DETASEMEN KESEHATAN WILAYAH MALANG RUMAH SAKIT TINGKAT III BALADHIKA HUSADA
PANDUAN ASESMEN PASIEN
2015
RUMAH SAKIT TK. III BALADHIKA HUSADA
JL. PB. SUDIRMAN No. 45 JEMBER TELP/FAX/EMAIL (0331) 484674, 489207/ (0331) 425673/ Email : rsadbaladhikahusada@yahoo
KATA PENGANTAR
Pelayanan kesehatan model tradisional menempatkan dokter sebagai pusat/sentral pelayanan kesehatan, dengan dibantu oleh perawat, apoteker, fisioterapi, radiographer, analis, ahli gizi, dan tenaga kesehatan lainnya sebagai pemberi pelayanan kesehatan (PPK). Namun model pelayanan kesehatan tradisional ini tidak menjamin keselamatan pasien (patient safety). Model Pelayanan Kesehatan Berfokus pada Pasien (Patient-Centered Care/PCC) yang telah diterapkan dengan cepat di banyak RS di seluruh dunia telah menggeser semua PPK menjadi di sekitar pasien, dan menempatkan pasien sebagai fokus pelayanan kesehatan. Pelayanan kesehatan yang akan diberikan kepada pasien harus dilakukan dengan melakukan kajian/skrining terlebih dahulu untuk menentukan dan memenuhi kebutuhan pelayanan pasien secara tepat dan benar. Asesmen pasien merupakan kegiatan penilaian terhadap seorang pasien secara menyeluruh dan terintegrasi, yang meliputi pengumpulan informasi, analisis informasi dan penyusunan rencana pelayanan/pengobatan. Paradigma PCC menuntut asesmen pasien dilakukan oleh para pemberi asuhan terhadap pasien bersama-sama secara terintegrasi melakukan asesmen awal dan menentukan rencana pelayanan pasien serta melaksanakan/mengimplementasikan rencana pelayanan tersebut untuk memenuhi kebutuhan pelayanan kesehatan pasien. Oleh karena itu perlu disusun suatu panduan asesmen pasien yang akan dipergunakan oleh para PPK secara bersama-sama. Panduan Asesmen Pasien ini akan memberikan gambaran kegiatan asesmen awal yang dilakukan oleh dokter, perawat, apoteker, fisioterapi, radiographer, analis, ahli gizi, dan PPK lainnya untuk menegakkan diagnosis awal dan menentukan rencana pelayanan. Setelah dilakukan implementasi atas rencana pelayanan tersebut, dilakukan asesmen ulang untuk menentukan respon terhadap pengobatan dan merencanakan pengobatan lanjutan serta rencana pemulangan pasien (discharge planning). Diharapkan Panduan ini dapat digunakan sebagai acuan baku bagi para PPK untuk memberikan pelayanan kesehatan dengan pasien sebagai fokus/sentral pelayanan kesehatan. Penyempurnaan dan perbaikan Panduan ini akan dilakukan secara periodik dengan melakukan evaluasi terhadap pelaksanaan di lapangan.
Jember, Januari 2015 Karumkit Tk III Baladhika Husada
dr.A. Rusli Budi Ansyah, Sp.B.,MARS Letnan kolonel CKM NRP 1920047940367
i
DAFTAR ISI KATA PENGANTAR..........................................................................................................I DAFTAR ISI......................................................................................................................I BAB I PENDAHULUAN.....................................................................................................I A. TUJUAN..............................................................................................................I B. DEFINISI..............................................................................................................1
BAB II RUANG LINGKUP.................................................................................................2 A. B. C. D. E. F. G.
UNIT KERJA TERKAIT PELAKSANAAN ASESMEN PASIEN.................................... 2 KEWENANGAN PELAKSANA...............................................................................2 WAKTU PELAKSANAAN......................................................................................2 KATEGORI ASESMEN PASIEN.............................................................................3 ISI MINIMAL ASESMEN AWAL............................................................................4 ASESMEN ULANG...............................................................................................6 PEMERIKSAAN PENUNJANG...............................................................................7
BAB III TATA LAKSANA...................................................................................................8 A. B. C. D. E. F. G. H. I.
