PRESENTASI KASUS
VARICELLA Disusun untuk Memenuhi Syarat Kelulusan Kepaniteraan Klinik Bagian Ilmu Kulit dan Kelamin RSUD Kota Salatiga
Disusun oleh: Vidi Alfiansyah NIM. 20130310104 NIPP. 20174011087
Pembimbing: dr. Lucky Handaryati, Sp. KK
PROGRAM PENDIDIKAN PROFESI DOKTER FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH YOGYAKARTA RSUD KOTA SALATIGA 2018
HALAMAN PENGESAHAN Telah disetujui dan disahkan presentasi kasus dengan judul
VARICELLA
Disusun oleh: Nama: Vidi Alfiansyah No. Mahasiswa: 20130310104
Telah dipresentasikan Hari/Tanggal: 26 November 2018
Disahkan oleh: Dosen Pembimbing,
dr. Lucky Handaryati, Sp.KK.
i
BAB I LAPORAN KASUS A. IDENTITAS PASIEN Nama
: An. IA
Jenis Kelamin
: Laki - laki
Usia
: 7 Tahun
Agama
: Islam
Alamat
: Tengaran, Semarang
Berat Badan
: 20 kg
Tanggal Periksa : 31 Oktober 2018
B. ANAMNESIS 1. Keluhan Utama Timbul plenting di punggung, perut dan lengan tangan. 2. Riwayat Penyakit Sekarang Pasien datang dengan Ibunya periksa ke Poli Kulit dan Kelamin RSUD Kota Salatiga dengan keluhan timbul plenting di punggung, perut dan lengan sejak 1 hari yang lalu. Pasien sempat demam sebelumnya namun sudah dirasakan membaik. Selasa siang pasien mulai merasa timbul plenting plenting diawali dari punggung dan kedua tangan. Malamnya plenting yang timbul mulai gatal. Selain plenting pasien juga mengalami keluhan nyeri di bokong dan ketiak. Tidak ada dalam keluarga pasien yang mengalami hal serupa. Keluarga pasien menyangkal sudah berobat sebelumnya. 3. Riwayat Penyakit Dahulu Pasien mengaku tidak pernah mengalami hal serupa sebelumnya. Riwayat alergi (makanan, obat, debu) disangkal, riwayat asma (-). 4. Riwayat Penyakit Keluarga Keluhan yang serupa di keluarga disangkal, asma (-), alergi (-). 5. Riwayat Personal Sosial Pasien adalah seorang pelajar. Pasien tinggal serumah bersama ayah, ibu dan saudara perempuannya.
C. PEMERIKSAAN FISIK
Status Generalis Keadaan Umum
: Baik
Kesadaran
: Compos Mentis
Predileksi
: Thoracalis, abdominalis, ekstremitas superior
1
Status Dermatologis UKK : vesikel, papul, diatas dasar eritematous, multipel, susunan tidak beraturan, diskret.
Dokumentasi :
D. ASSESMENT Diagnosis Kerja
: Varicella
Diagnosis Banding
: Variola, Herpes Zoster
2
E. PENATALAKSANAAN R/ Cetirizine syr lag
No. I
S 1 dd cth 1 R/ Supralysin syr lag
No. I
S 1 dd cth 1 R/ Salicyl talk
No. I
S 3 dd ue R/ Pirotop cream tube
No. I
S 3 dd ue (bila luka)
F. PROGNOSIS Ad vitam
: Ad bonam
Ad sanationam
: Ad bonam
Ad cosmetica
: Ad bonam
3
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
I.
PENDAHULUAN Varicella adalah suatu penyakit infeksi akut primer oleh virus Varicella Zoster
(Varicella Zoster Virus/VZV) yang menyerang kulit, mukosa dan selaput lendir, klinis terdapat gejala konstitusi, kelainan kulit polimorf ditandai oleh adanya vesikelvesikel, terutama berlokasi di bagian sentral tubuh. Sinonimnya adalah cacar air, chicken pox.1 Varicella merupakan penyakit infeksi virus akut dan cepat menular. Penyakit ini merupakan hasil infeksi primer pada penderita yang rentan.2 Varicella merupakan penyakit yang disebabkan oleh infeksi virus Varicella Zoster. Virus Varicella Zoster merupakan virus DNA yang mirip dengan virus Herpes Simpleks. Pada hakekatnya varicella memberikan gambaran penyakit yang berat dan peradangan yang lebih jelas dibanding dengan penyakit herpes simpleks. Virus tersebut dapat pula menyebabkan herpes zoster. Kedua penyakit ini mempunyai manifestasi klinis yang berbeda.3,4 Varicella pada umumnya menyerang anak, sedangkan herpes zoster atau shingles merupakan suatu reaktivasi infeksi endogen pada periode laten VZV, umumnya menyerang orang dewasa atau anak yang menderita defisiensi imun.5 Virus Varicella Zoster dapat menyebabkan 2 jenis penyakit, yaitu pada saat infeksi primer dan infeksi rekuren. Varicella (chicken pox) merupakan suatu bentuk infeksi primer virus Varicella Zoster yang pertama kali pada individu yang berkontak langsung dengan virus tersebut sedangkan infeksi sekunder/rekuren (karena persistensi virus) disebut Herpes Zoster/shingles.3 Hal ini terjadi, mungkin karena virus itu tetap ada dalam bentuk laten (tanpa ada manifestasi klinis) pada dasar akar ganglia dan nervus spinalis. Virus tersebut dapat menjadi aktif kembali dalam tubuh individu dan menyebabkan terjadinya Herpes Zoster.4
II.
EPIDEMIOLOGI Varicella tersebar kosmopolit (di seluruh dunia), dapat mengenai semua
golongan umur, termasuk neonates (varicella kongenital). Tetapi tersering menyerang terutama anak-anak, tetapi dapat juga menyerang orang dewasa. Bila terjadi pada orang dewasa, umumnya gejala konstitusi lebih berat. Transmisi penyakit ini berlangsung secara aerogen. Varicella sangat mudah menular terutama melalui kontak langsung, droplet atau aerosol dari lesi vesikuler di kulit ataupun melalui saluran nafas, dan jarang melalui kontak tidak langsung. Masa penularannya, artinya pasien dapat menularkan penyakit selama 24-48 jam sebelum lesi kulit timbul sampai semua lesi timbul krusta/keropeng, biasanya kurang lebih 6-7 hari dihitung dari timbulnya gejala erupsi di kulit. Penyakit ini cepat sekali menular pada orang-orang
4
di lingkungan penderita. Seumur hidup seseorang hanya satu kali menderita varicella. Serangan kedua mungkin berupa penyebaran ke kulit pada herpes zoster.1,2,4,6 Varicella dapat terjadi di sepanjang tahun. Di Negara Barat, prevalensi kejadian varicella tergantung dari musim (musim dingin dan awal musim semi lebih banyak). Di Indonesia belum pernah dilakukan penelitian, agaknya penyakit virus menyerang pada musim peralihan. Angka kejadian di Negara kita belum pernah diteliti, tetapi di Amerika dikatakan kira-kira 3,1-3,5 juta kasus dilaporkan tiap tahun.4,5
III.
