Presentasi Kasus Internal.docx

  • Uploaded by: Adam Aljabar
  • 0
  • 0
  • November 2019
  • PDF

This document was uploaded by user and they confirmed that they have the permission to share it. If you are author or own the copyright of this book, please report to us by using this DMCA report form. Report DMCA


Overview

Download & View Presentasi Kasus Internal.docx as PDF for free.

More details

  • Words: 1,599
  • Pages: 12
PRESENTASI KASUS HIV PADA PASIEN DENGAN PENGOBATAN TUBERKULOSIS

Diajukan Kepada Yth dr. H. M. Wibowo, Sp.PD

Disusun Oleh Yudhi Sulistya Nugraha NIM 20110310061/ NIPP 20154012017

KEPANITERAAN KLINIK BAGIAN ILMU PENYAKIT DALAM RS PKU MUHAMMADIYAH YOGYAKARTA FKIK UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH YOGYAKARTA

2016

A. RANGKUMAN KASUS Status pasien Nama

: Ny. S

Usia

: 31 th

Jenis Kelamin : Perempuan Anamnesis  Keluhan Utama : demam dua minggu  Riwayat penyakit sekarang : Pasien mengeluhkan demam selama dua minggu dengan pola demam naikturun. Pasien juga mengeluhkan mual, muntah, nyeri kepala, serta terdapat selaput warna putih pada bagian langit-langit mulut. Pasien mengaku mengalami penurunan berat badan yang drastis sejak awal 2016. Pasien saat ini sedang menjalani pengobatan tuberculosis paru dari puskesmas.  Riwayat penyakit dahulu Riwayat DM, hipertensi, dan alergi disangkal. Pasien terdiagnosis tuberculosis pada 11 Januari 2016 dan pada Bulan Februari 2016 terdiagnosis limfadenitis tuberculosis inguinal (sudah dibedah).  Riwayat penyakit keluarga Riwayat DM, hipertensi, dan alergi disangkal. Suami pasien meninggal 3 bulan sebelum pasien masuk rumah sakit oleh karena penyakit paru-paru.  Riwayat personal sosial Pasien merupakan seorang karyawati swasta.

Pemeriksaan fisik  Keadaan Umum

: Cukup

 Kesadaran : Compos mentis  Status gizi kurang  Berat badan 33 kg  Vital sign Tekanan darah

: 77/60 mmHg

Nadi

: 80 kali/ menit

Pernapasan

: 24 kali/ menit

Temperatur

: 38 C

 Kepala

: Konjunctiva tidak anemis, Sklera tidak ikterik

 Leher

: JVP tidak meningkat, Limfonodi tidak teraba

 Thorax Pulmo : Vesikuler, tidak ada ronkhi dan wheezing Cor : Suara regular  Abdomen : Supel, Bunyi usus normal  Ekstremitas : akral hangat, tidak ada edema

Pemeriksaan laboratorium Hb AL Hitung jenis Eosinofil Basofil Netrofil Limfosit Monosit Eritrosit Hematokrit Trombosit GDS Protein total Kreatinin Albumin Globulin SGOT SGPT

9,2 7,2

gr/dl Rb/mmk

0 1 87 6 6 3,20 28 386 98 49 1,4 3,2 3,4 102 69

% % % % % Juta/µL % Rb/mmk mg/dl mg/dl mg/dl g/dl mg/dl u/l u/l

Tes Anti HIV : reaktif CD 4 : 35  Diagnosis kerja Prolonged fever

Limfadenitis TB HIV Candidiasis oral  Terapi : IVFD RL Paracetamol 3 x 500 mg Ceftriaxone 1gr/12 jam Rimstar 4 FDC 1 x II Pantoprazole 1 Amp/12 jam Ketokonazole 2 x 200 mg Curcumin 3 x 1 Neviral 2 x 1 Duviral 2 x 1

B. PEMBAHASAN Tuberkulosis Tuberkulosis adalah penyakit yang disebabkan oleh infeksi Mycobacterium tuberculosis complex. Tuberkulosis (TB) adalah suatu penyakit infeksi kronik yang multisistemik dengan berbagai presentasi dan manifestasi. TB merupakan penyakit infeksi dan penyebab mortalitas terbesar di dunia.

Gejala Gejala klinik tuberkulosis dapat dibagi menjadi 2 golongan, yaitu gejala respiratorik (atau gejala organ yang terlibat) dan gejala sistemik. 1. Gejala respiratorik •

batuk ≥ 3 minggu. Gejala batuk terjadi oleh karena iritasi pada bronkus Sifat batuk dimulai dari yang non-produktif menjadi produktif setelah timbul peradangan.



batuk darah. Keadaan selanjutnya ialah batuk darah, oleh karena pecahnya pembuluh darah



sesak napas. Ditemukan pada penyakit yang sudah lanjut, infiltrasinya terjadi pada setengah bagian dari paru-paru.



nyeri dada. Gejala ini jarang ditemukan, terjadi bila infiltrasi mencapai pleura.

