PRESENTASI KASUS “ FRAKTUR DEPRESSED OS PARIETAL DEXTRA “
Diajukan untuk Memenuhi Syarat Mengikuti Ujian Kepaniteraan Klinik di Departemen Ilmu Bedah Rumah Sakit Tentara TK II dr. Soedjono, Magelang
Pembimbing: Letkol CKM dr. Aditya Wicaksana, Sp. Bs
Disusun Oleh: Fauzia Citra Dyanti 1620221221
KEPANITERAAN KLINIK ILMU BEDAH FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS PEMBANGUNAN NASIONAL “VETERAN” JAKARTA RUMAH SAKIT TENTARA TK II DR. SOEDJONO, MAGELANG PERIODE 2 JANUARI 2018 – 9 MARET 2018
LEMBAR PENGESAHAN PRESENTASI KASUS
“FRAKTUR DEPRESSED OS PARIETAL DEXTRA “
Diajukan untuk memenuhi syarat mengikuti Kepaniteraan Klinik di Departemen Ilmu Bedah Rumah Sakit Tentara TK II dr. Soedjono, Magelang
Telah disetujui dan dipresentasikan Pada tanggal: 19 Februari 2018
Dokter Pembimbing
Letkol CKM dr. Aditya Wicaksana, Sp. Bs
KATA PENGANTAR
Puji syukur kehadirat Allah SWT, karena dengan rahmat dan karuniaNya penulis dapat menyelesaikan penulisan laporan kasus dengan judul “Fraktur Depressed Os Parietal Dextra ”. Laporan kasus ini ditulis untuk menambah pengetahuan dan wawasan mengenai Fraktur Depressed Os Parietal dan merupakan salah satu syarat dalam mengikuti Kepaniteraan Klinik di Departemen Ilmu Bedah Rumah Sakit Tentara TK II dr. Soedjono, Magelang.
Pada kesempatan ini penulis ingin mengucapkan terimakasih kepada dosen pembimbing, dr. Aditya Wicaksana, Sp. Bs yang telah meluangkan waktu untuk membimbing dan memberikan pengarahan dalam penyusunan laporan kasus ini dari awal hingga selesai. Penulis menyadari sepenuhnya bahwa laporan kasus ini masih
jauh dari kesempurnaan. Oleh karena itu penulis sangat
mengharapkan kritik dan saran yang membangun demi perbaikan dimasa yang akan datang. Semoga laporan kasus ini dapat berguna bagi kita semua.
Magelang, 10 Februari 2018
Penulis
BAB I PENDAHULUAN
I.1
LATAR BELAKANG Fraktur adalah terputusnya kontinuitas tulang dan ditentukan sesuai jenis
dan luasnya. Fraktur adalah setiap retak atau patah pada tulang yang utuh. Fraktur tulang tengkorak dapat dikelompokkan menjadi 3 jenis : 1. Complete fraktur (fraktur lengkap), patah pada seluruh garis tengah tulang,luas dan melintang. Biasanya disertai dengan perpindahan posisi tulang. 2. Closed fraktur (fraktur simple), tidak menyebabkan robeknya kulit, integritas kulit masih utuh. 3. Open fraktur ( fraktur terbuka / komplikata/ kompleks), merupakan fraktur dengan luka pada kulit ( integritas kulit rusak dan ujung tulang menonjol sampai menembus kulit) atau membran mukosa sampai ke patahan tulang. Fraktur mempunyai makna pada pemeriksaan forensik. Bentuk dari fraktur dapat menggambarkan benda penyebabnya (khususnya fraktur tulang tengkorak), arah kekerasan. Fraktur yang terjadi pada tulang yang sedang mengalami penyembuhan berbeda dengan fraktur biasanya. Jangka waktu penyembuhan tulang berbeda-beda setiap orang. Dari penampang makros dapat dibedakan menjadi fraktur yang baru, sedang dalam penyembuhan, sebagian telah sembuh, dan telah sembuh sempurna. Secara radiologis dapat dibedakan berdasarkan akumulasi kalsium pada kalus. Mikroskopis dapat dibedakan daerah yang fraktur dan daerah penyembuhan. Penggabungan dari metode diatas menjadikan akurasi yang cukup tinggi. Daerah fraktur yang sudah sembuh tidaklah dapat menjadi seperti tulang aslinya.
I.2
RUMUSAN MASALAH
I.2.1 Bagaimana etiologi, patogenesis, diagnosis dan penatalaksanaan fraktur depresi?
I.3
TUJUAN
I.3.1 Mengetahui etiologi, patogenesis, diagnosis dan penatalaksanaan fraktur depresi.
I.4
MANFAAT I.4.1
Menambah wawasan mengenai penyakit bedah khususnya fraktur depresi.
I.4.2
Sebagai proses pembelajaran bagi dokter muda yang sedang mengikuti kepaniteraan klinik bagian ilmu penyakit bedah.
