Olahraga dan Puasa Olahraga dan puasa tidak lain merupakan dua jenis aktivitas manusia yang berbeda; yang satu berorientasi batin dan yang lain berorientasi lahir. Namun, tatkala keduanya dipadukan, maka akan menghasilkan suatu kebersahajaan lahir dan batin. Dan dalam aras tertentu dapat menghasilkan harmonisasi jiwa raga yang sehat; sebagaimana terungkap dalam kalimat, “men sana in corpore sano”, di dalam tubuh yang sehat terdapat jiwa yang sehat. Yang menjadi persoalan tatkala aktivitas antara puasa dan olahraga berjalan beriringan. Olahraga yang merupakan sebuah aktivitas olah fisik yang membutuhkan banyak energi, yang tentu saja seorang olahragawan perlu makan dan minum, harus dihilangkan, karena puasa. Artinya, puasa secara lahiriah orang harus tidak makan dan minum serta melakukan aktivitas seksual dari terbitnya fajar hingga terbenamnya matahari, dus menahan seluruh anggota tubuh, hati, dan pikiran dari tindakan yang menimbulkan dosa. Padahal, olahraga yang umumnya dilakukan di siang hari dibutuhkan makan dan minum, yang tentu tidak diperbolehkan bagi seseorang yang sedang berpuasa. Karena itu, tidak heran jika pada bulan puasa terlihat berbagai aktivitas olahraga berkurang. Banyak kompetisi penting seperti sepak bola kerap ditiadakan pada bulanbulan puasa. Ini terlihat mencolok di negara-negara yang berideologi Islam dan yang penduduknya mayoritas Islam seperti Indonesia. Tetapi, bagaimana dengan di negaranegara Eropa yang mayoritas non-Muslim dus kompetisi sepak bolanya sangat padat, dan di sana juga banyak terdapat pesepak bola profesional yang beragama Islam? Di Eropa dengan kompetisi sepak bola yang sangat padat, dan diikuti juga oleh para pesepak bola profesional beragama Islam, umumnya di samping mereka mengikuti jadwal kompetisi yang digelarkan secara profesional, mereka juga aktif mengikuti ibadah puasa, hanya saja ada yang menjalankan ibadah puasa Ramadhan sesuai dengan penanggalan yaitu di bulan puasa, tetapi ada yang memindahkan puasanya pada waktuwaktu yang senggang seperti pada musim panas dan liburan Natal. Dan elaborasi esai ini lebih menukik pada persoalan hakikat puasa dan eksistensi olahraga. Bahwasanya, hakikat puasa adalah menahan dan mengendalikan diri yang tentu sangat dibutuhkan oleh setiap manusia yang memiliki hawa nafsu yang kerap menjerumuskannya ke dalam tindakan dosa. Sehingga, puasa sebagai areal latihan untuk menempa kesabaran, kedisiplinan dan lebih-lebih memerhatikan hal-hal kerohanian yang senantiasa terabaikan dalam hidup sehari-hari. Sehingga, puasa menjadi titik awal seorang manusia untuk menjalankan kehidupan baru yang lebih bersahaja lahir-batin. Kebersahajaan hidup pasca puasa yang diharapkan adalah terbangunnya rasa kebersamaan, peningkatan rasa solidaritas dan pematangan kedisiplinan serta kesabaran manusia. Semua ini merupakan bukti bahwa antara keimanan dan amal saleh serta pendewasaan diri adalah sesuatu yang menyatu. Maka, tujuan puasa tidak lain adalah agar orang yang melakukannya mencapai derajat kesempurnaan lahir-batin. Dan puasa yang tidak sanggup menelorkan kesalehan sosial dan dapat membawa para pelakunya pada pencerahan hidup, puasa menjadi sia-sia. Untuk itu, menjadi sangat menarik jika hakikat dan hikmah puasa ditarik masuk ke dalam bingkai olahraga yang dalam praksisnya sangat dibutuhkan kedisiplinan,
kebersamaan, kesabaran, solidaritas, tanggung jawab, yang tidak lain merupakan buahbuah dari puasa. Jadi, persoalannya tergantung pada sejauh mana nilai-nilai agung puasa dapat dijadikan sebagai basis untuk mendorong terjadinya proses transendensi diri dalam olahraga. Buah-buah puasa dijadikan sebagai alat yang dapat membentuk kepribadian para olahragawan untuk dapat menciptakan keseimbangan sosial yang kreatif, dinamis, adil, terbuka dan tanggung jawab. Maka, betapa agungnya jika seorang olahragawan dalam menjalankan aktivitasnya didukung oleh laku ibadah puasanya yang kental di mana puasa merupakan wadah latihan untuk menguatkan kemauan, mengontrol stabilitas emosi, mengembangkan sikap dan tingkah laku positif serta meningkatkan proses-proses jasmaniah dan kinerja performance individu. Karena mental dan perilaku, berhubungan erat dengan seluruh sumber kemampuan jiwa, yakni kognisi, afeksi dan konasi. Dan secara psikologik-spiritual, segala gangguan pada mental para olahragawan seperti kurang percaya diri, kosentrasi kacau, rasa cemas dan tegang dalam menghadapi lawan tanding, semuanya dapat teratasi dengan kekokohan jiwa dan kematangan emosional yang dapat diraih lewat pendadaran puasa yang ketat. Penulis, Direktur Social Development Center