Pbl Sk 1 Nabila Urin.docx

  • Uploaded by: nabila ashila fathya
  • 0
  • 0
  • December 2019
  • PDF

This document was uploaded by user and they confirmed that they have the permission to share it. If you are author or own the copyright of this book, please report to us by using this DMCA report form. Report DMCA


Overview

Download & View Pbl Sk 1 Nabila Urin.docx as PDF for free.

More details

  • Words: 10,155
  • Pages: 42
Nabila Ashila Fathya (1102017161)

PBL SK 1 URIN

LI.1 Mempelajari dan Memahami Anatomi Ginjal LO.1.1 Makroskopis Ginjal terletak dibagian belakang (posterior) abdomen atas. Retroperitonium, diliputi peritoneum pada permukaan depannya (kurang dari 2/3 bagian). Ginjal terletak didepan dua costa terakhir (11 dan 12) dan tiga otot-otot besar transversus abdominalis, quadratus lumborum dan psoas major. Memiliki ukuran numeral yaitu 12 x 6 x 2 cm dengan berat sekitar 130 gram.

Ginjal kanan terletak sedikit lebih rendah (kurang lebih 1 cm) dibanding ginjal kiri, hal ini disebabkan adanya hati yang mendesak ginjal sebelah kanan. Kutub atas ginjal kiri adalah setinggi vertebra thoracal 11 sedangkan kutub atas ginjal kanan adalah setinggi vertebra thoracal 12. Adapun kutub bawah ginjal kiri adalah processus transversus vertebra L2 (kirakira 5 cm dari krista iliaka) sedangkan kutub bawah ginjal kanan adalah pertengahan vertebra L3. Dari batas-batas tersebut dapat terlihat bahwa ginjal kanan posisinya lebih rendah dibandingkan ginjal kiri. Secara umum, ginjal terdiri dari beberapa bagian: a.

Korteks, yaitu bagian ginjal di mana di dalamnya terdapat/terdiri dari korpus renalis/Malpighi (glomerulus dan kapsul Bowman), tubulus kontortus proksimal dan tubulus kontortus distalis.

Nabila Ashila Fathya (1102017161)

b.

PBL SK 1 URIN

Medula, yang terdiri dari 9-14 pyiramid. Di dalamnya terdiri dari tubulus rektus, lengkung Henle dan tubukus pengumpul (ductus colligent).

c.

Columna renalis bertini, yaitu bagian korteks di antara pyramid ginjal.

d.

Processus renalis, yaitu bagian pyramid/medula yang menonjol ke arah korteks.

e.

Hilus renalis, yaitu suatu bagian/area di mana pembuluh darah, serabut saraf atau duktus memasuki/meninggalkan ginjal.

f.

Papilla renalis, yaitu bagian yang menghubungkan antara duktus pengumpul dan calix minor.

g.

Calix minor, yaitu percabangan dari calix major.

h.

Calix major, yaitu percabangan dari pelvis renalis.

i.

Pelvis renalis, disebut juga piala ginjal, yaitu bagian yang menghubungkan antara calix major dan ureter.

j.

Ureter, yaitu saluran yang membawa urine menuju vesica urinaria. Ginjal diliputi oleh suatu capsula cribosa tipis mengkilat yang berikatan dengan jaringan dibawahnya dan dapat dilepaskan dengan mudah dari permukaan ginjal yang disebut fascia renalis. Fascia renalisdibagi menjadi dua yaitu lamina anterior dan lamina posterior. Kearah kiri dan kana bersatu dengan fascia transversa abdominalis membentuk rongga yang diisi oleh lemak yang disebut corpus adiposum. Ginjal juga memiliki selubung, yang langsung membungkus ginjal disebut capsula fibrosa, sedangkan yang membungkus lemak-lemak disebut capsula adipose. Posisi ginjal dipertahankan oleh bantalan lemak yang tebal. Ginjal tidak jatuh karena ada A.renalis yang berfungsi sebagai axis dari craniolateral ke caudomedial. Di puncak atas ginjal terdapat topi yang disebut glandula supra renalis, yang kanan berbentuk pyramid sedangkan kiri berbentuk bulan sabit. (Dr. Achmad Sofwan dan Dr. Edward Syam. 2019. Buku Diktat Sistem Urinarius)

LO.1.2 Mikroskopis Secara histologi ginjal terbungkus dalam kapsul atau simpai jaringan lemak dan simpai jaringan ikat kolagen. Organ ini terdiri atas bagian korteks dan medula yang satu sama lain

Nabila Ashila Fathya (1102017161)

PBL SK 1 URIN

tidak dibatasi oleh jaringan pembatas khusus, ada bagian medula yang masuk ke korteks dan ada bagian korteks yang masuk ke medula. Bangunan-bangunan yang terdapat pada korteks dan medula ginjal adalah : Korteks ginjal terdiri atas beberapa bangunan yaitu a. Korpus Malphigi terdiri atas kapsula Bowman (bangunan berbentuk cangkir) dan glomerulus (jumbai /gulungan kapiler). b. Bagian sistem tubulus yaitu tubulus kontortus proksimalis dan tubulus kontortus distal. Medula ginjal terdiri atas beberapa bangunan yang merupakan bagian sistim tubulus yaitu pars descendens dan descendens ansa Henle, bagian tipis ansa Henle, duktus ekskretorius (duktus koligens) dan duktus papilaris Bellini.

Korpus Malphigi Korpus Malphigi terdiri atas 2 macam bangunan yaitu kapsul Bowman dan glomerulus.

Kapsul

Bowman

sebenarnya merupakan pelebaran ujung proksimal saluran keluar ginjal (nefron) yang

dibatasi

diinvaginasi (glomerulus)

epitel.

oleh sampai

Bagian

jumbai

ini

kapiler

mendapatkan

bentuk seperti cangkir yang berdinding ganda. Dinding sebelah luar disebut lapis parietal

Nabila Ashila Fathya (1102017161)

PBL SK 1 URIN

(pars parietal) sedangkan dinding dalam disebut lapis viseral (pars viseralis) yang melekat erat pada jumbai glomerulus . Ruang diantara ke dua lapisan ini sebut ruang Bowman yang berisi cairan ultrafiltrasi. Dari ruang ini cairan ultra filtrasi akan masuk ke dalam tubulus kontortus proksimal. Glomerulus merupakan bangunan yang berbentuk khas, bundar dengan warna yang lebih tua daripada sekitarnya karena sel-selnya tersusun lebih padat. Glomerulus merupakan gulungan pembuluh kapiler. Glomerulus ini akan diliputi oleh epitel pars viseralis kapsul Bowman. Di sebelah luar terdapat ruang Bowman yang akan menampung cairan ultra filtrasi dan meneruskannya ke tubulus kontortus proksimal. Ruang ini dibungkus oleh epitel pars parietal kapsul Bowman. Kapsul Bowman lapis parietal pada satu kutub bertautan dengan tubulus kontortus proksimal yang membentuk kutub tubular, sedangkan pada kutub yang berlawanan bertautan dengan arteriol yang masuk dan keluar dari glomerulus. Kutub ini disebut kutub vaskular. Arteriol yang masuk disebut vasa aferen yang kemudian bercabang-cabang lagi menjadi sejumlah kapiler yang bergelung-gelung membentuk kapiler. Pembuluh kapiler ini diliputi oleh sel-sel khusus yang disebut sel podosit yang merupakan simpai Bowman lapis viseral. Sel podosit ini dapat dilihat dengan mikroskop elektron. Kapiler-kapiler ini kemudian bergabung lagi membentuk arteriol yang selanjutnya keluar dari glomerulus dan disebut vasa eferen, yang berupa sebuah arteriol.

Nabila Ashila Fathya (1102017161)

PBL SK 1 URIN

Apartus Juksta-Glomerular Sel-sel otot polos dinding vasa aferent di dekat glomerulus berubah sifatnya menjadi sel epiteloid. Sel-sel ini tampak terang dan di dalam sitoplasmanya terdapat granula yang mengandung ensim renin, suatu ensim yang diperlukan dalam mengontrol tekanan darah. Selsel ini dikenal sebagai sel yuksta glomerular. Renin akan mengubah angiotensinogen (suatu peptida yang dihasilkan oleh hati) menjadi angiotensin I. Selanjutnya angiotensin I ini akan diubah menjadi angiotensin II oleh ensim angiotensin converting enzyme(ACE) (dihasilkan oleh paru). Angiotensin II akan mempengaruhi korteks adrenal (kelenjar anak ginjal) untuk melepaskan hormon aldosteron. Hormon ini akan meningkatkan reabsorpsi natrium dan klorida termasuk juga air di tubulus ginjal terutama di tubulus kontortus distal dan mengakibatkan bertambahnya volume plasma. Angiotensin II juga dapat bekerja langsung pada sel-sel tubulus ginjal untuk meningkatkan reabsopsi natrium, klorida dan air. Di samping itu angiotensin II juga bersifat vasokonstriktor yaitu menyebabkan kontriksinya dinding pembuluh darah. Sel-sel juksta glomerular di sisi luar akan berhimpitan dengan sel-sel makula densa, yang merupakan epitel dinding tubulus kontortus distal yang berjalan berhimpitan dengan kutub vaskular. Pada bagian ini sel dinding tubulus tersusun lebih padat daripada bagian lain. Sel-sel makula densa ini sensitif terhadap perubahan konsentrasi ion natrium dalam cairan di tubulus kontortus distal. Penurunan tekanan darah sistemik akan menyebabkan menurunnya produksi filtrat glomerulus yang berakibat menurunnya konsentrasi ion natrium di dalam cairan tubulus kontortus distal. Menurunnya konsentrasi ion natrium dalam cairan tubulus kontortus distal akan merangsang sel-sel makula densa (berfungsi sebagai osmoreseptor) untuk memberikan sinyal kepada sel-sel yuksta glomerulus agar mengeluarkan renin. Sel makula densa dan yuksta glomerular bersama-sama membentuk aparatus yuksta-glomerular. Di antara aparatus yuksta glomerular dan tempat keluarnya vasa eferen glomerulus terdapat kelompokan sel kecil-kecil yang terang (Gb-6) disebut sel mesangial ekstraglomerular atau sel polkisen (bantalan) atau sel lacis. Fungsi sel-sel ini masih belum jelas, tetapi diduga sel-sel ini berperan dalam mekanisma umpan balik tubuloglomerular. Perubahan konsentrasi ion natrium pada makula densa akan memberi sinyal yang secara langsung mengontrol aliran darah glomerular. Sel-sel mesangial ekstraglomerular di duga berperan dalam penerusan sinyal di makula densa ke sel-sel yuksta glomerular. Selain itu sel-sel ini menghasilkan hormon

Nabila Ashila Fathya (1102017161)

PBL SK 1 URIN

eritropoetin, yaitu suatu hormon yang akan merangsang sintesa sel-sel darah merah (eritrosit) di sumsum tulang. Tubulus Ginjal (Nefron) a. Tubulus Kontortus Proksimal Tubulus kontortus proksimal berjalan berkelok-kelok dan berakhir sebagai saluran yang lurus di medula ginjal (pars desendens Ansa Henle). Dindingnya disusun oleh selapis sel kuboid dengan batas-batas yang sukar dilihat. Inti sel bulat, bundar, biru dan biasanya terletak agak berjauhan satu sama lain. Sitoplasmanya bewarna asidofili (kemerahan). Permukaan sel yang menghadap ke lumen mempunyai paras sikat (brush border). Tubulus ini terletak di korteks ginjal. Fungsi tubulus kontortus proksimal adalah mengurangi isi filtrat glomerulus 80-85 persen dengan cara reabsorpsi via transport dan pompa natrium. Glukosa, asam amino dan protein seperti bikarbonat, akan diresorpsi.