BAB II LAPORAN KASUS
I.
IDENTITAS PASIEN
Nama
: Sdr. F
Jenis Kelamin
: Laki – laki
Usia
: 16 tahun
Suku Bangsa
: Jawa
Status Perkawinan : Belum Menikah
Pendidikan
: SMP
Pekerjaan
: Pelajar
No. CM
: 053602
Alamat
: Bandongan
Tgl Masuk RS
: 10 Januari 2018
II. ANAMNESIS (SUBJEKTIF) PRE OPERATIF (10 Januari 2018 ) A. Keluhan Utama Pasien datang dengan kondisi tidak sadarkan diri karena mengalami trauma kepala akibat terkena lemparan bola tolak peluru ± 11 menit SMRS. B. Riwayat Penyakit Sekarang Pasien datang ke IGD RST Soedjono Magelang pada tanggal 10 januari 2018 pukul 08.40 dengan kondisi gelisah akibat kepala pasien terkena lemparan bola tolak peluru yang dilemparkan oleh temannya. Menurut saksi, bola tersebut mengenai kepala pasien bagian belakang. Setelah terkena bola itu, pasien terjatuh dan mengeluh kesakitan kemudian pasien mengeluh mual dan muntah sebanyak 2 x. Tidak ada sempat episode sadar setelah pingsan. Tidak terdapat darah yang keluar dari hidung maupun dari telinga. Kemudian pasien langsung dibawa ke IGD RST Soedjono. C. Riwayat Penyakit Dahulu
R. Keluhan serupa
: disangkal
R.P batuk lama
: disangkal
R.P asma
: disangkal
R.P hipertensi
: disangkal
R.P DM
: disangkal
D. Riwayat Penyakit Keluarga
R. Keluhan serupa
: disangkal
R.P batuk lama
: disangkal
R.P asma
: disangkal
R.P hipertensi
: disangkal
R.P DM
: disangkal
E. Riwayat Sosial Ekonomi Pasien tinggal bersama orang tuanya. Biaya pengobatan ditanggung oleh BPJS. III.
PEMERIKSAAN FISIK Tanggal 10 Januari 2018 di IGD RST Soedjono A. Status Generalis
Keadaan Umum
: Tampak sakit berat
Kesadaran
: GCS ( E : 3 , M : 5, V : 2 )
Tanda Vital
- Tekanan darah
: 100/80 mmHg
- Nadi
: 80 kali/menit
- Suhu
: 36 C
- Pernapasan
: 20 x/menit
- SpO2
: 98 %
Antropometri - Berat Badan
: 46 kg
- Tinggi Badan
: 160 cm
- IMT
: 17,96 kg/m2 ( underweight)
Kepala Tampak benjolan pada region parietal dextra berukuran 5 x 6 cm
Mata Konjungtiva anemis (-/-), sklera ikterik (-/-), pupil isokor, RC ( +/+)
Hidung Bentuk normal, bloody rhinorea (-/-).
Telinga Bentuk normal, Bloody othorea (-/-)
Mulut Bibir tidak tampak kering, sianosis (-).
Leher Benjolan di leher (-).
Thorax a. Paru o Inspeksi
: bentuk normal dan simetris
o Palpasi
: vocal fremitus sama kuat pada seluruh lapang paru, nyerit tekan (-/-), krepitasi (-)
o Perkusi
: sonor pada seluruh lapang paru
o Auskultasi
: suara napas vesikuler (+/+), rhonki (-/-), wheezing (-/-)
b. Jantung o Inspeksi
: pulsasi iktus kordis tidak tampak
o Palpasi
: iktus kordis tidak teraba
o Perkusi
:
- Batas kiri
: ICS V, 1-2 cm ke medial linea midclavicula sinistra
- Batas atas
: ICS II, linea parasternal sinistra
- Batas kanan
: ICS IV, linea sternalis dextra
- Batas pinggang
: ICS III linea parasternal kiri
o Auskultasi
: BJ I-II normal, suara tambahan (-)
Abdomen o
Inspeksi
: datar dan supel
o
Auskultasi
: bising usus (+) normal
o
Palpasi
: NT pada lapang abdomen (-), hepar dan lien tidak teraba
o
Perkusi
: timpani
Ekstremitas
Motorik Pergerakan Kekuatan Tonus Atrofi
Anggota Gerak Atas Kanan Sulit dinilai Sulit dinilai Normotonus Normotrofi
Kiri Sulit dinilai Sulit dinilai Normotonus Normotrofi
Motorik Pergerakan Kekuatan Tonus Atrofi
Anggota Gerak Bawah Kanan Sulit dinilai Sulit dinilai Normotonus Normotrofi
Kiri Sulit dinilai Sulit dinilai Normotonus Normotrofi
Kulit
: Tidak tampak kelainan
B. STATUS LOKALIS Hematom a/r parietal dextra
IV.