2. Gejala sistemik •

Demam. Pada umumnya subfebris, sperti pada influenza, namun dapat sangat tinggi (40-41 C). Serangan demam berulang, sehingga pasien merasa tidak terbebas dari serangan demam



gejala sistemik lain: malaise, keringat malam, anoreksia, berat badan menurun

Diagnosis Tuberkulosis paru pada pasien dewasa a. Dalam upaya pengendalian TB secara Nasional, maka diagnosis TB paru pada orang dewasa harus ditegakkan terlebih dahulu dengan pemeriksaan

bakteriologis. Pemeriksaan bakteriologis yang dimaksud ialah pemeriksaan mikroskopis langsung, biakan, dan tes cepat. b. Apabila pemeriksaan secara bakteriologis hasilnya negatif, maka penegakan diagnosis TB dapat dilakukan secara klinis menggunakan hasil pemeriksaan klinis dan penunjang (setidaknya pemeriksaan foto thoraks) yang sesuai dan ditetapkan oleh dokter yang telah terlatih TB c. Pada sarana terbatas, penegakan diagnosis secara klinis dilakukan setelah pemberian terapi antibiotika spektrum luas (Non OAT dan Non Kuinolon) yang tidak memberikan perbaikan klinis. d. Tidak dibenarkan mendiagnosis TB dengan pemeriksaan serologis e. Tidak dibenarkan mendiagnosis TB hanya berdasarkan pemeriksaan foto thoraks saja. Foto thoraks tidak selalu memberikan gambaran yang spesifik pada TB paru, sehingga dapat menyebabkan terjadi overdiagnosis atau underdiagnosis f. Tidak dibenarkan mendiagnosis TB hanya dengan pemeriksaan uji tuberkulin.

Tahap pengobatan TB Pengobatan TB harus selalu meliputi pengobatan tahap awal dan tahap lanjutan dengan maksud 

Tahap awal : pengobatan diberikan setiap hari. Panduan pengobatan pada tahap ini adalah dimaksudkan untuk secara efektif menurunkan jumlah kuman yang ada dalam tubuh pasien dan meminimalisir pengaruh dari sebagian kecil kuman yang mungkin sudah resisten sejak sebelum pengobatan. Pengobatan tahap awal diberikan selama 2 bulan.



Tahap lanjutan : pengobatan tahap lanjutan merupakan tahap yang penting untuk membunuh sisa kuman yang masih ada dalam tubuh khususnya kuman persisten sehingga pasien dapat sembuh dan mencegah terjadinya kekambuhan

Dosis obat OAT

Dosis obat Kombinasi Dosis Tetap Berat Badan

Tahap Intensif

Tahap Lanjutan

tiap hari selama 56 hari

3 kali seminggu selama 16

RHZE (150/75/400/275)

minggu RH (150/150)

30 – 37 kg

2 tablet 4KDT

2 tablet 2KDT

38 – 54 kg

3 tablet 4KDT

3 tablet 2KDT

55 – 70 kg

4 tablet 4KDT

4 tablet 2KDT

≥ 71 kg

5 tablet 4KDT

5 tablet 2KDT

Limfadenitis tuberkulosis (TB) perifer atau skrofula, merupakan manifestasi unik dari penyakit karena kompleks M. tuberkulosis. Limfadenitis TB lebih umum terjadi pada wanita (perbandingan 1,4 :1). Sebagaimana umumnya kasus tuberkulosis ekstrapulmonar, limfadenitis TB lebih sering terjadi pada orang dengan imunitas yang rendah, termasuk pada pasien HIV (Fontanilla, Barnes and von Reyn 2011).

HIV HIV adalah Human Immunodeficiency Virus (HIV) yang menyerang sel-sel kekebalan tubuh. AIDS atau Acquired Immunodefficiency Syndrome adalah kumpulan gejala akibat penurunan kekebalan tubuh yang disebabkan oleh infeksi HIV

Stadium HIV Stadium 1 • Tidak ada gejala • Limfadenopati Generalisata Persisten (Pembesaran limfonodi > 1 cm, pada dua atau lebih, termasuk nodus inguinalis tanpa penyebab)

Stadium 2 • Penurunan berat badan bersifat sedang yang tidak diketahui penyebabnya (<10% dari perkiraan berat badan atau berat badan sebelumnya) • Infeksi saluran pernafasan yang berulang (sinusitis, tonsilitis, otitis media, faringitis) • Herpes zoster • Keilitis Angularis • Ulkus mulut yang berulang • Ruam kulit berupa papel yang gatal (Papular pruritic eruption) • Dermatitis seboroik • Infeksi jamur pada kuku.