ETIOLOGI Varicella disebabkan oleh Varicella Zoster Virus (VZV). Penamaan virus ini
memberi pengertian bahwa infeksi primer virus ini meyebabkan penyakit varicella, sedangkan reaktivasi menyebabkan herpes zoster. Varicella Zoster Virus (VZV) termasuk kelompok virus herpes dengan ukuran diameter kira-kira 140–200 nm.1,2,6 Varicella-Zooster virus diklasifikasikan sebagai herpes virus alfa karena kesamaannya dengan prototipe kelompok ini yaitu virus herpes simpleks. Inti virus disebut Capsid, terdiri dari protein dan DNA dengan rantai ganda, yaitu rantai pendek (S) dan rantai panjang (L) dan membentuk suatu garis dengan berat molekul 100 juta yang disusun dari 162 capsomer dan sangat infeksius. Genom virus mengkode lebih dari 70 protein, termasuk protein yang merupakan sasaran imunitas dan timidin kinase virus, yang membuat virus sensitif terhadap hambatan oleh acyclovir dan dihubungkan dengan agen antivirus.7 VZV dapat pula menyebabkan Herpes Zoster. Kedua penyakit ini mempunyai manifestasi klinis yang berbeda. Kontak pertama dengan virus ini akan menyebabkan varicella, oleh karena itu varicella dikatakan infeksi akut primer, kemudian setelah penderita varicella tersebut sembuh, mungkin virus itu tetap ada di akar ganglia dorsal dalam bentuk laten (tanpa ada manifestasi klinis) dan kemudian VZV diaktivasi oleh trauma sehingga menyebabkan Herpes Zoster.4,5,7 VZV dapat ditemukan dalam cairan vesikel dan dalam darah penderita varicella sehingga mudah dibiakan dalam media yang terdiri dari fibroblast paru embrio manusia.4
5
Gambar 3.1 Struktur partikel virus varicella-zooster Sumber : http://www.bio-rad.com
IV.
PATOFISIOLOGI Varicella disebabkan oleh VZV yang termasuk dalam famili virus herpes.
Virus masuk ke dalam tubuh manusia melalui mukosa saluran napas bagian atas dan orofaring (percikan ludah, sputum). Multiplikasi virus di tempat tersebut diikuti oleh penyebaran virus dalam jumlah sedikit melalui darah dan limfe (viremia primer). Virus VZV dimusnahkan/dimakan oleh sel-sel sistem retikuloendotelial, di sini terjadi replikasi virus lebih banyak lagi (pada masa inkubasi). Selama masa inkubasi infeksi virus dihambat sebagian oleh mekanisme pertahanan tubuh dan respon yang timbul (imunitas nonspesifik).2,5,8 Pada sebagian besar individu replikasi virus lebih menonjol atau lebih dominan dibandingkan imunitas tubuhnya yang belum berkembang, sehingga dalam waktu dua minggu setelah infeksi terjadi viremia sekunder dalam jumlah yang lebih banyak. Hal ini menyebabkan panas dan malaise, serta virus menyebar ke seluruh tubuh lewat aliran darah, terutama ke kulit dan membran mukosa. Lesi kulit muncul berturut-berturut, yang menunjukkan telah memasuki siklus viremia, yang pada penderita yang normal dihentikan setelah sekitar 3 hari oleh imunitas humoral dan imunitas seluler VZV. Virus beredar di leukosit mononuklear, terutama pada limfosit. Bahkan pada varicella yang tidak disertai komplikasi, hasil viremia sekunder menunjukkan adanya infeksi subklinis pada banyak organ selain kulit.2,8 Respon imun penderita menghentikan viremia dan menghambat berlanjutnya lesi pada kulit dan organ lain. Imunitas humoral terhadap VZV berfungsi protektif terhadap varicella. Pada orang yang terdeteksi memiliki antibodi serum biasanya tidak selalu menjadi sakit setelah terkena paparan eksogen. Sel mediasi imunitas untuk VZV juga berkembang selama varicella, berlangsung selama bertahun-tahun, dan melindungi terhadap terjadinya resiko infeksi yang berat.8 Reaktivasi pada keadaan tubuh yang lemah sebagian idiopatik tanpa diketahui penyebabnya, sebagian simptomatik (defisiensi imun melalui penyakit system imun, neoplasia, supresi imun).3
V.
GEJALA KLINIS Masa inkubasi penyakit ini berlangsung 14 sampai 21 hari. Masa inkubasi
dapat lebih lama pada pasien dengan defisiensi imun dan pada pasien yang telah menerima pengobatan pasca paparan dengan produk yang mengandung antibodi terhadap varicella.1,8 Perjalanan penyakit dibagi menjadi 2 stadium yaitu stadium prodromal dan stadium erupsi. Stadium prodromal yaitu 24 jam sebelum kelainan kulit timbul, terdapat
gejala seperti
demam, malaise, kadang-kadang terdapat
6
kelainan
scarlatinaform atau morbiliform. Stadium erupsi dimulai dengan terjadinya papul merah, kecil, yang berubah menjadi vesikel yang berisi cairan jernih dan mempunyai dasar eritematous. Permukaan vesikel tidak memperlihatkan cekungan ditengah (unumbilicated).4 Gejala klinis dimulai dengan gejala prodromal, yakni demam yang tidak terlalu tinggi, malaise dan nyeri kepala, kemudian disusul timbulnya erupsi kulit berupa papul eritematosa yang dalam waktu beberapa jam berubah menjadi vesikel. Bentuk vesikel ini khas berupa tetesan embun (tear drops). Vesikel akan berubah menjadi keruh (pustul) dalam waktu 24 jam dan kemudian pecah menjadi krusta. Biasanya vesikel menjadi kering sebelum isinya menjadi keruh. Sementara proses ini berlangsung, dalam 3-4 hari erupsi tersebar disertai perasaan gatal. Timbul lagi vesikel-vesikel yang baru di sekitar vesikula yang lama, sehingga menimbulkan gambaran polimorfi. Stadium erupsi yang seperti ini disebut sebagai stadium erupsi bergelombang.1,2,4
Gambar 3.2 Gambaran ruam pada infeksi virus varicella zoster Sumber : http://health.howstuff works.com
Penyebaran terutama di daerah badan dan kemudian menyebar secara sentrifugal ke muka dan ekstremitas, serta dapat menyerang selaput lendir mata, mulut, dan saluran napas bagian atas. Jika terdapat infeksi sekunder terdapat pembesaran kelenjar getah bening regional. Penyakit ini biasanya disertai gatal.1 Pada anak kecil jarang terdapat gejala prodromal. Sementara pada anak yang lebih besar dan dewasa, munculnya erupsi kulit didahului gejala prodromal. Ruam yang seringkali didahului oleh demam selama 2-3 hari, kedinginan, malaise, anoreksia, sakit kepala, nyeri punggung, dan pada beberapa pasien dapat disertai nyeri tenggorokan dan batuk kering.8 Pada pasien yang belum mendapat vaksinasi, ruam dimulai dari muka dan skalp, dan kemudian menyebar secara cepat ke badan dan sedikit ke ekstremitas. Lesi baru muncul berturut-turut, dengan distribusi terutama di bagian sentral. Ruam cenderung padat kecil-kecil di punggung dan antara tulang belikat daripada skapula dan bokong, dan lebih banyak terdapat pada tungkai sebelah medial daripada lateral.
