Zero Deforestation

  • Uploaded by: sabil
  • 0
  • 0
  • December 2019
  • PDF

This document was uploaded by user and they confirmed that they have the permission to share it. If you are author or own the copyright of this book, please report to us by using this DMCA report form. Report DMCA


Overview

Download & View Zero Deforestation as PDF for free.

More details

  • Words: 1,193
  • Pages: 3
Zero Deforestation Oleh

: Imron Rosidin 1

“Matahari di Bandung terasa berjumlah dua saat penebangan hutan untuk perkebunan kelapa sawit di Sumatera dan Kalimantan terjadi. Jika kita biarkan hutan Papua mengalami nasib yang serupa dengan hutan Sumatera dan Kalimantan, maka kita benar-benar akan merasakan matahari berjumlah tiga di atas kepala”, Demikian juru kampanye Greenpeace Indonesia menyampaikan (Sabtu, 13 Desember 2008) di Bandung. Ada beberapa catatan penting yang perlu disampaikan dan difahami bersama-sama dari hasil pertemuan Greenpeace Supporter Ghatering. Pertama, bahwa pemanasan global dan perubahan iklim dunia bukanlah fakta destruktif ber-skala dampak regional atau nasional saja, sebab fakta dan dampaknya memang mendunia. Pemanasan global tidak bersifat mendunia karena kelompok-kelompok perduli lingkungan seperti Greenpeace menyeruakannya dengan konsisten di seluruh benua, sebab semakin hari dampak nyata dari bentuk-bentuk pemusnahan habitat alam-khususnya-hutan semakin dirasakan oleh warga dunia. Permasalahan pemanasan global dan perubahan iklim bukanlah permasalahan penggelembungan isu dari kegenitan aktifitas kelompok-kelompok perduli lingkungan, permasalahan ini perihal kehidupan dan keberlangsungan hidup manusia. Kedua, hutan sangat penting bagi kehidupan dimuka bumi. Diantara semua ekosistem, hutan adalah ekosistem terkaya-meliputi hanya delapan persen dari permukaan planet ini sekaligus berfungsi sebagai rumah bagi dua pertiga spesies tumbuhan dan hewan darat. Hutan memiliki fungsi penting untuk mengatur iklim global dan pola-pola cuaca yang merupakan sistem penting dari lingkungan hidup yang mendukung kehidupan di atas bumi. Para ahli mengatakan bahwa bumi sedang berada dalam tahap kepunahan besar keenam dan laju kepunahan akan meningkat sepuluh kali lipat pada tahun 2050.

Ketiga, fakta menunjukan penebangan hutan lebih cepat terjadi di Indonesia memang tidak dapat dinafikkan sebagai konsekuensi logis dari ekspansi lahan secara sporadis-sistemik pembangunan dengan sedikit sekali memberi perhatian khusus bagi usaha menjaga keseimbangan alam. Alam dan habitatnya telah sedemikian rupa dieksplorasi atas nama pencapaian kesejahteraan ekonomi-materil bagi penduduk dunia, industri dan perdagangan minyak sawit adalah salah satu dari pemenuhan kebutuhan ekonomi tersebut. Indonesia memang produsen kelapa sawit terbesar di dunia, tapi tidak jarang juga masyarakat Indonesia kesulitan mendapat minyak kelapa dengan harga terjangkau di pasar-pasar tradisional sekalipun. Hutan seluas lapangan bola ditebang habis tiap dua detiknya. Separuh wilayah hutan yang hilang dalam 10.000 tahun terakhir punah kurang dari 80 tahun yang lalu, sebagian besar pengrusakan hutan ini terjadi dalam 30 tahun terakhir (Something new under the sun- An environmental history of the twentieth century world. Mc.Neil Jr. Norton, New York. 2000). Di Indonesia, dalam kurun waktu hanya beberapa tahun, puluhan hektar hutan 1

