BAGIAN ILMU KEDOKTERAN SARAF FAKULTAS KEDOKTERAN UNIV. AL-KHAIRAAT PALU
TUTORIAL KLINIK 26 Januari 2018
LAPORAN TUTORIAL KLINIK PENURUNAN KESADARAN
Disusun Oleh: I Wayan Eko S
13777006
Elika Dwi Cahyani
13777048
Joe Stenly
13777050
Tri Mulyani
13777083
Selyz Friza Febriani
10777005
Pembimbing: dr. Magdalena S. Sp.S DISUSUN UNTUK MEMENUHI TUGAS KEPANITERAAN KLINIK PADA BAGIAN KEDOKTERAN SARAF PROGRAM STUDI PENDIDIKAN DOKTER FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS ALKHAIRAAT PALU 2018
BAGIAN ILMU KEDOKTERAN SARAF FAKULTAS KEDOKTERAN UNIV. AL-KHAIRAAT PALU
TUTORIAL KLINIK 26 Januari 2018
LAPORAN TUTORIAL KLINIK PENURUNAN KESADARAN
Disusun Oleh: Fathina Suciati
121677714135
Dianita Asyraf Suaib
121677714140
Mei Andani Listiani
111677714129
Pembimbing: dr. Magdalena S. Sp.S
DISUSUN UNTUK MEMENUHI TUGAS KEPANITERAAN KLINIK PADA BAGIAN KEDOKTERAN SARAF PROGRAM STUDI PENDIDIKAN DOKTER FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS ALKHAIRAAT PALU 2018
IDENTITAS PASIEN •
Nama
: Ny. H
•
Umur
: 77 tahun
•
Jenis Kelamin
: Perempuan
•
Agama
: Islam
•
Status Perkawinan
: Menikah
•
Tanggal Masuk
: 21 Januari 2018
•
Tanggal Pemeriksaan : 23 dan 24 Januari 2018
SKENARIO •
Seorang wanita berusia 77 tahun MRS dengan keluhan kesadaran menurun. Kesadaran menurun dialami secara tiba-tiba, menurut data heteroanamnesis sebelum pasien mengalami kesadaran menurun awalnya sakit kepala yang membuat pasien jatuh di kamar mandi dan kepalanya terbentur dengan bak mandi plastik. Kemudian pasien dibawa ke RSU Anutapura pada pagi harinya tetapi pasien masih sadar dan mengeluhkan sakit kepalanya, ketika sudah di rumah sakit selang beberapa menit pasien sudah mengalami kesadaran menurun. Sakit kepala pasien sebelumnya sudah sering dialami pasien namun memberat sejak 2 hari yang lalu mual (-), muntah (+) terus menerus. Pasien memukul kepalanya saat sakit. Selama perawatan 4 hari di RS Anutapura Palu masih mengalami penurunan kesadaran. Pasien belum pernah mengalami hal yang sama sebelumnya, pada hari 1 pasien dirawat sampai hari ke 2 pasien mengalami gaduh gelisah dan terdapat gerakan yang tidak di sadari. Pasien memiliki Riwayat tekanan darah tinggi tidak diketahui dan diabetes tidak diketahui. BAB (+) biasa, BAK (+) lancar.
PEMERIKSAAN
Keadaan umum: sakit berat
Gizi: baik
Kesadaran: Menurun
Tanda-tanda vital: Tekanan darah: 180/70 mmHg Nadi: 89 x/menit Suhu: 36,8 Pernapasan: 20 x/menit
PEMERIKSAAN NEUROLOGIS GCS: Tgl 24/11/17: E2M5V1
1. Kepala: o Penonjolan: tidak ada penonjoan 2. N. cranialis: o N. Olfactorius (I): Tidak dapat dinilai o N.Optikus: Ketajaman penglihatan: tidak dapat dinilai Lapangan penglihatan: sulit dinilai N. Occulomotoris: Celah kelopak mata: tidak dapat dinilai Ptosis: tidak ada Exopthalmus: tidak ada Pupil: ukuran:
2 mm/ bulat
Isokor/anisokor:
2 mm/bulat
isokor
Reflex cahaya langsung/ tidak langsung: +/+ Reflex akomodasi:
sulit dinilai
sulit dinilai
Parese kearah
sulit dinilai
sulit dinilai
Nistagmus
sulit dinilai
sulit dinilai
N.V1: sulit dinilai
sulit dinilai
N.V2: sulit dinilai
sulit dinilai
N.V3: sulit dinilai
sulit dinilai
Gerakan bola mata:
N. V (trigeminus): o Sensibilitas:
o Motorik:
Inspeksi: istirahat
N. VII: o Motorik: Istirahat:
M. Frontalis
M. orbik.okuli
simetris
simetris
Gerakan mimic: sulit dinilai sulit dinilai
M. orbik. Oris simetris
sulit dinilai
o Pengecap 2/3 lidah bagian depan: sulit dinilai
N. VIII: o Pendengaran:sulit dinilai o Tes rinne/weber: sulit dinilai o Fungsi vestibularis: sulit dinilai
N. IX/X: (Glossopharingeus/vagus): o Posisi arkus pharinks: sulit dinilai o Reflex telan/muntah: sulit dinilai o Pengecap 1/3 lidah bagian belakang: sulit dinilai o Fonasi: sulit dinilai o Takikardi/bradikardi: normal
N. XI: o Memalingkan kepala dengan/tanpa tahanan: sulit dinilai o Angkat bahu: sulit dinilai
N.XII: o Deviasi lidah: sulit dinilai o Fasciculasi: sulit dinilai o Atrofi: sulit dinilai o Tremor: sulit dinilai o Ataxia: sulit dinilai
3. Leher:
Tanda-tanda perangsangan selaput otak o Kaku kuduk: + o Kernig’s sign: o Brudzinski I: +
Arteri karotis:
o Palpasi: teraba o Auskultasi:tidak ada bruit
Kelenjar gondok: dalam batas normal
4. Abdomen:
Reflex kulit dinding perut: +
5. Kolumna vertebralis: sulit dinilai 6. Ekstremitas: Superior
Inferior
D
S
D
S
Pergerakan
BT
BT
BT
BT
Kekuatan
sulit dinilai
Tonus otot
N
Bentuk otot
N
Motorik:
N N
Otot yang terganggu: tidak ada
Reflex fisiologi
1. Biceps
+
+
2. Triceps
+
+
3. Radius
+
+
4. Patella
+
+
5. Achilles
+
+
Klonus:
Lutut: -/Kaki: -/-
N
Reflex patologis: 1. Hoffman:
-/-
2. Tromner:
-/-
3. Babinski:
-/-
4. Chaddock:
-/-
5. Gordon:
-/-
6. Schaefer:
-/-
7. Oppenheim:-/-
N
Sensibilitas: o Ekstroseptif Nyeri: sulit dinilai Suhu: sulit dinilai Rasa raba halus: sulit dinilai o Propioseptif Rasa sikap: sulit dinilai Rasa nyeri dalam: sulit dinilai o Fungsi Kortikal Luhur: sulit dinilai
7. Terdapat pergerakan abnormal yang spontan 8. Gangguan koordinasi: sulit dinilai 9. Gangguan keseimbangan: sulit dinilai 10. Pemeriksaan fungsi luhur: sulit dinilai
PEMERIKSAAN PENUNJANG -
LABORATORIUM
•
GDS: 153 mg/dL
•
Kolesterol -
•
Ureum 1.7 mg/dl
•
Kreatinin 6.2 mg/dl
•
K: 2.73 mg/dL
•
Na: 139 mg/dL
•
Cl: 94 mg/dL
•
WBC 24.8
•
RBC 4.7
•
HB 40.1
•
PLT 13.3
-
CT-SCAN
-
Lesi hiperdens pada kedua hemisfer cerebri dan intraventrikel serta pons
-
Lesi hipodens pada ganglia basalis dextra
-
Sulci dan gyri obliterasi
-
Tidak tampak midline shift
-
Klasifikasi pada plexus choroideus dan pineal body
-
Sinus paranassalis dan aircell mastoid dalam batas normal
-
Kedua orbita dan ruang retroorbita normal
-
Tulang-tulang intak
Kesan : -
Hematoma subarachnoid intra cerebri dan intraventrikel serta hematoma pons
-
Infark cerebri dextra
KATA KUNCI -
Wanita
-
78 tahun
-
Penurunan kesadaran secara tiba-tiba
-
Sakit kepala hebat dirasakan sebelum penurunan kesadaran
-
Memukul kepala saat sakit
-
Muntah terus menerus
PERTANYAAN 1. Jelaskan fisiologi kesadaran ? 2. Sebutkan klasifikasi penurunan kesadaran? 3. Jelaskan patofisiologi penurunan kesadaran? 4. Langkah-langkah diagnosis penurunan kesadaran? 5. Keadaan apa yang dapat menyebabkan terjadinya penurunan kesadaran? 6. Hubungan hipertensi dengan penurunan kesadaran ? 7. Jelaskan patofisiologi sakit kepala dan muntah? 8. Bagaiamana penatalaksanaan pada pasien dengan penurunan kesadaran?? 9. Bagaimana menilai kesadaran secara kualitatif maupun kuantitatif? 10. Bagaimana pemeriksaan neurologis pada penurunan kesadaran? 11. Diagnosis banding pada kasus?
