Makalah Praktikum Kimia Farmasi I

  • Uploaded by: ashila qisthi
  • 0
  • 0
  • August 2019
  • PDF

This document was uploaded by user and they confirmed that they have the permission to share it. If you are author or own the copyright of this book, please report to us by using this DMCA report form. Report DMCA


Overview

Download & View Makalah Praktikum Kimia Farmasi I as PDF for free.

More details

  • Words: 3,474
  • Pages: 19
MAKALAH PRAKTIKUM KIMIA FARMASI I TITRASI ARGENTOMETRI

Disusun Oleh : 1. Aulia Rahmanda

(03422116043)

2. Eka Novi Listiani

(03422117

3. Liana Hidayati

(03422117167)

4. Yusuf Ahmad Dani

(03422117346)

AKADEMI FARMASI IKIFA JAKARTA 2019

KATA PENGANTAR Puji syukur kami panjatkan kepada Allah SWT yang telah memberikan rahmat dan KaruniaNya sehingga kami dapat menyelesaikan penyusunan makalah tentang Titrasi Argentometri. Makalah ini disusun dalam rangka melengkapi tugas dalam pembelajaran Praktikum Kimia Farmasi I. Makalah ini juga ditunjukan agar pembaca dapat memperluas ilmu tentang Titasi Argentometri. Kami sajikan makalah ini berdasarkan pengamatan dari berbagai sumber. Banyak hambatan yang kami lalui selama penyusunan makalah. Namun dengan adanya dukungan dari beberapa pihak, alhamdulilah kami dapat menyelesaikan makalah ini dengan baik, untuk itu penulis mengucapkan terimakasih kepada semua pihak yang telah membantu dalam menyelesaikan tugas ini. Selanjutnya kami selaku penulis menyadari bahwa dalam penyusunan makalah ini masih kurang dari sempurna, maka dari itu segala kritik dan saran yang bersifat membangun akan kami terima dengan tangan terbuka demi sempurnanya makalah ini.

Jakarta, Januari 2019

Penyusun

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Titrasi pengendapan merupakan titrasi yang melibatkan pembentukan endapan dari garam yang tidak mudah larut antara titran dan analit. Hal dasar yang diperlukan dari titrasi jenis ini adalah pencapaian keseimbangan pembentukan yang cepat setiap kali titran ditambahkan pada analit, tidak adanya interferensi yang menggangu titrasi, dan titik akhir titrasi yang mudah diamati. Salah satu jenis titrasi pengendapan yang sudah lama dikenal adalah melibatkan reaksi pengendapan antara ion halida (Cl-, I-, Br-) dengan ion perak Ag+. Titrasi ini biasanya disebut sebagai Argentometri yaitu titrasi penentuan analit yang berupa ion halida (pada umumnya) dengan menggunakan larutan standar perak nitrat AgNO3. Titrasi argentometri tidak hanya dapat digunakan untuk menentukan ion halida akan tetapi juga dapat dipakai untuk menentukan merkaptan (thioalkohol), asam lemak, dan beberapa anion divalent seperti ion fosfat PO43- dan ion arsenat AsO43-. Dasar titrasi argentometri adalah pembentukan endapan yang tidak mudah larut antara titran dengan analit. Sebagai contoh yang banyak dipakai adalah titrasi penentuan NaCl dimana ion Ag+ dari titran akan bereaksi dengan ion Cl- dari analit membentuk garam yang tidak mudah larut AgCl. Ketajaman titik ekuivalen tergantung dari kelarutan endapan yang terbentuk dari reaksi antara analit dan titran. Endapan dengan kelarutan yang kecil akan menghasilkan kurva titrasi argentometri yang memiliki kecuraman yang tinggi sehingga titik ekuivalen mudah ditentukan, akan tetapi endapan dengan kelarutan rendah akan menghasilkan kurva titrasi yang landai sehingga titik ekuivalen agak sulit ditentukan. Hal ini analog dengan kurva titrasi antara asam kuat dengan basa kuat dan anatara asam lemah dengan basa kuat. Untuk lebih jelasnya kita akan membahas lebih lanjut tentang titrasi pengendapan.

