1. MM Anat Pernafasan Bawah (Paru2) 1.1. Makro Trachea Terdiri dari tulang rawan dan otot yang berbentuk pipa yang terletak di tengah-tengah leher sampai incisura jugularis di belakang manubrium sternum masuk mediastinum superior. Dimulai dari bagian bawah cartilago cricoid setinggi cervical V1 sampai bercabang menjadi bronchus dextra dan sinistra setinggi vertebrae thoracal ke IV – V. Percabangan tersebut dikenal dengan ”bifurcatio trachea”. Panjang trachea (10-12 cm), pria (12 cm), dan wanita (10 cm) yang terdiri dari (16-20 cincin) yang berbentuk lingkaran, berhubungan dengan daerah larynx melalui cartilago cricoid dengan ligamentum cricotrachealis. Diantara tulang rawan terdapat jaringan ikat ”ligamentum intertrachealis (ligamentum annulare)”. Trachea adalah saluran napas yang penting dalam penyumbatan saluran napas terutama daerah larynx dengan membuat tracheostomi (membuat lubang pada trachea terutama obstruksi larynx mendadak) 1-2 cm di atas incisura jugularis sterni. Saraf-sarafnya adalah cabang-cabang nervus vagus, nervus laryngeus recurrens, dan truncus symphaticus. Saraf-saraf ini mengurus otot trachea dan membrana mucosa yang melapisi trachea. Bronchus Percabangan trachea setinggi batas vetebra thoracal IV-V disebut bifurcatio trachea. Bifurcatio trachea memberi cabang 2 buah brochus, yaitu brochus primarius dextra dan sinistra. Selanjutnya, bronchus primarius akan memberikan cabang-cabang ke setiap lobus paru, disebut bronchus secunderius. Broncus secunderius bercabang lagi menjadi bronchus tersier (bronchus segmentalis). Bronchus dextra Lobus superior: Segmen apical, anterior, dan segmen posterior. 1) Lobus media: Segmen medial dan lateral. 2) Lobus inferior: Segmen superior, medial basal, lateral basal, anterior basal, dan posterior basal. Bronchus sinistra 1) Lobus superior: Segmen apico posterior, anterior, lingularis superior, dan lingularis inferior. 2) Lobus inferior: Segmen superior, mediobasal, laterobasal, anterobasal, dan posterobasal. Perbedaan bronchus dextra dan sinistra 1) Lumen bronchus dextra lebih luas dibandingkan sinistra. 2) Bronchus dextra lebih pendek dengan panjang 2,5 cm dan terdiri dari 6-8 buah cincin, sedangkan sinistra panjangnya 5 cm dengan 9-12 buah cincin. 3) Bronchus dextra membentuk sudut 25˚ dengan garis tengah, sedangkan sinistra 45˚ sehingga posisi bronchus kanan lebih curam. Pulmo Paru adalah organ utama untuk proses pernafasan yang berbentuk kerucut, dimana bagian apex terdapat dibagian atas dan basal pada bagian bawah. Paru terletak dalam cavum thorax yang mengisi ruangan dibagian lateral dari mediastinum. Pulmo dibungkus oleh jaringan ikat kuat yaitu pleura. Pleura dibagi menjadi 2, yaitu : A. Pleura parietalis Lapisan luar yang melapisi dinding dada yang terletak dibawah fascia endothoracica. Berdasarkan letaknya pleura parietalis tebagi atas : 1. Pleura costalis yaitu pleura yang melapisi iga. 2. Pleura diaphragmatica yaitu pleura yang melapisi diaphragma.
3. Pleura mediastinalis yaitu pleura yang melapisi mediastinum. 4. Pleura cervicalis (cupula pleura) yaitu pleura yang melapisi bagian apex paru. B. Pleura visceralis Bagian pleura yang melekat ke paru-paru. Pada kedua lapisan pleura tersebut terdapat rongga / ruangan yang disebut dengan cavum pleura dimana rongga tersebut mengandung sedikit cairan pleura yang dihasilkan oleh lapisan pleura parietalis yang berfungsi sebagai pelumas untuk mengurangi friksi antara kedua lapisan pleura. Recessus pleura adalah kantong pleura yang terdapat pada lipatan pleura parietalis, disebabkan paru tidak sepenuhnya mengisi cavum pleura. Fungsi recessus ini adalah pada waktu inspirasi paru akan mengembang dan akan mengisi recessus tersebut. Pada kedua hillus paru kedua lapisan pleura berhubungan dan bergantung longgar diatas hillus dan disebut dengan ligamentum pulmonale. Ligamentum pulmonale berfungsi untuk mengatur pergerakan alat dalam hillus selama proses respirasi. Pulmo terdiri dari 2 buah, yaitu : 1. Pulmo dextra Terdiri dari 3 lobus : lobus superior, lobus media dan lobus inferior. 2. Pulmo sinistra Terdiri dari 2 lobus : lobus superior dan lobus inferior. Alat – alat penting yang terdapat pada hillus pulmonis : 1. Alat-alat yang masuk pada hillus pulmonis : Bronchus primer, A. Pulmonalis, A. Bronchialis, dan syaraf. 2. Alat-alat yang keluar dari hillus pulmonis : 2 buah vena pulmonalis,vena bronchialis, dan limfonodus. Pada jaringan paru bagian posterior didapatkan alur : 1. impresio cardiaca. 2. sulcus vena cava. 3. sulcus aorta thoracalis. 4. sulcus oesophagia Pendarahan Paru Bronchi, jaringan ikat paru, dan pleura visceralis menerima darah dari arteriae bronchiales yang merupakan cabang aorta ascendens. Venae bronchiales (yang berhubungan dengan venae pulmonales) mengalirkan darahnya ke vena azygos dan vena hemiazygos. Alveoli menerima darah terdeoksigenasi dari cabang-cabang terminal arteriae pulmonales. Darah yang teroksigenasi meninggalkan kapiler-kapiler alveoli masuk ke cabang-cabang venae pulmonales yang mengikuti jaringan ikat septa intersegmentalis ke radix pulmonis. Dua venae pulmonales meninggalkan setiap radix pulmonis untuk bermuara ke dalam atrium sinistrum cor. Persarafan Paru Pada radix setiap paru terdapat plexus pulmonalis yang terdiri atas serabut eferen dan aferen saraf otonom. Plexus ini dibentuk dari cabang-cabang truncus symphaticus dan menerima serabut-serabut parasimpatis dari nervus vagus. Serabut-serabut eferen simpatis mengakibatkan bronchodilatasi dan vasokonstriksi. Serabut-serabut eferen parasimpatis mengakibatkan bronchokonstrinksi, vasodilatasi, dan peningkatan sekresi kelenjar. Impuls aferen yang berasal dari mucosa bronchus dan dari reseptor regang pada dinding alveoli berjalan ke susunan saraf pusat dalam saraf simpatis dan parasimpatis. 1.1. Mikro TRAKEA
Dilapisi oleh mukosa respirasi, epitel bertingkat silindris. Ligamen fibroelastis dan berkas-berkas otot polos (M. trakealis) terikat pada periostium dan menjembatani kedua ujung bebas tulang rawan berbentuk C ini. Ligamen mencegah overdistensi dari lumen, sedangkan muskulus memungkinkan lumen menutup. Kontraksi otot dan penyempitan lumen trakea akibat bekerjanya refleks batuk. BRONKUS DAN BRONKIOLUS