7
Tidak jarang terdapat lesi di telapak tangan dan telapak kaki, dan vesikula sering muncul sebelumnya dan dalam jumlah yang lebih besar di daerah peradangan, seperti daerah yang terkena sengatan matahari.8
Gambar 3.3 Gambaran orang yang terkena infeksi varicella Sumber : http://www.emedicinehealth.com
Gambaran dari lesi varicella berkembang secara cepat, yaitu lebih kurang dari 12 jam, dimana mula-mula berupa makula eritematosa yang berkembang menjadi papul, vesikel, pustul, dan krusta. Vesikel dari varicella berdiameter 2-3 mm, dan berbentuk elips, dengan aksis panjangnya sejajar dengan lipatan kulit. Vesikel biasanya superfisial dan berdinding tipis, dan dikelilingi daerah eritematosa sehingga tampak terlihat seperti “embun di atas daun mawar”. Cairan vesikel cepat menjadi keruh karena masuknya sel radang, sehingga mengubah vesikel menjadi pustul. Lesi kemudian mengering, mula-mula di bagian tengah sehingga menyebabkan umbilikasi dan kemudian menjadi krusta. Krusta akan lepas dalam 1-3 minggu, meninggalkan bekas bekas cekung kemerahan yang akan berangsur menghilang. Apabila terjadi superinfeksi dari bakteri maka dapat terbentuk jaringan parut. Lesi yang telah menyembuh dapat meninggalkan bercak hipopigmentasi yang dapat menetap selama beberapa minggu/bulan.8,9 Vesikel juga terdapat di mukosa mulut, hidung, faring, laring, trakea, saluran cerna, kandung kemih, dan vagina. Vesikel di mukosa ini cepat pecah sehingga seringkali terlihat sebagai ulkus dangkal berdiameter 2-3 mm.8,9
Gambar 3.4 Lesi pada Varicella
8
Sumber : Straus, Stephen E. Oxman, Michael N. Schmader, Kenneth E. Varicella. In: Fitzpatrick’s Dermatology in General Medicine; eight edition, vol 1 and 2. 2011. P.23832401.
Gambaran khas dari varicella adalah adanya lesi yang muncul secara simultan (terus-menerus), di setiap area kulit, dimana lesi tersebut terus berkembang. Suatu prospective study menunjukkan rata-rata jumlah lesi pada anak yang sehat berkisar antara 250-500. Pada kasus sekunder karena paparan di rumah gejala klinisnya lebih berat daripada kasus primer karena paparan di sekolah, hal ini mungkin disebabkan karena paparan di rumah lebih intens dan lebih lama sehingga inokulasi virus lebih banyak.5,8 Demam biasanya berlangsung selama lesi baru masih timbul, dan tingginya demam sesuai dengan beratnya erupsi kulit. Jarang di atas 39 oC, tetapi pada keadaan yang berat dengan jumlah lesi banyak dapat mencapai 40,5oC. Demam yang berkepanjangan atau yang kambuh kembali dapat disebabkan oleh infeksi sekunder bakterial atau komplikasi lainnya. Gejala yang paling mengganggu adalah gatal yang biasanya timbul selama stadium vesikuler.8,9 Infeksi yang timbul pada trimester pertama kehamilan dapat menimbulkan kelainan kongenital, sedangkan infeksi yang timbul beberapa hari menjelang kelahiran dapat menyebabkan varicella kongenital pada neonatus.1 Karena kemungkinan mendapat varicella pada masa kanak-kanak sangat besar, maka varicella jarang ditemukan pada wanita hamil (0,7 tiap 1000 kehamilan). Diperkirakan 17% dari anak yang dilahirkan wanita yang mendapat varicella ketika hamil akan menderita kelainan bawaan berupa bekas luka di kulit (cutaneous scars), berat badan lahir rendah, hipoplasia tungkai, kelumpuhan dan atrofi tungkai, kejang, retardasi mental, korioretinitis, atrofi kortikal, katarak atau kelainan mata lainnya. Angka kematian tinggi. Bila seorang wanita hamil mendapat varicella dalam 21 hari sebelum ia melahirkan, maka 25% dari neonatus yang dilahirkan akan memperlihatkan gejala varicella kongenital pada waktu dilahirkan sampai berumur 5 hari. Biasanya varicella yang timbul berlangsung ringan dan tidak mengakibatkan kematian. Sedangkan bila seorang wanita hamil mendapat varicella dalam waktu 4-5 hari sebelum melahirkan, maka neonatusnya akan memperlihatkan gejala varicella kongenital pada umur 5-10 hari. Disini perjalanan penyakit varicella sering berat dan menyebabkan kematian sebesar 25-30%. Mungkin ini ada hubungannya dengan kurun waktu fetus berkontak dengan varicella dan dialirkannya antibodi ibu melalui plasenta kepada fetus.4
VI.
PEMERIKSAAN PENUNJANG Gambaran histopatologi yaitu vesikula terdapat dalam epidermis, terbentuk
akibat ‘degenerasi balon’, sangat sukar dibedakan dari kelainan pada herpes zoster dan herpes simpleks.5,6 9
Lesi pada varicella dan herpes zoster tidak dapat dibedakan secara histopatologi. Pada pemeriksaan menunjukkan sel raksasa berinti banyak dan sel epitel yang mengandung badan inklusi intranuklear yang asidofilik.8 Pemeriksaan dapat dilakukan dengan percobaan Tzanck dengan cara membuat sediaan hapus yang diwarnai, dimana bahan pemeriksaan diambil dari kerokan dari dasar vesikel yang muncul lebih awal, kemudian diletakkan di atas object glass, dan difiksasi dengan ethanol atau methanol, dan diwarnai dengan pewarnaan hematoxylin-eosin, Giemsa, Papanicolaou, atau pewarnaan Paragon. Hasilnya akan didapati sel datia berinti banyak.1,8
Gambar 3.5 Sel raksasa berinti banyak Sumber : Straus, Stephen E. Oxman, Michael N. Schmader, Kenneth E. Varicella. In: Fitzpatrick’s Dermatology in General Medicine; eight edition, vol 1 and 2. 2011. P.23832401.
