Perubahan Prevalensi Penyakit Gondok Di Indonesia Dari Tahun 1986-2014

  • Uploaded by: Rana Palapa
  • 0
  • 0
  • May 2020
  • PDF

This document was uploaded by user and they confirmed that they have the permission to share it. If you are author or own the copyright of this book, please report to us by using this DMCA report form. Report DMCA


Overview

Download & View Perubahan Prevalensi Penyakit Gondok Di Indonesia Dari Tahun 1986-2014 as PDF for free.

More details

  • Words: 290
  • Pages: 7
Perubahan Prevalensi Penyakit Gondok di Indonesia dari Tahun 1986-2014

Rana Permata Dwi 16.01.1.152

Gondok merupakan salah satu penyakit atau Gangguan Akibat Kekurangan Yodium (GAKY). Gondok adalah pembengkakan atau benjolan besar pada leher sebelah depan (pada tenggorokan) dan terjadi akibat pertumbuhan kelenjar gondok yang tidak normal. Penyakit kelenjar gondok (PKG) bisa akibat dari kurangnya produksi hormon Gejala utama penyakit ini adalah: hormon (hipertiroid). (hipotiroid) atau pada berlebihnya produksi 1. Pembengkakan, mulai dari ukuran sebuah nodul kecil untuk sebuah benjolan besar, di bagian depan leher tepat di bawah jakun. 2. Perasaan sesak di daerah tenggorokan. 3. Kesulitan bernapas (sesak napas), batuk, mengi (karena kompresi batang tenggorokan). 4. Kesulitan menelan (karena kompresi dari esofagus). 5. Suara serak. 6. Distensi vena leher. 7. Pusing ketika lengan dibangkitkan di atas kepala

Hingga saat ini angka gondok nasional masih jauh di atas standar WHO yang mensyaratkan angka gondok di bawah lima persen. Di beberapa provinsi seperti Maluku, Nusa Tenggara Timur, dan Sumatera Barat, angka gondok bahkan mencapai 30%. Saat ini terdapat 1.779 kecamatan di Indonesia yang menderita epidemik gondok dengan derajat yang bervariasi.

Grafik 1 Perubahan Prevalensi Gondok Di Indonesia Tahun 1982 hingga 2014

30.24

9.8

1982

1998

11.1 9.2

2003

2007

7.9

7.2

2013

2014

Dari grafik 3 dapat dikatakan bahwa secara nasional, sejak tahun 1995 hingga 2013 kita belum mencapai target Universal Salt Iodization (USI) atau “garam beriodium untuk semua”, yaitu minimal 90% rumah tangga mengonsumsi garam dengan kandungan cukup iodium.

Berdasarkan grafik 4 secara nasional cakupan rumah tangga dengan konsumsi garam beriodium telah mencapai target yaitu 91%, namun masih terdapat 6 provinsi yang belum mencapai target yaitu Provinsi NTB, Maluku, NTT, Aceh, Bali, dan Banten dengan cakupan terendah di Provinsi Nusa Tenggara Barat yaitu hanya sebesar 54,7%.

Terima Kasih - Kelompok 5 -

Related Documents


More Documents from "Ahmad Syarifudin"