TATA LAKSANA SKRINING INFORMASI...............................................................8 TATA LAKSANA ASESMEN MEDIS.......................................................................8 TATA LAKSANA ASESMEN KEPERAWATAN........................................................8 TATA LAKSANA ASESMEN GIZI...........................................................................9 TATA LAKSANA ASESMEN PASIEN DENGAN NYERI...........................................12 TATA LAKSANA ASESMEN RESIKO JATUH.........................................................12 TATA LAKSANA ASESMEN TAHAP TERMINAL...................................................13 TATA LAKSANA ASESMEN PRA BEDAH.............................................................13 TATA LAKSANA ASESMEN FISIOTERAPI............................................................15
BAB IV DOKUMENTASI.................................................................................................16 JENIS FORM ASESMEN A. FORM RAWAT JALAN 1. FORM POLI UMUM 2. FORM POLI GIGI 3. FORM POLI KIA 4. FORM GIZI B. FORM GAWAT DARURAT C. FORM RAWAT INAP D. FORM POLI SPESIALIS E. FORM UNIT KEMOTERAPI
i
BAB I PENDAHULUAN A. TUJUAN
Asesmen awal dari seorang pasien, baik pasien gawat darurat, pasien rawat jalan, maupun pasien rawat inap dilakukan untuk mengidentifikasi kebutuhan pasien dan untuk memulai proses pelayanan. Asesmen awal memberikan informasi untuk: 1. Mengumpulkan data yang komprehensif untuk menilai kondisi dan masalah pasien. 2. Memahami pelayanan apa yang dicari pasien 3. Memiih jenis pelayanan yang terbaik bagi pasien 4. Mengidentifikasi kondisi yang mengancam nyawa 5. Melakukan intervensi segera 6. Menetapkan diagnosis awal 7. Memahami respon pasien terhadap pengobatan sebelumnya B. DEFINISI
1. Asesmen Pasien adalah tahapan dari proses dimana dokter, perawat, dietisien mengevaluasi data pasien baik subyektif maupun obyektif untuk membuat keputusan terkait : a. Status kesehatan pasien b. Kebutuhan perawatan c. Intervensi d. Evaluasi 2. Asesmen AwalPasien Rawat Inap adalah tahap awal dari proses dimana dokter, perawat, dietisien mengevaluasi data pasien dalam 24 jam pertama sejak pasien masuk rawat inap atau bisa lebih cepat tergantung kondisi pasien dan dicatat dalam rekam medis 3. Asesmen Awal Pasien Rawat Jalan adalah tahap awal dari proses dimana dokter mengevaluasi data pasien baru rawat jalan, bidan melakukan pengkajian awal kebidanan dan menentukan rencana pelayanan kebidanan selanjutnya. 4. Asesmen Awal Pasien Gawat Darurat adalahpengumpulan informasi (anamnesis, pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan penunjang diagnostik) oleh dokter, perawat, dan bidan untuk menentukan rencana pelayanan kegawatdaruratan selanjutnya. 5. Asesmen Ulang Pasien adalah tahap lanjut dari proses dimana dokter, perawat, bidan, dietisien mengevaluasi ulang data pasien atas adanya perubahan yang signifikan atas kondisi klinisnya berdasarkan pelayanan klinis yang telah diberikan sebelumnya. 6. Rekam Medis adalah berkas yang berisi catatan dan dokumen tentang identitas pasien, pemeriksaan, pengobatan, tindakan dan pelayanan lain yang telah diberikan kepada pasien 7. DPJP adalah seorang dokter / dokter gigi yang bertanggung jawab atas pengelolaan asuhan medis seorang pasien. DPJP juga bertanggung jawab terhadap kelengkapan, kejelasan dan kebenaran serta ketepatan waktu pengembalian dari rekam medis pasien tersebut 8. Keperawatan adalah seluruh rangkaian proses asuhan keperawatan & kebidanan yang diberikan kepada pasien yang berkesinambungan yang di mulai dari pengkajian sampai 2
dengan evaluasi dalam usaha memperbaiki ataupun memelihara derajat kesehatan yang optimal 9. Ahli gizi/dietisien adalah seseorang yang diberi tugas, tanggung jawab dan wewenang secara penuh oleh Direktur RS untuk melakukan kegiatan teknis fungsional di bidang pelayanan gizi, makanan dan dietetic di RS. BAB II RUANG LINGKUP A. UNIT KERJA TERKAIT PELAKSANAAN ASESMEN PASIEN
1. 2. 3. 4. 5. 6. 7.
Instalasi Gawat Darurat Instalasi Rawat Jalan Instalasi Bedah & Steriliasi Instalasi Rawat Inap Instalasi Laboratorium Instalasi Radiologi Instalasi Gizi
A. KEWENANGAN PELAKSANA
1. Dokter Dokter adalah dokter umum, dokter gigi, dokter spesialis lulusan fakultas atau Universitas yang terakreditasi. Dokter dapat melakukan asesmen berupa anamnesis, pemeriksaan fisik dan permintaan pemeriksaan penunjang berdasarkan kompetensinya, dan berdasarkan Panduan Praktik Klinis masing-masing. 2. Perawat/Bidan Perawat/Bidan yang bekerja di Rumkit Tk. III Baladhika Husada yang di lengkapi dengan SIK, STR yang berlaku sesuai kebijakan yang telah ditentukan. Perawat/Bidan dapat melakukan asesmen berupa anamnesis dan pemeriksaan fisik sesuai dengan kompetensinya berdasarkan Standar Asuhan Keperawatan/Kebidanan yang telah ditetapkan 3. Apoteker Apoteker dapat melakukan asesmen berupa pengelolaan obat, pelayanan obat atas resep dokter, termasuk pengendalian mutu sediaan farmasi, pengamanan, pengadaan, penyimpanan dan distribusi obat. 4. Fisioterapis Perawat dapat melakukan asesmen berupa anamnesis dan identifikasi masalah sesuai dengan kompetensinya berdasarkan kompetensinya. 5. Ahli gizi Ahli gizi melakukan asesmen nutrisi terhadap pasien rawat jalan (di Poli Gizi) dan pasien rawat inap yang mendapatkan instruksi diet khusus dari dokter DPJP dan juga dari hasil skrining status gizi pasien dengan menggunakan MST (malnutrition screening tools) dan pasien diketahui berisiko atas nutrisinya
3
A. WAKTU PELAKSANAAN
1. Asesmen awal pasien dilakukan pada saat kontak pertama Pemberi Pelayanan Kesehatan dengan pasien, di setiap unit pelayanan. Asesmen awal pasien rawat inap harus sudah selesai dilakukan dan dicatat dalam berkas rekam medis pasien selambat-lambatnya 24 jam sejak pasien masuk rumah sakit. 2. Asesmen yang sebagian atau seluruhnya dibuat di luar rumah sakit, maka segera dilakukan penilaian ulang atau verifikasi pada saat masuk sebagai pasien rawat inap, antara lain: a. Temuan yang bersifat penting sesuai dengan kompleksitas pasien, rencana pelayanan dan pengobatan b. Kejelasan diagnosis, c. Adanya foto radiologi yang diperlukan untuk operasi, d. Adanya perubahan kondisi pasien, seperti pengendalian gula darah, identifikasi hasil laboratorium yang penting dan perlu diperiksa ulang. 3. Asesmen yang dibuat di luar RS, apabila pasien masuk rumah sakit melebihi 30 hari, maka asesmen tersebut harus dinilai ulang dan diverifikasi pada saat pasien masuk rawat inap, untuk memperbarui atau mengulang bagian-bagian dari asesmen yang sudah lebih dari 30 hari. 4. Asemen ulang dilakukan pada saat pasien masuk rumah Sakit lewat rawat jalan dan Instalasi Gawat Darurat, berdasarkan kebutuhan dan kondisinya. B. KATEGORI ASESMEN PASIEN
1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9.
