.
PENANGGULANGAN BENCANA PADA TAHAPAN POST BENCANA ERUPSI GUNUNG BERAPI
MAKALAH
Oleh: 1. Achmad Sholehudin
(02/162303101002)
2. Ana Yuniar Miladini
(05/162303101011)
3. Arin Siska Kristian
(07/162303101017)
4. Bani Hasan Habibi
(08/162303101022)
5. Oi Qurota Ayuni
(35/162303101100)
6. Revani Bella Darinstya
(37/162303101107)
PROGRAM STUDI D3 KEPERAWATAN KAMPUS LUMAJANG FAKULTAS ILMU KEPERAWATAN UNIVERSITAS JEMBER 2019
1
KATA PENGANTAR
Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas berkat rahmat dan karuniaNya tugas tambahan yang berjudul “Penanggulangan Bencana Pada Tahapan Post Bencana Erupsi Gunung Berapi” ini bisa terselesaikan dengan baik. Makalah ini tidak akan selesai tepat pada waktunya tanpa bantuan dari berbagai pihak, untuk itu pada kesempatan ini ucapan terima kasih disampaikan kepada: 1.
Bapak Ns, Eko Prasetya W.,S.Kep .,M.Kep, selaku dosen pembimbing matakuliah Manajemen Bencana Alam.
2.
Orang tua yang selalu mendoakan dan memberi inspirasi.
3.
Rekan-rekan mahasiswa angkatan 19 yang telah member masukan kepada penyusun dalam penyusunan tugas tambahan ini. Makalah ini masih ada kekurangan baik dari segi penyusunan, bahasa,
maupun segi lainnya. Oleh karena itu, diharapkan saran dan kritik yang bersifat membangun demi kesempurnaan tugas tambahan ini. Semoga dapat diambil manfaatnya sehingga bisa memberikan inspirasi kepada pembaca.
Lumajang, 26 Maret 2019
Penulis
2
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR ............................................................................................2 DAFTAR ISI ...........................................................................................................3 DAFTAR GAMBAR .............................................................................................4 BAB 1. PENDAHULUAN .....................................................................................5 1.1 Latar Belakang ............................................................................. 5 1.2 Rumusan Masalah ........................................................................ 6 1.3 Tujuan Penulisan.......................................................................... 6 1.4 Manfaat Penulisan........................................................................ 6 BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA ............................................................................ 8 2.1 Konsep Bencana Erupsi Gunung Berapi ..................................... 8 2.2 Contoh Kasus Bencana Erupsi Gunung Berapi ......................... 14 2.3 Konsep Manajemen Bencana..................................................... 15 BAB 3. PENUTUP ............................................................................................... 19 3.1 Kesimpulan ................................................................................ 19 3.2 Saran ......................................................................................... 19 DAFTAR PUSTAKA ...........................................................................................20
3
DAFTAR GAMBAR
Halaman Gambar 2. 1 Bencana Erupsi Gunung Sinabung................................................... 14
4
BAB 1. PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Indonesia menjadi negara yang paling rawan terhadap bencana di dunia berdasar data yang dikeluarkan oleh Badan Perserikatan Bangsa-Bangsa untuk Strategi Internasional Pengurangan Risiko Bencana (UN-ISDR). Tingginya posisi Indonesia ini dihitung dari jumlah manusia yang terancam risiko kehilangan nyawa bila bencana alam terjadi. Indonesia menduduki peringkat tertinggi untuk ancaman bahaya tsunami, tanah longsor, gunung berapi. Dan menduduki peringkat tiga untuk ancaman gempa serta enam untuk banjir. Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) selama Januari 2013 mencatat ada 119 kejadian bencana yang terjadi di Indonesia. BNPB juga mencatat akibatnya ada sekitar 126 orang meninggal akibat kejadian tersebut. kejadian bencana belum semua dilaporkan ke BNPB. Dari 119 kejadian bencana menyebabkan 126 orang meninggal, 113.747 orang menderita dan mengungsi, 940 rumah rusak berat, 2.717 rumah rusak sedang, 10.945 rumah rusak ringan. Untuk mengatasi bencana tersebut, BNPB telah melakukan penanggulangan bencana baik kesiapsiagaan maupun penanganan tanggap darurat. Namun, penerapan manajemen bencana di Indonesia masih terkendala berbagai masalah, antara lain kurangnya data dan informasi kebencanaan, baik di tingkat masyarakat umum maupun di tingkat pengambil kebijakan. Keterbatasan data dan informasi spasial kebencanaan merupakan salah satu permasalahan yang menyebabkan manajemenbencana di Indonesia berjalan kurang optimal. Pengambilan keputusan ketika terjadi bencana sulit dilakukankarena data yang beredar memiliki banyak versi dan sulit divalidasi kebenarannya. Dari uraian diatas, terlihat bahwa masih terdapat kelemahan dalam sistem manajemen bencana di Indonesia sehingga perlu diperbaiki dan ditingkatkan untuk menghindari atau meminimalisasi dampak bencana yang terjadi. Oleh karena itu, untuk mengetahui lebih lanjut tentang penanggulangan bencana pada tahapan post bencana erupsi gunung berapi, dalam makalah ini penulis akan membahas lebih lanjut tentang “Penanggulangan Bencana Pada Tahapan Post Bencana Erupsi Gunung Berapi”.
