Refleksi Kasus Dr Dewi Suryani

  • Uploaded by: riri hardianty
  • 0
  • 0
  • October 2019
  • PDF

This document was uploaded by user and they confirmed that they have the permission to share it. If you are author or own the copyright of this book, please report to us by using this DMCA report form. Report DMCA


Overview

Download & View Refleksi Kasus Dr Dewi Suryani as PDF for free.

More details

  • Words: 2,091
  • Pages: 14
REFLEKSI KASUS PSIKIATRI

I.

Identitas Pasien Nama

: ny. Helmin Tadesu

Umur

: 39 Tahun

Jenis Kelamin

: Perempuan

Alamat

: Jalan Sulawesi

Pekerjaan

: Tidak ada

Agama

: Kristen

Status Perkawinan

: Sudah Menikah

Tanggal Pemeriksaan : 20 Februari 2017 Tempat pemeriksaan

II.

: Poli Klinik Jiwa RSU Undata Palu

Deskripsi Kasus Seorang perempuan usia 39 tahun datang ke poli klinik jiwa RSU Undata Palu dengan keluhan takut, jantung berdebar-debar sampai kebelakang, keringat dingin, tidak nafsu makan dan sulit tidur. Pasien sebelumnya sudah rutin berobat setiap bulan di Poli Klinik Jiwa RSU Undata Palu kurang lebih 4 tahun yang lalu sejak tahun 2012. Pasien mengatakan tidak minum obat selama 2 hari karena obat habis dan apotik tidak menerima resep tahun lalu. Menurut pasien awal mula timbulnya gejala tersebut saat melahirkan anak ketiga dengan operasi caesar. Semenjak kejadian itu pasien merasa ketakutan, jantung selalu berdebar, keringat dingin, tidak nafsu makan dan

1

sulit tidur, keluhan ini mengganggu aktivitas dimana pasien menjadi takut untuk melihat orang disekitarnya, pasien mengatakan apabila melihat orang jantungnya berdebar-debar dan merasakan takut, sehingga pasien tidak dapat melakukan aktivitas dan menjaga anaknya, sehingga anak ny.H dititipkan kepada keluarga. Semenjak kejadian itu suami ny. H diberitahu oleh teman kantornya untuk membawa ny.H berobat ke poli klinik Jiwa karena teman kerja suami pasien juga pernah merasakan hal yang sama. Pasien mengatakan bahwa hubungan dengan suami sering terjadi konflik hal ini disebabkan suami pasien suka berbicara dengan nada tinggi, berkata kasar, dan sering memukul, pasien mengatakan awalnya suami tidak menerima kondisi pasien tetapi setelah konsul dengan gembala di gereja suami secara perlahan menerima kondisi pasien sekarang, tetapi kadang suami pasien tidak bisa menahan emosi dikarekan faktor anak, pasien mengatakan masalah keuangan tidak menyebabkan suami pasien suka marah. Pendidikan terakhir pasien SMP, pasien mengatakan tidak melanjutkan sekolah dikarenakan masalah biaya, pasien juga tidak memiliki pekerjaan sebelum dan sesudah sakit. Saat ini pasien sadar bahwa dirinya sedang sakit dan membutuhkan bantuan dokter dan dukungan dari keluarga untuk kesembuhannya. Pasien juga rutin berobat di poli klinik jiwa RSU Undata Palu.

2

Pada pemeriksaan status mental, pasien tampak duduk tenang saat wawancara, pembicaraan spontan dan jawaban sesuai dengan pertanyaan , mood sedih afek sesuai. Fungsi intelektual (kognitif) dalam batas normal. Kemampuan untuk menolong diri sendiri baik, tidak ada gangguan persepsi dan isi pikir. PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK LEBIH LANJUT Pemeriksaan Fisik : Status Internus : 

Tanda vital T: 120/90 N: 96x/menit P: 22x/menit



Konjungtiva tidak anemis, sclera tidak icterus, jantung dan paru dalam batas normal, fungsi motorik dan sensorik keempat ekstremitas dalam batas normal.

Status neurologis : GCS E4M6V5, pupil isokor, ukuran 3 mm , reflex cahaya +/+, reflex cahaya tidak langsung +/+, kaku kuduk (-), refleks fisiologis (+), refleks patologis (-).