JAWABAN
1. Jelaskan fisisologi kesadaran? Jawaban: Secara fisiologik, kesadaran memerlukan interaksi yang terus-menerus dan efektif antara hemisfer otak dan formasio retikularis di batang otak. Kesadaran dapat digambarkan sebagai kondisi awas-waspada dalam kesiagaan yang terus menerus terhadap keadaan lingkungan atau rentetan pikiran kita. Hal ini berarti bahwa
seseorang menyadari seluruh asupan dari panca indera dan mampu bereaksi secara optimal terhadap seluruh rangsangan baik dari luar maupun dari dalam tubuh. Orang normal dengan tingkat kesadaran yang normal mempunyai respon penuh terhadap pikiran atau persepsi yang tercermin pada perilaku dan bicaranya serta sadar akan diri dan lingkungannya. Dalam keseharian, status kesadaran normal bisa mengalami fluktuasi dari kesadaran penuh (tajam) atau konsentrasi penuh yang ditandai dengan pembatasan area atensi sehingga berkurangnya konsentrasi dan perhatian, tetapi pada individu normal dapat segera mengantisipasi untuk kemudian bisa kembali pada kondisi kesadaran penuh lagi. Mekanisme ini hasil dari interaksi yang sangat kompleks antara bagian formasio retikularis dengan korteks serebri dan batang otak serta semua rangsang sensorik. Pada saat manusia tidur, sebenarnya terjadi sinkronisasi bagian-bagian otak. Bagian rostral substansia
retikularis
disebut
sebagai
pusat
penggugah
atau
arousal
centre, merupakan pusat aktivitas yang menghilangkan sinkronisasi (melakukan desinkronisasi), di mana keadaan tidur diubah menjadi keadaan awas waspada. Bila pusat tidur tidak diaktifkan maka pembebasan dari inhibisi mesensefalik dan nuklei retikularis pons bagian atas membuat area ini menjadi aktif secara spontan. Keadaan ini sebaliknya akan merangsang korteks serebri dan sistem saraf tepi, yang keduanya kemudian mengirimkan banyak sinyal umpan balik positif kembali ke nuklei retikularis yang sama agar sistem ini tetap aktif. Begitu timbul keadaan siaga, maka ada kecenderungan secara alami untuk mempertahankan kondisi ini, sebagai akibat dari seluruh ativitas umpan balik positif tersebut. Masukan impuls yang menuju SSP yang berperan pada mekanisme kesadaran pada prinsipnya ada dua macam, yaitu input yang spesifik dan non-spesifik. Input spesifik merupakan impuls aferen khas yang meliputi impuls protopatik, propioseptif dan pancaindera. Penghantaran impuls ini dari titik reseptor pada tubuh melalui jaras spinotalamik, lemniskus medialis, jaras genikulo-kalkarina dan sebagainya menuju ke suatu titik di korteks perseptif primer. Impuls aferen spesifik ini yang sampai di korteks akan menghasilkan kesadaran yang sifatnya spesifik yaitu perasaan nyeri di kaki atau tempat lainnya, penglihatan, penghiduan atau juga pendengaran tertentu. Sebagian impuls aferen spesifik ini melalui cabang
kolateralnya akan menjadi impuls non-spesifik karena penyalurannya melalui lintasan aferen non-spesifik yang terdiri dari neuronneuron di substansia retikularis medulla spinalis dan batang otak menuju ke inti intralaminaris thalamus (dan disebut neuron penggalak kewaspadaan) berlangsung secara multisinaptik, unilateral dan lateral, serta menggalakkan inti tersebut untuk memancarkan impuls yang menggiatkan seluruh korteks secara difus dan bilateral yang dikenal sebagai diffuse ascending reticular system. Neuron di seluruh korteks serebri yang digalakkan oleh impuls aferen non-spesifik tersebut dinamakan neuron pengemban kewaspadaan. Lintasan aferen non-spesifik ini menghantarkan setiap impuls dari titik manapun pada tubuh ke titik-titik pada seluruh sisi korteks serebri. Jadi pada kenyataannya, pusat-pusat bagian bawah otaklah yaitu substansia retikularis yang mengandung lintasan non-spesifik difus, yang menimbulkan “kesadaran” dalam korteks serebri. Derajat kesadaran itu sendiri ditentukan oleh banyak neuron penggerak atau neuron pengemban kewaspadaan yang aktif. Unsur fungsional utama neuron-neuron ialah kemampuan untuk dapat digalakkan sehingga menimbulkan potensial aksi. Selain itu juga didukung oleh proses-proses yang memelihara kehidupan neuron-neuron serta unsur-unsur selular otak melalui proses biokimiawi, karena derajat kesadaran bergantung pada jumlah neuron-neuron tersebut yang aktif. Adanya gangguan baik
pada
neuron-neuron
pengemban
kewaspadaan
kewaspadaan akan menimbulkan gangguan kesadaran.
ataupun
penggerak
Pusat kesadaran di otak 2. Sebutkan klasifikasi penurunan kesadaran? Penurunan kesadaran dibagi 3, yaitu gangguan kesadaran tanpa disertai kelainan fokal/ lateralisasi dan tanpa disertai kaku kuduk; gangguan kesadaran tanpa disertai kelainan fokal/ lateralisasi disertai dengan kaku kuduk; dan gangguan kesadaran disertai dengan kelainan fokal. a) Gangguan kesadaran tanpa disertai kelainan fokal dan kaku kuduk 1. Gangguan iskemik 2. Gangguan metabolik 3. Intoksikasi 4. Infeksi sistemis 5. Hipertermia 6. Epilepsi b) Gangguan kesadaran tanpa disertai kelainan fokal tapi disertai kaku kuduk 1. Perdarahan subarakhnoid 2. Radang selaput otak (meningitis) 3. Radang selaput otak dan jaringan otak (meningoencefalitis) c) Gangguan kesadaran dengan kelainan fokal 1. Tumor otak 2. Perdarahan otak 3. Infark otak 4. Abses otak
3. Jelaskan patofisiologi penurunan kesadaran? Jawaban: Patofisiologi menerangkan terjadinya kesadaran menurun sebagai akibat dari berbagai macam gangguan atau penyakit yang masing-masing pada akhirnya mengacaukan fungsi reticular activating system secara langsung maupun tidak langsung. Dari studi kasus-kasus koma yang kemudian meninggal dapat dibuat kesimpulan, bahwa ada tiga tipe lesi /mekanisme yang masing-masing merusak fungsi reticular activating system, baik secara langsung maupun tidak langsung.
a. Disfungsi otak difus 1) Proses metabolik atau submikroskopik yang menekan aktivitas neuronal. 2) Lesi yang disebabkan oleh abnormalitas metabolik atau toksik atau oleh pelepasan general electric (kejang) diduga bersifat subseluler atau molekuler, atau lesi-lesi mikroskopik yang tersebar. 3) Cedera korteks dan subkorteks bilateral yang luas atau ada kerusakan thalamus
yang berat
yang mengakibatkan terputusnya impuls
talamokortikal atau destruksi neuron-neuron korteks bisa karena trauma (kontusio, cedera aksonal difus), stroke (infark atau perdarahan otak bilateral). 4) Sejumlah penyakit mempunyai pengaruh langsung pada aktivitas metabolik selsel neuron korteks serebri dan nuclei sentral otak seperti meningitis, viral ensefalitis, hipoksia atau iskemia yang bisa terjadi pada kasus henti jantung. 5) Pada umumnya, kehilangan kesadaran pada kondisi ini setara dengan penurunan aliran darah otak atau metabolisme otak. b. Efek langsung pada batang otak 1) Lesi
di
batang
otak
dan
diensefalon
bagian
bawah
yang
merusak/menghambatreticular activating system. 2) Lesi anatomik atau lesi destruktif terletak di talamus atau midbrain di mana neuron-neuron ARAS terlibat langsung. 3) Lebih jarang terjadi. 4) Pola patoanatomik ini merupakan tanda khas stroke batang otak akibat oklusi arteri basilaris, perdarahan talamus dan batang otak atas, dantraumatic injury. c. Efek pada kompres otak 1) Kausa kompresi primer atau sekunder 2) Lesi masa yang bisa dilihat dengan mudah. 3) Massa tumor, abses, infark dengan edema yang masif atau perdarahan intraserebral, subdural maupun epidural. Biasanya lesi ini hanya
mengenai sebagian dari korteks serebri dan substansia alba dan sebagian besar serebrum tetap utuh. Tetapi lesi ini mendistorsi struktur yang lebih dalam dan menyebabkan koma karena efek pendesakan (kompresi) ke lateral dari struktur tengah bagian dalam dan terjadi herniasi tentorial lobus temporal yang berakibat kompresi mesensefalon dan area subthalamik reticular activating system, atau adanya perubahan-perubahan yang lebih meluas di seluruh hemisfer. 4) Lesi serebelar sebagai penyebab sekunder juga dapat menekan area reticular batang otak atas dan menggesernya maju ke depan dan ke atas. 5) Pada kasus prolonged coma, dijumpai perubahan patologik yang terkait lesi seluruh bagian sistim saraf korteks dan diensefalon. Berdasar anatomi-patofisiologi, koma dibagi dalam: 1) Koma kortikal-bihemisferik, yaitu koma yang terjadi karena neuron pengemban kewaspadaan terganggu fungsinya. 2) Koma diensefalik, terbagi atas koma supratentorial, infratentorial, kombinasi supratentorial dan infratentorial; dalam hal ini neuron penggalak kewaspadaan tidak berdaya untuk mengaktifkan neuron pengemban kewaspadaan. Sampai saat ini mekanisme neuronal pada koma belum diketahui secara pasti. Dalam eksperimen, jika dilakukan dekortikasi atau perusakan inti intralaminar talamik atau jika substansia grisea di sekitar akuaduktus sylvii dirusak akan terjadi penyaluran impuls asenden nonspesifik yang terhambat sehingga terjadi koma. Studi terkini yang dilakukan oleh Parvizi dan Damasio melaporkan bahwa lesi pada pons juga bisa menyebabkan koma. Koma juga bisa terjadi apabila terjadi gangguan baik pada neuron penggalak kewaspadaan maupun neuron pengemban kewaspadaan yang menyebabkan neuronneuron tersebut tidak bisa berfungsi dengan baik dan tidak mampu bereaksi terhadap pacuan dari luar maupun dari dalam tubuh sendiri. Adanya gangguan fungsi pada neuron pengemban kewaspadaan,
menyebabkan koma kortikal bihemisferik, sedangkan apabila terjadi gangguan pada neuron penggalak kewaspadaan, menyebabkan koma diensefalik, supratentorial atau infratentorial. Penurunan
fungsi
fisiologik
dengan
adanya
perubahan-perubahan
patologik yang terjadi pada koma yang berkepanjangan berhubungan erat dengan lesi-lesi sistem neuron kortikal diensefalik. Jadi prinsipnya semua proses yang menyebabkan destruksi baik morfologis (perdarahan, metastasis, infiltrasi), biokimia (metabolisme, infeksi) dan kompresi pada substansia retikularis batang otak paling rostral (nuklei intralaminaris) dan gangguan difus pada kedua hemisfer serebri menyebabkan gangguan kesadaran hingga koma. Derajat kesadaran yang menurun secara patologik bisa merupakan keadaan tidur secara berlebihan (hipersomnia) dan berbagai macam keadaan yang menunjukkan daya bereaksi di bawah derajat awas-waspada. Keadaan-keadaan tersebut dinamakan letargia, mutismus akinetik, stupor dan koma. Bila tidak terdapat penjalaran impuls saraf yang kontinyu dari batang otak ke serebrum maka kerja otak menjadi sangat terhambat. Hal ini bisa dilihat jika batang otak mengalami kompresi berat pada sambungan antara mesensefalon dan serebrum akibat tumor hipofisis biasanya menyebabkan koma yang ireversibel. Saraf kelima adalah nervus tertinggi yang menjalarkan sejumlah besar sinyal somatosensoris ke otak. Bila seluruh sinyal ini hilang, maka tingkat aktivitas pada area eksitatorik akan menurun mendadak dan aktivitas otakpun dengan segera akan sangat menurun, sampai hampir mendekati keadaan koma yang permanen.