b. Ansa Henle Ansa henle terbagi atas 3 bagian yaitu bagian tebal turun (pars asendens), bagian tipis (segmen tipis) dan bagian tebal naik (pars asendens). Segmen tebal turun mempunyai gambaran mirip dengan tubulus kontortus proksimal, sedangkan segmen tebal naik mempunyai gambaran mirip tubulus kontortus distal. Segmen tipis ansa henle mempunyai tampilan mirip pembuluh kapiler darah, tetapi epitelnya sekalipun hanya terdiri atas selapis sel gepeng, sedikit lebih tebal sehingga sitoplasmanya lebih jelas terlihat. Selain itu

Nabila Ashila Fathya (1102017161)

PBL SK 1 URIN

lumennya tampak kosong. Ansa henle terletak di medula ginjal. Fungsi ansa henle adalah untuk memekatkan atau mengencerkan urin.

c. Tubulus kontortus distal Tubulus kontortus distal berjalan berkelok-kelok. Dindingnya disusun oleh selapis sel kuboid dengan batas antar sel yang lebih jelas dibandingkan tubulus kontortus proksimal. Inti sel bundar dan bewarna biru. Jarak antar inti sel berdekatan. Sitoplasma sel bewarna basofil (kebiruan) dan permukaan sel yang mengahadap lumen tidak mempunyai paras sikat. Bagian ini terletak di korteks ginjal. Fungsi bagian ini juga berperan dalam pemekatan urin.

d. Duktus koligen

Nabila Ashila Fathya (1102017161)

PBL SK 1 URIN

Saluran ini terletak di dalam medula dan mempunyai gambaran mirip tubulus kontortus distal tetapi dinding sel epitelnya jauh lebih jelas, selnya lebih tinggi dan lebih pucat. Duktus koligen tidak termasuk ke dalam nefron. Di bagian medula yang lebih ke tengah beberapa duktus koligen akan bersatu membentuk duktus yang lebih besar yang bermuara ke apeks papila. Saluran ini disebut duktus papilaris (Bellini). Muara ke permukaan papil sangat besar, banyak dan rapat sehingga papil tampak seperti sebuah tapisan (area kribrosa). Fungsi duktus koligen adalah menyalurkan kemih dari nefron ke pelvis ureter dengan sedikit absorpsi air yang dipengaruhi oleh hormon antidiuretik (ADH). Di samping bagian korteks dan medula, pada ginjal ada juga bagian korteks yang menjorok masuk ke dalam medula membentuk kolom mengisi celah di antara piramid ginjal yang disebut sebagai kolumna renalis Bertini.

Sebaliknya ada juga jaringan medula yang

menjorok masuk ke dalam daerah korteks membentuk berkas-berkas yang disebut prosessus Fereni.

Nabila Ashila Fathya (1102017161)

PBL SK 1 URIN

Sawar Ginjal Sawar ginjal adalah bangunan-bangunan yang memisahkan darah kapiler glomerulus dari filtrat dalam rongga Bowman. Sawar ini terdiri atas endotel kapiler bertingkap glomerulus, lamina basal dan pedikel podosit yang dihubungkan dengan membran celah (slit membran). Sel podosit adalah sel-sel epitel lapisan viseral kapsula Bowman. Sel-sel ini telah mengalami perubahan sehingga berbentuk bintang. Selain badan sel sel-sel ini mempunyai beberapa juluran (prosessus) mayor (primer) yang meluas dari perikarion dengan cara seperti tentakel seekor gurita. Sebuah prosessus primer mempunyai beberapa prosessus sekunder yang kecil atau pedikel. Pedikel podosit yang berdekatan saling berselang-seling dalam susunan yang rumit dengan sistem celah yang disebut celah filtrasi (Slit pores) di antara pedikel. Pedikelpedikel ini berhubungan dengan suatu membran tipis disebut membran celah (Slit membran). Di bawah membran slit ini terdapat membran basal sel-sel sel endotel kapiler glomerulus. Guna sawar ginjal ini adalah untuk menyaring molekul-molekul yang boleh melewati lapisan filtrasi tersebut dan molekul-molekul yang harus dicegah agar tidak keluar dari tubuh. Molekul-molekul yang dikeluarkan dari tubuh adalah molekul-molekul yang sudah tidak diperlukan oleh tubuh, sisa-sisa metabolisma atau zat-zat yang toksik bagi tubuh. Molekulmolekul ini selanjutnya akan dibuang dalam bentuk urin (air kemih). Proses filtrasi ini tergantung kepada tekanan hidrostatik darah dalam kapiler glomerulus. Perdarahan Ginjal

Nabila Ashila Fathya (1102017161)

PBL SK 1 URIN

LO.1.3 Vaskularisasi a. Medulla : dari Aorta abdominalis bercabang A.renalis sinistra dan dekstra setinggi VL 1, masuk melalui hilum renalis menjadi A.segmentalis (A.lobaris) lanjut menjadi A. interlobaris terus A.arquata lanjut lagi menjadi A.interlobularis terus A.afferen dan selanjutnya masuk ke bagian korteks renalis ke dalam glomerulus (capsula bowman), disini terjadi filtrasi darah. b. Korteks : A.efferen berhubungan dengan V.interlobularis bermuara ke V.arcuata bermuara ke V.interlobaris bermuara ke V.lobaris (V.segmentalis) bermuara ke V.renalis sinistra dan dekstra dan selanjutnya bermuara ke V.cava inferior dan berakhir ke atrium dekstra. (Dr. Achmad Sofwan dan Dr. Edward Syam. 2019. Buku Diktat Sistem Urinarius, Hal 7) LO.1.4 Inevarsi Ginjal memiliki persarafan simpatis dan parasimpatis. Untuk persarafan simpatis ginjal melalui segmen T10-L1 atau L2, melalui n.splanchnicus major, n.splanchnicus imus dan n.lumbalis. Saraf ini berperan untuk vasomotorik dan aferen viseral. Sedangkan persarafan simpatis melalui n.vagus. LI.2 Mempelajari dan Memahami Fisiologi Ginjal LO.2.1 Mekanisme Keseimbangan Cairan dan Tekanan Darah Fungsi Ginjal Fungsi primer ginjal adalah mempertahankan volume dan komposisi cairan ekstrasel dalam batas-batas normal. Komposisi dan volume cairan ekstrasel ini dikontrol oleh filtrasi glomerulus, reabsorpsi dan sekresi tubulus. Fungsi utama ginjal terbagi menjadi : 1. Fungsi ekskresi  Mempertahankan osmolalitas plasma sekitar 285 mOsmol dengan mengubah ekskresi air.  Mempertahankan pH plasma sekitar 7,4 dengan mengeluarkan kelebihan H+dan membentuk kembali HCO3ˉ.  Mempertahankan kadar masing-masing elektrolit plasma dalam rentang normal.  Mengekskresikan produk akhir nitrogen dan metabolisme protein terutama urea, asam urat dan kreatinin.

Nabila Ashila Fathya (1102017161)

PBL SK 1 URIN

2. Fungsi non ekskresi  Menghasilkan renin yang penting untuk mengatur tekanan darah.  Menghasilkan eritropoietin yaitu suatu faktor yang penting dalam stimulasi produk sel darah merah oleh sumsum tulang.  Memetabolisme vitamin D menjadi bentuk aktifnya.  Degradasi insulin.  Menghasilkan prostaglandin Fungsi dasar nefron adalah membersihkan atau menjernihkan plasma darah dan substansi yang tidak diperlukan tubuh sewaktu darah melalui ginjal. Substansi yang paling penting untuk dibersihkan adalah hasil akhir metabolisme seperti urea, kreatinin, asam urat dan lain-lain. Selain itu ion-ion natrium, kalium, klorida dan hidrogen yang cenderung untuk berakumulasi dalam tubuh secara berlebihan. Mekanisme kerja utama nefron dalam membersihkan substansi yang tidak diperlukan dalam tubuh adalah : 1. Nefron menyaring sebagian besar plasma di dalam glomerulus yang akan menghasilkan cairan filtrasi. 2. Jika cairan filtrasi ini mengalir melalui tubulus, substansi yang tidak diperlukan tidak akan direabsorpsi sedangkan substansi yang diperlukan direabsorpsi kembali ke dalam plasma dan kapiler peritubulus. Mekanisme kerja nefron yang lain dalam membersihkan plasma dan substansi yang tidak diperlukan tubuh adalah sekresi. Substansi-substansi yang tidak diperlukan tubuh akan disekresi dan plasma langsung melewati sel-sel epitel yang melapisi tubulus ke dalam cairan tubulus. Jadi urine yang akhirnya terbentuk terdiri dari bagian utama berupa substansisubstansi yang difiltrasi dan juga sebagian kecil substansi-substansi yang disekresi. (Ilmu Kesehatan Nelson, 2000, vol 3, ed Wahab, A. Samik, Ed 15, Glomerulonefritis akut pasca streptokokus,1813-1814, EGC, Jakarta) MEKANISME Empat proses utama pembentukan urin: 1. Filtrasi glomerulus Proses penyaringan besar-besaran plasma (hampir bebas protein) dari kapiler glomerulus ke

Nabila Ashila Fathya (1102017161)

PBL SK 1 URIN

dalam kapsula bowman. Filtrasi darah terjadi di glomerulus, dimana jaringan kapiler dengan struktur spesifik dibuat untuk menahan komonen selular dan medium-molekularprotein besar kedalam vascular system, menekan cairan yang identik dengan plasma di elektrolitnya dan komposisi air. Cairan ini disebut filtrate glomerular. Tumpukan glomerulus tersusun dari jaringan kapiler. Di mamalia, arteri renal terkirim dari arteriol afferent dan melanjut sebagai arteriol eferen yang meninggalkan glomrerulus. Tumpukan glomerulus dibungkus didalam lapisan sel epithelium yang disebut kapsula bowman. Area antara glomerulus dan kapsula bowman disebut bowman space dan merupakan bagian yang mengumpulkan filtrate glomerular, yang menyalurkan ke segmen pertama dari tubulus proksimal. Struktur kapiler glomerular terdiri atas 3 lapisan yaitu : endothelium capiler, membrane dasar, epiutelium visceral. Endothelium kapiler terdiri satu lapisan sel yang perpanjangan sitoplasmik yang ditembus oleh jendela atau fenestrate. (Guyton, A.C., dan Hall, J.E. 2008.Buku Ajar Fisiologi Kedokteran.Edisi 11. Jakarta: EGC)

Dinding kapiler glomerular membuat rintangan untuk pergerakan air dan solute menyebrangi kapiler glomerular. Tekanan hidrostatik darah didalam kapiler dan tekanan oncotik dari cairan di dalam bowman space merupakan kekuatn untuk proses filtrasi. Normalnya tekanan onkotik di bowman space tidak ada karena molekul protein yang medium-besar tidak tersaring. Rintangan untuk filtrasi ( filtration barrier ) bersifat selektif permeable. Normalnya komponen seluler dan protein plasmatetap didalam darah, sedangkan air dan larutan akan bebas tersaring. (Guyton, A.C., dan Hall, J.E. 2008.Buku Ajar Fisiologi Kedokteran.Edisi 11. Jakarta: EGC)

