BAB I PENDAHULUAN
Fluor albus merupakan salah satu masalah yang banyak dikeluhkan wanita mulai dari usia muda sampai usia tua. Lebih dari sepertiga penderita yang berobat ke klinik-klinik ginekologi di Indonesia mengeluh adanya leukorea (fluor albus) dan lebih dari 80% diantaranya adalah yang patologis. Leukorea yang patologis diakibatkan oleh infeksi pada alat reproduksi bagian bawah atau pada daerah yang lebih proksimal, yang bisa disebabkan oleh infeksi gonokokkus, trikomonas, kandida, klamidia, treponema, human papiloma virus, dan herpes genitalis. Penularannya dapat terjadi melalui hubungan
seksual.
Leukorea
patologis
dapat
juga
disebabkan
oleh
neoplasma/keganasan, benda asing, menopause, dan erosi. Leukorea fisiologis dapat terjadi pada bayi baru lahir, saat menars, saat ovulasi, karena rangsangan seksual, kehamilan, mood/stress, penggunaan kontrasepsi hormonal, pembilasan vagina yang rutin.1 Keputihan (fluor albus) merupakan masalah yang sangat besar bagi wanita. Sebagian besar keputihan disebabkan oleh golongan jamur kandida meskipun dapat disebabkan oleh mikroorganisme yang lain seperti kuman gonococus, herpes genitalis, dan sebagainya.3 Sebelum pubertas, normalnya perempuan tidak memiliki keputihan, kecuali jika terjadi infeksi atau iritasi vagina. Setelah pubertas, estrogen (hormon wanita) menyebabkan vagina memproduksi sekret (cairan) yang menjaga tetap lembab dan bersih. Cairan ini keluar dari vagina sebagai duh tubuh vagina (leukorea). Setelah menopause, kadar estrogen menurun dan keputihan juga akan menurun.4
BAB II PEMBAHASAN
II.1 DEFINISI Vaginal discharge ( fluor albus/ leukorea/ duh tubuh vagina) merupakan cairan atau secret selain darah yang keluar dari vagina yang dapat disertai rasa gatal, rasa terbakar di bibir kemaluan, rasa nyeri baik sewktu berkemih maupun senggama serta bau dan konsistensi yang khas dari masing-masing penyebab. Selain vagina, sumber cairan ini dapat berasal dari sekresi vulva, sekresi serviks, sekresi uterus atau sekresi tuba falopii yang dipengaruhi oleh fungsi ovarium1. Vaginal discharge bukanlah suatu penyakit, melainkan manifestasi klinis dari suatu penyakit. Vaginal discharge terbagi menjadi dua yaitu vaginal discharge fisiologis dan patologis. Pada referat ini, akan lebih banyak membahas mengenai vaginal discharge yang patologis. II.2 EPIDEMIOLOGI Menurut studi Badan Kesehatan Dunia (WHO), salah satu masalah tersering pada reproduksi wanita adalah vaginal discharge/ leukorea/ fluor albus/ keputihan. Sekitar 75 % wanita di dunia pasti pernah mengalami keputiha setidaknya satu kali seumur hidup dan sebanyak 45 % wanita mengalami keputihan dua kali/ lebih. Di Indonesia, angka kejadian keputihan sangat terbatas karena hanya sedikit wanita yang memeriksakan masalah tersebut. Studi menunjukan bahwa Candida albicans merupakan penyebab tersering pada wanita usia muda. Penyebab lainnya antara lain Bacterial vaginosis dan Trichomonas vaginalis. Hal ini dapat terjadi karena banyak wanita yang kurang menyadari pentingnya menjaga kebersihan daerah vagina serta tidak tahu cara membersihkan daerah vagina secara tepat. Selain itu, dapat juga dipengaruhi oleh cuaca lembab yang memudahkan terjadinya infeksi jamur1.
II. 3 KLASIFIKASI II. 3. 1 LEUKOREA FISIOLOGIS Vaginal discharge/ leukorea yang fisiologis merupakan cairan/ secret tidak berwarna, tidak gatal, dan tidak berbau yang keluar dari vagina. Cairan/ secret ini mengandung banyak epitel dan sedikit leukosit. Normalnya, hanya ditemukan di daerah porsio vagina, disebabkan oleh pengaruh hormonal. Vaginal discharge/ leukorea fisiologis dapat ditemukan pada saat ovulasi, saat rangsangan sebelum dan pada waktu koitus, saat kehamilan, saat stress/kelelahan dan pemakaian alat kontrasepsi hormonal2. III. 3. 2 LEUKOREA PATOLOGIS Vaginal discharge/ leukorea yang patologis merupakan cairan/ sekret yang keluar dari vagina dengan jumlah, bau, dan konsistensi yang bervariasi berdasarkan penyebabnya. Selain itu, dapat disertai oleh rasa gatal, rasa terbakar disekitar kemaluan serta rasa nyeri baik saat berkemih maupun bersenggama. Cairan/ sekret ini mengandung banyak leukosit. Leukorea patologis dapat disebebkan oleh infeksi (bakteri, jamur, dan parasit), iritasi, benda asing, tumor/jaringan abnormal lain, radiasi, dll1. II. 4 ETIOLOGI o Non infeksi
Leukorea Fisiologis Vaginal discharge/ leukorea fisiologis disebabkan oleh pengaruh hormonal, dapat ditemukan pada :
Bayi baru lahir dampai umur kira kira 10 hari, disebabkan oleh pengaruh esterogen dari plasenta terhadap uterus dan vagina janin
Saat menarke, disebabkan oleh pengaruh esterogen dan biasanya hilang dengan sendirinya.