Bronkus Memiliki lapisan sel epitel pseudostratified cilliated collumnar dengan sedikit sel goblet. lamina propia dipisah dari submukosa oleh lapisan otot polos. sedikit kelenjar seromukous dan kartilago lebih pipih. Bronkiolus Diameter < 1 mm, tidak terdapat tulang rawan, epitel selapis torax bersilia dengan beberapa sel goblet. Tanpa kelenjar di lamina propria, terdapat otot polos. Makin kecil bronkiolusnya epitelnya selapis kubis bersilia tanpa sel goblet. Pada bronkiolus kecil terdapat sel clara yang menghasilkan surfaktan. Bronkiolus terminalis Epitel kuboid atau kolumner selapis bersilia tanpa sel goblet. sel clara (tidak bersilia) terdapat di antara epitel bersilia, tidak terdapat kelenjar mukosa dan lamina propia tersusun atas sel otot polos dan serabut elastic. Bronkiolus respiratori Memiliki mukosa sel kuboid, sedikit atau tidak bersilia, tanpa sel goblet, memiliki sedikit sel clara dan memiliki lapisan otot polos Ductus Alveolaris Ductus alveolaris adalah saluran berdinding tipis, bebentuk kerucut.Epitel selapis gepeng, diluar epitel, dindingnya dibentuk oleh jaringan fiboelastis.Alveoli dipisahkan septum interalveolaris. ALVEOLI Dipisahkan oleh septum interalveolar/dinding alveolus.Terdiri atas 2 lapis epitel gepeng, didalamnya terdapat kapiler, serat elastin, kolagen, retikulin, fibroblast. Antara dinding alveoli yang berdekatan
terdapat lubang kecil dengan diameter 10-15 mm,disebut stigma alveoli (porus alveolaris) untuk sirkulasi udara atau Septum Intralveolaris. Pada Septum Intralveolaris terdapat sel yang hanya dapat dibedakan dgn mikroskop elektron : 1. Sel pneumosit tipe I/epitel alveoli/alveolar cell : inti gepeng, 95 % dinding alveoli,sitoplasma tipis. 2. Sel pneumosit tipe II/septal/alveolar besar/sekretorius : bentuk kubis, inti bulat,berkelompok 23 sel, sel menonjol ke arah lumen, sitoplasma mengandungmultilamelar bodies (surfaktan). 3. Sel alveolar fagosit/debu/dust cell : berasal dari monosit, sel agak besar inti bulat,sitoplasma bervakuola (sel darah yg telah memfagosit) /bergranula tanpa vakuola(mitosis dri makrofag). 2. MM Fisio Pernafasan 2.1. Mekanisme Inspirasi merupakan proses aktif ,akan terjadi kontraksi otot – otot ,inspirasi akan meningkatkan volume intratorakal,tekanan intrapleura di bagian basis paru akan turun dari normal sekitar -2,5 mm Hg (relatif terhadap tekanan atmosfer) pada awal inspirasi menjadi – 6 mm Hg.jaringan paru semangkin tegang ,tekanan di dalam saluran udara menjadi sedikit lebih negatif dan udara mengalir kedalam paru.pada akhir inspirasi daya rekoil paru mulai menarik dinding dada kembali ke kedudukan ekspirasi ,sampai tercapai keseimbangan kembali antara daya rekoil jaringan paru dan dinding dada.tekanan didalam saluran udara menjadi sedikit positif dan udara mengalir meninggalkan paru,selama pernapasan tenang,ekspirasi merupakan proses pasif yang tidak memerlukan kontraksi otot untuk menurunkan volume inratorakal,namun pada awal ekspirasi masih terdapat kontraksi ringan otot inspirasi,kontraksi ini berfungsi sebagai peredam daya rekoil paru dan memperlambat ekspirasi. 2.2. Kerja Nafas Sistem respirasi secara fisiologis meliputi : pernafasan luar dan pernafasan dalam. a. Pernafasan luar (eksternal) : pertukaran O2 – CO2 antar sel-sel tubuh dengan udara luar. b. Pernafasan dalam (internal) : respirasi sel didalam mitokondria intrasel, dimana metabolisme ini membutuhkan O2 dari kapiler jaringan dan menyuplai metabolit CO2 ke kapiler. Proses pernafasan luar meliputi beberapa tahapan : 1. Ventilasi : pertukaran udara luar dengan alveol paru. Terdiri dari inspirasi dan ekspirasi. 2. Difusi : pertukaran O2 – CO2 antara udara alveol dengan kapiler paru. - Fase gas : pertukaran gas antara udara luar dengan udara alveol. Semakin berat molekul gas, semakin cepat proses difusinya. (O2 > CO2) - Fase membran : pertukaran O2 – CO2 antara alveol dengan darah dalam kapiler paru melewati membran kapiler. Semakin tipis membran, semakin cepat difusinya. - Fase cairan : pertukaran O2 – CO2 dalam sirkulasi darah dengan hemoglobin dalam eritrosit. Semakin mudah larut, difusi semakin cepat. (CO2 > O2 , karena daya larut CO2 24,3x > O2) 3. Perfusi : pengangkutan O2 dan CO2 oleh pembuluh darah paru ke kapiler jaringan atau sebaliknya. 4. Pertukaran O2 – CO2 antara darah di kapiler jaringan dengan sel-sel jaringan. 2.3. Pengaturan pernafasan Tiga pusat pengaturan pernapasan normal yaitu: 1) Pusat Respirasi Terletak pada formatio retikularis medula oblongata sebelah kaudal. Pusat respirasi ini terdiri atas pusat inspirasi dan pusat ekspirasi. 2) Pusat Apneustik
Terletak pada pons bagian bawah. Mempunyai pengaruh tonik terhadap pusat inspirasi. Pusat apneustik ini dihambat oleh pusat pneumotaksis dan impuls aferen vagus dari reseptor paru-paru. Bila pengaruh pneumotaksis dan vagus dihilangkan, maka terjadi apneustik. 3) Pusat Pneumotaksis Terletak pada pons bagian atas. Bersama-sama vagus menghambat pusat apneustik secara periodik. Pada hiperpnea, pusat pneumostaksis ini merangsang pusat respirasi. Aktivitas pernapasan diatur secara kimia dan non-kimia. penurunan PO2 , peningkatan PCO2 atau konsentrasi ion H darah akan meningkatkan aktivitas pusat respirasi. Perubahan yang berlawanan mempunyai efek hambatan terhadap aktivitas respirasi. Secara non-kimia, pengaturan aktivitas pernapasan adalah melalui suhu tubuh dan aktivitas fisik. Peningkatan suhu tubuh dapat meningkatkan aktivitas pernafasan. 3. MM Mycobacterium Tuberculosis 3.1. Klasifikasi Mycobacterium tuberculosis pertama kali dideskripsikan pada tanggal 24 Maret 1882 oleh Robert Koch. Maka untuk mengenang jasa beliau, bakteri tersebut diberi nama baksil Koch. Mycobacterium tuberculosis merupakan bakteri penyebab penyakit tuberkulosa (TB). Bahkan penyakit TB pada paruparu pun dikenal juga sebagai Koch Pulmonum (KP). Robert Koch, penemu bakteri Mycobacterium tuberculosis. Berikut adalah taksonomi dari Mycobacterium tuberculosis: Kingdom : Bacteria Filum : Acinobacteria Ordo : Actynomycetales Upordo : Corynebacterineae Family : Mycobacterieae Genus : Mycobacterium Spesies : M. tuberculosis Spesies yang selalu dipertimbangkan sebagai pathogen: Spesies Reservoir Manifestasi Klinis Umum M. tuberculosis Manusia Paru-paru dan tuberkulosis disseminate M. leprae Manusia Leprosi M. bovis Manusia dan ternak Penyakit mirip tuberculosis Spesies yang potensial patogen terhadap manusia: Spesies Reservoir Manifestasi Klinis Umum M. avium complex Tanah, air, unggas, burung, Disseminata, paru-paru, sangat umum ternak dan lingkungan pada AIDS M. kansaii Air, ternak Paru-paru M. africanum Manusia, kera Biakan paru-paru mirip tuberculosis M. genavense Manusia, burung Tidak diketahui M. malmoense Tidak diketahui Paru-paru mirip tuberculosis M. marinum Ikan, air Nodul subkutaneus dan abses M. scrofulaceum Tanah, air, makanan yang Limfadenitis servikal lembap M. simiae Kera, air Pulmonary, disseminated pada pasien AIDS M. szulgai Tidak diketahui Pulmonary M. ulcerans Manusia, lingkungan Nodul dan ulcer subkutaneus M. xenopi Air, burung Pulmonary Sifat biokimia : Mycobacterium tidak dapat diklasifikasikan sebagi gram positif atau gram negatif karena sekali diwarnai dengan zat warna basa, warna tersebut tidak dapat dihilangkan dengan