PEMERIKSAAN PENUNJANG a. Laboratorium 10 Januari 2018
V.
Hemoglobin
14,1 g/dl
12.0 – 16.0
Hematocrit
40,3 %
35.0 – 47.0
Leukosit
10.800 U/L
3600 – 11.000
Trombosit
328.000
150.000 – 44.000
Eritrosit
4,90 X 106 /ul
3,8 – 5,2
MCV
82,3 fl
80.0 – 100.0
MCH
28,7 pg/cell
26.0 – 35.0
MCHC
34,9 %
31.0 – 36.0
RDW
12,6 %
11.0 – 16.0
MPV
7,7 fl
8.0 – 11.0
DIAGNOSIS CKS + Susp. Fraktur depressed os parietal dextra
VI.
PLANNING
A. Treatment 1.
Non medikamentosa - CT Scan kepala dengan kontras - Pemeriksaan lab : Darah Lengkap - Konsul dr. Aditya, Sp. Bs : - CT Scan kepala dengan kontras - Pasien masuk ICU - Inj. Noragest 1 A
2.
Medikamentosa :
Infus RL 16 tpm
Inj. Ketorolac 1 A
Inj. Ondansetron 1 A
VII.
HASIL CT Scan KEPALA DENGAN KONTRAS
Head CT Scan axial slice, Tanpa kontras, // OML, IS 10 mm, Asimetris
Dx Klinis : CKS
Kesan : Depressed fracture os parietal dextra dengan extracranial hematoma Suspect hematosinus maxilaris bilateral terutama sinistra, DD : Sinusitis SDH (Sub dural Haemorrahage ) Regio Parieto-occipitalis dextra Tak tampak lateralisasi Tak tampak eodem cerebri Lain lain tak tampak kelainan
VIII. FOLLOW UP PRE-OPERASI Tanggal 10 Januari 2018 di ICU RST Soedjono S
O
A
P
Fraktur
Medikamentosa:
sangat lemah dan TD : 101/57 mmHg
Depressed
Inf. RL
terus mengeluhkan RR : 19 x/menit
os parietal
Inj. Noragest 3 x 1 A
kepala
dextra
Inj.
Pasein
masih GCS : 13
sangat HR : 57 x/ menit
nyeri (terlebih jika T : 36,1 C pasien
1
g
(premed)
disuruh Terpasang kanul O2
mengangkat
Ceftriaxone
Non-medikamentosa:
Terpasang DC
Besok
kepala)
operasi
fraktur depressed Cukur gundul Lab : GDS, CT, BT Konsul Sp. Anestesi
Pemeriksaan status neurologis pre operasi diruang ICU Status Neurologis N. I (Olfactorius)
Kanan
Kiri
Subjektif
normal
normal
Dengan bahan (kopi)
tak dilakukan
tak dilakukan
N. II (Optikus)
Kanan
Kiri
Tajam penglihatan
tak dilakukan
tak dilakukan
Lapangan penglihatan
normal
normal
Melihat warna
tak dilakukan
tak dilakukan
Fundus okuli
tak dilakukan
tak dilakukan
elevasi
N. III (Okulomotorius)
Kanan
Kiri
Pergerakan bola mata
Temporal
Temporal
Dapat bergerak lateral
normal
normal
Kedudukan bulbus
normal
normal
Strabismus
tidak ada
tidak ada
Nistagmus
tidak ada
tidak ada
Exophtalmus
tidak ada
tidak ada
Pupil: Besar
Ø 3mm
Ø 3 mm
Bentuk
bulat
bulat
Membuka kelopak mata
normal
normal
Refleks terhadap sinar
(+)
(+)
N.IV (Trokhlearis)
Kanan
Kiri
Pergerakan mata Temporal
Dapat bergerak
Temporal
normal
normal
N.V (Trigeminus)
Kanan
Kiri
Membuka mulut
normal
normal
ke bawah dan ke dalam
Menggigit
tak dilakukan
tak dilakukan
Pergerakan rahang
normal
normal
Reflek kornea
tak dilakukan
tak dilakukan
N.VI (Abdusen)
Kanan
Kiri
Pergerakan mata Temporal
Temporal
Dapat bergerak lateral
normal
normal
N.VII (Fasialis)
Kanan
Kiri
Mengerutkan dahi
normal
normal
Menutup mata
normal
normal
Memperlihatkan gigi
normal
normal
N.VIII
Kanan
Kiri
Suara berbisik
normal
normal
Weber
tak dilakukan
tak dilakukan
Rinne
tak dilakukan
tak dilakukan
Swabach
tak dilakukan
tak dilakukan
Reflek muntah
tak dilakukan
tak dilakukan
N.X (Vagus)
Kanan
Kiri
Arcus pharynx
normal
normal
Uvula
normal
normal
Menelan
normal
normal
(Kokhlearis)
N.IX (Glossofaringeus)
IX.