Saat ovulasi, berasal dari sekret kelenjar serviks uteri yang menjadi lebih encer
Saat rangsangan sebelum dan pada waktu koitus, akibat transudasi dinding vagina
Saat kehamilan
Saat stress/ kelelahan
Pemakaian kontrasepsi hormonal
Benda asing (AKDR, cincin pesarium, tertingggalnya kondom)
Cervical ectopy : migrasi sel-sel dari lapisan kanal endoserviks ke bagian luar dari serviks (ektoserviks). Dapat disebabkan oleh perubahan hormonal, kehamilan, dan penggunaan pil KB
Iritasi Spermisida, pelicin, kondom Sabun/ cairan antiseptic/ pembersih vagina Scented or coloured toilet paper Synthetic underwear Parfum Laundry detergents
o Infeksi
Infeksi Menular Seksual 1. Chlamydia trachomatis Chlamydia trachomatis merupakan bakteri gram negatif, berbentuk sferis, nonmotile, intrasel obligat. Terdapat 15 serotipe, dimana A-C menyebabkan konjungtivitis kronik, D-K menyebabkan infeksi urogentital dan LI-L3 menyebabkan lymphogranuloma venerum.
Bakteri ini merupakan penyebab penyakit menular seksual yang disebabkan oleh Chlamydia trachomatis, dapat menyebabkan servisitis pada wanita dan ureteritis dan proktitis pada wanita dan laki laki. Infeksi Chlamydia trachomatis pada wanita dapat menimbulkan konsekuensi yang serius, yakni PID, Infertilitas, kehamilan ektopik, chronic pelvic pain. Berdasarkan CDC, penyakit ini sering terjadi pada usia muda, 2/3 diantaranya berumur 15-24 tahun. Faktor resiko terjadinya klamidiasis antara lain aktif secara seksual, umur dibawah 25 tahun, tidak memakai kondom secara konsisten, adanya partner seks baru, lebih dari 1pasangan, homoseksual, dll. Chlamydia ditransmisikan melalui kontak seksual dengan penis, vagina, mulut atau anus dengan orang yang terinfeksi. Selain itu juga dapat ditularkan secara perinatal dari ibu ke bayi melalui persalinan sehingga dapat terjadi ophtalmia neonatorum (konjungtivitis) dan pneumonia1,4,6. 2. Neisseria gonorrhea Neisseria gonorrhea merupakan bakteri gram negative, tahan asam, terlihat di luar dan di dalam leukosit, tidak tahan lama di udara bebas, cepat mati dalam keadaan kering dan tidak tahan zat desinfektan. Daerah yang paling mudah terinfeksi adalah daerah dengan mukosa epitel kuboid atau lapis gepeng yang belum berkembang (immatur) yakni pada vagina wanita sebelum pubertas Bakteri ini penyebab penyakit gonore. Gonore merupakan penyakit menular seksual yang penularannya terjadi melalui hubungan kelamin yaitu secara genito-genital, orogenital, dana no-genital. Dapat juga menular melalui ibu ke bayi selama persalinan N. gonorrhea menjangkit membran mukosa saluran reprouksi diantaranya serviks, uterus, tuba falopii di wanita dan uretra pada laki
laki dan wanita. Selain itu juga dapat mengenai membran mukosa pada mulut, tenggorok, mata, dan rektum3,5. 3. Trichomonas vaginalis Trichomonas
vaginalis
merupakan
flagelata
berbentuk
filiformis, mempunyai 4 flagel dan bergerak seperti gelombang. Parasit ini berkembang biak secara belah pasang memanjang dan dapat hidup dalam suasana Ph 5-7,5. Parasit ini paling baik tumbuh dalam keadaan anaerobic dan tidak dapat tumbuh pada keasaman vagina normal. Bentuk inefektifnya adalah fase trofozoit Trichomoniasis merupakan penyakit menular seksual yang sangat sering terjadi disebabkan oleh infeksi parasite Trichomonas vaginalis. Lebih sering menginfeksi wanita dibandingkan laki laki. Transmisi dari penyakit ini melalui hubungan seksual, namun dapat juga melalui handuk, pakaian, atau saat berenang. Pada wanita, bagian tubuh yang terinfeksi yakni vulva, vagina atau uretra. Sedangkan pada laki-laki bagian tubuh yang terinfeksi yakni penis (uretra). Selama hubungan seksual, parasit dapat ditransmisikan dari vagina ke penis, ataupun sebaliknya, atau dari vagina ke vagina1,4.