Di samping itu Varicella zoster virus (VZV) polymerase chain reaction (PCR) adalah metode pilihan untuk diagnosis varicella. VZV juga dapat diisolasi dari kultur jaringan, meskipun kurang sensitif dan membutuhkan beberapa hari untuk mendapatkan hasilnya. Bahan yang paling sering digunakan adalah isolasi dari cairan vesikuler. VZV PCR adalah metode pilihan untuk diagnosis klinis yang cepat. Realtime PCR tersedia secara luas dan merupakan metode yang paling sensitif dan spesifik dari tes yang tersedia. Hasil tersedia dalam beberapa jam. Jika real-time PCR tidak tersedia, metode antibodi langsung (DFA) neon dapat digunakan, meskipun kurang sensitif dibanding PCR dan membutuhkan pengambilan spesimen yang lebih teliti.5,8 Berbagai tes serologi untuk antibodi terhadap varicella tersedia secara komersial termasuk uji aglutinasi lateks (LA) dan sejumlah enzyme-linked immunosorbent test (ELISA). Saat ini tersedia metode ELISA, dan ternyata tidak cukup sensitif untuk mampu mendeteksi serokonversi terhadap vaksin, tetapi cukup kuat untuk mendeteksi orang yang memiliki kerentanan terhadap VZV. ELISA sensitif dan spesifik, sederhana untuk melakukan, dan banyak tersedia secara komersial. Di samping itu LA juga tersedia secara sensitif, sederhana, dan cepat untuk dilakukan. LA agak lebih sensitif dibandingkan ELISA komersial, meskipun dapat menghasilkan hasil yang positif palsu, dan dapat menyebabkan kegagalan untuk
10
mengidentifikasi orang-orang yang tidak terbukti memiliki imunitas terhadap varicella dimana salah satu dari tes ini akan berguna untuk skrining kekebalan terhadap varicella.5,
VII.
DIAGNOSIS Varicella biasanya mudah didiagnosa berdasarkan gambaran klinis yaitu
penampilan dan perubahan pada karakteristik dari ruam yang timbul, terutama apabila ada riwayat terpapar varicella 2-3 minggu sebelumnya.8 Varicella khas ditandai dengan erupsi papulovesikuler setelah fase prodromal ringan atau bahkan tanpa fase prodromal, dengan disertai panas dan gejala konstitusi ringan. Gambaran lesi bergelombang, polimorfi dengan penyebaran sentrifugal. Sering ditemukan lesi pada membran mukosa. Penularannya berlangsung cepat.2 Diagnosis laboratorik sama seperti pada herpes zoster yaitu dengan pemeriksaan sediaan hapus secara Tzanck (deteksi sel raksasa dengan banyak nucleus/inti), pemeriksaan mikroskop elektron cairan vesikel (deteksi virus secara langsung) dan material biopsi (kultur), dan tes serologik (meningkatnya titer).2,3
VIII. DIAGNOSIS BANDING Varicella dapat dibedakan dengan beberapa kelainan kulit, antara lain harus dibedakan dengan variola. Pada variola, penyakit lebih berat, memberi gambaran lesi monomorf, dan penyebarannya sentripetal dimulai dari bagian akral tubuh, yakni telapak tangan dan telapak kaki, lalu ke badan.1,2 Bedakan juga dengan herpes zoster. Pada herpes zoster lesi monomorf, nyeri, biasanya unilateral. Pada herpes zoster juga sama-sama biasanya didahului oleh fase prodromal, setelah fase prodromal sering disertai dengan rasa nyeri, perubahan pada kulit terjadi pada setengah bagian badan (unilateral) dan berbentuk garis berkaitan dengan daerah dermatom dengan lesi yang berupa gelembung-gelembung kecil yang berkelompok di aatas dasar eritematosa. Dapat terjadi perkembangan yang berat yang meliputi keterlibatan mata (Zoster trigeminus I), mukosa mulut (Zoster trigeminus II, III), telinga bagian dalam (Zoster oticus). Herpes zoster pada penderita insufisiensi imun atau tumor, terapi resisten dengan bahaya terjadinya efek generalisasi pada kulit dan manifestasi ekstrakutan.3,6 Dermatitis herpetiform : biasanya simetris terdiri dari papula vesikuler yang eritematosus, serta ada riwayat penyakit kronis, dan sembuh dengan meninggalkan pigmentasi. Impetigo : lesi impetigo yang pertama adalah vesikel yang cepat menjadi pustula dan krusta. Distribusi lesi impetigo terletak dimana saja. Impetigo tidak menyerang mukosa mulut. Skabies : pada skabies terdapat papula yang sangat gatal. Lokasi biasanya antara jari-jari kaki. Pada pemeriksaan laboratorium didapatkan Sarcoptes Scabiei.
11
Tabel 1. Perbandingan berbagai diagnosis banding penyakit Varicella VARICELLA Definisi
HERPES ZOSTER
D. HERPETIFORM
VARIOLA
Infeksi akut oleh Penyakit neurokutan Penyakit VZV
denga
virus Penyakit
manifestasi yang
eupsi
kronis
disertai residif, ruam bersifat
vesikular keadaan
umum polimorf
terutama
berkelompok dengan buruk, efloresensi vesikel berkelompok dasar
eritem
yang monomorf
disebabkan VZV
dan simetrik, disertai
terutama
di rasa sangat gatal
perifer tubuh Etiologi
VZV primer
Reaktivasi VZV
Poxvirus
Idiopatik
Epidemiologi
Kosmopolit
Kosmopolit
Kosmopolit
Pria>wanita
No gender
Dewasa>anak
Sudah tidak ada
Gejala Klinis
Gejala prodormal Gejala
prodormal Gejala
sistemik (demam, sistemik malaise,
sistemik Keluhan
(demam, berat
(nyeri sangat gatal
nyeri pusing, malaise) dan kepala,
kepala)
lokal
(nyeri
otot- sendi,
tulang, gatal, pegal)
utama:
tulang, disertai
demam
tinggi,
menggigil, lemas) UKK
Papul
Vesikel berkelompok Makula eritem Vesikel/bula
eritematous,
dengan dasar kulit papul eritem berkelompok
vesikel tear drops
eritematous
dan vesikel pustul
edema (dermatomal) Predileksi
Seluruh
tubuh Thoracal
Tersusun
arsinar/sirsinar. Seluruh
(sentrifugal)
sistemik.
dan
tubuh Punggung,
(sentripetal)
sakrum,
bokong,
area
ekstensor
lengan
atas, sekitar siku dan lutut Pemeriksaan
Tzank: sel datia Tzank:
penunjang
berinti banyak
sel
datia Inokulasi
berinti banyak
pada Histopatologi:
korioalantoik,
kumpulan
neutrofil
histopatologi, dan di papil dermal yang tes serologik.
membentuk mikroabses neutrofilik, papilar,
edema celah
subepidermal,
dan
vesikel multilokular dan subepidermal Penatalaksan
Simtomatik
Antiviral: Acyclovir Antiviral
Preparat sulfon: DDS
aan
Antiviral:
5
200-300 mg/hari
x
800
mg/hari Imunomodulator:
Acyclovir 5 x 800 selama 7 hari
isoprenosin
mg/hari selama 7 Imunomodulator:
Simtomatik
hari
isoprenosin
Imunomodulator:
Simtomatik
12
Diet bebas gluten
isoprenosin
IX.