5
1.2 Rumusan Masalah “Bagaimana Penanggulangan Bencana pada Tahapan Post Bencana Erupsi Gunung Berapi?”
1.3 Tujuan Penulisan 1.3.1 Tujuan Umum Mengetahui Penanggulangan Bencana pada Tahapan Post Bencana Erupsi Gunung Berapi. 1.3.2
Tujuan Khusus
a. Mengetahui definisi bencana erupsi gunung berapi. b. Mengetahui mekanisme erupsi gunung berapi. c. Mengetahui klasifikasi erupsi gunung berapi. d. Mengetahui contoh kasus bencana erupsi gunung berapi. e. Mengetahui manjememen bencana erupsi gunung berapi. 1.4 Manfaat Penulisan 1.1.1 Manfaat Teoritis Dapat menambah pengetahuan tentang penanggulangan bencana pada tahapan post bencana erupsi gunung berapi. 1.1.2
Manfaat Praktis a. Manfaat Bagi Penulis Manfaat bagi penulis adalah penulis dapat mengetahui informasi tentang definisi bencana erupsi gunung berapi, mekanisme erupsi gunung berapi, klasifikasi erupsi gunung berapi, contoh kasus bencana erupsi gunung berapi, dan manjememen bencana erupsi gunung berapi yang didapatkan dari berbagai sumber ilmiah. b. Manfaat Bagi Pembaca Manfaat yang didapatkan oleh pembaca adalah mengetahui informasi manajemen untuk penanggulangan bencana pada tahapan post bencana erupsi gunung berapi. Sehingga, dengan demikian diharapakan pembaca dapat memahami tentang definisi bencana erupsi
6
gunung berapi, mekanisme erupsi gunung berapi, klasifikasi erupsi gunung berapi, contoh kasus bencana erupsi gunung berapi, dan manjememen bencana erupsi gunung berapi.
7
BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Konsep Bencana Erupsi Gunung Berapi 2.1.1 Definisi Indonesia merupakan wilayah yang dilewati oleh sirkum pasifik dan sirkum mediterania yang menyebabkan banyaknya gunung api yang aktif. Gunung berapi yang aktif tersebut nantinya suatu saat akan mengeluarkan material-material di dalamnya yang kemudian muncul istilah erupsi. Pengertian Erupsi adalah suatu proses pelepasan material dari gunung berapi seperti lava, gas, abu dan lain sebagainya ke atmosfer bumi ataupun ke permukaan bumi dalam jumlah yang tidak menentu. Erupsi ini dapat diartikan sebagai letusan gunung berapi ataupun semburan minyak dan uap panas dari dalam perut bumi. Pengertian Erupsi gunung berapi terjadi karena adanya pergerakan atau aktivitas dari magma dari dalam perut bumi yang berusaha keluar ke permukaan bumi (Eko, 2006). Secara umum proses erupsi dibedakan menjadi dua macam, yaitu Erupsi Eksplosif Dan Efusif. Berikut pembahasannya menurut (Eko, 2006): a.