Bukan Infeksi Menular Seksual
1. Gardnerella vaginalis Gardnerella vaginalis merupakan bakteri yang bersifat anaerob fakultatif, tidak mempunyai kapsul, tidak bergerak. Bakteri ini biasanya mengisi penuh sel epitel vagina dengan membentuk bentukan khas yang disebut clue cell. Bakteri ini merupakan penyebab dari Vaginosis Bakterial (VB). Vaginosis bakterial merupakan infeksi polimikrobial yang disebabkan oleh penurunan jumlah laktobasilus diikuti oleh peningkatan bakteri anaerob yang berlebihan. Faktor resiko terjadinya VB antara lain berganti ganti pasangan, hubungan seksual terlalu dini,
IUD, merokok dan ras hitam. VB bukan merupakan penyakit menular seksual (PMS), namun dapat meningkatkan resiko terkena PMS (HIV, N. gonorrhoeae, C. trachomatis dan HSV-2)4. 2. Candida albicans Candida albicans adalah spesies jamur dari deuteromycota merupakan
mikroorganisme
oportunistik.
Apabila
terjadi
ketidakseimbangan seperti ph vagina berubah atau perubahan hormonal terjadi, maka Candida akan bertambah banyak dan terjadilah candidiasis. Faktor resiko terjadinya infeksi jamur ini antara lain sistem imun yang rendah, kehamilan, diabetes mellitus, penggunaan antibiotik spektrum luas jangka panjang, dan penggunaan kortikosteroid1,4. II. 5 PATOGENESIS Pada keadaan normal, cairan yang keluar dari vagina wanita dewasa sebelum menopause terdiri dari epitel vagina, cairan transudasi dari dinding vagina, sekresi endoserviks berupa mucus dalam jumlah yang relatif bervariasi serta mengandung mikroorganisme terutama Lactobacillus. Lactobacillus mempunyai peranan penting dalam menjaga suasana vagina dengan menekan pertumbuhan mikroorganisme patologis ( Gardnerella vaginalis, Mobiluncus spp., Neisseria gonorrhoeae, Peptostreptococcus, P. Bivia, dll) dengan cara : o Mengubah glikogen dari epitel vagina yang terlepas menjadi asam laktat sehingga ph vagina tetap dalam keadaan asam (ph : 3,0 – 4,5) pada wanita dalam masa reproduksi. o Memproduksi hydrogen peroxide (H2O2) sebagai bacterial antagonism. Menghambat petumbuhan microorganism melalui interaksi langsung atau melalui human myeloperoxidase. Hydrogen peroxide yang diproduksi oleh Lactobacillus
menginaktivasi
HIV-1,
HSV-2
Trichomonas vaginalis, P. Bivia, E. coli. o Memproduksi bacteriocins (antimicrobial peptides)
Gardnerella
vaginalis,
Apabila terjadi ketidakseimbangan suasana flora vagina normal yang dapat disebabkan oleh penurunan fungsi dari Lactobacillus maka akan terjadi aktivitas dari mikroorganisme yang selama ini ditekan oleh flora normal vagina sehingga menimbulkan reaksi inflamasi. Pada klamidiasis, Chlamydia trachomatis merupakan organisme intraseluler berkembang melalui 3 stadium yaitu badan elementer, badan inisial, dan badan intermedier. Badan elementer masuk ke dalam sel dengan cara fagositosis. Dalam waktu 8 jam, badan elementer berkembang menjadi badan inisial yang tidak infeksius dan 4 jam berikutnya badan inisial membelah secara biner menjadi badan intermedier dan kemudian menjadi badan elementer yang siap menginfeksi sel lainnya. Pematangan badan insial dan elementer diikuti dengan peningkatan sintesis DNA dan RNA. Pada waktu hospes pecah, badan elementer keluar dan menimbulkan infeksi pada sel hospes baru. Organisme ini lebih menyukai menginfeksi sel-sel skuamokolumner yaitu pada zona transisi serviks6. Pada gonore, secara morfologik gonokok terdiri atas 4 tipe yaitu tipe 1dan 2 yang mempunyai pili sehingga bersifat virulen dan tipe 3 dan 4 yang tidak memiliki pili sehingga bersifat nonvirulent. Pili ini akan melekat pada mukosa epitel dan akan menimbulkan reaksi radang. Daerah yang paling mudah terinfeksi adalah daerah dengan mukosa epitel kuboid atau laping gepeng yang belum berkembang (immature) yakni pada vagina wanita sebelum pubertas. Pada masa pra pubertas, epitel vagina dalam keadaan belum berkembang (sangat tipis) sehingga mudah terjadi vaginitis gonore. Sedangkan, pada masa reproduktif, lapisan selaput lendir vagina menjadi matang dan tebal dengan banyak glikogen dan basil doderlein. Basil doderlein akan memecah glikogen sehngga menghasilkan suasana asam yang tidak menguntungkan kuman gonokok. Kemudian, kuman ini akan mengalami pertumbuhan lagi pada masa menopause karena selaput lendir vagina menjadi atrofi, kadar glikogen menurun dan basil doderlein juga berkurang sehingga menguntungkan untuk kuman gonokok. Pada