Pada umunya molekul dengan raidus 4nm atau lebih tidak tersaring, sebaliknya molekul 2 nm atau kurang akan tersaring tanpa batasan. Bagaimanapun karakteristik juga mempengaruhi kemampuan dari komponen darah untuk menyebrangi filtrasi. Selain itu beban listirk (electric charged ) dari sretiap molekul juga mempengaruhi filtrasi. Kation ( positive ) lebih mudah tersaring dari pada anionBahan-bahan kecil yang dapat terlarut dalam plasma, seperti glukosa, asam amino, natrium, kalium, klorida, bikarbonat, garam lain, dan urea melewati saringan dan menjadi bagian dari endapan.Hasil penyaringan di glomerulus berupa filtrat glomerulus (urin primer) yang komposisinya serupa dengan darah tetapi tidak mengandung protein. (Guyton, A.C., dan Hall, J.E. 2008.Buku Ajar Fisiologi Kedokteran.Edisi 11. Jakarta: EGC)

Nabila Ashila Fathya (1102017161)

PBL SK 1 URIN

Laju filtrasi glomerulus (GFR= Glomerulus Filtration Rate) dapat diukur dengan menggunakan zat-zat yang dapat difiltrasi glomerulus, akan tetapi tidak disekresi maupu direabsorpsi oleh tubulus. Kemudian jumlah zat yang terdapat dalam urin diukur persatuan waktu dan dibandingkan dengan jumlah zat yang terdapat dalam cairan plasma. Faktor yang mempengaruhi LFG : LFG = Kf x (PKG + KpB) – (PKpB + KG) Kf = koefisien filtrasi = permeabilitas x luas permukaan filtrasi PKG = tekanan hidrostatik kapiler glomerulus PKpB = tekanan hidrostatik kapsula Bowman KpB = tekanan onkotik di kapsula Bowman = 0 KG = tekanan onkotik kapiler glomerulus a. Keadaan normal Kf jarang berubah  berubah dalam keadaan patologis. Dapat berubah karena kontraksi atau relaksasi sel mesangial yang terdapat antara ansa-ansa kapiler glomerulus. b. Kontraksi mengurangi permukaan kapiler dan dilatasi menambah luas permukaan glomerulus. c. Radang glomerulus dapat merusak glomerulus  tidak berfungsi  mengurangi luas permukaan filtrasi. (PKG - PKpB - KG) = tekanan filtrasi bersih Pengaturan GFR (Glomerulus Filtration Rate)

Rata-rata GFR normal pada laki-laki sekitar 125 ml/menit. GFR pada wnita lebih rendah dibandingkan pada pria. Factor-faktor yang mempengaruhi besarnya GFR antara lain ukuran anyaman kapiler, permiabilitas kapiler, tekanan hidrostatik, dan tekanan osmotik yang terdapat di dalam atau diluar lumen kapiler. Proses terjadinya filtrasi tersebut dipengaruhi oleh adanya berbagai tekanan sebagai berikut:

Nabila Ashila Fathya (1102017161)

a.

Tekanan kapiler pada glomerulus 50 mmHg

b.

Tekanan pada capsula bowman 10 mmHg

c.

Tekanan osmotic koloid plasma 25 mmHG

PBL SK 1 URIN

Ketiga faktor diatas berperan penting dalam laju peningkatan filtrasi. Semakin tinggi tekanan kapiler pada glomerulus semakin meningkat filtrasi dan sebaliknya semakin tinggi tekanan pada capsula bowman. serta tekanan osmotic koloid plasma akan menyebabkan semakin rendahnya filtrasi yang terjadi pada glomerulus. Komposisi Filtrat Glomerulus

Dalam cairan filtrate tidak ditemukan erytrocit, sedikit mengandung protein (1/200 protein plasma). Jumlah elektrolit dan zat-zat terlarut lainya sama dengan yang terdapat dalam cairan interstitisl pada umunya. Dengan demikian komposisi cairan filtrate glomerulus hampir sama dengan plasma kecuali jumlah protein yang terlarut. Sekitar 99% cairan filtrate tersebut direabsorpsi kembali ke dalam tubulus ginjal.

Faktor-faktor yang mempengaruhi laju filtrasi glomerulus sebagai berikut:

a. Tekanan glomerulus: semakin tinggi tekanan glomerulus semakin tinggi laju filtrasi, semakin tinggi tekanan osmotic koloid plasmasemakin menurun laju filtrasi, dan semakin tinggi tekanan capsula bowman semakin menurun laju filtrasi. b. Aliran dara ginjal: semakin cepat aliran daran ke glomerulus semakin meningkat laju filtrasi. c. Perubahan arteriol aferen: apabial terjadi vasokontriksi arteriol aferen akan menyebabakan aliran darah ke glomerulus menurun. Keadaan ini akan menyebabakan laju filtrasi glomerulus menurun begitupun sebaliknya. d. Perubahan arteriol efferent: pada kedaan vasokontriksi arteriol eferen akan terjadi peningkatan laju filtrasi glomerulus begitupun sebaliknya e. Pengaruh perangsangan simpatis, rangsangan simpatis ringan dan sedang akan menyebabkan vasokontriksi arteriol aferen sehingga menyebabkan penurunan laju filtrasi glomerulus.

Nabila Ashila Fathya (1102017161)

PBL SK 1 URIN

f. Perubahan tekanan arteri, peningkatan tekanan arteri melalui autoregulasi akan menyebabkan vasokontriksi pembuluh darah arteriol aferen sehinnga menyebabkan penurunan laju filtrasi glomerulus. 2. Reabsorpsi tubulus

Perpindahan zat dari lumen tubulus menuju plasma kapiler peritubulus. Tubulus proksimal bertanggung jawab terhadap reabsorbsi bagian terbesar dari filtered solute. Kecepatan dan kemampuan reabsorbsi dan sekresi dari tubulus renal tiak sama. Pada umumnya pada tubulus proksimal bertanggung jawab untuk mereabsorbsi ultrafiltrate lebih luas dari tubulus yang lain. Paling tidak 60% kandungan yang tersaring di reabsorbsi sebelum cairan meninggalkan tubulus proksimal. Tubulus proksimal tersusun dan mempunyai hubungan dengan kapiler peritubular yang memfasilitasi pergherakan dari komponen cairan tubulus melalui 2 jalur : jalur transeluler dan jalur paraseluler. Jalur transeluler, kandungan ( substance ) dibawa oleh sel dari cairn tubulus melewati epical membrane plasma dan dilepaskan ke cairan interstisial dibagian darah darisel, melewati basolateral membrane plasma. Jalur paraseluler, kandungan yang tereabsorbsi melewati jalur paraseluler bergerakdari vcairan tubulus menuju zonula ocludens yang merupakan struktur permeable yang mendempet sel tubulus proksimal satu daln lainnya. Paraselluler transport terjadi dari difusi pasif. Di tubulus proksimal terjadi transport Na melalui Na, K pump. Di kondisi optimal, Na, K, ATPase pump manekan tiga ion Na kedalam cairan interstisial dan mengeluarkan 2 ion K ke sel, sehingga konsentrasi Na di sel berkurang dan konsentrasi K di sel bertambah. Selanjutnya disebelah luar difusi K melalui canal K membuat sel polar. Jadi interior sel bersifat negative . pergerakan Na melewati sel apical difasilitasi spesifik

Nabila Ashila Fathya (1102017161)

PBL SK 1 URIN

transporters yang berada di membrane. Pergerakan Na melewati transporter ini berpasangan dengan larutan lainnya dalam satu pimpinan sebagai Na ( contransport ) atau berlawanan pimpinan (countertransport). (Sherwood., Lauralee.2006. Textbook of Human Physiology. Edisi 2. Jakarta: EGC) Substansi diangkut dari tubulus proksimal ke sel melalui mekanisme ini ( secondary active transport ) termasuk gluukosa, asam amino, fosfat, sulfat, dan organic anion. Pengambilan active substansi ini menambah konsentrasi intraseluler dan membuat substansi melewati membrane plasma basolateral dan kedarah melalui pasif atau difusi terfasilitasi. Reabsorbsi dari bikarbonat oleh tubulus proksimal juga di pengaruhi gradient Na. (Sherwood., Lauralee.2006. Textbook of Human Physiology. Edisi 2. Jakarta: EGC) Hampir 99% dari cairan filtrate direabsorpsi kembali bersama zat-zat yang terlarut didalam cairan filtrate tersebut. Akan tetapi tidak semua zat-zat yang terlarut dapat direabsorpsi dengan sempurna, antara lain glukosa dan asam amino. Mekanisme terjadinya reabsorpsi pada tubulus melalui dua cara yaitu: a. Transfort aktif Zat-zat yang mengalami transfort aktif pada tubulus proksimal yaitu ion Na+, K+, PO4-, NO3-, glukosa dan asam amino. Terjadinya difusi ion-ion khususnya ion Na+, melalui sel tubulus kedalam pembuluh kapiler peritubuler disebabkan perbedaan ptensial listrik didalam ep-itel tubulus (-70mvolt) dan diluar sel (-3m volt). Perbedaan electrochemical gradient ini membentu terjadinya proses difusi. Selain itu perbedaan konsentrasi ion Na+ didalam dan diluar sel tubulus membantu meningkatkan proses difusi tersebut. Meningkatnya difusi natrium diesbabkan permiabilitas sel tubuler terhadap ion natrium relative tinggi. Keadaan ini dimungkinkan karena terdapat banyak mikrovilli yang memperluas permukaan tubulus. Proses ini memerlukan energi dan dapat berlangsung terus-menerus.

b. Transfor pasif Terjadinya transport pasif ditentukan oleh jumlah konsentrasi air yang ada pada lumen tubulus, permiabilitas membrane tubulus terhadap zat yang terlarut dalam cairan filtrate dan perbedaan muatan listrikpada dinding sel tubulus. Zat yang mengalami transfor pasif, misalnya ureum, sedangkan air keluar dari lumen tubulusmelalui prosese osmosis. Perbedan potensial listrik didalam lumen tubulus dibandingkan diluar lumen

Nabila Ashila Fathya (1102017161)

PBL SK 1 URIN

tubulus menyebabkan terjadinya proses dipusi ion Na+ dari lumen tubulus kedalam sel epitel tubulus dan selanjutnya menuju kedalam sel peritubulus. Bersamaan dengan perpindahan ion Na+ diikuti pula terbawanya ion Cl-, HCO3- kedalam kapiler peritubuler. Kecepatan reabsorsi ini ditentukan pula oleh perbedaan potensial listrik yang terdapat didalam dan diluar lumen tubulus. Sedangkan sekresi tubulus melalui proses: sekresi aktif dan sekresi pasif. Sekresi aktif merupakan kebalikan dari transpor aktif. Dalam proses ini terjadi sekresi dari kapiler peritubuler kelumen tubulus. Sedangkan sekresi pasif melalui proses difusi. Ion NH3yang disintesa dalam sel tubulus selanjutnya masuk kedalam lumen tubulus melalui proses difusi. Dengan masuknya ion NH3- kedalam lumen tubulus akan membantu mengatur tingkat keasaman cairan tubulus. Kemampuan reabsorpsi dan sekresi zat-zat dalam berbagai segmen tubulus berbeda-beda. 3. Sekresi tubulus

Perpindahan zat dari plasma kapiler menuju lumen. Volume urin manusia hanya 1% dari filtrat glomerulus. Oleh karena itu, 99% filtrat glomerulus akan direabsorbsi secara aktif pada tubulus kontortus proksimal dan terjadi penambahan zat-zat sisa serta urea pada tubulus kontortus distal. Substansi yang masih berguna seperti glukosa dan asam amino dikembalikan ke darah. Sisa sampah kelebihan garam, dan bahan lain pada filtrate dikeluarkan dalam urin. Tiap hari tabung ginjal mereabsorbsi lebih dari 178 liter air, 1200 g garam, dan 150 g glukosa. Sebagian besar dari zat-zat ini direabsorbsi beberapa kali. (Sherwood, L., 2001, Fisiologi Manusia dari Sel ke Sistem, Edisi 2, EGC, Jakarta)