Asesmen Medis Asesmen Keperawatan/Kebidanan Asesmen Gizi Asesmen Fisioterapi Asesmen Pra Anestesi Asesmen Pra Bedah Asesmen Nyeri Asesmen Risiko Jatuh Asesmen Akhir Kehidupan Komponen utama dari proses pelayanan pasien rawat inap dan rawat jalan adalah asesmen pasien untuk memperoleh informasi terkait status medis pasien. Khusus pasien rawat inap, asesmen pasien terkait status kesehatan, intervensi, kebutuhan keperawatan, dan gizi. Untuk dapat berhasil memberikan terapi / asuhan yang berorientasi kepada pasien, dalam prakteknya, dokter, perawat dan dietisien harus memiliki pengetahuan dan keahlian dalam melakukan asesmen pasien. Asesmen pasien diperoleh dari pasien dan sumber-sumber lain (misalnya: profil terapi obat, rekam medis, dan lain-lain). Asesmen pasien dibutuhkan dalam membuat keputusan-keputusan terkait: (a) status kesehatan pasien; (b) kebutuhan dan permasalahan keperawatan; (c) intervensi guna memecahkan permasalahan kesehatan yang sudah teridentifikasi atau juga mencegah permasalahan yang bisa timbul dimasa mendatang; serta (d) tindak lanjut untuk memastikan hasil-hasil yang diharapkan pasien terpenuhi. 4
Proses asuhan kepada pasien saling berhubungan/ terjadi kolaborasi antara dokter, perawat dan gizi. Sulit untuk dimengerti bahwa dokter dapat menyembuhkan pasien tanpa bantuan asuhan keperawatan dan terapi gizi. ASESMEN PASIEN ASESMEN KEPERAWATAN
ASESMEN MEDIS
ASESMEN GIZI
ASESMEN FISIOTERAPI
RENCANA TERAPI BERSAMA MENGEMBANGKAN RENCANA ASUHAN MELAKUKAN EVALUASI
MELAKUKAN ASESMEN ULANG BILA TERJADI PERUBAHAN SIGNIFIKAN TERHADAP KONDISI KLINIS PASIEN
Dalam asesmen, pasien dan keluarga harus diikutsertakan dalam seluruh proses, agar asuhan kepada pasien menjadi optimal. Pada saat evaluasi, bila terjadi perubahan yang signifikan terhadap kondisi klinis pasien, maka harus segera dilakukan asesmen ulang. Bagian akhir dari asesmen adalah melakukan evaluasi, umumnya disebut monitoring yang 5
menjelaskan faktor-faktor diharapkan pasien.
yang akan menentukan pencapaian
hasil-hasil nyata yang
C. ISI MINIMAL ASESMEN AWAL
a. Asesmen Awal Medis Rawat Jalan 1) Identitas Pasien 2) Anamnesis a) Keluhan utama b) Riwayat penyakit sekarang c) Riwayat penyakit dahulu dan terapinya d) Riwayat alergi e) Riwayat penyakit keluarga f) Riwayat pekerjaan g) Riwayat tumbuh kembang h) Pemeriksaan fisik 3) Status generalis a) Kepala b) Leher c) Thorax d) Abdomen 4) Status lokalis 5) Pemeriksaan penunjang 6) Diagnosis kerja 7) Pengobatan dan tindakan Asesmen Awal Medis Rawat Jalan dicatat pada berkas rekam medis Form RM.RJ.01 D.
ASESMEN ULANG
Asesmen ulang didokumentasikan pada lembar SOAP (Subyektif, Obyektif , Asesmen, Planning). 1. Bagian subyektif ( S ) : berisi informasi tentang pasien yang meliputi informasi yang diberikan oleh pasien, anggota keluarga, orang lain yang penting, atau yang merawat. Jenis informasi dalam bagian ini meliputi: a. Keluhan/gejala-gejala atau alasan utama pasien datang ke rumah sakit, menggunakan kata-katanya sendiri (keluhan utama). b. Riwayat penyakit saat ini yang berkenaan dengan gejala-gejala (riwayat penyakit saat ini). c. Riwayat penyakit dahulu (pada masa lampau). d. Riwayat pengobatan, termasuk kepatuhan dan efek samping (dari pasien, bukan dari profil obat yang terkomputerisasi). e. Alergi. f. Riwayat sosial dan/atau keluarga. g. Tinjauan/ulasan sistem organ 6
2. Bagian objektif ( O ) : berisi informasi tentang pemeriksaan fisik, tes – tes diagnostik dan laboratorium dan terapi obat 3. Bagian asesmen ( A ) : menilai kondisi pasien untuk diterapi. 4. Bagian plan ( P ) : berisi rencana pemeriksaan tambahan yang dibutuhkan, rencana terapi yang akan diberikan dan rencana pemantauan khusus yang akan dilakukan untuk menili perkembangan kondisi pasien. Dengan format dokumentasi yang sistematik, konsisten dan seragam tersebut maka lembar SOAP akan menjadikan rencana berbagai asuhan pasien menjadi lebih efisien. Catatan SOAP adalah format yang akan digunakan pada keseluruhan tindakan medik, keperawatan dan gizi dalam rencana terapi / terapeutik serta asuhan pasien. Asesmen ulang keperawatan tersebut dicatat dalam berkas rekam medis Form RM.13 E.