Trikomoniasis,
Trichomoniasis
vaginalis
mampu
menimbulkan
peradangan pada dinding saluran urogenital dengan cara invasi sampai mencapai
jaringan epitel dan subepitel. Pada wanita, yang diserang bagian dinding vagina sedangkan pada laki laki yang diserang terutama uretra, kelenjar prostat, kadangkadang preputium, vesikula seminalis dan epididymis. Pada Vaginosis Bakterial (VB), terjadi pergeseran flora normal (Lactobacillus sp) di vagina dengan konsentrasi tinggi mikroorganisme patologis, misalnya, Prevotella sp., Mobiluncus sp., Gardnerella vaginalis, dan berbagai bakteri anaerob lainnya. Akibatnya terjadi perubahan Ph sehingga memicu pertumbuhan Gardnerella vaginalis, Mycoplasma dan Mobilincus yang normalnya dapat dihambat. Organisme ini menghasilkan produk metabolit contohnya amin, yang menaikan ph vagina dan menyebabkan pelepasan sel-sel vagina. Selain itu, amin juga menyebabkan timbulnya bau pada vaginal discharge/ fluor albus dari vaginosis bacterial Pada kandidiasis, terjadi karena perubahan kondisi lingkungan vagina. Sel ragi akan berkompetisi dengan flora normal. Hal-hal yang memudahkan pertumbuhan ragi antara lain penggunaan antibiotik spectrum luas jangka lama, penggunaan kontrasepsi, kadar esterogen yang tinggi, kehamilan, diabetes yang tidak terkontrol, penggunaan obat imunosupresan, pemakaian pakaian ketat dan pakaian dalam yang tidak menyerap keringat dengan baik4. Adanya benda asing seperti AKDR, adanya cicnin pesarium, tertinggalnya kondom dapat merangsang pengeluaran cairan vagina secara berlebihan. Jika terjadi kontak dengan bakteri di vagina, leukorea menjadi keruh dan berbau, tergantung penyebab infeksinya. II. 6 GEJALA II. 6. 1 LEUKOREA FISIOLOGIS Secara umum, individu tidak memiliki keluhan, hanya merasa tidak nyaman dengan keluarnya cairan/secret tidak berwarna/ jernih, tidak berbau, tidak gatal dan tidak nyeri saat berkemin maupun senggama
II. 6. 2 LEUKOREA PATOLOGIS o Radang Pada vagina
Vaginosis bacterial Individu dengan VB akan mengeluh adanya vaginal discharge/ duh
tubuh vagina yang ringan/ sedang berwarna bau-abu dan berbau amis (fishy). Bau dirasakan lebih menusuk setelah senggama dan mengakibatkan darah menstruasi berbau abnormal. Iritasi daerah vagina atau sekitar vagina membuat rasa gatal dan terbakar yang relatif ringan. Nyeri abdomen, nyeri saat berhubungan atau saat berkemih jarang terjadi. Sekitar 50 % penderita VB bersifat asimptomatik Pada pemeriksaan sangat khas, adanya duh tubuh vagina bertambah, warna abu abu homogen, viskositas rendah/normal, bau amis, jarang berbusa. Duh tubuh melekat pada dinding vagina dan terlihat sebagai lapisan tipis, ph sekret vagina berkisar 4,5 – 5,5. Pada pemeriksaan kolposkopi, tidak terlihat dilatasi pembuluh darah dan tidak ditemukan penambahan densitas pembuluh darah pada dinding vagina.
Gambar 1. Vaginosis Bakterialis
Kandidiasis Keluhan yang menonjol adalah rasa gatal, terbakar/panas sering kali
disertai dengan iritasi vagina, disuria (nyeri saat berkemih) atau keduanya. Cairan vagina yang keluar berwarna putih seperti susu yang berumpal-gumpal
( cottage cheese-like), tidak berbau dan ph sekret vagina < 4,5. Pada pemeriksaan dalam, seringkali memeperlihatkan eritema dinding vulva dan vagina, kadang-kadang dengan plak yang menempel. Sedangkan pada laki-laki, biasanya mengeluh rasa gatal dan kemerahan pada penis1.
Gambar 2. Kandidiasis
Trichomoniasis Trichomoniasis pada wanita yang diserang terutama dinding vagina.
Dapat bersifat akut dan kronik. Pada kasus akut, terlihat sekret vagina seropurulen berwana kekunin-kuningan, kuning-hijau, berbau tidak enak (malodorous), berbusa, rasa gatal, dan dapat disertai dysuria. Dinding vagina tampak kemerahan dan sembab. Kadang terbentuk abses kecil pada dinding vagina dan serviks, yang tampak sebagai granulasi berwarna merah yang dikenal sebagai strawberry appearance dan disertai dispareunia, perdarahan paska koitus dan perdarahan intermenstrual. Bila sekret banyak yang keluar, dapat timbul iritasi pada lipat paha atau sekitar genitalia eksterna. Pada kasus kronik, gejala lebih ringan dan biasanya sekret vagina tidak berbusa1,7.