Fonasi
sulit dinilai
sulit dinilai
N.XI (Aksesorius)
Kanan
Kiri
Mengangkat bahu
normal
normal
Memalingkan kepala
normal
normal
N.XII (Hipoglossus)
Kanan
Kiri
Menjulurkan lidah
normal
normal
Tremor lidah
tak dilakukan
tak dilakukan
Kekuatan lidah
normal
normal
DOKUMENTASI OPERASI
X.
LAPORAN OPERASI
Pasein telungkup dalam anestesi umum a dan antisepsis daerah sekitarnya
Insisi kulit berbentuk tapal kuda di perimedian kanan
Insisi periosteum medial dan insisi kulit lalu dipisahkan dari tulang
Tampak fraktur depressed bebentuk stelata berdiameter 4 cm
Dibuat 1 lubang bor ditulang yang sehat, tulang yang interlocking dibebaskan dan fragmen tulang yang depressed dibuang
XI.
Tidak ada laserasi dura
Perdarahan dirawat
Luka dijahit lapis demi lapis
Operasi selesai
INSTRUKSI PASCA BEDAH
Observasi kesadaran dan tanda vital
Puasa sampai bising usus (+)
Terapi : Inj. Ceftriaxone 2 x 500 mg Inj. Ketorolac 3 x1 A
XII.
Cek HB post operasi
HASIL LABORATORIUM POST OPERASI Hasil laboratorium tanggal 11 Januari 2018 Hemoglobin
10,3 g/dl
12.0 – 16.0
Hematocrit
30,5 %
35.0 – 47.0
Leukosit
17.300 U/L
3600 – 11.000
Trombosit
242.000
150.000 – 44.000
Eritrosit
3,61 X 106 /ul
3,8 – 5,2
MCV
84,6 fl
80.0 – 100.0
MCH
28,5 pg/cell
26.0 – 35.0
MCHC
33,8 %
31.0 – 36.0
RDW
12,1 %
11.0 – 16.0
MPV
6,8 fl
8.0 – 11.0
XIII. FOLLOW UP POST OPERASI Follow up post operasi tanggal 12 januari 2018 di ruang ICU S
O
A
P
Kondisi
pasien GCS : 14
Post operasi
Medikamentosa:
lemah.
Pasien TD : 113/64 mmHg
craniotomi
Inf. RL
(H+1)
Inj. Ceftriaxone dan inj.
mengeluhkan
RR: 18 x/menit
kepala yang masih HR : 56 x/ menit terasa nyeri
S : 36,5 C SpO2 : 98 % Terpasang kanul O2
Fraktur
Ketorolac di STOP
Depressed os
Inj. Vicilin 2 x 1
parietal dextra
Inj. Meloxicam 2 x 1
Ekstra Profenid SUPP
Terpasang DC
Non-medikamentosa: Instruksi pindah ruangan ke bangsal edelweiss Elastic verban di buka
Follow up post operasi tanggal 13 januari 2018 di bangsal Edelweis S Pasein
O masih GCS : 14
mengeluhkan
TD : 110/60 mmHg
A
P
Post operasi
Medikamentosa:
craniotomi
Inf. RL
kepala
terasa HR : 78 x/ menit
(H+2)
Inj. Vicilin 2 x 1
pusing.
Pasien RR : 20 x/ menit
Fraktur
Inj. Meloxicam 2 X 1
Depressed os
Profenid SUPP K/P
masih merasakan S : 37 C pusing saat ingin SpO2 : 98 %
mencoba duduk
Terpasang kanul O2
parietal dextra
Terpasang DC
Pemeriksaan status neurologis post operasi dibangsal edelweis Status Neurologis N. I (Olfactorius)
Kanan
Kiri
Subjektif
normal
normal
Dengan bahan (kopi)
tak dilakukan
tak dilakukan
N. II (Optikus)
Kanan
Kiri
Tajam penglihatan
tak dilakukan
tak dilakukan
Lapangan penglihatan
normal
normal
Melihat warna
tak dilakukan
tak dilakukan
Fundus okuli
tak dilakukan
tak dilakukan
N. III (Okulomotorius)
Kanan
Kiri
Pergerakan bola mata
Temporal
Temporal
Dapat bergerak lateral
normal
normal
Kedudukan bulbus
normal
normal
Strabismus
tidak ada
tidak ada
Nistagmus
tidak ada
tidak ada
Exophtalmus
tidak ada
tidak ada
Pupil: Besar
Ø 3mm
Ø 3 mm
Bentuk
bulat
bulat
Membuka kelopak mata
normal
normal
Refleks terhadap sinar
(+)
(+)
N.IV (Trokhlearis)
Kanan
Kiri