1.2. Rumusan Masalah 1.

Apa yang dimaksud dengan titrasi argentometri ?

2.

Apa saja metode yang ada dalam titrasi argentometri ?

3.

Apa saja kelebihan dan kekurangan titrasi argentometri ?

4.

Apa saja faktor-faktor yang mempengaruhi pengendapan ?

5.

Bagaimana pembentukan endapan berwarna ?

6.

Apa saja faktor-faktor yang mempengaruhi kelarutan ?

7.

Mengetahui contoh penelitian dari Titrasi Argentometri.

1.3. Tujuan 1. Mampu memahami titrasi dalam argentometri. 2. Mampu memahami titrasi argentometri berdasarkan metode yang ada. 3. Mampu mengetahui kelebihan dan kekurangan titrasi argentometri. 4. Mampu mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi pengendapan. 5. Mampu mengetahui pembentukan endapan berwarna. 6. Mampu mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi kelarutan.

BAB II PEMBAHASAN 2.1. Pengertian Argentometri Argentometri berasal dari bahasa latin Argentum, yang berarti perak. Argentometri adalah titrasi pengendapan sampel yang dianalisis dengan menggunakan ion perak. Biasanya, ion-ion yang ditentukan dalam titrasi ini adalah ion halida (Cl-, Br-, I-), atau untuk lebih jelas yang di maksud pada titrasi argentometri yaitu suatu analisa volumetri yang didasarkan pada reaksi pengendapan dengan AgNO3 sebagai larutan standar. Penentuan khlor, brom dapat dilakukan dengan mentitrasi halogenida tersebut dengan AgNO3 dengan menggunakan indikator kalium khromat, ion khromat akan bereaksi dengan ion perak bila seluruh Cl telah diendapkan secara kuantitatif oleh ion Ag sehingga titik akhir titrasi ditandainya dengan terbentuknya endapan merah dari Ag2CrO4. Titrasi pengendapan adalah golongan titrasi dimana hasil tirasinya merupakan endapan atau garam yang sukar larut. Prinsip dasarnya adalah reaksi pengendapan yang cepat mencapai kesetimbangan dan untuk mendapatkan hasil pada titik akhir titrasi maka perlu di tambahkan indikator. Titrasi yang melibatkan reaksi pengendapan hampir tak sebanyak titrasi yang melibatkan reaksi asam basa dalam analisis titrimetri. Presipitimetri adalah cara titrasi dimana terjadi endapan. Contoh : AgNO3+ NaCl → AgCl + NaNO3

2.2. Macam-Macam Metode Argentometri 1. Metode Mohr (pembentukan endapan berwarna) Titrasi ini ditandai dengan terbentuknya endapan berwarna dan titrasi berlangsung dengan AgNO3. Kegunaan metoda ini untuk menentukan konsentrasi klorida yang tidak bisa digunakan untuk menentukan konsentrasi iodida dan tiosianat. Metode Mohr dapat digunakan untuk menetapkan kadar klorida dan bromida dalam suasana netral dengan larutan standar AgNO3 dan penambahan