Gambar 1. Dasar anatomi gangguan kesadaran 4. Langkah-langkah diagnosis penurunan kesadaran A. Anamnesis
Dalam kasus gangguan kesadaran auto-anamnesis masih dapat dilakukan bila gangguan kesadaran masih bersifat ”ringan”,pasien masih dapat menjawab pertanyaan (lihat pemeriksaan Glasgow Coma Scale/ GCS). Hasil auto-anamnesis ini dapat dimanfaatkan untuk menetapkan adanya gangguan kesadaran yang bersifat psikiatrik – termasuk sindrom otak organik atau gangguan kesadaran yang bersifat neurologik (dinyatakan secara kualitatif maupun kuantitatif ke dalam GCS). Namun demikian arti klinis dari anamnesis perlu dicari dari dengan heteroanamnesis, yaitu anamnesis terhadap pengantar dan atau keluarganya. Berbagai hal yang perlu ditanyakan pada saat anamnesis adalah sebagai berikut:
1.
Penyakit yang pernah diderita sebelum terjadinya gangguan kesadaran, misalnya diabetes melitus, hipertensi, penyakit ginjal, penyakit hati, epilepsi, adiksi obat tertentu
2.
Keluhan pasien sebelum terjadinya gangguan kesadaran, antara lain nyeri kepala yang mendadak atau sudah lama, perasaan pusing berputar, mual dan muntah, penglihatan ganda, kejang, kelumpuhan anggota gerak.
3.
Obat-obat yang diminum secara rutin oleh pasien, misalnya obat penenang, obat tidur, antikoagulansia, obat antidiabetes (dapat dalam bentuk injeksi), antihipertensi.
4.
Apakah gangguan kesadaran terjadi secara bertahap atau mendadak, apakah disertai gejala lain / ikutan?
5.
Apakah ada inkontinensi urin dan / atau alvi?
6.
Apakah dijumpai surat tertentu (misalnya ”perpisahan”)?
B.
Pemeriksaan fisik (status internus) Pada pemeriksaan ini hendaknya diperhatikan hal-hal yang biasanya
dilakukan oleh setiap dokter, dengan memerhatikan sistematika dan ketelitian, sebagai berikut: 1. Nadi, meliputi frekuensi, isi dan irama denyut Tekanan darah, diukur pada lengan kanan dan lengan kiri; perhatikanlah apakah tensimeter masih berfungsi dengan baik 2. Suhu tubuh, pada umumnya termometer dipasang di ketiak; bila perlu diperiksa secara rektal 3. Respirasi, meliputi frekuensi, keteraturan, kedalaman, dan bau pernapasan (aseton, amonia, alkohol, bahan kimia tertentu dll) 4. Kulit, meliputi turgor, warna dan permukaan kulit ( dehidrasi, ikterus, sianosis, bekas suntikan, luka karena trauma, dll) 5. Kepala, apakah ada luka dan fraktur 6. Konjungtiva, apakah normal, pucat, atau ada perdarahan 7. Mukosa mulut dan bibir, apakah ada perdarahan, perubahan warna 8. Telinga, apakah keluar cairan bening, keruh, darah, termasuk bau cairan perlu diperhatikan. 9. Hidung, apakah ada darah dan atau cairan yang keluar dari hidung 10. Orbita, apakah ada brill hematoma, trauma pada bulbus okuli, kelainan pasangan bola mata (paresis N.III, IV, VI), pupil, celah palpebra, ptosis 11. Leher, apakah ada fraktur vertebra; bila yakin tidak ada fraktur maka diperiksa apakah ada kaku kuduk
12. Dada, pemeriksaan fungsi jantung dan paru secara sistematik dan teliti 13. Perut, meliputi pemeriksaan hati, limpa, ada distensi atau tidak, suara peristaltik usus, nyeri tekan di daerah tertentu
C.
Pemeriksaan neurologik Di samping pemeriksaan neurologik yang rutin maka terdapat beberapa
pemeriksaan neurologik khusus yang harus dilakukan oleh setiap pemeriksa. Pemeriksaan khusus tadi meliputi pemeriksaan kesadaran dengan menggunakan GCS dan pemeriksaan untuk menetapkan letak proses patologik di batang otak 1) Pemeriksaan dengan menggunakan GCS a. Instrumen ini dapat diandalkan b.
Mudah untuk diaplikasikan dan mudah untuk dinilai sehingga
tidak
terdapat perbedaan antar penilai c. Dengan sedikit latihan maka perawat juga dapat mengaplikasikan instrumen GCS ini dengan mudah. d.
Yang diperiksa dan dicatat adalah nilai (prestasi) pasien yang terbaik
e.
Bila seseorang sadar maka ia mendapat nilai 15
f.
Nilai terendah adalah 3
2) Pemeriksaan untuk menetapkan letak proses patologik di batang otak a. Observasi umum, meliputi: 1. Gerakan otomatik misalnya menelan, menguap, membasahi bibir 2. Adanya gerakan otomatik ini menunjukkan bahwa fungsi nukleus di batang otak masih baik; hal ini berarti bahwa prognosis relatif baik 3. Adanya kejat mioklonik multifokal dan berulang kali; gejala ini biasanya disebabkan oleh gangguan metabolisme sel hemisfer otak 4. Letak lengan dan tungkai; bila lengan dan tungkai dalam posisi fleksi maka hal ini berarti gangguan terletak di hemsifer otak(dekortikasi). Bila kedua lengan dan tungkai dalam keadaan ekstensi (rigiditas deserebrasi) maka ini
menunjukkan adanya gangguan di batang otak dan keadaan ini sangat serius b.Pengamatan pola penapasan 1. Bentuk Cheyne-Stokes atau periodic breathing.Pola pernapasan seperti ini disebabkan oleh proses patologik di
hemisfer dan / atau batang otak
bagian atas (pedunkulus serebri). 2. Central neurogenic breathing(istilah lama: pernapasan Kussmaul/Biot) a. Pola pernapasan seperti disebabkan oleh proses patologik di tegmentum (batas antara mesensefalon dan pons) b. Letak proses ini lebih kaudal bila dibandingkan dengan proses patologik yang menimbulkan pola pernapasan Chyen-Stokes. 3. Pernapasan apneustik: inspirasi dalam kemudian diikuti berhentinya napas pasca-ekspirasi 4. Pernapasan ataksik: pernapasan yang cepat, dangkal dan tak teratur a. Pola pernapasan seperti ini biasanya tampak ketika formasio retikularis bagian dorsomedial medula oblongata terganggu b. Pola pernapasan seperti ini sering tampak pada tahap agonal, sehingga dianggap sebagai tanda menjelang kematian c.Kelainan pupil 1. Pemeriksaan pupil terutama pada pasien koma sama nilainya dengan pemeriksaan tanda vital lainnya 2. Bila pupil tampak sangat kecil (pin point) maka diperlukan kaca pembesar 3. Sebelum diperiksa dengan teliti maka mata jangan ditetesi midriatikum 4. Yang harus diperiksa meliputi: a. Besar / lebar pupil b. Perbandingan lebar pupil kanan dan kiri c. Bentuk pupil d. Refleks pupil terhadap cahaya dan konvergensi e. Reaksi konsensual pupil
d. Gerak dan / atau kedudukan bola mata 1. Deviasi konjugat a) Kedua bola mata melirik ke samping, ke arah hemisfer yang terganggu b) Ukuran dan bentuk pupil normal c) Refleks cahaya positif d) Bila gangguan pada area 8 lobus frontalis 2. Proses di talamus a) Kedua bola mata melirik ke hidung b) Pasien tidak dapat dapat menggerakkan kedua bola mata ke atas c) Pupil kecil dan refleks cahaya negatif 3. Proses di pons a) Kedua bola mata berada di tengah b) Bila kepala pasien digerakkan ke samping maka tidak terlihat gerakan bola mata ke samping (dolls eye manoever yang abnormal) c) Pupil sangat kecil, reaksi terhadap cahaya positif (dilihat dengan kaca pembesar) d) Kadang-kadang tampak adanya ocular bobbing 4. Proses di serebellum a) Pasien tidak dapat melihat ke samping b) Pupil normal (bentuk dan reaksi terhadap cahaya) 5. Refleks sefalik batang otak a) Refleks pupil (mesensefalon) b) Refleks cahaya, refleks konsensual dan refleks konvergensi c) Pada pasien koma hanya dapat diperiksa refleks cahaya dan konvergensi d) Bila refleks cahaya terganggu berarti ada gangguan di mesensefalon (bagian atas batang otak) 6. Doll’s eye manoever a) Bila kepala pasien digerakkan ke samping maka bola mata akan bergerak ke arah yang berlawanan b) Refleks negatif bila ada gangguan di pons
7. Refleks okulo-auditorik Bila telinga pasien dirangsang dengan suara yang keras maka pasien akan menutup matanya (auditory blink reflex) 8. Refleks okulovestibular (pons) a) Bila meatus akustikus eksternus dirangang dengan air panas (440C) maka akan terjadi gerakan bola mata cepat ke arah telinga yang dirangsang b) Bila tes kalori ini negatif berarti ada gangguan di pons 9. Refleks kornea Bila kornea digores dengan kapas halus maka akan terjadi penutupan kelopak mata 10. Refleks muntah (medula oblongata) Dinding belakang faring dirangsang dengan spatel maka akan terjadi refleks muntah 11. Reaksi terhadap rangsang nyeri a) Tekanan di atas orbita, jaringan di bawah kuku jari tangan, atau tekanan pada sternum b) Reaksi yang dapat dilihat 12. Gerakan abduksi, seakan-akan pasien menghalau rangsangan; ini menandakan bahwa masih terdapat fungsi hemisfer (high level function) a) Gerakan
aduksi,
seakan-akan
pasien
menjauhi
rangsangan
(withdrawal); ini berarti bahwa masih terdapat fungsi tingkat bawah b) Gerakan fleksi lengan dan tungkai; ini berartibahwa terdapat gangguan di hemisfer c) Kedua lengan dan tungkai mengambil posisi ekstensi (rigiditas deserebrasi); hal ini berarti bahwa terdapat gangguan di batang otak e. Rangsangan Meningeal Rangsangan selaput otak adalah gejala yang timbul akibat peradangan pada selaput otak (meningitis) atau adanya benda asing pada ruang suarachnoid (darah), zat kimia(kontras) dan invasi neoplasma (meningitis carcinoma).