PENATALAKSANAAN Tidak ada terapi spesifik terhadap varicella. Pengobatan bersifat simptomatik
dengan antipiretik dan analgesik. Untuk panasnya dapat diberikan asetosal atau antipiretik lain seperti asetaminofen dan metampiron. Untuk menghilangkan rasa gatal dapat diberikan antihistamin oral atau sedatif. Topikal diberikan bedak yang ditambah zat anti gatal (mentol, kamfora) seperti bedak salisilat 1-2% atau lotio kalamin untuk mencegah pecahnya vesikel secara dini serta menghilangkan rasa gatal. Jika timbul infeksi sekunder dapat diberikan antibiotika berupa salep dan oral. Dapat pula diberikan obat-obat antivirus. VZIG (varicella zoster immunoglobuline) dapat mencegah atau meringankan varicella, diberikan intramuscular dalam 4 hari setelah terpajan. Yang penting pada penyakit virus, umumnya adalah istirahat/tirah baring. 1,2,4 Pengobatan secara sistemik dapat dengan memberikan antivirus. Beberapa analog nukleosida seperti acyclovir, famciclovir, valacyclovir, dan brivudin, dan analog pyrophosphate foskarnet terbukti efektif untuk mengobati infeksi VZV. Acyclovir adalah suatu analog guanosin yang secara selektif difosforilasi oleh timidin kinase VZV sehingga terkonsentrasi pada sel yang terinfeksi. Enzim-enzim selular kemudian mengubah acyclovir monofosfat menjadi trifosfat yang mengganggu sintesis DNA virus dengan menghambat DNA polimerase virus. VZV kira-kira sepuluh kali lipat kurang sensitif terhadap acyclovir dibandingkan HSV.8 Valacyclovir dan famcyclovir, merupakan prodrug dari acyclovir yang mempunyai bioavaibilitas oral lebih baik daripada acyclovir sehingga kadar dalam darah lebih tinggi dan frekuensi pemberian obat berkurang.8 Pada anak normal varicella biasanya ringan dan dapat sembuh sendiri. Pengobatan topikal dapat diberikan. Untuk mengatasi gatal dapat diberikan kompres dingin, atau lotion kalamin, antihistamin oral. Cream dan lotion yang mengandung kortikosteroid dan salep yang bersifat oklusif sebaiknya tidak digunakan. Kadang diperlukan antipiretik, tetapi pemberian golongan salisilat sebaiknya dihindari karena sering dihubungkan dengan terjadinya sindroma Reye. Mandi rendam dengan air hangat dapat mencegah infeksi sekunder bakterial.8 Anti virus pada anak dengan pengobatan dini varicella dengan pemberian acyclovir (dalam 24 jam setelah timbul ruam) pada anak imunokompeten berusia 212 tahun dengan dosis 4 x 20 mg/kgBB/hari selama 7 hari menurunkan jumlah lesi, penghentian terbentuknya lesi yang baru, dan menurunkan timbulnya ruam, demam, dan gejala konstitusi bila dibandingkan dengan placebo. Tetapi apabila pengobatan dimulai lebih dari 24 jam setelah timbulnya ruam cenderung tidak efektif lagi. Hal ini disebabkan karena varicella merupakan infeksi yang relatif ringan pada anak-anak dan manfaat klinis dari terapi tidak terlalu bagus, sehingga tidak memerlukan
13
pengobatan acyclovir secara rutin. Namun pada keadaan dimana harga obat tidak menjadi masalah, dan kalau pengobatan bisa dimulai pada waktu yang menguntungkan (dalam 24 jam setelah timbul ruam), dan ada kebutuhan untuk mempercepat penyembuhan sehingga orang tua pasien dapat kembali bekerja, maka obat antivirus dapat diberikan.6,8 Pada remaja dan dewasa, pengobatan dini varicella dengan pemberian acyclovir dengan dosis 5 x 800 mg selama 7 hari menurunkan jumlah lesi, penghentian terbentuknya lesi yang baru, dan menurunkan timbulnya ruam, demam, dan gejala konstitusi bila dibandingkan dengan placebo.8 Secara acak, pemberian placebo dan acyclovir oral yang terkontrol pada orang dewasa muda yang sehat dengan varicella menunjukkan bahwa pengobatan dini (dalam waktu 24 jam setelah timbulnya ruam) dengan acyclovir oral (5x800 mg selama 7 hari) secara signifikan mengurangi terbentuknya lesi yang baru, mengurangi luasnya lesi yang terbentuk, dan menurunkan gejala dan demam. Dengan demikian, pengobatan rutin dari varicella pada orang dewasa tampaknya masuk akal. Meskipun tidak diuji, ada kemungkinan bahwa famciclovir, yang diberikan dengan dosis 200 mg per oral setiap 8 jam, atau valacyclovir dengan dosis 1000 mg per oral setiap 8 jam mudah dan tepat sebagai pengganti acyclovir pada remaja normal dan dewasa. Banyak dokter tidak meresepkan acyclovir untuk varicella selama kehamilan karena risiko bagi janin yang dalam pengobatan belum diketahui. Sementara dokter lain merekomendasikan pemberian acyclovir secara oral untuk infeksi pada trisemester ketiga ketika organogenesis telah sempurna, ketika mungkin ada peningkatan terjadinya resiko pneumonia varicella, dan ketika infeksi dapat menyebar ke bayi yang baru lahir. Pemberian acyclovir intravena sering dipertimbangkan untuk wanita hamil dengan varicella yang disertai dengan penyakit sistemik.8 Percobaan terkontrol yang dilakukan pada orang dewasa imunokompeten dengan pneumonia varicella menunjukkan bahwa pengobatan dini (dalam waktu 36 jam dari rumah sakit) dengan acyclovir intravena (10mg/kgBB setiap 8 jam) dapat mengurangi demam dan takipnea dan meningkatkan oksigenasi. Komplikasi serius lainnya dari varicella pada orang yang imunokompeten, seperti ensefalitis, meningoencephalitis, myelitis, dan komplikasi okular, sebaiknya diobati dengan acyclovir intravena.8 Percobaan terkontrol pada pasien immunocompromised dengan varicella menunjukkan bahwa pengobatan dengan acyclovir intravena menurunkan insiden komplikasi yang mengancam organ visceral ketika pengobatan dimulai dalam waktu 72 jam dari mulai timbulnya ruam. Acyclovir intravena menjadi standar perawatan untuk varicella pada pasien yang disertai dengan imunodefisiensi substansial. Meskipun pemberian terapi oral dengan famcyclovir atau valacyclovir mungkin cukup untuk pasien dengan gangguan kekebalan tubuh derajat ringan, tetapi tidak ada
14
uji klinis terkontrol yang menunjukkan secara pasti. Pada penyakit berat atau wanita hamil dapat diberikan acyclovir IV 10mg/kgBB tiap 8 jam selama 7 hari.6,8 Serum imunoglobulin-gama tidak dianjurkan kecuali pada penderita leukemia, penyakit keganasan lain dan bila terdapat defisiensi imunologis. Vidarabine atau adenine arabinoside in vitro mempunyai sifat anti virus terhadap virus varicella. Vidarabine dapat digunakan dengan hasil yang baik pada penderita pneumonia varicella. Dosis yang dianjurkan ialah 15mg/kgBB/hari, tidak toksik terhadap sumsum tulang dan tidak menekan immune response.4
X.