K2CrO4 sebagai indikator. Titrasi dengan cara ini harus dilakukan dalam suasana netral atau dengan sedikit alkalis (basa), pH 6,5 - 9,0. Dalam suasana asam, perak kromat larut karena terbentuk dikromat dan dalam suasana basa akan terbentuk endapan perak hidroksida. Reaksi yang terjadi adalah : Asam : 2CrO42- + 2H- ↔ CrO72- + H2O Basa : 2Ag+ + 2OH- ↔ 2AgOH 2AgOH ↔ Ag2O + H2O Kelemahan Titrasi Mohr : Kemungkinan terjadi kelebihan titran yang menyebabkan indikator mengendap sebelum titik ekivalen tercapai yang mengakibatkan titik akhir titrasi jadi tidak tajam. Sebagai solusi dilakukan pengadukan secara cepat. Prinsip penetapannya larutan klorida atau bromida dalam suasana netral atau agak alkalis dititrasi dengan larutan perak nitrat menggunakan indikator kromat. Apabila ion klorida atau bromida telah habis diendapkan oleh ion perak, maka ion kromat akan bereaksi dengan ion perak membentuk endapan perak kromat yang berwarna coklat merah sebagai titik akhir titrasi. Larutan standarnya yaitu larutan perak nitrat menggunakan indikator larutan kalium kromat. Reaksinya: NaCl + AgNO₃ --> AgCl (endapan) + NaNO₃ 2AgNO₃ + K₂CrO₄ (endapan) + 2KNO₃ Titik akhir titrasi terjadi perubahan warna pada endapan menjadi merah coklat (AgCrO₄). Titrasi harus dilakukan pada suasana netral atau sedikit alkalis karena: 

Dalam suasana asam endapan AgCrO₄ akan larut karena terbentuk perak dikromat (Ag₂Cr₂O₇)



Dalam suasana basa perak nitrat akan bereaksi dengan ion hidroksida membentuk endapan perak hidroksida AgNO₃ + NaOH --> AgOH (endapan) + NaNO₃ Gangguan pada titrasi ini antara lain disebabkan oleh:



Ion yang akan mengendap lebih dulu dari AgCl, misalnya: F, Br, CNSˉ



Ion yang membentuk kompleks dengan Ag⁺, misalnya: CNˉ, NH₃ diatas Ph 7



Ion yang membentuk kompleks dengan Clˉ, misalnya: Hg²⁺



Kation yang mengendapkan kromat, misalnya: Ba²⁺

Hal yang harus dihindari: cahaya matahari langsung atau sinar neon karena larutan perak nitrat peka terhadap cahaya (reduksi fotokimia).

2. Metode Volhard (Penentu zat warna yang mudah larut) Metode Volhard pertama kali diperkenalkan oleh Jacobus Volhard, ahli kimia dari Jerman pada tahun 1874. Dengan metode ini, larutan standar AgNO3 berlebih ditambahkan ke dalam larutan yang mengandung ion halogen (misalnya Cl-). Kelebihan ion Ag+ dalam suasana asam dititrasi dengan standar garam tiosianat (KSCN atau NH4SCN) menggunakan indikator larutan Fe3+. Sampai titik ekivalen, terjadi reaksi antara titran dan Ag+ membentuk endapan putih. Kelebihan titran menyebabkan reaksi dengan indikator membentuk senyawa kompleks tiosianato ferrat (III) yang berwarna merah. Metoda ini ditandai dengan terbentuknya kompleks berwarna dan didasarkan pada pengendapan perak tiosianat dalam AgNO3 dengan menggunakan besi (III). Berikut reaksi yang terjadi pada metoda Volhard : Ag+ + SCN- → Fe3+ + SCN-



AgSCN Fe(SCN)2+

Titrasi volhard dilakukan dalam suasana asam. Jika dalam suasana netral, indikator akan terhidrolisa. Fe3+ + OH-