Pergerakan mata Temporal
Dapat bergerak dan dalam
Temporal
normal
normal
N.V (Trigeminus)
Kanan
Kiri
Membuka mulut
normal
normal
Menggigit
normal
normal
Pergerakan rahang
normal
normal
Reflek kornea
tak dilakukan
tak dilakukan
N.VI (Abdusen)
Kanan
ke bawah dan ke dalam
Kiri
Pergerakan mata Temporal
Temporal
Dapat bergerak lateral
normal
normal
N.VII (Fasialis)
Kanan
Kiri
Mengerutkan dahi
normal
normal
Menutup mata
normal
normal
Memperlihatkan gigi
normal
normal
N.VIII
Kanan
Kiri
Suara berbisik
normal
normal
Weber
tak dilakukan
tak dilakukan
Rinne
tak dilakukan
tak dilakukan
Swabach
tak dilakukan
tak dilakukan
(Kokhlearis)
N.IX (Glossofaringeus) Reflek muntah
tak dilakukan
tak dilakukan
N.X (Vagus)
Kanan
Kiri
Arcus pharynx
normal
normal
Uvula
normal
normal
Menelan
normal
normal
Fonasi
normal
normal
N.XI (Aksesorius)
Kanan
Kiri
Mengangkat bahu
normal
nomal
Memalingkan kepala
normal
normal
N.XII (Hipoglossus)
Kanan
Kiri
Menjulurkan lidah
normal
normal
Tremor lidah
tak dilakukan
tak dilakukan
Kekuatan lidah
normal
normal
Follow up post operasi tanggal 14 januari 2018 di bangsal Edelweis S
O
Pasein
masih GCS : 15
mengeluhkan kepala
TD : 110/60 mmHg
terasa HR : 84 x/ menit
pusing.
RR : 20 x/ menit S : 36.2 C SpO2 : 98 % Terpasang kanul O2
A
P
Post operasi
Medikamentosa:
craniotomi
Inf. RL
(H+3)
Inj. Vicilin 2 x 1
Fraktur
Inj. Meloxicam 2 X 1
Depressed os
Profenid SUPP K/P
parietal dextra Pada
Terpasang DC
pagi
mengeluhkan
hari
pasien
kepala
terasa
sangat nyeri, P/ Pronalgel sup sudah masuk ± 1 jam, bila masih nyeri, drip tramadol 1 A.
Follow up post operasi tanggal 15 januari 2018 di bangsal Edelweis S
O
A
P
Post operasi
Medikamentosa:
masih lemah dan TD : 110/70 mmHg
craniotomi
masih
HR : 80 x/ menit
(H+4)
Antibiotik diganti oral:
mengeluhkan
RR : 20 x/ menit
Fraktur
Amoxicilin 3 x 250 mg
Depressed os
Meloxicam 2 x 1 tab
parietal dextra
Mertigo 3 x 1 tab
Keadaan
pusing rasa
pasien GCS : 15
namun S : 36.6 C pusingnya SpO2 : 98 %
sudah
mulai Terpasang DC
Inf. RL
berkurang disbanding sebelumnya.
hari
Non – medikamentosa : Boleh jalan
Diet Bebas
Follow up post operasi tanggal 16 januari 2018 di bangsal Edelweis S -
O
-Pusing sudah mulai GCS : 15 TD : 110/70 mmHg
berkurang -Pasien
sudah
berjalan, pandangan berbayang
bisa HR : 84 x/ menit namun RR : 20 x/ menit masih S : 37.5 C SpO2 : 98 %
-Saat pasien berjalan, Terpasang DC
A
P
Post operasi
Medikamentosa:
craniotomi
(H+5)
Antibiotik diganti oral:
Fraktur
Amoxicilin 3 x 250 mg
Depressed os
Meloxicam 2 x 1 tab
parietal dextra
Mertigo 3 x 1 tab
mengeluarkan keringat
Inf. RL
Non – medikamentosa :
banyak -Badan masih terasa
Boleh jalan
lemas
Diet Bebas
Follow up post operasi tanggal 17 januari 2018 di bangsal Edelweis S
O
A
P
Pusing
yang GCS : 15
Post operasi
Medikamentosa:
dikeluhkan
oleh TD : 120/70 mmHg
craniotomi
(obat yang dibawa pulang)
(H+6)
Amoxicilin 3 x 500 mg
Fraktur
Meloxicam 2 x 1 tab
Depressed os
Mertigo 3 x 1 tab
pasien
sudah HR : 75 x/ menit
mulai
berkurang. RR : 18 x/ menit
Pasien juga sudah S : 36.6 C bisa berdiri, jalan, SpO2 : 98 % duduk, dan makan sendiri.