Setelah terjadi reabsorbsi maka tubulus akan menghasilkan urin sekunder yang komposisinya sangat berbeda dengan urin primer. Pada urin sekunder, zat-zat yang masih diperlukan tidak akan ditemukan lagi. Sebaliknya, konsentrasi zat-zat sisa metabolisme yang bersifat racun bertambah, misalnya ureum dari 0,03`, dalam urin primer dapat mencapai 2% dalam urin sekunder. Meresapnya zat pada tubulus ini melalui dua cara. Gula dan asam mino meresap melalui peristiwa difusi, sedangkan air melalui peristiwa osn osis. Reabsorbsi air terjadi pada tubulus proksimal dan tubulus distal. (Sherwood, L., 2001, Fisiologi Manusia dari Sel ke Sistem, Edisi 2, EGC, Jakarta)

Nabila Ashila Fathya (1102017161)

PBL SK 1 URIN

4. Augmentasi

Augmentasi adalah proses penambahan zat sisa dan urea yang mulai terjadi di tubulus kontortus distal. Komposisi urin yang dikeluarkan lewat ureter adalah 96% air, 1,5% garam, 2,5% urea, dan sisa substansi lain, misalnya pigmen empedu yang berfungsi memberi warm dan bau pada urin. Zat sisa metabolisme adalah hasil pembongkaran zat makanan yang bermolekul kompleks. Zat sisa ini sudah tidak berguna lagi bagi tubuh. Sisa metabolisme antara lain, CO2, H20, NHS, zat warna empedu, dan asam urat. Karbon dioksida dan air merupakan sisa oksidasi atau sisa pembakaran zat makanan yang berasal dari karbohidrat, lemak dan protein. Kedua senyawa tersebut tidak berbahaya bila kadarnya tidak berlebihan. Walaupun CO2 berupa zat sisa namun sebagian masih dapat dipakai sebagai dapar (penjaga kestabilan PH) dalam darah. Demikian juga H2O dapat digunakan untuk berbagai kebutuhan, misalnya sebagai pelarut. (Sherwood., Lauralee.2006. Textbook of Human Physiology. Edisi 2. Jakarta: EGC) Amonia (NH3), hasil pembongkaran/pemecahan protein, merupakan zat yang beracun bagi sel. Oleh karena itu, zat ini harus dikeluarkan dari tubuh. Namun demikian, jika untuk sementara disimpan dalam tubuh zat tersebut akan dirombak menjadi zat yang kurang beracun, yaitu dalam bentuk urea. Zat warna empedu adalah sisa hasil perombakan sel darah merah yang dilaksanakan oleh hati dan disimpan pada kantong empedu. Zat inilah yang akan dioksidasi jadi urobilinogen yang berguna memberi warna pada tinja dan urin.Asam urat merupakan sisa metabolisme yang mengandung nitrogen (sama dengan amonia) dan mempunyai daya racun lebih rendah dibandingkan amonia, karena daya larutnya di dalam air rendah. (Sherwood., Lauralee.2006. Textbook of Human Physiology. Edisi 2. Jakarta: EGC)

Nabila Ashila Fathya (1102017161)

PBL SK 1 URIN

Komposisi. Urin terdiri dari 95% air dan mengandung zat terlarut sebagai berikut:

1. Zat buangan nitrogen meliputi urea dari deaminasi protein, asam urat dari katabolisme asam nukleat, dan kreatinin dari proses penguraian kreatin fosfat dalam jaringan otot. 2. Asam hipurat adalah produk sampingan pencernaan sayuran dan buah. 3. Badan keton yang dihasilkan dalam metabolisme lemak adalah konstituen normal dalam jumlah kecil. 4. Elektrolit meliputi ion natrium, klor, kalium, amonium, sulfat, fosfat, kalsium, dan magnesium. 5. Hormon atau metabolit hormon ada secara normal dalam urin. 6. Berbagai jenis toksin atau zat kimia asing, pigmen, vitamin, atau enzim secara normal ditemukan dalam jumlah yang kecil. 7. Konstituen abnormal meliputi albumin, glukosa, sel darah merah, sejumlah besar badan keton, zat kapur (terbentuk saat zat mengeras dalam tubulus dan dikeluarkan), dan batu ginjal atau kalkuli.

Zat normal dalam urine:

Nabila Ashila Fathya (1102017161)

PBL SK 1 URIN

a. Urea, hasil akhir utama dari katabolisme protein. Sehari diekskresikan 25 gr, tergantung intake proteinnya. Ekskresi naik pada saat demam, penyakit kencing manis, aktivitas hormon adrenokortikoid yang berlebihan. Di hepar, urea dibentuk dari siklus urea (ornitin dari CO2 dan NH3. Pembentukan urea menurun pada penyakit hepar dan asidosis. b. Ammonia, dikeluarkan dari sel tubulus ginjal, pada asidosis pembentukan amonia akan naik. c. Kreatinin, hasil katabolisme kreatin. Koefisien kreatinin adalah jumlah mg kreatinin yang diekskresikan dalam 24 jam/kg BB. Nilai normal pada laki-laki adl 20-26 mg/kg BB. Sedang pada wanita adl 14-22 mg/kg BB. Ekskresi kreatinin meningkat pada penyakit otot. d. Asam urat, hasil oksidasi purin di dalam tubuh. Kelarutannya dalam air kecil tetapi larut dalam garam alkali. Ekskresinya meningkat pada leukimia, penyakit hepar dan gout. Dengan arsenofosfotungstat dan natrium sianida, memberi warna biru. Ini merupakan dasar penetapan asam urat secara kolometri oleh Folin. Dengan enzim urikase akan menjadi allantoin. e. Asam amino, pada dewasa kira2 diekskresikan 150-200 mg N per hari. f. Allantoin, hasil oksidasi asam urat. g. Cl, dikeluarkan dlm bentuk NaCl, tergantung intakenya. Ekskresi 9-16 g/hari. h. Sulfat, hasil metabolisme protein yang mengandung AA dg atom S, ex: sistein, sistin, metionin. Sulfat ada 3 bentuk: seulfat anorganik, sulfat ester (konjugasi) dan sulfat netral i. Fosfat, di urin berikatan dg Na, K, Mg, Ca. Garam Mg dan Ca fosfat mengendap pada urin alkalis. Ekskresinya dipengaruhi pemasukan protein, kerusakan sel, kerusakan tulang pada osteomalasia dan hiperparatiroidisme →ekskresinya naik dan menurun pada penyakit infeksi dan hipoparatiroidisme. j. Oksalat, pd metab herediter ttt, ekskresinya naik. k. Mineral, Kationnya (Na, K, Ca, Mg). Ekskresi K naik pada kerusakan sel, pemasukan yang berlebih dan alkalosis. Ekskresi ion K dan Na dikontrol korteks adrenal. l. Vitamin, hormon dan enzim: pada pankreatitis→ amilase dan disakaridase meningkat. Hormon Choriogonadotropin (HCG) terdpt pd urine wanita hamil.

Nabila Ashila Fathya (1102017161)

PBL SK 1 URIN

Sifat fisik

1. Warna. Urin encer biasanya kuning pucat dan kuning pekat jika kental. Urine segar biasanya jernih dan menjadi keruh jika didiamkan. 2. Bau. Urin memiliki bau yang khas dan cenderung berbau amonia jika didiamkan. Bau ini dapat bervariasi sesuai dengan diet; misalnya, setelah makan asparagus. Pada diabetes yang tidak terkontrol, aseton menghasilkan bau manis pada urin. 3. Asiditas atau alkalinitas. pH urin bervariasi antara 4,8 sampai 7,5 dan biasanya sekitar 6,0; tetapi juga bergantung pada diet. Ingesti makanan yang berprotein tinggi akan meningkatkan asiditas, sementara diet sayuran akan meningkatkan alkalinitas. 4. Berat jenis urin berkisar antar 1,001 sampai 1,035; bergantung pada konsentrasi urin.

LI.3 Mempelajari dan Memahami Glomerulonefritis Akut LO.3.1 Definisi Glomerulonefritis adalah penyakit inflamasi atau non-inflamasi pada glomerulus yang menyebabkan perubahan permeabilitas, perubahan struktur, dan fungsi glomerulus. (Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid 2 Edisi 6, Hal 2074) Glomerulonefritis akut juga disebut glomerulonefritis akut post sterptokokus (GNAPS) adalah suatu proses radang non-supuratif yang mengenai glomeruli, sebagai akibat infeksi kuman streptokokus beta hemolitikus grup A, tipe nefritogenik di tempat lain. Penyakit ini sering mengenai anak-anak. (DonnaJ.Lager, .D.http;//www.vh.org/adult/provider/pathologi/GN/GNHP.html) Glomerulonefritis akut adalah suatu reaksi imunologis pada ginjal terhadap bakteri atau virus tertentu

yang

dikarakterisasi

oleh

cedera

glomerular

dengan

onset

mendadak.

Glomerulonefritis akut yang paling sering terjadi pada anak di negara berkembang adalah setelah infeksi bakteri streptokokus beta hemolitikus grup A, yaitu glomerulonefritis akut pasca infeksi streptokokus (GNAPS). (Hassan R,Alatas H. Buku Kuliah Ilmu Kesehatan Anak 2. Jakarta: Bagian Ilmu Kesehatan Anak FKUI,2007; p. 835)

Nabila Ashila Fathya (1102017161)

PBL SK 1 URIN

Glomerulonefritis akut pasca infeksi adalah proses inflamasi terjadi dalam glomerulus yang dipicu oleh adanya reaksi antigen antibodi, selanjutnya menyebabkan aktifasi lokal dari sistem komplemendan kaskade koagulasi. Kompleks imun dapat terjadi dalam sirkulasi atau in situ pada

membran

basalis

glomerulus.(Rachmadi,D.

Diagnosis

dan

penatalaksanaan

glomerulonefritis akut. Simposium Nasional II IDAI cabang Lampung; 2010 April 24-25; Bandar Lampung) GNAPS adalah suatu sindrom nefritik yang ditandai oleh hematuria yang mendadak serta sering diikuti oleh adanya udem kelopak mata, hipertensi dan insufisiensi ginjal, disebabkan oleh adanya infeksi kuman streptokokus β hemolitikus grup A. (Buku Ilmu Kesehatan Anak. PROGRAM STUDI PENDIDIKAN DOKTERFAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS UDAYANA RUMAH SAKIT UMUM PUSAT SANGLAH DENPASAR 2017, Hal 118) LO.3.2 Etiologi GNAPS didahului infeksi saluran nafas atas (termasuk telinga tengah) atau kulit/piodermi oleh Streptokokus β hemolitikus grup A tertentu yang bersifat nefritogenik. Pada infeksi tenggorokan, serotipe yang paling sering diditeksi adalah serotipe M12. Dan juga terdeteksi serotipe M1, 3, 4, 12, 25 dan 49. Sedangkan pada infeksi kulit, yang tersering adalah serotipe M49, disamping adanya infeksi oleh serotype 2, 55, 57 dan 60. Infeksi kuman streptokokus beta hemolitikus ini mempunyai resiko terjadinya glomerulonefritis akut paska streptokokus berkisar 10-15%. (Ilmu Kesehatan Nelson, 2000, vol 3, ed Wahab, A. Samik, Ed 15, Glomerulonefritis akut pasca streptokokus,1813-1814, EGC, Jakarta) Streptococcus ini dikemukakan pertama kali oleh Lohlein pada tahun 1907 dengan alasan bahwa : 1. Timbulnya GNA setelah infeksi skarlatina 2. Diisolasinya kuman Streptococcus beta hemolyticus golongan A 3. Meningkatnya titer anti-streptolisin pada serum penderita. Mungkin faktor iklim, keadaan gizi, keadaan umum dan faktor alergi mempengaruhi terjadinya GNA setelah infeksi dengan kuman Streptococcuss. Ada beberapa penyebab glomerulonefritis akut, tetapi yang paling sering ditemukan disebabkan karena infeksi dari streptokokus, penyebab lain diantaranya:

Nabila Ashila Fathya (1102017161)

1. Bakteri :

PBL SK 1 URIN

streptokokus grup C, meningococcocus, Sterptoccocus Viridans, Gonococcus,

Leptospira, Mycoplasma Pneumoniae, Staphylococcus albus, Salmonella typhi dll. 2. Virus

:

hepatitis B, varicella, vaccinia, echovirus, parvovirus, influenza, parotitis

epidemika dll. 3. Parasit

: malaria dan toksoplasma. (Price, Sylvia A, 1995 Patofisiologi: konsep klinis

proses-proses penyakit, ed 4, EGC, Jakarta)

Streptococcus Sterptokokus adalah bakteri gram positif berbentuk bulat yang secara khas membentuk pasangan atau rantai selama masa pertumbuhannya. Merupakan golongan bakteri yang heterogen.

