STATUS REFLEKSI KASUS KEPANITERAAN KLINIK KE -01 ILMU PENYAKIT KULIT DAN KELAMIN
Fakultas Kedokteran
: Universitas Yarsi
Periode Kepaniteraan
: Tanggal 24 Desember 2018 s.d 26 Januari 2019
Tanggal Pemeriksaan Kasus
: 16 Januari 2018
Nomor Rekam Medis Kasus
: 529146
Nama / Nomor Mahasiswa
: Titis Cresnaulan Desiyanti / 1102013286
Dokter Pengampu Refleksi
: dr. Herlien K, Sp. KK
I.
IDENTITAS KASUS a. b. c. d. e. f. g.
II.
No. Rekam Medik (RM) Identitas / Jenis Kelamin Tanggal Lahir Umur Alamat Pekerjaan Hobi Khusus
: 529146 : An. K.D / Perempuan : 11 September 2014 : 4 tahun : Kesat Amjiatak Kelapa Dua ::-
ANAMNESIS
h. Keluhan Utama
: Rasa gatal di daerah kepala disertai ketombe yang menempel
i. Keluhan Tambahan : Rambut di area munculnya ketombe menjadi rontok
j. Riwayat Penyakit Sekarang (RPS) : Pasien merupakan seorang anak perempuan berusia 4 tahun datang bersama ibunya dengan keluhan rasa gatal di kepala disertai timbulnya ketombe yang menempel. Menurut ibu pasien, keluhan tersebut sudah dialami pasien sejak kurang lebih satu tahun terakhir dan tidak berkurang. Rasa gatal dan berketombe dirasakan di berbagai tempat di kepala dan selalu di bersihkan oleh ibu pasien. Selain gatal dan berketombe, rambut pasien menjadi rontok karena pengelupasan dari ketombe tersebut. Ibu pasien mengatakan rasa gatal dirasakan pasien setiap waktu, seperti saat sedang bermain, saat sedang pulang sekolah, ataupun saat pasien sedang tidak beraktivitas. Hal tersebut di ketahui ibu pasien karena pasien sering menggaruk kepalanya. Pasien baru pertama kali berobat dengan keluhan tersebut dan belum meminum obat apapun.
k. Riwayat Penyakit Dahulu (RPD) Asma (-) Alergi obat (-) Rhinitis alergi (-)
l. Riwayat Penyakit Keluarga (RPK) Asma (-) Rhinitis alergi (-)
III.
PEMERIKSAAN FISIK m. Kulit (Status Dermatologik)
Tampak skuama
Tampak lesi berupa skuama halus berbatas tidak tegas dengan ukuran ± 5x5 cm di daerah kepala.
IV.
DIAGNOSIS KERJA Dermatitis Seboroik
V.
DIAGNOSIS BANDING Tinea Kapitis
VI.
PEMERIKSAAN ANJURAN/PENUNJANG Pemeriksaan kerokan kulit dengan KOH
VII.
PENATALAKSANAAN n.Non Medikamentosa : Dermatitis seboroik disebabkan oleh berbagai faktor, terutama oleh karena keaktifan glandula sebasea dan adanya pertumbuhan berlebih dari mikroba yaitu Pityrosporum ovale yang menyebabkan reaksi pada kulit, sehinggga disarankan kepada pasien untuk selalu menjaga kebersihan diri dan menjaga kelembapan kepala supaya tidak terlalu lembab. Selain itu untuk mencegah infeksi sekunder, maka disarankan untuk tidak menggaruk lokasi yang gatal. Menggunakan obat yang diresepkan oleh dokter sesuai anturan. o. Medikamentosa Shampo selenium sulfide 2,5% Cream Hidrokortison 1% p. Penulisan Resepnya (berdasarkan o diatas) R/ Selenium sulfide shampoo 2,5% fls No.I S ue (seminggu dua kali) R/ Hidrokortison 1% Cr. Tub No I S 2 dd ue
VIII. PROGNOSIS Ad vitam : ad bonam Ad functionam : ad bonam Ad sanationam : dubia ad bonam
DERMATITIS SEBOROIK
Definisi Dermatitis seboroik adalah penyakit inflamatoir kulit yang biasanya dimulai pada kulit kepala, dan kemudian menjalar ke muka, kuduk, leher dan badan.1 Istilah dermatitis seboroik (D.S.) dipakai untuk segolongan kelainan kulit yang didasari oleh faktor konstitusi dan bertempat predileksi di tempat-tempat seboroik.2 Penyakit ini sering kali dihubungkan dengan peningkatan produksi sebum (seborrhea) dari kulit kepala dan daerah muka serta batang tubuh yang kaya akan folikel sebaceous. Dermatitis seboroik sering ditemukan dan biasanya mudah dikenali. Kulit yang terkena biasanya berwarna merah muda (eritema), membengkak, ditutupi dengan