PENCEGAHAN Pencegahan dengan melakukan vaksinasi. Vaksin dapat diberikan aktif
ataupun pasif. Aktif dilakukan dengan memberikan vaksin varicella berasal dari galur yang telah dilemahkan (live attenuated). Pasif dilakukan dengan memberikan zoster imuno globulin (ZIG) dari zoster imun plasma (ZIP).4 Vaksin pasif dengan memberikan ZIG. ZIG ialah suatu globulin-gama dengan titer antibodi yang tinggi dan yang didapatkan dari penderita yang telah sembuh dari infeksi herpes zoster. Pemberian ZIG sebanyak 5 ml dalam 72 jam setelah kontak dengan penderita varicella dapat mencegah penyakit ini pada anak sehat, tapi pada anak dengan defisiensi imunologis, leukemia atau penyakit keganasan lainnya, pemberian ZIG tidak menyebabkan pencegahan yang sempurna. Lagi pula diperlukan ZIG dengan titer yang tinggi dan dalam jumlah yang lebih besar.4 ZIP adalah plasma yang berasal dari penderita yang baru sembuh dari herpes zoster dan diberikan secara intravena sebanyak 3-14,3 ml/kgBB. Pemberian ZIP dalam 1-7 hari setelah kontak dengan penderita varicella pada anak dengan defisiensi imunologis, leukemia atau penyakit keganasan lainnya mengakibatkan menurunnya insidens varicella dan merubah perjalanan penyakit varicella menjadi ringan dan dapat mencegah varicella untuk kedua kalinya. Pemberian globulin-gama akan menyebabkan perjalanan varicella jadi ringan tapi tidak mencegah timbulnya varicella. Dianjurkan untuk memberikan globulin-gama kepada bayi yang dilahirkan dalam waktu 4 hari setelah ibunya memperlihatkan tanda-tanda varicella. Ini dapat dilaksanakan pada jam-jam pertama kehidupan bayi tersebut.4,5 Vaksin aktif dianjurkan agar vaksin varicella ini hanya diberikan kepada penderita leukemia, penderita penyakit keganasan lainnya, dan penderita dengan defisiensi imunologis untuk mencegah komplikasi dan kematian bila kemudian terinfeksi oleh varicella. Pada anak sehat sebaiknya vaksinasi varicella ini jangan diberikan karena bila anak tersebut terkena penyakit ini, perjalanan penyakitnya ringan, lagi pula semua virus herpes dapat menyebabkan suatu penyakit laten dan akibatnya baru nyata beberapa dasawarsa setelah vaksin itu diberikan. Angka serokonversi mencapai 97-99%. Diberikan pada yang berumur 12 bulan atau lebih.
15
Lama proteksi belum diketahui pasti, meskipun demikian vaksinasi ulangan dapat diberikan setelah 4-6 tahun.1,4,5 Pemberiannya secara subkutan 0,5 ml pada yang berusia 12 bulan sampai 12 tahun. Pada usia di atas 12 tahun juga diberikan 0,5 ml, setelah 4-8 minggu diulangi dengan dosis yang sama. Bila terpajannya baru kurang dari 3 hari perlindungan vaksin yang diberikan masih terjadi, karena masa inkubasinya antara 7-21 hari. Sedangkan antibodi yang cukup sudah timbul antara 3-6 hari setelah vaksinasi.1 Karakteristik vaksin varicella (Varivax, Merck) merupakan vaksin virus hidup yang dilemahkan, yang berasal dari strain Oka VZV. Virus vaksin diisolasi oleh Takahashi pada awal tahun 1970 dari cairan vesikular yang berasal dari anak sehat dengan penyakit varicella. Vaksin varicella ini dilisensikan untuk penggunaan umum di Jepang dan Korea pada tahun 1988. Vaksin ini diizinkan di Amerika Serikat pada tahun 1995 untuk orang-orang usia 12 bulan dan yang lebih tua.8 Kekebalan tampaknya bertahan lama, dan mungkin permanen di sebagian besar vaksin. Infeksi pada orang yang pernah mendapat vaksin secara signifikan lebih ringan, dengan lesi sedikit (biasanya kurang dari 50), banyak yang makulopapular daripada vesikuler. Dimana kebanyakan orang yang pernah mendapat vaksinasi sebelumnya tidak terjadi demam.9 Jadwal vaksinasi dan penggunaan vaksin varicella dianjurkan untuk semua anak tanpa kontraindikasi yang berusia 12 sampai 15 bulan. Vaksin ini dapat diberikan kepada semua anak pada usia ini terlepas dari riwayat varicella.9 Dosis kedua vaksin varicella harus diberikan pada 4 sampai 6 tahun kemudian. Dosis kedua dapat diberikan lebih awal dari 4 sampai 6 tahun jika setidaknya 3 bulan telah berlalu setelah dosis pertama (yaitu, interval minimum antara dosis vaksin varicella untuk anak-anak berusia di bawah 13 tahun adalah 3 bulan). Namun, jika dosis kedua diberikan setidaknya 28 hari setelah dosis pertama, dosis kedua tidak perlu diulang. Dosis kedua vaksin varicella ini juga dianjurkan bagi orang yang lebih tua, dimana vaksin varicella diberikan kepada orang-orang 13 tahun atau lebih pada 4 sampai 8 minggu kemudian.9 Kontraindikasi vaksinasi pada seseorang dengan reaksi alergi yang parah (anafilaksis) dengan komponen vaksin atau setelah dosis sebelumnya, seharusnya tidak menerima vaksin varicella. Orang dengan imunosupresi karena leukemia, limfoma, keganasan umum, penyakit defisiensi imun, atau terapi imunosupresif tidak harus divaksinasi dengan vaksin varicella. Namun, pengobatan dengan dosis rendah (kurang dari 2 mg/kg/hari), topikal, penggantian, atau steroid aerosol bukan merupakan kontraindikasi untuk vaksinasi. Orang yang imunosupresif yang diterapi dengan steroid telah dihentikan selama 1 bulan (3 bulan untuk kemoterapi) dapat divaksinasi.9 Wanita yang diketahui hamil atau mencoba untuk hamil sebaiknya tidak menerima vaksin varicella. Sampai saat ini, tidak ada bukti yang merugikan
16
kehamilan atau janin yang dilaporkan di kalangan perempuan yang secara tidak sengaja menerima vaksin varicella sesaat sebelum atau selama kehamilan. Tetapi ACIP merekomendasikan kehamilan harus dihindari selama 1 bulan setelah menerima vaksin varicella.9 Pencegahan dapat dengan mencegah infeksi sekunder misalnya seperti kuku digunting agar pendek, mengganti pakaian dan alas tempat tidur sesering mungkin.4
XI.