PEMERIKSAAN PENUNJANG
1. Pemeriksaan Penunjang gawat Darurat Dokter yang berwenang di instalasi Gawat Darurat membuat permintaan untuk segera dilaksanakan pemeriksaan penunjang (cito) meliputi pemeriksaan Laboratorium ( darah lengkap ) dan radiodiagnostik (rontgen,USG) sesuai keperluan. Semua catatan hasil pemeriksaan penunjang tersebut harus disimpan dalam rekam medis pasien (RM.01). 2. Pemeriksaan Penunjang Rawat Inap DPJP membuat permintaan untuk dilaksanakan pemeriksaan penunjang termasuk didalamnya pemeriksaan laboratorium (darah lengkap, kimia klinik, dll), pemeriksaan radiodiagnostik (rontgen, USG) sesuai yang diperlukan untuk menegakkan diagnosa medis. Semua catatan hasil pemeriksaan penunjang tersebut harus disimpan dalam rekam medis pasien (RM.18).
BAB III TATA LAKSANA A. TATA LAKSANA SKRINING INFORMASI
Kegiatan skrining dilakukan pada saat kontak pertama pasien dengan petugas RS, dengan mengajukan serangkaian pertanyaan kepada pasien untuk menentukan kebutuhan pelayanan pasien dan disesuaikan dengan kemampuan RS dalam memenuhi kebutuhan pelayanan pasien tersebut. 1. Tempat Pendaftaran Pasien Petugas pendaftaran pasien gawat darurat dan rawat jalan menanyakan: a. Tujuan pasien datang ke RS b. Identitas Pasien 7
Indentitas pasien meliputi didalamnya nama,umur, jenis kelamin, pekerjaan, cara bayar, alamat, dan telepon c. Petugas pendaftaran membuat nomor registrasi medik pasien yang bersangkutan. d. Mencatat waktu dan tanggal kunjungan tersebut 2. Instalasi Gawat Darurat 3. Unit Rawat Jalan 4. Unit Rawat Inap B. TATA LAKSANA ASESMEN MEDIS 1.
2. 3.
4. 5.
6.
DPJP secara menyeluruh dan sistematis mengumpulkan informasi dan data klinis pasien, menganalisis, dan menentukan diagnosis kerja serta menetapkan rencana pelayanan. Asesmen Medis rawat jalan dibuat sesuai format, dicatat dalam berkas rekam medis Form RM.RJ.01 Asesmen Medis Gawat Darurat dibuat sesuai format, dicatat dalam berkas rekam medis Form RM.01 DPJP wajib membuat dan menyelesaikan asesmen medis rawat inap selambat-lambatnya 1 x 24 jam sejak pasien masuk rumah sakit. Surat Permintaan Rawat Inap berdasarkan asesmen medis yang dibuat lebih dari 30 hari (oleh dokter Rumkit Tk. III Baladhika Husada atau dokter luar RS), wajib dinilai ulang dengan melakukan asesmen medis berdasarkan kondisi saat ini, dengan melakukan verifikasi. Semua asesmen medis dicatat dalam berkas rekam medis, dengan mencantumkan tanggal dan jam pelaksanaan, serta menuliskan nama dan tanda tangan staf medis yang bersangkutan.
C. TATA LAKSANA ASESMEN KEPERAWATAN
1. Asesmen awal keperawatan rawat inap merupakan serangkaian proses yang berlangsung saat pasien masuk rawat inap untuk dilakukan pemeriksaan secara sistematis untuk mengidentifikasi masalah keperawatan pada pasien. 2. Perawat secara menyeluruh dan sistematis mengumpulkan informasi dan data pasien berdasarkan anamnesa dan pemeriksaan fisik, untuk selanjutnya menganalisis, dan dicatat dalam berkas rekam medis Form RM.08 3. Perawat yang berwenang selanjutnya menentukan diagnosis keperawatan serta menetapkan rencana keperawatan, dicatat dalam berkas rekam medis Form RM.14A 8
4. Asesmen ulang keperawatan keperawatan dibuat sesuai format SOAP, dicatat dalam berkas rekam medis Form RM.13 D. TATA LAKSANA ASESMEN GIZI 1. Asesmen Gizi Rawat Jalan a. Tahapan pelayanan gizi rawat jalan diawali dengan adanya rujukan dokter dari pasien poli umum. b. Langkah berikutnya dilakukan Proses Asuhan Gizi Terstandart (PAGT) 1) Identitas Pasien: Dietisien menanyakan dan mencatat identitas pasien 2) Riwayat Gizi : Pola Makan, Alergi, Asupan Makanan : Dietisien menanyakan pola makan pasien sebelum sakit, ada atau tidak mempunyai alergi terhadap makanan tertentu, dan jumlah asupan makanan sehari sebelum datang ke RS yang meliputi jumlah dan jenis makanan yang dikonsumsi. 3) Riwayat Personal: Dietisien menanyakan riwayat penyakit yang pernah diderita dan keluarga pasien. 4) Antropometri : Dietisien mengukur antropometri pasien meliputi BB, TB, kemudian menentukan status gizi (IMT). 5) Biokimia: Dietisien mencatat hasil pemeriksaan laboratorium yang berhubungan dengan gizi, apabila ada. 6) Fisik/Klinis: Dietisien mencatat hasil pemeriksaan fisik/klinis yang berhubungan dengan gizi, apabila ada. 7) Diagnosis Gizi: Dietisien menetapkan diagnosis gizi dari data-data yang diperoleh. Diagnosis gizi diuraikan atas komponen masalah gizi (problem), penyebab masalah (Etiologi) dan tanda-tanda atau gejala adanya masalah (Signs dan Symptoms). 8) Intervensi : Dietisien memberikan intervensi gizi berupa edukasi dan konseling gizi yang meliputi makanan yang boleh dan tidak boleh dikonsumsi sesuai dengan diagnosis yang telah ditetapkan.
