PRESENTASI KASUS HERPES GENITALIS
Disusun Untuk Memenuhi Syarat Mengikuti Program Pendidikan Profesi Dokter di Rumah Sakit Umum Daerah Tidar Kota Magelang
Diajukan kepada: dr. Nunik Sriwahyuni, Sp.KK
Disusun oleh: ‘Itqi Rahmatul Laila 20174011057
BAGIAN ILMU PENYAKIT KULIT DAN KELAMIN RUMAH SAKIT UMUM DAERAH TIDAR KOTA MAGELANG FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH YOGYAKARTA 2019
PRESENTASI KASUS
I.
II.
IDENTITAS PASIEN Nama
: Sdri. AS
Usia
: 22 tahun
Jenis Kelamin
: Perempuan
Alamat
: Tegalrejo, Magelang
Pekerjaan
: Karyawan Swasta
Pendidikan
: SMK
Agama
: Islam
Status
: Menikah Siri
ANAMNESIS A. Keluhan Utama Perih di daerah kemaluan karena adanya bintik-bintik seperti jerawat. B. Riwayat Penyakit Sekarang Pasien datang dengan keluhan perih di daerah kemaluan sejak 3 hari yang lalu. Pasien mengatakan keluhan perih tersebut disebabkan adanya bintik-bintik seperti jerawat pada bibir vaginanya. Bintik-bintik tersebut kemudian pecah dan mengeluarkan cairan berwarna bening. Perih dirasakan hilang timbul dan memberat jika pasien melakukan aktivitas yang membuat bagian kemaluannya bergesekan. Keluhan gatal pada bagian kemaluan disangkal. Keluhan serupa di bagian tubuh lain disangkal. Pasien mengatakan sering mengalami keluhan keputihan, warna putih susu, tidak berbau, tidak disertai rasa gatal. Penggunaan pembersih di daerah kewanitaan disangkal. Pasien juga mengeluhkan adanya rasa seperti terbakar saat berkemih, frekuensi berkemih dalam batas normal. Warna dan jumlah urin dalam batas normal. Pasien juga mengeluhkan adanya demam yang tidak teralu tinggi selama 3 hari terakhir. Keluhan lain seperti nyeri kepala, nyeri otot, pembengkakan kelenjar getah bening, dll disangkal.
C. Riwayat Penyakit Dahulu Keluhan serupa
: disangkal
Riwayat alergi
: disangkal
Riwayat penyakit lain : disangkal D. Riwayat Penyakit Keluarga Keluhan serupa
: disangkal
Riwayat hipertensi
: (+) ayah kandung pasien.
Riwayat DM
: (+) ayah kandung pasien
Riwayat penyakit lain : disangkal E. Riwayat Personal Sosial Pasien tinggal dengan kedua orangtuanya. Pasien mengaku telah menikah siri sekitar 4 bulan yang lalu dan hanya sesekali melakukan hubungan seksual dengan pasangannya tersebut karena pasangannya tinggal di luar kota. Pasien tidak mengetahui riwayat seksual pasangannya, namun pasien mengatakan bahwa pasangannya tidak memiliki keluhan yang serupa. Konsumsi rokok, alkohol, dan obat-obatan tertentu disangkal.
III.
PEMERIKSAAN FISIK Kesadaran
: compos mentis
Keadaan umum
: baik
BB
: 58 kg
TB
: 159 cm
STDV
:
Pada labium mayor dan labium minor tampak vesikel dasar eritem, multipel, berkelompok, berbatas tidak tegas, sebagian sudah pecah.
IV.
PEMERIKSAAN PENUNJANG Tidak dilakukan pemeriksaan penunjang.
V.
DIAGNOSIS A. Diagnosis Banding -
Sifilis
-
Ulkus mole
-
Limfogranuloma venereum
B. Diagnosis Kerja Herpes Genitalis
VI.
TERAPI A. Farmakologi -
Asiklovir 3x400 mg
-
Paracetamol 3x500 mg
-
Kompres NaCl 0,9% 2x selama 10 menit
-
Bactoderm ointment post kompres
B. Non Farmakologi
VII.
-
Pemeriksaan VCT di Poli Mawar
-
Edukasi tentang penularan penyakit
-
Edukasi tentang rekurensi
PROGNOSIS Quo ad vitam: bonam Quo ad functionam: bonam Quo ad sanationam: dubia ad bonam
TINJAUAN PUSTAKA
I.