Gambar 3. Trikomoniasis o Radang Pada Serviks Uteri
Klamidiasis Infeksi Chlamidia tidak menimbulkan keluhan pada 30-50% kasus dan
dapat menetap selama beberapa tahun. Penderita mengeluh keluar cairan purulent dari vagina, bercak darah atau perdarahan paska senggama. Pada pemeriksaan serviks, tampak erosi, rapuh, dan terdapat caian mukopurulen berwarna kuning-hijau. Bila tidak segera ditangani, Chlamidia dapat menyebabkan penyakit radang panggul yaitu terjadinya nyeri k ronis akibat infeksi pada uterus dan saluran tuba. Radang panggul dapat menyebabkan infertilitas dan kehamilan ektopik1,6.
Gambar 4. Klamidia servisitis
Gonorea Sebagian besar wanita dengan gonorea memiliki gejala yang
asimptomatik. Jika memiliki gejala, biasanya gejalanya ringan dan tidak spesifik. Gejalanya antara lain disuria, kadang-kadang polyuria, kadang timbul rasa nyeri pada punggung bawah. Pada pemeriksaan dalam didapatkan labia mayora dapat bengkak, merah, dan nyeri tekan. Kadang kelenjar Bartholin ikut meradang dan terasa nyeri saat berjalan/ duduk. Pada uretra, didapatkan orifisium uretra eksternum tampak merah, edema dan ada sekret mukopurulen. Sedangkan pada pemeriksaan serviks, tampak merah dengan erosi dan sekret purulen1,5.
Gambar 5. Gonore II. 7 DIAGNOSIS II. 7. 1 LEUKOREA FISIOLOGIS Dalam anamnesis, didapatkan tidak ada keluhan pada pasien, mungkin hanya dirasakan tidak nyaman. Leukorea fisiologis dapat terjadi saat mendekati ovulasi (karena rangsangan seksual),menjelang dan sesudah menstruasi, saat kehamilan, penggunaan kontrasepsi hormonal, dll. Pada dasarnya terjadi karena pengaruh hormonal. Leukorea fisiologis terdiri dari cairan yang kadang-kadang berupa mucus yang memiliki banyak epitel dengan leukosit yang jarang. Ciri-cirnya antara lain berwarna putih, jernih dan menjadi kekuningan bila kontak dengan udara, tidak gatal, dan tidak berbau.
Dalam pemeriksaan, ph vagina berkisar 3,8-4,3, cairan vagina putih/jernih dan halus, pada pemeriksaan dengan KOH (uji whiff) tidak didapatkan bau amis. Pada pemerisksaan mikroskop didapatkan laktobasili dan sel-sel epitel1. II. 7. 2 LEUKOREA PATOLOGIS o Vaginosis Bakterial
Vaginosis Bakterial didiagnoss dengan Amsel’s Diagnostic Criteria. Dimana harus memenuhi 3 dari 4 tanda/gejala dibawah ini 9. Duh tubuh vagina tampak homogen, tipis, dan berwarna putih keabu-abuan Ditemukan adanya clue cells pada pemeriksaaan mikroskopik Ph vagina >4,5 Adanya fishy odor/ amis pada cairna vagina sebelum/sesudah ditetesi 10% KOH (uji Whiff)
o Metode lain yang digunakan adalah metode diagnostic secara mikrobiologis, yaitu pemeriksaan pewarnaan Gram dengan melihat skor Nugent, dimana metode ini telah terbukti memiliki sensitivitas dan spesifisitas yang tinggi dan digunakna sebagai baku emas diagnosis. Metode Nugent pada pewarnaan Gram berguna
untuk
mendeteksi
pergeseran
flora
normal
vagina
oleh
mikroorganisme lain. Sistem skoring pada pearnaan Gram dipakai sebagai metode standar untuk diagnosis VB. Skoring berdasarkan tiga morfotipe, yaitu : bakteri batang Gram positif besar (Lactobacillus), bakteri Gram negative kecil atau variable (Gardnerella dan bakteri anaerob) dan bakteri batang bengkok Gram negatif/ batang Gram variabel. Pulasan vagina pada pewarnaan Gram dilihat dibawah mikroskop dengan pembesaran 100 kali. Skor yang diberikan adalah 0 sampai 10 berdasarkan proporis relative dari morfologi bakteri, yaitu apakah berbentuk batang Gram positif besar, bentuk batang Gram negative kecil dan variable atau bentuk batang bengkok Gram negative/batang Gram variabel 2,9.