2. Asesmen Gizi Rawat Inap a. Identitas Pasien: Dietisien menanyakan dan mencatat identitas pasien b. Skrining Gizi: 9
1) Ahli gizi mengukur tinggi badan pasien baru dengan mengukur tinggi badan yang terdapat pada timbangan. Posisi pasien berdiri tegak. 2) Ahli gizi menimbang berat badan pasien dengan timbangan yang terdapat diruangan. 3) Resiko malnutrisi pasien baru ditentukan dengan perangkat MST ( Malnutrition Screening Tool) yaitu memberikan 2 pertanyaan yang berhubungan dengan riwayat perubahan berat badan dan asupan makanan. a) Langkah pertama : menanyakan apakah ada penurunan berat badan yang tidak direncanakan, apabila ada diberi skor 2, dan apabila tidak ada diberi skor 0. Apabila ada penurunan BB sebanyak : 1-5 kg diberi skor 1, 6-10 kg diberi skor 2, 11-15 kg diberi skor 3, > 15 kg diberi skor 4, tidak yakin diberi skor 2. Bila pasien tidak tahu atau tidak yakin apakah berat badannya turun, tetapi baju menjadi lebih longgar / tampak lebih kurus, maka skor 2. Bila pasien tidak tahu / tidak yakin berat dan turun dan tidak ada perubahan pada tubuhnya maka skor 0. b) Langkah kedua : menanyakan apakah ada penurunan nafsu makan. Apabila ada diberi skor 1, dan apabila tidak ada diberi skor 0. c) Langkah ke tiga: Menanyakan kepada pasien apakah pasien menderita penyakit yang meningkatkan kebutuhan gizi karena stress metabolik seperti salah satu diagnosis penyakit seperti : penyakit kronis dengan komplikasi diabetes, penyakit ginjal kronik, sirosis hati, PPOK, HD, kanker, strok, pneumonia, transplantasi sumsum tulang, cedera kepala berat, luka bakar, bedah digestif, patah tulang pinggul, dll. Apabila ada yang berisiko malnutrisi di beri skor 2, dan apabila tidak ada di beri skor 0 d) Langkah ke empat : jumlahkan nilai skor 3 pertanyaan diatas, dan menentukan tingkat resiko malnutrisi. e) Skor < 2 : berarti pasien tidak berisiko malnutrisi f) Skor >2 : berarti pasien berisiko malnutrisi 3. Skrining asesmen gizi pasien obstetri/kehamilan/nifas a. Langkah pertama apakah asupan makanan berkurang karena tidak nafsu makana, apabila asupan makan berkurang skor 1 apabila tidak skor 0. b. Langkah kedua apakah pertambahan BB yang kurang atau lebih selama kehamilan apabila ada pertambahan BB yang kurang atau lebih skor 2 apabila tidak ada skor 0.
c. Langkah ke tiga apabila nilai HB <10g/dl atau HCT <30% di beri skor 1 apabila tidak skor 0 d. Langkah ke empat apabila ada gangguan metabolism/ kondisi khusus (penyakit DM,gangguan fungsi tiroid,infeksi kronis, HIV/AIDS, TB lupus, dll) diberi skor 2, apabila tidak diberi skor 0.
e. Langkah ke lima : jumlahkan nilai skor ke 4 pertanyaan diatas, dan menentukan tingkat resiko malnutrisi. f. Skor < 2 : berarti pasien tidak berisiko malnutrisi g. Skor >2 : berarti pasien berisiko malnutrisi 10
4. Asesmen Gizi Pasien Anak Asesmen gizi pada anak dilakukan berdasarkan kriteria STRONG-kids. a. Langkah pertama : pada tahap ini melihat pasien apakah tampak kurus. Dikategorikan menjadi : pasien tampak kurus diberi skor 1, pasien tidak tampak kurus diberi skor 0. b. Langkah kedua : pada tahap ini menanyakan kepada orang tua pasien apakah terdapat penurunan BB selama 1 bulan terakhir. Dikategorikan menjadi : ada penurunan BB selama 1 bulan diberi skor 1, dan apabila tidak ada penurunan diberi skor 0. (Berdasarkan penilaian obyektifitas data BB bila ada atau penilaian subyektifitas orang tua pasien atau untuk bayi < 1 tahun BB tidak naik selama 3 bulan terakhir ). c. Langkah ketiga : pada tahap ini menanyakan apakah terdapat salah satu dari kondisi tersebut, ( diare >5 kali/hari dan/atau muntah > 3 kali/hari dalam seminggu terakhir atau asupan makanan berkurang selama 1 minggu terakhir). Apabila ada salah satu diatas diberi skor 1, dan apabila tidak ada diberi skor 0. d. Langkah keempat : pada tahap ini menanyakan kepada orang tua apakah terdapat penyakit atau keadaan yang mengakibatkan pasien beresiko mengalami malnutrisi. (penyakit : diare kronis, HIV, hepatoma, ginjal, lain-lain). Apabila ada penyakit yang beresiko mengalami malnutrisi diberi skor 2, dan apabila tidak ada diberi skor 0. e. Langkah kelima : tambahkan skor yang diperoleh dari langkah 1,2,3, dan 4 untuk menilai adanya resiko malnutrisi. f. Skor < 2 : berarti pasien tidak berisiko malnutrisi g. Skor >2 : berarti pasien berisiko malnutrisi 5. Pasien yang beresiko masalah gizi dilakukan pengkajian gizi lebih lanjut dengan mengisi formulir asuhan gizi. Langkah – langkahnya adalah sebagai berikut : a. Riwayat Gizi : pola makan, alergi, asupan makanan : Dietesien menanyakan pola makan pada pasien sebelum sakit, ada atau tidak mempunyai alergi terhadap makanan tertentu, dan jumlah asupan makanan sehari sebelum datang ke RS yang meliputi jumlah dan jenis makanan yang dikonsumsi. b. Riwayat personal : Dietesien menanyakan riwayat penyakit yang pernah diderita dan keluarga pasien. c. Antropometri : Dietesien mengukur berat badan dan tinggi badan , atau LILA dan tinggi lutut , kemudian disimpulkan status gizinya. d. Biokimia : Dietesien mencatat hasil pemeriksaan laboratorium yang berhubungan dengan gizi, apabila ada. e. Fisik/klinis : Dietesien mencatat hasil pemeriksaan fisik/klinis yang berhubungan dengan gizi, apabila ada.