alkohol, meskipun dibubuhi iodium, karenanya ia termasuk dalam bakteri tahan asam. Mycobacterium cenderung lebih resisten terhadap faktor kimia dari pada bakteri yang lain karena sifat hidrofobik permukaan selnya dan pertumbuhan bergerombol. Mycobacterium tidak menghasilkan kapsul atau spora; dinding selnya terdiri dari peptidoglikan dan DAP; dengan kandungan lipid kira-kira setinggi 60%. Bakteri ini adalah bakteri aerob, karenanya pada kasus TBC biasanya mereka ditemukan pada daerah yang banyak udaranya. Mycobacterium mendapat energi dari oksidasi berbagai senyawa karbon sederhana. Aktivitas biokimianya tidak khas, dan laju pertumbuhannya lebih lambat dari kebanyakan bakteri lain karena sifatnya yang cukup kompleks dan dinding selnya yang impermeable, sehingga penggandaannya hanya berlangsung setiap kurang lebih 18 jam. Bentuk saprofit cenderung tumbuh lebih cepat, berkembang biak dengan baik pada suhu 22-23°C, menghasilkan lebih banyak pigmen, dan kurang tahan asam dari pada bentuk yang patogen. Mycobacterium cepat mati dengan sinar matahari langsung, tetapi dapat bertahan hidup beberapa jam di tempat yang gelap dan lembab. 3.2. Morfologi A. Lipid Mikobakterium kaya akan lipid, yang tediri dari asam mikolat ( asam lemak rantai panjang C78-C90), lilin, dan, fosfat. Di dalam sel, lipid banyak terikat dengan protein dan polisakarida. Lipid pada beberapa hal bertanggungjawab pada sifat tahan asamnya. Penghilangan lipid dengan menggunakan asam yang panas menghancurkan sifat tahan asam bakteri ini, yang tergantung dari integritas dinding sel dan adanya lipid-lipid tertentu. Sifat tahan asam juga dapat dihilangkan setelah sonikasi sel mikobakterium. Analisis lipid oleh kromatografi gas menunjukkan pola yang dapat membantu klasifikasi spesies yang berbeda. Fraksi lipid dari dinding sel mikobakterium tuberkulosis terdiri dari 3 komponen: a. Asam Mikolat → hidrofobik kuat yang membentuk lipid pada sekeliling organisme tersebut dan mempengaruhi permeabilitas selnya. As. Mikolat diperkirakan sebagai faktor penentu virulensi MTB. As mikolat dapat mencegah serangan dari protein kation, lisozim dan oksigen radikal pada granula fagositik b. Cord factor → toxic bagi sel mamalia dan juga sebagai inhibitor dari migrasi sel PMN. c. Wax-D → merupakan komponen utama dari Freund‟s Complete Adjuvant (FCA) pada envelope sel B. Protein Setiap tipe mikobakterium mengandung beberapa protein yang membangkitkan reaksi tuberculin. Protein berikatan dengan wax fractioncan, setelah injeksi, akan menginduksi sensitivitas tuberculin. Protein ini juga dapat merangsang pembentukan berbagai antibodi. C. Polisakarida Mikobakterium mengandung berbagai polisakarida. Peran polisakarida dalam pathogenesis penyakit manusia tidak jelas. Polisakarida tersebut dapat menginduksi hipersensitifitas tipe cepat dan dapat berperan sebagai antigen dalam reaksi dengan serum pasien yang terinfeksi. 3.3 Siklus Hidup Mycobacterium tuberculosis Bakteri mikobacterium tersebar melalui droplet dan bisa juga inhalasi. Saat seseorang menghirup atau menelannya, mikobakterium akan menetap. Bakteri ini akan mencari daerah yang memiliki vaskularisasi baik. Mycobacterium tuberculosis menetap di paru-paru, yang menyebabkan TB paru. Bakteri ini dapat langsung di fagosit oleh makrofag dan mati. Tetapi bisa juga bakteri membelah mitosis di dalam makrofag. Saat bakteri membelah dan sudah mencapai jumlah yang cukup, sistem imun selular akan membunuh bakteri. Bakteri dapat hilang bersih dalam tubuh atau tinggal tetapi dalam keadaan tidur, sehingga saat sistem imun tubuh turun bakteri akan berkembang dan menjadi TB paru sekuder.
Identifikasi : • Biakan : Perbenihan untuk biakan primer mikobakteria meliputi perbenihan nonselektif dan selektif (mengandung antibiotik untuk mencegah pertumbuhan berlebihan bakteri dan jamur).Terdapat 3 formulasi umum yang digunakan, yaitu: 1. Perbenihan Agar Semisintetik misal: Middlebrook 7H10 dan 7H11. Digunakan untuk pemantauan morfologi koloni, uji kepekaan, dan dengan penambahan antibiotik, sebagai perbenihan selektif. Mengandung garam tertentu, vitamin, kofaktor, asam oleat, albumin, katalase, gliserol, glukosa, dan malasit hijau.Albumin menetralisasi efek toksik dan efek penghambatan asam lemak dalam bahan atau perbenihan. 2. Perbenihan Telur Tebal misal: Lowenstein-Jensen. Perbenihan ini mengandung garam tertentu, gliserol, dan substansi organik kompleks (misal: telur segar atau kuning telur, tepung kentang, dan bahan lain dalam bentuk kombinasi). 3. Perbenihan Kaldu misal: Middlebrook 7H9 dan 7H12. Perbenihan ini mendukung proliferasi inokula kecil. Mikobakteria tumbuh dalam bentuk kelompok massa, akibat ciri khas hidrofobik permukaan selnya. Jika ditambah Tweens (asam lemak yang dapat larut dalam air), akan membasahkan permukaan sehingga memudahkan penguraian pertumbuhan dalam perbenihan cair. Perbenihan 7H12 dengan penambahan antibiotik, suplemen, dan asam 14C palmitat adalah dasar untuk sistem biakan BACTEC untuk mikobakteria. Selama pertumbuhan: Mikobakteria menggunakan asam 14C palmitat, melepas 14CO2, yang terdeteksi oleh mesin. Biakan positif dideteksi dengan sistem ini dalam waktu kurang lebih 2 minggu. • Reaksi terhadap Faktor Fisik dan Kimia : Mikobakteria lebih resisten terhadap faktor Kimia daripada bakteri lain karena sifat hidrofobik permukaan selnya dan pertumbuhannya yang bergerombol. Zat-zat warna atau antibiotik bersifat bakteriostatik terhadap bakteri lain dapat dimasukkan kedalam perbenihan tanpa menghambat pertumbuhan basil tuberkel. Asam dan basa memungkinkan sebagian basil tuberkel yang terkena tetap hidup, sifat ini digunakan untuk memekatkan bahan dari klinik dengan membunuh sebagian organisme lain yang mengkontaminasi. Basil tuberkel cukup resisten terhadap pengeringan dan dapat hidup lama dalam dahak yang kering. • Variasi : Terjadi pada bentuk koloni, pembentukan pigmen, produksi faktor cord, virulensi, suhu pertumbuhan optimal, dan sifat-sifat sel atau sifat pertumbuhan lainnya. Bakteri tahan asam (BTA) dan Bakteri tidak tahan asam (BTTA) dapat dibedakan dengan pewarnaan ziehl nelseen. Dengan pewarnaan ini pori-pori lipid pada bakteri akan melebu, sehingga zat warna dapat masuk kedaalam tubuh bakteri. Bila preparat dingin zat warna tidak dapat terlepas kembali walaupun dipengaruhi dengan asam, sehingga kuman yang tidak dapat tahan asam akan mengambil zat warna kedua pada pewarnaan berikutnya. Basil tahan asam berwarna merah, non basil tahan asam berwarna biru. 4. MM TB Paru 4.1. Definisi : Tuberkulosis adalah penyakit granuloma kronik yang disebabkan oleh Mycobacterium tuberculosis yang dapat menyerang hampir seluruh bagian tubuh dan yang paling sering terserang adalah organ paru-paru. 4.2. Klasifikasi Klasifikasi secara patologis: TB Primer (Childhood TB) TB Sekunder (Adult TB) Klasifikasi secara radiologis:
Koch Pulmonum (TB) Aktif Koch Pulmonum (TB) Non-Aktif Koch Pulmonum (TB) Quiscent (bentuk aktif yang mulai sembuh) Klasifikasi secara luas radiologis: TB Minimal Ada sedikit lesi infiltrate pada satu atau kedua paru tapi tidak sampai satu lobus. Moderately Advanced TB Ada kavitas dengan diameter 4 cm dan bayangan infiltrate kurang dari satu bagian paru. Far Advanced TB Infiltrate dan kavitas melebihi tipe moderately advanced TB. 4.3. Etiologi TB Paru Mikobakterium memiliki bentuk batang langsing yang tahan asam. Mudah mengikat pewarnaan ziehl-neelsen atau karbon fukhsin dan sulit di dekolorisasi. M. tuberculosis hominis adalah penyebab sebagian besar TB. Sedangkan M. bovis memiliki hospes reservoir sapi. TB dari M. bovis dapat menular ke manusia jika meminum susu sapi perah yang tidak di pasteurisasi. M. aviumintracellulare merupakan penyebab TB yang jarang menyebabkan sakit pada pasien imunokompeten. Hanya 10%-30% pada pasien AIDS yang dapat menyebabkan sakit. 4.4. Patof
4.5. Manifestasi Klinis Gejala penyakit TBC dapat dibagi menjadi gejala umum dan gejala khusus yang timbul sesuai dengan organ yang terlibat. Gambaran secara klinis tidak terlalu khas terutama pada kasus baru, sehingga cukup sulit untuk menegakkan diagnosa secara klinik. 1. Gejala sistemik/umum
Demam tidak terlalu tinggi yang berlangsung lama, biasanya dirasakan malam hari disertai keringat malam. Kadang-kadang serangan demam seperti influenza dan bersifat hilang timbul. Penurunan nafsu makan dan berat badan. Batuk-batuk selama lebih dari 3 minggu (dapat disertai dengan darah). Perasaan tidak enak (malaise), lemah. 2. Gejala khusus
Tergantung dari organ tubuh mana yang terkena, bila terjadi sumbatan sebagian bronkus (saluran yang menuju ke paru-paru) akibat penekanan kelenjar getah bening yang membesar, akan menimbulkan suara “mengi”, suara nafas melemah yang disertai sesak. Kalau ada cairan dirongga pleura (pembungkus paru-paru), dapat disertai dengan keluhan sakit dada. Bila mengenai tulang, maka akan terjadi gejala seperti infeksi tulang yang pada suatu saat dapat membentuk saluran dan bermuara pada kulit di atasnya, pada muara ini akan keluar cairan nanah. Pada anak-anak dapat mengenai otak (lapisan pembungkus otak) dan disebut sebagai meningitis (radang selaput otak), gejalanya adalah demam tinggi, adanya penurunan kesadaran dan kejang-kejang. Pada pasien anak yang tidak menimbulkan gejala, TBC dapat terdeteksi kalau diketahui adanya kontak dengan pasien TBC dewasa. Kira-kira 30-50% anak yang kontak dengan penderita TBC paru dewasa memberikan hasil uji tuberkulin positif. Pada anak usia 3 bulan – 5 tahun yang tinggal serumah dengan penderita TBC paru dewasa dengan BTA positif, dilaporkan 30% terinfeksi berdasarkan pemeriksaan serologi/darah. 4.6. Diagnosis & DD ANAMNESIS : Hal pertama yang harus ditanyakan adalah identitas pasien, yaitu umur, jenis
kelamin, ras, status pernikahan, agama dan pekerjaan. 1. Riwayat Penyakit Sekarang (RPS) 1. Lokasi (dimana ? menyebar atau tidak ?) 2. Onset / awitan dan kronologis (kapan terjadinya? berapa lama?) 3. Kuantitas keluhan (ringan atau berat, seberapa sering terjadi ?) 4. Kualitas keluhan (rasa seperti apa ?) 5. Faktor-faktor yang memperberat keluhan. 6. Faktor-faktor yang meringankan keluhan. 7. Analisis sistem yang menyertai keluhan utama (keluhan yang menyertai) 2. Riwayat Penyakit Dahulu (RPD) 3. Riwayat Kesehatan Keluarga 4. Riwayat Sosial dan Ekonomi Hal ini untuk mengetahui status sosial pasien, yang meliputi pendidikan, pekerjaan pernikahan, kebiasaan yang sering dilakukan (pola tidur, minum alkohol atau merokok, obatobatan, aktivitas seksual, sumber keuangan, asuransi kesehatan dan kepercayaan). PEMERIKSAAN FISIK Didapatkan konjungtiva mata atau kulit yang pucat, badan kurus (BB menurun). Tempat kelainan lesi TB paru yang paling dicurigai adalah bagian apeks paru, akan didapatkan perkusi redup dan auskultasi suara napas bronchial, didapatkan bunyi tambahan berupa ronki basah, kasar, nyaring. Dalam penampilan klinis, TB paru sering asimtomatik. PEMERIKSAAN LABORATORIUM
Mengingat prevalensi TB paru di Indonesia saat ini masih tinggi, maka setiap orang yang datang ke UPK dengan gejala tersebut diatas, dianggap sebagai seorang tersangka (suspek) pasien TB, dan perlu dilakukan pemeriksaan dahak secara mikroskopis langsung pada pasien remaja dan dewasa, serta skoring pada pasien anak. Pemeriksaan dahak berfungsi untuk menegakkan diagnosis, menilai keberhasilan pengobatan dan menentukan potensi penularan. Pemeriksaan dahak untuk penegakan diagnosis pada semua suspek TB dilakukan dengan mengumpulkan 3 spesimen dahak yang dikumpulkan dalam dua hari kunjungan yang berurutan berupa dahak Sewaktu-Pagi-Sewaktu (SPS): • S(sewaktu): Dahak dikumpulkan pada saat suspek TB datang berkunjung pertama kali. Pada saat pulang, suspek membawa sebuah pot dahak untuk mengumpulkan dahak pagi pada hari kedua. • P(Pagi): Dahak dikumpulkan di rumah pada pagi hari kedua, segera setelah bangun tidur. Pot dibawa dan diserahkan sendiri kepada petugas di UPK. • S(sewaktu): Dahak dikumpulkan di UPK pada hari kedua, saat menyerahkan dahak pagi. Cara pemeriksaan bakteriologi dilakukan secara mikroskopis dan kultur. Pemeriksaan mikroskopis dapat dengan pewarnaan Ziehl-Nielsen atau dengan fluorosens pewarnaan auramin-rhodamin. Sedangkan, pemeriksaan kultur dilakukan dengan metode konvensional, yaitu dengan menggunakan media Lowenstein-jensen, ataupun media agar. Interpretasi hasil pemeriksaan dahak dari 3 kali pemeriksaan ialah: 3 positif atau 2 positif + 1 negatif: BTA positif 1 positif + 2 negatif atau ulang BTA 3 kali. Apabila 1 positif +2 negatif atau BTA positif. Namun, apabila 3 negatif: BTA negatif. Pemeriksaan Radiologi Pemeriksaan standar ialah foto toraks PA. Gambaran yang dicurigai sebagai lesi TB aktif adalah: • Bayangan berawan/nodular di segmen apical dan posterior lobus atas paru dan segmen superior lobus bawah • Kaviti, terutama lebih dari satu, dikelilingi oleh bayangan opak berawan atau nodular • Bayangan bercak milier • Efusi pleura unilateral atau bilateral
Pada sebagian besar TB paru, diagnosis terutama ditegakkan dengan pemeriksaan dahak secara mikroskopis dan tidak memerlukan foto toraks. Namun pada kondisi tertentu pemeriksaan foto toraks perlu dilakukan sesuai dengan indikasi sebagai berikut: • Hanya 1 dari 3 spesimen dahak SPS hasilnya BTA positif. Pada kasus ini pemeriksaan foto toraks dada diperlukan untuk mendukung diagnosis TB paru BTA positif.