Adanya penyakit yang menyebabkan iritasi pada meninges akan menyebabkan timbulnya tanda rangsang meninges. Pemeriksaan tanda rangsang meninges yang diajarkan pada manual ini antara lain: pemeriksaan kaku kuduk, Kernig’s sign, Brudzinski I, II, III, dan IV.
f. Fungsi traktus piramidalis 1. Traktus piramdalis merupakan saluran saraf terpanjang dan karena itu. itu amat sering terganggu pada suatu kerusakan struktural susuna saraf pusat
2. Bila tidak dijumpai gangguan traktus piramidalis maka kita harus mencari penyebab koma ke arah gangguan metabolik
3. Gangguan traktus piramidalis dapat diketahui dari a) Kelumpuhan: -
Dengan rangsangan nyeri, ada gerakan lengan / tungkai atau tidakMenempatkan lengan / tungkai dalam kedudukan sulit
-
Menjatuhkan lengan / tungkai dan membandingkan lengan / tungkai kanan dan kiri; ekstremitas yang lumpuh akan jatuh lebih cepat dan lebih berat
b) Refleks tendon: -
Pada tahap akut di sisi kontralateral lesi akan terjadi penurunan reflex
-
Pada tahap pasca-akut di sisi kontralateral lesi muncul peningkatan refleks
c) Refleks patologik-Dijumpai refleks patologik di sisi kontralateral lesi, di tangan maupun di kaki. Tanda refleks patologis yang paling terkenal dan mudah ditimbulkan adalah refleks Babinsky di tapak kaki. d) Tonus -
Pada tahap akut di sisi kontralateral lesi dijumpai penurunan tonus
-
Pada tahap pasca-akut di sisi kontralateral lesi dijumpai peningkatan tonus
Hasil pemeriksaan pada pasien: No
Anamnesis
Anamnesis Kasus
1
Penyakit yang pernah diderita sebelum terjadinya gangguan kesadaran, misalnya diabetes melitus, hipertensi, penyakit ginjal, penyakit hati, epilepsi, adiksi obat tertentu
Pada Kasus tidak ditemukan riwayat penyakit sebelumnya berupa hipertensi, diabetes Melitus, riwayat penyakit yang sama dan lainnya.
2
Keluhan pasien sebelum terjadinya Didapatkan keluhan muntah darah gangguan kesadaran, antara lain banyak kali, pasien sering sakit nyeri kepala yang mendadak atau kepala hingga mengikat kepalanya. sudah lama, perasaan pusing berputar, mual dan muntah, penglihatan ganda, kejang, kelumpuhan anggota gerak.
3
Obat-obat yang diminum secara rutin oleh pasien, misalnya obat penenang, obat tidur, antikoagulansia, obat antidiabetes (dapat dalam bentuk injeksi), antihipertensi.
4
Apakah gangguan kesadaran terjadi Pasien tidak sadar secara secara bertahap atau mendadak, mendadak setelah terjatuh dari apakah disertai gejala lain / ikutan? tangga.
5
Apakah ada inkontinensi urin dan / Tidak ditemukan inkontinensia atau alvi? urin dan/atau alvi
6
Apakah dijumpai surat tertentu Tidak ditemukan surat tertentu (misalnya ”perpisahan”)? (misalnya ”perpisahan”
Tidak didapatkan riwayat mengkonsumsi obatpenenang, obat tidur, antikoagulansia, obat antidiabetes (dapat dalam bentuk injeksi), antihipertensi
D. Pemeriksaan fisik (status internus)
Pada pemeriksaan ini hendaknya diperhatikan hal-hal yang biasanya dilakukan oleh setiap dokter, dengan memerhatikan sistematika dan ketelitian, sebagai berikut: No
Pemeriksaan Fisik (Status Internus)
Pemeriksaan fisik pada kasus
1
Nadi, meliputi frekuensi, isi dan irama TD: 180/70 mmHg, N: 89 denyut Tekanan darah, diukur pada x/menit, lengan kanan dan lengan kiri; perhatikanlah apakah tensimeter masih berfungsi dengan baik
2
Suhu tubuh, pada umumnya S: 36,8 terdapat peningkatan termometer dipasang di ketiak; bila suhu axial perlu diperiksa secara rectal
3
Respirasi, meliputi frekuensi, P: 20x/menit (Tidak ditemukan keteraturan, kedalaman, dan bau dyspneu pada kasus), pernapasan (aseton, amonia, alkohol, pernafasan vesicular, bahan kimia tertentu dll)
4
Kulit, meliputi turgor, warna dan Turgor, warna dan permukaan permukaan kulit ( dehidrasi, ikterus, kulit normal sianosis, bekas suntikan, luka karena trauma, dll)
5
Kepala, apakah ada luka dan fraktur
6
Konjungtiva, apakah normal, pucat, Dalam Batas Normal atau ada perdarahan
7
Mukosa mulut dan bibir, apakah ada Dalam Batas Normal perdarahan, perubahan warna
8
Telinga, apakah keluar cairan bening, Dalam Batas Normal keruh, darah, termasuk bau cairan perlu diperhatikan.
9
Hidung, apakah ada darah dan atau Dalam Batas Normal cairan yang keluar dari hidung
10
Orbita, apakah ada brill hematoma, Tidak dapat dinilai trauma pada bulbus okuli, kelainan pasangan bola mata (paresis N.III, IV, VI), pupil, celah palpebra, ptosis
11
Leher, apakah ada fraktur vertebra; bila Kaku kuduk + yakin tidak ada fraktur maka diperiksa apakah ada kaku kuduk
12
Dada, pemeriksaan fungsi jantung dan Dalam Batas Normal paru secara sistematik dan teliti
Tidak terdapat luka ataupun fraktur
13
Perut, meliputi pemeriksaan hati, Dalam Batas Normal limpa, ada distensi atau tidak, suara peristaltik usus, nyeri tekan di daerah tertentu
Pemeriksaan neurologik Di samping pemeriksaan neurologik yang rutin maka terdapat beberapa pemeriksaan neurologik khusus yang harus dilakukan oleh setiap pemeriksa. Pemeriksaan khusus tadi meliputi pemeriksaan kesadaran dengan menggunakan GCS dan pemeriksaan untuk menetapkan letak proses patologik di batang otak E.
1 Glass Coma Scale No Pemeriksaan 1
GCS
Pemeriksaan pada Kasus E: 2 V: 1 M: 5
Lesi Patologik Batang Otak a. Observasi Umum No
Pemeriksaan
Pemeriksaan Pada Kasus
1
Gerakan otomatik misalnya menelan, menguap, membasahi bibir.
Tidak dapat dinilai
2
Letak lengan dan tungkai; bila lengan dan tungkai dalam posisi fleksi maka hal ini berarti gangguan terletak di hemsifer otak(dekortikasi). Bila kedua lengan dan tungkai dalam keadaan ekstensi (rigiditas deserebrasi) maka ini menunjukkan adanya gangguan di batang otak dan keadaan ini sangat serius.
Tidak dapat dinilai
b. Pengamatan Pola Pernafasan No
Pemeriksaan
Pemeriksaan pada Kasus
1
Bentuk Cheyne-Stokes atau periodic breathingPola pernapasan seperti ini disebabkan oleh proses patologik dihemisfer dan / atau batang otak bagian atas(pedunkulus serebri).
2
Central neurogenic breathing(istilah Tidak lama: pernapasan Kussmaul/Biot)Pola pernapasan seperti disebabkan oleh proses patologik di tegmentum (batas antara mesensefalon dan pons)Letak proses ini lebih kaudal bila dibandingkan dengan proses patologik yang menimbulkan pola pernapasan Chyen-Stokes.