Erupsi secara Eksplosif Erupsi eksplosif adalah proses keluarnya magma dan material lain dari dalam
perut bumi yang disertai dengan tekanan yang kuat sehingga terkadang menimbulkan suara letusan atau dentuman yang cukup keras. Pada umumnya erupsi ini dikenal sebagai letusan gunung berapi. Adapun contoh dari erupsi eksplosif antara lain adalah erupsi gunung Krakatau. b.
Erupsi secara Efusif Erupsi efusif adalah proses keluarnya magma yang berbentuk lelehan lava.
Erupsi ini terjadi akibat adanya tekanan gas yang tidak begitu kuat sehingga magma kental dan lava pijar tumpah dan kemudian mengalir ke lereng puncak gunung. Adapun contoh dari erupsi efusif adalah erupsi Gunung Merapi.
8
2.1.2
Mekanisme Terjadinya Erupsi Menurut Adger (2003) Pada umumnya erupsi terjadi karena adanya tekanan
gas yang sangat kuat yang berasal dari dalam perut bumi yang secara terus menerus berusaha mendorong magma untuk keluar. Tekanan gas tersebut nantinya perlahan akan membuat magma akan bergerak naik ke atas secara perlahan, hal ini terjadi karena massa magma lebih ringan dibandingankan dengan batuan padat disekitarnya. Dalam proses tersebut, magma yang memiliki suhu sekitar 1200 derajat Celcius ini perlahan lahan akan melelehkan batuan yang berada disekitarnya dan kemudian terjadi penumpukan magma dalam gunung tersebut. Dari sinilah tekanan yang berasal dari dalam bumi akan semakin besar, hal ini terjadi karena magma tadi terhambat oleh lapisan batuan padat/litosfer yang sangat sulit untuk di tembus. Karena adanya tekanan yang sangat kuat pada daerah ini, maka di tempat inilah tersimpan tenaga yang sangat kuat sehingga lapisan batuan disekitarnya perlahan lahan menjadi rapuh dan retak, dari celah retakan inilah nantinya magma akan menjalar keluar ke permukaan bumi. Sambil menjalar, magma ini juga akan melelehkan saluran retakan tadi sehingga akan membentuk saluran batu yang disebut sebagai pipa kepundan. Ketika lapisan batuan tadi sudah tidak dapat membendung tenaga yang sangat kuat dari magma, maka akan terjadi sebuah ledakan dan semburan yang sangat kuat sebagai reaksi dari pelepasan energi yang berasal dari dalam bumi tersebut. Ketika magma tersebut berhasil keluar ke permukaan bumi, inilah yang kemudian disebut sebagai erupsi.
2.1.3 Mekanisme Terjadinya Gunung Berapi Menurut Hamid(2009) Gunung berapi terbentuk dari proses intrusi dan ekstrusi magma dari lapisan kulit bumi. Selanjutnya permukaan magma pijar yang keluar membeku dan membentuk timbunan. Gunung berapi terbentuk pada zona pemekaran lantai samudra. Pada zona ini, gunung berapi muncul dan tersebar berderet disepanjang puncak pegunungan-pegunungan yang mempunyai system rekahan pada kerak samudra tempat keluarnya magma
9
dari astmosfer yang bersifat basaltis. Magma yang keluar menjadi lava bantal dan membentuk tepian kerak samudra baru. Gunung berapi juga dapat muncul pada zona penunjaman atau subduksi. Diantaranya gunung api dapat terbentuk bila kerak samudra menunjam kebawah menuju kerak benua. Pada kedalaman tertentu, kerak samudra tersebut meleleh menjadi magma dan naik keatas menembus kerak benua. Kerak benua yang dilalui oleh magma yang bersifat basaltic dari kerak samudra ikut meleleh sehingga terjadi percampuran komposisi menjadi magma yang anderistik yang akhirnya keluar di permukaan kerak benua menjadi gunun berapi. Gunung berapi yang magmanya anderistik dapat meletus eksplosif, yaitu selain mengeluarkan lava pijar, gunung berapi tersebut dapat meledak dahsyat dengan menerbangkannya mulai dari bongkah batuan sampai yang berukuran abu. Apabila erupsi sering terjadi di permukaan, magma akan membentuk lapisan-lapisan timbunan yang menambah tinggi gunung. Magma merupakan batuan cair pijar didalam kulit bumi yang terjadi atas mineral dan gas yang larut didalamnya dengan temperature tinggi. Adapun pembagian magma yaitu: a. Instrusi magma Aktifitas magma sebelum mencapai pada permukaan bumi yang menghasilkan berbagai bentuk sebagai berikut: 1. Batholit adalah magma yang membeku didalam dapur magma 2. Lakolit adalah batuan beku yang terbentuk dari resapan magma dan membeku diantara dua lapisan batuan yang terbentuk seperti lensa cembung 3. Sill atau keeping intrusi adalah batuan beku yang terbentuk diantara dua lapisan batuan dengan bentuk pipih dan melebar. 4. Gang atau korok adalah batuan beku yang pipih dan melebar, sebagai hasil intrusi magma yang memotong lapisan batuan dengan arah tegak atau miring 5. Apofisia adalah batuan beku yang terbenuk di cabang-cabang gang sehingga ukurannya relative kecil.