Skor
Batang Gram Postif
Bakteri Gram Negative Kecil
Bakteri Bengkok
Besar (Lactobacillus)
Dan Variable ( Gardnerella
Gram Begatif/Batang
Dan Anaerob)
Gram Variabel
0
4+
0
0
1
3+
+1
1+ atau 2 +
2
2+
+2
3+ atau 4 +
3
1+
+3
4
0
+4
Tabel 1. Skor Nugent Keterangan nilai : 0 = tidak dijumpai morfologi 1+ = <1 morfologi 2+ = 1 - 4 morfologi 3+ = 5 – 30 morfologi 4+ = 30 morfologi atau lebih
Pemilaian dihitung berdasarkan jumlah rata rata morfologi yang terlihat setiap lapang panang dan pemeriksaan pada 10 lapang pandang
Skor Total
Interpretasi
0–3
Normal
4–6
intermediate
≥7
Vaginosis Bakterial
Tabel 2. Interpretasi Skor Nugent o Gonorea Diagnosis mikrobiologis spesifik pada infeksi N. gonorrhoeae harus dilakukan pada semua orang beresiko atau diduga memiliki gonore. Diagnosis spesifik dapat berpotensi mengurangi komplikasi, reinfeksi, dan transmisi. Kultur dan NAAT tersedia untuk deteksi infeksi N. gonorrhoeae. Pada kultur,
diperlukan specimen dari swab endoserviks (wanita) dan uretra (laki-laki). Sedangkan pada NAAT dapat digunakan specimen berupa swab andoserviks, swab vagina, swab uretra (untuk kali-laki) dan urin (laki-laki dan perempuan)9. Dengan kultur, selain dapat mendeteksi N. gonorrhoeae pada alat reproduksi, dapat juga mendeteksi di orofaring, rektal, dan konjungtiva. Metode lainnya dengan mnggunakan pewarnaan Gram dengan specimen swab uretra dan terlihat Gram negative diplokokus. Alternatif lain dengan menggunakan pewarnaan MB/GV (Methylene Blue or Gentian Violet), dianggap positif N. gonorrhoeae apabila ada WBC containing intracellular purple diplococci9. o Klamidiasis Infeksi Chlamydia trachomatis dapat didiagnosis dengan uji first-catch urine dan menggunakan swab endoserviks/vagina pada wanita, sedangkan uji first-catch urine dan swab uretra pada laki-laki. NAAT merupakan tes yang paling sensitive menggunakan specimen tersebut dan dapat digunakan untuk diagnosis infeksi Chlamydia trachomatis9. o Kandidiasis Kandidiasis terbagi atas uncomplicated dan complicated vulvovaginal candidiasis.. Dalam anamnesis pada uncomplicated VVC, penderita dengan candida vaginitis terdapat gejala dysuria dan pruritus pada vulva, nyeri, bengkak, dan kemerahan. Tandanya berupa edema pada vulva, fisura, ekskoriasi, dan cairan/ sekret vagina yang tebal. Diagnosis dapat dibuat pada penderita yang memiliki tanda-tanda dan gejala vaginitis ditambah dengan 1) persiapan basah (saline, 10% KOH) atau pewarnaan gram pada cairan vagina menunjukan budding yeats, hyphae atau pseudohyphae atau 2) kultur atau tes lainnya menghasilkan hasil yang positif untuk spesies ragi. Candida vaginitis dikaitkan dengan ph vagina normal (< 4,5). Penggunaan KOH 10 % pada wet preparations meningkatkan visualisasi pada ragi dan miselia. Untuk hasil yang
negative dalam wet preparations, namun memiliki tanda/gejala, kultur vagina untuk Candida dipertimbangkan. Kultur merupakan gold standard dalam diagnosis vulvovaginal candidiasis. Pada complicated VVC, kultur vagina harus dilakukan konfirmasi diagnosis dan deteksi spesies yang tidak biasanya/jarang seperti Candida glabrata (Candida glabrata tidak membentuk pseudohifa/ hifa dan tidak mudah ditemukan di mikroskop)9. o Trikomoniasis Kultur merupakan gold standard dalam diagnosis T. vaginalis. Kultur mempunyai sensitivitas 75%-96% dalam sensitifitas sampai 100 %. Pada wanita, cairan/sekret vagina sebagai specimen untuk kultur. Sedangkan pada laki-laki menggunakan swab uretra, urin sedimen atau semen.
II. 8. TERAPI II. 8.1 LEUKOREA FISIOLOGIS Secara umum, vaginal discharge yang keluar secara fisiologis tidak diperlukan terapi. Namun diperlukan edukasi bahwa cairan/sekret tersebut akan keluar secara fisiologis dari tubuh karena pengaruh hormonal seperti yang telah dijabarkan diatas. Apabila cairan/ sekret tersebut menjadi bertambah banyak, berbau, gatal, bahkan menimbulkan nyeri, baik saat berkemih maupun bersenggama, lakukan konsultasi ke dokter segera agar dapat mengetahui penyebab dan dapat diberikan terapi yang adekuat.