KOMPLIKASI Komplikasi pada anak-anak umumnya jarang terjadi. Komplikasi lebih sering
terjadi pada orang dewasa, berupa ensefalitis, pneumonia, glomerulonephritis, karditis, hepatitis, keratitis, konjungtivitis, otitis, arteritis, dan kelainan darah (beberapa macam purpura).1,2 Pada anak sehat, varicella merupakan penyakit ringan dan jarang disertai komplikasi. Angka mortalitas pada anak usia 1-14 tahun diperkirakan 2/100.000 kasus, namun pada neonates dapat mencapai hingga 30%. Komplikasi tersering umumnya disebabkan oleh infeksi sekunder bakterial pada lesi kulit, yang biasanya disebabkan oleh Stafilokokus aureus atau Streptokokus beta hemolitikus grup A, sehingga terjadi impetigo, furunkel, selulitis, atau erisipelas, tetapi jarang terjadi gangren. Infeksi fokal tersebut sering menyebabkan jaringan parut, tetapi jarang terjadi sepsis yang disertai infeksi metastase ke organ yang lainnya. Vesikel dapat menjadi bula bila terinfeksi stafilokokus yang menghasilkan toksin eksfoliatif.8,9 Pneumonia varicella hanya terdapat sebanyak 0,8% pada anak, biasanya disebabkan oleh infeksi sekunder dan dapat sembuh sempurna. Pneumonia varicella jarang didapatkan pada anak dengan sistem imunologis normal, sedangkan pada anak dengan defisiensi imunologis atau pada orang dewasa tidak jarang ditemukan.4 Pneumonia, otitis media, dan meningitis supurativa jarang terjadi dan responsif terhadap antibiotik yang tepat. Bagaimanapun juga, superinfeksi bakteri umum dijumpai dan berpotensi mengancam kehidupan pada pasien dengan leukopenia.8 Pada orang dewasa, demam dan gejala konstitusi biasanya lebih berat dan berlangsung lebih lama, ruam varicella lebih luas, dan komplikasi lebih sering terjadi. Pneumonia varicella primer merupakan komplikasi tersering pada orang dewasa. Pada beberapa pasien gejalanya asimpomatis, tetapi yang lainnya dapat berkembang mengenai sistem pernafasan dimana gejalanya dapat lebih parah seperti batuk, dyspnea, tachypnea, demam tinggi, nyeri dada pleuritis, sianosis, dan batuk darah yang biasanya timbul dalam 1-6 hari sesudah timbulnya ruam.8,9 Varicella pada kehamilan mengancam ibu dan janinnya. Infeksi yang menyebar luas dan varicella pneumonia dapat mengakibatkan kematian pada ibu, tetapi baik kejadian maupun keparahan pneumonia varicella tampaknya meningkat secara signifikan pada kehamilan. Janin dapat meninggal karena kelahiran prematur
17
atau kematian ibu karena varicella pneumonia berat, tetapi varicella selama kehamilan, secara subtansial tidak meningkatkan kematian janin. Namun demikian, pada varicella yang tidak disertai komplikasi, viremia pada ibu dapat menyebabkan infeksi intrauterin (kongenital), dan dapat menyebabkan abnormalitas kongenital. Varicella perinatal (varicella yang terjadi dalam waktu 10 hari dari kelahiran) lebih serius daripada varicella yang terjadi pada bayi yang terinfeksi beberapa minggu kemudian.8,9 Morbiditas dan mortalitas pada varicella secara nyata meningkat pada pasien dengan defisiensi imun. Pada pasien ini replikasi virus yang terus-menerus dan menyebar luas mengakibatkan terjadinya viremia yang berkepanjangan, dimana mengakibatkan ruam yang semakin luas, jangka waktu yang lebih lama dalam pembentukan vesikel baru, dan penyebaran visceral klinis yang signifikan. Pada pasien dengan defisiensi imun dan diterapi dengan kortikosteroid mungkin dapat berkembang menjadi pneumonia, hepatitis, ensephalitis, dan komplikasi berupa perdarahan, dimana derajat keparahan dimulai dari purpura yang ringan hingga parah dan seringkali mengakibatkan purpura yang fulminan dan varicella malignansi.8,9 Juga mungkin didapatkan komplikasi pada susunan saraf seperti ensefalitis, ataksia, nistagmus, tremor, myelitis transversa akut, kelumpuhan saraf muka, neuromielitis optika atau penyakit Devic dengan kebutaan sementara, sindroma hipotalamus yang disertai dengan obesitas dan panas badan yang berulang-ulang. Penderita varicella dengan komplikasi ensefalitis setelah sembuh dapat meninggalkan gejala sisa seperti kejang, retardasi mental dan kelainan tingkah laku.4 Komplikasi susunan saraf pusat pada varicella terjadi kurang dari 1 diantara 1000 kasus. Varicella berhubungan dengan sindroma Reye (ensepalopati akut disertai degenerasi lemak di liver) yang khas terjadi 2 hingga 7 hari setelah timbulnya ruam. Dulu, dari 15-40% pada semua kasus sindroma Reye berhubungan dengan varicella, khususnya pada penderita yang diterapi dengan aspirin saat demam, dengan mortalitas setinggi 40%. Ataksia serebri akut lebih umum terjadi daripada kelainan neurologi yang lainnya. Ensefalitis lebih jarang lagi terjadi yaitu pada 1 diantara 33.000 kasus, tetapi merupakan penyebab kematian tertinggi atau menyebabkan kelainan neurologi yang menetap. Patogenesis terjadinya ataksia serebelar dan ensephalitis tetap jelas, dimana pada banyak kasus ditemukan adanya VZV antigen, VZV antibodi, dan VZV DNA pada cairan cerebrospinal pada pasien, yang diduga menyebabkan infeksi secara langsung pada sistem saraf pusat.8 Komplikasi yang jarang terjadi antara lain myocarditis, pancreatitis, gastritis dan lesi ulserasi pada saluran pencernaan, artritis, vasculitis Henoch-Schonlein, neuritis, keratitis, dan iritis. Patogenesis dari komplikasi ini belum diketahui, tetapi infeksi VZV melalui parenkim secara langsung dan endovascular, atau vaskulitis yang disebabkan oleh VZV antigen-antibodi kompleks, tampaknya menjadi penyebab pada kebanyakan kasus.8
18
Anak dengan sistem imunologis yang normal jarang mendapat komplikasi tersebut di atas, sedangkan anak dengan defisiensi imunologis, anak yang menderita leukemia, anak yang sedang mendapat pengobatan antimetabolit atau steroid (penderita sindrom nefrotik, demam reumatik) dan orang dewasa sering mendapat komplikasi tersebut, kadang-kadang varicella pada penderita tersebut dapat menyebabkan kematian.4
XII.