•
Ketiga spesimen dahak hasilnya tetap negatif setelah 3 spesimen dahak SPS pada pemeriksaan sebelumnya hasilnya BTA negatif dan tidak ada perbaikan setelah pemberian antibiotika non OAT(non fluoroquinolon). • Pasien tersebut diduga mengalami komplikasi sesak nafas berat yang memerlukan penanganan khusus (seperti: pneumotorak, pleuritis eksudativa, efusi perikarditis atau efusi pleural) dan pasien yang mengalami hemoptisis berat (untuk menyingkirkan bronkiektasis atau aspergiloma). Gambaran radiologi yang dicurigai sebagai lesi TB inaktif meliputi: • Fibrotik • Kalsifikasi • Schwarte atau penebalan pleura SUSPEK TB PARU
Pemeriksaan Penunjang Lain
Pemeriksaan BACTEC dengan metode radiometric • • •
Polymerase Chain Reaction (PCR) Pemeriksaan serologi dengan ELISA, ICT, Mycodot, PAP, dan IgG TB Analisis cairan pleura :Pemeriksaan analisis cairan pleura dan uji Rivalta cairan pleura perlu dilakukan pada pasien efusi pleura untuk membantu menegakkan diagnosis. Interpretasi hasil analisis yang mendukung diagnosis tuberkulosis adalah
uji Rivalta positif dan kesan cairan eksudat, serta pada analisis cairan pleura terdapat sel limfosit dominan dan glukosa rendah. • Pemeriksaan histopatologi jaringan dengan biopsi jaringan halus Pemeriksaan histopatologi dilakukan untuk membantu menegakkan diagnosis TB. Pemeriksaan yang dilakukan ialah pemeriksaan histopatologi. Bahan jaringan dapat diperoleh melalui biopsi atau otopsi pada Biopsi aspirasi dengan jarum halus (BJH) kelenjar getah bening (KGB), Biopsi pleura (melalui torakoskopi atau dengan jarum abram, Cope dan Veen Silverman), Biopsi jaringan paru (trans bronchial lung biopsy/TBLB) dengan bronkoskopi, trans thoracal needle aspiration/TTNA, biopsi paru terbuka), dan Otopsi pada pemeriksaan biopsi sebaiknya diambil 2 sediaan, satu sediaan dimasukkan ke dalam larutan salin dan dikirim ke laboratorium mikrobiologi untuk dikultur serta sediaan yang kedua difiksasi untuk pemeriksaan histologi. • Pemeriksaan darah rutin: tidak banyak membantu • Uji tuberkulin: kurang berarti untuk orang dewasa Tes Serologi Tes serologi yang dikenal hingga saat ini yang dapat membantu diagnosa tuberkulosis adalah Tes Takahasi. Tes ini merupakan reaksi aglutinasi fosfatida kaolin pada seri pengenceran serum sehingga dapat ditentukan titernya. Titer > 128 dianggap positif, yang berarti proses tuberkulosis masih aktif. Uji Tuberkulin Pada anak, uji tuberkulin merupakan pemeriksaan yang paling bermanfaat untuk menunjukkan sedang/pernah terinfeksi Mycobacterium tuberculosis dan sering digunakan dalam “Screening TBC”. Efektifitas dalam menemukan infeksi TBC dengan uji tuberkulin adalah lebih dari 90%. Penderita anak umur kurang dari 1 tahun yang menderita TBC aktif uji tuberkulin positif 100%, umur 1–2 tahun 92%, 2–4 tahun 78%, 4–6 tahun 75%, dan umur 6–12 tahun 51%. Dari persentase tersebut dapat dilihat bahwa semakin besar usia anak maka hasil uji tuberkulin semakin kurang spesifik. Ada beberapa cara melakukan uji tuberkulin, namun sampai sekarang cara mantoux lebih sering digunakan. Lokasi penyuntikan uji mantoux umumnya pada ½ bagian atas lengan bawah kiri bagian depan, disuntikkan intrakutan (ke dalam kulit). Penilaian uji tuberkulin dilakukan 48–72 jam setelah penyuntikan dan diukur diameter dari pembengkakan (indurasi) yang terjadi: • Pembengkakan (Indurasi) : 0–4mm, uji mantoux negatif. Arti klinisnya tidak ada infeksi Mycobacterium tuberculosis. • Pembengkakan (Indurasi) : 5–9mm, uji mantoux meragukan. Hal ini bisa karena kesalahan teknik, reaksi silang dengan Mycobacterium atypikal atau pasca vaksinasi BCG. • Pembengkakan (Indurasi) :>= 10mm, uji mantoux positif.Arti klinisnya sedang atau pernah terinfeksi Mycobacterium tuberculosis. 4.7. Tatalaksana Obat yang digunakan untuk TBC digolongkan atas dua kelompok, yaitu: a. Obat primer / Lini pertama: Isoniazid (INH), Rifampisin, Etambutol,Streptomisin, Pirazinamid. Memperlihatkan efektifitas yang tinggidengan toksisitas yang masih dapat ditolerir, sebagian besar dapatdipisahkan dengan obat-obatan ini. b. Obat sekunder / Lini kedua: Etionamid, Paraaminosalisilat, Sikloserin,Amikasin, Kapreomisin, Kanamisin 1. Isoniazid (INH) a. Efek antibakteri bersifat tuberkulostatik dan tuberkulosid. Efek bakterisidnya hanya terlihat pada kuman yang sedang tumbuh aktif. Isoniazid dapat menembus ke dalam sel dengan mudah. Mekanisme kerja