11
f.
Diagnosis Gizi : Dietesien menetapkan diagnosis gizi dari data – data yang diperoleh. Diagnosis gizi diuraikan atas komponen masalah gizi (problem), penyebab masalah (Etiologi) dan tanda – tanda atau gejala adanya masalah (Signs dan Symptoms). g. Intervensi : Dietesien memberikan intervensi gizi berupa terapi diet penyediaan makanan (Jenis diet, Bentuk Makanan,frekuensi pemberian). h. Monitoring evaluasi: kegiatan monitoring dan evaluasi gizi yang di lakukan untuk mengetahui respon pasien/ klien terhadap intervensi dan tingkat keberhasilnnya. i. Edukasi Gizi : Dietesien melakukan penyuluhan atau konsultasi gizi pada pasien beresiko malnutrisi maupun pada pasien yang tidak beresiko malnutrisi. E. TATA LAKSANA ASESMEN ULANG MAL NUTRISI
Asesmen ulang didokumentasikan pada lembar CATATAN PEREKEMBANGAN GIZI (Antropometri , Biokimia , Fisik/klinis , Diet , Asupan intake makanan ) 1. Antropometri : Berat badan , tinggi badan , tinggi lutut ( apabila dalam kondisi tinggi badan tidak dapat diukur ) , lingkar lengan atas (LILA) , 2. Biokimia : Data biokimia merupakan hasil pemeriksaan laboratorium , pemeriksaan yang berkaitan dengan status gizi , status metabolik , dan gambaran fungsi organ yang berpengaruh terhadap timbulnya masalah gizi. 3. Fisik klinis : Pemeriksaan fisik klinis dilakukan untuk mendeteksi adanya kelainan fisik klinis yang berkaitan dengan gangguan gizi. 4. Diet : Pemberiaan Diet Sesuai dengan Intervensi gizi. 5. Asupan Intake makanan : Merupakan gambaran asupan zat gizi melalui food recall selama 24 jam . Kemudian dilakukan analisis zat gizi yang merujuk pada DKBM dan nutrysurvey. F.
TATA LAKSANA ASESMEN PASIEN DENGAN NYERI
1. Asesmen Nyeri pada Pasien Dewasa a. Asesmen Nyeri meliputi: 1) Intensitas nyeri menggunakan NRS (Numeric Rating Scale) dengan skala 0 -10 dimana 0 menunjukkan tidak nyeri sama sekali dan 10 adalah nyeri tak tertahankan. 0-3 (ringan) , 4-6 (sedang) , 7-10 (berat) 0
1
2
3
4
5
6
2) Penjalaran nyeri 3) Karakter nyeri 4) Faktor yang menstimulasi nyeri 2. Asesmen Nyeri pada Pasien Anak
12
7
8
9
10
G. TATA LAKSANA ASESMEN RESIKO JATUH
1. Penilaian awal dilakukan dirawat jalan/IGD untuk pasien yang akan MRS oleh perawat yang bertugas dengan menggunakan “ Asesmen Resiko Jatuh Skala Moorse “ dan pasien anak-anak menggunakaan skala Humpty dumpty. Asesmen harus sudah ditetapkan dalam waktu selambat-lambatnya 24jam sejak pasien dirawat di rumah sakit. Asesmen dilakukan oleh dokter penanggungjawab pasien (DPJP) dan atau perawat (minimal penanggungjawab shift/kepala tim) dengan menentukan skor resiko jatuh berdasarkan skala.