Fe(OH)3

Fe3+ + H2O



Fe(OH)3 + H+

Metode ini digunakan dalam penentuan ion Cl-, Br-, dan I- dengan penambahan larutan standar AgNO3. Indikator yang dipakai adalah Fe3+ dengan titran NH4CNS, untuk menentralkan kadar garam perak dengan titrasi kembali setelah ditambah larutan standar berlebih. Kelebihan AgNO3 dititrasi dengan larutan standar KCNS, sedangkan indikator yang digunakan adalah ion Fe3+ dimana kelebihan larutan KCNS akan diikat oleh ion Fe3+ membentuk warna merah darah dari FeSCN. Kegunaan nya untuk penetapan kadar perak atau garamnya, penetapan kadar halida (Cl, Br, I). Prinsip penetapan kadar perak ditetapkan dengan cara titrasi langsung. Larutan standarnya larutan tiosianat (KCSN atau NH₄CNS). Indikator menggunakan besi (III) amonium sulfat. Titik akhir titrasinya terbentuk kompleks besi (III) tiosianat Fe(CNS)²⁺ yang larut, berwarna merah. Reaksinya: Ag⁺ + NH₄CNS--> AgCNS (endapan putih) + NH₄⁺ Jika Ag⁺ sudah habis, maka kelebihan 1 tetes NH₄CNS + Fe³⁺ --> Fe(CNS)²⁺ + NH₄⁺ 3. Metode Fajans (Indikator Absorbsi) Titrasi argentometri dengan cara fajans adalah sama seperti pada cara Mohr, hanya terdapat perbedaan pada jenis indikator yang digunakan. Indikator yang digunakan dalam cara ini adalah indikator absorbsi seperti cosine atau fluonescein menurut macam anion yang diendapkan oleh Ag+. Titrannya adalah

AgNO3 hingga suspensi violet menjadi merah. pH tergantung pada macam anion dan indikator yang dipakai. Indikator absorbsi adalah zat yang dapat diserap oleh permukaan endapan dan menyebabkan timbulnya warna. Pengendapan ini dapat diatur agar terjadi pada titik ekuivalen antara lain dengan memilih macam indikator yang dipakai dan pH. Sebelum titik ekuivalen tercapai, ion Cl- berada dalam lapisan primer dan setelah tercapai ekuivalen maka kelebihan sedikit AgNO3 menyebabkan ion Clakan digantikan oleh Ag+ sehingga ion Cl- akan berada pada lapisan sekunder. Pembentukan Endapan Berwarna seperti sistem asam, basa dapat digunakan sebagai suatu indikator untuk titrasi asam-basa. Pembentukan suatu endapan lain dapat digunakan untuk menyatakan lengkapnya suatu titrasi pengendapan. Dalam hal ini terjadi pula pada titrasi Mohr, dari klorida dengan ion perak dalam mana digunakan ion kromat sebagai indikator. Pemunculan yang permanen dan dini dari endapan perak kromat yang kemerahan itu diambil sebagai titik akhir (TE). Titrasi Mohr terbatas untuk larutan dengan perak dengan pH antara 6,0 . 10,0. Dalam larutan asam konsentrasi ion kromat akan sangat dikurangi karena H2CrO4- hanya terionisasi sedikit sekali. Lagi pula dengan hidrogen kromat berada dalam kesetimbangan dengan dikromat terjadi reaksi : 2H+ + 2CrO4- ↔

2H2CrO4



Cr2O72- + 2H2O

Proses argentometri termasuk dalam titrasi yang menghasilkan endapan dan pembentukan ion kompleks. Proses argentometri menggunakan AgNO3 sebagai larutan standar. Proses ini biasanya digunakan untuk menentukan garamgaram dari halogen dan sianida. Karena kedua jenis garam ini dapat membentuk endapan atau senyawa kompleks dengan ion Ag+ sesuai dengan persamaan reaksi sebagai berikut : NaCl + Ag+ → AgCl ↓ + Na+ KCN + Ag+ → AgCl ↓ + K+ KCN + AgCN ↓ → K [Ag(CN)2 ]