3
Pernapasan apneu
Tidak
Tidak
stik: inspirasi dalam kemudian diikuti berhentinya napas pascaekspirasi Pernapasan ataksik: pernapasan yang cepat, dangkal dan tak teratur
4
Tidak
c. Pola pernapasan seperti ini biasanya tampak ketika formasio retikularis bagian dorsomedial medula oblongata terganggu d. Pola pernapasan seperti ini sering tampak pada tahap agonal, sehingga dianggap sebagai tanda menjelang kematian e. Kelainan Pupil Pemeriksaan pupil terutama pada pasien koma sama nilainya dengan pemeriksaan tanda vital lainnya, Bila pupil tampak sangat kecil (pin point) maka diperlukan kaca pembesar, Sebelum diperiksa dengan teliti maka mata jangan ditetesi midriatikum. Meliputi No
Pemeriksaan
Pemeriksaan pada Kasus
1
Besar / lebar pupil
2 mm / 2 mm
2
Perbandingan lebar pupil kanan dan kiri
Isokor
3
Bentuk pupil
Bulat
4
Refleks pupil terhadap cahaya dan konvergensi
RCL +/+ RCTL +/+
f. Gerak dan / atau kedudukan bola mata No Pemeriksaan
Pemeriksaan pada Kasus
1
Deviasi konjugat
Tidak dapat dinilai
2
a) Kedua bola mata melirik ke samping, ke arah hemisfer yang terganggu b) Ukuran dan bentuk pupil normal c) Refleks cahaya positif d) Bila gangguan pada area 8 lobus frontalis Proses di thalamus Tidak dapat dinilai
3
a) Kedua bola mata melirik ke hidung b) Pasien tidak dapat dapat menggerakkan kedua bola mata ke atas c) Pupil kecil dan refleks cahaya negatif Proses di pons Pupil 2 mm dan RCL +/+
4
a) Kedua bola mata berada di tengah b) Bila kepala pasien digerakkan ke samping maka tidak terlihat gerakan bola mata ke samping (dolls eye manoever yang abnormal) c) Pupil sangat kecil, reaksi terhadap cahaya positif (dilihat dengan kaca pembesar) d) Kadang-kadang tampak adanya ocular bobbing Proses di serebellum Tidak ada
5
a) Pasien tidak dapat melihat ke samping b) Pupil normal (bentuk dan reaksi terhadap cahaya) Refleks sefalik batang otak RCL +/+ e) Refleks pupil (mesensefalon) RCTL +/+ f) Refleks cahaya, refleks konsensual dan refleks konvergensi
6
g) Pada pasien koma hanya dapat diperiksa refleks cahaya dan konvergensi h) Bila refleks cahaya terganggu berarti ada gangguan di mesensefalon (bagian atas batang otak) Doll’s eye manoever Tidak dapat dinilai
7
c) Bila kepala pasien digerakkan ke samping maka bola mata akan bergerak ke arah yang berlawanan d) Refleks negatif bila ada gangguan di pons Refleks okulo-auditorik Tidak dapat dinilai Bila telinga pasien dirangsang dengan suara yang keras maka pasien akan menutup matanya (auditory blink reflex)
8
Refleks okulovestibular (pons)
Tidak dapat dinilai
9
c) Bila meatus akustikus eksternus dirangang dengan air panas (440C) maka akan terjadi gerakan bola mata cepat ke arah telinga yang dirangsang d) Bila tes kalori ini negatif berarti ada gangguan di pons Refleks kornea Tidak dapat dinilai Bila kornea digores dengan kapas halus maka akan terjadi penutupan kelopak mata
g. Refleks Muntah (Medula Oblongata) No
Pemeriksaan
Pemeriksaan pada Kasus
1
Dinding belakang faring dirangsang Tidak dapat dinilai dengan spatel maka akan terjadi refleks muntah
h. Reaksi Terhadap Rangsangan nyeri No
Pemeriksaan
Pemeriksaan pada Kasus
1
Tekanan di atas orbita, jaringan di bawah Pasien
mengangkat
kuku jari tangan, atau tekanan pada sternum yangannya untuk menapis reaksi yang dapat dilihat rangsang a) Gerakan abduksi, seakan-akan pasien menghalau rangsangan; ini menandakan bahwa masih terdapat fungsi hemisfer (high level function) b) Gerakan aduksi, seakan-akan pasien menjauhi rangsangan (withdrawal); ini berarti bahwa masih terdapat fungsi tingkat bawah c) Gerakan fleksi lengan dan tungkai; ini berarti bahwa terdapat gangguan di hemisfer d) Kedua lengan dan tungkai mengambil posisi ekstensi (rigiditas deserebrasi); hal ini berarti bahwa terdapat gangguan di batang otak F. Rangsangan Meningeal
Rangsangan selaput otak adalah gejala yang timbul akibat peradangan pada selaput otak (meningitis) atau adanya benda asing pada ruang suarachnoid (darah), zat kimia(kontras) dan invasi neoplasma (meningitis carcinoma).
No
Pemeriksaan
Pemeriksaan pada Kasus
1
Kaku Kuduk
Positif
2
Kernig’s sign
Sulit dinilai
3
Brudzinski 1
Posititf
4
Brudzinski 2
Negative
5
Brudzinski 3
Negative
6
Brudzinski 4
Negative
G. Fungsi traktus piramidalis
Traktus piramdalis merupakan saluran saraf terpanjang dan karena itu. itu amat sering terganggu pada suatu kerusakan struktural susuna saraf pusat, bila tidak
dijumpai gangguan traktus piramidalis maka kita harus mencari penyebab koma ke arah gangguan metabolic. Gangguan traktus piramidalis dapat diketahui, dari: No Pemeriksaan
Pemeriksaan pada Kasus
1
Ada gerakan
2
3
4
Kelumpuhan -Dengan rangsangan nyeri, ada gerakan lengan / tungkai atau tidak -Menempatkan lengan / tungkai dalam kedudukan sulit -Menjatuhkan lengan / tungkai dan membandingkan lengan / tungkai kanan dan kiri; ekstremitas yang lumpuh akan jatuh lebih cepat dan lebih berat Refleks tendon -Pada tahap akut di sisi kontralateral lesi akan terjadi penurunan refleks -Pada tahap pasca-akut di sisi kontralateral lesi muncul peningkatan reflex Refleks patologik -Dijumpai refleks patologik di sisi kontralateral lesi, di di tangan mau pun di kaki. Tanda refleks patologis yang paling terkenal dan mudah ditimbulkan adalah refleks Babinsky di tapak kaki. Tonus -Pada tahap akut di sisi kontralateral lesi dijumpai penurunan tonus -Pada tahap pasca-akut di sisi kontralateral lesi dijumpai peningkatan tonus
Refleks positif
Tidak ditemukan
Tonus otot menurun
5. Keadaan apa yang dapat menyebabkan terjadinya penurunan kesadaran? Jawaban: 1. Gangguan sirkulasi darah di otak (serebrum, serebellum, atau batang otak) 2. Infeksi 3. Gangguan metabolisme
4. Neoplasma 5. Trauma kepala 6. Epilepsi 7. Intoksikasi 8. Gangguan elektrolit dan endokrin
6. Hubungan hipertensi dengan penurunan kesadaran? Penurunan kesadaran akibat hipertensi disebabkan oleh dua mekanisme yaitu tersumbatnya pembuluh darah dan pecahnya pembuluh darah di otak . penyumbatan pembuluh darah atau strok hemorage ada beberapa mekanisme yang terjadi seperti vasokonstriktor pembuluh darah karena beberapa faktor, penyempitan pembuluh darah akibat aterosklerosis dinding pembuluh darah dan visikositas darah dimana darah menjadi kental dikeadaan keadaan tertentu, faktor tersebut akan menyebabkan penyumbatan didaerah otak tertentu sehingga daerah otak yang tidak mendapat suplay darah akan mengalami penurunan fungsi nor mal sebagaimana mestinya tergantung letak daerah dan besarnya daerah iskemik sedangkan pecahnya pembuluh darah atau stroke hemorage akibat hipertensi yaitu terjadi robekan pada pembuluh darah diotak yang kemungkinan untuk terjadi kesadaran menurun lebih besar dibandingkan dengan NHS. Pada hipertensi yang lama akan menyebabkan adanya reaksi vasospasme arteriol yang hebat disertai penurunan aliran darah otak dan iskemi. Vasospasme dan iskemi akan menyebabkan peningkatan permeabilitas kapiler yang selanjutnya akan mengakibatkan kegagalan sawar darah-otak sehingga dapat timbul edema otak. Edema otak akan meningkatkan tekanan intracranial yang lama kelamaan akan mendesak pusat kesadaran di batang otak. Hipertensi juga dapat menyebabkan terjadi perdarahan akibat pecahnya pembuluh darah, hemoragi akibatnya akan terjadi autoregulasi yang kurang bahkan tidak pada tempat terjadinya cedera dan konsuekonsinya akan terjadi hyperemia dan akanterjadi peningkatan tekanan di dalam otak maka aliran darah ke otak akan menurun sehingga akan terjadi perfusi yang tidak ade kuat, perfusi yang tidak
adekuat akan terjadi perubahan perfusi serebral, sedangkan perfusi yang tidak ade kuat akan menyebabkan tingkatan yang gawat, yang berdampak adanya vasodilatasi dan edema otak, edem akan terus bertambah dan menekan terhadap jaringan saraf sehingga terjadi peningkatan tekanan Intra cranial, jika peningkatan tekanan intra cranial akan menyebabkan beberapa hal yang akan terjadi, salah satunya adalah penurunan kesadaran karena pengingkatan intra cranial akan menyebabkan penekanan pada pusat kesadaran dan mengganggu fungsi kerja dari ARAS (Ascending reticular activiting system ) sehinga pasien–pasien yang mengalami hipertensi bisa mengakibatkan penurunan kesadaran.
7. Jelaskan patofisiologi sakit kepala dan muntah
Sakit Kepala: nyeri kepala adalah suatu istilah, sinonim kedokteran yaitu cephalgia, orang awam menyebut dengan istilah sakit kepala atau pening kepala. Definisi nyeri kepala yaitu rasa nyeri atau rasa tidak mengenakan pada seluruh daerah kepala dengan batas bawah dari dagu sampai ke daerah belakang kepala. Rangsang nyeri bisa disebabkan oleh adanya tekanan, traksi, displacement maupun proses kimiawi dan inflamasi terhadap nosiseptor pada struktur yang peka nyeri yang terletak pada ataupun diatas tentorium serebeli, bila dirangsang maka rasa nyeri akan timbul terasa menjalar pada daerah didepan batas gariss vertical yang ditarik dari kedua telinga yaitu, kiri dan kanan melewati puncak kepala. Rasa nyeri ditransmisi oleh nervustrigeminus. Sedangkan rangsangan terhadap struktur yang peka terhadap nyeri dibawah tentorium radiks servikalis bagian atas dengan cabang cabang saraf periferrya akan menimbulkan nyeri pada aderah dibelakang garis tersebut yaitu, pada area oksipital , area sub oksipital dan servikal bagian atas. Rasa nyeri ini di transmisi oleh saraf cranial IX,X dan saraf spinal C1,C2, C3 akan tetapi kadanng kadang dapat juga radiks servikalis bagian atas dan N. oksipital mayor akan menjalar nyerinya ke frontal dan mata ipsilateral. Beberapa mekanisme umum yang tampaknya bertanggung jawab memicu nyeri kepala adalah sebagai berikut:
- Peregangan atau pergeseran pembuluh darah intrakranium atau ekstrakranium, - Traksi pembuluh darah - Kontraksi otot kepala dan leher ( kerja berlebihan otot), - Peregangan periosteum (nyeri lokal), - Degenerasi spina servikalis atas disertai kompresi pada akar nervusservikalis (misalnya, arteritis vertebra servikalis), - Defisiensi enkefalin (peptida otak mirip - opiat, bahan aktif pada endorfin).
Muntah, didefinisikam sebagai suatu reflex yang menyebabkan dorongan ekspulsi isi lambung atau usus atau keduanya ke mulut. Pusat muntah menerima masukan dari kortex cerebral, organ vestibular, daerah pemacu kemoreseptor (chemoreceptor trigger zone, CTZ), dan serabut afferent, termasuk dari sistem gastrointestinal. Muntah terjadi akibat rangsangan pada pusat muntah, yang terletak didaerah postrema medulla oblongata didasar ventrikel keempat. Muntah dapat diransang melalui jalur saraf eferen oleh rangsangan nervus vagus dan simpatis atau oleh rangsangan emetic yang menimbulkan muntah dengan aktivasi CTZ. Jalur eferen menerima sinyal yang menyebabkan terjadinya gerakan ekspulsif otot abdomen, gastrointestinal,
dan prnapasan yang terkoordinasi
dengan epifenomena emetic yang menyertai disebut muntah. Pusat muntah secara anatomis berada di dekat pusat salvasi dan pernapasan, sehingga pada waktu muntah sering terjadi hipersalivasi dan gerakan pernapasan.