10
b. Ekstrusi magma Ekstrusi magma adalah gerakan atau aliran magma yang mencapai permukaan bumi, baik melalui terusan kepundan maupun celah-celah dan retakan-retakan. c. Erupsi Berdasarkan bentuk lubang keluarnya magma, erupsi dibedakan menjadi tiga macam yaitu: 1. Erupsi Linear Keluarnya magma lewat rekahan yang memanjang sehinga membentuk deretan gunung api, sedang hasil erupsi semacam ini adalah cair. 2. Erupsi Areal Akibat letak magma dekat dengan permukaan bumi, maka permukaan bumi terbakar dan magma meleleh ke permukaan bumi tersebut. 3. Erupsi Sentral Peristiwa keluarnya magma ke permukaan kulit bumi melalui terusan kepundan sehingga membentuk gunung api yang terpisah-pisah. Erupsi sentral dibedakan menjadi tiga macam yakni: a) Erupsi effusive, sebagian besar hasilnya adalah lava cair yang membentuk tameng, sehingga disebut gunung api tameng atau perisai. b) Erupsi eksplosif, sebagian besar hasilnya adalah bahan-bahan lepas. c) Erupsi campuran atau mixed adalah sebuah erupsi eksplosif yang diselingi (bergantian) dengan erupsi effusive. Sebagian besar hasilnya berupa bahan-bahan lepas dan lava cair.
2.1.4
Klasifikasi
Erupsi gunung berapi tentu saja ada hubungannya dengan tipe-tipe atau macam-macam letusan gunung berapi yang terjadi. Adapun tipe-tipe atau macammacam letusan gunung berapi menurut Mather (2008) antara lain adalah : a. Letusan Hawaii Secara umum letusan jenis ini tidak terlalu eksplosif juga tidak terlalu merusak. Letusan ini memancarkan terlalu banyak material piroklastik keudara melainkan elbih banyak material mengeluarkan lava yang tidak
11
terlalu kental dengan kandungan gas rendah. Lava air mancur berwarna oranye terang yang memancar setinggi ratusan meter keudara, terjadi sesaat bisa juga beberapa jam. Alirannya mengalir secra teratur dari satu lubang kemudian membentuk danau atau kolam lava pada kawah atau cekungan lainnya. Lava mengalir dan memancar dari air mancur api dapat merusak tanaman dan pepohonan disekitarnya, gerakan cukup lamban sehingga penduduk sekitar untuk jenis letusan ini dijumpai pada pegunungan berapi di kepulauan Hawaii. b. Letusan Stromboli Letusan ini secara umum tidak menghasilkan aliran lava namun sebagian lava mengalir akan menyertai proses letusan. Letusan ini telah mengeluarkan sejumlah kecil api tepra. Jenis letusan ini tidak terlalu berbahaya dan cukup menarik perhatian. Letusan ini mengeluarkan sejumlah lava kecil yang menjulang tinggi 15 hingga 90 meter ke udara, dengan letupan-letupan pendek. Lava kental sehingga tekanan gas harus terlebih dahulu meningkat sebelum mendesak material-material yang terbang keudara. Ledakan strombolian dapat menimbulkan bunyi dentuman seperti suara bom namun letusannya relative kecil. c. Letusan Vulkano Kebanyakan gunung berapi letusannya mengeluarkan bahan-bahan padat dan cair. Bahan-bahan padat (misalnya: bom, abu, dan lapili) keluar dengan dilemparkan, sedang bahan-bahan yang berupa zat cair (lava), keluarnya dengan dimuntahkan. Gunung berapi letusan vulkano dibagi menjadi dua, yaitu: 1. Letusan vulkano kuat adalah gunung berapi yang letusannya banyak mengeluarkan