PROGNOSIS Prognosis
umumnya baik, bergantung pada kecepatan penanganan dan
kemungkinan komplikasi yang dapat terjadi. Prognosis Quo ad vitam adalah bonam karena penyakit ini tidak mengancam jiwa. Prognosis Quo ad functionam adalah bonam karena fungsi bagian tubuh yang terkena tidak terganggu. Prognosis Quo ad Sanationam adalah bonam karena varisela merupakan penyakit yang self-limitting disease dan tidak mengganggu kehidupan sosial penderita, sebab penanganan yang cepat maka perjalanan penyakit dapat diperpendek.10 Dengan perawatan yang teliti dan memperhatikan higiene memberi prognosis yang baik dan jaringan parut yang timbul sangat sedikit.1,2
19
BAB III PEMBAHASAN
Seorang anak laki - laki, usia 7 tahun, datang memeriksakan diri ke Poli Kulit dan Kelamin dengan keluhan Timbul plenting di punggung, perut dan lengan tangan. Selain plenting pasien juga mengalami keluhan nyeri di bokong dan ketiak. Pasien ini didiagnosis Varicella, yang ditegakkan melalui penelusuran anamnesis dan pemeriksaan fisik (status dermatologis). Berdasarkan anamnesis, pasien mengeluh keluhan timbul plenting di punggung, perut dan lengan sejak 1 hari yang lalu. Pasien sempat demam sebelumnya namun sudah dirasakan membaik. Selasa siang pasien mulai merasa timbul plenting plenting diawali dari punggung dan kedua tangan. Malamnya plenting yang timbul mulai gatal. Selain plenting pasien juga mengalami keluhan nyeri di bokong dan ketiak. Tidak ada dalam keluarga pasien yang mengalami hal serupa. Keluarga pasien menyangkal sudah berobat sebelumnya. Pasien adalah seorang pelajar. Pasien tinggal serumah bersama ayah, ibu dan saudara perempuannya. Predileksi pada dada, perut, punggung dan anggota gerak. Efloresensi/sifatsifatnya: tampak vesikel, diskret, miliar, multiple, disekitarnya eritem. Varicella khas ditandai dengan erupsi papulovesikuler setelah fase prodromal ringan atau bahkan tanpa fase prodromal, dengan disertai panas dan gejala konstitusi ringan. Gambaran lesi bergelombang, polimorfi dengan penyebaran sentrifugal. Kasus varicella harus dibedakan dengan variola. Pada variola, kondisi keadaan umum penderita biasanya buruk, bahkan dapat menyebabkan kematian, efloresensinya bersifat monomorf, terutama dimulai dari perifer tubuh (anggota gerak) dan penyebarannya sentripetal (dari bagian akral tubuh baru ke badan). Selain itu, herpes simplex diseminata dapat menyerupai varicella, terutama pada pasien dengan imunodefisiensi atau pasien dengan eksema. Terdapat konsentrasi lesi yang jelas pada sisi infeksi primer atau rekuren (misalnya pada mulut atau genitalia eksterna). Pengobatan pada kasus ini dapat dilakukan secara nonfarmakologi dan farmakologi. Pada terapi nonfarmakologi, pasien sebaiknya diisolasi atau diedukasi cara-cara pencegahan penularan, dan istirahat pada masa aktif hingga semua lesi mencapai stadium krusta, konsumsi makanan tinggi kalori tinggi protein, tidak diperkenankan menggaruk lesi dan dijaga agar vesikel tidak pecah hingga mengering dan lepas sendiri, serta bila mandi harus berhati-hati agar vesikel tidak pecah. Adapun secara farmakologis dapat diberikan topikal dan sistemik. Pengobatan topikal dapat diberikan bedak pada lesi vesikuler agar vesikel tidak pecah. Bedak dapat ditambahkan mentol 2%, salicyl, atau antipruritus lain. Bila lesi vesikel sudah pecah/krusta, dapat diberikan antiseptik. Sedangkan pengobatan sistemik dapat
20
diberikan antiviral dan obat simtomatis. Adapun simtomatik dapat diberikan antipiretik, antipruritus, antibiotik. Secara umum, prognosis pada kasus ini adalah baik pada ad vitam, dan baik pada ad sanationam, dan ad comestica bonam dengan cara meningkatkan sistem imun tubuh dan mencegah terjadinya infeksi sekunder pada lesi vesikel/bula yang belum pecah maupun yang sudah pecah.
21
BAB IV KESIMPULAN
Varicella merupakan infeksi akut primer oleh virus varicella zoster yang menyerang kulit dan mukosa, klinis terdapat gejala konstitusi, kelainan kulit polimorf, terutama berlokasi di bagian sentral tubuh. Biasanya diawali dengan gejala prodromal, yakni demam yang tidak terlalu tinggi, malaise, dan nyeri kepala, kemudian disusul dengan timbulnya papula eritematosa yang dalam beberapa jam berubah menjadi vesikel. Dimana vesikel akan berkembang menjadi, pustul, dan kemudian menjadi krusta. Untuk membantu diagnosa dapat dilakukan percobaan Tzanck yang diambil dari kerokan dasar vesikel dan didapatkan sel datia yang berinti banyak. Untuk pengobatan dapat diberikan antivirus, acyclovir dosis oral pada anak berusia 2 – 12 tahun dengan dosis 4 x 20 mg/kgBB/hari selama tujuh hari. Disamping itu dapat pula diberikan antipiretik, dan analgesik, serta bedak yang ditambah zat anti gatal untuk mencegah pecahnya vesikel secara dini, dan mengurangi rasa gatal.
22
DAFTAR PUSTAKA 1.
Djuanda Adhi, dkk. Varisela. Dalam: Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin; edisi
Keenam. Jakarta: Balai Penerbit FKUI; 2011. H.115-116. 2.
Harahap Marwali. Varisela. Dalam: Ilmu Penyakit Kulit. Jakarta: Hipokrates;
2000. H.94-96. 3.
Rassner, Steinert. Penyakit virus varisela-zoster. Dalam: Buku Ajar dan Atlas
Dermatologi; edisi 4. Jakarta: EGC; 1995. H.44-45. 4.
Hassan Rusepno, Alatas Husein. Varisela (cacar air,”chicken pox”). Dalam:
Buku Ajar Ilmu Kesehatan Anak, jilid 2. Jakarta: INFOMEDIKA; 2007. P.637-640. 5.
White David, Fenner Frank. Varicella-zoster virus. In: Medical Virology;
Fourth Edition. United Kingdom: Academic Press; 1994. P.330-334. 6.
Siregar RS. Varisela. Dalam: Atlas Berwarna Saripati Penyakit Kulit; edisi 2.
Jakarta: EGC; 2004. H. 88-84. 7. the
Lichenstein R. 2002 Oct 21. Pediatrics: Chicken vox or varicella. (serial on internet).
2013
(cited
2013
Jun
16):(about
4p).
Available
from:
http://www.emedicine.com. 8.
Straus, Stephen E. Oxman, Michael N. Schmader, Kenneth E. Varicella. In:
Fitzpatrick’s Dermatology in General Medicine; eight edition, vol 1 and 2. 2011. P.2383-2401. 9.
Soedarmo Sarmono S.P, dkk. Varisela. Dalam: Buku Ajar Infeksi & Pediatri
Tropis; edisi kedua. Jakarta: Badan Penerbit IDAI; 2002. H. 134-142. 10.
Sterling JC, Kurtz JB. 2006. Viral Infection (varicella and zooster). Text book
of dermatology 6th ed. Oxford : Blackwell Science. pp. 995-1095.
23