2. Apabila hasil total skore pasien termasuk resiko sedang atau tinggi, dibuat masalah keperawatan untuk mencegah terjadinya pasien jatuh. 3. Perawat IGD khususnya pasien yang akan dilakukan rawat inap, rawat jalan pada pasien yang akan di rawat inap dan ruangan bersalin/ VK akan memasang penanda berupa kancing berwarna kuning. 4. Setiap pasien harus dilakukan assesmen ulang, bila mengalami perubahan kondisi fisik atau status mental H. TATA LAKSANA ASESMEN TAHAP TERMINAL
1. Perawat harus memahami apa yang dialami pasien dengan kondisi akhir kehidupan agar dapat memberikan dukungan dan bantuan sehingga pada saat terakhir dalam hidup bisa bermakna, dan akhirnya dapat meninggal dengan tenang dan damai. 2. Pasien dalam kondisi akhir kehidupan akan mengalami masalah fisik, psikologis maupun sosial-spiritual, meliputi problem oksigenasi, problem eliminasi, problem tanda-tanda vital, proble nutrisi dan cairan, problem suhu, problem sensori, problem nyeri, problem penglihatan kabur, problem kulit dan mobilitas, dsb. 3. Perawat harus mampu mengenali perubahan fisik yang terjadi pada pasien, yang kemungkinan timbul berbagai gejala selama berbulan-bulan sebelum terjadi kematian. 4. Perawat harus mengetahui terhadap isyarat pasien dengan denial dengan cara menanyakan tentang kondisinya atau prognosis dan pasien dapat mengekspresikan perasaan-perasaannya. 5. Perawat harus respek terhadap perubahan fisik yang terjadi karena hal itu akan menimbulkan ketidaknyamanan dan penurunan kemampuan pasien dalam pemeliharaan diri. 13
6. Perawat harus peka dan mengenali kecemasan yang terjadi pada pasien, mengenali dari ekspresi wajah yang ditunjukkan, sedih, depresi atau marah, dan kehilangan harga diri dan harapan. 7. Perawat harus mengkaji interaksi pasien, karena pada kondisi ini psaien cenderung menarik diri, mudah tersinggung, tidak ingin berkomunikasi dan sering bertanya tentang kondisi penyakitnya, ketidakyakinan dan keputusasaan sering membawa pada perilaku isolasi 8. Perawat harus bisa mengenali tanda pasien mengisolasi diri, pemberian dukungan sosial dari teman dekat, kerabat/keluarga terdekat untuk selalu menemani klien. 9. Perawat harus mengkaji keyakinan pasien akan proses kematian dengan cara mendekatkan diri kepada Tuhan, memberikan ketenangan melalui keyakinan-keyakinan spiritualnya. I.
TATA LAKSANA ASESMEN PRA BEDAH
Asesmen pra bedah dilakukan pada pasien yang telah bersedia untuk dilakukan tindakan operasi. Asesmen tersebut dilakukan untuk menentukan kebutuhan pasien dan kebutuhan staf medis dalammelakukan tindakan pembedahan. Asesmen ini dibagi untuk 2 kategori pembedahan elektif atau terencana dan emergensi. 1. Bedah elektif dikerjakan pada waktu yang cocok bagi pasien serta tim RS Tk. III Baladhika Husada. Dokter akan menjelaskan operasi yang dimaksud selama konsultasi rawat jalan dengan rincian mengenai manfaat dan risiko operasi. Penyelidikan dan penilaian masalah-masalah medis diatasi pada tahap ini, termasuk rujukan ke spesialis yang relevan termasuk spesialis anestesi. Dokter bedah melakukan pemeriksaan- pemeriksaan yang diperlukan dan disesuaikan dengan kasus bedahnya termasuk pemeriksaan laboratorium dan radiologi. Bedah elektif pada pasien dengan penyakit menahun sebaiknya hanya dikerjakan bila kondisi medis pasien telah dioptimalkan dan risiko minimal. Persiapan untuk bedah elektif, dilakukan untuk pasien yang sudah siap operasi. Setelah pasien berada di ruang rawat inap, dokter bedah menyampaikan kembali tentang prosedur bedah yang akan dikerjakan di kamar operasi. Dokter melakukan penandaan lokasi operasi: a. Penandaan dilakukan pada semua kasus termasuk sisi(laterality),multiple struktur (jari tangan, jari kaki, lesi),atau multiple level (tulang belakang). b. Penandaan selalu melibatkan pasien dan keluarga pasien c. Penandaan menggunakan penanda yang tidak mudah luntur terkena air/ alcohol/betadin. d. Mudah dikenali. e. Digunakan secara konsisten di RS Tk.III Baladhika Husada. f. Penandaan dibuat oleh operator/ orang yang melakukan tindakan. g. Dilaksanakan saat pasien terjaga dan sadar jika memungkinkan dan harus terlihat sampai saat akan disayat. Dokter bedah mendokumentasikan seluruh persiapan pasien termasuk menuliskan diagnose pre operasi dan nama tindakan atau prosedur operasi yang akan dilakukan serta pernyataan persetujuan pasien untuk dilakukan pembedahan dalam berkas rekam medis pasien. 14