bahan
padat
yang
dilemparkan,
hingga
mencapai
ketinggian tertentu dan dengan jarak yang cukup jauh, serta bahan cair yang dimuntahkan pun cukup banyak. Hal ini dikarenakan adanya tekanan gas yang sangat kuat serta letak dapur magma yang cukup dalam. 2. Letusan vulkano lemah
12
d. Letusan Hidrovulkanik Letusan gunung berapi terjadi didekat samudra, awan mendung atau wilayah lembab lainnya, interaksi antara magma dan air dapat menciptakan gumpalan asap yang unik. Dalam proses ini magma yang panas memanaskan air hingga terjadi uap. Perubahan bentuk yang cepat dari air ke uap dapat menyebabkan ledakan dalam partikel-partikel air yang dapat memecahkan material piroklastik dan selanjutnya menciptakan debu api. Letusan ini dapat melelehkan salju dalam skala besar sehingga mengakibatkan terjadinya banjir banding dan tanah longsor. e. Letusan Perret Ciri utama gunung berapi ini memiliki gas yang sangat tinggi dan dapur magma yang sangat dalam sehingga letusannya disertai material yang menyembur menjulang tinggi ke angkasa, serta dihiasi awan bunga kol diujungnya. Letusan perret termasuk yang sangat merusak karena ledakanny sangat dahsyat. Letusan gunung tipe perret sangat hebat sehingga puncak gunung tipe tersebut tenggelam atau dinding kawahnya merosot yang kemudian membentuk kaldera. Letusan krakatau pada tahun 1883 merupakan tipe perret yang letusannya paling kuat dengan fase gas setinggi 50 km . f. Letusan Rekahan Letusan rekahan terjadi apabila magma mengalir keatas melalui celah celah diatanah dan bocor keluar ke permukaan. Hal ini seringkali terjadi pada lokasi dimana pergeseran lempeng menimbulkan retakan besar di penampung bumi. Dan menciptakan landasan gunung berapi ini dengan sebuah lubang dibagian tengahnya. Letusan ini dapat mengeluarkan lava yang sangat berat meskipun lavanya sendiri bergerak dengan sangat lamban.Letusan ini juga ditandai dengan adanya tirai api, dimana tirai api ini dapat memuntahkan lava keatas permukaan tanah. g. Letusan Pelee
13
Letusan ini biasanya dipuncak gunung berapi terdapat sumbat dan kawah yang bentuknya seperti jarum. Dengan adanya sumbatan kawah tersebut maka tekanan gas menjadi bertambah besar dan jika sumbat kawah tidak kuat maka terjadilah letusan yang cukup besar. h. Letusan SInt Vincent Letusan gunung berapi ini adalah letusan gunung berapi yang mempunyai danau kawah. Jika terjadi letusan, maka air danau pada kawah ikut tumpah bersama-sama dengan lava yang masih panas. Contoh:Letusan gunung Sint Vincent pada tahun 1902 dan Gunung Kelud tahun 1919. i. Letusan Merapi Gunung berapi letusan merapi kebanyakan mengeluarkan lava kental, sehingga menyumbat mulut kawah. Dengan adanya sumbatan tersebut, tekanan-tekanan gas menjadi bertambah berat sehingga sumbatan dapat terpecah-pecah dan terangkat keatas hingga akhirnya terlempat keluar dan menuruni lereng gunung sebagai ladu (gloedlowine), bahkan ada yang menjadi awan panas (gloedwolk). Dengan demikian gunung berapi letusan merapi sangat berbahaya bagi kehidupan penduduk disekitarnya.