Greenpeace Indonesia. Supporter ID 4586

cakra bagaskara manjer kawuryan

Indonesia hanya tinggal sejarah bagi bangsa ini. Diperkirakan 88, 5 juta hektar hutan masih tersisa (Forest Resources Asessment. FAO.2005). Angka tersebut dapat dikatakan berlebihan, sebab kenyataannya hampir separuh hutan Indonesia telah dirusak sejak tahun 1950 ketika total tutupan hutan masih 162 juta hektar (The state of the forest; Indonesia, Bogor. FWI/GPW.2002). Keempat, seperlima dari emisi gas rumah kaca global diakibatkan oleh penebangan hutan, pembakaran hutan dan pengrusakan hutan (deforestation), terutama dari hutan tropis. Ini tidak termasuk emisi yang disebabkan oleh kerusakan hutan dari kegiatan industri. Diperkirakan dua milyar ton karbondioksida (CO2) dilepas ke udara hanya dari pengeringan dan pembakaran hutan gambut di Asia Tenggara. Jumlah ini setara dengan delapan persen emisi global dari penggunaan bahan bakar fosil. Yang perlu kita fahami dari fakta tersebut ialah sembilan puluh persen emisi CO2 dari hutan gambut di Asia Tenggara berasal dari Indonesia (Delft Hydraulic Report.Q3943.2006). Kelima, upaya-upaya untuk mengantisipasi dampak terburuk dari pemanasan global dan perubahan iklim melalui usaha-usaha pelestarian hutan, khususnya di Indonesia, bukanlah upaya-upaya untuk menghambat laju pertumbuhan dan perkembangan pembangunan bagi kesejahteraan hidup masyarakat. Hal terpentingnya ialah bagaimana upaya peningkatan kesejahteraan hidup untuk masyarakat Indonesia -dengan mengoptimalkan fungsi hutannya- dapat dilakukan dengan bertanggungjawab tanpa memberi kontribusi besar bagi eskalasi dampak perubahan iklim. Angka yang mengejutkan, sekitar 72 persen bentang hutan utuh Indonesia telah hilang dan atau rusak berat akibat pertumbuhan industri selama puluhan tahun dan penebangan ilegal. Kemegahan bentangan hutan Indonesia di Kalimantan saat ini tinggal cerita yang akan diwariskan kepada anak dan cucu kita. Saat ini kita tengah menunggu untuk mewariskan cerita indah bagi mereka tentang kemegahan hamparan hijau hutan di Papuan dan Papua Barat. Sekitar 10 juta hektar hutan di wilayah tersbut telah dialokasikan oleh pembangunan bangsa ini untuk perkebunan kelapa sawit. Belum lagi aktifitas penebangan hutan yang dilakukan oleh masyarakat kita sendiri untuk pemenuhan kebutuhan hidup sehari-hari. World Bank memperkirakan 80 persen pembalakan hutan di Indonesia adalah ilegal. Walaupun sebenarnya tanpa pembalakan ilegal, usaha pembalakan di Indonesia saat ini tidak berkelanjutan. Konsep pembangunan sejatinya menjadikan alam sebagai komponen penting yang terintegrasi dan berjalan harmonis searah upaya-upaya membangun peradaban bagi pencapaian kesejahteraan masyarakat banyak. Ekspansi lahan untuk perluasan perkebunan kelapa sawit, industi kertas dan eksplorasi lahan gambut yang mengambil peranan penting terjadinya deforestasi hutan Indonesia harus segera dikendalikan dengan seksama agar lebih bertanggungjawab terhadap keberlangsungan ekosistem hutan dan lingkungan. Jaminan deforestasi tidak akan membahayakan bagi bumi ini harus segera ditetapkan dan dipatuhi bersama. Zero deforestation merupakan usaha untuk menghentikan pengrusakan hutan dalam bentuk apapun, atas dalih apapun dan atas nama apapun yang pada akhir ceritanya memberikan sumbangan besar peningkatan emisi di udara Indonesia. Langkah strategis ini merupakan bentuk dukungan penuh kepada komitmen Indonesia pada pertemuan G8 di Jepang beberapa bulan yang lalu. Indonesia menegaskan kesungguhannnya untuk

cakra bagaskara manjer kawuryan

mereduksi emisi dari deforestasi sebanyak 50 persen pada tahun 2009, 75 persen pada tahun 2012 dan 95 persen pada tahun 2025. Zero deforestation secara teknis dibuktikan dengan pengajuan moratorium deforestasi untuk menghentikan sementara terhadap semua bentuk konversi hutan, termasuk industri penebangan, guna membantu memperlambat emisi gas rumahkaca Indonesia, menjaga kekayaan hayati dan melindungi kehidupan jutaan penduduk yang bergantung pada hutan di seluruh Indonesia. Moratorium deforestasi hanya bagian dari langkah strategis mewujudkan zero deforestation sambil memberikan waktu dan ruang bagi upaya pengembangan jejaring kawasan lindung dan kawasan lain yang diperuntukan bagi pola pemanfaatan hutan yang bertanggungjawab dan berkeadilan sosial. Moratorium deforestasi memuat, pertama, penghentian perluasan perkebunan di kawasankawasan hutan yang sudah dipetakan. Kedua, memastikan perkebunan yang telah ada tidak merusak kawasan lahan gambut. Ketiga, menjamin bersama-sama agar tidak ada perkebunan pasca November 2005 yang telah menimbulkan deforestasi dan degradasi di kawasan-kawasan bernilai konservasi tinggi. Keempat, bahwa tidak ada perkebunan yang dilakukan di atas tanah yang dikuasai dan dimiliki masyarakat adat dan masyarakat pengguna hutan lain yang tidak melibatkan proses persetujuan tanpa paksaaan. Kelima, menetapkan rantai pasokan dan sistem pemisahan yang dapat dijejaki yang tertutup bagi minyak sawit dari kelompok-kelompok usaha yang gagal memenuhi kriteria-kriteria di atas. Kita semua tentunya tidak menginginkan pemanasan global dan kenaikan suhu regional berdampak bagi keberlangsungan kehidupan sehari-hari. Musibah banjir yang saat ini memiliki kemungkinan besar akan mengepung kota-kota di Indonesia juga dampak tidak terelakan dari deforetasi tanpa kendali. Jika kita mengalami hambatan teknis saat beraktifitas oleh karena banjir menggenangi jalanan kota bahkan permukiman sekitar, jika kita merasakan udara semakin hari semakin terasa kurang bersahabat bagi kesehatan keluarga dan sanak famili, jika kita melihat dan mendengar musibah tanah longsor dan penurunan kualitas air tanah, maka sepatutnya kita merasa khawatir terhadap deforestasi hutan Indonesia. Kita juga tentunya tidak menginginkan mewariskan-hanya- cerita indah tentang hutan hijau Indonesia kepada anak dan cucu kita. Mereka berhak untuk melihat, merasakan dan menghirup udara segar dari langit biru Indonesia. Zero deforestation melalui moratorium deforestasi bukanlah mimpi yang tidak dapat diwujudkan. Bumi kita semakin tua dan renta, bumi butuh suara kita.

cakra bagaskara manjer kawuryan

Related Documents


More Documents from "ANDI Agencia de Noticias do Direito da Infancia"

Hamukti Wiwaha
December 2019 35
Simulakra
December 2019 32
Zero Deforestation
December 2019 41
Manifesto Vagy
December 2019 29
Syair Mahabbah
December 2019 39