Lebih

dari

90%

infeksi

streptokkus

pada

manusia

disebabkan

oleh Streptococcus hemolisis β kumpulan A. Kumpulan ini diberi spesies nama S. pyogenes . S. pyogenes β-hemolitik golongan A mengeluarkan dua hemolisin, yaitu:  Sterptolisin O Adalah suatu protein (BM 60.000) yang aktif menghemolisis dalam keadaan tereduksi (mempunyai gugus-SH) tetapi cepat menjadi tidak aktif bila ada oksigen. Sterptolisin O bertanggung jawab untuk beberapa hemolisis yang terlihat ketika pertumbuhan dipotong cukup dalam dan dimasukkan dalam biakan pada lempeng agar darah. Sterptolisisn O bergabung dengan antisterptolisin O, suatu antibody yang timbul pada manusia setelah infeksi oleh setiap sterptokokus yang menghasilkan sterptolisin O. antibody ini menghambat hemolisis oleh sterptolisin O. fenomena ini merupakan dasar tes kuantitatif untuk antibody. Titer serum antisterptolisin O (ASO) yang melebihi 160-200 unit dianggap abnormal dan menunjukkan adanya infeksi sterptokokus yang baru saja terjadi atau adanya kadar antibodi yang tetap tinggi setelah serangan infeksi pada orang yang hipersensitifitas. (http://www.kalbefarma.com/files/cdk/files/08_KlarifikasiHistopatologik.pdf/08_Klarifikasi Histopatologik.html)  Sterptolisin S Adalah zat penyebab timbulnya zone hemolitik disekitar koloni sterptokokus yang tumbuh pada permukaan lempeng agar darah. Sterptolisin S bukan antigen, tetapi zat ini dapat dihambat oleh penghambat non spesifik yang sering ada dalam serum manusia dan hewan dan tidak bergantung pada pengalaman masa lalu dengan sterptokokus.

Nabila Ashila Fathya (1102017161)

PBL SK 1 URIN

Gambar 6. Bakteri Sterptokokus Bakteri ini hidup pada manusia di tenggorokan dan juga kulit. Penyakit yang sering disebabkan diantaranya adalah faringitis, demam rematik dan glomerulonefritis. (http://www.kalbefarma.com/files/cdk/files/08_KlarifikasiHistopatologik.pdf/08_Klarifikasi Histopatologik.html)

LO.3.3 Epidemiologi Glomerulonefritis akut pasca streptokokus (GNAPS) adalah suatu bentuk peradangan glomerulus yang secara histopatologi menunjukkan proliferasi & inflamasi glomeruli yang didahului oleh infeksi group A β-hemolitik streptokokus,dapat terjadi pada semua kelompok umur, namun sering ditemukan pada kelompok usia 2-15 tahun, dan dua kali lebih sering terjadi pada anak laki–laki dibandingkan dengan anak perempuan serta jarang terjadi pada bayi. Perbandingan antara laki-laki dan perempuan adalah 2:1. Diduga ada faktor resiko yang berhubungan dengan umur dan jenis kelamin. Suku atau ras tidak berhubungan dengan prevelansi penyakit ini, tapi kemungkinan prevalensi meningkat pada orang yang sosial ekonominya rendah, sehingga lingkungan tempat tinggalnya tidak sehat. (Ilmu Kesehatan Nelson, 2000, vol 3, ed Wahab, A. Samik, Ed 15, Glomerulonefritis akut pasca streptokokus,1813-1814, EGC, Jakarta) WHO mempekirakan 472.000 kasus GNAPS terjadi setiap tahunnya secara global dengan 5.000 kematian setiap tahunnya. Penelitian yang dilakukan di Sri Manakula Vinayagar Medical College and Hospital India pada periode waktu Januari 2012–Desember 2014 ditemukan 52

Nabila Ashila Fathya (1102017161)

PBL SK 1 URIN

anak dengan diagnosis GNAPS. Dari 52 pasien ditemukan 46 anak (88,4%) dengan GNAPS, usia pasien berkisar antara 2,6–13 tahun, 27 anak (52%) pada kelompok usia 5-10 tahun. (Arunagirinathanm A, Arayanaswamy DK, Thirunavukaransu B,Raghavan A,Raghavendhran VD. Clinical spectrum and outcome of acute post-infectious glomerulo-nephritis in children: A Hospital Based Study. International Journal of Scientific Study. 2015;3:164) Di Indonesia pengamatan mengenai GNA pada anak di sebelas universitas di Indonesia pada tahun 1997-2002, lebih dari 80% dari 509 anak dengan GNA mengalami efusi pleura, kardiomegali serta efusi perikardial, dan 9,2% mengalami ensefalopati hipertensif. Selama 5 tahum sejak 1998-2002, didapatkan 45 pasien GNA (0,4%) yaitu diantara 10.709 pasien yang berobat di Departemen Ilmu Kesehatan Anak RSCM. Empat puluh lima pasien ini terdiri dari 26 laki–laki dan 19 perempuan yang berumur antara 4-14 tahun, dan yang paling sering adalah 6–11 tahun. (Pardede OS, Trihono PP, Tambunan T. Gambaran klinis glomerulonefritis akut pada anak di departemen ilmu kesehatan anak RSCM Jakarta. Sari Pediatri. 2005;6:144-8) Dari seluruh kasus, 95% diperkirakan akan sembuh sempurna, 2% meninggal selama fase akut dari penyakit, dan 2% menjadi glomerulonefritis kronis. (Carapetis JR, Steer AC, Mullolans EK, Weber M.The global burden of group astreptococcal diseases. The Lancet Infectious Diseases. 2005;5:685-94) LO.3.4 Patofisiologi Secara morfologis maupun berdasarkan atas adanya penurunan kadar C3 serum, menunjukkan patogenesis dari GNAPS adalah oleh karena terbentuknya komplex imun yang bersirkulasi dan pembentukan komplex imun in situ. Hipotesis lain yang sering juga dibicarakan adalah adanya neuraminidase yang dihasilkan oleh streptokokus tersebut yang mengubah IgG endogen, sehingga menjadi autogenik. Akibatnya, terbentuklah autoantibodi terhadap IgG yang telah berubah tersebut, yang mengakibatkan pembentukan komplex imun yangbersirkulasi, yang kemudian mengendap dalam ginjal. (Buku Ilmu Kesehatan Anak. PROGRAM STUDI PENDIDIKAN DOKTERFAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS UDAYANA RUMAH SAKIT UMUM PUSAT SANGLAH DENPASAR 2017, Hal 119) Sebenarnya bukan sterptokokus yang menyebabkan kerusakan pada ginjal. Diduga terdapat suatu antibodi yang ditujukan terhadap suatu antigen khsus yang merupakan unsur membran plasma sterptokokal spesifik. Terbentuk kompleks antigen-antibodi didalam darah dan bersirkulasi kedalam glomerulus tempat kompleks tersebut secara mekanis terperangkap

Nabila Ashila Fathya (1102017161)

PBL SK 1 URIN

dalam membran basalis.selanjutnya komplomen akan terfiksasi mengakibatkan lesi dan peradangan yang menarik leukosit polimorfonuklear (PMN) dan trombosit menuju tempat lesi. Fagositosis dan pelepasan enzim lisosom juga merusak endothel dan membran basalis glomerulus (IGBM). Sebagai respon terhadap lesi yang terjadi, timbu proliferasi sel-sel endotel yang diikuti sel-sel mesangium dan selanjutnya sel-sel epitel. Semakin meningkatnya kebocoran kapiler gromelurus menyebabkan protein dan sel darah merah dapat keluar ke dalam urine yang sedang dibentuk oleh ginjal, mengakibatkan proteinuria dan hematuria. Agaknya kompleks komplomen antigen-antibodi inilah yang terlihat sebagai nodul-nodul subepitel pada mikroskop elektron dan sebagai bentuk granular dan berbungkah-bungkah pada

mikroskop

imunofluoresensi,

pada

pemeriksaan

cahaya

glomerulus

tampak

membengkak dan hiperseluler disertai invasi PMN. (Staf Pengajar Ilmu Kesehatan Anak FKUI, 1985, Glomerulonefritis akut, 835-839, Infomedika, Jakarta) Menurut penelitian yang dilakukan penyebab infeksi pada glomerulus akibat dari reaksi hipersensivitas tipe III. Kompleks imun (antigen-antibodi yang timbul dari infeksi) mengendap di membran basalis glomerulus. Aktivasi kpmplomen yang menyebabkan destruksi pada membran basalis glomerulus. Kompleks-kompleks ini mengakibatkan kompelen yang dianggap merupakan mediator utama pada cedera. Saat sirkulasi melalui glomerulus, kompleks-kompleks ini dapat tersebar dalam mesangium, dilokalisir pada subendotel membran basalis glomerulus sendiri, atau menembus membran basalis dan terperangkap pada sisi epitel. Baik antigen atau antibodi dalam kompleks ini tidak mempunyai hubungan imunologis dengan komponen glomerulus. Pada pemeriksaan mikroskop elektron cedera kompleks imun, ditemukan endapan-endapan terpisah atau gumpalan karateristik paa mesangium, subendotel, dan epimembranosa. Dengan miskroskop imunofluoresensi terlihat pula pola nodular atau granular serupa, dan molekul antibodi seperti IgG, IgM atau IgA serta komponen-komponen komplomen seperti C3,C4 dan C2 sering dapat diidentifikasi dalam endapan-endapan ini. Antigen spesifik yang dilawan oleh imunoglobulin ini terkadang dapat diidentifikasi. Hipotesis lain yang sering disebut adalah neuraminidase yang dihasilkan oleh Streptokokus, merubah IgG menjadi autoantigenic. Akibatnya, terbentuk autoantibodi terhadap IgG yang telah berubah tersebut. Selanjutnya terbentuk komplek imun dalam sirkulasi darah yang kemudian mengendap di ginjal.

Nabila Ashila Fathya (1102017161)

PBL SK 1 URIN

Streptokinase yang merupakan sekret protein, diduga juga berperan pada terjadinya GNAPS. Sreptokinase mempunyai kemampuan merubah plaminogen menjadi plasmin. Plasmin ini diduga dapat mengaktifkan sistem komplemen sehingga terjadi cascade dari sistem komplemen.