Karena AgNO3 mempunyai kemurnian yang tinggi maka garam tersebut dapat digunakan sebagai larutan standar primer. Dalam titrasi argentometri terhadap ion CN- tercapai untuk garam kompleks K [Ag(CN)2 ] karena proper tersebut dikemukakan pertama kali oleh Lieberg, cara ini tidak dapat dilakukan dalam suasana amoniatial karena garam kompleks dalam larutan akan larut menjadi ion komplek diamilum. Syarat pH untuk titrasi fajans dengan indikator eosin yaitu : tidak terlalu rendah, karena kebanyakan indikator adsorbsi bersifat asam lemah yang tidak dapat dipakai dalam larutan yang terlalu asam. Tapi tidak semua indikator seperti itu. Ada beberapa indikator adsorbsi ”kationik” yaitu bersifat basa lemah sehinggga baik untuk dititrasi dalam suasana asam. Contoh – contoh indikator Adsorbsi : 

Ortholoro

: Syarat larutan netral pH 0,02 M



Eosin

: Syarat pH 2 – 8 dari pink ke merah



Avorestein

: Syarat pH 7 – 8



Lembayung metal : Syarat larutan harus asam

4. Metode Liebig Pada metode ini titik akhir titrasinya tidak ditentukan dengan indikator, akan tetapi ditunjukkan dengan terjadinya kekeruhan. Ketika larutan perak nitrat ditambahkan kepada larutan alkali sianida akan terbentuk endapan putih, tetapi pada penggojokan larut kembali karena terbentuk kompleks sianida yang stabil. Jika reaksi telah sempurna, penambahan larutan perak nitrat lebih lanjut akan menghasilkan endapan perak sianida. Titik akhir ditunjukkan oleh terjadinya kekeruhan yang tetap. Kesukaran dalam memperoleh titik akhir yang jelas disebabkan karena sangat lambatnya endapan melarut pada saat mendekati ititk akhir.

2.3. Indikator dalam Titrasi Argentometri Indikator adalah senyawa organik (umumnya) atau anorganik yang digunakan dalam titrasi untuk menentukan dan menunjukkan titik akhir suatu titrasi. Dalam pemakaiannya, indikator yang memberikan warna pada larutan misalnya pada Kompleksometri atau juga berupa suatu endapan ini pada titrasi Argentometri. 1. Indikator kalium kromatografi K2CrO4 Titrasi argentometri dengan menggunakan indikator ini biasa disebut sebagai argentometri dengan metode Mohr. Ini merupakan titrasi langsung titran dengan menggunakan larutan standar AgNO3. Titik akhir titrasi diamati dengan terbentuknya endapan Ag2CrO4 yang brwarna kecoklatan. 2. Indikator Fe3+ Titrasi argentometri dengan indikator ini disebut sebagai titrasi argentometri dengan metode volhard. Titrasi ini merupakan titrasi tidak langsung dimana larutan standar AgNO3 ditambahkan secara berlebih dan kelebihan ini dititrasi dengan larutan standar SCN-. 3. Indikator adsorbsi Titrasi argentometri dengan indiKator adsorbsi disebut sebagai titrasi argentometri dengan menggunakan metode Fajans. Indikator yang dipakai adalah indicator adsorbsi Dimana indikator ini akan berubah warnanya jika teradsorbsi pada permukaan endapan. Selain menggunakan teknik diatas maka titrasi argentometri juga dapat dilakukan dengan menggunakan indikator yang berupa indicator electrode. Plot antara Esel dengan jumlah titran akan dapat diperoleh kurva titrasi dengan grafik ini maka kita nantinya dapat menentukan titik akhir titrasi.