DEFINISI Herpes genitalis adalah infeksi akut pada genitalia dengan gambaran khas berupa vesikel berkelompok pada dasar eritema dan cenderung bersifat rekuren. Perjalanan infeksi: 1. HG episode pertama lesi primer 2. HG episode pertama lesi non-primer 3. HG rekuren 4. HG asimtomatik 5. HG atipikal
II.
ETIOLOGI Virus herpes merupkan virus DNA (keluarga Herpesviridae). Terdapat dua tipe virus herpes, yaitu HSV tipe 1 dan HSV tipe 2. Herpes genitalis umumnya disebabkan oleh HSV tipe 2 (herpes virus hominis tipe 2), tetapi sebagian kecil dapat pula oleh tipe 1. Faktor resiko herpes genitalis antara lain: -
Umur: dewasa muda/masa seksual aktif.
-
Faktor yang memengaruhi rekurensi penyakit atau faktor pencetus, antara lain: menstruasi, koitus, gangguan pencemaan, stres emosi, kecapaian, dan obatobatan.
III.
PATOFISIOLOGI Penularan infeksi virus herpes simpleks (HSV) tergantung pada kontak intim dan pribadi dari individu seronegatif yang rentan dengan seseorang yang mengeluarkan HSV. Virus harus bersentuhan dengan permukaan mukosa atau kulit yang terabrasi agar infeksi dapat dimulai. Dengan replikasi virus di lokasi infeksi primer, baik virion utuh atau lebih sederhana, kapsid diangkut retrograde oleh neuron ke ganglia akar dorsal di mana, setelah putaran replikasi virus lainnya, latensi terbentuk. Semakin parah infeksi primer, sebagaimana terlihat dari ukuran, jumlah, dan luasnya lesi, semakin besar kemungkinan akan terjadi rekurensi. Meskipun replikasi terkadang mengarah pada penyakit dan, jarang, mengakibatkan infeksi yang mengancam jiwa (misal ensefalitis), interaksi host-virus yang mengarah ke
latensi lebih dominan. Setelah latensi terbentuk, stimulus yang tepat menyebabkan reaktivasi; virus menjadi jelas di situs mukokutan, muncul sebagai vesikel kulit atau ulkus mukosa.
IV.
GEJALA KLINIS Perjalanan penyakit termasuk keluhan utama dan keluhan tambahan: Umumnya kelainan klinis/keluhan utama adalah timbulnya sekumpulan vesikel pada kulit atau mukosa dengan rasa terbakar dan gatal pada tempat lesi, kadangkadang disertai gejala konstitusi seperti malaise, demam, dan nyeri otot. Masa inkubasi sukar ditentukan biasanya berkisar antara 2-72 hari. Lokalisasi: pada wanita biasanya pada labia mayora, labia minora, klitoris dan introitus vagina. Pada pria vesikel biasanya terdapat pada prepusium, glans penis dan korpus penis. Efloresensi/sifaf-sifatnya: vesikel berkelompok di atas daerah eritematosa pada alat kelamin. Vesikel mudah pecah, meninggalkan ulkus-ulkus kecil, dangkal dan jika sembuh tidak menimbulkan jaringan parut.
V.
PENEGAKAN DIAGNOSIS 1. Klinis Diagnosis umumnya cukup secara klinis. a. HG episode pertama lesi primer
Vesikel/erosi/ulkus
dangkal
berkelompok,
dengan
dasar
eritematosa, disertai rasa nyeri
Pasien lebih sering datang dengan lesi berupa ulkus dangkal multipel atau berkrusta
Dapat disertai disuria
Dapat disertai duh tubuh vagina atau uretra
Dapat disertai keluhan sistemik, demam, sakit kepala, nyeri otot, nyeri dan pembengkakan kelenjar getah bening inguinal
Keluhan neuropati (retensi urin, konstipasi, parestesi)
Pembentukan lesi baru masih berlangsung selama 10 hari
Lesi dapat berlangsung selama 12-21 hari
b. HG episode pertama lesi non primer
Gambaran lesi sama seperti HG episode pertama primer
Umumnya lesi lebih sedikit dan lebih ringan dibandingkan infeksi primer
Lesi yang tidak diobati dapat berlangsung 10-14 hari
Jarang disertai duh tubuh genital atau disuria, keluhan sistemik, dan neuropati.