menghambat biosintesis asam mikolat (mycolic acid)yang merupakan unsur penting dinding sel mikobakterium. b. Farmakokinetik mudah diabsorbsi pada pemberian oral maupun parenteral. Mudah berdifusi ke dalam sel dan semua cairan tubuh. Antar75-95% diekskresikan melalui urin dalam waktu 24 jam dan hampir seluruhnya dalam bentuk metabolit. c. Efek samping reaksi hipersensitivitas menyebabkan demam, berbagai kelainan kulit. Neuritis perifer paling banyak terjadi. Mulut terasa kering, rasa tertekan pada ulu hati, methemoglobinemia, tinnitus, dan retensiurin. d.Sediaan dan posologi terdapat dalam bentuk tablet 50, 100, 300, dan 400mg serta sirup 10 mg/mL. Dalam tablet kadangkadang telah ditambahkan B6. biasanya diberikan dalam dosis tunggal per orang tiap hari. Dosis biasa 5 mg/kgBB, maksimum 300 mg/hari. Untuk TB berat dapat diberikan 10mg/kgBB, maksimum 600 mg/hari, tetapi tidak ada bukti bahwa dosis demikian besar lbih efektif. Anak < 4 tahun dosisnya 10mg/kgBB/hari. Isoniazid juga dapat diberikan secara intermiten 2 kali seminggu dengandosis 15 mg/kgBB/hari. 2. Rifampisin a. Aktivitas antibakteri menghambat pertumbuhan berbagai kuman gram-positif dan gram-negatif. b. Mekanisme kerja terutama aktif terhadap sel yang sedang tumbuh. Kerjanya menghambat DNA dependent RNA polymerase dari mikrobakteria dan mikroorganisme lain dengan menekan mulai terbentuknya (bukan pemanjangan) rantai dalam sintesis RNA. c.Farmakokinetik pemberian per oral menghasilakn kadar puncak dalamplasma setelah 2-4 jam. Setelah diserap dari saluran cerna, obat ini cepat diekskresi melalui empedu dan kemudian mengalami sirkulasi enterohepatik. Penyerapannya dihambat oleh makanan. Didistribusi keseluruh tubuh. Kadar efektif dicapai dalam berbagai organ dan cairan tubuh, termasuk cairan otak, yang tercermin dengan warna merah jingga pada urin, tinja, ludah, sputum, air mata, dan keringat. d. Efek samping: jarang menimbulkan efek yang tidak diingini. Yang palingsering ialah ruam kulit, demam, mual, dan muntah. Sediaan dan posologi: tersedia dalam bentuk kapsul 150 mg dan 300 mg. Terdapat pula tablet 450 mg dan 600 mg serta suspensi yang mengandung 100 mg/5mL rifampisin. Beberapa sediaan telah dikombinasi dengan isoniazid. Biasanya diberikan sehari sekali sebaiknya 1 jam sebelum makan atau dua jam setelah makan. Dosis untuk orang dewasa dengan berat badan kurang dari 50 kg ialah 450 mg/hari dan untuk berat badan lebih dari 50 kg ialah 60 mg/hari. Untuk anak-anak dosisnya 1020mg/kgBB/hari dengan dosis maksimum 600 mg/hari. 3. Etambutol a. Aktivitas antibakteri menghambat sintesis metabolit sel sehingga metabolisme sel terhambat dan sel mati. Hanya aktif terhadap sel yang tumbuh dengan khasiat tuberkulostatik. b. Farmakokinetik pada pemberian oral sekitar 75-80% diserap dari saluran cerna. Tidak dapat ditembus sawar darah otak, tetapi pada meningitis tuberkulosa dapat ditemukan kadar terapi dalam cairan otak. c. Efek samping jarang Efek samping yang paling penting ialah gangguan penglihatan, biasanya bilateral, yang merupakan neuritis retrobulbar yaitu berupa turunnya ketajaman penglihatan, hilangnya
kemampuan membedakan warna, mengecilnya lapangan pandang, dan skotom sentral maupun lateral. Menyebabkan peningkatan kadar asam urat darah pada50% pasien. d. Sediaan dan posologi tablet 250 mg dan 500 mg. Ada pula sediaan yang telah dicampur dengan isoniazid dalam bentuk kombinasi tetap. Dosis biasanya 15 mg/kgBB, diberikan sekali sehari, ada pula yang menggunakan dosis 25 mg/kgBB selama 60 hari pertama, kemudian turun menjadi 15 mg/kgBB. 4. Pirazinamid a. Aktivitas antibakteri mekanisme kerja belum diketahui. b.Farmakokinetik mudah diserap usus dan tersebar luas ke seluruh tubuh. Ekskresinya terutama melalui filtrasi glomerulus. c. Efek samping yang paling umum dan serius adalah kelainan hati. Menghambat ekskresi asam urat. Efek samping lainnya ialah artralgia, anoreksia, mual, dan muntah, juga disuria, malaise, dan demam. d.Sediaan dan posologi bentuk tablet 250 mg dan 500 mg. Dosis oral 20-35mg/kgBB sehari (maksimum 3 g), diberikan dalam satu atau beberapa kal isehari. 5. Streptomisin a. Aktivitas antibakteri bersifat bakteriostatik dan bakterisid terhadap kuman TB. Mudah masuk kavitas, tetapi relatif sukar berdifusi ke cairan intrasel. b.Farmakokinetik setelah diserap dari tempat suntikan, hampir semua streptomisin berada dalam plasma. Hanya sedikit sekali yang masuk kedalam eritrosit. Kemudian menyebar ke seluruh cairan ekstrasel. Diekskresi melalui filtrasi glomerulus. c. Efek samping umumnya dapat diterima dengan baik. Kadang-kadang terjadi sakit kepala sebentar atau malaise. Bersifat nefrotoksik.Ototoksisitas lebih sering terjadi pada pasien yang fungsi ginjalnya terganggu. d. Sediaan dan posologi bubuk injeksi dalam vial 1 dan 5 gram. Dosisnya 20mg/kgBB secara IM, maksimum 1 gr/hari selama 2 sampai 3 minggu.Kemudian frekuensi berkurang menjadi 2-3 kali seminggu. 6. Etionamid a.Aktivitas antibakteri in vitro, menghambat pertumbuhan M. tuberculosis jenis human pada kadar 0.9-2.5 g/mL. Farmakokinetik : pemberian per oral mudah di absorpsi. Kadar puncak 3 jam dan kadar terapi bertahan 12 jam. Distribusi cepat, luas, dan meratake cairan dan jaringan. Ekskresi cepat dalam bentuk utama metabolit 1%aktif. b.Efek samping paling sering anoreksia, mual da muntah. Sering terjadi hipotensi postural, depresi mental, mengantuk dan asthenia c.Sediaan dan posologi dalam bentuk tablet 250 mg. Dosis awaln 250 mgsehari, lalu dinaikan setiap 5 hari dengan dosis 125 mg – 1 g/hr. Dikonsumsi waktu makan untuk mengurangi iritasi lambung. 7. Paraaminosalisilat a. Aktivitas bakteri in vitro, sebagian besar strain M. tuberculosis sensitif dengan kadar 1 g/mL.