parietal dextra Non – medikamentosa : BLPL
BAB III TINJAUAN PUSTAKA
III. 1 ANATOMI Tengkorak merupakan ruangan keras yang tidak memungkinkan perluasan isi intrakranial. Tulang sebenarnya terdiri dari dua dinding atau tabula yang dipisahkan oleh tulang berongga. Dinding luar disebut tabula eksterna, dan dinding bagian dalam disebut tabula interna. Struktur demikian memungkinkan suatu kekuatan dan isolasi yang lebih besar, dengan bobot yang lebih ringan. Tabula interna mengandung alur-alur yang berisikan arteri meningea anterior, media dan posterior. Apabila fraktur tulang tengkorak menyebabkan terkoyaknya salah satu dari arteri-arteri ini, perdarahan arterial yang diakibatkannya, yang tertimbun dalam ruang epidural, dapat menimbulkan akibat yang fatal kecuali bila ditemukan dan diobati dengan segera. Fraktur basilar paling sering mangenai atap orbita, tulang sphenoid atau sebagian tulang temporal. Tulang-tulang di sekitar foramen magnum, suatu lubang di dasar tengkorak tempat masuknya medulla spinalis dan batang otak, menjadikan resiko uantuk terjadinya perdarahan dan kerusakan saraf kemungkinan dapat terjadi.
Gambar 1. Lapisan Kepala Tengkorak dibentuk oleh beberapa tulang. Masing-masing tulang kecuali mandibula disatukan pada sutura. Sutura dibentuk oleh selapis tipis jaringan fibrosa yang mengunci pinggiran tulang yang bergerigi. Sutura mengalami osifikasi setelah umur 35 tahun. Pada atap tengkorak, permukaan dalam dan luar
dibentuk oleh tulang padat dengan lapisan spongiosa yang disebut diploie terletak diantaranya. Terdapat fariasi yang cukup besar pada ketebalan tulang tengkorak antar
individu.
Tengkorak
paling
tebal
yang
dilindungi
oleh
otot
(Westmoreland,1994). Fungsi tengkorak
(Westmoreland,1994) adalah melindungi otak dan
indera penglihatan dan pendengaran, sebagai tempat melekatnya otot yang bekerja pada kepala dan sebagai tempat penyangga gigi Tulang tengkorak terdiri atas : 1. Kranium : melindungi otak -
Tulang frontal: membentuk dahi, langit – langit rongga nasal, dan kantong mata
-
Tulang parietal
-
Tulang oksipital : membentuk bagian belakang kranium
-
Tulang temporal : membentuk sisi kranium
-
Tulang etmoid : penyangga penting rongga nasal
-
Tulang sfenoid : membentuk dasar anterior kranium
-
Osikel auditori : untuk proses pendengaran
2. Tulang wajah : -
Tulang nasal : penyangga hidung
-
Tulang palatum : membentul langit – langit mulut, tulang orbital, rongga nasal
-
Tulang zigomatik : tonjolan tulang pipi
-
Tulang maksilar : rahang atas
-
Tulang lakrimal : berisi celah – celah untuk lintasan duktus lakrimal yang mengalirkan air mata ke rongga nasal
-
Tulang vomer : membentuk septum nasal
-
Konka nasal inferior
-
Mandibula : rahang bawah
3. Tulang hioid : bentuknya tapal kuda, tidak berartikulasi dengan tulang lain. 4. Sinus pranasal : terdiri dari ruang – ruang udara dalam tegkorak yang berhubungan dengan rongga nasal. ( Sloane, 2003 )
Gambar 2. Tulang Tengkorak
III. 2 Fraktur Tulang Tengkorak III. 2. 1 Definisi Fraktur tengkorak adalah rusaknya kontinuitas tulang tengkorak disebabkan oleh trauma. Hal ini dapat terjadi dengan atau tanpa kerusakan otak. Adanya fraktur tengkorak biasanya dapat menimbulkan dampak tekanan yang kuat. Fraktur tengkorak diklasifikasikan terbuka atau tertutup. Bila fraktur terbuka maka dura rusak, dan fraktur tertutup keadaan dura tidak rusak.
III. 2. 2 Klasifikasi Fraktur Tulang Tengkorak Klasifikasi fraktur tulang tengkorak dapat dilakukan berdasarkan:3 1.
Gambaran fraktur, dibedakan atas : a. Linier Fraktur linier merupakan garis fraktur tunggal pada tengkorak yang meliputi seluruh ketebalan tulang. Pada pemeriksaan radiologi akan terlihat sebagai garis radiolusen. b. Diastase Fraktur yang terjadi pada sutura, sehingga terjadi pemisahan sutura cranial. Fraktur ini sering terjadi pada anak dibawah usia 3 tahun. b. Comminuted Fraktur dengan dua atau lebih fragmen fraktur. c. Depressed Fraktur depressed diartikan sebagai fraktur dengan tabula eksterna pada satu atau lebih tepi fraktur terletak dibawah level anatomic normal dari tabula interna tulang tengkorak sekitarnya yang masih utuh. Jenis fraktur ini terjadi jika energy benturan relatif besar terhadap area benturan yang relative kecil. Misalnya benturan oleh martil, kayu, batu, pipa besi, dll. Pada gambaran radiologis akan terlihat suatu area ‘double density’ (lebih radio opaque) karena adanya bagian-bagian tulang yang tumpang tindih.