sisik berwarna kuning kecoklatan dan berkerak.3,4 Penyakit ini dapat mengenai semua golongan umur, tetapi lebih dominan pada orang dewasa. Pada orang dewasa penyakit ini cenderung berulang, tetapi biasanya dengan mudah dikendalikan. Kelainan ini pada kulit kepala umumnya dikenal sebagai ketombe pada orang dewasa dan “cradle cap” pada bayi.5 Insidens dan Prevalensi Tidak ada data pasti yang tersedia pada insiden dan prevalensi, tetapi penyakit ini diyakini lebih banyak ditemukan daripada psoriasis, misalnya, mempengaruhi minimal 2-5 % dari populasi. Dermatitis seboroik sedikit lebih sering terjadi pada laki-laki dan berusia kepala dua, satu di bayi dalam 3 bulan pertama kehidupan dan yang kedua sekitar dekade keempat sampai ketujuh kehidupan. Prevalensinya 40-80 % pada pasien dengan acquired immunodeficiency syndrome.3 Sedangkan di Amerika Serikat prevalensi dari Dermatitis seboroik adalah sekitar 1-3% dari jumlah populasi umum, dan 3-5% terjadi pada dewasa muda.4
Etiopatogenesis Penyebabnya belum diketahui pasti. Faktor presdiposisinya ialah kelainan konstitusi berupa status seboroik (seborrhoic state) yang rupanya diturunkan, bagaimana caranya belum dipastikan. Penderita pada hakekatnya mempunyai kulit yang berminyak (seborrhoea), tetapi mengenai hubungan antara kelenjar minyak dan penyakit ini belum jelas sama sekali. Ada yang mengatakan kambuhnya penyakit ini (yang sering menjadi chronis-recidivans) disebabkan oleh makanan yang berlemak, tinggi kalori, akibat minum alkohol dan gangguan emosi.1,2
Penyakit ini berhubungan dengan kulit yang berminyak (seborrhea), meskipun peningkatan produksi sebum tidak selalu dapat di deteksi pada pasien ini. Seborrhea merupakan faktor predisposisi terjadinya dermatitis seboroik, namun dermatitis seboroik bukanlah penyakit yang terjadi pada kelenjar sebasea. Kelenjar sebasea tersebut aktif pada bayi baru lahir, kemudian menjadi tidak aktif selama 9-12 tahun akibat stimulasi hormone androgen dari ibu berhenti. Dermatitis seboroik pada bayi terjadi pada umur bulan-bulan pertama, kemudian jarang pada usia sebelum akil balik dan insidensinya mencapai puncaknya pada umur 18 – 40 tahun, dan kadang-kadang pada umur tua. Tingginya insiden dermatitis seboroik pada bayi baru lahir setara dengan ukuran dan aktivitas kelenjar sebasea pada usia tersebut. Hal ini menunjukkan bahwa bayi yang baru lahir memiliki kelenjar sebasea dengan tingkat sekresi sebum yang tinggi. Pada masa kecil, terdapat hubungan yang erat antara dermatitis seboroik dengan peningkatan produksi sebum. Kondisi ini dikenal sebagai dermatitis seboroik pada bayi, hal tersebut normal ditemukan pada bulan pertama kehidupan, berbeda dengan kondisi dermatitis seboroik yang terjadi pada masa remaja dan dewasa. Pada dewasa sebaliknya, tidak ada hubungan yang erat antara peningkatan produksi sebum dengan dermatitis seboroik, jika terjadi puncak aktivitas kelenjar sebasea pada masa awal pubertas, dermatitis seboroik mungkin terjadi pada waktu kemudian. Meskipun kematangan kelenjar sebasea rupanya merupakan faktor predisposisi timbulnya Dermatitis seboroik, tetapi tidak ada hubungan langsung secara kuantitatif antara keaktifan kelenjar tersebut dengan sukseptibilitas untuk memperoleh Dermatitis seboroik.2, 3, 4 Tempat terjadinya dermatitis seboroik memiliki kecenderungan pada daerah wajah, telinga, kulit kepala dan batang tubuh bagian atas yang sangat kaya akan kelenjar sebasea. Dua penyakit yang memiliki tempat predileksi yang sama di daerah ini yaitu dermatitis seboroik dan Acne.3 Banyak percobaan telah dilakukan untuk menghubungkan penyakit ini