Simulakra 1 Oleh : Roni Basa Wirobrajan - Jogjakarta, 18 Ramadhan 1429 H 21:32:15
Dipertengahan ramadhan ini saya teringat kegundahan moral adik saya saat berhadapan dengan kenyataan bahwa berpuasa dengan segala simbol keagungannya meruah deras memenuhi ruang-ruang publik. Ruang publik yang dimaksud adik saya sebenarnya menunjuk pada segmentasi tempat berkumpul massa pada umumnya. Pasar tradisional dan pasar-pasar modern menandai ramadhan dengan supply dan stock berlimpah kurma dari pelbagai penjuru negara Islam, supply sirup, pakaian muslim dan perlengkapan peribadatan lainnya untuk satu tujuan; menjawab demand market-forecasting. Produsen media telekomunikasi berkomitmen memenuhi bit-bit data dan informasi users dengan nada panggilan dan sms islam-i, paket kartu perdana ramadhan berbasis fitur permanen bertema silaturahmi, layanan konsultasi agama, layanan Quran dan hadits-hadits digital. Tempat-tempat peribadatan mendadak ramai dengan pernak-pernik kegiatan dan aksessoris ramadhan. Swalayan, mini market dan gedung-gedung perkantoran dihiasi karyawankaryawan yang mendadak berbaju takwa dan berkerudung dengan tetap memakai rok. Jalan umum dipenuhi spanduk dan baligho ucapan selamat menjalankan ibadah puasa berukuran sedang bersisian dengan simbol partai berukuran dua kalipatnya, tak lupa memasang foto bakal calon eksekutif dan legislatifnya (foto manusia yang menokohkan diri ditengah-tengah pluralisme entitas massa, menganggap perlu meneguhkan identitas, modus operandi baru pesakitan eksistensialis).Warung-warung makan menutup rapat etalase pada siang hari agar penikmat menunya dapat lebih tenang mengisi perut. Penjual makanan dan minuman khas ramadhan menjejali ruas-ruas pedestrian jalan hingga menutup akses pejalan kaki. Pengajian-pengajian berdurasi cepat dengan intensitas tinggi disampaikan ustadz-ustadzah di mushola-mushola kecil. Ramai tadarus terdengar dari corongcorong masjid sepanjang malam, menggantikan suara pukulan tiang listrik yang biasa dilakukan petugas ronda. Kehadiran tontonan menarik media elektronik yang mampu memberikan gambaran (image) bulan penuh keberkahan Tuhan; ramadhan. Media komunikasi dan informasi menangkap gambaran (image) ramadhan. Mereproduksi realitasnya, mengemasnya menjadi tontonan visual. Ramadhan diracik menjadi suguhan visual-rohani bercitarasa pengalaman kinestetis dan hikmah linguistik. Jadilah simulasi ramadhan. Kamus Oxford Advanced Learner’s mendefinisikan simulasi sebagai sesuatu yang tampak atau dibuat tampak seperti sesuatu yang lain.
1
Ditulis tanpa sengaja untuk sahabat Deliarnur dan Aa Ramdhani. Semoga bermanfaat untuk diskursusnya.