III. Emosi yang Terlibat Kasus ini menarik untuk dibahas dimana pasien sebelumnya tertutup untuk mengungkapkan masalahnya terhadap pemeriksa. Cukup lama untuk dapat membuat pasien menceritakan masalahnya, dengan sedikit pendekatan

3

akhirnya pasien ingin di wawancarai dalam anamnesis juga masih muncul keluhan-keluhan yang mengarahkan pemeriksa untuk mendiagnosa depresi, yang mana gejala yang dimaksud yaitu pasien kadang masih memikirkan masalah rumah tangganya. Pasien sudah mendapatkan pengobatan selama bertahun-tahun di Polik Jiwa Undata dan belum bisa menghentikan penggunaan obat-obatan tersebut (obat yang diberikan oleh dokter). IV. Evaluasi Pengalaman Baik Pengalaman baik yang didapatkan adalah pasien sangat kooperatif dan sangat komunikatif saat diwawancarai, pasien menceritakan tentang keluhannya, walau awalnya sempat ragu untuk diwawancarai. Pasien sangat terbuka dan bersikap jujur dalam memberikan informasi mengenai keluhan dan beberapa pertanyaan tentang riwayat pribadinya. Pengalaman Buruk Tidak ada pengalaman buruk yang dialami selama wawancara seperti pasien yang menolak ataupun melakukan hal-hal yang tidak kooperatif saat wawancara dilakukan. Namun pada beberapa bagian pertanyaan pasien ragu untuk menjawab yaitu pertanyaan masalah rumah tangga tapi setelah melakukan pendektan dan wawancara lebih dalam akhirnya pasien menceritakan masalahnya. V.

Analisis a. Diagnosis

4

Dalam mendiagnosis pasien ini, dilakukan dengan berpedoman pada DSM IV dan PPDGJ III dimana menurut kriterianya pasien didiagnosis sebagai Gangguan campuran cemas dan depresi. Adapun kriteria diagnosisnya adalah sebagai berikut : Menurut DSM IV Mood disforik yang berulang atau menetap dan bertahan sedikitnya 1 bulan. mood disforik disertai 4 (atau lebih) gejala berikut selama sedikitnya 1 bulan : 1. kesulitan berkonsentrasi atau pikiran kosong 2. gangguan tidur ( sulit untuk jatuh tertidur atau tetap tertidur atau gelisah, tidur tidak puas) 3. lelah atau energi rendah 4. iritabilitas 5. khawatir 6. mudah nangis 7. hiperviligance 8. antisipasi hal terrburuk 9. tidak ada harapan (pesimis yang menetap akan masa depan) 10. harga diri yang rendah atau rasa tidak berharga gejala menimbulkan penderitaan yang secara klinis bermakna atau hendaknya dalam area fungsi sosial, pekerjaan atau area fungsi penting lain. gejala tidak disebabkan efek fisiologis langsung suatu zat (cth penyalahgunaan obat atau pengobatan) atau keadaan medis umum. semua hal berikut ini: 1. kriteria tidak pernah memenuhi gangguan depresif berat, gangguan distimik, gangguan panic, atau gangguan ansietas menyeluruh. 2. kriteria saat ini tidak memenuhi gangguan mood atau ansietas lain

5

(termasuk gangguan ansietas atau gangguan mood, dalam remisi parsial) 3. gejala tidak lebih mungkin disebabkan gangguan jiwa lain.

Menurut PPDGJ III Pedoman diagnostik 

Terdapat gejala-gejala anxietas maupun depresi, dimana masing-masing tidak menunjukkan rangkaian gejala yang cukup berat untuk menegakkan diagnosis tersendiri. Untuk anxietas, beberapa gejala otonomik harus ditemukan walaupun tidak terus-menerus, disamping rasa cemas atau kekhawatiran berelbihan.



Bila ditemukan anxietas berat disertai depresi yang lebih ringan, maka harus dipertimbangkan kategori gangguan anxietas lainnya atau gangguan anxietas fobik.



Bila ditemukan sindrom depresi dan anxietas yang cukup berat untuk menegakkan masing-masing diagnosis, maka kedua diagnosis tersebut harus dikemukakan, dan diagnosis campuran tidak dapat digunakan. jika karena sesuatu hal hanya dapat dikemukakan satu diagnosis maka gangguan depresif harus diutamakan.



Bila gejala-gejala tersebut berkaitan erat dengan stress kehidupan yang jelas, maka harus digunakan kategori F43.2 gangguan penyesuaian. Pasien ini menunjukkan manifestasi klinis sebagai berikut:

 Gejala-gejala kecemasan antara lain: -

Kecemasan atau khawatir berlebihan, sulit berkonsentrasi

6

-

Ketegangan motorik: gelisah, sakit kepala, gemetaran, tegang, tidak dapat santai.

-

Aktivitas autonomik berlebihan: palpitasi, berkeringat berlebihan, sesak nafas, mulut kering, pusing, keluhan lambung, diare.

 Gejala-gejala depresi antara lain: -

Suasana perasaan sedih/murung.