4. Indikator adsorbsi pada titrasi argentometri Pada titrasi argentometri dengan metode Fajans, Jika AgNO3 ditambahkan pada larutan NaCl yang mengandung flourescein maka titik akhir titrasi akan diamati dengan perubahan warna dari kuning cerah ke merah muda. Warna endapan yang terlihat akan tampak berwarna sedangkan larutannya tampak tidak berwarna hal ini disebabkan adanya indikator adsorbsi yang teradsorb pada permukaan endapan AgCl. Warna dari endapan akan termodifikasi saat indikator teradsorbsi pada permukaan endapan. Reaksi adsorbsi ini dapat dilihat dengan contoh indikator yang bermuatan negatif seperti flouroscein. Misalnya flouroscein dilambangkan sebagai Fl-. Pada saat larutan berada pada kelebihan ion Cl- yaitu saat titrasi belum mencapai titik ekuivalen maka indikator FL- tidak teradsorbsi pada permukaan endapan, hal ini disebabkan permukaan endapan masih dikelilingi oleh ion Cl- sehingga antara endapan dan FL- saling tolak-menolak (AgCl)Cl- + FL- -> tidak ada adsorbsi akan tetapi begitu terjadi titik ekuivalen maka dengan penambahan sejumlah kecil ion Ag+ untuk mendapatkan titik akhir titrasi maka sekarang dalam larutan terdapat kelebihan jumlah ion Ag+ sehingga pada permukaan endapan sekarang terdapat ion Ag+ dengan demikian FL- akan teradsorbsi melalui gaya elektrostatis pada permukaan endapan sehingga terjadilah perubahan warna indikator. (AgCl)Ag+ + FL- -> (AgCl)(AgFL) ada reaksi dan indikator teradsorbsi Semua indikator adsorbsi bersifat ionik sehingga dapat teradsorbsi pada permukaan endapan. Indikator adsorbsi yang dipakai untuk titrasi sulfat dengan ion barium dalam pelarut aseton biasa dipergunakan thorin atau alizarin. Indikator adsorbsi memiliki keunggulan memiliki eror dalam penentuan titik akhir titrasi yang kecil, dan perubahan warna pada saat teradsorbsi umumnya

dapat terlihat dengan jelas. Indikator adsorbsi baik dipergunakan untuk titrasi penendapan dimana endapan yang dihasilkan memiliki luas permukaan yang besar dengan demikian indikator dapat teradsorbsi dengan baik.

2.4. Kelebihan dan Kekurangan Titrasi Argentometri Titrasi pengendapan adalah anilisis titrimetri berdasarkan proses terbentuknya endapan antara reagen dengan analit dan reagen dengan indikator dengan warna yang berbeda. Hal dasar yang diperlukan dari titrasi pengendapan adalah pencapaian keseimbangan pembentukan yang cepat setiap kali titran ditambahkan pada analit, tidak adanya interferensi yang menggangu titrasi, tetapi ditambah dengan titik akhir titrasi yang mudah diamati. Adapun dalam titrasi pengendapan terdapat kelebihan dan kekurangan yang signifikan, diantaranya : 

Jumlah metode titrasi pengendapan tidak sebanyak titrasi asam-basa ataupun titrasi reduksi-oksidasi (redoks).



Kesulitan dalam mencari indikator yang sesuai dalam titrasi pengendapan.



Komposisi endapan pada titrasi pengendapan seringkali tidak diketahui pasti, terutama jika terdapat efek kopresipitasi.

2.5. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Pengendapan Keberhasilan proses pengendapan sangat dipengaruhi oleh berbagai macam faktor diantaranya : 1. Temperatur Kelarutan semakin meningkat dengan naiknya suhu, jadi dengan meningkatnya suhu maka pembentukan endapan akan berkurang disebabkan banyak endapan yang berada pada larutannya.

2. Pemilihan pelarut Garam anorganik mudah larut dalam air dibandingkan dengan pelarut organik seperti alkohol atau asam asetat. Perbedaan kelarutan suatu zat dalam pelarut organik dapat dipergunakan untuk memisahkan campuran antara dua zat. Setiap pelarut memiliki kapasitas yang berbeda dalam melarutkan suatau zat, begitu juga dengan zat yang berbeda memiliki kelarutan yang berbeda pada pelarut tertentu. 3. Efek ion-sekutu Kelarutan endapan akan berkurang jika dilarutkan dalam larutan yang mengandung ion sejenis dibandingkan dalam air saja. Sebagai contoh kelarutan Fe(OH)3 akan menjadi kecil jika kita larutkan dalam larutan NH4OH dibanding dengan kita melarutkannya dalam air. Fe(OH)3