dengan infeksi oleh bakteri atau Pityrosporum ovale yang merupakan flora normal kulit manusia. Pertumbuhan P.ovale yang berlebihan dapat mengakibatkan reaksi inflamasi, baik akibat produk metabolitnya yang masuk ke dalam epidermis maupun karena sel jamur itu sendiri, melalui aktivasi sel limfosit T dan sel Langerhans. Penelitian di Rosenberg telah menunjukkan bahwa 2% ketokonazole kream dapat mengurangi jumlah dari organism yang terdapat pada lesi di kulit kepala atau kulit yang berminyak, pada saat yang bersamaan juga dapat menghilangkan gejala dermatitis seboroik. Penjelasan ini
dimana jamur yang menjadi penyebabnya dapat dilkakukan pencegahannya. Akan tetapi, penelitian lain menunjukkan bahwa P. ovale dapat terjadi pada kulit kepala yang tidak menunjukkan gejala klinis dari penyakit ini. Status seboroik sering berasosiasi dengan meningginya sukseptibilitas terhadap infeksi piogenik, tetapi tidak terbukti bahwa mikroorganisme inilah yang menyebabkan dermatitis seboroik.2,3 Dermatitis seboroik dapat diakibatkan oleh proliferasi epidermis yang meningkat seperti psoariasis. Hal ini dapat menerangkan mengapa terapi dengan sitostatik dapat memperbaikinya. Pada orang yang telah mempunyai factor predisposisi, timbulnya D.S. dapat disebabkan oleh faktor kelelahan, stress, emosional, infeksi, atau defisiensi imun.2 Kondisi ini dapat diperburuk dengan meningkatnya keringat. Stress emosional dapat mempengaruhi penyakit ini juga. Dermatitis seboroik dapat juga menjadi komplikasi dari Parkinsonisme, yang berhubungan dengan seborrhoea. Pengobatan dari parkinson dengan levodopa mengurangi ekskresi sebum sejak seborrhea pertama kali ditemukan, tetapi tidak ada efeknya pada kecepatan ekskresi sebum yang normal. Obat neuroleptik yang digunakan untuk menginduksi parkinsonsnisme, salah satunya haloperidol, dapat juga menginduksi terjadinya dermatitis seboroik. Histopatologis Gambaran histologi bermacam-macam sesuai dengan stadium penyakitnya. Pada dermatitis seboroik akut dan subakut, tersebar superficial infiltrat perivascular dari limfosit dan histiosit, dari spongiosis yang ringan sampai yang berat, hiperplasia bentuk psoriasis ringan, Pinkus’s “spurting papilla” hampir sering terlihat sebgai cirri khas dari dermatitis seboroik sama seperti psoariasis, tetapi abses Munro tidak ada. Penyumbatan folikel oleh karena orthokeratosis dan parakeratosis dan kerak-kerak yang mengandung neutrofil. Pada dermatitis seboroik yang kronis terdapat dilatasi pembuluh darah kapiler dan vena pada plexus superficial.3 Gejala klinis Kelainan kulit terdiri atas eritema dan skuama yang berminyak dan agak kekuningan, batasnya agak kurang tegas. Dermatitis seboroik yang ringan hanya mengenai kulit kepala berupa skuama-skuama yang halus, mulai sebagai bercak kecil yang kemudian mengenai seluruh kulit kepala dengan skuama-skuama yang halus dan kasar. Kelaianan tersebut pitiriasis sika (ketombe, dandruff). Bentuk yang berminyak disebut pitiriasis steatoides yang dapat disertai eritema dan krusta-krusta yang tebal.
Rambut pada tempat tersebut mempunyai kecenderungan rontok, mulai di bagian vertex dan frontal. Bentuk yang berat ditandai dengan adanya bercak-bercak yang berskuama dan berminyak disertai eksudasi dan krusta tebal. Sering meluas ke dahi, glabela, telinga postaurikular dan leher. Pada daerah dahi tersebut, batasnya sering cembung. Pada bentuk yang lebih berat lagi, seluruh kepala tertutup oleh krusta-krusta yang kotor, dan berbau tidak sedap. Pada bayi, skuama-skuama yang kekuningan dan kumpulan debris-debris epitel yang lekat pada kulit kepala disebut cradle cap.