c. HG rekuren
Lesi lebih sedikit dan lebih ringan
Bersifat lokal, unilateral
Kelainan berlangsung lebih singkat dan dapat menghilang dalam waktu 5 hari
Dapat didahului oleh keluhan parestesi 1-2 hari sebelum timbul lesi
Umumnya mengenai daerah yang sama dapat di penis, vulva, anus, atau bokong
Riwayat pernah berulang
Terdapat faktor pencetus: -
Stres fisik/psikis
-
Senggama berlebihan
-
Minuman beralkohol
-
Menstruasi
-
Kadang-kadang sulit ditentukan
HG atipikal menyerang kulit seperti Herpes Whitlow di lokasi daerah jari, puting susu, bokong, dsb. HG subklinis hanya berupa lesi kemerahan atau erosi yang ringan kadangkadang tampak vesikel. Keluhan nyeri radikulopati. Pada HG asimtomatik tidak ada gejala klinis, hanya reaksi serologis (antibody herpes) reaktif. Pada pasien imunokompromais manifestasi lesi dapat bermacammacam yaitu berupa manifestasi ulkus yang atipikal hingga ulkus yang besar dan dalam
2.
Gambaran Histopatologi Vesikel-vesikel pada lapisan prickle (stratum spinosum) berisi cairan yang mengandung sel-sel epitel akantolitik, leukosit, sel raksasa dan fibrin. Vesikel mukosa berbeda dengan vesikel kulit; vesikel mukosa relatif tak berisi cairan, jumlah fibrin lebih banyak serta sel-sel di atas vesikel lebih tebal dan edema.
3.
Pemeriksaan Penunjang a. Kultur virus. Sensitivitas kultur sebesar 67-70% bila sediaan diambil dari vesikel, 32% bila sediaan pustul, dan hanya positif sebesar 17% bila sediaan diambil dari krusta. b. Deteksi antigen (dengan enzyme immunoassay atau fluorescent antibody), atau PCR DNA HSV. c. Serologi IgM dan IgG anti-HSV 1 dan 2. d. Menemukan badan inklusi pada sediaan apus cairan vesikel yang dicat dengan Giemsa (percobaan Tzanck). e. Inokulasi pada binatang. f. Mikroskop elektron untuk melihat morfologi virus g. Pemeriksaan histopatologik
4.
Diagnosis Banding Semua ulkus pada genitalia seperti: a. Sifilis: ulkus lebih besar, bersih dan ada indurasi. b. Ulkus mole: ulkus kotor, merah dan nyeri. c. Limfogranuloma venereum: ulkus sangat nyeri didahului pembengkakan kelenjar inguinal. d. Balanopostitis: biasanya disertai tanda-tanda radang yang jelas. e. Skabies: rasa gatal lebih berat, kebanyakan pada anak-anak. f. Lesi septik dan trauma: didahului riwayat trauma.
VI.
TATALAKSANA 1. Nonmedikamentosa Pada dasarnya semua tatalaksana non medikamentosa adalah sama untuk seluruh perjalanan infeksi yaitu: -
Pasien diberi edukasi tentang perjalanan penyakit yang mudah menular terutama bila ada lesi, dan infeksi ini dapat berulang; karena itu indikasi abstinens; lakukan penapisan untuk IMS lain dan HIV, notifikasi pasangan tetapnya.
-
Proteksi
individual,
anjurkan
penggunaan
kondom
dan
busa
spermisidal. -
Sedapat mungkin hindari faktor pencetus.
-
Bila pasien sudah merasa terganggu dengan kekerapan infeksi dan ada kecurigaan terjadi penurunan kualitas hidup, indikasi untuk konsul psikiatri.
2. Medikamentosa -
Obat-obat
simtomatik:
pemberian
analgetika,
antipiretik
dan
antipruritus disesuaikan dengan kebutuhan individual -
Penggunaan antiseptik sebagai bahan kompres lesi atau dilanjutkan dalam air dan dipakai sebagai sit bath misalnya povidon iodium yang bersifat
mengeringkan
lesi,
mencegah
infeksi
sekunder
dan
mempercepat waktu penyembuhan. a. HG lesi episode pertama lesi primer
Asiklovir 5x200 mg/hari selama 7-10 hari atau asiklovir 3x400 mg/hari selama 7-10 hari.
Valasiklovir: 2x500-1000 mg/hari selama 7-10 hari.