Fe3+ + 3OH-

NH4OH

NH4+ + OH-

Hal ini disebabkan dalam larutan NH4OH sudah terdapat ion sejenis yaitu OH. Sehingga akan mengurangi konsentrasi Fe(OH)3 yang akan terlarut. Efek ini biasanya dipakai untuk mencuci endapan dalam metode gravimetric. 4. Efek aktifitas Kelarutan AgCl dan BaSO4 dalam larutan KNO3, terlihat bahwa dalam 0.010 M KNO3, kelartan dari AgCl meningkat dari nilai dalam air sekitar 12 %, dan di dalam BaSO4 sekitar 70 % . Molaritas merupakan aktivitas yang terjadi dalam larutan yang sangat encer, jika konsentrasi larutan makin pekat maka koefisien aktivitas (f) menurun cepat, akibat gaya tarik lebih besar dari yang terjadi antara ion yang berbeda muatan. Efektivitas ion-ion (pada kondisi setimbang) juga menurun dan penambahan endapan harus dilakukan agar aktivitas kembali kesemula.

5. Efek pH Kelarutan endapan garam yang mengandung anion dari asam lemah dipengaruhi oleh pH, hal ini disebabkan karena penggabungan proton dengan anion endapannya. Misalnya endapan AgI akan semakin larut dengan adanya kenaikan pH disebabkan H+ akan bergabung dengan I- membentuk HI. AgI

Ag+ + I-

H3O+

H+ + H2O

6. Efek hidrolisis Jika garam dari asam lemah dilarutkan dalam air maka akan dihasilkan perubahan konsentrasi H+. Dimana hal ini akan menyebabkan kation garam tersebut mengalami hidrolisis dan hal ini akan meningkatkan kelarutan garam tersebut. 7. Hidrolisis metal Ketika Sebuah Hidroksida Metal terurai dalam air,disituasi ini anok dengan pembahasan efek hidrolisis, dimana pH dapat berubah secara nyata. 8. Efek pembentukan kompleks Pengaruh ini dapat kita jadikan sebagai dasar untuk memahami titrasi argentometri dan gravimetri.

2.6. Pembentukan Endapan Berwarna Seperti sistem asam, basa dapat digunakan sebagai suatu indikator untuk titrasi asam-basa. Pembentukan suatu endapan lain dapat digunakan untuk menyatakan lengkapnya suatu titrasi pengendapan. Dalam hal ini terjadi pula pada titrasi Mohr, dari klorida dengan ion perak dalam mana digunakan ion kromat

sebagai indikator. Pemunculan yang permanen dan dini dari endapan perak kromat yang kemerahan itu diambil sebagai titik akhir (TE). Titrasi Mohr terbatas untuk larutan dengan perak dengan pH antara 6,0 – 10,0. Dalam larutan asam konsentrasi ion kromat akan sangat dikurangi karena HCrO4- hanya terionisasi sedikit sekali. Lagi pula dengan hidrogen kromat berada dalam kesetimbangan dengan dikromat terjadi reaksi : 2H+ + 2CrO4- ↔ 2HCrO4 ↔ Cr2O72- + 2H2O Mengecilnya konsentrasi ion kromat akan menyebabkan perlunya menambah ion perak dengan sangat berlebih untuk mengendapkan ion kromat dan karenanya menimbulkan galat yang besar. Pada umumnya garam dikromat cukup dapat larut. Proses argentometri termasuk dalam titrasi yang menghasilkan endapan dan pembentukan ion kompleks. Proses argentometri menggunakan AgNO3 sebagai larutan standar. Proses ini biasanya digunakan untuk menentukan garam-garam dari halogen dan sianida. Karena kedua jenis garam ini dapat membentuk endapan atau senyawa kompleks dengan ion Ag+ sesuai dengan persamaan reaksi sebagai berikut : NaCL + Ag+ → AgCl ↓ + Na+ KCN + Ag+ → AgCl ↓ + K+ KCN + AgCN ↓ → K [Ag(CN)2] Karena AgNO3 mempunyai kemurnian yang tinggi maka garam tersebut dapat digunakan sebagai larutan standar primer. Dalam titrasi argentometri terhadap ion CN- tercapai untuk garam kompleks K [Ag(CN)2] karena proses tersebut dikemukakan pertama kali oleh Lieberg, cara ini tidak dapat dilakukan dalam suasana amoniatial karena garam kompleks dalam larutan akan larut menjadi ion komplek diamilum.