cakra bagaskara manjer kawuryan
Pesan melalui Short Message Service berisi permohonan maaf dipermulaan ramadhan telah mewakili pesan suci kemanusiaan kepada yang lainnya. Kesucian permohonan maaf dan permohonan untuk saling men-ikhlaskan segala kelalaian dan kesalahan sebagai wujud reflektif manusia sebagai hamba Tuhan telah diwakilkan kepada pendar-pendar layar handphone. Perintah dan larangan mulia dari Tuhan tidak lagi bergantung lewat talqin lisan ustadustadzah di musholla dan masjid, semuanya tersedia saat seseorang meregistrasi nomor ponselnya ke layanan khusus vendor telekomunikasi. Bahkan corong-corong masjid pun tidak perlu lagi mengingatkan massa untuk bangun sahur sebab seseorang diseberang sana dengan cuma-cuma bisa menelpon yang lainnya untuk membangunkannya makan sahur. Diskursus keagamaan dengan pelbagai tema dapat diikuti melalui mailist dan ruang chat, jikapun dirasakan kurang, fasilitas 3G dapat men-optimalkan proses diskusi seolah-olah lebih interaktif dan konferentif. Begitulah simulasi menjejali semangat religiusitas ramadhan. Dengan demikian kebutuhan massa untuk lebih memaknai nilai ramadhan telah tergantikan oleh virtualisasi media, yang tak lain dan tak bukan mewujudkan diri menjadi simulakrum ramadhan. Menjadikan ramadhan sebagai kondisi artifisial-simbolik melalui tanda, penanda dan petanda. Kondisi ramadhan sedemikian rupa menjadi rujukan untuk membangun kondisi tertentu (wahana teknologi, media, sosial, politik, budaya) secara artifisial-dengan menggunakan teknologi mutakhir (teknologi simulasi)-sehingga benar-benar dapat dilihat dan dialami sebagai sebuah fakta yang nyata, padahal ia tak lebih dari hasil manipulasi teknologis. Atas kuasa media terhadap kendali ruang –interaktif- massa, arus agung ramadhan disalurkan kesetiap relung kesadaran hidup. Simulasi memang hibridasi sempurna antara semangat pen-hambaan manusia kepada Tuhan dan semangat teknologi mengemas realitas. Melalui proses duplikasi (copy) dengan menggunakan ikon (icon) religius, simulasi telah menghantarkan manusia dalam kondisi seolah-olah (as if) yang awalnya ditandai oleh keserupaan (resemblance) dari yang asli (original) yang dianggap lebih tinggi dari nilai sesungguhnya. Simulasi selanjutnya melepaskan diri dari rujukan realitasnya dan menyuguhkan kondisi yang berbeda (different). Simulasi meracik sempurna nilai-nilai spiritual dengan nilai-nilai materialisme, bersekutunya yang duniawi dengan yang illahiah, bersimpangsiurnya yang transenden dengan yang imanen, bertumpangtindihnya hasrat rendah dengan kesucian, sehingga perbedaan diantara keduanya menjadi kabur. Kini penampakan ramadhan yang imanen melalui simulasi sudah cukup dianggap merepresentasikan iman yang transenden.
cakra bagaskara manjer kawuryan
Dengan kemampuannya menangkap gambaran ramadhan lalu menghantarkannya ketengahtengah kesadaran beribadat manusia di bulan ramadhan, simulasi telah menempati kedudukan strategis untuk mewakili (represent) kenyataan. Gelombang simulasi ini secara bertahap disajikan terus-menerus ditengah-tengah kehausan spiritual manusia, ia berubah dari sekedar arus halus menjadi gelombang simulasi yang semakin bergulung mendaki puncak eskalasi realitas (hyper reality). Realitas sendiri ditempatkan oleh pandangan spiritualitas keagamaan sebagai perwujudan hasrat yang lebih tinggi manusia untuk Tuhan. Sehingga realitas hasrat yang lebih rendah manusia dalam kontekstualitas konsumerisme dianggap ilusi atau realitas palsu (pseudo reality). Demikianlah selanjutnya religiusitas men-fana-kan segala kecuali Tuhan. Religiusitas men-ilusikan semua realitas kecuali Tuhan. Namun gelombang keagungan ramadhan simulatif tidak lagi berfungsi menghantarkan tema suci (sofistic)-nilai dan makna ramadhan yang direbutnya dari tangan Tuhan, ia mereproduksi dirinya menjadi realitas terlepas dari model rujukannya (hyper reality). Membangun dan menetapkan definisi ramadhan menurutnya. Ramadhan tidak lagi bergantung kepada syarat Naqliah dan Aqliyah titah suci Tuhan. Ramadhan