8. Bagaiamana penatalaksanaan pada pasien dengan penurunan kesadaran? Jawaban: Setiap pasien koma harus dikelola menurut pedoman sebagai berikut: 1) Pernapasan a. Harus diusahakan agar jalan napas tetap bebeas dari obstruksi b. Posisi yang baik adalah miring dengan kepala lebih rendah dari badan supaya darah atau cairan yang dimuntahkan dapat mengalir keluar 2) Tekanan darah
a. Harus diusahakan agar tekanan darah cukup tinggi untuk memompa darah ke otak 3) Otak a. Periksalah kemungkinan adanya edema otak b. Hentikan kejang yang ada 4) Vesika urinaria a. Periksalah apakah ada retensio atau inkontinensia urin b. Pemasangan kateter merupakan suatu keharusan 5) Gastro-intestinal a. Perhatikan kecukupan kalori, vitamin dan elektrolit b. Pemasangan nasogastric tube berperan ganda: untuk memasukkan makanan dan obat-obatan serta untuk memudahkan pemeriksaan apakah ada perdarahan lambung (stress ulcer) c. Periksalah apakah ada tumpukan skibala
Perawatan pasien koma harus bersifat intensif dengan pemantauan yang ketat dan sistematik. Pemberian oksigen, obat-obatan tertentu maupu tindakan medik tertentu disesuaikan dengan hasil pemantauan. Setelah penatalaksanaan dasar, yang dilakukan selanjutnya adalah penatalaksanaan spesifik sesuai etiologinya.
Penatalaksanaan Spesifik pada kausa: Dari hasil anamnesis, pemeriksaan neurologi dan pemeriksaan penunjang yaitu CT Scan yang didapatkan pada pasien, menunjukkan penyebab dari penurunan kesadaran pasien adalah adanya perdarahan subarachnoid yang diakibatkan trauma capitis yang dialami, sehingga setelah penatalaksanaan secara umum maka dilanjutkan dengan penatalaksanaan dari kausanya. Pengurangan efek massa dapat dilakukan secara medikal maupun bedah. Pasiendengan peninggian TIK dan atau dengan area yang lebih fokal dari efek massa, usahanonbedah untuk mengurangi efek massa penting untuk mencegah
iskemia serebral sekunder dan kompresi batang otak yang mengancam jiwa. Tindakan untuk mengurangi peninggian TIK antara lain: 1. Elevasi kepala higga 30ountuk mengurangi volume vena intrakranial serta memperbaiki drainase vena. 2. Manitol intravena (mula-mula 1,5 g/kg bolus, lalu 0,5 g/kg tiap 4-6jam untuk mempertahankan osmolalitas serum 295-310 mOsm/L). 3. Restriksi cairan ringan (67-75% dari pemeliharaan) dengan penambahan bolus cairan koloid bila perlu. 4. Ventrikulostomi dengan pemantauan TIK serta drainase CSS untuk mempertahankanTIK kurang dari 20 mmHg. 5. Intubasi endotrakheal dan hiperventilasi, mempertahankan PCO225-30 mmHg. Tindakan ini dilakukan untuk memperbaiki tekanan perfusi serebral dan mengurangi cedera iskemik sekunder. Harus ingat bahwa tekanan perfusi serebral adalah sama dengan tekanan darah arterial rata-rata dikurangi tekanan intrakranial,hingga tekanan darah sistemik harus dipertahankan padatingkat normal, atau lebih disukai sedikit lebih tinggi dari tingkat normal.Diusahakan tekanan perfusi serebral setidaknya 70 mmHg, bila perlu memakai vasopresor seperti dopamin intravena atau fenilefrin. Setelah itu tujuan selanjutnya adalah pencegahan perdarahan ulang, pencegahan dan pengendalian vasospasme, serta manajemen komplikasi medis dan neurologis lainnya. Tekanan darah harus dijaga dalam batas normal dan jika perlu diberi obat-obat antihipertensi intravena, seperti labetalol dan nikardipin. Akan tetapi, rekomendasi saat ini menganjurkan penggunaan obatobat anti hipertensi pada PSA jikalau MABP diatas 130 mmHg. Vasospasme dan perdarahan ulang adalah komplikasi paling sering pada perdarahan subarachnoid. Tanda dan gejala vasospasme dapat berupa status
mental, deficit neurologis fokal. Vasospasme akan menyebabkan iskemia serebral tertunda dengan dua pola utama, yaitu infark kortikal tunggal dan lesi multiple luas. Perdarahan ulang mempunyai mortalitas 70%. Untuk mengurangi risiko perdarahan ulang sebelum dilakukan perbaikan aneurisma, tekanan darah harus dikelola hati-hati dengan diberikan obat fenilefrin, norepinefrin, dan dopamine (hipotensi), labetalol, esmolol, dan nikardipi (hipertensi). Tekanan darah sistolik harus dipertahankan >100 mmHg untuk semua pasien selama ±21 hari. Sebelum ada perbaikan, tekanan darah sistolik harus dipertahankan dibawah 160 mmHg dan selama ada gejala vasospasme, tekanan darah sistolik akan meningkat sampai 120- 220 mmHg. 9. Bagaimana menilai kesadaran secara kualitatif maupun kuantitatif? Penilaian kesadaran secara kualitatif : a. Composmentis : kondisi seseorang yang sadar sepenuhnya. b. Apatis : kondisi seseorang yang tampak segan dan acuh tak acuh terhadap lingkungannya. c. Delirium : kondisi seseorang yang mengalami kekacauan gerakan dan tampak gaduh gelisah. d. Stupor/sopor : kondisi seseorang yang mengantuk dalam, namun dapat dibangunkan dengan ransangan nyeri . e. Semi-coma (coma ringan) : kondisi seseorang yg tidak dapat dibangunkan sama sekali, respon terhadap rangsangan hanya sedikit. Tetapi refleks kornea dan pupil (+) f. Coma dalam : penurunan kesadaran yang sangat dalam Nilai tingkat kesadaran dengan GCS (Glassgow Coma Scale : a. Eye Respon : (4) : membuka mata secara spontan (3) : membuka mata dengan rangsangan suara (2) : membuka mata dengan ranssangan nyeri (1) : tidak ada respon B. Motorik Respon :
(6) : mengikuti perintah (5) : melokalisir nyeri (4) : menghindar saat diberikan rangsangan nyeri (3) : fleksi (dekortikasi ) (2) : ekstensi (deserebrassi) (1): tidak ada respon c. Verbal Respon : (5) : orientasi baik (4) : disorientasi (3) : mengucapkan kata kata yang tidak teratur (2) : mengerang (1) : tidak ada respon
10. Bagaimana pemeriksaan neurologis pada penurunan kesadaran? Pemeriksaan neurologis pada pasien tidak sadar meliputi 3 bagian : a. Tingkat kesadaran: skala koma Glasgow (GCS): kesadaran penuh skor total 15, koma skor GCS 3 b. Pemeriksaan batang otak -
Pupil: pastikan bentuk, ukuran, dan reaksi pupil terhadap rangsang cahaya
-
Refleks kornea: menandakan intaknya batang otak pons
-
Reflex okulosefalik (doll’s eye), respon yang intak terjadi pergerakan bola mata berlawanan dari arah pemutaran kepala.
-
Refleks muntah : dapat dilakukan dengan memaipulasi endotrakheal tube
-
Refleks batuk
c. Respon motorik -
Pergerakan spontan: lihat adanya suatu asimetri
-
Pemeriksaan tonus otot
-
Induksi pergerakan melalui perintah verbal dan rangsang nyeri
11. Diagnosis banding? PERDARAHAN SUBARAKHNOID DEFINISI Pendarahan pada
rongga
subarakhnoid subarakhnoid
ialah yang
suatu
kejadian
disebabkan
saat
oleh
adanya
proses
darah
patologis.
Perdarahan subarakhnoid ditandai dengan adanya ekstravasasi darah ke rongga subarakhnoid yaitu rongga antara lapisan dalam (piamater) dan lapisan tengah (arakhnoid matter) yang merupakan bagian selaput yang membungkus otak (meninges). ETIOLOGI Etiologi yang paling sering menyebabkan perdarahan subarakhnoid adalah ruptur aneurisma salah satu arteri di dasar otak dan adanya malformasi arteriovenosa (MAV). Terdapat beberapa jenis aneurisma yang dapat terbentuk di arteri otak seperti3 : 1. Aneurisma sakuler (berry)
Lokasi tersering aneurisma sakular adalah arteri komunikans anterior (40%), bifurkasio arteri serebri media di fisura sylvii (20%), dinding lateral arteri karotis interna (pada tempat berasalnya arteri oftalmika atau arteri komunikans posterior 30%), dan basilar tip (10%). Aneurisma dapat menimbulkan deficit neurologis dengan menekan struktur disekitarnya bahkan sebelum rupture. Misalnya, aneurisma pada arteri komunikans posterior dapat menekan nervus okulomotorius, menyebabkan paresis saraf kranial ketiga (pasien mengalami dipopia)3.