2.2 Contoh Kasus Bencana Erupsi Gunung Berapi
Gambbar 2.1 Bencana Erupsi Gunung Sinabung
14
MEDAN, (PR).- Gunung Sinabung di Kabupaten Karo, Provinsi Sumatera Utara mengalami erupsi yang cukup besar pada Senin, 19 Februari 2018 pagi, pukul 08.53 WIB. Seperti dilansir Kantor Berita Antara, petugas Pengamat Gunung Sinabung Pusat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana Geologi (PVMBG) M Nurul Saori mengatakan, erupsi pada Senin pagi itu lebih besar dari erupsi sebelumnya. Setelah erupsi pada pukul 08.53 WIB tersebut, Gunung Sinabung mengalami beberapa erupsi susulan meski frekuensi lebih rendah. Disebabkan letusannya cukup kuat, erupsi pertama tersebut memunculkan semburan awan panas hingga mencapai 5.000 meter lebih. "Alat ukur kami sempat error' karena cukup tinggi," katanya. Kemudian, awan yang keluar dalam erupsi tersebut juga menyebar hingga 4,9 km ke arah selatan dan mencapai 3,5 km ke arah timur dan tenggara. Debu vulkanik dari erupsi Gunung Sinabung tersebut terpantau terbang ke arah dan barat sesuai arah tiupan angin saat itu. Meski erupsinya cukup besar, tetapi PVMBG tidak mencatat tidak adanya penambahan pengungsi, termasuk korban jiwa. "Situasinya masih aman karena areanya telah steril," ujar Nurul Asrori.
2.3 Konsep Manajemen Bencana 2.3.1 Definisi Manajemen Bencana Shaluf dalam Kusumasari (2010) mendefinisikan manajemen bencana sebagai istilah kolektif yang mencakup semua aspek perencanaan untuk merespons bencana, termasuk kegiatan-kegiatan sebelum bencana dan setelah bencana yang mungkin juga merujuk pada manajemen resiko dan konsekuensi bencana. Kelly dalam Kusumasari (2010) mengungkapkan bahwa: “Manajemen bencana meliputi rencana, struktur, serta pengaturan yang dibuat dengan melibatkan usaha dari pemerintah, sukarelawan, dan pihak-pihak swasta dengan cara yang terkoordinasi dan komprehensif untuk merespon kebutuhan darurat. Oleh karena itu, manajemen bencana terdiri dari semua perencanaan, pengorganisasian, dan mobilisasi sumber daya yang dibuat untuk menangani semua fase bencana sebagai peristiwa alam yang unik.”
15
Sedangkan menurut National Fire Protection Association (NFPA) 1600: Standard on Disaster/Emergency Management and Business Continuity Programs dalam Soehatman Ramli (2010: 10) mendefinisikan manajemen bencana adalah upaya sistematis komprehensif untuk menanggulangi semua kejadian bencana secara cepat, tepat, dan akurat untuk menekan korban dan kerugian yang ditimbulkannya. Dari beberapa definisi tersebut dapat disimpulkan bahwa manajemen bencana merupakan suatu usaha sistematis yang dilakukan oleh pemerintah, relawan, dan pihak-pihak swasta dalam merespon terjadinya bencana mulai dari sebelum terjadinya bencana hingga setelah terjadinya bencana.