Menjadi sah bagi shelter residence seperti hotel, motel, swalayan dan mall men-temakan ramadhan sebagai ”ramadhan season”. Ramadhan baginya ialah musim religiusitas, dan musim tak selamanya menetap dalam sekali waktu. Menjadi wajar jika ghibah; menggunjing, masih menempati ratting teratas tayangan televisi di ramadhan ini. Menjadi hal yang holistis saat selebritis erotis berekerudung. Menjadi mulia bersilaturahmi melalui medium tajil dan tarawih bersama dengan simbol politis-pragmatis. Simulasi ramadhan mempertontonkan semua perihal dan perilaku ‘seolah-olah’. Simulasi ramadhan menelanjangi hal-hal transenden-illahiah menjadi imanen melalui televisi, media cetak, simbol, penanda, tanda, petanda, media cetak, film, sinetron dan internet. Simulasi ramadhan menawarkan kecabulan (obscene), artinya, kecabulan berkaitan dengan situasi ketika segala sesuatu ditampilkan diceritakan, dipertontonkan, difilmkan, ditelevisikan secara tanpa batas tanpa perlu ada lagi saringan. Ia ditunjuk telah cabul ketika ‘ke-seolah-olahan’ (as if) ditawar-paksakan sebagai kebenaran. Sehingga perihal yang mungkin saja terjadi, seorang suami membalas SMS istrinya di siang hari dengan rangkaian harapan menu tajil sembari meminum minuman dingin. Tidak ada jaminan kesibukan diskusi syar’i-ah di ruang cyber (chatting dan mailist) merupakan sambilan bagi user dikesibukan utamanya surfing di atas gelombang cyber sex. Hanya Tuhan yang Maha Memiliki Penglihatan Sejati untuk melihat perilaku aktifis islam yang santun di siang hari namun binal seusai shalat tarawih. Hanya Tuhan yang memiliki kuasa melakukan audit atas perilaku korup pejabat setelah pada malam harinya menyampaikan tadzkiroh untuk staff nya. Allahu a’lam bi shawab.
cakra bagaskara manjer kawuryan
Ramadhan memang dijanjikan Tuhan membawa berkah untuk semesta. Berkah untuk pedagang kaki lima yang dijamin tidak akan diburu satuan polisi pamong praja sebab menyesaki pedestrian dan menghabiskan jalanan demi menyediakan kebutuhan tajil dan lainnya. Berkah beriklan gratis di televisi untuk selebritis yang dijamin bakal lebih pop saat menutupi auratnya saat ramadhan. Berkah popularitas untuk tokoh partai -kaum eksistensialis- yang berebut space iklan media cetak dan elektronik untuk menyampaikan “selamat menunaikan puasa”. Berkah material yang diprediksi akan berlimpah bagi swalayan dan mall saat pernak-pernik citarasa ramadhan memenuhi eksessoris interior gedungnya. Berkah untuk vendor dan provider telekomunikasi yang menyediakan layanan khusus ramadhan bagi konsumennya. Allahu a’lam bi shawab. Apakah kegundahan moral adik saya berkaitan dengan hilangnya makna (meaningless) ramadhan yang terendam bah ‘ke seolah-olah-an’ simulakrum?, apakah kegundahan yang dirasakannya berkaitan pula dengan robohnya dinding ruang pribadi ramadhan akibat pelebaran ruang publik?. Allahu a’lam bi shawab. Kita akan menjadi bagian dari jejalan manusia di supermarket dan mall-mal untuk memenuhi kebutuhan sandang; simbol baru kemenangan setelah berpuasa. Kita akan menjadi listing person phone book seseorang untuk mendapatkan SMS permohonan maaf; penanda virtual ke-fitri-an baru syawal. Jika kita sedikit mendapatkan keburuntungan sosial, membeli parsel; penanda sosial rasa syukur.Apakah simulasi ramadhan ini akan berlanjut sampai syawal?, apakah kita akan terjebak di ruang-ruang artifisial ke-fitri-an?, apakah kita memang benarbenar fitri di syawal nanti?. Allahu a’lam bi shawab. Jangan-jangan ibadah kita sekedar simulasi. Allahu a’lam bi shawab juga.
cakra bagaskara manjer kawuryan