-

Kehilangan

minat/kesenangan

(menurunnya

semangat

dalam

melakukan aktivitas. -

Mudah lelah

-

Gangguan tidur

-

Konsentrasi menurun

-

Gangguan pola makan

-

Kepercayaan diri yang berkurang

-

Rasa tidak berguna/bersalah

b. Penatalaksanaan Farmakoterapi Farmakoterapi

dapat

termasuk

obat

antiansietas

atau

obat

antidepresan atau keduanya: Pada kasus ini di berikan sandepril 10 mg dan Alprazolam 0,25mg dua kali sehari. 1) Alprazolam Farmakodinamik

alprazolam

merupakan

derivat

triazolo

benzodiazepin dengan efek cepat dan sifat umum yang mirip dengan

7

diazepam. Alprazolam merupakan anti ansietas dan anti panik yang efektif. Mekanisme kerjanya yang pasti belum diketahui. Efek tersebut diduga disebabkan oleh ikatan alprazolam dengan reseptor-reseptor spesifik yang terdapat pada susunan saraf pusat. Secara klinis, semua senyawa benzodiazepin menyebabkan depresi susunan saraf pusat yang bervariasi tergantung pada dosis yang diberikan. Farmakokinetik Pada pemberian secara oral, alprazolam diabsorpsi dengan baik dan absorpsinya tidak dipengaruhi oleh makanan sehingga dapat diminum dengan atau tanpa makanan. Konsentrasi puncak dalam darah dicapai dalam waktu 1 - 2 jam setelah pemberian oral dengan waktu paruh eliminasinya adalah 12 - 15 jam. Waktu paruh ini berbeda-beda untuk pasien usia lanjut (16,3 jam), orang dewasa sehat (11 jam), pasien dengan gangguan fungsi hati (antara 5,8 - 65,3 jam) serta pada pasien dengan masalah obesitas (9,9 - 40,4 jam). Sekitar 70 - 80% alprazolam terikat oleh protein plasma. Alprazolam mengalami metabolisme di hati menjadi metabolit aktifnya dan metabolit lainnya yang tidak aktif. Metabolit aktif ini memiliki kekuatan 1 kali dibandingkan dengan alprazolam, tetapi waktu paruh metabolit ini hampir sama dengan alprazolam. Ekskresi alprazolam sebagian besar melalui urin, sebagian melalui ASI dan dapat melalui sawar plasenta. Jika kita menggunakan alprazolam kita menjadi sulit lepas dari obat ini karena memang memiliki potensi ketergantungan yang besar jika

8

dipakai lebih dari dua minggu saja. Sulit lepas ini juga disebabkan karena efek putus zat obat ini sangat tidak nyaman, ada yang langsung tiba-tiba stop dan merasakan kecemasan yang lebih parah daripada sebelumnya. Maka dari itu penggunaan obat ini harus hati-hati dan kalau bisa sesuai dengan indikasi saja. Belakangan karena potensi ketergantungan, toleransi (makin besar pake makin lama) dan reaksi putus zat, obat ini sudah tidak menjadi pilihan pertama lagi sebagai obat anticemas di Amerika Serikat, di sana lebih cenderung menggunakan Antidepresan gol SSRI seperti Sertraline, Fluoxetine, Paroxetine (Paxil). 2) Anti Depresan Antidepresi atau disebut juga antidepresan adalah sebuah depresi berat, bad mood, dan juga gangguan kecemasan seperti gangguan kecemasan sosial. Orang dengan penyakit depresi akan mengalami efek terapi untuk suasana hati mereka, namun hal ini tidak akan dialami pada orang sehat. Indikasi klinis utama untuk penggunaan antidepresi adalah penyakit depresif mayor. Obat ini juga berguna dalam pengobatan gangguan panik, gangguan ansietas lainnya dan enuresis pada anak-anak. Berbagai riset terdahulu menunjukkan bahwa obat ini berguna untuk mengatasi gangguan defisit perhatian pada anak-anak dan bulimia serta narkolepsi. Mekanisme obat antidepresi meliputi dua hal yaitu menghambat “reuptake aminergic neurotransmitter” dan menghambat penghancuran oleh enzim “Monoamine Oxidase” Sehingga terjadi peningkatan “aminergic neurotransmitter” pada celah sinaps neuron tersebut yang dapat

9

meningkatkan aktivitas reseptor serotinin. Obat-obat antidepresi dibuat bertujuan:

menghilangkan

depresi

(seretonin),

memperbaiki

mood

(norephrine), meningkatkan aktivitas motorik (noradrenalin). Yang termasuk kedalam obat antidepresi adalah inhibitor monoamine oksidase (MAOI), antidepresan trisiklik (TCA), antidepresan tetracyclic (TeCAs), inhibitor reuptake serotonin selektif (SSRI), dan norepinefrin reuptake inhibitor-serotonin (SNRIs). Obat-obat tersebut sering digunakan para dokter dan psikiater untuk diberikan kepada pasien. Psikoterapi Pendekatan psikoterapi dapat berupa terapi kognitif atau modifikasi perilaku.