2.
Lokasi Anatomis, dibedakan atas : a. Konveksitas (kubah tengkorak) yaitu fraktur yang terjadi pada tulang-tulang yang membentuk konveksitas (kubah) tengkorak seperti os.Frontalis, os. Temporalis, os. Parietalis, dan os. Occipitalis. b. Basis crania (dasar tengkorak) yaitu fraktur yang terjadi pada tulang yang membentuk dasar tengkorak. Dasar tengkorak terbagi atas tiga bagian yaitu :
Fossa Anterior
Fossa Media
Fossa Posterior
Fraktur pada masing-masing fosa akan memberikan manifestasi yang berbeda. 3.
Keadaan luka, dibedakan atas : a. Terbuka b. Tertutup Luas lapisan tipe fraktur ditentukan
oleh beberapa hal.
Pertama ditentukan oleh besarnya energy yang membentur kepala (energy
kinetic
objek), kedua ditentukan
oleh
Arah
benturan, ketiga ditentukan oleh bentuk tiga dimensi (geometris) objek yang membentur, keempat ditentukan oleh lokasi anatomis tulang tengkorak tempat benturan terjadi, dan kelima ditentukan oleh perbandingan antara besar energi dan luasnya daerah benturan, semakin besar nilai perbandingan ini akan cenderung menyebabkan fraktur depressed.
III. 2. 3 Tanda dan Gejala Fraktur Tulang Tengkorak Gejala-gejala yang muncul pada cedera local bergantung pada jumlah dan distribusi cedera otak. Nyeri yang menetap atau setempat, biasanya menunjukan adanya fraktur. Patomekanisme terjadinya gejala nyeri diatas antara lain: nyeri adalah sensasi subjektif rasa tidak nyaman yang biasanya berkaitan dengan kerusakan jaringan actual atau potensial. Nyeri dapat bersifat protektif, yaitu dengan menyebabkan individu menjauhi suatu rangsangan yang berbahaya, atau tidak memiliki fungsi, seperti pada nyeri kronik. Nyeri dirasakan apabila reseptorreseptor nyeri spesifik teraktivasi. Nyeri dijelaskan secara subjektif dan objektif berdasarkan lama (durasi), kecepatan sensasi, dan letak. Fraktur kubah cranial menyebabkan bengkak pada sekitar fraktur, dan karena ini diagnosis yang akurat tidak dapat ditetapkan tanpa pemeriksaan dengan sinar x.
Fraktur dasar tengkorak cenderung melintas sinus paranasal pada tulang frontal atau lokasi tengah telinga tulang temporal, juga sering menimbulkan hemoragi dari hidung, faring, atau telinga dan darah terlihat dibawah konjungtiva. Suatu area ekimosis, atau memar mungkin terlihat diatas mastoid (tanda battle). Fraktur dasar tengkorak dicurigai ketika CSS keuar dari telinga (othorea cairan serebrospinal) dan hidung (rhinorea serebrospinal). Keluarnya cairan CSS merupakan masalah yang serius karena dapat menyebabkan infeksi seperti meningitis, jika organisme masuk kedalam isi cranial melalui hidung, telinga atau sinus melalui robekan pada dura.
III. 3 Fraktur Depresi Tulang Tengkorak Fraktur depressed merupakan fraktur yang terdapat pada tulang kepala dimana fragmen fraktur terdesak ke arah otak. Fraktur depressed biasanya merupakan dari gaya yang terlokalisir pada satu tempat di kepala. Ketika gaya tersebut cukup besar, atau terkonsentrasi pada daerah sempit, tulang terdesak ke bawah, sehingga menghasilkan fraktur depressed. Keadaaan tersebut tergantung dari besarnya benturan dan kelenturan tulang kepala.