2.3.2 Tahapan Manajemen Bencana Dalam konsep manajemen bencana dikenal tiga tahapan utama yaitu “pradisaster, during disaster, dan after disaster”. Setiap tahapan dalam manajemen bencana seharusnya merupakan suatu siklus atau daur yang kontinyu, bertahap dan komprehensif. Arie Priambodo (2009) mengungkapkan secara sederhana sistem tanggap bencana (disaster management) meliputi empat tahapan yaitu: a. Mitigation: Pengurangan – Pencegahan Mitigation merupakan tahapan atau langkah memperringan risiko yang ditimbulkan oleh bencana. Dalam mitigasi terdapat dua bagian penting, yakni pengurangan dan pencegahan terjadinya bencana. b. Preparedness: Perencanaan-Persiapan Preparedness merupakan kesiapsiagaan dalam menghadapi terjadinya bencana. Ada dua bagian penting dalam kesiapsiagaan, yakni adanya perencanaan yang matang dan persiapan yang memadai sehubungan dengan tingkat risiko bencana. c. Response: Penyelamatan – Pertolongan Response merupakan tindakan tanggap bencana yang meliputi dua unsur terpenting, yakni tindakan penyelamatan dan pertolongan. Pertama-tama, tindakan tanggap bencana tersebut ditujukan untuk menyelamatkan dan menolong jiwa manusia baik secara personal, kelompok maupun masyarakat secara keseluruhan. Kedua, ditujukan untuk menyelamatkan harta benda yang berhubungan dengan
16
keberlangsungan hidup personal, kelompok maupun masyarakat selanjutnya. Sedangkan menurut Soehatman Ramli (2010) tanggap darurat (response) adalah: “Serangkaian kegiatan yang dilakukan dengan segera pada saat kejadian bencana untuk menangani dampak buruk yang ditimbulkan, yang meliputi kegiatan penyelamatan dan evakuasi korban, harta benda, pemenuhan kebutuhan dasar, perlindungan, pengurusan pengungsi, penyelamatan, serta pemulihan prasarana dan sarana.” Fungsi respons dalam manajemen bencana menurut Bevaola Kusumasari (2010) adalah tindakan yang diambil untuk membatasi cidera, hilangnya nyawa, serta kerusakan harta benda dan lingkungan. Kegiatan respons dapat dilakukan melalui
kegiatan
peringatan,
evakuasi,
dan
penyediaan
tempat
penampungan/shelter. d. Recovery: Pemulihan- Pengawasan Recovery merupakan tahap atau langkah pemulihan sehubungan dengan kerusakan atau akibat yang ditimbulkan oleh bencana. Dalam tahap ini terdapat dua bagian, yakni pemulihan dan pengawasan yang ditujukan untuk memulihkan keadaan ke kondisi semula–atau setidaknya menyesuaikan kondisi pasca bencana–guna keberlangsungan hidup selanjutnya. Sullivan seperti dikutip Kusumasari (2010) memberikan definisi pemulihan sebagai berikut: “Pemulihan adalah kegiatan mengembalikan sistem infrastruktur kepada standar operasi minimal dan panduan upaya jangka panjang yang dirancang untuk mengembalikan kehidupan ke keadaan dan kondisi normal atau keadaan yang lebih baik setelah bencana. Pemulihan dimulai sesaat setelah bencana terjadi.” Sedangkan menurut Soehatman Ramli (2010) setelah bencana terjadi dan proses tanggap darurat terlewati, maka langkah berikutnya adalah rehabilitasi dan rekonstruksi. “Rehabilitasi merupakan perbaikan dan pemulihansemua aspek pelayanan publik atau masyarakat sampai tingkat yang memadai pada wilayah pascabencana dengan sasaran utama untuk normalisasi atau berjalannya secara wajar semua aspek pemerintahan dan kehidupan masyarakat pada wilayah pascabencana. Rekonstruksi adalah pembangunan kembali semua sarana dan prasarana, kelembagaan pada wilayah pascabencana baik pada tingkat pemerintahan maupun
17
masyarakat dengan sasaran utama tumbuh dan berkembangnya kegiatan perekonomian, sosial, dan budaya tegaknya hukum dan ketertiban, dan bangkitnyaperan serta masyarakat dalam segala aspek kehidupan bermasyarakat pada wilayah pascabencana”.
2.3.3 Manejemen pasca bencana: kegiatan pemulihan dan rekontruksi Kegiatan pemulihan awal ini, pada prinsipnya, merupakan kegiatan penanganan pasca bencana transisi yang dilaksanakan setelah berakhirnya kegiatan tanggap darurat sebelum dimulainya kegiatan rehabilitasi dan rekonstruksi. Kegiatan pemulihan awal difokuskan pada pemulihan terhadap fungsi dan layanan dasar masyarakat serta pemulihan pada sarana dan prasarana vital. Ruang lingkup pelaksanaan kegiatan pemulihan awal meliputi: 1. Sektor perumahan, antara lain melalui: a. Pembuatan panduan dan prinsip mekanisme subsidi rumah. a. Fasilitasi pengorganisasian pembersihan rumah dan lingkungan berbasis masyarakat. b. Fasilitasi pengelolaan hunian sementara. 2. Sektor infrastruktur, antara lain melalui: a. Fasilitasi rembug desa untuk pembangunan kembali jalan dan jembatan desa. b. Fasilitasi pengelolaan air bersih dan jamban. 3. Sektor sosial, antara lain melalui: a. Penyediaan layanan trauma healing. b. Penyediaan layanan kesehatan umum. c. Penyediaan higiene kits. d. Penyediaan makanan tambahan untuk balita. e. Bantuan biaya dan peralatan sekolah untuk siswa SD, SMP dan SMA yang terdampak. f. Pemulihan kegiatan keagamaan dan revitalisasi organisasi keagamaan. g. Revitalisasi sistem keamanan desa.
