Pacar sehari Oleh : Roni Basa Sarijadi-Bandung, 27 Rabiul Uula 1430 H
Resmilah kita menjadi pasangan malam ini, komitmen agung lewat proses sms berulangkali. Setelah sapaan lembutmu di pintu gerbang menyambutku, ruang-ruang hidup menyengaja dikosongkan. Kita berharap malam ini dapat saling mengisi ruang-ruang kosong yang sebelumnya terisi rempah-rempah kehidupan. Waktu bergerak tanpa terasa, menghantarkan kekosongan hidup kita ke ruangan kosong apartemenmu. Aku bawakan makanan kecil, agar perut kita tak sekosong hidup yang dijalani. Tidak ada perbincangan apapun dalam hitungan menit pertama aku jejakan kaki ke dalam ruangan pribadimu. Senyum kecil bahagiamu tidak bisa terus menerus disembunyikan oleh tumpukan dokumen-dokumen kerja di atas meja. Aku melihatmu sangat cantik malam ini, entah sebab dikarenakan sensasi baru sebagai pacar sehari atau memang kamu benar-benar cantik. Aku jalari setiap detil ruang kosongmu. Dari langit-langit ruangan berwarna biru cerah, dinding yang terpenuhi jajaran foto bahagia keluargamu, foto kenangan outbound kantor, foto saat liburmu dengan latar sungai venesia lengkap dengan gondolanya. Di meja berbeda, TV plasma layar lebar dan perangkat home theatre dalam status standby, deretan DVD yang tersusun layaknya perpustakaan digital imaji, sampai 2 lemari dengan fungsi yang berbeda, satu untuk pakaianmu, satu untuk kelengkapan kerja. Cokelat, air mineral dan biskuit caramel keju, belum juga menjadikan aku seorang lelaki dengan keberanian ganda untuk memulai malam panjang kita, sebagai pacar sehari. Kau menunggu untuk beberapa saat. Hujan di luar ruang kosong terus mendendangkan lagu rayuan. Kita masih terdiam di dalamnya. Kopi hangat dalam mug kau sediakan untuk kita berdua. Berharap kehangatannya mampu merayapi kebekuan sikap kita. Dengan isyarat tangan, kau memohon ijin ke kamar kecil. Sikap sungkanmu terasa hanya isyarat berbeda yang entah bermakna apa. “Berantakan ya apartemenku…?”, kau memecah keheningan. “Gak, aku kira skala berantakanmu lebih tinggi ketimbang skala rapihku”. Senyum kecil bahagiamu terurai kembali. Entah dimulai dengan perbincangan apa, kau dalam pelukanku. “Pacar sehari membuatmu bahagia denganku?, tanyamu lirih. “Tentu…” “Bagaimana komitmenmu dengan perempuan lain?. “Aku tidak berkomitmen dengan siapapun kecuali dengan hidupku” “Aku telah melanggar komitmen dengan tunanganku, kamu pasti faham itu…” “Yup, lantas….?” Untuk beberapa saat kau terdiam. Erat lenganmu melingkari pinggangku, semakin dalam kau benamkan diri dalam pelukan. Tanpa terpatah kau ucapkan: http://www.bagaskarakawuryan.wordpress.com
cakra bagaskara manjer kawuryan
“Aku tidak menyesali komitmen temporer kita dalam komitmen permanen pertunanganku. Aku ingin sepertimu, memiliki komitmen untuk hidupmu sendiri. Aku tidak akan berkomitmen untuk yang tidak aku sebut sebagai hidup” Hujan di luar ruangan kosong kita mulai mereda. Kopi hangat dalam mug meninggalkan jejak garis batas halus setengah ketinggiannya. “Tunanganmu, komitmen kalian, bukankah itu berarti komitmen untuk hidupmu?” “Iya…, sama halnya dengan komitmen kita saat ini” “Komitmen kita hanya temporer, hanya hari ini, tidak lebih…” “Maka itulah hidupku hari ini…dan aku bahagia atasnya” Kita terdiam tanpa berfikir apapun. Membiarkan hujan di luar ruang kosong meninggalkan malam. Merelakan kehangatan kopi menyelimuti komitmen temporer. Cokelat, air mineral dan biskuit caramel keju kita bagi dua untuk komitmen temporer. Esok, kita tak pernah tahu apa yang akan terjadi. Esok, kita tak pernah tahu arti komitmen.
http://www.bagaskarakawuryan.wordpress.com
cakra bagaskara manjer kawuryan