Gambar 1. Dermatitis seboroik yang berat pada wajah
Pada daerah supraorbital, skuama-skuama halus dapat terlihat di alis mata, kulit di bawahnya eritematosa dan gatal, disertai bercak-bercak skuama kekuningan, dapat terjadi pula blefaritis, yakni pinggir kelopak mata merah disertai skuama-skuama halus. Pada tepi bibir bias kemerahan dan berbintik-bintik (marginal blefaritis). Daerah konjungtiva pada saat bersamaan juga dapat terkena. Lipatannya dapat berwarna kekuningan, dengan kerak, dengan batas yang tidak jelas. Pruritus juga bias terlihat. Jika area glabela juga terkena, disana juga mungkin terdapat kerak pada kerutan mata yang berwarna kemerahan. Pada lipatan bibir mungkin terdapat perubahan warna berupa kerak yang kekuningan atau kemerahan, kadang-kadang dengan lubang-lubang. Pada pria, radang folikel rambut pada kumis juga bisa terjadi.
Gambar 2. Dermatitis seboroik pada wajah Selain tempat-tempat tersebut dermatitis seboroik juga dapat mengenai liang telinga luar, lipatan nasolabial, daerah sterna, areola mamae, lipatan di bawah mamae pada wanita, interskapular, umbilicus, lipat paha, dan daerah anogenital. Pada daerah pipi, hidung, dan dahi, kelainan dapat berupa papul-papul.
Gambar 3. Dermatitis seboroik pada lipatan nasolabial pipi, alis mata, dan hidung. Pada telinga, dermatitis seboroik sering disalahartikan dengan radang daun telinga ayng disebabkan oleh jamur (otomikosis). Disana terdapat kulit terkelupas pada
lubang telinga, dan disekitar meatus auditivus, dan depan daun telinga. Pada daerah ini kulit biasanya berubah menjadi kemerahan, dengan lubang-lubang dan bengkak. Eksudasi serosa, pembengkakan pada telinga dan daerah sekitarnya. Pemberian tetes cortipsorin otic, berisi polymyxin B-hydrocortisone, 4 tetes pada saluran telinga, biasanya untuk membersihkan. Tridesilon Otic lotion, 0,5 persen desonide dan 2 persen asam asetat, juga efektif.
Gambar 4. Dermatitis seboroik pada telinga Dermatitis seboroik pada wajah juga bisa berbentuk erupsi popular pada pipi, hidung dan dahi. Kemerahan yang tampakpada area alar-malar disebut dyssebacea. Sodium sulfacetamide, bisa digunakan pada 10% krim yang cocok diantaranya desonide (Tridesilon), hamper menajdi pengobatan yang spesifik untuk dyssebacea. Pada bibir dan mukosa tidak biasanya terkena, tapi kadang-kadang terdapat perubahan pada bibir, yang disebut cheilits exfoliativa. Tampak bibir berwarna merha terang, kering, terkelupas, dan berlobang. Dermatitis seboroik biasa pada lipat paha dan bokong, dimana terlihat seperti kurap, psoariasis, atau jamuran. Garinya terlihat seperti kulit terkelupas pada keduanya dan simetris. Pada lokasi ini lobang-lobang dapat ditemukan dan mungkin juga terdapat garis psoariformis dengan kulit kering pada beberapa kasus. Gambaran klinis dan perjalanan penyakit dari dermatitis seboroik berbeda pada bayi dan orang dewasa.