2.7. Faktor - Faktor Yang Mempengaruhi Kelarutan Pengendapan merupakan metode yang paling baik pada anlisis gravimetri. Kita akan memperhatikan faktor-faktor yang mempengaruhi kelarutan. Parameterparameter yang penting adalah temperatur, sifat pelarut, adanya ion-ion pengotor, pH, hidrolisis, pengaruh kompleks, dan lain-lain . Kelarutan bertambah dengan naiknya temperatur. Kadangkala endapan yang baik terbentuk pada larutan panas, tetapi jangan dilakukan penyaringan terhadap larutan panas karena pengendapan dipengaruhi oleh faktor temperatur. Garam-garam anorganik lebih larut dalam air. Berkurangnya kelarutan di dalam pelarut organik dapat digunakan sebagai dasar pemisahan dua zat. Kelarutan endapan dalam air berkurang jika lanitan tersebut mengandung satu dari ion-ion penyusun endapan, sebab pembatasan Ks.p (konstanta hasil kali kelarutan). Baik kation atau anion yang ditambahkan, mengurangi konsentrasi ion penyusun endapan sehingga endapan garam bertambah. Pada analisis kuantitatif, ion sejenis ini digunakan untuk mencuci larutan selama penyaringan. Beberapa endapan bertambah kelarutannya bila dalam lanitan terdapat garam-garam yang berbeda dengan endapan. Hal ini disebut sebagai efek garam netral atau efek aktivitas. Semakin kecil koefesien aktivitas dari dua buah ion, semakin besar hasil kali konsentrasi molar ion-ion yang dihasilkan. Kelarutan garam dari asam lemah tergantung pada pH larutan. Jika garam dari asam lemah dilarutkan dalam air, akan menghasilkan perubahan (H). Kation dari spesies garam mengalami hidrolisis sehingga menambah kelarutannya . Kelarutan garam yang sedikit larut merupakan fungsi konsentrasi zat lain yang membentuk kompleks dengan kation garam tersebut. Beberapa endapan membentuk kompleks yang larut dengan ion pengendap itu sendiri. Mula-mula kelarutan berkurang (disebabkan ion sejenis) sampai melalui minuman. Kemudian bertambah akibat adanya reaksi kompleksasi. Reaksi yang menghasilkan endapan dapat dimanfaatkan untuk analisis secara titrasi jika reaksinya berlangsung cepat,

dan kuantitatif serta titik akhir dapat dideteksi. Beberapa reaksi pengendapan berlangsung lambat dan mengalami keadaan lewat jenuh. Tidak seperti gravimetri, titrasi pengendapan tidak dapat menunggu sampai pengendapan berlangsung sempurna. Hal yang penting juga adalah hasil kali kelarutan (KSP) harus cukup kecil sehingga pengendapan bersifat kuantitatif dalam batas kesalahan eksperimen. Reaksi samping tidak boleh terjadi, demikian juga kopresipitasi. Keterbatasan utama pemakaian cara ini disebabkan sedikit sekali indikator yang sesuai. Semua jenis reaksi diklasifikasi berdasarkan tipe indikator yang digunakan untuk melihat titik akhir.

2.7. Contoh Titrasi Argentometri

Related Documents


More Documents from ""