2. Aneurisma fusiformis
Pembesaran pada pembuluh darah yang berbentuk memanjang disebut aneurisma fusiformis. Aneurisma tersebut umumnya terjadi pada segmen intracranial arteri karotis interna, trunkus utama arteri serebri media, dan arteri basilaris. Aneurisma fusiformis dapat disebabkan oleh aterosklerosis dan/atau hipertensi. Aneurisma fusiformis yang besar pada arteri basilaris dapat menekan batang otak. Aliran yang lambat di dalam aneurisma fusiformis dapat mempercepat pembentukan bekuan intraaneurismal terutama pada sisi-sisinya. Aneurisma ini biasanya tidak dapat ditangani secara pebedahan saraf, karena merupakan pembesaran pembuluh darah normal yang memanjang, dibandingkan struktur patologis (seperti aneurisma sakular) yang tidak memberikan kontribusi pada suplai darah serebral. 3. Aneurisma mikotik Aneurisma mikotik umumnya ditemukan pada arteri kecil di otak. Terapinya terdiri dari terapi infeksi yang mendasarinya dikarenakan hal ini biasa disebabkan oleh infeksi. Aneurisma mikotik kadang-kadang mengalami regresi spontan; struktur ini jarang menyebabkan perdarahan subarachnoid.3 Malformasi arterivenosa (MAV) adalah anomaly vasuler yang terdiri dari jaringan pleksiform abnormal tempat arteri dan vena terhubungkan oleh satu atau lebih fistula. Pada MAV arteri berhubungan langsung dengan vena tanpa melalui kapiler yang menjadi perantaranya. Pada kejadian ini vena tidak dapat menampung tekanan darah yang datang langsung dari arteri, akibatnya vena akan merenggang dan melebar karena langsung menerima aliran darah tambahan yangberasal dari arteri. Pembuluh darah yang lemah nantinya akan mengalami
ruptur dan berdarah sama halnya seperti yang terjadi paada aneurisma.9 MAV dikelompokkan menjadi dua, yaitu kongenital dan didapat. MAV yang didapat terjadi akibat thrombosis sinus, trauma, atau kraniotomi. PATOFISIOLOGI Aneurisma intrakranial khas terjadi pada titik-titik cabang arteri serebral utama. Hampir 85% dari aneurisma ditemukan dalam sirkulasi anterior dan 15% dalam sirkulasi posterior. Secara keseluruhan, tempat yang paling umum adalah arteri communicans anterior diikuti oleh arteri communicans posterior dan arteri bifucartio cerebri. Dalam sirkulasi posterior, situs yang paling lebih besar adalah di bagian atas bifurkasi arteri basilar ke arterie otak posterior.4
Pada umumnya aneurisma terjadi pada sekitar 5% dari populasi orang dewasa, terutama pada wanita. Penyebab pembentukan aneurisma intrakranial dan rupture tidak dipahami; Namun, diperkirakan bahwa aneurisma intrakranial terbentuk selama waktu yang relatif singkat dan baik pecah atau mengalami perubahan sehingga aneurisma yang utuh tetap stabil. Pemeriksaan patologis dari aneurisma ruptur diperoleh pada otopsi menunjukkan disorganisasi bentuk vaskular normal dengan hilangnya lamina elastis internal dan kandungan kolagen berkurang. Sebaliknya, aneurisma yang utuh memiliki hampir dua kali kandungan kolagen dari dinding arteri normal, sehingga peningkatan ketebalan aneurisma bertanggung jawab atas stabilitas relatif yang diamati dan untuk resiko rupture
menjadi rendah.4 Meskipun masih terdapat kontroversi mengenai asosiasi ukuran dan kejadian pecah, 7 mm tampaknya menjadi ukuran minimal pada saat ruptur. Secara keseluruhan, aneurisma yang ruptur cenderung lebih besar daripada aneurisma yang tidak rupture.4 MANIFESTASI KLINIS Tanda klasik PSA, sehubungan dengan pecahnya aneurisma yang besar, meliputi: 1. Nyeri kepala yang hebat dan mendadak, 2. Hilangnya kesadaran, 3. Fotofobia 4. Meningismus, 5. Mual dan muntah. Sebenarnya, sebelum muncul tanda dan gejala klinis yang hebat dan mendadak tadi, sudah ada berbagai tanda peringatan yang pada umumnya tidak memperoleh perhatian sepenuhnya oleh penderita maupun dokter yang merawatnya. Tandatanda peringatan tadi dapat muncul beberapa jam, hari, minggu, atau lebih lama lagi sebelum terjadinya perdarahan yang hebat.5 Tanda-tanda perigatan dapat berupa nyeri kepala yang mendadak dan kemudian hilang dengan sendirinya (3060%), nyeri kepala disertai mual, nyeri tengkuk dan fotofobia (40-50%), dan beberapa penderita mengalami serangan seperti “disambar petir”. Sementara itu, aneurisma yang membesar (sebelum pecah) dapat menimbulkan tanda dan gejala sebagai berikut : defek medan penglihatan, gangguan gerak bola mata, nyeri wajah, nyeri orbital, atau nyeri kepala yang terlokalisasi.5 Aneurisma berasal dari arteri komunikan anterior dapat menimbulkan defek medan penglihatan, disfungsi endokrin, atau nyeri kepala di daerah frontal. Aneurisma pada arteri karotis internus dapat menimbulkan paresis okulomotorius, defek medan penglihatan, penurunan visus, dan nyeri wajah disuatu tempat. Aneurisma pada arteri karotis internus didalam sinus kavernosus, bila tidak menimbulkan fistula karotiko-
kavernosus, dapat menimbbulkan sindrom sinus kavernosus. 5 Aneurisma pada arteri serebri media dapat menimbulkan disfasia, kelemahan lengan fokal, atau rasa baal. Aneurisma pada bifukarsio basiaris dapat menimbulkan paresis okulomotorius. 5 Hasil pemeriksaan fisik penderita PSA bergantung pada bagian dan lokasi perdarahan. Pecahnya aneurisma dapat menimbulkan PSA saja atau kombinasi dengan hematom subdural, intraserebral, atau intraventrikular. Dengan demikian tanda kklinis dapat bervariasi mulai dari meningismus ringan, nyeri kepala, sampai defiist neurologis berat dan koma. Semnetara itu, reflek Babinski positif bilateral. Disfungsi nervi kraniales dapat terjadi sebagai akibat dari a) kompresi langsung oleh aneurisma; b) kompresi langsung oleh darah yang keluar dari pembuluh darah, atau c) meningkatnya TIK. Nervus optikus seringkali terkena akibat PSA. Pada penderita dengan nyeri kepala mendadak dan terlihat adanya perdarahan subarachnoid maka hal itu bersifat patognomik untuk PSA.
PEMERIKSAAN PENUNJANG 1. CT Scan Pemeriksaan CT scan tanpa kontras adalah pilihan utama karena sensitivitasnya tinggi dan mampu menentukan lokasi perdarahan lebih akurat; sensitivitasnya mendekati 100% jika dilakukan dalam 12 jam pertama setelah serangan tetapi akan turun pada 1 minggu setelah serangan. 1
2. Pungsi Lumbal Jika hasil pemeriksaan CT scan kepala negatif, langkah diagnostic selanjutnya adalah pungsi lumbal. Pemeriksaan pungsi lumbal sangat penting untuk menyingkirkan diagnosis banding. Beberapa temuan pungsi lumbal yang mendukung diagnosis
perdarahan
subarachnoid
adalah adanya
eritrosit,
peningkatan tekanan saat pembukaan, dan atau xantokromia. Jumlah eritrosir meningkat, bahkan perdarahan kecil kurang dari 0,3 mL akan menyebabkan nilai sekitar 10.000 sel/mL. xantokromia adalah warna kuning yang memperlihatkan adanya degradasi produk eritrosit, terutama oksihemoglobin dan bilirubin di cairan serebrospinal. 1 3. Angiografi Digital-substraction cerebral angiography merupakan baku emas untuk deteksi aneurisma serebral, tetapi CT angiografi lebih sering digunakan karena noninvasif serta sensitivitas dan spesifitasnya lebih tinggi. Evaluasi teliti terhadap seluruh pembuluh darah harus dilakukan karena sekitar 15% pasien memiliki aneurisma multiple. Foto radiologic yang negative harus diulang 7-14 hari setelah onset pertama. Jika evaluasi kedua tidak memperlihatkan aneurisma, MRI harus
dilakukan untuk melihat kemungkinan adanya malformasi vascular di otak maupun batang otak.1 Adapun parameter klinis yang dapat dijadikan acuan untuk intervensi dan prognosis pada PSA seperti skala Hunt dan Hess yang bisa digunakan. Tabel Skala Hunt dan Hess1
Selain skala Hunt dan Hess, skor Fisher juga bisa digunakan untuk mengklasifikasikan perdarahan subarachnoid berdasarkan munculnya darah di kepala pada pemeriksaan CT scan. Tabel Skor Fisher1
PENATALAKSANAAN Tujuan penatalakasanaan pertama dari perdarahan subarakhnoid adalah identifikasi sumber perdarahan dengan kemungkinan bisa diintervensi dengan pembedahan atau tindakan intravascular lain. Jalan napas harus dijamin aman dan pemantauan invasive terhadap central venous pressure dan atau pulmonary artery pressure, seperti juga terhadap tekanan darah arteri, harus terus dilakukan. Untuk mencegah penigkatan tekanan intracranial, manipulasi pasien harus dilakukan secara hati-hati dan pelan-pelan, dapat diberikan analgesic dan pasien harus istirahat total.1 PSA yang disertai dengan peningkatan tekanan intracranial harus diintubasi dan hiperventilasi. Pemberian ventilasi harus diatur untuk mencapai PCO2 sekitar 30-35 mmHg. Beberapa obat yang dapat diberikan untuk menurunkan tekanan intracranial seperti: Osmotic agents (mannitol) dapat menurunkan tekanan intracranial secara signifikan (50% dalam 30 menit pemberian). Loop diuretics (furosemide) dapat juga menurnukan tekanan intracranial Setelah itu tujuan selanjutnya adalah pencegahan perdarahan ulang, pencegahan dan pengendalian vasospasme, serta manajemen komplikasi medis dan neurologis lainnya. Tekanan darah harus dijaga dalam batas normal dan jika perlu diberi obat-obat antihipertensi intravena, seperti labetalol dan nikardipin. Akan tetapi, rekomendasi saat ini menganjurkan penggunaan obat-obat anti hipertensi pada PSA jikalau MABP diatas 130 mmHg.
KOMPLIKASI Vasospasme dan perdarahan ulang adalah komplikasi paling sering pada perdarahan subarachnoid. Tanda dan gejala vasospasme dapat berupa status mental, deficit neurologis fokal. Vasospasme akan menyebabkan iskemia serebral tertunda dengan dua pola utama, yaitu infark kortikal tunggal dan lesi multiple luas. 1 Perdarahan ulang mempunyai mortalitas 70%. Untuk mengurangi risiko
perdarahan ulang sebelum dilakukan perbaikan aneurisma, tekanan darah harus dikelola hati-hati dengan diberikan obat fenilefrin, norepinefrin, dan dopamine (hipotensi), labetalol, esmolol, dan nikardipi (hipertensi). Tekanan darah sistolik harus dipertahankan >100 mmHg untuk semua pasien selama ±21 hari. Sebelum ada perbaikan, tekanan darah sistolik harus dipertahankan dibawah 160 mmHg dan selama ada gejala vasospasme, tekanan darah sistolik akan meningkat sampai 1200- 220 mmHg. 1 Selain vasopasme dan perdarahan ulang, komplikasi lain yang dapat terjadi adalah hidrosefalus, hiponatremia, hiperglikemia dan epilepsi. PROGNOSIS Sekitar 10% penderita PSA meninggal sebelum tiba di RS dan 40% meninggal tanpa sempat membaik sejak awitan. Tingkat mortalitas pada tahun pertama sekitar 60%. Apabila tidak ada komplikasi dalam 5 tahun pertama sekitar 70%. Apabila tidak ada intervensi bedah maka sekitar 30% penderita meninggal dalam 2 hari pertama, 50% dalam 2 minggu pertama, dan 60% dalam 2 bulan pertama.5 Hal-hal yang dapat memperburuk prognosis dapat dilihat pada tabel Sistem Ogilvy dan Carter berikut ini. Tabel Sistem Ogilvy dan Carter.