A. Dermatitis seboroik pada bayi (usia 2 minggu – 10 minggu)3 Penyakit ini terjadi pada bayi didominasi pada bulan-bulan pertama kehidupan sebagai penyakit inflamasi yang terutama mempengaruhi rambut dan kulit kepala dengan lipatan intertriginosa berminyak yang disertai sisik dan kerak. Daerah lainnya seperti wajah, dada, dan leher juga dapat terpengaruh. 1. Pada kepala (kulit kepala daerah frontal dan parietal) khas disebut cradle crap, dengan krusta tebal, pecah-pecah dan berminyak tanpa ada dasar kemerahan dan kurang / tidak gatal 2. Pada lokasi lain seperti lipatan belakang telinga, pinna telinga, dan leher, lesi tampak kemerahan atau merah kekuningan yang tertutup dengan skuama yang berminyak, kurang / tidak gatal. Perjalanan penyakit ini pada bayi biasanya berlanjut mingguan sampai bulanan. Kekambuhan jarang terjadi. Dan prognosis penyakit ini pada bayi adalah baik. Differensial diagnosis dari dermatitis seboroik pada bayi termasuk didalamnya dermatitis atopik (yang biasanya dimulai setelah bulan ketiga kehidupan), psoriasis pada bayi baru lahir, penyakit yang jarang seperti skabies dan histiositosis X. Yang paling baik untuk membedakan ciri antara dermatitis atopik dengan dermatitis seboroik adalah
B. Dermatitis seboroik pada dewasa (pada usia pubertas, rata-rata pada usia 18-40 tahun, dapat pada usia tua)3 Gambaran klinis dan perjalanan dari penyakit ini berbeda antara remaja dan bayi 1. Umumnya gatal 2. Pada area seboroik berupa makula atau plakat, folikular, perifolikular, atau papulae, kemerahan atau kekuningan, dengan derajat ringan sampai berat, inflamasi, skuama dan krusta tipis sampai tebal yang kering, basah atau berminyak. 3. Bersifat kronis dan mudah kambuh, sering berkaitan dengan kelelahan stress, atau paparan sinar matahari. Perjalanan penyakit biasanya berlangsung dalam waktu yang lama. Periode perbaikan pada musim panas dan kambuh kembali pada musim dingin. Pembesaran lesi dapat terjadi
sebagai akibat dari perubahan musim terutama efek dari paparan sinar matahari.
Diagnosis banding 1. Dermatofitosis : Perlu pemeriksaan skraping kulit dengan KOH 2. Psoriasis : Skuama lebih tebal berlapis transparan seperti mika, lebih dominan di daerah ekstensor 3. Dermatitis atopic dewasa: terdapat kecenderungan stigmata atopi 4. Dermatitis kontak iritan : riwayat kontak misalnya dengan sabun pencuci wajah atau bahan iritan lainnya untuk perawatan wajah (tretinoin, asam glikolat, asam alfa hidroksi)
Pengobatan Kasus-kasus yang telah mempunyai faktor konstitusi agak sukar disembuhkan, meskipun penyakitnya dapat terkontrol. Faktor predisposisi hendaknya diperhatikan, misalnya stres emosional dan kurang tidur. Mengenai diet, dianjurkan miskin lemak. Pada Bayi3 1. Kulit kepala Pengobatan terdiri dari 3-5% asam salisilat dalam minyak zaitun atau air, diaplikasikan emollientngan glukokortikosteroid dalam cream atau lotion selama beberapa hari, sampo bayi, perawatan kulit yang teratur dengan emollient, cream, dan pasta. 2. Area intertriginosa Pengobatan meliputi lotion pengering, seperti 0,2-0,5 % clioquinol dalam zinc lotion atau zinc oil. Pada kandidiasis lotion atau cream nistatin atau amphotericin B dapat dicampur dengan pasta lembut. Pada dewasa 1. kulit kepala Dianjurkan sampo yang mengandung selenium sulfide, imidazoles, zinc pyrithion, benzoyl peroxide, asam salisilat, tar atau deterjen. Keraknya dapat diperbaiki dengan pemberian glucocorticosteroid pada malam hari, atau asam salisilat dalam larutan air. Tinctura, larutan alkohol, tonik rambut, dan produk sejenis biasanya memicu terjadinya inflamasi dan harus dihindari.3
2. Wajah dan badan Pasien harus menghindari salep berminyak dan mengurangi penggunaan sabun. Larutan alkohol, penggunaan lotion sebelum dan sesudah cukur tidak dianjurkan. Glucocorticosteroid dosis rendah (hydrocortison) cepat membantu pengobatan penyakit ini, penggunaan yang tidak terkontrol akan menyebabkan dermatitis steroid, rebound phenomenon steroid, steroid rosacea dan dermatitis perioral.3 Dermatitis seboroik adalah salah satu manifestasi klinis yang sering terjadi pada pasien dengan AIDS. Sehingga merupakan salah satu lesi tanda dan harus lebih hati-hati dalam menangani pasien dengan resiko tinggi. 3. Antifungal Pengobatan antifungal seperti imidazole dapat memberikan hasil yang baik. Biasanya digunakan 2 % dalam sampo dan cream. Dalam pengujian yang berbeda menunjukkan 75-95 % terdapat perbaikan. Dalam percobaan ini hanya ketokonazol dan itakonazol yang dipelajari, imidazole yang lain seperti econazole, clotrimazol, miconazol, oksikonazol, isokonazol, siklopiroxolamin mungkin juga efektif. Imidazol seperti obat antifungal lainnya, memiliki spektrum yang luas, anti inflamasi dan menghambat sintesis dari sel lemak.3 4. Metronidazole Metronidazol topikal dapat berguna sebagai pengobatan alternatif untuk dermatitis seboroik. Metronidazol telah berhasil digunakan pada pasien dengan rosacea. Tidak ada studi yang formal, dan obat ini hanya terdaftar sebagai pengobatan untuk rosacea. Rekomendasi ini berdasarkan pengalaman pribadi.3 Pengobatan sistemik Kortikosteroid digunakan pada bentuk yang berat, dosis prednisone 20-30 mg sehari. Jika telah ada perbaiakn, dosis diturunkan perlahan-lahan. Kalau disertai infeksi sekunder diberi antibiotic. Isotretinoin dapat digunakan pada kasus yang rekalsitran. Efeknya mengurangi aktivitas kelenjar sebasea. Ukuran kelenjar tersebut dapat dikurangi sampai 90%, akibatnya terjadi pengurangan produksi sebum. Dosinya 0,1-0,3 mg per kg berat badan per hari, perbaikan tapmak setelah 4 minggu. Sesudah itu diberikan dosis pemeliharaan 5-10 mg per hari selama beberapa tahun yang ternayta efektif untuk mengontrol penyakitnya.