Pola respon jaringan tergantung pada tempat deposit dan jumlah kompleks yang dideposit. Bila terutama pada mesangium, respon mungkin minimal, atau dapat terjadi perubahan mesangiopatik berupa ploriferasi sel-sel mesangial dan matrik yang dapt meluas diantara selsel endotel dan membran basalis,serta menghambat fungsi filtrasi simpai kapiler. Jika kompleks terutama terletak subendotel atau subepitel, maka respon cenderung berupa glomerulonefritis difusa, seringkali dengan pembentukan sabit epitel. Pada kasus penimbunan kronik komplek imun subepitel, maka respon peradangan dan proliferasi menjadi kurang nyata, dan membran basalis glomerulus berangsur- angsur menebal dengan masuknya kompleks-kompleks ke dalam membran basalis baru yang dibentuk pada sisi epitel.

Mekanisme yang bertanggung jawab terhadap perbedaan distribusi deposit kompleks imun dalam glomerulus sebagian besar tidak diketahui, walaupun demikian ukuran dari kompleks tampaknya merupakan salah satu determinan utama. Kompleks-kompleks kecil cenderung menembus simpai kapiler, mengalami agregasi, dan berakumulasi sepanjang dinding kapiler do bawah epitel, sementara kompleks-kompleks berukuran sedang tidak sedemikian mudah menembus membran basalis, tapi masuk ke mesangium. Komplkes juga dapat berlokalisasi pada tempat-tempat lain.

Jumlah antigen pada beberapa penyakit deposit kompleks imun terbatas, misal antigen bakteri dapat dimusnahkan dengan mekanisme pertahanan penjamu atau dengan terapi spesifik. Pada keadaan demikian, deposit kompleks-kompleks imun dalam glomerulus terbatas dan kerusakan dapat ringan danberlangsung singkat, seperti pada glomerulonefritis akut post steroptokokus.

Hasil penyelidikan klinis – imunologis dan percobaan pada binatang menunjukkan adanya kemungkinan proses imunologis sebagai penyebab. Beberapa penyelidik mengajukan hipotesis sebagai berikut :

Nabila Ashila Fathya (1102017161)

PBL SK 1 URIN

1. Terbentuknya kompleks antigen-antibodi yang melekat pada membrana basalis glomerulus dan kemudian merusaknya. 2. Proses auto-imun kuman Streptococcus yang nefritogen dalam tubuh menimbulkan badan autoimun yang merusak glomerulus. 3. Streptococcus nefritogen dan membran basalis glomerulus mempunyai komponen antigen yang sama sehingga dibentuk zat anti yang langsung merusak membrana basalis ginjal. Kompleks imun atau anti Glomerular Basement Membrane (GBM) antibodi yang mengendap/berlokasi pada glomeruli akan mengaktivasi komplemen jalur klasik atau alternatif dari sistem koagulasi dan mengakibatkan peradangan glomeruli, menyebabkan terjadinya : 1. Hematuria, Proteinuria, dan Silinderuria (terutama silinder eritrosit) 2. Penurunan aliran darah ginjal sehingga menyebabkan Laju Filtrasi Ginjal (LFG) juga menurun. Hal ini berakibat terjadinya oligouria dan terjadi retensi air dan garam akibat kerusakan ginjal. Hal ini akan menyebabkan terjadinya edema, hipervolemia, kongesti vaskular (hipertensi, edema paru dengan gejala sesak nafas, rhonkhi, kardiomegali), azotemia, hiperkreatinemia, asidemia, hiperkalemia, hipokalsemia, dan hiperfosfatemia semakin nyata, bila LFG sangat menurun. 3. Hipoperfusi yang menyebabkan aktivasi sistem renin-angiotensin. Angiotensin 2 yang bersifat vasokonstriktor perifer akan meningkat jumlahnya dan menyebabkan perfusi ginjal semakin menurun. Selain itu, LFG juga makin menurun disamping timbulnya hipertensi. Angiotensin 2 yang meningkat ini akan merangsang kortek adrenal untuk melepaskan aldosteron yang menyebabkan retensi air dan garam ginjal dan akhirnya terjadi hipervolemia dan hipertensi. (Price, Sylvia A, 1995 Patofisiologi :konsep klinis proses-proses penyakit, ed 4, EGC, Jakarta) LO.3.5 Manifestasi Klinis Hematuria, proteinuria, edem palbebra , hipertensi, dan oligo/anuria merupakan manifestasi klinis yang paling sering ditemukan pada anak dengan GNA. Gambaran klinis dapat bermacammacam. Kadang-kadang gejala ringan tetapi tidak jarang anak datang dengan gejala berat.. Kerusakan pada rumbai kapiler gromelurus mengakibatkan hematuria/kencing berwarna merah daging dan albuminuria, seperti yang telah dikemukakan sebelumnya. Urine mungkin tampak kemerah-merahan atau seperti kopi. Kadang-kadang disertai edema ringan yang

Nabila Ashila Fathya (1102017161)

PBL SK 1 URIN

terbatas di sekitar mata atau di seluruh tubuh. Umumnya edema berat terdapat pada oliguria dan bila ada gagal jantung. Edema yang terjadi berhubungan dengan penurunan laju filtrasi glomerulus (LFG/GFR) yang mengakibatkan ekskresi air, natrium, zat-zat nitrogen mungkin berkurang, sehingga terjadi edema dan azotemia. Peningkatan aldosteron dapat juga berperan pada retensi air dan natrium. Dipagi hari sering terjadi edema pada wajah terutama edem periorbita, meskipun edema paling nyata dibagian anggota bawah tubuh ketika menjelang siang. Derajat edema biasanya tergantung pada berat peradangan glomerulus, apakah disertai dengan payah jantung kongestif, dan seberapa cepat dilakukan pembatasan garam. (Staf Pengajar Ilmu Kesehatan Anak FKUI, 1985, Glomerulonefritis akut, 835-839, Infomedika, Jakarta)

Gambar 7.proses terjadinya proteinuria dan hematuria Hipertensi terdapat pada 60-70% anak dengan GNA pada hari pertama, kemudian pada akhir minggu pertama menjadi normal kembali. Bila terdapat kerusakan jaringan ginjal, maka tekanan darah akan tetap tinggi selama beberapa minggu dan menjadi permanen bila keadaan penyakitnya menjadi kronis. Suhu badan tidak beberapa tinggi, tetapi dapat tinggi sekali pada hari pertama. Kadang-kadang gejala panas tetap ada, walaupun tidak ada gejala infeksi lain yang mendahuluinya. Gejala gastrointestinal seperti muntah, tidak nafsu makan, konstipasi dan diare tidak jarang menyertai penderita GNA. Hipertensi selalu terjadi meskipun peningkatan tekanan darah mungkin hanya sedang. Hipertensi terjadi akibat ekspansi volume cairan ekstrasel (ECF) atau akibat vasospasme masih belum diketahui dengan jelas. (Staf Pengajar Ilmu Kesehatan Anak FKUI, 1985, Glomerulonefritis akut, 835-839, Infomedika, Jakarta) Kriteria Klinik tersering di temukan: 1. Onsetnya akut. (kurang dari 7 hari).

Nabila Ashila Fathya (1102017161)

PBL SK 1 URIN

2. Edema. Paling sering muncul di Palpebra pada saat bangun pagi, disusul tungkai, abdomen, dan genitalia. 3. Hematuri. Hematuri makroskopik berupa urin coklat kemerah-merahan seperti teh tua / air cucian daging biasanya muncul pada minggu pertama. Hematuri makroskopik muncul pada 30 – 50 % kasus, sedangkan hematuri mikroskopik ditemui pada hampir semua kasus. 4. Hipertensi. Muncul pada 50-90% kasus, umumnya hipertensi ringan dan timbul dalam minggu pertama. Adakalanya terjadi hipertensi ensefalopati (5-10% kasus). Dikatakan hipertensi jika tekanan darah sistolik dan atau diastolik tiga kali berturut-turut di atas persentil 95 menurut umur dan jenis kelamin. Praktisnya: 1. Hipertensi ringan jika tekanan darah diastolik 80 – 95 mmHg 2. Hipertensi sedang jika tekanan darah diastolik 95 – 115 mmHg 3. Hipertensi berat jika tekanan darah diastolik lebih dari 115 mmHg (Bagian Ilmu Kesehatan Anak Fakultas Kedokteran Universitas Hasanuddin: Standar Pelayanan Medik Anak. Makassar. 2009) LO.3.6 Cara mendiagnosis dan Diagnosis Banding DIAGNOSIS  Anamnesis: didapatkan adanya riwayat infeksi saluran nafas/infeksi kulit 2-3 minggu sebelumnya, adanya kencing merah (berwarna seperti air cucian daging), udem sekitar mata yang kemudian menjalar ke tungkai, kencing berkurang atau tidak kencing sama sekali, sakit kepala serta sesak nafas. Keluhan spesifik yang juga sering timbul adalah malaise, lethargi, nyeri di daerah abdomen atau flank area, serta demam.  Pemeriksaan

fisik:

ditemukan

tekanan

darah

sering

meningkat,

udem

pada

palpebra/tungkai, dan infeksi/bekas infeksi kulit. Fase akut penyakit ini pada umumnya telah membaik dalam waktu 1 bulan setelah onset, namun kelainan pada urinnya dapat masih berlanjut sampai lebih dari 1 tahun.  Penunjang diagnosis

1. Urin : hematuria nyata/mikroskopis, piuria, proteinuria. 2. Darah : LED meninggi, ureum dan kreatinin meninggi atau penurunan laju glomerulus, C3 (B1C globulin) menurun pada fase akut pemeriksaan C3 untuk menegakkan diagnosis dan ASTO meningkat.

3. Uji klirens ureum dan kreatinin menurun.

Nabila Ashila Fathya (1102017161)

PBL SK 1 URIN

4. Foto toraks dapat ditemukan nephritic lung. 5. Biakan hapus tenggorok dapat ditemukan kuman streptokokus β hemolitikus grup A. Deteksi infeksi streptokokus dapat dilakukan dengan pemeriksaan antibodi terhadap antigen streptokokus seperti antistreptolisin O, streptokinase, hialuronidase, DNAase B, dan NADase. Pada pasca infeksi streptokokus pada saluran nafas akut didapatkan peningkatan ASO pada 80-90%, sedangkan pasca infeksi kulit didapatkan peningkatan ASO pada 50%.