18
h. Revitalisasi seni budaya yang berguna untuk mendorong pemulihan. 4. Sektor ekonomi produktif, antara lain melalui: a. Revitalisasi kelompok tani, kebun dan ternak. b. Program diversifikasi/alternatif usaha pertanian. c. Penyediaan bibit tanaman cepat panen. d. Bantuan modal usaha untuk pedagang dan industri kecil menengah. Rekonstruksi Rekonstruksi adalah pembangunan kembali semua prasarana dan sarana, kelembagaan pada wilayah pasca bencana, baik pada tingkat pemerintahan
maupun
masyarakat
dengan
sasaran
utama
tumbuh
dan
berkembangnya kegiatan perekonomian, sosial, budaya, tegaknya hukum dan ketertiban, dan bangkitnya peran serta masyarakat dalam segala aspek kehidupan bermasyarakat pada wilayah pasca bencana .
19
BAB 3. PENUTUP
3.1 Kesimpulan Pengertian Erupsi adalah suatu proses pelepasan material dari gunung berapi seperti lava, gas, abu dan lain sebagainya ke atmosfer bumi ataupun ke permukaan bumi dalam jumlah yang tidak menentu. Manajemen bencana merupakan suatu usaha sistematis yang dilakukan oleh pemerintah, relawan, dan pihak-pihak swasta dalam merespon terjadinya bencana mulai dari sebelum terjadinya bencana hingga setelah terjadinya bencana.
3.2 Saran Dengan adanya makalah ini, diharapkan dapat membantu kita untuk lebih memahami tentang penanggulangan post bencana erupsi gunung berapi. Sehingga dapat dilakukan manajemen bencana yang baik dan optimal untuk penanggulangan post bencana erupsi gunung berapi.
Dalam pembuatan makalah ini kami menyadari bahwa masih terdapat banyak kesalahan, kekurangan, baik dalam penulisan maupun dalam pengonsepan materi. Oleh sebab itu, kami sangat mengharapkan kritik dan saran agar dapat lebih baik lagi ke depannya.
20
DAFTAR PUSTAKA
Sarimo, Eko. 2006. LKSGeografiXSemesterGenap. Surakarta: CV Citra Pustaka Tranggono, Bambang dan Arifah. 2004. LKSGeografiVIISemesterGasal. Klaten : CV Gema Nusa. Koesoemadinata. Geomagz. 2011. Jakarta. Gramedia. Bahari, Hamid. Ensiklopedi Gunung Berapi Sedunia. 2009. Jakarta. Gramedia. Adger, N. (2003). Social Capital, Collective Action, and Adaptation to Climate Change. Economic Geography, Vol. 79, No. 4 , 387-404. Kelman, I., & Mather, T. A. (2008).Living with Volcanoes: The Sustainable Livelihoods Approach for Volcano Related Opportunities. Journal of Volcanology and Geothermal Research 172 , 189–198. Sukandarrumidi.(2010). Bencana Alam dan Bencana Anthropogene. Jakarta: Penerbit Kanisisus Arie Priambodo. 2013. Panduan Praktis Menghadapi Bencana. Yogyakarta: Kanisius Soehatman Ramli. 2010. Pedoman Praktis Manajemen Bencana.Jakarta: Dian Rakyat. Bevaola Kusumasari,. 2010. Manajemen Bencana dan Kapabilitas Pemerintah Lokal. Yogyakarta: Gava Media.
21