Pada D.S. yang parah juga dapat diobati dengan narrow band UVB (TL-01) yang cukup aman dan efektif. Setelah pemberian terapi 3 x seminggu selama 8 minggu, sebagian besar penderita mengalami perbaikan. Bila pada sediaan langsung terdapat P. ovale yang banyak dapat diberikan ketokonazol, dosisnya 200 mg per hari. Pengobatan topical Pada pitiriasis sika dan oleosa, seminggu 2 – 3 kali scalp dikeramasi selama 5 – 15 menit, misalnya dengan selenium sufida (selsun). Jika terdapat skuama dan krusta diberi emolien, misalnya krim urea 10%. Obat lain yang dapat dipakai ialah : -
misalnya likuor karbonas detergens 2-5% atau krim pragmatar
-
resorsin 1-3%
-
sulfur praesipitatum 4 – 20%, dapat digabung dengan asam salisilat 3 - 6%
-
Kortikostreroid, misalnya krim hidrokortison 2½ %. Pada kasus dengan inflamasi yang berat dapat dipakai kostikosteroid yang lebih kuat, misalnya betametason valerat, asalkan jangan dipakai terlalu lama karena efek sampingnya.
-
Krim ketokonazol 2% dapat diaplikasikan, bila pada sediaan langsung terdapat banyak P. ovale.
Prognosis Seperti telah dijelaskan pada sebagian kasus yang mempunyai faktor konstitusi penyakit ini agak sukar disembuhkan, meskipun terkontrol.2
DAFTAR PUSTAKA
1. Juanda A, Dermatosis eritroskuamosa. Dalam Juanda A, Hamzah M, Aisah S, Ilmu penyakit kulit dan kelamin. Edisi keempat. Cetakan kedua. Jakarta : Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia ; 2005 : 200-2 2. Plewig G. Seborrheic dermatitis. In Fitzpatrick TB, Eisen AZ, Wolff K, Freedberg IM, Austen KF. Dermatology in general medicine. Volume 1. Fourth edition. United States of America : Mc Grow Hill ; 1993 : 1569-73 3. Champion RH, Burton JL, Ebling FJG. Seborrhoic dermatitis. Textbook of dermatology. Volume 1. Fifth edition. Oxford : Blackwell Scientific Publications ; 1992 : 545-51 4. Goldstein BG, Goldstein AO. Dalam Dematologi praktis. Cetakan pertama. Jakarta : Hipokrates ; 1998 : 188-90 5. Barakbah J, Pohan SS, Sukanto H, Martodihardjo S, Agusni I, Lumintang H, et al. Dermatitis seboroik. Atlas penyakit kulit dan kelamin. Cetakan ketiga. Surabaya : Airlangga University Press ; 2007 : 112-6 6. Arnold HL, Odom RB, James WD. Seborrheic dermatitis. Diseases of the skin. Eighth edition. Philadelphia : WB Saunders Company ; 1990 : 194-98 7. Reeves JRT, Maibach H. Dermatitis seboroika. Atlas dermatologi klinik. Cetakan pertama. Jakarta : Hipokrates ; 1990 : 1-3 8. Clark AF, Hopkins TT. Dermatitis seboroik. In Moscella SL, Hurley HJ, Dermatology, third edition. Fourth edition. United states of america : WB Saunders Company ; 1992 : 465-72