Farmakokinetik : mudah diserap melalui saluran cerna. Masa paruh 1 jam. Diekskresi 80% di ginjal dan 50% dalam bentuk asetilasi. b.Efek samping gejala yang menonjol mual dan gangguan saluran cerna. Dan kelainan darah antara lain leukopenia, agranulositopenia, eosinofilia, limfositosis, sindrom mononukleosis atipik, trombositopenia. c.Sediaan dan posologi dalam bentuk tablet 500 mg dengan dosis oral 8-12g sehari. 8.Sikloserin a. Aktifitas bakteri in vitro, menghambat M.TB pada kadar 5-20 g/mL dengan menghambat sintesis dinding sel. b. Farmakokinetik baik dalam pemberian oral. Kadar puncak setelahpemberian obat 4-8 jam. Ditribusi dan difusi ke seluruh cairan dan jaringan baik. Ekskresi maksimal dalam 2-6 jam, 50% melalui urin dalam bentuk utuh. c. Efek samping SSP biasanya dalam 2 minggu pertama, dengan gejala somnolen, sakit kepala, tremor, vertigo, konvulsi, dll. d. Sediaan dan posologi bentu kapsul 250 mg, diberikan 2 kali sehari. Hasil terapi paling baik dalam plasma 25-30 g/mL. Kanamisin dan Amikasin Menghambat sintesis protein bakteri. Efek pada M. tb hanya bersifat supresif. e. Farmakokinetik melalui suntikan intramuskular dosis 500 mg/12 jam (15mg/kgBB/hr, atau dengan intravena selama 5 hr/mgg selama 2bulan,dan dilanjutkan dengan 1-1.5 mg 2 atau 3 kali/mgg selama 4 bulan. 9. Kapreomisin a. Efek samping nefrotoksisitas dengan tanda nnaiknya BUN, menurunnya klirens kreatinin dan albuminuria. Selain itu bisa terjadi hipokalemia, ujifungsi hati buruk, eosinogilia, leukositosis, leukopenia, dan trombositopenia. Pengobatan kombinasi
Kategori I 2RHZE/ 4R3H3 TB paru BTA (+) kasus baru TB paru BTA(-), foto thorax (+), Kasus baru TB ekstra paru ringan dan berat Kategori II (2RHZES/1RHZE)/ 5R3H3E3 Pasien kambuh Pasien default Pasien gagal pengobatan Kategori IV TB MDR (TB multidrug resistant)
2.Non-Farmako POM (pengawas minum obat) WHO telah memperkenalkan srategi DOTS (Directly Observed Treatment Short Course) sebagai pendekatan terbaik untuk penanggulangan TB.Sistem DOTS terdiri dari 5 komponen, yaitu perlunya komitmen politik penentu kebijakan, diagnosis dengan mikroskopi yang baik, pemberian obat yang dan diawasi secara baik, jaminan ketersediaan obat serta pencatatan dan pelaporan yang akurat. Komponen ketiga, yakni pemberian obat yang dan diawasi secara baik, untuk menjamin seseorang
menyelesaikan pengobatannya, maka perlu ditunjuk seorang pengawas minum obat (PMO). PMO ini dari masyarakat atau petuga kesehatan yang sudah dilatih. 4.8. Komplikasi Komplikasi berikut sering terjadi pada penderita stadium lanjut : 1. Hemoptisis berat (perdarahan dari saluran napas bawah) yang dapat mengakibatkan kematian karena syok hipovolemik atau tersumbatnya jalan napas. 2. Kolaps dari lobus akibat retraksi bronkial. 3. Bronkiectasis dan Fibrosis pada paru. 4. Pneumotoraks spontan: kolaps spontan karena kerusakan jaringan paru. 5. Penyebaran infeksi ke organ lain seperti otak, tulang, persendian, ginjal dan sebagainya. 6. Insufisiensi Kardio Pulmoner (Cardio Pulmonary Insufficiency). Penderita TB paru dengan kerusakan jaringan luas yang telah sembuh (BTA negatif) masih bisa mengalami batuk darah. Keadaan ini seringkali dikelirukan dengan kasus kambuh. Pada kasus seperti ini, pengobatan dengan OAT tidak diperlukan, tapi cukup diberikan pengobatan simptomatis. Bila perdarahan berat, penderita harus dirujuk ke unit spesialistik. Komplikasi terbagi atas komplikasi dini dan komplikasi lanjut: 1. Komplikasi dini : pleuritis, efusi pleura, emfiema, laryngitis, usus, Poncet’s arthropathy 2. Komplikasi lanjut : obstruksi jalan nafas → SOFT (Sindrom Pasca Tuberkulosis), kerusakan perenkim berat → SOPT/ fibrosis paru, kor pulmonal, amiloidosis karsinoma paru sindrom gagal nafas dewasa (ARDS), sering terjadi pada TB milier dan kavitas TB 4.9. Pencegahan A. Pencegahan TB pada orang dewasa TB pada orang dewasa lebih sering ditemukan oleh reinfeksi endogen (80%) dari pada eksogen (20%). Sistem pertahanan tubuh terhadap TB didasarkan atas fungsi imunitas seluler. Untuk mencegah TB pada orang dewasa ialah mempertahankan sistem imunitas seluler dalam keadaan optimal ,dengan sedapat dapatnya menghindari faktoryang dapat melemahkannya seperti kortikosteroid dan kurang gizi. B. Pencegahan TB pada anak anak Yang terbaik adalah mencegah infeksi basil TB. Mencegah kontak dengan penderita TB yang menular. Gizi juga (terutama protein dan Fe yang cukup) akan memegang peranan penting dan juga kortikoterapi yang berperan dama sistem imunitas seluler. 4.10. Prognosis Bila tidak menerima pengobatan spesifik (Grzybowsky, 1976) : - 25% meninggal dunia dalam 18 bulan - 50% meninggal dalam 5 tahun - 8-12.5 % menjadi chronic exeretors, yakni terus-menerus mengeluarkan basil TB dalam sputumnya (sumber penularan) Sisanya mengalami kesembuhan dengan spontan dengan bekas berupa proses fibrotik dan perkapuran Bila diberikan pengobatan spesifik (sesuai aturan sebenarnya) : Pengobatan spesifik hanya membunuh basil TB saja, namun kelainan paru yang sudah ada pada saat pengobatan spesifik dimulai tidak akan hilang sehingga keluhan-keluhan yang disebabkannya belum tentu hilang secara sempurna saat terapi spesifik selesai, bahkan dapat bertahan selama hidup. Bila diberikan pengobatan spesifik (tidak memenuhi syarat) penderita tidak akan sembuh, dan basil TB yang tadinya resisten terhadap obat-obatan yang dipakai akan menjadi resisten. Akibatnya penderita sukar disembuhkan dan menularkan basil-basil resisten pada sekelilingnya. 5. MM Epid TB Paru
5.1. Predisposisi & Prevalensi Predisposisi 1. Faktor Agent ( Mycobacterium tuberculosis) Karakteristik alami dari agen TBC hampir bersifat resisten terhadap disifektan kimia atau antibiotika dan mampu bertahan hidup pada dahak yang kering untuk jangka waktu yang lama. Pada Host, daya infeksi dan kemampuan tinggal sementara Mycobacterium Tuberculosis sangat tinggi. Patogenesis hampir rendah dan daya virulensinya tergantung dosis infeksi dan kondisi Host. 2. Faktor Lingkungan Distribusi geografis TBC mencakup seluruh dunia dengan variasi kejadian yang besar dan prevalensi menurut tingkat perkembangannya. Penularannya pun berpola sekuler tanpa dipengaruhi musim dan letak geografis.Keadaan sosial-ekonomi merupakan hal penting pada kasus TBC. Selain itu, gaji rendah, eksploitasi tenaga fisik, penggangguran dan tidak adanya pengalaman sebelumnya tentang TBC dapat juga menjadi pertimbangan pencetus peningkatan epidemi penyakit ini. 3. Periode Pathogenesis (Interaksi Host-Agent) Interaksi terutama terjadi akibat masuknya Agent ke dalam saluran respirasi dan pencernaan Host. Contohnya Mycobacterium melewati barrier plasenta, kemudian berdormansisepanjang hidup individu, sehingga tidak selalu berarti penyakit klinis. Infeksi berikut seluruhnya bergantung pada pengaruh interaksi dari Agent, Host dan Lingkungan. Prevalensi Sebagian besar orang yang telah terinfeksi, 80-90% belum tentu menjadi sakit tuberkulosis. Untuk sementara waktu kuman yang ada dalam tubuh mereka tersebut bisa berada dalam keadaan dorman atau tidur, dan keberadaan kuman dormantersebut dapat diketahui dengan tes tuberkulin. Mereka yang menjadi sakit disebutsebagai “ penderita tuberkulosis “, biasanya dalam waktu paling cepat sekitar 3-6 bulan setelah terjadi infeksi. Mereka yang tidak sakit, tetap mempunyai resiko untuk menderita tuberkulosis sepanjang sisa hidup mereka. Indonesia sekarang berada pada ranking kelima negara dengan beban TB tertinggi di dunia. Estimasi prevalensi TB semua kasus adalah sebesar 660,000 (WHO, 2010) dan estimasi insidensi berjumlah 430,000 kasus baru per tahun. Jumlah kematian akibat TB diperkirakan 61,000 kematian per tahunnya. Indonesia merupakan negara dengan percepatan peningkatan epidemi HIV yang tertinggi di antara negara-negara di Asia. HIV dinyatakan sebagai epidemic terkonsentrasi (a concentrated epidemic), dengan perkecualian di provinsi Papua yang prevalensi HIVnya sudah mencapai 2,5% (generalized epidemic). Secara nasional, angka estimasi prevalensi HIV pada populasi dewasa adalah 0,2%. Sejumlah 12 provinsi telah dinyatakan sebagai daerah prioritas untuk intervensi HIV dan estimasi jumlah orang dengan HIV/AIDS di Indonesia sekitar 190.000- 400.000. Estimasi nasional prevalensi HIV pada pasien TB baru adalah 2.8%. Angka MDR-TB diperkirakan sebesar 2% dari seluruh kasus TB baru (lebih rendah dari estimasi di tingkat regional sebesar 4%) dan 20% dari kasus TB dengan pengobatan ulang. Diperkirakan terdapat sekitar 6.300 kasus MDR TB setiap tahunnya. Meskipun memiliki beban penyakit TB yang tinggi, Indonesia merupakan Negara pertama diantara High Burden Country (HBC) di wilayah WHO South-East Asian yang mampu mencapai target global TB untuk deteksi kasus dan keberhasilanpengobatan pada tahun 2006. Pada tahun 2009, tercatat sejumlah sejumlah 294.732 kasus TB telah ditemukan dan diobati (data awal Mei 2010) dan lebih dari 169.213 diantaranya terdeteksi BTA+. Dengan demikian, Case Notification Rate untuk TB BTA+ adalah 73 per 100.000 (Case Detection Rate 73%). Rerata pencapaian angka keberhasilan pengobatan selama 4 tahun terakhir adalah sekitar 90% dan pada kohort tahun 2008 mencapai 91%. Pencapaian target global tersebut merupakan tonggak pencapaian program pengendalian TB nasional yang utama.