II. 8. 2 LEUKOREA PATOLOGIS o Vaginosis Bakterial Terapi untuk vaginosis bakterialis tertera pada gambar dibawah ini:
Penderita disarankan untuk tidak melakukan aktivitas seksual atau menggunakan kondom secara onsisten dan benar selama pengobatan. Selain itu, semua wanita dengan Vaginosis Bakterial disarankan untuk melakukan tes HIV dan tes PMS lainnya. Terdapat beberapa pertimbangan khusus untuk terapi pada vaginosis bakterialis ini :
Intravaginal clindamycin cream diberikan pada kasus alergi atau tidak toleransi terhadap metronidazole atau tinidazole
Terapi vaginosis bakterial direkomendasikan untuk semua wanita hamil yang bergejala yaitu Metronidazole 2 x 500 mg. Efek vaginosis bakterial pada kehamilan antara lain ketubah pecah dini, persalinan premature, bayi premature, infkesi intramniotik dan post partum endometritis
Vaginosis bakterial terjai lebih sering pada wanita dengan HIV. Wanita dengan HIV yang memiliki VB harus menerima regimen pengobatan sama dengan mereka yang tidak memiliki infeksi HIV. o Gonore Terapi untuk gonore cukup rumit kearena kemampuan N. gonorrhoeae
untuk membuat resisten terhadap antimicrobial. Berdasarkan studi, terapi unutk gonorea dibuat menjadi terapi kombinasi dua obat dengan mekanisme kerja yang berbeda untuk meningkatkan efektivitas dan memperlambat terjadinya resistensi9,10.
Pasangan seksualnya harus diberikan terapi yang adekuat untuk mengurangi transmisi dan reinfeksi. Selain itu, juga diinstruksikan untuk tidak melakukan hubungan seksual sampai terapi pengobatan selesai dan tidak bergejala. o Klamidiasis Memberikan terapi pada yang terinfeksi dengan C. trachomatis mencegah komplikasi dan transmisi seksual dan terapi yang adekuat pada pasangan dapat mencegah reinfeksi dan infeksi ke mitra lainnya. Terapi bagi ibu hamil dapat mencegah
penularan C. trachomatis terhadap neonates. Pengobatan klamidia harus diberikan segera untuk semua orang yang positif terinfeksi. Penundaan dalam pengobatan dikaitkan dengan komplikasi (misalnya PID)9,10.
Untuk meminimalkan penularan penyakit ke pasangan seks dan reinfeksi, penderita diinstruksikan untuk tidak melakukan hubungan seksual selama 7 hari setelah terapi dosis tunggal atau sampai selesainya regimen 7 hari dan tidak bergejala. o Candidiasis Pada infeksi kandida albikans dapat diberikan mikostatin 10.000 unit intravaginal selama 14 hari. Untuk mencegah timbulnya residif tablet vaginal mikostatin ini dapat diberikan seminggu sebelum haid selama beberapa bulan. Obat lainnya adalah itrakonazol 2x200 mg peroral dosis sehari. o Trikomoniasis Penyakit ini memiliki tingkat reinfeksi yang tinggi, sehingga diperlukan pengujian ulang untuk T. vaginalis dalam waktu 3 bulan untuk semua wanita yang aktif secara seksual dalam waktu 3 bulan setelah pengobatan awal. Selain itu, memberikan
terapi pada pasangan seks adalah penting untuk mengurangi gejala gejala, menyembuhkan dan pencegahan penularan dan reinfeksi.
II. 9 PENCEGAHAN Pencegahan yang dapat dilakukan agar leukorea/ keputihan tidak berulang, antara lain10. :
Menjaga kebersihan genitalia
Membersihkan bagian luar vagina setiap hari dengan air dan menjaganya tetap kering
Menghindari penggunaan cairan pembersih kewanitaan
Membersihkan vagina dari arah depan ke belakang untuk mencegah penyebaran bakteri dari anus ke vagina
Saat menstruasi, biasakan mengganti pembalut apabila sedah terasa basah/ lembab.
Memperhatikan pakaian organ kewanitaan kering dan tidak lembab
Menghindari menggunakan pakaian dalam/ celana panjang yang terlalu ketat karena meningkatkan kelembaban organ kewanitaan
Menggunaan pakaian dalam dari bahan katun agar menyerap keringat
Apabila pakaian dalam terasa lembab, segera ganti dengan yang kering dan bersih
Mengatur pola hidup yang sehat
Setia kepada pasangan
Hindari seks bebas berganti-ganti pasangan tanpa menggunakan alat pelindung seperti kondom
Hindari stress, merokok, dan alcohol
Konsumsi makanan bergizi dan menjaga berat badan ideal
Hindari penggunaan barang0barang pribadi berbagi dengan orang lain seperti, hanuk, pakaian dalam, dll.