1) Konseling dan edukasi pada pasien dan keluarga 

Karena gangguan campuran cemas depresi dapat mengganggu produktivitas pasien, keluarga perlu memahami bahwa hal ini bukan karena pasien malas atau tidak mau mengerjakan tugasnya, melainkan karena gejala-gejala penyakitnya itu sendiri, antara lain mudah lelah serta hilang energi. Oleh sebab itu, keluarga perlu memberikan dukungan agar pasien mampu dan dapat mengatasi gejala penyakitnya.



Gangguan campuran anxietas dan depresi kadang-kadang memerlukan pengobatan yang cukup lama, diperlukan dukungan keluarga untuk memantau agar pasien melaksanakan pengobatan dengan benar, termasuk minum obat setiap hari.

10

2) Intervensi Psikososial 

Lakukan penentraman (reassurance) dalam komunikasi terapeutik, dorong pasien untuk mengekspresikan pikiran perasaan tentang gejala dan riwayat gejala.



Beri penjelasan adanya pengaruh antara faktor fisik dan psikologis, termasuk

bagaimana

faktor

perilaku,

psikologik

dan

emosi

berpengaruh mengeksaserbasi gejala somatik yang mempunyai dasar fisiologik. 

Bicarakan dan sepakati rencana pengobatan dan follow-up, bagaimana menghadapi gejala, dan dorong untuk kembali ke aktivitas normal.



Ajarkan teknik relaksasi (teknik nafas dalam)



Anjurkan untuk berolah raga teratur atau melakukan aktivitas yang disenangi serta menerapkan perilaku hidup sehat.



Ajarkan untuk selalu berpikir positif dan manajemen stres dengan baik.

c. Prognosis: Berdasarkan data klinis sampai sat ini, pasien tampak sama besar kemungkinannya untuk memiliki gejala ansietas yang menonjol, gejala depresif yang menonjol, atau campuran dua gejala dengan besar yang sama saat awitan, selama perjalanan penyakit, dominasi gejala ansietas dan depresif dapat bergantian. Prognosisinya tidak diketahui.

11

VI. Evaluasi Multiaksial  Aksis 1 -

Pada autoanamnesis didapatkan pasien ini gelisah, jantung berdebar, sulit tidur. Hal ini menimbulkan distress dan disability sehingga dikatakan gangguan jiwa.

-

Dari pemeriksaan status mental tidak didapatkan hendaya dalam menilai realita yaitu halusinasi dan waham sehingga pasien ini dikatakan gangguan jiwa non-psikotik.

-

Pada pemeriksaan status internus dan neurologis tidak ditemukan kelainan yang mengindikasikan gangguan medis umum yang menimbulkan gangguan otak, sehingga penyebab organic dapat disingkirkan dan pasien ini didiagnosis sebagai gangguan nonorganik.

-

Pada pasien ini ditemukan adanya perasaan takut, jantung berdebardebar, gelisah, kurangnya minat serta pasien merasakan sulit berkonsentrasi, susah tidur yang dialami sejak 4 tahun yang lalu. Maka berdasarkan DSM IV dan PPDGJ III kasus ini dapat digolongkan dalam gangguan campuran ansietas dan depresi.  Aksis II Ciri kepribadian tidak khas  Aksis III Tidak ada diagnosis  Aksis IV

12

Masalah primary support group  Aksis V 90-81 gejala minimal, berfungsi baik, cukup puas, tidak lebih dari masalah harian yang biasa.

VII. Kesimpulan Gangguan campuran ansietas dan depresi merupakan gangguan yang terdapat gejala-gejala ansietasmaupun depresi, dimana masing-masing tidak menunjukkan rangkaian gejala yang cukup berat unuk menegakkan diagnosis tersendiri. Untuk ansietas, beberapa gejala otonomik harus ditemukan walaupun tidak terus-menerus, disamping rasa cemas atau khawatir berlebihan. Penanganan gangguan campuran ansietas dan depresi berupa pendekatan psikoterapeutik dan farmakologi. Kombinasi obat antidepresan dan antiansetas .

DAFTAR PUSTAKA

13

1. Kaplan, Harold I, Sadock, Benyamin J. 1998. Ansietas dan depresi dalam Ilmu Kedokteran Jiwa Darurat. Jakarta: Widya Medika. 2. Elvira SD, Hadisukanto G, 2010, Buku Ajar Psikiatri, Badan Penerbit FKUI, Jakarta. 3. Maslim R, 2001, Buku Saku Diagnosis Gangguan Jiwa Rujukan Ringkas dari PPDGJ-III, Bagian Ilmu Kedokteran Jiwa FK Unika Atma Jaya, Jakarta. 4. Hawari, Dadang, 2011. Manajemen Stres, Cemas, dan Depresi. Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. Hal. 3-11 dan 17-22.

14

Related Documents


More Documents from ""