraan dan kemakmuran rakyat. Untuk mencapai tujuan yang dimaksud, yakni membentuk kabinet yang kuat, solid dan kapabel, maka sangat diharapkan agar tidak diutamakan figur-figur politik dari parpol agar dapat terhindar dari konflik kepentingan antara sang menteri dengan partai penyokongnya. Pengangkatan menteri dari lingkungan partai hanya sejauh menjaga soliditas pemerintahan agar tidak terjadi gugatan politik di kemudian hari akibat ketidakpuasan yang muncul dalam perjalanan roda pemerintahan. Akhirnya, dari semua itu sangat diharapkan sang presiden terpilih benar-benar memanfaatkan legitimasi tinggi yang diperolehnya dari rakyat pada pemilu 8 Juli lalu untuk memilih kabinetnya yang dapat melintasi kepentingan diri dan kelompok serta mengidentifikasikan kepentingan bangsa. Lagi pula, keberhasilan sebuah pemerintahan terutama dalam mengelola kinerja kabinet sangat tergantung pada kemampuan presiden dalam “menahkodai kapal” dengan memberi rasa aman bagi para menterinya untuk bekerja, dengan melakukan self fullfiling untuk dengan sendirinya memenuhi semua harapan. Hal ini dapat berjalan jika adanya penciptaan suasana yang kondusif dengan dasar-dasar perilaku organisasi yang obyektif. A sholder to cry, itulah sesungguhnya kebutuhan seorang menteri dari presidennya pada saat dan momentum yang diperlukan. Penulis, Direktur Social Development Center