5.2. Preventif & Promotif Promotif
Penyuluhan kepada masyarakat apa itu TBC Pemberitahuan baik melalui spanduk/iklan tentang bahaya TBC, cara penularan, cara pencegahan, faktor resiko Mensosialisasiklan BCG di masyarakat.
Preventif
Vaksinasi BCG Menggunakan isoniazid (INH) Membersihkan lingkungan dari tempat yang kotor dan lembab. Bila ada gejala-gejala TBC segera ke Puskesmas/RS, agar dapat diketahui secara dini.
5.3. Sumber Penularan & Cara Penularan Sumber penularan adalah pasien TB BTA positif. Pada waktu batuk atau bersin, pasien menyebarkan kuman keudara dalam bentuk percikan dahak (droplet nuclei). Sekali batuk dapat menghasilkan sekitar 3000 percikan dahak. Umumnya penularan terjadi dalam ruangan dimana percikan dahak berada dalam waktu yang lama. Ventilasi dapat mengurangi jumlah percikan, sementara sinar matahari langsung dapat membunuh kuman. Percikan dapat bertahan selama beberapa jam dalam keadaan yang gelap dan lembab. Daya penularan seorang pasien ditentukan oleh banyaknya kuman yang dikeluarkan dari parunya. Makin tinggi derajat kepositifan hasil pemeriksaan dahak, makin menular pasien tersebut. Faktor yang memungkinkan seseorang terpajan kuman TB ditentukan oleh konsentrasi percikan dalam udara dan lamanya menghirup udara tersebut. 5.4. Cara Menemukan Kasus Baru
Kegiatan penemuan pasien terdiri dari penjaringan suspek, diagnosis, penentuan klasifikasi penyakit dan tipe pasien. Penemuan pasien merupakan langkah pertama dalam kegiatan program penanggulangan TB. Penemuan dan penyembuhan pasien TB menular, secara bermakna akan dapat menurunkan kesakitan dan kematian akibat TB, penularan TB di masyarakat dan sekaligus merupakan kegiatan pencegahan penularan TB yang paling efektif di masyarakat. 5.5. Tugas dan Peran PMO PMO Peran seorang PMO adalah mengawasi pasien tuberkulosis agar menelan obat secara teratur sampai selesai pengobatan, memberi dorongan kepada pasien agar mau berobat secara teratur, mengingatkan pasien untuk periksa ulang dahak pada waktu yang telah ditentukan, dan member penyuluhan pada anggota keluarga pasien tuberkulosis yang mempunyai gejala-gejala mencurigakan tuberkulosis untuk segera memeriksakan diri ke rumah sakit atau unit pelayanan kesehatan.
Menurut Nuraini (2003) tugas PMO bagi penderita tuberkulosis paru adalah : Mengetahui tanda-tanda tersangka tuberkulosis paru. Mengawasi penderita agar minum obat setiap hari. Mengambil obat bagi penderita seminggu sekali Mengingatkan penderita untuk periksa ulang dahak : a. Seminggu sebelum akhir bulan ke dua pengobatan, pemeriksa ulang dahak dilakukan untuk menentukan obat tambahan. b. Seminggu sebelum akhir bulan ke lima pengobatan, pemeriksaan ulang dahak dilakukan untuk mengetahui kegagalan. c. Seminggu sebelum akhir bulan ke enam pengobatan, pemeriksaan ulang dahak dilakukan untuk mengetahui kesembuhan. Memberikan penyuluhan Memberitahukan jika terjadi suspek pada keluarga penderita. Menujuk kalau ada efek samping dari penggunaan obat Menurut Hapsari (2010) tugas PMO bagi penderita tuberkulosis paru adalah : Bersedia mendapat penjelasan di poliklinik. Melakukan pengawasan terhadap pasien dalam hal minum obat. Mengingatkan pasien untuk pemeriksaan ulang dahak sesuai jadwal yang telah ditentukan. Memberikan dorongan terhadap pasien untuk berobat secara teratur hingga selesai. Mengenali efek samping ringan obat, dan menasehati pasien agar tetap mau menelan obat. Merujuk pasien bila efek samping semakin berat. Melakukan kunjungan rumah Memberikan penyuluhan pada anggota keluarga penderita tuberculosis yang mempunyai gejala-gejala tersangka tuberkulosis untuk segera memeriksakan diri kepada petugas kesehatan. Persyaratan PMO Seseorang yang dikenal, dipercaya dan disetujui, baik oleh petugas kesehatan maupun pasien, selain itu harus disegani dan dihormati oleh pasien. Seseorang yang tinggal dekat dengan pasien. Bersedia membantu pasien dengan sukarela. Bersedia dilatih dan atau mendapat penyuluhan bersama-sama dengan pasien Siapa yang bisa jadi PMO Sebaiknya PMO adalah petugas kesehatan, misalnya Bidan di Desa, Perawat, Pekarya, Sanitarian, Juru Immunisasi, dan lain lain. Bila tidak ada petugas kesehatan yang memungkinkan, PMO dapat berasal dari kader kesehatan, guru, anggota PPTI, PKK, atau tokoh masyarakat lainnya atau anggota keluarga. 6. Etika Batuk dalam Islam Tutup hidung dan mulut dengan tisu, sapu tangan atau kain. Jika tidak ada jangan tutup menggunakan tangan melainkan gunakan lengan dalam baju. Segera buang tisu yang sudah dipakai kedalam tempat sampah. Cuci tangan dengan menggunakan sabun atau pencuci tangan berbasis alcohol. Gunakan masker jika sedang sakit atau ada yang sakit disekitar kita. Tidak sembarangan membuang dahak ataupun ludah setelah batuk. Merendahkan suara. Mengarahkannya ke tempat kosong. Memalingkan muka ke kiri.