Famsiklovir 3x250 mg/hari selama 7-10 hari.
Kasus berat perlu rawat inap: asiklovir intravena 5 mg/kgBB tiap 8 jam selama 7-10 hari.
b. HG rekuren Lesi ringan: terapi simtomatik Lesi berat:
Asiklovir 5x200 mg/hari, per oral selama 5 hari atau asiklovir 3x400 mg/hari selama 5 hari, atau asiklovir 3x800 mg/hari selama 2 hari
Valasiklovir 2x500 mg selama 5 hari
Famsiklovir 2x125 mg/hari selama 5 hari
Rekurensi 6 kali/tahun atau lebih: diberi terapi supresif
Asiklovir 2x400 mg/hari
Valasiklovir 1x500 mg/hari
Famsiklovir 2x250 mg/hari
c. HG pasien imunokompromais Pengobatan untuk kasus ini memerlukan waktu yang lebih lama, pengobatandiberikan hingga gejala klinis menghilang.
Asiklovir oral dapat diberikan dengan dosis 5x400 mg/hari selama 5-10 hari atau hingga tidak muncul lesi baru.
Valasiklovir 2x1000 mg/hari
Famsiklovir 2x500 mg/hari
- Pada pasien yang berisiko tinggi untuk menjadi diseminata, atau yang tidak dapat menerima pengobatan oral, maka asiklovir diberikan secara intravena 5 mg/kgBB/hari tiap 8 jam selama 7-14 hari atau lebih lama. Bila terdapat bukti terjadinya infeksi sistemik, dianjurkan terapi asiklovir intravena 3x10 mg/kgBB/hari selama paling sedikit 10 hari. - Untuk pasien dengan infeksi HIV simtomatik atau AIDS, digunakan asiklovir oral 5x400 mg/hari hingga lesi sembuh, setelah itu dapat dilanjutkan terapi supresif. - Pada pasien imunokompromais, kelainan akan sangat mudah terjadi rekurensi, sehingga pengobatan supresif lebih dianjurkan, dengan dosis asiklovir 2x400 mg/hari atau valasiklovir 2x500 mg/hari.
3. Edukasi Beberapa pesan edukasi IMS yang perlu disampaikan: a. Memberikan pengobatan antivirus supresif akan menurunkan rekurensi dan menurunkan ansietas serta memperbaiki kualitas hidup b. Perjalanan penyakit c. Penggunaan antivirus untuk mengatasi keluhan d. Risiko transmisi melalui kontak seksual e. Transmisi melalui pemakaian barang bersama (handuk, toilet dll) f. Abstinens ketika terjadi rekurensi atau prodromal g. Transmisi juga dapat terjadi saat asymptomatic viral shedding h. Penggunaan kondom dapat mengurangi transmisi.
VII.
PROGNOSIS Prognosis bergantung pada derajat penyakit, kepatuhan pengobatan dan pengendalian faktor risiko. Secara umum: Quo ad vitam: bonam Quo ad functionam: bonam Quo ad sanationam: dubia ad bonam
DAFTAR PUSTAKA
1. Siregar RS. Saripati Penyakit Kulit. Edisi ke-3. Jakarta: EGC; 2014. 2. Djuanda A, Hamzah M, Aisah S, penyunting. Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin. Edisi ke-6. Jakarta: Badan Penerbit FKUI; 2009. 3. Wolff K, Johnson RA, Saavedra AP, penyunting. Fitzpatrick’s Color Atlas & Synopsis of Clinical Dermatology. Edisi ke-7. Singapura: Elsevier Saunders; 2013. 4. British Association for Sexual Health and HIV. 2014 UK National Guideline for the Management of Anogenital Herpes. 2014:1-22. 5. Kementrian Kesehatan Republik Indonesia, Direktorat Jenderal Pengendalian Penyakit dan Penyehatan Lingkungan. Pedoman Nasional Penanganan Infeksi Menular Seksual, 2015. 6. European guideline for the management of genital herpes, 2010. 7. Heslop R, Roberts H, Flower D, Jordan V. Interventions for Men And Women With Their First Episode Of Genital Herpes (Review). Cochrane Library. 2016:1-170. 8. Martin ET, Krantz E, Gottlieb SL, Magaret AS, Langenberg A, Stanberry L. A Pooled Analysis of the Effect of Condoms in Preventing HSV-2 Acquisition. Arch Intern Med. 2009;169(13):1233-42.