Besarnya nilai ditentukan oleh jumlah skor Sistem Ogilvy dan Carter, yaitu skor 5 mempunyai prognosis buruk, sedangkan skor 0 mempunyai prognosis lebih baik.
PERDARAHAN INTRASEREBRAL A. Perdarahan Intraserebral Spontan perdarahan pada jaringan otak yang bukan disebabkan oleh trauma kepala ataupun patologi lain seperti tumor, aneurisma, malformasi arteri vena, kavernoma dan sebagainya. Arteri yang sering ruptur pada perdarahan intrsebral spontan adalah arteri lentikulostriata yang merupakan cabang langsung dan arteri serebri media. Ruptur dan arteri ini akan mengakibatkan perdarahan pada basal ganglia, tepatnya putamen.
Arteri Thalamo-perforata yang merupakan percabangan dan arteri serebri anterior dan media juga merupakan sumber terjadinya PIS. Ruptur arteri ini akan mengakibatkan perdarahan thalamus. Arteri lain yang terlibat pada PIS adalah cabang paramedian dari arteri basilaris, yang mana akan menyebabkan perdarahan dan pons dan serebelum
ETIOLOGI Hipertensi Cerebral amyloid angiopathy (CAA) Koagulopati dan perdarahan intraserebral pasta terapi trombolitik Perdarahan akibat infark serebri
Hipokolesterolemia
Konsumsi alkohol GEJALA KLINIS Gejala klinis dari perdarahan intraserebral adalah kejadian progresif yang bertahap (dalam waktu menit sampai dengan hari) atau kejadian yang terjadi secara tiba – tiba dari defisit neurologi fokal biasanya berhubungan dengan tanda peningkatan tekanan intrakranial seperti muntah dan penurunan kesadaran.Kejadian muntah banyak terjadi pada perdarahan intraserebral dan perdarahan subarakhnoid dibandingkan dengan stroke iskemik. Sebanyak 33%
kasus perdarahan intraserebral mengeluhkan nyeri kepala dan penderita koma dijumpai sebanyak 24% kasus dibandingkan dengan stroke iskemik dengan presentasi 0 – 4% DIAGNOSIS Diagnosis perdarahan intraserebral antara lain berdasarkan gejala klinis kemudian didukung dengan pemeriksaan darah dan imaging (CT dan Magnetic Resonance Imaging (MRI) ). Bila terjadi pada fase akut sulit untuk menemukan penyebab yang mendasari malformasi vaskular, angiografi biasanya dibutuhkan untuk diagnostik selanjutnya. Hasil pemeriksaan CT Scanmembuktikan reliable dalam mendeteksi perdarahan dengan diameter 1 cm atau lebih. Pada saat bersamaan juga ditemukan hidrosefalus, tumor, pembengkakan otak.Magnetic Resonance Imaging (MRI) sangat bermanfaat dalam memperlihatkan perdarahan brainstem dan sisa perdarahan Hemosiderin dan pigmen besi
Perdarahan Intraserebral pada Ganglia Basalis.
Perdarahan Intraserebral pada Thalamus
PENATALAKSANAAN 1. Penatalaksanaan penderita dengan perdarahan intraserebral yang luas dan koma antara lain mempertahankan ventilasi
yang adekuat, dengan
mengkontrol hiperventilasi mencapai PCO2 25 – 30 mmHg 2. mengawasi peningkatan tekanan intrakranial pada beberapa kasus dengan melakukan pemberian cairan Mannitol (osmolaritas dipertahankan 295 – 305 mosmol/L. 3. pada saat hipertensi akut menggunakan obat beta blocker (esmolol, labetalol), atau ACE inhibitor dianjurkan B. Perdarahan Intraserebral Traumatic Adalah perdarahan yang terjadi di dalam jaringan otak. Hematom intraserebral pascatraumatik merupkan koleksi darah fokal yang biasanya diakibatkan cedera regangan
atau
robekan
rasional
terhadap
pembuluh-pembuluh
darah
intraparenkimal otak atau kadang-kadang cedera penetrans. Ukuran hematom ini bervariasi dari beberapa milimeter sampai beberapa sentimeter dan dapat terjadi pada 2%-16% kasus cedera. Intracerebral hematom mengacu pada hemorragi / perdarahan lebih dari 5 ml dalam substansi otak (hemoragi yang lebih kecil dinamakan punctate atau petechial/bercak). Lesi perdarahan intracranial yang kecil tidak membutuhkan tindakan operasi , namun efek massa yang ditimbulkan pada lesi yang berukuran besar dapat menyebabkan secondary brain injury yang dapat menyebabkan perburukan neurologis : menyebabkan herniasi dan kematian. GEJALA KLINIS Gejala klinis akut perdarahan intraserebral hamper sama dengan gejala perdarahan intracranial ainnya. Sekitar 7% pasien datang dengan penurunan kesadaran serta cidera kepala berat. Delayed traumatic ICH dapat terjadi pada daerah yang sebelumnya menunjukkan CT Scan normal atau terdapat kontusio srebri.Pasien dengan DTICH memenuhi criteria:
1. Terdapat riwayat trauma 2. Gejala asimptomatik diikuti penurunan kesadaran 3. Pemeriksaan penunjang CT Scan kepala nonkontras merupakan modalitas terbaik untuk diagnosis pertadarahan intraserebral. Pada gambaran CT Scan tampak sebagai lesi hiperdens dengan edema minimal atau tanpa edema di sekeliling lesi. Pada subakut batas perifer hematoma membentuk ring - like enhancement pada CT Scan dan MRI akibat proliferasi kapiler pada kapsul hematoma. 4. Delayed intracerebral hematomas : Dapat terjadi pada area yang tampak normal pada CT Scan awal atau terdapat kontusio serebri pada CT Scan awal, paling sering terjadi pada hari 1-4 setelah trauma, namun dapat pula terjadi sampai 2 minggu setelah trauma kepala. Sepertiga lesi perdarahan intraserebral mengalami perkembanagan perifokal edema yang menyebabkan efek massa lebih besar disbanding lesi perdarahannya. PENANGANAN awal pasien dengan perdarahan intraserebral meliputi : 1. Stabilisasi airway, breathing dan sirkulasi . 2. Jika terdapat tand-tanda TIK meningkat dan tidak ada hipotensi atau gagal ginjal dan atau gagal jantung, diberikan manitol 20% 5 ml/kgBB, dilanjutkan 2 ml/ kgBB dalam 20 menit setiap 6 jam, jaga osmolalitas darah < 320 mOsm. 3. Bila kejang : Diazepam 10 mg iv pelan, dapat ditambah hingga kejang berhenti. Awasi depresi nafas, dilanjutkan phenitoin bolus15 - 20 mg/kgBB encerkan dengan aqua steril 100 ml NaCl 0,9% iv pelan, dilanjutkan 8 mg/kgBB
4. Infus cairan isotonis (NaCl 0,9 %) 1,5 ml/kgBB/jam pertahankan volume,pemasangan CVP atas indikasi. 5. Obat simptomatik analgetik, antiemetic, H2 Reseptor antagonis, antibiotic IV atau supp sesuai indikasi 6. Pasang kateter, catat keadaan dan produksi urine Perdarahan intracranial dengan gejala herniasi atau menyebabkan efek massa dilakukan tindakan pembedahan. Kontusio serebri tanpa efek massa dapat dilakukan pengobatan konservatif dengan observasi ketat suatu CT Scan serial.
DAFTAR PUSTAKA 1.
Goysal, Y. 2010. PENURUNAN KESADARAN, Bagian/SMF Neurologi Fakultas
Kedokteran
Universitas
Hasanuddin
RS
WS
Makassar.http:/med.unhas.ac.id/kedokteran/wpcontent/uploads/2016/09/Bahan-Ajar-Kesadaran-Menurun.pdf. (Akses 06 juli 2017). 2.
Goysal, Y. 2010. PENURUNAN KESADARAN, Bagian/SMF Neurologi Fakultas
Kedokteran
Universitas
Hasanuddin
RS
WS
Makassar.http:/med.unhas.ac.id/kedokteran/wpcontent/uploads/2016/09/Bahan-Ajar-Kesadaran-Menurun.pdf. (Akses 06 juli 2017). 3.
Goysal, Y. 2010. PENURUNAN KESADARAN, Bagian/SMF Neurologi Fakultas
Kedokteran
Universitas
Hasanuddin
RS
WS
Makassar.http:/med.unhas.ac.id/kedokteran/wpcontent/uploads/2016/09/Bahan-Ajar-Kesadaran-Menurun.pdf. (Akses 06 juli 2017). 4.
Moore, Argur. 2007. Anatomy Of Brain. p. 60-62 diakses tgl 7 juli 2017 http://erepo.unud.ac.id/8298/3/9d9825a203a1f153e178908c357b5e41.pdf
5.
Brust, J.C.M., 2007, Current Diagnosis & Treatment NEUROLOGY, International ed, Mc GrawHill, New York.
6.
Setyopranoto I. Penatalaksanaan Perdarahan Subarakhnoid. Continuing Medical Education. 2012;39.
7.
PERDOSSI. Buku Ajar Neurologi Klinis. Yogyakarta: Gajah Mada University Pres; 2011.
8.
Becske T. Subarachnoid Hemorrhage Treatment & Management. Medscape Reference Drugs, Disease & Procedures. 2014.
9.
Jasmine L. Subarachnoid Hemorrhage. Medline Plus. 2013.
10. Zuccarello M, McMahon N. Arteriovenous Malformation (AVM). Mayfield Clinic. 2013
11. Wahjoepurmono EJ, Junus J. Tindakan Pembedahan pada Penderita Aneurisma Intrakranial. 2003;22(2). 11. Yahya RC. Stroke Hemragik Defenisi, Penyebaba & Pengobatan Stroke Perdarahan Otak. Jevuska. 2014.