Stadium 3 • Penurunan berat badan yang tak diketahui penyebabnya (lebih dari 10% dari perkiraan berat badan atau berat badan sebelumnya) • Diare kronis yang tak diketahui penyebabnya selama lebih dari 1 bulan • Demam menetap yang tak diketahui penyebab • Kandidiasis pada mulut yang menetap • Oral hairy leukoplakia

• Tuberkulosis paru • Infeksi bakteri yang berat (contoh: pneumonia, empiema, meningitis, piomiositis, infeksi tulang atau sendi, bakteraemia, penyakit inflamasi panggul yang berat) • Stomatitis nekrotikans ulserative akut, gingivitis atau periodontitis • Anemi yang tak diketahui penyebabnya (<8g/dl), netropeni (<0.5 x 10 g/l) dan/atau trombositopenia kronis (<50 x 10 g/l) Stadium 4 • Sindrom wasting HIV (Penurunan berat badan > 10% dari berat badan, ditambah diare kronik (>1 bulan) atau kelemahan kronik dan demam tanpa sebab selama > 1 bulan) • Pneumonia Pneumocystis jiroveci • Pneumonia bakteri berat yang berulang • Infeksi Herpes simplex kronis (orolabial, genital, atau anorektal selama lebih dari 1 bulan atau viseral di bagian manapun) • Kandidiasis esofageal (atau kandidiasis trakea, bronkus atau paru) • Tuberkulosis ekstra paru • Sarkoma Kaposi • Penyakit cytomegalovirus (retinitis atau infeksi organ lain, tidak termasuk hati, limpa dan kelenjar getah bening) • Toksoplasmosis di sistim saraf pusat • Ensefalopati HIV (disabilitas kognotif dan/atau disfungsi motor yang berhubungan dengan aktivitas sehari-hari, memburuk, pada ketiadaan penyakit atau kondisi selain HIV) • Pneumonia Kriptokokus ekstrapulmoner, termasuk meningitis • Infeksi mycobacteria non tuberkulosis yang menyebar • Leukoencephalopathy multifocal progresif • Cyrptosporidiosis kronis • Isosporiasis kronis • Mikosis diseminata (histoplasmosis, coccidiomycosis) • Septikemi yang berulang (termasuk Salmonella non-tifoid)

• Limfoma (serebral atau Sel B non-Hodgkin) • Karsinoma serviks invasif • Leishmaniasis diseminata atipikal • Nefropati atau kardiomiopati terkait HIV yang simtomatis

Rekomendasi inisiasi ARV pada ODHA menurut WHO dalam HIV/AIDS Treatment and Care, Clinical Protocols for The WHO European Region, 2007 Stadium klinis WHO

Hitung CD4 < 200/mmk

Rekomendasi Obati

1 200-350/mmk < 200/mmk

Pertimbangkan mengobati Obati

2 200-350/mmk

Pertimbangkan mengobati

3

200-350/mmk

Obati

4

Berapapun CD4

Obati

[Studi RCT TEMPRANO menunjukkan pemberian ARV pada CD 4 > 500/mmk pada ketiadaan indikasi lain membantu mengurangi morbiditas HIV (termasuk kematian, penyakit AIDS dan non-AIDS seperti malignansi dan bakterial) dibandingkan inisiasi pemberian pada CD4 < 500/mmk (WHO 2016)]

ARV Lini pertama (Permenkes RI No 2014 tentang Panduan Praktik Klinis Bagi Dokter di Faasilitas Pelayanan Kesehatan Primer)

Dosis ARV untuk ODHA dewasa (Permenkes RI No 2014)

Berdasarkan target populasi (Permenkes RI No 2014)

Tuberkulosis merupakan infeksi oportunistik yang paling sering dijumpai pada ODHA (sekitar 50%) dibandingkan dengan penyakit oportunistik lain, misalnya kandidiasis, PCP, Toksoplasmosis, Kriptosporidiosis. Seseorang dengan kedua penyakit ini memiliki masalah kesehatan yang serius dan dapat menyebabkan kematian. Oleh karena itu, penatalaksanaan yang tepat dan cepat sangat diperlukan. Prinsip kombinasi pengobatan ialah ARV dapat diberikan segera setelah pengobatan TB dapat ditoleransi, dianjurkan paling cepat ialah 2 minggu dan paling lambat ialah 8 minggu.

Referensi Dirjen P2PL. Pedoman Nasional Pengendalian Tuberkulosis. Jakarta: Kementerian Kesehatan RI, 2014. —. Petunjuk Teknis Tata Laksana Klinis Ko Infeksi TB-HIV. Jakarta: Kementerian Kesehatan RI, 2012. Fontanilla, Jose-Mario, Arti Barnes, and C. Fordham von Reyn. "Current Diagnosis and Management of Peripheral Tuberculosis Lymphadenitis." Clinical Infectious Disease, 2011: 555-62. Kemenkes RI. Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 5 tahun 2014. 2014. Sudoyo, Aru W., Bambang Setiyohadi, Idrus Alwi, Marcellus Simadibrata K, and Siti Setiati. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Jakarta: Interna Publishing, 2009. WHO. Consolidated Guidelines on The Use of Antiretroviral Drugs for Treating and Preventing HIV infection, Recommendations for a Public Health Approach, Second edition 2016. Geneva: WHO Document Production, 2016.

Related Documents


More Documents from "astri"