2. Bedah emergensi. Pasien yang menghadapi bedah emergensi berbeda dari pasien yang dijadualkan. Diagnosis yang mendasari mungkin tidak diketahui dan operasi yang direncanakan tidak pasti. Kontak secepat mungkin dengan spesialis anestesi akan menghasilkan rencana tindakan untuk periode pra bedah. Setelah diskusi, operasi kadang-kadang dianjurkan untuk ditunda untuk memungkinkan pengobatan medis memperbaiki keadaan umum pasien. Pada situasi tertentu dibutuhkan operasi segera. Perawatan pra bedah dari pasien – pasien emergensi: a. Anamnesis: lakukan anamnesis terhadap pasien dan/atau keluarganya. Tanyakan secara spesifik tentang terapi obat terakhir dan kepatuhan pasien. Apakah pasien memiliki alergi atau mengalami masalah dengan pembiusan dahulu? b. Rekam medis: periksa rekam medis dan catatan laboratorium untuk melihat bukti kelainan medis yang bermakna. Sampai 50% pasien dengan riwayat infark miokard aktual atau dicurigai akan menceritakan riwayat penyakit dengan tidak akurat pada 5 tahun sesudahnya. Pasien mungkin yakin mengalami serangan jantung ketika sebenarnya tidak, dan begitupula sebaliknya. c. Pemeriksaan fisik d. Penyelidikan: kebanyakan pasien membutuhkan pemeriksaan hematologi dan biokimia rutin serta uji silang darah. Kirim sampel darah segera mungkin. EKG dan X-foto toraks perlu dilakukan bila ada kecurigaan patologi. Pasang pulse oximetry pada pasien dispnea dan cek gas darah arteri. e. Hipotensi : paling sering disebabkan oleh hipovolemia akibat kehilangan darah atau cairan tubuh lain. Pasien usia lanjut yang syok tidak selalu takikardia. Pasien hipertensi mungkin mengalami hipotensi bila tekanan sistoliknya 100 mmHg. f. Obati nyeri g. Penggantian cairan: harus dilakukan segera dengan pemantauan ketat untuk menilai respons terhadap pengisian beban cairan. Volume cairan yang besar harus terlebih dahulu dihangatkan. Kateter urin harus dipasang. Kadang-kadang hipotensi disebabkan atau diperburuk oleh gagal jantung atau sepsis. Jika respons terhadap terapi cairan tidak adekuat, pemantauan CVP dibutuhkan. Jangan biarkan kepala pasien jatuh ketika memasang infus vena sentral. h. Syok: setiap pasien hipotensi yang tidak memberi respons dengan pergantian volume memiliki risiko serius dan harus dikelola di ICU. Sebagai alternatif, pasien bisa dirujuk ke kamar operasi. Pasien-pasien perdarahan aktif memerlukan operasi penyelamatan jiwa dan kamar operasi harus dipersiapkan segera. Persediaan darah yang telah diuji silang harus diusahakan. Kalau bisa darah sampai ke kamar operasi sekaligus dengan pasien, dan pada pasien yang kehabisan darah, darah dari golongan sama dan belum diuji silang harus sudah ada segera. i. Terapi cairan berlebihan: bisa mengakibatkan edema paru atau hemodilusi. Ini bisa dicegah dengan pemantauan imbang cairan setiap jam dan CVP. j. Beri oksigen kepada pasien hipotensi dan setiap pasien dengan saturasi oksigen (SpO2) kurang dari 95% pada pulse oximetry. Pemeriksaan fisik dan radiologi biasanya akan menentukan penyebab hipoksia. Pada pasien kritis, dispnea bisa disebabkan oleh asidosis metabolik. Asidosis laktat yang disebabkan hipoksia jaringan sering akan 15
memberi respons terhadap resusitasi umum, walaupun sebab-sebab lain dari asidosis harus dicari. k. Koreksi metabolik: elektrolit harus dikoreksi seefektif waktu yang tersedia. Hipokalemia dan hipomagnesemia bisa mencetuskan aritmia jantung. Kendalikan diabetes dengan insulin dan infus dekstrosa. l. Pasang selang nasogastrik pada pasien obstruksi usus untuk mengurangi kembung dan mengurangi risiko aspirasi. Pastikan bahwa pasien dengan penurunan kesadaran memiliki jalan napas tidak tersumbat, dan menerima oksigen serta dalam posisi sesuai. Pada pasien dengan riwayat refluks asam, berikan omeprazole 40 mg oral (atau ranitidine 50 mg iv jika penyerapan usus jelek) tepat sebelum operasi. m. Komunikasi: pasien dan keluarganya terus diberitahu mengenai rencana tindakan dan minta persetujuan untuk setiap prosedur yang direncanakan. Bahas risiko spesifik yang berkaitan dengan operasi atau kondisi medis pasien. Jika operasi memiliki risiko kematian, pastikan bahwa ini dipahami. Jangan anggap semua pasien (khususnya usia lanjut) menginginkan operasi. J. TATA LAKSANA ASESMEN FISOTERAPI Tahapan Asesmen adalah sebagai berikut: 1. Pengkajian data Data Dasar a. Keluhan Utama b. Riwayat Penyakit c. Pemeriksaan Fisik d. Pemeriksaan fungsional 2. Menentukan diagnosis fisioterapi Diagnosis fisioterapi yang di buat merangkum berbagai sintom, sindrom, keterbatasan fungsi, keterbatasan gerak, atau potensi terjadinya, yang merefleksikan informasi yang didapat dari pemeriksaan pada diri pasien/klien.
BAB IV
DOKUMENTASI
1. Rekam Medis 16
Mendokumentasikan pemeriksaan pasien merupakan langkah kritikal dan penting dalam proses asuhan pasien. Hal ini umumnya dipahami pelaksana praktek kedokteran bahwa “ jika anda tidak mendokumentasikannya, anda tidak melakukannya”. Dokumentasi adalah alat komunikasi berharga untuk pertemuan di masa mendatang dengan pasien tersebut dan dengan tenaga ahli asuhan kesehatan lainnya. Saat ini, beberapa metode berbeda digunakan untuk mendokumentasikan asuhan pasien dan PCP, dan beragam format cetakan dan perangkat lunak komputer tersedia untuk membantu farmasis dalam proses ini. Dokumentasi yang baik adalah lebih dari sekedar mengisi formulir; akan tetapi, harus memfasilitasi asuhan pasien yang baik. Ciri-ciri yang harus dimiliki suatu dokumentasi agar bermanfaat untuk pertemuan dengan pasien meliputi: Informasi tersusun rapi, terorganisir dan dapat ditemukan dengan cepat Daftar lampiran form rekam medis Asesmen Pasien :
17
18