(Buku Ilmu Kesehatan Anak. PROGRAM STUDI PENDIDIKAN DOKTERFAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS UDAYANA RUMAH SAKIT UMUM PUSAT SANGLAH DENPASAR 2017, Hal 119120) Kelainan metabolik dapat ditemukan sebagai manifestasi penurunan fungsi ginjal seperti peningkatan kreatinin dan ureum plasma, hiperkalemia, hiperfosfatemia, dan asidosis. Kelainan hematologis dapat berupa anemia dan trombositopenia. Anemia dapat disebabkan hemodilusi dan hemolisis ringan akibat pemendekan umur eritrosit. Selain itu anemia dapat juga disebabkan penyebab lain seperti anemia defisiensi. Trombositopenia terjadi karena menurunnya mean survival time trombosit. Hipoalbuminemia ringan sering didapatkan pada GNA karena efek dilusi akibat penambahan volume intravaskular. Adanya infeksi saluran nafas atas atau riwayat infeksi kulit oleh kuman streptokokus β hemolitikus grup A, 1-3 minggu sebelumnya (ditunjang hasil kultur). Hematuri umumnya nyata, tetapi dapat juga mikroskopik. Udem mulai periorbital, dan kemudian ke daerah tungkai. Oliguri dan kadang-kadang anuri. Hipertensi dapat ringan sampai krisis hipertensi. Pada urinalisis terdapat cast sel darah merah, proteinuria, silinderuria, dan tidak jarang leukosit PMN. Anemia ringan mungkin timbul akibat adanya hemodilusi dan hemolisis. Azotemia dapat ringan sampai berat (gagal ginjal akut). Pemeriksaan laboratorium yang menyokong seperti peninggian LED, peninggian ASTO (jarang setelah infeksi kulit) dan penurunan C3. (Buku Ilmu Kesehatan Anak. PROGRAM STUDI PENDIDIKAN DOKTERFAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS UDAYANA RUMAH SAKIT UMUM PUSAT SANGLAH DENPASAR 2017, Hal 120) Gambaran laboratorium Urinalisis menunjukkan adanya proteinuria (+1 sampai +4), hematuria makroskopik ditemukan hampir pada 50% penderita, kelainan sedimen urine dengan eritrosit disformik, leukosituria

Nabila Ashila Fathya (1102017161)

PBL SK 1 URIN

serta torak selulet, granular, eritrosit(++), albumin (+), silinder lekosit (+) dan lain-lain. Kadangkadang kadar ureum dan kreatinin serum meningkat dengan tanda gagal ginjal seperti hiperkalemia, asidosis, hiperfosfatemia dan hipokalsemia. Kadang-kadang tampak adanya proteinuria masif dengan gejala sindroma nefrotik. Komplomen hemolitik total serum (total hemolytic comploment) dan C3 rendah pada hampir semua pasien dalam minggu pertama, tetapi C4 normal atau hanya menurun sedikit, sedangkan kadar properdin menurun pada 50% pasien. Keadaan tersebut menunjukkan aktivasi jalur alternatif komplomen. (Price, Sylvia A, 1995 Patofisiologi :konsep klinis proses-proses penyakit, ed 4, EGC, Jakarta) Penurunan C3 sangat mencolok pada pasien glomerulonefritis akut pascastreptokokus dengan kadar antara 20-40 mg/dl (harga normal 50-140 mg.dl). Penurunan C3 tidak berhubungan dengann parahnya penyakit dan kesembuhan. Kadar komplomen akan mencapai kadar normal kembali dalam waktu 6-8 minggu. Pengamatan itu memastikan diagnosa, karena pada glomerulonefritis yang lain yang juga menunjukkan penuruanan kadar C3, ternyata berlangsung lebih lama. (Staf Pengajar Ilmu Kesehatan Anak FKUI, 1985, Glomerulonefritis akut, 835-839, Infomedika, Jakarta) Adanya infeksi sterptokokus harus dicari dengan melakukan biakan tenggorok dan kulit. Biakan mungkin negatif apabila telah diberi antimikroba. Beberapa uji serologis terhadap antigen sterptokokus dapat dipakai untuk membuktikan adanya infeksi, antara lain antisterptozim, ASTO, antihialuronidase, dan anti Dnase B. Skrining antisterptozim cukup bermanfaat oleh karena mampu mengukur antibodi terhadap beberapa antigen sterptokokus. Titer anti sterptolisin O mungkin meningkat pada 75-80% pasien dengan GNAPS dengan faringitis, meskipun beberapa starin sterptokokus tidak memproduksi sterptolisin O.sebaiknya serum diuji terhadap lebih dari satu antigen sterptokokus. Bila semua uji serologis dilakukan, lebih dari 90% kasus menunjukkan adanya infeksi sterptokokus. Titer ASTO meningkat pada hanya 50% kasus, tetapi antihialuronidase atau antibodi yang lain terhadap antigen sterptokokus biasanya positif. Pada awal penyakit titer antibodi sterptokokus belum meningkat, hingga sebaiknya uji titer dilakukan secara seri. Kenaikan titer 2-3 kali berarti adanya infeksi. (Ilmu Kesehatan Nelson, 2000, vol 3, ed Wahab, A. Samik, Ed 15, Glomerulonefritis akut pasca streptokokus,1813-1814, EGC, Jakarta) Krioglobulin juga ditemukan GNAPS dan mengandung IgG, IgM dan C3. kompleks imun bersirkulasi juga ditemukan. Tetapi uji tersebut tidak mempunyai nilai diagnostik dan tidak

Nabila Ashila Fathya (1102017161)

PBL SK 1 URIN

perlu dilakukan secara rutin pada tatalaksana pasien. (Price, Sylvia A, 1995 Patofisiologi :konsep klinis proses-proses penyakit, ed 4, EGC, Jakarta) Ringkasan: Laboratorium: a. Darah (complete blood count)  Titer ASTO meningkat Bila ditemukan kenaikan ≥250 U. Peningkatan ini dimulai pada minggu 1-3, puncak pada 3-5 minggu, dan kembali normal dalam 6 bulan. Pada pasien dengan infeksi kulit, antiDNase B (ADB) titer lebih sensitif dibandingkan titer ASO untuk infeksi Streptococcus .  Kadar komplemen ( C3) turun,C4 dan C5 normal Turun pada 2 minggu pertama masa sakit,dan kembali normal lagi 6-8 minggu kemudian.  Kadar nitrogen ureum darah (BUN) dan kreatinin plasma meningkat. Kreatinin merupakan zat hasil metabolisme otot yang diekskresikan lewat urin melalui proses filtrasi glomerulus. Kadar normal kreatinin serum 0.7-1.5 mg/100ml. Kadar BUN normal 20mg/100ml. Keadaan meningkatnya kadar BUN dan kreatinin disebut azotemia.  LED cepat Menunjukkan adanya infeksi saluran kemih.  Lekositosis Menunjukkan adanya infeksi.  Anemia normokrom normositik Adanya anemia yang diakibatkan bocornya glomerulus,penurunan eritropoietin dan tidak adanya gangguan keseimbangan as.folat,b12 dan besi.  Kadar Albumin plasma menurun Menunjukkan adanya kebocoran yang terjadi di glomerulus sehingga albumin banyak yang diekskresikan bersama urin.  Gangguan ekskresi kalium, air bebas, dan hasil asam dalam hiperkalemia, hiponatremia, dan rendah kadar bikarbonat serum, masing-masing.  Gangguan hasil produksi hormon vitamin D-3 di hypocalcemia, hiperfosfatemia, dan tingkat tinggi hormon paratiroid

b. Biopsi Ginjal

Nabila Ashila Fathya (1102017161)

PBL SK 1 URIN

Prosedur ini melibatkan penggunaan jarum khusus untuk mengekstrak potongan-potongan kecil jaringan ginjal untuk pemeriksaan mikroskopis untuk membantu menentukan penyebab dari peradangan,derajat penyakit dan proses keparahan inflamasi.

c. Urinalisis (menggunakan urine 24 jam)  Proteinuria (<1g/dl) Protein normal di urin <10mg/dL atau <100mg/hari yang terdiri dari albumin dan tammhorsfall (protein tubulus). Uji yang digunakan ada 2,pertama dengan menggunakan uji strip reagent(dipstick) yaitu dengan menggunakan carik celup dengan membandingkan warna pada label yang nilainya 0-4+. Tingkatan dipstick

Konsentrasi protein(mg/dl)

0

0-5

Samar

5-20

1+

30

2+

100

3+

300

4+

1000

Kedua dengan cara konvensional menggunakan metode presipitasi (panas dan asam) dengan asam sulfosalisilat dan asam asetat.  Hematuria setiap berkemih Eritrosit normal di urin 0-1/lpb. Uji dipstick untuk mengetahui adanya darah samar. Bila hasilnya positif maka dilakukan uji mikroskopis urine.  BJ meningkat Diukur dengan kapasitas pengapungan hidrometer dan urinometer dalam suatu silinder urine. BJ norma 1003-1030. Cara ini tergantung dengan besarnya berat dan jumlah partikel terlarut. Menunjukkan adanya proteinuria  Silinder : eritrosit, granula dan lilin Normal silinder di urin 0-2/lpk. Merupakan cetakan protein yang dibentuk di tubulus con.distal dan ductus coligens  Sedimen : jumlah eritrosit, leokosit, epithel tubulus renal meningkat

d) Kultur darah dan kultur jaringan

Nabila Ashila Fathya (1102017161)

PBL SK 1 URIN

Kultur darah diindikasikan pada pasien dengan demam, imunosupresi, intravena (IV) sejarah penggunaan narkoba, shunts berdiamnya, atau kateter. Kultur darah dapat menunjukkan hipertrigliseridemia, penurunan laju filtrasi glomerulus, atau anemia. Kultur dari tenggorokan dan lesi kulit untuk menyingkirkan spesies Streptococcusdapat diperoleh.

e) Radiografi Radiografi dada diperlukan pada pasien dengan batuk, dengan atau tanpa hemoptysis (misalnya, Wegener granulomatosis, sindrom Goodpasture, kongesti paru). Pencitraan radiografi perut (yaitu, computed tomography [CT]) diperlukan jika abses viseral diduga; juga mencari abses dada. CT scan kepala tanpa kontras mungkin diperlukan dalam setiap pasien dengan hipertensi ganas atau perubahan status mental.

Ultrasonografi ginjal samping tempat tidur mungkin tepat untuk mengevaluasi ukuran ginjal, serta untuk menilai echogenicity dari korteks ginjal, mengecualikan obstruksi, dan menentukan tingkat fibrosis. Sebuah ukuran ginjal kurang dari 9 cm adalah sugestif dari jaringan parut yang luas dan rendah dan kemungkinan reversibilitas.

Echocardiography dapat dilakukan pada pasien dengan murmur jantung baru atau kultur darah positif untuk menyingkirkan endokarditis atau efusi perikardial.

DIAGNOSIS BANDING GNAPS harus dibedakan dengan beberapa penyakit, diantaranya adalah : 1. Nefritis IgA Periode laten antara infeksi dengan onset nefritis adalah 1-2 hari, atau ini mungkin berhubungan dengan infeksi saluran pernafasan atas. 2. MPGN (tipe I dan II) Merupakan penyakit kronik, tetapi pada awalnya dapat bermanifestasi sama sperti gambaran nefritis akut dengan hipokomplementemia. 3. Lupus nefritis Gambaran yang mencolok adalah gross hematuria. 4. Glomerulonefritis kronis

Nabila Ashila Fathya (1102017161)

PBL SK 1 URIN

Dapat bermanifestasi klinis seperti glomerulonefritis akut.

LO.3.7 Tatalaksana Tidak ada pengobatan yang khusus yang mempengaruhi penyembuhan kelainan di glomerulus. 1. Istirahat mutlak selama 3-4 minggu. Dulu dianjurkan istirahat mutlah selama 6-8 minggu untuk memberi kesempatan pada ginjal untuk menyembuh. Tetapi penyelidikan terakhir menunjukkan bahwa mobilisasi penderita sesudah 3-4 minggu dari mulai timbulnya penyakit tidak berakibat buruk terhadap perjalanan penyakitnya. 2. Pemberian penisilin pada fase akut. Pemberian antibiotika ini tidak mempengaruhi beratnya glomerulonefritis, melainkan mengurangi menyebarnya infeksi Streptococcus yang mungkin masih ada. Pemberian penisilin ini dianjurkan hanya untuk 10 hari, sedangkan pemberian profilaksis yang lama sesudah nefritisnya sembuh terhadap kuman penyebab tidak dianjurkan karena terdapat imunitas yang menetap. Secara teoritis seorang anak dapat terinfeksi lagi dengan kuman nefritogen lain, tetapi kemungkinan ini sangat kecil sekali. Pemberian penisilin dapat dikombinasi dengan amoksislin 50 mg/kg BB dibagi 3 dosis selama 10 hari. Jika alergi terhadap golongan penisilin, diganti dengan eritromisin 30 mg/kg BB/hari dibagi 3 dosis. 3. Makanan. Pada fase akut diberikan makanan rendah protein (1 g/kgbb/hari) dan rendah garam (1 g/hari). Makanan lunak diberikan pada penderita dengan suhu tinggi dan makanan biasa bila suhu telah normal kembali. Bila ada anuria atau muntah, maka diberikan IVFD dengan larutan glukosa 10%. Pada penderita tanpa komplikasi pemberian cairan disesuaikan dengan kebutuhan, sedangkan bila ada komplikasi seperti gagal jantung, edema, hipertensi dan oliguria, maka jumlah cairan yang diberikan harus dibatasi. Panduan diet : A. Protein: 1-2 gram/kg BB/ hari untuk kadar Ureum normal, dan 0,5-1 gram/kg BB/hari untuk Ureum lebih dari atau sama dengan 40 mg% B. Garam: 1-2 gram perhari untuk edema ringan, dan tanpa garam bila anasarka. C. Kalori: 100 kalori/kgBB/hari. D. Intake cairan diperhitungkan bila oligouri atau anuri, yaitu: Intake cairan = jumlah urin + insensible loss (20-25cc/kgBB/hari + jumlah kebutuhan cairan setiap kenaikan suhu dari normal [10cc/kgBB/hari]).