II. 10 KOMPLIKASI Pada kasus-kasus yang tidak diberikan terapi adekuat, infeksi tersebut dapat , menyebar ke traktus reproduksi bagian atas dan menyebabkan penyakit lain yang lebih serius. Pada vaginosis bacterial, komplikasi yang dapat terjadi antara lain, meningkatkan resiko terjadinya persalinan premature pada kehamilan, ketuban pecah dini, infeksi cairan ketuban dan resiko terkena dan transmisi dari HIV. Komplikasi pada gonore yang dapat terjadi yaitu sekuel permanen pada wanita yaitu terjadinya infertilitas akibat PID. Sedangkan pada klamidiasis, dapat menyebabkan komplikasi PID, nyeri panggul kronik, infertilitas faktor tuba dan resiko kehamilan ektopik. Pada trikomoniasis dapat terjadi komplikasi berupa ketuban pecah dini.9,10.
II. 11 PROGNOSIS Secara umum memiliki prognosis yang baik apabila diberikan regimen terapi denga durasi yang tepat serta terapi pada pasangan seksual srta mengikuti intruksi ( minum obat secara rutin dengan dosis yang sesuai dan tidak melakukan hubungan seksual selama pengobatan sampai terapi selesai dan tidak bergejala).
BAB III KESIMPULAN
Vaginal discharge ( leukorea/ flour albus/ keputihan) merupakan salah satu masalah yang sering dikeluhkan mulai dari usia muda sampai usia tua. Vaginal discharge bukan penyakit, namun merupakan suatu manifestasi klinis dari suatu penyakit. Vaginal discharge/ leukorea terbagi atas leukorhea fisiologis dan patologis. Leukorea fisiolgis dapat terjadi pada bayi baru lahir, saar menarche, saat ovulasi, karena rangsangan seksual, saat kehamilan, mood/ stress serta penggunaan kontrsepsi hormonal. Sedangkan, leukorrhea patologis dapat terjadi dakibatkan oleh infeksi pada alat reproduksi yang dapat disebabkan oleh infeksi bakteri ( N. gonorrheae, C. trachomatis, Gardnerella vaginalis, Treponema pallidum), jamur (Candida albicans), parasite (Trichomonas vaginalis), benda asing, dan iritasi. Diagnosis dapat ditegakan melalui anamnesis, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang. Dalam anamnesis, perhatikan karakteristik dari discharge (warna, konsistensi, abu), disertai rasa gatal, terbakar dan nyeri (baik saat berkemih maupun bersenggama). Dalam pemeriksaan fidik, dilakukan pemeriksaan speculum, dapat melihat sumber keluarnya cairan/ sekret tersebut serta memperhatikan karakteristik dari vaginal discharge disesuaikan dengan penyebabnya. Dalam pemeriksaan penunjang, dapat dilakukan ukur Ph, pewarnaan Gram, kultur, pemeriksaan sediaan basah serta pemeriksaan secara molekular (NAATs, PCR, dll). Tatalksana diberikan secara adekuat terhadap masing-masing penyebab berdasarkan pedoman regimen yang telah dibahas sebelumnya untuk mencegah terjadinya komplikasi obstetric dan ginekologik seperti PID, Infertilitas, kehamilan ektopik, persalinan premature, ketuban pecah dini, infeksi cairan amnion, dll.
DAFTAR PUSTAKA 1. Wiknjosastro, H, Saifuddin, B, Rachimhadi, Trijatmo. Radang Dan Beberapa Penyakit Pada Alat Genital Wanita. Ilmu Kandungan. 2011. Edisi Ketiga. Cetakan Pertama : Jakarta: Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawirodiharjo. Hal. 221-226 2. Cunningham FG, Leveno KJ, Bloom SL, Hauth JC. Williams Obstetrics and Gynecologic. 22nd. San Fransisco: The McGraw-Hill Companies. 2007. 3. Todar K: Todar’s Online Textbook of Bacteriology: The Pathogenic Neisseriae. Madison, WI, University of Wisconsin Madison Departement of Bacteriology, 2004 4. McCance KL, Huether SE. Pathophysiology : The Biologic Basis for Disease in Adults and Children. USA: Elsevier Mosby; 2006.p.829-833. 5. Grella
M:
Gonorrheae.
Available
at:
http:
//emedicine.medscape.com/article/218059-overview#showall.
2016.
Diakses pada 30 Januari 2019 6. Houry
DE:
Chlmydia,
available
at
:
http://emedicine.medscpe.com/article/214823-differential, 2016. Diakses pada 30 Januari 2019 7. Vander,
Barbara:
Trichomonas vaginalis
Infection. Available at
http://c.id.oxfordjournal.org/content/44/1/23.full, 2016. Diakses pada 30 Januari 2019. 8. Menaldi SL, Bramono K. Indriatmi W. Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin. Edisi ke 7. Jakarta: Badan Penerbit FKUI: 2014 9. Centre for DiseaseControl and Prevention: Sexually Transmitted Disease Treatment
Guidelines
2015.
Available
at:
http://www.cdc.gov/std/tg2015/default.htm. Diakses pada 30 Januari 2019 10. Wibisono B. Daili SF. Makes WB. Pedoman Penatalaksanaan Infeksi Menular Seksual. Direktorat Jendral Pengendalian Penyakit dan Penyehatan Lingkungan (P3L). Departemen Kesehatan RI. Jakarta: 2010.