Gambar 1: Fraktur Depressed
Fraktur depressed tersering terjadi pada frontoparietal (75%), dan juga dapat terjadi pada bagian temporal (10%), occipital (5%), dan lainnya (10%). Fraktur depressed sering terjadi pada frontoparietal karena tulang pada bagian tersebut tipis dan cenderung terkena serangan dari penyerang. Fraktur depressed
dapat merupakan fraktur tertutup atau terbuka. Kebanyakan fraktur depressed adalah fraktur terbuka. Pada bayi yang baru lahir, fraktur depressed “ping-pong” terjadi sekunder pada kepala bayi ketika tertekan tulang s acral promontorium ibu ketika kontraksi uterus. Penggunaan forceps juga dapat menyebabkan fraktur pada kepala bayi, namun jarang terjadi. Fraktur kepala pada balita terjadi ketika terjatuh atau karena menerima tindakan kekerasan. Fraktur yang terjadi pada anak biasanya terjadi karena terjatuh dan kecelakaan sepeda. Pada dewasa, fraktur terjadi karena kecelakaan sepeda motor atau karena menerima tindakan kekerasan. Sekitar 25% dari pasien dengan fraktur kepala depressed tidak datang dengan keluhan hilangnya kesadaran, dan 25% lainnya hilang kesadaran dalam waktu kurang dari 1 jam. Gejala pada fraktur kepala antara lain, nyeri kepala, mual, muntah. Presentasi klinis dapat berbeda-beda, tergantung apabila ada kelainan intrakranial, seperti epidural hematoma dan kejang. Pada pemeriksaan fisik terdapat fraktur yang terbuka atau tertutup dengan segmen tulang yang lebih cekung dibandingkan tulang disekitarnya. Selain pemeriksaan neurologis, analisa lab darah, dapat dilakukan pemeriksaan pencitraan. Pemeriksaan pencitraan yang dapat dilakukan adalah Xray, CT-scan dan MRI. Fraktur pada vertex akan lebih terlihat pada X-ray, namun kriteria standar untuk diagnosis fraktur pada tulang kepala adalah dengan menggunakan CT-scan. Pemeriksaan MRI digunakan apabila ada kecurigaan kelainan pada ligamen atau pembuluh darah.
Gambar2: Gambaran CT-Scan Fraktur Depressed
III. 3. 1. Penatalaksanaan Fraktur Depresi Fraktur depressed yang terjadi pada anak tanpa kelainan neurologis akan sembuh dengan baik dan tidak memerlukan tindakan operasi. Pengobatan terhadap kejang dianjurkan apabila kemungkinan terjadinya kejang besar. Pada fraktur terbuka, apabila terkontaminasi, diperlukan pemberian antibiotic berspektrum luas dan tetanus toksoid. Balita dan anak dengan fraktur depressed terbuka memerlukan intervensi bedah (craniotomy). Kebanyakan dokter bedah syaraf akan mengelevasi fraktur apabila segmen cekung lebih dari 5 mm dibandingkan dengan tulang yang disekitarnya. Indikasi lain operasi pada anak adalah ketika terdapat penetrasi dari dura, defek kosmetik yang persisten dan terdapatnya defisit neurologis fokal. Indikasi untuk dilakukannya elevasi yang segera adalah ketika terdapat kontaminasi yang masif, ataupun terdapatnya hematoma. Pada dewasa, indikasi dilakukannya elevasi adalah ketika segmen lebih cekung dari 8-10 mm (atau melebihi ketebalan dari tulang), terdapat defisit neurologis, perembasan CSF, dan pada fraktur terbuka. Craniotomy adalah potongan yang dilakukan pada kranium. Saat operasi dibuat suatu flap yang memungkinkan akses ke dura di bawahnya. Selain untuk melakukan elevasi pada segmen tulang yang terkena, craniotomy juga dilakukan untuk mengevakuasi hematoma, mengeluarkan benda asing dari dalam tulang kepala dan menutup bolongan pada basis crani untuk mengobati atau mencegah terjadinya perembasan CSF. Terkadang, craniectomy dilakukan ketika otak yang terdapat di bawahnya juga terkena dan bengkak. Pada kasus ini cranioplasty perlu dilakukan di kemudian hari. Pasien dengan fraktur terbuka yang terkontaminasi dan ditangani dengan tindakan bedah, perlu dipantau 2-3 bulan setelah operasi dengan dilakukannya beberapa kali CT-scan, untuk melihat apakah terbentuk abses. Pemantauan juga dilakukan untuk memastikan apakah terjadi komplikasi fraktur tulang kepala, seperti infeksi ataupun kejang. Kemungkinan terjadinya kejang kecil namun
kemungkinan ini meningkat apabila pasien kehilangan kesadaran lebih dari 2 jam, dan ketika terdapat robekan pada dura.
DAFTAR PUSTAKA
Greenberg M. Handbook of neurosurgery, sixth edition. Mcgraw-Hill;2006 https://bedahumum.wordpress.com/2008/12/24/reposisi-fraktur-depres-kranium/ diakses pada tanggal 18 februari 2018 https://emedicine.medscape.com/article/343764-overview#a2 diakses pada tanggal 18 februari 2018 Rengachary S S, Wilkins R H. Principles of neurosurgery. London: Mosby;2004 Sjamsuhidajat R. Buku ajar ilmu bedah, edisi kedua. Jakarta: EGC;2012 Suzanne C, Smeltzer, Brenda G. Neurosurgery, volume 3. Elsevier;2005.p.1996 Winn H R. Youman’s neurological surgery, fifth edition. USA: Saunders;2004