Nabila Ashila Fathya (1102017161)

PBL SK 1 URIN

4. Pengobatan terhadap hipertensi. Pemberian cairan dikurangi, pemberian sedativa untuk menenangkan penderita sehingga dapat cukup beristirahat. Pada hipertensi dengan gejala serebral diberikan reserpin dan hidralazin. Mula-mula diberikan reserpin sebanyak 0,07 mg/kgbb secara intramuskular. Bila terjadi diuresis 5-10 jam kemudian, maka selanjutnya reserpin diberikan peroral dengan dosis rumat, 0,03 mg/kgbb/hari. Magnesium sulfat parenteral tidak dianjurkan lagi karena memberi efek toksis. 5. Bila anuria berlangsung lama (5-7 hari), maka ureum harus dikeluarkan dari dalam darah dengan beberapa cara misalnya dialisis pertonium, hemodialisis, bilasan lambung dan usus (tindakan ini kurang efektif, tranfusi tukar). Bila prosedur di atas tidak dapat dilakukan oleh karena kesulitan teknis, maka pengeluaran darah vena pun dapat dikerjakan dan adakalanya menolong juga. 1. Diurektikum dulu tidak diberikan pada glomerulonefritis akut, tetapi akhir-akhir ini pemberian furosemid (Lasix) secara intravena (1 mg/kgbb/kali) dalam 5-10 menit tidak berakibat buruk pada hemodinamika ginjal dan filtrasi glomerulus. 2. Bila timbul gagal jantung, maka diberikan digitalis, sedativa dan oksigen. (Price, Sylvia A, 1995 Patofisiologi :konsep klinis proses-proses penyakit, ed 4, EGC, Jakarta) Tindakan Khusus Edema Paru Akut: Bila disertai batuk, sesak napas, sianosis, dan pemeriksaan fisis paru menunjukkan ronkhi basah. Tindakan yang dilakukan adalah: 1. Stop Intake peroral. 2. IVFD dextrose 5%-10% sesuai kebutuhan per 24 jam 3. Pemberian oksigen 2-5 L/menit 4. Furosemide 2 mg/kgBB (IV) dan dinaikkan secara bertahap sampai maksimal 10 mg/kgBB/hari. 5. Bolus NB 2-4 mEq/kgBB/hari bila ada tanda asidosis metabolik Hipertensi Ensefalopati: Hipertensi dengan tekanan darah sistolik ≥ 180 mmHg atau diastolik ≥ 120 mmHg, atau selain itu tetapi disertai gejala serebral berupa sakit kepala, muntah, gangguan pengelihatan, kesadaran menurun, dan kejang. Tindakan yang dilakukan adalah: 1. Stop Intake peroral. 2. IVFD dextrose 5%-10% sesuai kebutuhan per 24 jam

Nabila Ashila Fathya (1102017161)

PBL SK 1 URIN

3. Nifedipin sublingual 0,25mg/kgBB diulangi 30-60 menit bila perlu. Atau klonidin 0,002mg/kgBB/kali (IV), dinaikkan dengan interval 2 sampai 3 jam, maksimal 0,05mg/kgBB/hari. 4. Furosemide 2 mg/kgBB (IV) dan dinaikkan secara bertahap sampai maksimal 10 mg/kgBB/hari. 5. Bila tekanan darah telah turun, yaitu diastol kurang dari 100mmHg, dilanjutkan dengan kaptopril 0,5-3mg/kgBB/hari + furosemide 1-2mg/kgBB/hari. Kejang diatasi dengan antikonvulsan. LO.3.8 Pencegahan Tidak ada cara untuk mencegah kebanyakan bentuk glomerulonefritis. Namun, berikut adalah beberapa langkah yang mungkin bermanfaat:  Mencari pengobatan yang tepat dari infeksi tenggorokan menyebabkan sakit tenggorokan atau impetigo.  Kontrol tekanan darah Anda, yang mengurangi kemungkinan kerusakan ginjal dari hipertensi.  Kontrol gula darah anda untuk membantu mencegah nefropati diabetes. LO.3.9 Komplikasi 1. Oliguria sampai anuria yang dapat berlangsung 2-3 hari. Terjadi sebagia akibat berkurangnya filtrasi glomerulus. Gambaran seperti insufisiensi ginjal akut dengan uremia, hiperkalemia, hiperfosfatemia dan hidremia. Walau aliguria atau anuria yang lama jarang terdapat pada anak, namun bila hal ini terjadi maka dialisis peritoneum kadang-kadang di perlukan. 2. Ensefalopati hipertensi yang merupakan gejala serebrum karena hipertensi. Terdapat gejala berupa gangguan penglihatan, pusing, muntah dan kejang-kejang. Ini disebabkan spasme pembuluh darah lokal dengan anoksia dan edema otak. 3. Gangguan sirkulasi berupa dispne, ortopne, terdapatnya ronki basah, pembesaran jantung dan meningginya tekanand arah yang bukan saja disebabkan spasme pembuluh darah, melainkan juga disebabkan oleh bertambahnya volume plasma. Jantung dapat memberas dan terjadi gagal jantung akibat hipertensi yang menetap dan kelainan di miokardium. 4. Anemia yang timbul karena adanya hipervolemia di samping sintesis eritropoetik yang menurun.

Nabila Ashila Fathya (1102017161)

PBL SK 1 URIN

5. Gagal ginjal akut. 6. Gagal jantung. 7. Edema paru. (Ilmu Kesehatan Nelson, 2000, vol 3, ed Wahab, A. Samik, Ed 15, Glomerulonefritis akut pasca streptokokus,1813-1814, EGC, Jakarta) Jangka Panjang: 1. Abnormalitas urinalisis (microhematuria). 2. Gagal ginjal kronik. 3. Sindrom nefrotik. (Markum. M.S, Wiguno .P, Siregar.P,1990, Glomerulonefritis, Ilmu Penyakit Dalam II, 274-281, Balai Penerbit FKUI,Jakarta) LO.3.10 Prognosis Sebagian besar diperkirakan 95% pasien akan sembuh sempurna dan 2% meninggal selama fase akut ,2% menjadi glomelurusnefritis kronik Diuresis akan menjadi normal kembali pada hari ke 7-10 setelah awal penyakit, dengan menghilangnya sembab dan secara bertahap tekanan darah menjadi normal kembali. Fungsi ginjal (ureum, kreatinin) membaik dalam 1 minggu dan menjadi normal dalam waktu 3-4 minggu. Komplemen serum menjadi normal dalam waktu 6-8 minggu. Tetapi kelainan sedimen urin akan tetap terlihat selama berbulanbulan bahkan bertahun-tahun pada sebagian besar pasien. (Price, Sylvia A, 1995 Patofisiologi :konsep klinis proses-proses penyakit, ed 4, EGC, Jakarta) Dalam suatu penelitian pada 36 pasien glomerulonefritis akut pascastreptokok yang terbukti dari biopsi, diikuti selama 9,5 tahun. Prognosis untuk menjadi sembuh sempurna sangat baik. Hipertensi ditemukan pada 1 pasien dan 2 pasien mengalami proteinuria ringan yang persisten. Sebaliknya prognosis glomerulonefritis akut pascastreptokok pada dewasa kurang baik. (Price, Sylvia A, 1995 Patofisiologi :konsep klinis proses-proses penyakit, ed 4, EGC, Jakarta) Potter dkk menemukan kelainan sedimen urin yang menetap (proteinuria dan hematuria) pada 3,5% dari 534 pasien yang diikuti selama 12-17 tahun di Trinidad. Prevalensi hipertensi tidak

berbeda dengan kontrol. Kesimpulannya

adalah

prognosis

jangka

panjang

glomerulonefritis akut pascastreptokok baik. Beberapa penelitian lain menunjukkan adanya perubahan histologis penyakit ginjal yang secara cepat terjadi pada orang dewasa. Selama komplemen C3 belum pulih dan hematuria mikroskopis belum menghilang, pasien hendaknya

Nabila Ashila Fathya (1102017161)

PBL SK 1 URIN

diikuti secara seksama oleh karena masih ada kemungkinan terjadinya pembentukan glomerulosklerosis kresentik ekstra-kapiler dan gagal ginjal kronik. (Price, Sylvia A, 1995 Patofisiologi :konsep klinis proses-proses penyakit, ed 4, EGC, Jakarta) LI.4 Mempelajari dan Memahami Patologi Anatomi pada Glomerulus Makroskopis ginjal tampak agak membesar, pucat dan terdapat titik-titik perdarahan pada korteks. Mikroskopis tampak hampir semua glomerulus terkena, sehingga dapat disebut glomerulonefritis difusa. Tampak proliferasi sel endotel glomerulus yang keras sehingga mengakibatkan lumen kapiler dan ruang simpai Bowman menutup. Di samping itu terdapat pula infiltrasi sel epitel kapsul, infiltrasi sel polimorfonukleus dan monosit. Pada pemeriksaan mikroskop elektron akan tampak membrana basalis menebal tidak teratur. Terdapat gumpalan humps di subepitelium yang mungkin dibentuk oleh globulin-gama, komplemen dan antigen Streptococcus.

Gambar 8. Histopatologi gelomerulonefritis dengan mikroskop cahaya pembesaran 20× Keterangan gambar : Gambar diambil dengan menggunakan mikroskop cahaya (hematosylin dan eosin dengan pembesaran 25×). Gambar menunjukkan pembearan glomerular yang membuat pembesaran ruang urinary dan hiperselluler. Hiperselluler terjadi karnea proliferasi dari sel endogen dan infiltasi lekosit PMN

Nabila Ashila Fathya (1102017161)

PBL SK 1 URIN

Gambar 9. Histopatologi glomerulonefritis dengan mikroskop cahaya pembesaran 40×

Gambar 10. Histopatologi glomerulonefritis dengan mikroskop elektron keterangan gambar : gambar diambil dengan menggunakan mikroskop electron. Gambar menunjukjan proliferadi dari sel endothel dan sel mesangial juga infiltrasi lekosit yang bergabung dnegan deposit electron di subephitelia.(lihat tanda panah)

Nabila Ashila Fathya (1102017161)

PBL SK 1 URIN

Gambar 11. Histopatologi glomerulonefritis dengan immunofluoresensi keterangan gambar : gambar diambil dengan menggunakan mikroskop immunofluoresensi dengan pembesaran 25×. Gambar menunjukkan adanya deposit immunoglobulin G (IgG) sepanjang membran basalis dan mesangium dengan gambaran ”starry sky appearence”.

Related Documents

Pbl Sk 1 Nabila Urin.docx
December 2019 12
Pbl Sk 1 Mpt.docx
April 2020 9
Pbl Sk 1.docx
June 2020 5
Pbl Sk 1.docx
April 2020 10
Pbl Sk 2 Yaya.docx
June 2020 6
Pbl Sk 2 Neoplasia.docx
December 2019 13

More Documents from "Disty Arzabila"